Anda di halaman 1dari 3

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Pengertian :
Undang-undang nomor 28 tahun 2009 menyatakan bahwa bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan adalah pajak atas perolehan hak tanah dan/atau bangunan.
Objek pajak :
Objek pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah perolehan hak atas tanah
dan/atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi:
1. Pemindahan hak karena :
a. Jual beli;
b. Tukar menukar;
c. Hibah;
d. Hibah wasiat;
e. Waris;
f. Pemasuan dalam perseroan atau badan hukum lain;
g. Pemisahan hak yang menyebabkan peralihan;
h. Penunjukan pembeli dalam lelang;
i. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
j. Penggabungan usaha;
k. Pemekaran usaha; atau
l. Hadiah.
2. Pemberian hak baru karena :
a. Kelanjutan pelepasan hak; atau
b. Diluar pelepasan hak
Hak atas tanah adalah sebagai berikut :
1. Hak milik;
2. Hak guna usaha;
3. Hak guna bangunan;
4. Hak pakai;
5. Hak milik atas satuan rumah susun; dan hak pengelolaaan.
Pengecualian dari Objek Pajak
Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
objek pajak yang diperoleh :
1. Perwakilan diplmatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbul balik;
2. Negara untuk enyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum;
3. Badan atau perakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan peraturan menteri
keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakuakan kegiatan lain di luar
fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut.;
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama;
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf; dan
6. Orang pribadi agau badan uang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subjek pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan
yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Wajib pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.
Dasar Pengenaan BPHTP
Dasar pengenaaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah nilai perolehan
objek pajak. Nilai perolehan objek pajak dalam hal :
1. Jual beli adalah harga transaksi;
2. Tukar menukar adalah nilai barang;
3. Hibah adalah nilai pasar;
4. Hibah wasiat adalah nilai pasar;
5. Waris adalah nilai pasar;
6. Pemasuan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
8. Peralihan hak karena putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai
pasar;
9. Pemberian hak baru atas tanah sebagi kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;
10. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar;
11. Penggabungan usaha adalah nilai pasar;
12. Peleburan usaha adalah nilai pasar;
13. Pemekaran usaha adalah nilai pasar;
14. Hadiah adalah nilai pasar; dan
15. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah
lelang.
Jika nilai perolehan objek pajak sebagaimana dimaksud pada poin 1-14 tidak diketahui
atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan
pada tahun terjadinya perolehan. Adapun dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP pajak bumi
dan bangunan.
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajakditetapkan paling rendah sebesar
Rp60.0000.000,- untuk setiap wajib pajak. Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah
wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keuarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat keatas atau satu deraat kebawah dengan pemberian hibah wasiat
termasu suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapan paling rendah
Rp300.000.000,-. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan dengan peraturan
daerah.
Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5 persen.
Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Perhitungan BPHTP
Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi nilai perolehan objek pjak
tidak kena pajak.

Dalah hal ini :

Contoh 1:
Wajib pajak A membeli tanah dan bangunan dengan :
Nilai perolehan objek pajak Rp65.000.000
Nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak Rp60.000.000 -
Nilai perolehan objek pajak kena pajak Rp 5.000.000
Pajak yang terutang (5% x Rp5.000.000) Rp 250.000

Contoh 2 (waris) :
Seorang anak memperolej arisan dari ayahnya berupa sebidang tanah dan bangunan diatasnya
dengan niali pasar sebesar Rp200.000.000,-. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah
diterbitkan surat pemberitahuan pajak terutang pajak bumi dan bangunan pada tahun yang
bersangkutan mendaftar ke kantor pertanahan setempat dengan niali jual objek pajak sebesar
Rp20.000.000,-. Apabila di Kabupaten atau Kota letak tanah dan bangunan tersebut, kepala
kantor wilayah diktorat jendral pajak setempat menetapkan nilai perolehan objek pajak tidak
kena pajak dalam hal waris sebesar Rp300.000.000,- maka besarnya Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan terutang adalah sebagai berikut.
Nilai perolehan objek pajak Rp250.000.000
Nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak Rp300.000.000
Nilai perolehan objek pajak kena pajak Nihil
Pajak yang terutang (5% x Rp5.000.000) Nihil

Anda mungkin juga menyukai