Anda di halaman 1dari 5

PANDUAN DASAR ZAKAT PROFESI

A. Latar Belakang dan Sejarah Zakat Profesi

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Islam tidak mewajibkan zakat atas


seluruh harta benda, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda yang
mencapai nishab, bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan pokok
pemiliknya. Hal ini untuk menetapkan siapa yang tergolong orang kaya,
dan untuk menetapkan arti “lebih (‘afw)“ yang dijadikan Al Qur-an sebagai
sasaran zakat tersebut. Alloh Swt berfirman : “mereka bertanya kepadamu
tentang apa yang mereka nafkahkan, katakanlah yang lebih dari
keperluan” (QS. Al Baqoroh (2) : 219).
Perintah untuk mengeluarkan zakat terjadi pada tahun 2 hijriyah,
sesuai dengan turunnya surat Al Mu’minun ayat 4 dan surat Al Baqoroh
ayat 267 yang berbunyi : “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah
(zakatkanlah) oleh kamu yang baik-baik dari apasaja yang telah kamu
usahakan, dan juga dari apa yang telah Kami keluarkan dari bumi”. Bentuk
penghasilan yang dominan ketika itu adalah berdagang, bertani, dan
berternak, sehingga pengumpulan zakat dari harta (zakatul maal) yang
dikenal waktu itu adalah dari hasil perdagangan, pertanian, dan
perternakan.
Sementara pada zaman modern sekarang ini berkembang banyak
jenis pekerjaan dan profesi baru yang dapat menghasilkan pendapatan
yang cukup besar, bahkan jauh melebihi penghasilan dari sumber-sumber
pekerjaan di atas, seperti penghasilan dari profesi : dokter, bidan,
paramedis, ahli farmasi, akuntan, konsultan, pengacara, notaris, guru,
dosen, arsitek, pelukis, desainer, aktor, aktris, dan banyak lagi lainnya.
Juga penghasilan dari pekerjaan seperti : Pegawai Negeri, Karyawan
Swasta, baik penghasilan dari upah, gaji, honorarium, insentif, tunjangan,
dan pendapatan lainnya. Pengumpulan zakat dari hasil pekerjaan dan
profesi yang beragam itulah yang dewasa ini dikenal - sebagaimana ijtihad
para ‘ulama - dengan nama “Zakat Profesi / Zakat Penghasilan”.
Dalam catatan sejarah para sahabat dikisahkan bahwa Abu Musa Al
Asy’ari ketika dia bekerja sebagai gubernur Mesir, telah mengeluarkan
zakat melebihi batas apa yang telah ditentukan. Ketika ditanya kenapa
demikian, beliau membaca ayat : “kamu sekali-kali tidak akan sampai pada

1
kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta
yang kamu cintai” (QS. Ali Imran (3) : 92).
Dalam Kitab Al Muwath-tha Imam Malik tercantum, dari Syihab
diungkapkan bahwa orang yang pertama kali mengenakan zakat dari
pemberian adalah Mu’awiyah bin Abi Sofyan. Langkah ini sebenarnya
sudah lebih dahulu dilakukan oleh Ibnu Mas’ud pada masa Khalifah Umar
bin Abdul ‘Aziz, bila memberi gaji kepada seseorang ia memungut
zakatnya. Begitu juga ia memungut zakat dari pemberian, tips, kado, dan
hadiah.

B. Dasar Hukum Harta (Maal) Yang Wajib Dizakati

Dalam Al Qur-an secara spesifik disebutkan beberapa jenis harta /


kekayaan yang dikenai zakat. Yaitu :
1. Emas dan Perak. Sebagaimana dalam QS. At Tawbah (9) : 34
2. Tanaman dan Buah-buahan. Sebagaimana QS. Al An’am (6) : 141
3. Hasil Usaha, seperti dagang, termasuk penghasilan dari profesi dan
pekerjaan. QS. Al Baqoroh (2) : 267
4. Hasil Perut Bumi, seperti barang tambang. QS. Al Baqoroh (2) : 267
Yang selain itu disebutkan secara umum dalam kata-kata “maal”
(jamaknya; amwaal), yang artinya harta kekayaan, termasuk di dalamnya
binatang ternak dan barang temuan (Rikaz). Firman Alloh Swt dalam Surat
At Tawbah (9) : 103, dan Surat Az Zariyat (51) : 19
Adapun kewajiban zakat atas penghasilan dari Pekerjaan / Profesi
didasarkan kepada :
1. Keumuman lafazh ayat dalam perintah membayar zakat atas Hasil
Usaha (QS. Al Baqoroh (2) : 267).
2. Ijtihad ‘ulama terhadap kenyataan bahwa penghasilan dari seorang
petani wajib dikeluarkan zakatnya sementara banyak lagi
penghasilan dari profesi / pekerjaan lainnya namun belum diatur
ketentuan zakatnya.
3. Keumuman kata amwaal yang disebutkan dalam Al Qur-an dan
Sunnah Nabi Saw.
Dalam kaidah Ushul Fiqh, bentuk jamak yang di idhofah kan
kepada dhomir (amwaali – him) menunjukkan keumuman ayat. Jadi
zakat dikenakan terhadap bermacam harta kekayaan yang telah
memenuhi syarat-syarat seperti tersebut di bawah ini

2
C. Syarat Harta Yang Wajib Dizakati

Syarat-syarat harta kekayaan yang dikenai zakat adalah apabila:


1. Dimiliki Secara Sempurna (Al Milkut Taam).
Maksudnya bahwa kekayaan tersebut memungkinkan untuk
mempergunakan dan mengambil manfaatnya secara penuh karena
berada dalam kendalinya.
2. Produktif dan Berkembang (An Namaa’).
Maksudnya bahwa kekayaan tersebut potensial berkembang dan
mendatangkan hasil kepada pemiliknya jika diusahakan.

3. Mencapai Nishab (Bulughun Nishab).


Nishab yaitu batas minimal kekayaan untuk dikenai kewajiban zakat
atau batas minimal untuk seseorang dipandang berkecukupan.
Rosululloh Saw telah menetapkan nishab beberapa jenis kekayaan
yang dikenai zakat pada zamannya, seperti emas 20 dinar = 85 gr (1
dinar = 4,25 gr), perak 200 dirham, unta 5 ekor, sapi 30 ekor,
kambing 40 ekor, hasil pertanian 5 wasaq. Dalam hadits Nabi Saw
ditegaskan bahwa “Alloh Swt mewajibkan zakat atas orang yang
berkecukupan (aghniya) dan diberikan kepada orang yang tidak
berkecukupan (miskin)” (HR. Bukhori – Muslim).
4. Kelebihan Dari Kebutuhan Pokok (Al Fadhlu ‘Anil Hawa-ijul
Ashliyyah).
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan
seseorang dan atau keluarga yang mernjadi tanggungannya, untuk
kelangsungan hidupnya. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan
primer atau kebutuhan hidup minimal (KHM) seperti belanja hari-
hari (pangan), pakaian (sandang), perumahan (papan). Rosululloh
Saw bersabda : “Sesungguhnya zakat itu dilakukan atas dasar
kelebihan dari keperluan” (HR. Ahmad) .
5. Bebas Dari Hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi se nishab
yang harus dibayar pada waktu yang sama dengan waktu
mengeluarkan zakat, maka harta tersebut terbebas dari zakat.
6. Telah Berlalu Waktu Satu Tahun Hijriyah (Al Haul). Sabda Nabi
Saw : “Tidak ada kewajiban zakat atas suatu kekayaan sebelum
berlalu waktu satu tahun (haul)” (HR. Ibnu Majah dan Al Baihaqi).

3
Persyaratan ini hanya berlaku bagi hewan ternak, emas dan perak,
dan barang-barang dagang. Sedangkan hasil pertanian, harta
temuan (rikaz), hasil pekerjaan / profesi, dan barang tambang tidak
dikenai ketentuan haul.

D. Haul Dalam Zakat Profesi

Zakat terhadap penghasilan dari pekerjaan / profesi adalah zakat


terhadap hasil bukan zakat terhadap modal, sehingga tidak diberlakukan
haul. Seperti halnya zakat terhadap pertanian, tidak dipersyaratkan haul
padanya karena merupakan zakat terhadap hasil bukan terhadap
modalnya. Adapun zakat terhadap barang perniagaan, zakat hewan, serta
emas dan perak, adalah zakat yang dikenakan pada modal. ‘Illat (kausa)
dikenakannya haul adalah agar tidak terjadi penggandaan pengenaan
zakat terhadap sumber yang sama.

E. Nishab Dan Kadar Zakat Profesi

Nishab zakat profesi di qiyas kan kepada zakat perdagangan yaitu


senilai dengan 85 gram emas murni 24 karat (20 dinar/mata uang emas)
dan kadar zakatnya adalah 2,5 %. Didasarkan hadits nabi Saw : “…Anda
tidak punya kewajiban zakat pada emas sehingga anda memiliki 20 dinar
dan telah berlalu waktu 1 tahun dan zakatnya sebesar 1/2 dinar…” (HR.
Abu Dawud).
Konversi 20 dinar (mata uang emas) menjadi 85 gram didasarkan
pada hasil penyelidikan terhadap temuan mata uang dinar berasal dari
zaman Bani Umayyah yang dibuat oleh Khalifah Abdul Malik Ibnu
Marwah, berdasarkan ukuran yang distandardkan oleh Umar Ibnu Al
Khoth-thob. Dimana 1 dinar sama dengan 4,25 gram emas murni.

D. Cara Perhitungan Zakat Profesi

Zakat profesi / penghasilan dikeluarkan pada saat diterima tanpa


dikenakan haul setelah dijumlahkan dengan upah, gaji, honorarium,
insentif, tunjangan, dan pendapatan lainnya. Seterusnya dikeluarkan dari
hasil bersih setelah dikurangi pengeluaran Kebutuhan Hidup Minimal
(KHM). Apabila sisa dari kebutuhan pokok minimal itu mencapai nishab,

4
maka dikeluarkan zakatnya 2,5 %. Apabila tidak mencapai nishab maka
tidak dikenai zakat. Namun ada kemungkinan sisa itu tidak mencapai
nishab saat diterima, namun bila digabungkan dengan sisa penerimaan
bulan-bulan berikutnya akan mencapai nishab, maka penggabungan
tersebut dapat dilakukan.

Contoh Perhitungan :
Gaji Pokok Rp. 1.500.000
Tunjangan Transportasi Rp. 1.000.000
Tunjangan Lain, Insentif dlsb nya Rp. 1.000.000
Total Brutto Rp. 3.500.000

Pengurangan
Kebutuhan Hidup Minimal Rp. 900.000
Cicilan Motor Rp. 500.000
Cicilan Rumah Rp. 600.000
Total Pengurangan Rp. 2.000.000
Penghasilan Bersih (Net) Rp. 1.500.000

Nishab 85 gr emas x @ Rp. 200.000 = Rp. 17.000.000


Penghasilan Bersih Pertahun 12 x @ Rp. 1.500.000 = Rp. 18.000.000
Berarti contoh perhitungan penghasilan telah mencapai nishab zakat.

Jadi, besar zakatnya : 2,5 % x Rp. Rp. 1.500.000 = Rp. 37.500 /


bulan atau jika dibayar pertahun menjadi Rp. 450.000 / Tahun

E. Penutup

Semoga Allah swt mensucikan harta dan diri kita dari tercampur
dengan hak para fakir miskin melalui zakat yang kita keluarkan. Amiin.

Anda mungkin juga menyukai