Anda di halaman 1dari 5

Tujuan Oksidentalisme

Pendahuluan

Oksidentalisme merupakan arah kajian baru dalam menghadapi hegemoni


keilmuan barat. Istilah ini dipamerkan pertama kali oleh Hassan Hanafi1. Kritikan
Barat terhadap dunia Timur, menginspirasi Hassan Hanafi untuk mengkaji Barat lebih
dalam. Perlu digaris bawahi bahwa Oksidentalisme yang diusung oleh Hassan Hanfi
tidak disertakan dengan tujuan hegemone layaknya Barat mempelajari Timur.

Barat dalam kajian orientalismenya sering mengkritik dan menuduh Timur


dengan hal-hal yang kurang tepat. Dengan kata lain, Barat menginginkan Timur
tunduk dalam kekuasaan Barat, khususnya dalam hal ini adalah Islam. Tidak heran,
konsep yang dicetuskan Hassan Hanfi dianggap sebagai reaksi dari sikap westernisasi
yang marak di kalangan Islam.

Tujuan Oksidentalisme

Pada dasarnya, oksidentalisme memiliki tujuan inti, yakni sebagai reaksi


terhadap westernisasi yang mewarnai dunia Timur, khususnya Islam. Oksidentalisme
adalah alat untuk menepis semua tuduhan negative yang diutarakan Barat terhadap
Islam. Dengan mengkaji Barat lebih dalam, maka akan lebih mudah dalam
menghadapi Barat.

Pembaharuan terhadap ajaran klasik Islam bertujuan untuk mengubah pola


piker dan cara pandang seseorang terhadap Islam. Hal ini akan membuat seseorang
focus terhadap realitas. Bersikap seperti ini akan menimbulkan sikap untuk mengikuti

1
Dilahirkan di Cairo, Mesir pada 14 Februari 1934 M. Hasan Hanafi, pemikir muslim
modernis dari Mesir, adalah salah satu tokoh yang akrab dengan simbol-simbol pembaruan dan
revolusioner, seperti Islam kiri, oksidentalisme, Tema-tema tersebut ia kemas dalam rangkaian proyek
besar; pembaruan pemikiran Islam, dan upaya membangkitkan umat dari ketertinggalan dan
kolonialisme modern. Lihat Burhanuddin Daya, Pergumulan Timur Menyikapi Barat: Dasar-
dasar Oksidentalisme, (Jakarta: Suka Press, 2008), 88.

1
Barat dengan mudah2. Oleh karenanya perlu adanya kajian Oksidentalisme. Hal ini
juga yang mendasari tujuan Hassan Hanafi dalam oksidentalismenya.

Sikap kritis terhadap tradisi lama juga membantu menghentikan westernisasi


sebagai permulaan dari upaya rekonstruksi terhadap ego ketimuran 3. Sehingga umat
Islam dapat mebentengi diri untuk tidak terpengaruh dengan Barat. Setidaknya
Hassan Hanfi mengungkapkan terdapat 5 tjuan inti dari oksidentalisme 4. (1)
Mempelajari kesadaran Eropa dalam kapasitas sebagai sejarah bukan sebagai
kesadaran yang berada di luar sejarah. Meskipun peradaban Barat terbentuk karena
beberapa fase, namun, fase sejarah tidak saja dimiliki oleh Barat. (2) Mengembalikan
Barat ke batas alamiahnya, mengakhiri perang kebudayaan, menghentikan ekspansi
tanpa batas, dan mengembalikan filsafat Eropa ke lingkungan di mana ia dilahirkan.
Dengan ini, maka akan terlihat jelas jati diri Barat. Dengan oksidentalisme, mampu
mengembalikan kebudayaan Barat ke wilayah asalnya. (3) Menghapus rasa rendah
diri yang terjadi pada bangsa non Eropa ketika berhadapan dengan bangsa Eropa dan
memacu mereka menuju tahap inovator setelah sebelumnya hanya berperan sebagai
konsumen kebudayaan, ilmu pengetahuan dan kesenian, bahkan tidak mustahil akan
dapat melampaui Eropa. (4) Membebaskan ego dari kekuasaan the other pada tingkat
peradaban agar ego dapat memposisikan diri sebagai dirinya sendiri. Dalam konteks
ini, Hasan Hanafi memandang, bahwa Oksidentalisme mampu melakukan
pembebasan dengan landasan otologisnya, bukan landasan epistemologinya. (5)
Mengakhiri orientalisme dengan mengubah Timur menjadi subjek, bukan lagi objek
yang harus dipelajari dalam.

Tokoh oksidentalisme lainnya adalah Jamaluddin Al-Afgani5. Jamaluddin Al-


Afgani mengajukan konsep-konsep pembaharuannya yang menyatakan bahwa musuh

2
Eko Prasetyo, Astaghfirullah: Islam Jangan Dijual (Yogyakarta: resist Book, 2007), 46.

3
Abdurrohman Kasdi dan Umma Farida, “Oksidentalisme sebagai Pilar Pembaharuan (Telaah
terhadap Pemikiran Hassan Hanafi), dalam Fikrah, Vol. 1, No. 2, 2013, 241.

4
Hasan Hanafi, Oksidentalisme; Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat terj. M. Najib Buchori
(Jakarta: Paramadina, 2000), 51-58.

2
utama adalah penjajahan (Barat), Ummat Islam harus menentang penjajahan dimana
dan kapan pun, Untuk mencapai tujuan itu ummat Islam harus bersatu (Pan-
Islamisme). Persatuan umat Islam dianggap sangat penting untuk memperkokoh jati
diri Islam dari pengaruh-pengaruh Barat6. Dengan demikian, sangatlah jelas tujuan
Jamaluddin Al-Afgani adalah untuk membebaskan umat Islam dari pengaruh-
pengaruh Barat dengan jalan persatuan umat Islam.

Al-Afgani juga berusaha untuk merelisasikan program ijtihadnya, yaitu


menyesuaikan pemahaman akan syari’at Islam dengan kondisi modern, semua ini
akibat pertemuan antara masyarakat muslim dengan Barat 7. Pernyataan yang
mengatakan bahwa pintu ijtihad telah ditutup menyebabkan munculnya kelemahan
dan kemunduran serta ketertinggalan umat Islam.

Pelestarian ijtihad menurut Jamaludin Al-Afghani adalah perenungan kembali


secara mendalam nilai-nilai Islam, dengan cara mengadakan ijtihad terhadap al-
Qur’an, menghilangkan fanatisme mazhab, menghilangkan taqlid golongan,
menyesuaikan prinsip al-Qur’an dengan kondisi kehidupan umat, melenyapkan
khurafat dan bid’ah-bid’ah dan menjadikan Islam sebagai satu kekuatan positif untuk
mengarahkan kehidupan8.

Dalam rangka usaha pemurnian akidah dan ajaran Islam, serta pengembalian
keutuhan umat Islam, Afghani menganjurkan pembentukan suatu ikatan politik yang

5
Jamaluddin al-Afghani dilahirkan di As’adabad, dekat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistan,
pada tahun 1838 (1254 H). Al-afghani menghabiskan masa kecilnya di Afghanistan, namun banyak
berjuang di Mesir, India bahkan Perancis. Pada usia 18 tahun di Kabul, Jamaluddin tidak hanya
menguasai ilmu keagamaan tetapi juga mendalami filsafah, hukum, sejarah, metafisika, kedokteran,
sains, astronomi dan astrologi. Ayahnya bernama Sayyid Sand. Lihat Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh
Islam Yang Berpengaruh, (Jakarta : Gema Insani, 2006), 75.

6
Burhanuddin Daya, Pergumulan… 51.

7
Akmal Hawi, “Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani (Jamal ad-Din Al-Afghani) (1838-1897)”,
dalam Medina-Te, Vol. 16, No. 1, 2017, 14.

8
Ibiid…, 14.

3
mempersatukan seluruh umat Islam (Jami’ah islamiyah) atau Pan-Islamisme.
Menurut Afghani9, asosiasi politik itu harus meliputi seluruh umat Islam dari segala
penjuru dunia Islam, baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka, termasuk
Persia, maupun mereka yang masih merupakan rakyat jajahan. Ikatan tersebut, yang
didasarkan atas solidaritas akidah Islam, bertujuan membina kesetiakawanan dan
persatuan umat Islam dalam perjuangan yang pertama, menentang tiap sistem
pemerintahan yang dispotik atau sewenang-wenang dan menggantikannya dengan
sistem pemerintahan yang berdasarkan musyawarah seperti yang diajarkan Islam, hal
mana juga berarti menentang sistem pemerintahan Utsmaniyah yang absolut itu serta
menentang kolonialisme dan dominasi Barat.

Penutup

Oksidentalisme adalah Gerakan baru yang diusulkan oleh Hassan Hanafi


untuk menepis semua tuduhan Barat tentang Timur, khususnya Islam. Oksidentalisme
tidak memiliki tujuan “terselubung” layaknya orientalisme. Pada dasarnya, tujuan
utama oksidentalisme adalah untuk menghilangkan pengaruh Barat terhadap dunia
Timur. Tuduhan Barat yang tidak sesuai dengan Timur harus dihapuskan.
Kebudayaan dan peradaban Barat harus dikembalikan pada daerah asalnya. Tokoh
oksidentalisme seperti Hassan Hanafi dan Jamaluddin Al-Afghani adalah gambaran
bagaimana tokoh-tokoh tersebut berjuang untuk mengeksistensikan kembali Islam.

Daftar Pustaka

9
Yusron Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Islam
(Jakarta : Rajawali Press, 1998), 55.

4
Asmuni, Yusron. 1998. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan
dalam Islam. Jakarta : Rajawali Press.

Daya, Burhanuddin. 2008. Pergumulan Timur Menyikapi Barat :Dasar-


dasar Oksidentalisme. Jakarta: Suka Press.

Hanafi, Hasan. 2000. Oksidentalisme; Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat terj. M.
Najib Buchori. Jakarta: Paramadina.

Hawi, Akmal. “Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani (Jamal ad-Din Al-Afghani) (1838-


1897)”. dalam Medina-Te. Vol. 16. No. 1. 2017.

Kasdi, Abdurrohman dan Umma Farida. “Oksidentalisme sebagai Pilar Pembaharuan


(Telaah terhadap Pemikiran Hassan Hanafi). dalam Fikrah. Vol. 1. No. 2.
2013.

Mohammad, Herry. 2006. Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh. Jakarta : Gema


Insani.

Prasetyo, Eko. 2007. Astaghfirullah: Islam Jangan Dijual. Yogyakarta: resist Book.

Anda mungkin juga menyukai