Anda di halaman 1dari 43

PENGARUH SIKAP DISIPLIN SISWA TERHADAP SHALAT

BERJAMA’AH DI MADRASAH TSANAWIYAH NURUL HIDAYAH


KELAS VIII JERUK PURUT JAKARTA SELATAN

Skiripsi

Skripsi ini Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-


syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh :
Imam Ghozali

(18.01.00.022)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ALHIKMAH
JAKARTA
2023M/1445H
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah menciptakan manusia didunia ini hanyalah untuk

menyembah atau beribadah kepada-Nya. Ketika manusia mengikuti

segala yang diperintahkan oleh Allah, dengan melaksanakan kewajiban

yang ditetapkan untuknya dan menghindari yang diharamkan, maka hal

itu adalah kunci untuk memperoleh kebahagiaan. Kebahagiaan yang

tidak akan didapatkan kecuali bagi orang-orang bersedia menyembah

kepada Allah SWT.

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi

Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia

dimuka bumi ini. Dalam ajaran islam manusia diwajibkan melaksanakan

ibadah yang diatur dengan syariah Islam, dan ibadah yang paling pokok

dalam ajaran Islam adalah melaksanakan shalat. Kewajiban shalat ini

menjadi hal yang utama karena amal dari shalatlah yang akan menjadi

dihisab pertama kali oleh Allah SWT diakhirat nanti. Seperti disebutkan

dalam sabda Rasulullah SAW sebagai berikut.

1
2

‫َاَّو ُل َم ا ُيَح اَس ُب َعَلْيِه اْلَعْبُد َيْوَم اْلِق َياَم ِة الَّص َالُة َفِاْن َص ُلَح ْت َص ُلَح َلُه َس اِئُر َعَم ِلِه َو ِاْن‬
)‫َفَس َدْت َفَس َد َس اِئُر َعَم ِلِه (رواه الطبراني‬

“Amalan yang pertama dihisab (dinilai) dari seorang hamba pada hari
kiamat adalah ialah shalat. Jika ia baik, maka baiklah seluruh amalnya,
sebaliknya jika ia jelek, maka jeleklah amalnya”. (HR. Thabrani)1

Hadis tersebut menunjukkan bahwa ibadah sholat adalah ibadah

yang sangat penting. Shalat merupakan tiang agama. Shalat adalah titik

sentral dasar curahan kebaikan serta lambang hubungan yang kokoh

antara Allah dan hamba-Nya. Jika shalatnya tidak baik, dalam arti

kurang disadari dan dihayati apa yang terkandung didalamnya, maka

bisa menimbulkan pengaruh yang tidak baik pula. Dan sebaliknya

kalau shalatnya itu dikerjakan dengan baik, khusyuk, serta

dengan tuma’ninah sebagaimana yang dikehendaki dalam shalat itu

sendiri, maka insya Allah akan membuahkan perbuatan-perbuatan lain

yang baik, bisa menjadikan pelakunya berbudi luhur, jujur, konsekwen,

dan sebagainya.2

Shalat mempunyai kedudukan yang paling utama diantara

ibadah-ibadah yang lain, tetapi akan lebih utama lagi apabila shalat itu

dilakukan dengan cara berjamaah, baik dirumah, mushola ataupun

1
Jalaluddin as-suyuti, Al-Jāmi’u as-soghīr, Al Maktabah as-Syamilah, juz 10, h. 291
2
Mahful M, Meninggalkan Shalat? Batas Hukum dan Sanksinya, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 2003), cet.IV, h. 27.
2
3

masjid.

3
4

Shalat jama’ah mempunyai nilai yang lebih, sama nilainya

dengan shalat perorangan ditambah dua puluh tujuh derajat.

Sebagimana diriwayatkan Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah SAW

bersabda:

‫ِم‬ ‫ِة‬ ‫ِهلل‬


‫ َص الُة اْلَجَم اَع َاْفَض ُل ْن‬: ‫َعِن اْبِن ُعَمَر أَّن َرُسْو َل ا صلى اهلل عليه وسلم َقاَل‬

.‫ متفق عليه‬.‫َص الَة اْلَف ِّذ ِبَس ْبٍع َو ِع ْش ِرْيَن َد َرَج ًة‬

“Dari Ibnu Umar sesungguhnya Nabi bersabda“shalat jama’ah itu


lebih utama dari pada sholat sendirian dengan selilsih dua puluh tujuh
derajat”.3

Karena selain pahala yang berlipat ganda, shalat berjamaah juga

akan menumbuhkan rasa kebersamaan yang kuat, seseorang tidak akan

hidup tanpa adanya orang lain. Sehari saja jika tidak keluar rumah,

tidak bertemu teman terasa dunia ini sepi. Begitu pula dengan shalat,

shalatpun kalau dilakukan bersama teman dan orang lain (berjamaah)

akan lebih mengasikkan dibanding dengan shalat sendirian, sehingga

kita lebih semangat.

Dalam sejarah perkembangan islam yang telah terukir dengan

indah, Rasulullah telah menekankan betapa pentingnya arti

kebersamaan. Nilai kebersamaan yang beliau ajarkan ini tidak hanya

berhasil mencetak orang-orang yang berada di samping beliau menjadi


3
Abi al-Husain Muslim, Shahih Muslim, (Semarang: Toha Putra), juz 1, h. 122.
5

masyarakat yang ideal, melainkan juga membuat lawan-lawanya

bertekuk lutut didepan ajaran beliau. Dengan menjalankan shalat

berjamaah, seorang muslim talah dilatih untuk senantiasa memiliki dan

mempertahankan nilai kebersamaan yang luhur tersebut.4

Banyak umat Islam yang menganggap remeh urusan shalat

berjamaah. Kenyataan ini dapat kita lihat di sekitar kita dengan

perkataan ‘Masih bagus mau shalat, dari pada tidak mau

shalat’, sehingga tidak berjamaah pun dianggap sudah menjadi muslim

yang baik, layak mendapat surga dan ridha Allah. Padahal, Rasulullah

dan para sahabat tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah kecuali

jika ada halangan yang syar’i. Ketika Rasulullah sakit ia tetap

melaksanakan shalat berjamaah di masjid sebagai imam hingga ketika

sakitnya semakin parah beliau memerintahkan abu bakar untuk

mengimami shalat berjamaah. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

dalam kitab bukhori dan Muslim, sampai pernah hendak membakar

rumah para sahabat yang enggan berjamaah. Kisah ini seharusnya dapat

membuka mata kita betapa pentingnya berjamaah dalam melaksanakan

rukun Islam kedua ini.

Shalat berjamaah sudah ditentukan waktunya. Waktunya shalat


4
Forum KALIMASADA (Kajian Ilmiah Tamatan Siswa 2009) Madrasah Hidayatul
Mubtadi-ien Lirboyo, Kearifan Syariat, Menguak Rasionalitas Syariat dari Perspektif
Filosofis, Medis, dan Sosiohistiris, (Kediri: Lirboyo Press & Annajma, 2013), cet.VI, h.
205.
6

ditandai dengan adzan yang dikumandangkan. Saat itulah shalat

dilaksanakan. Amalan siang tidak akan diterima diwaktu malam dan

amalan malam tidak akan diterima diwaktu siang adalah shalat.

Jelasnya, dengan hal ini seorang harus disiplin dalam shalatnya, bahwa

tidak ada alasan bagi seseorang untuk meninggalkan shalat karena

kesibukan, yakni dengan mengakhirkan shalat atau seseorang

mengganti, memajukan atau mengundurkan waktu pelaksanaanya.

ketika sudah waktunya mereka harus bergegas untuk menjalankannya.

Sikap hidup seseorang berupa patut dan taat terhadap segala

peraturan atau disiplin baik langsung maupun tidak langsung

merupakan suatu cerminan dari kerajinan atau kemalasan seseorang

dalam hal mengerjakan shalat, jika mereka disiplin untuk kemungkinan

besar dia itu yang rajin melaksanakan ibadah shalat.

)۴۵: ‫ِإَّن ٱلَّصَلوَٰة َتْنَه ىٰ َعِن ٱْلَف ْح َش اِء َو ٱْلُم نَك ِر (االنكبوت‬

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji


dan mungkar” (QS. Al Ankabut : 45)

Ayat tersebut mengandung pengertian bahwa kerjakanlah shalat

secara sempurna seraya mengharapkan keridhoannya dan kembali

kepadanya dengan khusyu’ serta merendahkan diri. Sebab jika shalat

dikerjakan dengan cara demikian maka ia akan mencegah dari

perbuatan kekejian dan kemunkaran. Shalat yang di kehendaki Islam


7

bukanlah semata-mata sejumlah bacaan yang diucapkan oleh lisan,

sejumlah gerakan yang dilakukan oleh anggota badan tanpa di sertai

kesadaran akan kekhusyu’an hati. Tetapi shalat yang diterima adalah

shalat yang terpenuhi ketentuan-ketentuannya baik dilihat dari

perspektif fiqihnya maupun tasawwufnya, yakni syarat sah sholatnya,

rukun sholatnya, perhatian fikirannya, kedudukan hatinya dan

kehadiran keagungan seakan-akan berada di hadapannya. Sebab tujuan

utama dari shalat adalah agar manusia selalu mengingat Tuhannya yang

maha tinggi. Hal tersebut akan bisa tercapai bagi orang-orang yang

berdisiplin dalam menjalankan sholat yang sebenar-benarnya.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas,

peneliti ingin meneliti lebih jauh tentang “Pengaruh Sikap Disiplin

Siswa Terhadap Shalat Berjama’ah di MTs Nurul Hidayah”.

B. Masalah Penelitian
a. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas,
Maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
a. Kurangnya Kedislipinan Siswa dalam melaksanakan aktifitas

sehari-hari

b. Adanya rasa malas di antara siswa untuk mengerjakan shalat

berjama’ah.
8

c. Kurangnya semangat Siswa untuk melaksanakan shalat

berjama’ah

d. Peserta didik cenderung memiliki sikap meniru dan mengikuti

orang lain dalam shalat berjama’ah

e. Belum diketahui pengaruhnya Sikap Disiplin terhadap Shalat

Berjama’ah dari peserta didik

2. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya ruang lingkup yang diuraikan, maka

penulis akan membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan

diteliti adalah Pengaruh Sikap Disiplin siswa kelas VIII terhadap

Shalat Berjama’ah di Madrasah Tsanawiyah Nurul Hidayah tahun

ajaran 2023-2024.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah di atas, maka dapat disusun rumusan masalah,

yaitu:

a. Apakah Sikap Disiplin dapat Mempengaruhi Shalat

berjama’ah Siswa MTs Nurul Hidayah?

b. Berapa besar pengaruh sikap disiplin siswa terhadap shalat

berjama’ah di Madrasah?
9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitan ini adalah:

a. Untuk Mengetahui adanya pengaruh dari sikap disiplin siswa

terhadap Shalat Berjama’ah siswa MTs Nurul Hidayah.

b. Untuk mengetahui besarnya pengaruh sikap disiplin siswa

terhadap shalat jama’ah

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini dilakukan adalah:

a. Manfaat teoritis

1) Sebagai bahan pustaka bagi pengembangan pengetahuan

dalam bidang pendidikan, khususnya dalam bidang pendidikan

agama Islam.

2) Diharapkan hasil penelitian akan memberikan sumbangan

wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan

khususnya pendidikan agama Islam yang nantinya setelah

menjadi guru dapat memberikan pengarahan kepada siswa

bagaimana bersikap disiplin di sekolah dan pengaruhnya

terhadap shalat berjama’ah.

3) Peneliti mendapat pengalaman secara langsung tentang Sikap

Disiplin Siswa dalam Menjalankan Shalat Berjam’ah.


10

b. Manfaat Praktis

1) Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk

lebih memperhatikan Sikap Disiplin Siswa Dalam

Mempengaruhi Shalat Berjama’ahnya.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi siswa agar

mereka mampu menyadari bahwa Sikap Disiplin sangat

penting.

3) Sebagai tambahan referensi bagi peneliti-peneliti lain.


BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Sikap Disiplin
1. Pengertian Sikap

Menurut Oxford Advanced Learner Dictionary karya Joyce M.

Hawkins, ia mencantumkan bahwa sikap (attitude) berasal dari

bahasa Italia attitudine yang berarti “Manner of placing or holding

the body, way of feeling, thinking or behaving”, (Suatu jalan

pemikiran atau tingkah laku, sifat serta perlakuan seseorang). 5

Sedangkan Gerungan mengartikan attitude sebagai Sikap terhadap

objek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap

perasaan tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk

bertindak sesuai dengan sikap objek itu.6

Ada yang berpendapat bahwa pengertian sikap adalah suatu

perbuatan yang didasari oleh keyakinan berdasarkan norma-norma

yang ada di masyarakat.

Walgito dalam bukunya Psikologi Sosial (Suatu Pengantar)

menuliskan bahwa

“Sikap itu merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang


mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya

5
Azizi Yahaya, dkk, Psikologi Sosial Alam Remaja, (Kuala Lumpur: Percetakan Zafar Sdn
Bhd, 2006), h. 72
6
W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Daitama, 2009), h. 158-159
12

perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut


untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu yang
dipilihnya.7”
Dari pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat

disimpulkan bahwa sikap adalah respon seseorang terhadap suatu

objek tertentu yang disertai keyakinan mengenai objek tersebut,

yang dapat menjadi dasar seseorang tersebut berperilaku atau

bertindak.

2. Struktur Sikap

Sikap memiliki tiga komponen yang membentuk struktur

sikap, yakni:

a) Komponen kognitif (komponen perseptual), merupakan hal-hal

yang berhubungan dengan bagaimana seseorang mempersepsi

terhadap suatu objek sikap. Komponen kognitif berkaitan

dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan.

b) Komponen afektif (komponen emosional), yakni komponen

yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang

terhadap objek sikap, sehingga dapat dikatakan bahwa

kompenen ini menunjukkan arah sikap.

7
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Penerbit Andi), h.
129-130.
13

c) Komponen konatif (komponen perilaku), yakni komponen yang

berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek

sikap. Komponen ini menunjukkan besar kecilnya

kecenderungan bertindak atau berperilaku sesorang terhadap

suatu objek sikap.

3. Ciri-ciri Sikap

a. Sikap bukanlah bawaan lahir, namun dia dibentuk dan dipelajari


sepanjang perkembangan individu yang bersangkutan dalam
kaitannya dengan objek-objek psikologi.
b. Sikap dapat berubah-ubah, karena itulah sikap dapat dipelajari.
c. Sikap memiliki relasi tertentu terhadap suatu objek.
d. Sikap dapat tertuju pada satu objek, namun juga dapat tertuju
pada beberapa objek
e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan
f. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.8
4. Proses Pembentukan dan Perubahan Sikap

Walgito mengungkapkan bahwa pengalaman merupakan faktor

yang penting dalam ranngka pembentukan sikap, karena sikap

terbentuk selama perkembangan individu. Namun secara garis besar

pembentukan dan perubahan sikap ditentykan oleh dua faktor pokok,

yakni :

8
W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT Eresco, 1972), h. 151-152,
14

a. faktor internal atau faktor individu itu sendiri, yakni sikap


selektifnya dalam menanggapi pengaruh dari luar; dan
b. faktor eksternal, yang dapat terjadi dengan langsung melalui
interaksi dan secara tidak langsung dengan menggunakan alat
komunikasi.9
Terdapat beberapa teori yang dikemukakan mengenai

pengubahan sikap, yakni:

1) Teori Rosenberg
Teori Rosenberg dikenal denga teori affective-cognitive
consistency atau terkadang disebut juga teori dua faktor.
Rosenberg memusatkan perhatiannya pada hubungan komponen
kognitif dan komponen afektif, namun hubungan kedduanya
belum dikaji oleh para ahli dan Rosenberg ingin melihat
hubungan ini. Menurut Rosenberg kedua komponen ini akan
selalu berhubungan dalam keadaan konsisten. Ini berarti bila
seseorang mempunyai sikap positif terhadap suatu objek, maka
indeks kognitifnya akan tinggi, demikian juga sebaliknya.
Dalam rangka pengubahan sikap, Rosenberg mencoba
mengubah komponen afektif terlebih dahulu yang kemudian
akan diikuti dengan berubahnya komponen kognitif, yang pada
akhirnya akan berubah pula sikapnya.

2) Teori Festinger
Teori Festinger dikenal dengan teori disonansi kognitif
(the cognitive dissonance theory). Festinger mengaitkan sikap
dengan perilaku yang nyata, yang merupakan persoalan yang
9
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Penerbit Andi), h. 131-
132.
15

mengandung perdebatan. Implikasi dari teori disonansi dapat


dikemukakan (1) Bila sesorang dipaksa untuk melakukan
sesuatu yang berlawanan dengan sikapnya, maka akan ada
kecenderungan untuk mengubah sikapnya sedemikian rupa
hingga menjadi konsonan dengan apa yang dilakukan; dan (2)
Semakin besar tekanan yang digunakan untuk menimbulkan
perilaku yang berlawanan dengan sikap, maka sedikit
kemungkinan berubahnya sikap yang diharapkan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa dalam perubahan sikap menurut
Festinger tidak melalui komponen kognitif dan komponen
afektif, namun melalui perilaku itu sendiri.
Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, terdapat

beberapa factor yang berkaitan dengan pembentukan dan

perubahan sikap, yaitu:

1) Faktor kekuatan atau force, kekuatan ini dapat berbentuk

macam-macam misalnya kekuatan fisik, kekuatan ekonomi,

kekuatan yang berujud pada peraturan-peraturan, dan alin-

lain.

2) Berubahnya norma kelompok

3) Berubahnya membership group

4) Berubahnya kelompok acuan atau reference group

5) Membentuk kelompok baru10

5. Pengertian Disiplin

10
Ibid, h. 135-144
16

Kedisiplinan berasal dari kata “disiplin” dibentuk kata benda,

dengan awalan ke dan akhiran an, yaitu : kedisiplinan, yang artinya

suatu hal yang membuat manusia untuk melakukan sesuatu yang

berhubungan dengan kehendak-kehendak langsung, dorongan-

dorongan keinginan atau kepentingan-kepentingan kepada suatu

cita-cita tujuan tertentu untuk mencapai efek yang lebih besar.11

Sedangkan yang dimaksud kedisiplinan disini adalah

kedisiplinan melaksanakan sholat jamaah dari perspektif fiqih dan

tasawwuf yang dapat membentuk akhlakul karimah.

B. Shalat Berjama’ah

1. Pengertian Shalat

Shalat menurut bahasa adalah doa, sedangkan menurut syariat

sholat adalah ucapan atau perbuatan tertentu yang diawali dengan

takbir dan diakhiri dengan salam.12

Sholat mempunyai pengertian mengkonsentrasikan akal

pikiran kepada Allah untuk sujud kepada-Nya dan bersyukur serta

meminta pertolongan kepadanya atau berarti doa.13

11
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1993), h. 89.
12
Syaikh Zainudin Al Malibari, Fathul Mu’in (Semarang: Thoha Putra), h. 3.
13
Fuad Ifram al Bustani, Munjid Aththullahm, (Beirut: Darul Masyriq, 1956), h. 411.
17

Shalat menempati rukun kedua setelah membaca kedua

kalimat syahadat, serta menjadi lambang hubungan yang kokoh

antara Allah dan hamba-Nya.14

Allah mewajibkan kita mengerjakan shalat sebanyak lima kali

dalam sehari. Akan tetapi setiap pelaksanaan dan praktik mengenai

shalat berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Ada yang yang

mengikuti aturan yang sudah diperintahkan oleh Rasulullah Saw.,

namun ada juga yang tidak mengikuti aturan nabi.

Shalat jamaah adalah suatu ikatan pertalian yang terdiri dari

imam dan ma’mum walaupun satu. Shalat jamaah merupakan

kekhususan untuk umat sekarang ini. Jadi umat sebelum nabi

Muhammad tidak disyariatkan adanya jamaah.15

Menurut Muhammad bin Qosim dan Imam Rafi’i dalam kitab

Fathul Qorib, hukum shalat berjamaah bagi laki-laki adalah sunnah

mu’akkad. Sedangkan menurut Imam Nawawi shalat jamaah adalah

fardu kifayah.

Dalam kitab I’anatuttholibin Imam Abi Bakar Utsman Syato’

menukil pendapatnya Imam Al Manawi berkata bahwa hikmah

disyariatkannya jama’ah adalah terselenggaranya rangkaian


14
Hilmi Al-Khuli, Menyingkap Rahasia Gerakan-gerakan Shalat, (Jogjakarta: Diva Press,
2012), cet. XVIII, h. 27.
15
Lubna Mitsly, Kesalahan-kesalahan yang Paling Sering dilakukan Saat
Shalat, (Jogjakarta: Diva Press, 2011), h. 8.
18

kerukunan diantara orang-orang yang sholat, karena itu disyariatkan

dilaksanakan di masjid supaya bisa saling bertemu antar tetangga di

waktu-waktu sholat. Melaksanakan shalat lima waktu dengan

berjamaah termasuk ibadah termulia dan cara terbaik untuk

mendekatkan diri kepada Allah. Kesempatan saling bertemu di

masjid itulah sebagai langkah awal membangun kebersamaan dalam

segala bidang, sehingga dalam diri mereka dan lingkungan

masyarakat setempat terpancar siraman ruhani yang dapat

membentuk akhlakul karimah.

2. Pengertian Shalat Berjama’ah


Kata-kata jama’ah artinya kumpul. Jadi pengertian Sholat

jama’ah menurut bahasa adalah sholat yang dikerjakan sama-sama

lebih dari satu orang. Pengertian sholat berjamaah menurut

pengertian syara’ ialah sholat yang dikerjakan bersama-sama oleh

dua orang atau lebih, salah seorang diantaranya bertindak sebagai

imam (pemimpin yang harus diikuti) sedangkan yang lain disebut

makmum, yang harus mengikuti imam.

Al Jama’ah adalah kata yang berasal dari makna Al Ijtima’

(berkumpul), yang maknanya adalah menunjukkan atas banyaknya

manusia, dan jumlah yang paling sedikit yang dapat dikatakan


19

sebagai ijtima’ (berkumpul) adalah dua orang. Dan shalat jamaah itu

paling sedikitnya dua orang, satu imam dan satu makmum.16

Jama’ah secara etimologi dari kata al-jam’u yaitu mengikat sesuatu yang
tercerai-berai dan menyatukan sesuatu dengan mendekatkan antara ujung
yang satu dengan ujung yang lain. 17Jama’ah adalah sekelompok manusia
yang disatukan oleh persamaan tujuan, juga digunakan untuk selain manusia.
Jama’ah secara terminologi syar’i para ahli fiqih menyatakan

bahwa jama’ah dinisbatkan pada sekumpulan manusia. Menurut al-

Kasani sebagaimana yang di kutip oleh Shalih bin Ghanim as-

Sadlan, berkata: “jamaah diambil dari arti kumpulan dan batasan

minimal dari suatu perkumpulan adalah dua orang yaitu seorang

imam dan seorang makmum”.

Jadi, shalat berjama’ah menurut bahasa artinya shalat bersama-

sama atau shalat berkelompok. Menurut istilah syara’, shalat

berjama’ah adalah shalat yang dikerjakan bersama-sama oleh dua

orang atau lebih, dan salah seorang di antara mereka ada yang

sebagai imam (berada di depan) dan yang lainnya sebagai ma’mum

(berada di belakang imam) yang harus mengikuti imam.

‫َو ِإذا ُكْنَت ِفيِهْم َفَأَقْم َت َلُهُم الَّصالَة َفْلَتُقْم طاِئَفٌة ِم ْنُهْم َم َع َك‬
Firman Allah Swt:

16
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. 1, h. 357
17
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah,
1990), Cet. 8, h. 91
20

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka


(sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-
sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri
(shalat) besertamu.”(An-Nisa‟ : 102).

Jadi yang dimaksud dengan shalat berjama’ah adalah:


“keterikatan antara shalat seorang makmum dan shalat seorang
imam dengan syarat-syarat tertentu. Apabila syariat menetapkan
perintah shalat atau hukum yang berkaitan dan berhubungan
dengannya, maka tidak ada hal lain kecuali shalat yang
disyariatkan”.

Sholat berjama’ah merupakan perintah Allah SWT. Umat

Islam yang mengerjakan termasuk manusia ciptaan Allah yang

bertakwa, yaitu melaksanakan perintah Allah SWT. Allah

memerintahkan kaum muslimin untuk mendirikan sholat yang

dilakukan bersama-sama berdasarkan firman Allah yang terdapat

dalam Al Qur’an. Al Qur’an menjadi dasar utama dan pertama

pengambilan hukum dalam Islam.

3. Tujuan Shalat Berjama’ah

Allah SWT memerintahkan kaum mukmin untuk

melaksanakan sholat secara bersama-sama (berjama’ah). Seorang


21

hamba berkewajiban berkumpul dengan umat Islam yang lainnya

untuk mengerjakan sholat. Bagi mukmin yang telah melaksanakan

sholat maka itu termasuk menjaga ketaatan dan mengerjakan

kewajiban dari perintah Allah. Rosulullah SAW mewajibkan

melaksanakan sholat berjamaah kepada umatnya dalam beberapa

hadist, bahkan Nabi bersikap keras yaitu memerintahkan membakar

rumah orang Islam laki-laki yang tidak mau melasanakan sholat

berjamaah di masjid.

Menurut Al-Qalkhani, tujuan sholat berjamaah yaitu:

melaksanakan perintah Allah, makna agama dari syiar Islam, amalan

yang paling utama adalah sholat yang dikerjakan tepat waktu dan

selalu menjaganya, membiasakan kedisiplinan, dan memperbaiki

penampilan.

4. Hukum Melaksanakan Shalat Berjama’ah

Ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum shalat

berjama’ah. Hukum shalat berjama’ah menurut sebagian ulama ialah

fardu‘ain, sebagian berpendapat fardu kifayah, dan yang lain

berpendapat sunnah muakkad (sunnah yang dikuatkan).

a. Shalat berjama’ah adalah fardhu kifayah

Menurut Pengikut madzhab Asy-Syafi‟I hukumnya fardhu


22

kifayah berdasarkan pendapat yang shahih dalam madzhab ini.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath sebagaimana

yang dikutip oleh Shalih bin Ghanim as-Sadlan: yang nampak

dari nash Asy- Syafi’I bahwasanya ini adalah fardhu kifayah dan

di dukung oleh jumhur salaf dari sahabat-sahabatnya juga

mayoritas Hanafiyah dan Malikiyyah.18

Arti dari fardhu kifayah yaitu apabila shalat jama’ah

didirikan dalam jumlah atau syarat yang cukup gugur bagi yang

lainnya (tidak berdosa). Tapi bila tak seorangpun mengerjakannya

atau hanya sebagian dengan jumlah atau syarat yang tidak cukup,

maka semua berdosa. Ini di sebabkan karena shalat adalah bagian

dari syiar-syiar Islam yang utama.

Imam An-Nawawi berkata sebagaimana yang dikutip oleh

Shalih bin Ghanim as-Sadlan, shalat berjama’ah adalah

fardhu’ain pada waktu jum’at, sedangkan di waktu-waktu shalat

lainnya banyak pendapat, yang paling benar adalah fardhu

kifayah.

Para pelopor pendapat ini berdalil dengan hadits-hadits

berikut :
18
Shalih bin Ghanim as-Sadlan, Fiqih Shalat Berjamaah, Terj. dari Shalaatul Jamaah
Hukmuha Wa Ahkaamuha oleh Thariq Abd. Aziz at-Tamimi, (Jakarta: Pustaka as-sunnah,
2006), Cet. 1, h. 41-42
23

‫ َسِم ْع ُت َر ُسْو َل ِهللا‬: ‫ َقاَل‬، ‫َو َع ْن َأِبي الَّدْر َد اء َر ِض َي ُهللا َع ْن ُه‬


، ‫ َو َال َب ْد ٍو‬، ‫ ( َم ا ِم ْن َث الَث ٍة ِفي َقْر يٍة‬: ‫َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َي ُقْو ُل‬
‫ َفَع َلْي ُك ْم‬. ‫ال ُتَقاُم ِفيِه ُم الَّص َالُة إَّال َقد اْس َت ْح َو َذ َع َلْي ِه م الَّش ْي َط اُن‬
‫ َفإَّن َم ا َي ْأُك ُل الِّذ ْئ ُب ِمَن الَغ َن ِم الَقاِص َي ة) َر َو اُه أُبو َداُو َد‬، ‫ِبالَج َم اَع ِة‬
‫ِبِإْس َن اٍد َح َس ٍن‬

Dari Abu Darda’ bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah


tiga orang yang berada di sebuah daerah atau gurun pasir,
mereka tidak menegakkan shalat, kecuali syetan telah menguasai
mereka.” (H.R. Abu Daud dan An-Nasa’i)
b. Shalat berjama’ah adalah sunnah muakkadah

Ini adalah madzhab Hanafiah dan Malikiah. Berkata Asy-

Syaukani sebagaimana yang dikutip oleh Shalih bin Ghanim as-

Sadlan: perkataan yang paling jitu dan mendekati kebenaran

bahwasanya shalat berjama’ah hukumnya sunnah muakkadah.

Hanya orang yang terhalang dari kebaikan dan celaka saja yang

melalaikannya. Adapun pernyataan bahwa fardhu’ain atau

fardhu kifayah atau menjadi syarat sahnya shalat maka tidak

benar.19

Menurut Pengikut madzhab Maliki bahwa shalat jamaah itu

sunnah mu’akkad. Shalat berjamaah itu sunnah, tidak di bolehkan

seseorang terlambat darinya kecuali punya udzur. Ini pengertian

19
Ibid., h. 81
24

yang wajib bagi masyarakat umum yaitu sunnah muakkadah dan

wajib itu sama.

Shalat berjama’ah mempunyai banyak keutamaannya,

selain mempererat persaudaraan di antara sesama umat Islam dan

dapat menambah syiar Islam, juga shalat berjama‟ah itu

mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan shalat

sendirian yaitu dua puluh tujuh derajat. Argumentasi mereka dari

Hadits Ibnu Umar RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda:

‫ َص الُة‬: ‫َع ِن اْبِن ُع َم َر أَّن َر ُسْو َل ِهللا صلى هللا عليه وسلم َقاَل‬
‫ متفق‬.‫اْلَج َم اَع ِة َاْفَض ُل ِم ْن َص الَة اْلَفِّذ ِبَسْبٍع َو ِع ْش ِر ْيَن َد َر َج ًة‬
.‫عليه‬
“Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW. bersabda: Shalat berjama’ah
itu melebihi shalat sendirian sebanyak 27 derajat.” (H.R. Bukhari
dan Muslim)
c. Sesungguhnya shalat berjamaah adalah fardhu „ain.

Hal ini di riwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan Abu Musa. Ini

juga dinyatakan oleh Atha’ bin Abi Rabah, Al-Auza’I, Ibnu

Khuzaimah dan Hibban dari Syafi’iyyah juga mayoritas

Hanafiyah dan Madzhab Hanbali dan Jumhur sahabat.

Menurut Pengikut madzhab Hanbali, inilah pendapat yang

dipilih menurut pendapat pengikut madzhab Hanafi, bahwa


25

jamaah itu hukumnya wajib, maka orang yang mengingkarinya

berdosa, jika ditinggalkan tanpa adanya udzur, akan dihukum

ta’zir dan dia harus mengulangi syahadatnya kembali.20 Dan

mereka menetapkan dalil atas kewajiban itu berdasarkan firman

Allah:

‫َو ِإذا ُكْنَت ِفيِهْم َفَأَقْم َت َلُهُم الَّصالَة َفْلَتُقْم طاِئَفٌة ِم ْنُهْم َم َع َك‬

“dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu)


lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka,
Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat)
besertamu.” (QS. An-Nisaa : 102)

Berkata Atha’ bin Abi Rabah: Ini adalah kewajiban yang


mesti ditegakkan. Apabila mendengar adzan wajib
mendatanginya dan menghadiri shalat.

5. Hikmah disyari’atkannya Shalat Berjama’ah

Diantara ketinggian syariat islam bahwasanya ia mewajibkan

dalam banyak ibadah. Berkumpul di dalamnya kaum muslimin untuk

saling berinteraksi, berkenalan dan berembuk antar sesama dalam

perkara-perkara mereka hingga terwujud tolong-menolong dalam

menyelesaikan masalah mereka dan dengar pendapat (tukar pikiran)

20
Imam Abu Zakariya bin Yahya bin Syaraf An-Nawawi Ad-Dimasyqi, Raudhatuth-
Thalibin, Terj. dari Raudhatuth-Thalibin, oleh Muhyiddin Mas Rida, dkk., (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007), Cet. 1, h. 688
26

yang didalamnya banyak mengandung manfaat yang besar, faedah

yang banyak hingga tak terhitung berupa pengajaran mereka yang

bodoh, membantu yang lemah, melunakkan hati dan menampakkan

kemuliaan Islam.

‫َي ا َأُّي َه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا اْر َك ُعوا َو اْس ُج ُد وا َو اْع ُبُد وا َر َّب ُك ْم َو اْف َع ُلوا اْلَخ ْي َر َلَع َّلُك ْم‬
‫ُتْف ِلُحوَن‬

“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu,


sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang
sebenar-benarny” (QS. al-Hajj : 77-78)

Kedudukan shalat berjamaah dalam Islam adalah sebagai

sarana yang ampuh untuk melebur perbedaan status sosial, rasisme

(perbedaan ras dan golongan), kebangsaan dan nasionalisme.

Dengan ini semua, terbentuklah kasih sayang, interaksi, kenalan dan

persaudaraan antara muslim yang satu dengan yang lain. Hal ini

terwujud dengan diakuinya yang tua (senior) lalu dihormati, yang

miskin lalu disantuni, yang alim untuk ditanya, yang bodoh untuk

dibimbing.

Diantara keuntungan shalat berjamaah, untuk mengetahui yang

tidak menunaikan shalat lalu dinasihati, yang malas untuk

disadarkan. Berkumpulnya kaum muslimin dalam masjid dengan


27

mengharap apa yang di sisi Allah meminta rahmatNya. Ini semua

mendatangkan turunnya banyak berkah dan rahmat dari Allah.

Jadi pada intinya pelaksanaan shalat berjamaah menumbuhkan

persatuan, cinta, persaudaraan diantara kaum muslimin dan menjalin

ikatan erat, menumbuhkan diantara mereka tenggang rasa, saling

menyayangi dan pertautan hati di samping juga mendidik mereka

untuk terbiasa hidup teratur, terarah dan menjaga waktu.

Sedangkan hikmah shalat menurut Baihaqi dalam bukunya

Fiqih Ibadah, jika shalat berjama‟ah dilaksanakan dengan baik dan

konsisten, maka akan terbina 7 disiplin sebagai berikut:21

a. Disiplin Kebersihan

Shalat membuat insan pengamalnya menjadi bersih dan

tetap di dalam kebersihan, baik badan dan pakaian maupun

tempat dan lingkungan. Hal itu akan membuatnya menjadi

sehat, apalagi setelah dilengkapi dengan gerakan-gerakan shalat

yang sempurna.

b. Disiplin Waktu

Shalat membuat insan menjadi terbiasa dengan mengingat

dan menjaga waktu shalat. Setiap kali mendengar komando,

yaitu adzan untuk shalat, ia akan dengan segera mematuhi


21
Baihaqi, Fiqih Ibadah, (Bandung: M2S Bandung, 1996), Cet. 1, h. 42-43
28

komando itu. Hal ini akan secara berangsur membina disiplin

waktu di dalam dirinya yang akan terealisasi dalam segala

perbuatan dan prilakunya.

c. Disiplin Kerja

Shalat membuat pengamalnya menjadi tertib dan tekun

dalam mendirikan shalatnya. Sebab, di dalam pengamalan

shalat, setiap orang harus taat kepada aturan kerja shalat yang

telah ditetapkan. Pada waktu shalat berjama‟ah, komandonya

adalah imam yang harus dipatuhi. Ketertiban dan kepatuhan itu

akan membuat manusia sangat disiplin dalam melaksanakan

segala tugas dan pekerjaannya.

d. Disiplin Berfikir

Shalat akan membimbing pengamal yang berilmu, ke arah

kemampuan berkonsentrasi dalam munajah dengan Tuhan

melalui pembinaan kekhusyu‟an yang sungguh-sungguh dan

konsisten. Semakin khusyu‟ seseorang dalam pengamalan

shalatnya akan semakin mampu ia berkonsentrasi dalam

memikirkan upaya dan teknik pemecahan masalah- masalah

yang dihadapkan kepadanya. Kekuatan berkonsentrasi itulah

yang akan termanifestasi dalam disiplin berpikir dan

mendisiplinkan daya fikiran.


29

d. Disiplin Mental

Shalat akan membimbing ke arah menemukan ketenangan

batin, ketentraman psikologis dan keteguhan mental. Dengan

mental yang teguh itu, tidak akan mudah tergoda oleh

gemerlapnya materi duniawi. Karena mentalnya yang berbobot

iman dan taqwa serta termanifestasikan melalui shalatnya,

cukup mampu membentengi-nya dari dan dalam menghadapi

godaan-godaan semu yang fatamorgana itu.

e. Disiplin Moral

Shalat akan membina insan pengamalnya menjadi

manusia yang bermoral tinggi dan berakhlak mulia. Ia akan

terhindar dari perbuatan- perbuatan rendah yang terkategori

moral atau asusila, karena shalatnya itu akan senantiasa

membentenginya dari segala perbuatan keji dan munkar.

f. Disiplin Persatuan

Shalat akan membuat insan pengamalnya menjadi rajin

mengikuti shalat jama‟ah, baik di dalam rumah tangganya

maupun di masjid atau lainnya. Shalat berjama‟ah di dalam

rumah tangga akan membina persatuan antar anggota keluarga.

Shalat jamaah di masjid akan membina persatuan seluruh

anggota masyarakat sewilayahnya.


30

Jadi kesimpulan dari beberapa pelajaran dan manfaat shalat di

antaranya:

a. Shalat merupakan syarat menjadi Taqwa

Taqwa merupakan hal yang penting dalam Islam karena

dapat menentukan amal atau tingkah laku manusia, orang-orang

yang betul-betul taqwa tidak mungkin melaksanakan perbuatan

keji dan munkar, dan sebaliknya. Salah satu persyaratan orang-

orang yang betul betul taqwa ialah diantaranya mendirikan shalat

sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah.

b. Shalat merupakan benteng kemaksiatan

Shalat merupakan benteng kemaksiatan artinya bahwa

shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Semakin baik

mutu shalat seseorang maka semakin efektiflah benteng

kemampuan untuk memelihara dirinya dari perbuatan maksiat.

Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar apabila

dilaksanakan dengan khusu tidak akan ditemukan mereka yang

melakukan shalat dengan khusu berbuat zina, maksiat, merampok,

dan sebagainya. Tetapi sebaliknya kalau ada yang melakukan

shalat tetapi tetap berbuat maksiat, tentu kekhusuan shalatnya

perlu dipertanyakan. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur‟an surat


31

Al-Ankabut: 45

c. Shalat mendidik perbuatan baik dan jujur

Dengan mendirikan shalat, maka banyak hal yang didapat,

shalat akan mendidik perbuatan baik apabila dilaksanakan

dengan khusus. Banyak yang celaka bagi orang-orang yang shalat

yaitu mereka yang lalai. Shalat selain mendidik perbuatan baik

juga dapat mendidik perbuatan jujur dan tertib. Mereka yang

mendirikan tidak mungkin meninggalkan syarat dan rukunnya,

karena apabila salah satu syarat dan rukunnya tidak dipenuhi

maka shalatnya tidak sah (batal).

d. Shalat akan membangun disiplin

Sebagaimana keterangan-keterangan di atas bahwa pada

intinya shalat merupakan penentu apakah orang-orang itu baik

atau buruk, baik dalam perbuatan sehari-hari maupun di sekolah.

Apabila mendirikan shalat dengan khusu maka hal ini akan

mempengaruhi terhadap disiplin mereka tidak akan melakukan

menyepelekan atau lambat dalam mengerjakan tugas.

C. Penelitian yang Relevan

Adapun beberapa penelitian yang mempunyai relevansi dengan


penelitian yang dilakukan ini antara lain sebagai berikut:
1. Neti Faila Suffah skripsinya “Pengaruh Shalat Berjama’ah
32

Terhadap Perilaku Sosial (Studi Kasus Masyarakat Pondok


Sendang, Kec. Beringin, Kab. Semarang 2009)”. Skripsi tersebut
membahas tentang Shalat Berjama’ah Masyarakat. Hasil yang
diperoleh dari skripsi tersebut adalah adanya Pengaruh Masyarakat
yang melaksanakan shalat berjamaah terhadap Hubunagn Sosial,
Masyarakat yang berjama’ah di masjid atau mushola tergolong
sedang ini dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan angka 36
atau 45% orang dari 80 responden.
2. Ahmad Afifuddin dalam skripsinya yang mengambil topik
“Pengaruh Pembelajaran Fiqih Terhadap Shalat Berjama’ah Siswa
di SMP Islam Durenan” Hasil yang diperoleh dari Skripsi tersebut
adalah Upaya yang dilakukan guru fiqih dalam meningkatkan
kedisiplinan shalat berjama’ah pada anak di SMP Islam Durenan
Trenggalek ini sudah cukup baik. Hal ini terlihat dengan adanya
usaha yang sungguh-sungguh dari pihak guru fiqih untuk
melakukan kedisiplinan shalat berjama’ah tersebut yang semuanya
ditunjukkan dalam sebuah usahanya, yaitu melalui metode
pengajaran, melalui metode pembiasaan, melalui metode
keteladanan, dan melalui metode hukuman.
Perbedaan skripsi ini dengan karya di atas adalah pada karya

pertama, pada bagian variabel Y nya (Perilaku Sosial). Sedangkan pada

karya ke dua, pada bagian variabel X nya (Pembelajaran Fiqih).

Adapun Persamaan Skripsi ini dengan Karya di atas yaitu meneliti

tentang Shalat Berjama’ah. Dan Novelty dari peneliti ini adalah Disiplin

Siswa Kelas VIII.

D. Hipotesis Penelitian
33

Hipotesis tindakan adalah dugaan dan harapan akan keberhasilan


kuantitatif.
Ho : Tidak ada pengaruh Sikap Disiplin Siswa Terhadap Shalat
Berjama’ah di MTS Nurul Hidayah Kelas VIII, Cilandak,
Jakarta Selatan
Ha : Ada pengaruh Sikap Disiplin Siswa Terhadap Shalat
Berjama’ah di MTS Nurul Hidayah Kelas VIII, Cilandak,
Jakarta Selatan

E. Kerangka Berfikir

Dari Ibnu Umar r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda,


”Shalat jama’ah melebihi shalat sendirian dengan (pahala) dua puluh
tujuh derajat.”

Pada shalat jamaah terkandung didalamnya makna ta`awun `alal

biri wa taqwa (tolong menolong dalam kebajikan dan takwa)

serta amar ma`ruf dan nahi mungkar. Hal ini terlihat pada saat

implementasinya, dimana kaum muslimin bersama-sama berdiri

dihadapan Allah di dalam barisan (shaff) yang teratur dengan dipimpin

oleh seorang imam, ibarat sebuah bangunan yang kokoh sehingga

mencerminkan kekuatan dan persatuan kaum muslimin.

Shalat berjama`ah merupakan bentuk penanaman akhlakul

karimah yakni melahirkan rasa kelembutan dan kasih sayang sesama

muslim, menghilangkan sifat kesombongan dan besar diri serta dapat

mempererat ikatan persaudaran seagama (ukhuwah islamiyah) maka


34

terjadilah interaksi langsung antara kalangan tua dengan yang muda

dan antara orang kaya dan yang miskin.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di MTs Nurul Hidayah Kelas VIII,

Cilandak, Jakarta Selatan, yang beralamat di Jeruk Purut, Cilandak

Timur, Kec. Pasar Minggu Jakarta Selatan

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan selama 2 bulan, yakni pada

bulan Juni sampai bulan Agustus 2023 tahun pelajaran 2023- 2024.

B. Metode Penelitian

1. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara yang ditempuh dan

selalu berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan, serta

langkah penting untuk memecahkan suatu masalah penelitian.15

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode kuantitatif deskriptif yaitu dengan cara mencari

informasi tentang gejala yang ada, didefinisikan dengan jelas

tujuan yang akan dicapai, merencanakan cara pendekatatannya,


36

mengumpulkan data sebagai bahan untuk membuat laporan.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini digolongkan dalam penelitian korelasional.

Penelitian korelasional merupakan penelitian yang melibatkan satu

atau lebih variabel lain yang terjadi pada satu kelompok. Pada

penelitian ini melibatkan dua variabel bebas dan satu variabel

terikat. Penelitian korelasi dilakukan saat peneliti ingin mengetahui

tentang kuat lemahnya atau ada tidaknya suatu hubungan variabel

yang berkaitan dengan objek atau subjek yang diteliti.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila

seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah

penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.22

Adapun yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah

seluruh siswa MTs Nurul Hidayah Kelas VIII Jakarta Selatan

yaitu 30 siswa.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari unit-unit dalam populasi yang ciri-

ciri atau karakteristiknya benar-benar diselidiki. Sampling atau

teknik pengambilan sample adalah cara atau metode untuk


22
Suharmi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), h. 173
37

menari sampel dari suatu populasi.23

Dalam penelitian ini karena sampel yang peneliti ambil kurang

dari 100 jumlah populasi, maka seluruh populasi dijadikan

sampel.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan faktor penting

demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan

bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan alat

apa saja yang digunakan. Terdapat beberapa teknik pengumpulan

data dalam penelitian ini.

1) Observasi

Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti.

Observasi merupakan pengamatan secara langsung

kepada objek penelitian dan mempelajari hal-hal yang

berhubungan dengan penelitian untuk mendapatkan data-

data yang berkaitan dengan penelitian

2) Kuesioner atau Angket

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan

23
Mahyudin dan Anis Masykur, Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah, (Jakarta: Pustaka Al
Hikmah, 2018), cet-3, h. 26
38

tertulis kepada responden. Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang efesien bila peneliti tahu dengan

pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa

didapatkan dari responden.

3) Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu cara yang digunakan untuk

memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip,

dokumentulisan angka dan gambar yang berupa laporan

serta keterangan yang dapat mendukung penelitian.

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

catatan nilai peserta didik dan tata tertib disekolah.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang akan digunakan pada penelitian

ini berupa observasi, angket, serta dokumentasi yang akan

dilakukan oleh peneliti kepada peserta didik yang akan diteliti

untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh Sikap Disiplin

Siswa terhadap Shalat Berjama’ah siswa MTS Nurul Hidayah

Kelas VIII Jakarta Selatan

F. Teknik Analisis Data


39

Teknik analisis data merupakan salah satu proses penilaian

yang dilakukan setelah semua data yang diperlukan guna

memecahkan permasalah yang diteliti sudah diperoleh secar

lengkap. Dalam penelitian ini teknik analisis data yang dilakukan

sebagai berikut:

1. Uji Validitas

Uji validitas yang digunakan untuk mengukur sah atau valid

tidaknya suatu kuesioner atau angket. Suatu kuesioner atau

angket dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner atau

angket mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan dapat

diukur oleh luesioner atau angket tersebut. Uji validitas yang

dilakukan peneliti menggunakan SPSS, dengan rumus:

Keterangan :

rxy: Koefisien validitas item yang dicari

X : Skor responden untk tipa item

Y : Total skor tiap responden dari seluruh item


40

Σ : Jumlah skor dalam distribusi X

Σ : Jumlah skor dalam distribusi Y

Jika nilai r hitung > r tabel, maka petanyaan dalam kuesioner atau

angket berkorelasi signifikan terhadap skor total.

Artinyapetanyaan kuesioner atau angket dinatakan valid. Dan jika

nilai rhitung < r tabel, maka pertanyaan dalam kuesioner atau

angket diyatakan tidak valid. Suatu butir pertanyaan dikatakan

valid apabila nilai signifikannya > 0.01. Jika nilai signifikannya <

0,01 maka butir pertanyaan dikatakan tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila menghasilkan data yang

dapat dipercaya, yang telah sesuai dengan kenyataan. Untuk

menghitung reliabilitas dari alat pengukur menggunakan rumus

yaitu:

Keterangan:

ri: Reliabilitas Instrumen

k: Banyaknya Butir Item


41

Σ : Jumlah Varian Skor dari tiap-tiap butir item

St2: Varian Total

3. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan

untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau

variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah

tidak Dalam sebuah penelitian, diperlukan datas yang bervarible

normal.

G. Hipotesis Statistik

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah, dikatakan sementar karena jawaban masih didasarkan pada

teori yang relevan belum didasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh

(pengumpulan data) sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan

masalah, belum jawaban empiris.

Bedasarkan asumsi-asumsi dan paparan diatas, maka penyusun

merumuskan hipotesis statistik untuk penelitian ini sebagai berikut:

Ho: p = 0, artinya tidak ada pengaruh

Ha: p ≠ 0, artinya adanya pengaruh

Adapun penjelasan simbol hipotesis statistik sebagai berikut:


42

Ho: p = 0, artinya tidak terdapat pengaruh pengaruh Sikap

Disiplin Siswa terhadap Shalat Berjama’ah siswa MTS Nurul

Hidayah Kelas VIII Jakarta Selatan

Ha : p ≠ 0, artinya terdapat pengaruh pengaruh Sikap Disiplin

Siswa terhadap Shalat Berjama’ah siswa MTS Nurul Hidayah

Kelas VIII Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai