Anda di halaman 1dari 12

BAB ....

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan


Bangunan (BPHTB)
Vera Ismail, M.E.
IAIN Metro

A. Pengertian BPHTB
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 tahun
2009, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) merupakan pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan bangunan, sedangkan
perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan
diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan
bangunan oleh orang pribadi atau badan.
BPHTB pada dasarnya adalah salah satu pajak
yang berasal dari suatu kesepakatan antara rakyat
(dimana rakyat yang dimaksud diwakili oleh Dewan
Perwakilan Rakyat) dengan pemerintah, kemudian di
tetapkan pada undang-undang.

B. Subjek BPHTB
Pada BPHTB yang menjadi subjeknya ialah
orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas
tanah dan bangunan.
Adapun ynag menjadi Subyek Pajak ialah:
1. Pembeli dalam jual beli tanah dan bangunan.
2. Penerima hibah atas tanah dan bangunan
3. Penerima wasiat atas tanah dan bangunan
4. Pemenang lelang atas tanah dan bangunan

1
5. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak
yaitu orang atau badan yang ditetapkan sebagai
penerima ha katas tanah dan bangunan.
6. Pelaksana putusan hakim yang mempunyai
kekuasaan hukum tetap yaitu pihak yang
memperoleh hak atas tanah dan bangunan yang
telah diputuskan oleh hakim dan memeliki
kekuatan hukum tetap.
7. Penerima hadiah atas tanah dan bangunan

C. Objek BPHTB
Pada BPHTB yang menjadi Objek ialah orang
pribadi atau badan yang memperolehan hak atas
tanah dan bangunan yang berasal dari perbuatan yang
disengaja atau peristiwa hukum yang mengakibatkan
perolehan atas tanah dan bangunan.
Adapun yang menjadi objek pajak berdasarkan
Undang-undang nomor 28 Tahun 2009 Pasal 85 ayat 2,
ialah:
1. Perolehan ha katas tanah dan bangunan akibat
pemindahan hak, dikarnakan beberapa hal
berikut:
a. Jual beli
b. Tukar menukar
c. Hibah
d. Waris
e. Pengalihan hak atas tanah dan bangunan dari
adanya penyertaan modal atas pereseroan
terbatas atau badan hukum lainnya.
f. Lelang
g. Putusan hakim
h. Penggabungan usaha
i. Hadiah

2
2. Perolehan hak atas tanah dan bangunan akibat
pemberian hak baru yang disebabkan beberapa hal
berikut:
a. Perolehan hak baru atas tanah dan bangunan
sebagai kelanjutan pelepasan hak, yaitu
pemberian hak baru kepada orang pribadi atau
badan hukum dari Negara atas tanah-tanah
yang berasal dari pelepasan hak.
b. Perolehan hak baru atas tanah atau bangunan
di luar pelepasan hak , yaitu pemberian hak
baru atas tanah kepada orang pribadi atau
badan hukum dari Negara menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pada praktiknya terdapat pula orang pribadi


atau badan yang mendapatkan hak atas tanah dan
banguanan yang tidak termasuk objek BPHTB, yaitu
diantaranya:
1. Perwakilan diplomatik dan konsulat yang
berdasarkan asas perlakuan timbal balik
2. Objek pajak berupa tanah dan bangunan yang
diperoleh Negara untuk penyelenggaraan
pemerintah dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum.
3. Badan/perwakilan lembaga Internasional yang
ditetapkan dengan Peraturan Keputusan Menteri
Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan
tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut.
4. Orang pribadi atau badan karna konversi hak atau
peraturan hukum lain tanpa perubahan nama.
5. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk
kepentingan ibadah.
6. Orang pribadi atau badan karna wakaf.

3
D. Hak-hak wajib Pajak pada BPHTB
1. Keberatan
a. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan
hanya kepada Kepala Daerah atau Pejabat
yang ditunjuk, dikarnakan beberapa hal,
diantaranya sebagai berikut:
1). Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan.
2). Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
(SKBKB)
3). Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
Tambahan (SKBKBT)
4). Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan Lebih Bayar (SKBLB)
5). Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan Nihil (SKBN)
6). Pemotongan atau pemungutan oleh pihak
ketiga berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah yang berlaku.

b. Syarat-syarat pengajuan keberatan oleh wajib


pajak, diantaranya sebagai berikut:
1). Keberatan diajukan secara tertulis disertai
dengan beberapa alas an yang jelan dan
menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar.
2).Keberatan atas ketetapan pajak secara
jabatan, keberatan tersebut dapat diajukan
dengan suatu atau beberapa pembuktian.
3).Keberatan harus diajukan dalam jangka
waktu paling lama tiga bulan sejak
diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang

4
Bayar Tambahan (SKBKBT) dan Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan Nihil (SKBN) oleh wajib
Pajak.
4).Keberatan yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud diatas
tidak dianggap sebaagai suatu surat
keberatan sehingga tidak dipertimbangkan,
kecuali wajib pajak mengajukan beberapa
alasan diluar kekuasannya terutama pada
ketidaktepatan waktu pengajuan surat
keberatan tersebut.
5). Saat melakukan Pengajuan keberatan dalam
kondisi tidak menunda kewajiban
membayar pajak dan pelaksanaan
penagihan pajak sesuai ketentuan yang
berlaku.
6). Surat keberatan yang diajukan kepada
Kepala Daerah harus mendapatkan
tanggapan oleh Kepala Daerah tersebut
paling lambat du belas bulan sejak tanggal
surat keberatan diajukan.
7). Keputusan ynag diberikan oleh Kepala
Daerah atas keberatan yang diajukan dapat
berupa dikabulkan seluruhnya, sebagian,
menolak, atau bahkan menambah besarnya
jumlah pajak yang terutang. Apabila dalam
jangka waktu dua belas bulan telah lewat
dari surat keberatan di ajukan, makan surat
keberatan tersebut diberi keputusan
diterima.

2. Banding
a. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan
banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak

5
terhadap keputusan mengenai keberatannya
yang ditetapkan Kepala Daerah.
b. Permohonan sebagaimana dimaksud diatas
diajukan secara tertulis dengan disertai
beberapa alasan yang jelas berbahasa
Indonesia yang baik dan benar, permohonan
tersebut diajukan paling lambat tiga bulan
sejak keputusan keberatan diterima dan
dilampiri salinan dari surat keputusan
tersebut.
c. Pengajuan permohonan banding yang
dikirimkan tidak menunda kewajiban
membayar pajak dan pelaksanaan penagihan
pajak.
d. Pengajuan permohonan banding bila
dikabulan maka sebagain atau seluruhnya dari
kelebihan pembayar pajak akan dikembalikan
serta ditambahkan pula imbalan bunga sebesar
2% sebulan teruntuk jangka waktu dimana
paling lama 24 bulan yang dihitung sejak
tanggal pembayaran yang disebabkan
kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkan keputusan permohoinan banding
tersebut.
3. Penguarangan
Wajib Pajak, baik orang pribadi atau badan
yang mendapatkan pengurangan kewajiban BPHTB,
dikarnakan beberapa alasan, diantaranya sebagai
berikut:
a. Kondisi tertentu wajib pajak, yang berhubungan
dengan objek pajak, hal ini dapat diilustrasikan
dengan beberapa kasus, dantaranya ialah;
1). Wajib pajak tidak mampu secara ekonomis
sehingga memperoleh hak melalui program
pemerintah dibidang pertanahan

6
2). Wajib pajak badan yang memperoleh hak baru
selain hak pengelolaan serta telah menguasai
tanah dan bangunan lebih dari 20 tahun yang
dibuktikan dengan surat pernyataan wajib
pajak dan keterangan dari pejabat pemerintah
daerah setempat.
3). Wajib pajak orang pribadi yang memperoleh
hak atas tanah dan bangunan Rumah
Sederhana (RS) dan Rumah Susun Sederhana
(RSS) yang diperoleh langsung dari
pengembang dan dibayar secara angsuran.
4). Wajib pajak orang pribadi menerima hibah
dari orang pribadi yang mempunyai
hubungan keluarga.
5). Wajib pajak BUMD baru berdiri dalam jangka
waktu paling lama satu tahun, memperoleh
hak atas tanah dan bangunan dari pemerintah
daerah atau pemerintah pusat sebagai
penyertaan modal pemerintah.
6). Wajib pajak orang pribadi yang memporeh
hak atas tanah dan bangunan yang tidak
berfungsi lagi seperti semula disebabkan
bencana alam dan yang lain sebagainya.
7). Tanah atau bangunan yang digunakan untuk
kepentingan sosial atau pendidikan yang
semata-mata tidak untuk mencari
keuntungan antara lain panti asuhan, panti
jompo, sekolah yang tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan dan rumah sakit swasta
milik institusi pelayan sosial masyarakat.

b. Kondisi wajib pajak yang berhubungan dengan


beberapa sebab tertentu, hal ini dapat
diilustrasikan dengan beberapa kasus,
diantaranya sebagai berikut;

7
1). Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah
meliputi pembelian dari hasil ganti rugi atas
tanah tersebut dibawan Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP).
2). Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah
sebagai pengganti atas tanah yang
dibebaskan oleh pemerintah untuk
kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus.
3). Wajib pajak yang terkena dampak krisis
ekonomi dan moneter yang berdampak luas
pada perekonomian nasional, sehingga wajib
pajak harus melakukan rekronstrukturalisasi
usaha dan utang usaha sesuai kebijakan
pemerintah.
4). Wajib pajak yang melakukan penggabungan
usaha (merger) atau peleburan usaha
(konsolidasi).
5). Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah
dan bangunan yang tidak berfungsi lagi
seperti semula disebabkan bencana alam.

c. Tanah dan Bangunan digunakan semata-mata


untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang
semata-mata tidak untuk mencari keuntungan.

E. Tata cara penarikan BPHTB


Berdasarkan pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 91
Tahun 2010, BPHTB ditetapkan sebagai jenis pajak
daerah yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak. Hal
tersebut menunjukkan pemungutan BPHTB menganut
self asessment system, yang merupakan suatu sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang,
kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak

8
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

F. Dasar perhitungan BPHTB


1. Dasar pengenaan pajak pada BPHB berasal dari
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yang
ditentukan sebesar:
a. Pada perolehan hak karna jual beli, yang
menjadi NPOP adalah harga transaksi.
b. Pada perolehan hak karna tukar menukar,
dimana yang menjadi NPOP adalah nilai pasar.
c. Pada perolehan hak karena hibah, yang menjadi
NPOP adalah nilai pasar.
d. Pada perolehan hak karena hibah wasiat, yang
menjadi NPOP adalah nilai pasar.
e. Pada perolehan hak karena waris, yang menjadi
NPOP adalah nilai pasar.
f. Pada perolehan hak karena pemasukan dalam
perseroan atau badan hukum lainnya, yang
menjadi NPOP adalah nilai pasar.
g. Pada perolehan hak karena pemisahan hak yang
mengakibatkan peralihan, yang menjadi NPOP
adalah nilai pasar.
h. Pada perolehan hak karena peralihan hak
sebagai pelaksana putusan hakim yang
mempunyai kekuatan hukum tetap, yang
menjadi NPOP adalah nilai pasar.
i. Pada perolehan hak karena pemberian hak baru
atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan
hak, yang menjadi NPOP adalah nilai pasar.
j. Pada perolehan hak karena pemberian hak baru
atas tanah diluar pelepasan hak, yang menjadi
NPOP adalah nilai pasar.
k. Pada perolehan hak karena penggabungan
usaha, yang menjadi NPOP adalah nilai pasar.

9
l. Pada perolehan hak karena peleburan usaha,
yang menjadi NPOP adalah nilai pasar.
m. Pada perolehan hak karena pemekaran usaha,
yang menjadi NPOP adalah nilai pasar.
n. Pada perolehan hak karena hadiah, yang
menjadi NPOP adalah nilai pasar.
o. Pada perolehan hak karena penunjukkan
pembeli dalam lelang, yang menjadi NPOP
adalah harga transaksi yang tercantum dalam
risalah lelang.

2. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak


(NPOPTKP)
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP) adalah suatu jumlah tertentu Nilai
Perolehan Objek Pajak (NPOP) dengan beberapa
ketentuan, diantaranya sebagai berikut:
a. NPOP ditetapkan maksimal Rp. 300.000.000,-
dalam hal perolehan waris atau hibah yang
diterima oleh orang pribadi dalam hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
atau sederajat dengan pemberian hibah wasiat,
termasuk suami istri.
b. NPOP ditetapkan maksimal Rp. 10.000.000,-
dalam hal perolehan hak baru melalui program
pemerintah yang diterima orang pribadi sebagai
pelaku usaha kecil atau mkro dalam rangka
program peningkatan sertifikasi tanah untuk
memperkuat pinjaman kredit bagi usaha mikro
dan kecil.
c. NPOPTK secara regional ditetapkan maksimal
Rp. 60.000.000,- dimana kapnpun ketentuan
maksimalnya akan berubah-ubah sesuai
peraturan pemerintah daerah setempat.

10
d. Tarif BPHTB atas tanah dan bangunan yang
telah ditetapkan paling tinggi sebesar 5% dari
tariff BPHTB yang ditetapkan oleh pemerintah.
Hal tersebut dapat dilustrasikan dengan rumus
berikut:
BPHTB = (NPOP-NPOPTKP) x 5%
Contoh:
Bapak Budi Pada Tanggal 3 Januari 2021
membeli tanah dengan harga Rp. 150.000.000,-.
Dimana NPOPTKP pada daerah itu adalah Rp.
60.000.000,- dan tariff pajak yang diterapkan
pada daerah tersebut adalah 5%, berdasarkan
hal tersebut berapakah tariff BPHTB yang harus
dibayar oleh Bapak Budi?
Berikut kalkulator perhitungannya;
NPOP = Rp. 150.000.000,-
NPOPTKP = Rp. 60.000.000,-
NPOPKP = Rp. 90.000.000,-
Sehingga Nilai BPHTB adalah;
BPHTB = Rp. 90.000.000,- x 5%
= Rp. 4.500.000,-

G. Kelebihan Pembayaran BPHTB


Pada pembayaran BPHTB oleh wajib pajak,
memungkinkan terjadinya kelebihan pembayaran
BPHTB oleh wajib pajak, sehingga kelebihan
pembayaran BPHTB tersebut diatur pada Undang-
undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 165 ayat 1,
dengan peraturan kepala daerah, mengenai tata cara
pengembalian kelebiahan pembayaran BPHTB
tersebut. Adapun uraian kelebihan pembayaran
BPHTB tersebut adalah sebagai berikut:
1. BPHTB yang dibayar ternyata lebih besar dari
yang seharusnya terutang.
2. BPHTB yang dibayar tidak seharusnya terutang.

11
3. BPHTB yang dibayar lebih besar dari pada yang
seharusnya terutang, maka wajib pajak dapat
mengajukan usul pengembalian pembayaran pajak
tersebut.
4. BPHTB yang dibayarkan sebelum akta
ditandatangani, namun perolehan hak atas tanah
dan bangunan tersebut batal, maka wajib pajak
dapat mengajukan usul pengembalian
pembayaran pajak tersebut.
Atas kelebihan pembayaran BPHTB tersebut,
wajib pajak dapat mengajukan permohonan
pengembalian kepada bupati/walikota, melalui
surat tertulis berbahasa Indonesia yang baik dan
benar dan diserahkan langsung kepada kepala
SKPD Pengelola pajak daerah.

12

Anda mungkin juga menyukai