Anda di halaman 1dari 8

Nama : Annisa Rizky O.

Nim : 18.C1.0137

Mata Kuliah : PLKH (Penanganan Perkara Perpajakan)

1. Penyelesaian Sengketa Pajak :


a. Administratif
- Pengajuan keberatan
Surat Keberatan adalah surat yang diajukan oleh Wajib Pajak kepada
Direktur Jenderal Pajak mengenai keberatan terhadap suatu surat ketetapan
pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga.
- Syarat Formil berdasarkan Pasal 2 (1) PMK RI No.9/PMK.03/2013
sebagai berikut :
a) Surat ketetapan pajak yang kurang bayar
b) Surat ketetapan pajak yang bayar tambahan
c) Surat ketetapan pajak lebih bayar
d) Surat ketetapan pajak nihil
e) Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan pajak.
- Syarat Materiil berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 9/PMK.03/2013 sebagai berikut :
a) Diajukan secara tertulis menggunakan bahasa Indonesia
b) Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak
yang dipotong atau jumlah rugi menurut perhitungan wajib pajak
dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar perhitungan.
c) Keberatan ditujukan hanya untuk satu surat ketetapan pajak, untuk
satu pemotongan pajak atau untuk satu pemungutan pajak.
d) Diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal:
1) Surat ketetapan pajak diterbitkan
2) Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga
kecuali wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu
tersebut tidak dapat dipenuhi oleh karena keadaan diluar kekuasaan
wajib pajak.
e) Surat keberatan ditandatangani oleh wajib pajak dan dalam hal
surat keberatan surat keberatan ditandatangani oleh bukan wajib
pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa
khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat 3 UU KUP.
f) Wajib pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 36 UU KUP.
- Tax Amnesty/Pengampunan Pajak
Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang
seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan
sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan
membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 11
Tahun 2016.
- Syarat Materiil berdasarkan Pasal 9 angka 1-4 Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2016 sebagai berikut :
1) Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
memuat paling sedikit informasi mengenai identitas wajib pajak,
harta, utang, nilai harta bersih, dan penghitungan uang tebusan.
2) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilampiri dengan :
a) Bukti pembayaran uang tebusan
b) Bukti pelunasan tunggakan pajak bagi wajib pajak yang
memiliki tunggakan pajak
c) Daftar rincian harta beserta informasi kepemilikan harta yang
dilaporkan.
d) Daftar utang serta dokumen pendukung
e) Bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau
pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi wajib pajak
yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau
penyidikan
f) Fotokopi SPT Pph terakhir, dan
g) Surat pernyataan pencabutan permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (3) huruf F
3) Dalam hal wajib pajak bermaksud mengalihkan harta kedalam
wilayah NKRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6),
selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada Ayat 2,
wajib pajak harus melampirkan surat pernyataan mengalihkan dan
menginvestasikan harta kedalam wilayah NKRI paling singkat
selama jangka waktu 3 tahun terhitung sejak dialihkan
4) Dalam hal wajib pajak mengungkapkan harta yang berada dan/atau
ditempatkan di dalam wilayah NKRI sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (7), selain melampirkan dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat 2. Wajib pajak harus melampirkan surat
pernyataan tidak mengalihkan harta ke luar wilayah NKRI paling
singkat selama jangka waktu 3 tahun terhitung sejak
diterbutkannya surat keterangan.
- Syarat Formiil berdarkan Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2016 sebagai berikut :
Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditandatangani oleh :
a) Wajib pajak orang pribadi
b) Pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau
dokumen lain yang dipersamakan, bagi wajib pajak badan, atau
c) Penerima kuasa dalam hal pemimpin tertinggi sebagaimana
dimaksud pada huruf b berhalangan.
b. Pengadilan Pajak
- Banding
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak
atau penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan
banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Syarat Formiil :
1) Banding diajukan dengan surat banding dalam Bahasa Indonesia
kepada Pengadilan Pajak
2) Banding diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal
diterima keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan.
3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak mengikat
apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena
keadaan diluar kekuasaan permohonan banding.
- Syarat materiil berdasarkan Pasal 36 UU Nomor 14 tahun 2002 sebagai
berikut :
1) Terhadap 1 keputusan diajukan 1 surat banding
2) Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan
dicantumkan tanggal terima surat keputusan yang dibanding
3) Pada surat banding dilampirkan salinan keputusan yang dibanding
4) Dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang
terutang, banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang
terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%
- Gugatan
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak
atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau
terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
- Syarat Formil berdasarkan pasal 40 UU No.14 Tahun 2002 sebagai
berikut:
1) Gugatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada
pengadilan pajak
2) Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan
penagihan pajak adalah 14 hari kerja sejak tanggal pelaksanaan
penagihan.
3) Jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap keputusan
selain gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 adalah 30 hari
sejak tanggal diterima keputusan yang digugat.
4) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan 3 tidak
mengikat apabila jangka waktu yang dimaksud tidak dapat
dipenuhi karena keadaan diluar kuasa penggugat
5) Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 4
adalah 14 hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar
kekuasaan penggugat
6) Terhadap satu pelaksanaan penagihan atau suatu keputusan
diajukan satu surat gugatan
- Syarat Materiil berdasarkan Pasal 41 UU No.14 Tahun 2002 sebagai
berikut:
1) Gugatan diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seornag pengurus,
atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas,
mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan atau
keputusan yang dapat digugat dan dilampiri dengan salinan
dokumen yang digugat.
2) Apabila selama proses gugatan, penggugat meninggal dunia maka
gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, atau pengampunya
dalam hal penggugat pailit
3) Apabila selama proses gugatan, penggugat melakukan
penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha atau
likuidasi permohonan dimaksudkan dapat dilanjutkan oleh pihak
yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan,
peleburan, pemecahan/pemekaraan usaha/likuidasi yang dimaksud.

2. A memiliki dua bidang tanah di Kota Semarang. Tanah pertama luasnya 1000 m2,
dengan harga Rp. 2jt/m2. Tanah kedua seluas 750 m2, di atas tanah tersebut berdiri
sebuah rumah seluas 500m2. Harga tanah Rp. 3jt/m2 dan bangunan Rp. 3,5jt/m2.
Tanah yang pertama mengalami longsor sehingga hilang seluas 100m2. Pada bulan
Januari 2020 A pensiun.

Tanah Pertama

- NJOP : 1000 m² × Rp. 2.000.000/m²


: Rp. 2.000.000.000
- NJOPTKP : Rp. 10.000.000 -

Rp. 1.990.000.000

- NJKP : 40% × Rp. 1.990.000.000


: Rp. 796.000.000
- PBB : 0,2% × Rp. 796.000.000
: Rp. 1.592.000

Tanah Pertama (Setelah longsor seluas 100 m²)

Tanah : 900 m² × Rp. 2.000.000

: Rp. 1.800.000.000

NJOP : Rp. 1.800.000.000

NJOPTKP : Rp. 10.000.000 -


: Rp. 1.790.000.000

NJKP : 40% × Rp. 1.790.000.000

: Rp. 716.000.000

PBB : 0,2% × Rp. 716.000.000

: Rp. 1.432.000

Tanah Kedua

Tanah : 500 m² × Rp 3.500.000 = Rp 1.750.000.000

Bangunan : 750 m² × Rp 3.000.000 = Rp 2.250.000.000 +

NJOP : = Rp. 4.000.000.000

NJOPTKP : = Rp. 10.000.000 -

: = Rp.3.990.000.000

NJKP : 40% × Rp. 3.990.000.000

: Rp. 1.596.000.000

PBB : 0,2% × Rp. 1.596.000.000

: Rp. 3.192.000
LAMPIRAN I

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR: 253/PMK.03/2014

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN


KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Nomor : 525/I/SKPBB/2020

Lampiran : 2 lembar

Perihal : Pengajuan Keberatan atas SKP PBB

Tahun Pajak 2021

Yth. Direktur Jenderal Pajak

u.b. Kepala KPP Pratama Semarang Timur

Jalan Ki Mangunsarkoro No.34

Kota Semarang

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Annisa

Alamat : Jalan Truntum IX No. 36, Kota Semarang

Sebagai Wajib Pajak PBB atas Objek Pajak yang terletak di :

Jalan : Truntum IX No. 36 RT. 04 RW. 11

Desa / Kelurahan : Tlogosari Kulon Kecamatan : Pedurungan

Kota : Semarang

NOP : 36.19.041.009.003-9138.6

PBB Terutang : Rp. 4.784.000

Tanggal diterima SKP PBB : 10 Mei 2021


Dengan ini mengajukan keberatan atas SKP PBB tersebut di atas dengan alasan sebagai
berikut :

1. Bahwa berdasarkan Pasal 10 huruf a angka (1) (c), objek pajak yang wajib pajaknya
orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan sehingga
kewajiban membayar PBB sulit dipenuhi diberikan pengurangan sebesar paling tinggi
75%.
2. Bahwa dalam hal objek pajak terkena bencana yang diakibatkan oleh alam, objek
pajak itu sendiri dapat diberikan pengurangan pajak sebesar paling tinggi 100%.

Menurut perhitungan kami, ketetapan PBB, yang seharusnya sebagai berikut :

Tanah Pertama

Bumi : 1000m² x Rp 2.000.000/m² : Rp 2.000.000.000

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) : Rp 2.000.000.000

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) : Rp 10.000.000 -

NJOP untuk Perhitungan PBB : Rp 1.990.000.000

Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) (40% × NJOP PBB) : Rp 796.000.000

PBB yang Terutang (0,2% × NJKP) : Rp 1.592.000

Tanah Kedua

Tanah : 500 m² × Rp 3.500.000 = Rp 1.750.000.000

Bangunan : 750 m² × Rp 3.000.000 = Rp 2.250.000.000 +

NJOP : = Rp. 4.000.000.000

NJOPTKP : = Rp. 10.000.000 -

: = Rp.3.990.000.000

NJKP : 40% × Rp. 3.990.000.000

: Rp. 1.596.000.000

PBB : 0,2% × Rp. 1.596.000.000

: Rp. 3.192.000

Objek pajak yang Wajib Pajaknya orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal
dari pensiunan sehingga kewajiban membayar PBB sulit dipenuhi diberikan pengurangan
sebesar paling tinggi 75%.

Tanah Pertama : Rp 1.592.000 – 75% = Rp 398.000


Tanah Kedua : Rp 3.192.000 – 75% = Rp 798.000

Bersama ini dilampirkan pula :

1. Asli SKP PBB yang diajukan keberatan;


2. Salinan surat keputusan pensiun Saya.

Demikian agar dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan.

Wajib Pajak

ANNISA
(Annisa)

Anda mungkin juga menyukai