Anda di halaman 1dari 25

http://eprints.ums.ac.id/13437/2/BAB_I_PENDAHULUAN.

pdf

https://www.academia.edu/9593722/PENGERTIAN_SEJARAH_DAN_TUJUAN_ORIENTALIS

https://almanhaj.or.id/3850-membongkar-akar-orientalisme.html
PENGERTIAN, SEJARAH DAN TUJUAN ORIENTALIS

A.

Pengertian Orientalis dan Orientalisme

1.

Orientalisme

Orientalis/Orientalisme menurut segi bahasa berasal dari kata

orient

yang berarti timur, dengan demikian orientalis berarti hal-hal yang berhubungan dengan masalah
ketimuran/dunia timur1[1]. Kata Orientalisme adalah kata yang dilabelkan kepada sebuah
studi/penelitian yang dilakukan selain orang timur terhadap berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik dalam
bidang bahasa, agama, sejarah, dan permasalahan-permasalahan sosio-kultural bangsa timur2[2].

Menurut H.M. Yoesoef Sou’yb orientalisme berasal dari kata

orient

dalam bahasa Prancis yang secara etnologis berarti bangsa-bangsa timur. Dan kata ini memasuki
berbagai bahasa di eropa temasuk bahasa inggris,

oriental

adalah sebuah kata sifat yang berarti hal-hal yang bersifat timur yang sangat sangat luas ruang
lingkupnya. Suku kata

isme

(belanda) atau

ism

(inggris) menunjukkan pengertian tentang suatu paham. Jadi orientalisme adalah suatu paham atau
penelitian studi yang mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa timur
beserta lingkungan dan peradabannya3[3]. Prof. Tk. H. Ismail jakub, S.H. M.A : orientalisme terdiri dari
kata
oriental

dan

isme

. Oriental artinya bersifat timur, dan isme adalah kata sambung yang menunjukkan suatu paham, ajaran,
cita-cita, cara, sistem, atau sikap. Maka orientalisme dapat diartikan ajaran atau paham yang bersifat
Timur4[4]

2.

Orientalis

Orientalis adalah sekelompok atau golongan yang berasal dari bangsa-bangsa barat (eropa) yang
berkonsentrasi atau memfokuskan diri dalam mempelajari kajian ketimuran, khususnya dalam hal
keilmuan, peradaban dan agama, terutama pada Negara Arab,Cina dan India. Secara

sederhana kata orientalis bisa diartikan “seorang yang melakukan kajian tentang masalah

-masalah ketimuran, mulai dari sastra, bahasa sejarah antropologi, sosiologi, psikologi sampai agama
dengan menggunakan paradigma konklusi yang distortif tentang objek kajian yang dimaksud.

B.

Sejarah

Orientalis

Tidak diketahui secara pasti kapan mulai munculnya orientalis, tetapi bisa diperkirakan bahwa
orientalis muncul pada saat umat muslim mencapai puncak kegemilangan prestasi peradabannya
khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Banyak orang-orang barat yang belajar pada ulama dan
cendekiawan muslim pada saat itu terutama di wilayah Kepulauan Laut Putih (Andalusia) dan Sicilia
daerah Eropa yang menjadi wilayah kekuasaan umat muslim. Dan banyak diantara mereka adalah
pendeta-pendeta agama Nashrani dan Yahudi. Mereka adalah : 1.
Pendeta Gerbert, dia terpilih sebagai pemimpin gereja roma pada tahun 999 M. selepas belajar di
berbagai perguruan tinggi di Andalusia (Spanyol) 2.

Pendeta Petrus (1092-1156) 3.

Pendeta Gerrardi Krimon (1114-1187 M.) Setelah kembali kenegaranya, meraka mengajarkan kepada
masyarakat Eropa dan menyebarkan kebudayaan Arab serta menterjemahkan buku-buku karya ulama-
ulama muslim. Mereka merasa bahwa Islam adalah pembelot dari agama mereka dan juga suatu
ancaman bagi agama masehi sendiri. Maka dari itu mereka berusaha untuk mempelajari islam guna
untuk menghancurkan dan melemahkannya. Mereka berusaha dengan gigih untuk mengetahui tentang
seluk-beluk islam lebih mendalam dengan tujuan untuk menghancurkan islam dari dalam. Dengan
demikian kita bisa menyimpulkan bahwa sejarah orientalisme pada fase awal adalah sejarah tentang
pergulatan dan pertarungan agama dan ideologi antara bangsa barat yang diwakili oleh agama Nashrani
dan Yahudi dengan bangsa timur yang diwakili oleh para penganut agama

Islam.

Menurut R.W. Southern “Islam merupakan problema masa depan dunia Barat Nasrani secara
keseluruhan di Eropa”.

5[5] Disamping hal diatas pecahnya Perang Salib (

The Crusades

) antara umat Islam dan umat Nashrani secara khusus menjadi sebab pemicu bagi orang-orang Eropa
untuk melakukan kajian terhadap dunia Islam. Perang salib adalah suatu tragedi dhsyat yang tak pernah
dilupakan oleh siapapun. Perang antara dua kekuatan besar yakni islam dan kristen dengan delapan
gelombang penyerbuan terhadap umat islam selama hampir dua abad (1096-1270 M), dan berahir
dengan kekalahan dan kehancuran kekuatan Dunia Barat (Kristen) sehinnga menyebabkan kemarahan
besar dan dendam yang membara bagi bangsa-bangsa barat untuk menghancurkan Islam. Gerakan
orientalis tumbuh secara pesat pasca Perang Salib. Orientalis adalah satu bentuk invasi intelektual yang
bermuara dari sebab-sebab keagamaan. Dunia barat yang terdiri dari ahlul kitab (Nasrani dan Yahudi),
setelah reformasi keagamaan membutuhkan pandangan ulang terhadap ajaran dan kitab-kitab
keagamaan mereka. Untuk itu mereka mulai mengadakan studi tentang bahasa Arab dan Islam. Mereka
memanfaatkan apa saja dari karya-karya muslim. Dari kajian tentang islam, Orientalisme kemudian
berkembang menjadi kajian-kajian tentang kondisi ekonomi, politik dan lain-lain, dengan tetap pada
prinsip utama dan sebagai prolog kristenisasi dengan tujuan-tujuannya. Kegiatan penyelidikan tantang
dunia timur oleh para orientalis telah berlangsung selama berabad-abad secara sporadis. Tetapi baru
menunjukkan intensitasnya yang luar biasa sejak abad XIX M. Penyelidikan bermula secara terpisah
mengenai masing-masing agama itu. Max Muller (1823-1900 M.) pada akhirnya menjelang abad XIX M.
Menyalin seluruh kitab yang dipandang suci oleh masing-masing agama timur kedalam bahasa Inggris,
terdiri dari 51 jilid tebal, berjudul

The Sacred Books Of Th

e East (Kitab-Kitab Suci Dari Dunia Timur) yang biasanya disingkat dengan SBE. Berkat cara Max Muller
membahas masing-masing agama itu mengikuti bunyi dan isi masing-masing kitab suci hingga mendekati
objektivitas, dan hal itu sangat berbeda dengan cara para orientalis pada masa sebelumnya maupun
pada masanya sendiri. Karena itu ia dipandang sebagai

pembangun

sebuah disiplin ilmu yang baru, yang dikenal dengan comparative religions (perbandingan agama-
agama)6

[6]

. Pada tahun 1873 digelar muktamar orientalis pertama di Paris. Muktamar serupa terus
diselenggarakan sebagai wadah pertemuan para oreintalis dan wadah pengkajiania tiur atau isu-isu
terhangat mengenai dunia timurbaik dari sisi perkembangan keagamaan maupun peradaban dunia
timur7[7].

C.

Tujuan Orientalis

Sebagaimana yang telah kami jelaskan pada pembahasan-pembahasan sebelumnya bahwa tujuan para
orientalis mempelajari semua hal tentang semua hal yang berkaitan dengan dunia timur islam hususnya
yakni untuk melemahkan dan menghancurkan islam dari dalam melalui para pemeluknya sendiri.
Diantara tujuan pokok gerakan orientalisme selain yang telah kami paparkan diatas ialah sebagai berikut
: 1.

Memurtadkan kaum muslim dari agamanya sendiri, dengan cara memutus dan memecah belah
persatuan umat kepada kelompok-kelompok atau golongan yang saling membenci satu sama lain 2.

Melemahkan rohani umat islam dan menciptakan perasaan selalu kekurangan dalam jiwanya, dan
kemudian membawa mereka kepada sikap pasrahdan tunduk kepada kehendak serta arahan orang-
orang Barat. 3.
Mendistorsi ajaran islam dengan cara menutup-nutupi kebaikan dan kebenaran ajarannya, supaya
masyarakat awam menganggap bahwa islam sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Oleh
karenanya sudah tidak layak untuk dijadikan pedoman hidup kaum muslim. Hal ini adalah sesuatu yang
paling berbahaya yang selalu dipropaganda dan dikumandangkan oleh para orientalis dan missionaris.
Padahal sejarah membuktikan bahwa bagaimana perlakuan

baik yang ditunjukkan kaum muslim dan sikap toleransinya terhadap non muslim pada ahir perang Salib
sekembalinya para tentara Salib ke Eropa. 4.

Mendukung segala bentuk penjajahan terhadap negara-negara islam dan melaksanakan segala bentuk
perlawanan terhadap islam itu sendiri. 5.

Memisahkan kaum muslim dari akar-akar kebudayaan islam mereka yang kuat dengan cara
memutarbalikkan pokok-pokok ajarannya dan mencabutnya dari sumber-sumbernya yang asli serta
menghancurkan nilai-nilai dasarnya untuk menghancurkan keberlangsungan individu, masyarakat, jiwa
dan akal pikiran kaum muslim

BAB III

PENUTUP

A.

Kesimpiulan

Orientalis adalah gerakan yang timbul akibat gesekan antara dunia Barat dan Timur lebihmengerucut
lagi yakni perang ideologi dan peradaban antara umat Islam dan Kristen. Gerakan inimuncul sudah sejak
lama tetapi baru menampkkan dirinya (secara terorganisir) pasca kekalahan bangsa barat oleh islam
pada Perang Salib.Awal mulanya para pelajar barat belajar berbagai disiplin kilmu kepada ulama
dancendikiawan muslim. Kemudian setelah mereka kembali kenegaranya mereka mengajarkan apayang
telah mereka dapat dari dunia islam, dan meraka berusaha untuk membangkitkan peradabanmereka
kembali yang pada saat itu dalam keadaan suram karena terkungkung oleh otoritasgereja. Selebihnya
setelah mereka berhasil membangun peradabannya mereka berusaha untukmeruntuhkan islam.
Gerakan ini bertujuan menghancurkan islam dari dalam, yakni
menggerogoti pemahaman para pemeluk islam terhadap nilai-
nilai dasar islam itu sendiri melalui berbagaimacam cara. Mereka meniupkan virus-virus keraguan
terhadap semua doktrin fundamental islamterhadap pemeluknya. Tidak hanya itu saja tetapi mereka
juga mengatakan bahwa islam sudahtidak relevan lagi dengan perkembangan zaman sehingga sudah
tidak bisa diterapkan lagi.Dengan upaya itu mereka bermaksud untuk mengahncurkan islam melalui
media pemeluknyasendiri yang telah meninggalkan nilai-nilai islam sehingga ahirnya mereka yang
mengaku islamtidak tahu dan tidak mengerti akan islam hakikat keislamannya sendiri.Bagi mereka islam
adalah suatu ancaman bagi masa depan dunia barat dan mereka juga beranggapan bahwa islam adalah
kelompok/aliran theology yang membelot dairi agama mereka(Nasrani).

Ketika berdiri lembaga-lembaga misionaris dengan tujuan untuk memurtadkan kaummuslimin dari
agamanya kepada agama Kristen dan atheis, cara yang paling utama digunakanmereka adalah
orientalime, yakni melalui dua tahap:1. Menjauhkan rang-orang Islam dari agamanya sendiri.2. Berusaha
mengajak masuk ke agama Kristen.Demi mewujudkan hal tersebut, mereka melakukan beberapa
cara/doktrin, diantaranya :1. Memalingkan orang-orang Islam dari agamanya dan mengigiring mereka
untuk benci kepadakeyakinannya. Selain itu, memutarbalikan kebenaran dan mengesankan adanya
keraguan dalam pokok-pokok ajaran Islam dengan memberikan cela terhadap ajaran-ajaran Islam.2.
Menghiasi ajaran dan hukum-hukum agama Kristen, sehingga terkesan menarik dan indah.3.
Mengundang orang-orang Islam untuk melihat peradaban modern yang matrealistik dengansegala
sesuatunya yang menggiurkan hawa nafsu manusia.Dengan demikian, bagaimana orientalisme menjadi
garda depan penolong kaum sabilisdalam memutarbalikan kebenaran agama Islam maupun agama yang
diturunkan kepada Isa as. 2.Faktor Kolonialisme Setelah bertubi-tubi menglami kekalahan dalam
peperangan Salib, bangsaEropa tidak berputus asa untuk kembali berusaha menjajah negara-negara
Arab dan seluruh Negara Islam dengan berbagai cara. Salah satunya,mereka mempelajari Negara-negara
Islam darisegi Ideologi, adat istiadat, perilaku kekayaan alam, bahasa dll. Satu hal yang pasti,
bahwaorientalisme dan kolonialisme mempunyai hubungan yang erat guna mewujudkan cita-
cita bangsa Eropa. Terlebih setelah kekalahan kaum salibis, tujuan perang salib seolah-
olah gerakanorientalisme melebur tujuan perang salib, seolah-olah gerakan orientalisme sebagai
penggantistrategi kaum salibis, dari perang fisik erganti menjadi perang pemikiran. Ini termaktub
dalamwasiat Louis, raja Perancis yang merupakan pemimpin pasukan salib ke-8, yang
mengalamikegagalan dan kekalahan sehingga menjadi tawanan di sebuah keluarga di Mesir tepatnya di
kotaMansurah sampai akhirnya ditebus dengan jumlah yang besar.Setelah Louis kembali ke Perancis, ia
berpikir dan yakin bahwa peperangan bukanlahstrategi yang tepat untuk bisa meraih kemenangan dan
mengalahkan umat Islam, karena umatIslam sangat memegang teguh agamanya dan rela ijtihad berjihad
mengorbankan jiwa danraganya demi membela agamanya. Harus dengan strategi lain, yaitu
mengalihkan pemikiran
dan perhatian umat Islam terhadap agamanya melalui jalan ghazwul fikr (perang pemikiran). Olehkarena
itu, cendekiawan-cendekiawan Eropa berbondong-bondong mempelajari Islam untukdijadikan senjata
dalam memerangi Islam. Disini kita bisa melihat, bagaimana perubahan strategidan propaganda yang
mereka gunakan, beralih dari perang fisik kepada perang pemikiran dan inidi mata mereka senjata
ampuh, efektif, dan efisien sebagai kekuatan baru dalam upayamelemahkan umat Islam dari aspek
rohani dan jasmani dalam kaum muslimin. Ji=uga

menebarkan virus wahn (cinta dunia) dan takut mati, meracuni pikiran umat Islam agar jauh dari
agamanya sendiri dan cita-cita untuk meraih surga. 3. Faktor Ekonomi Diantara motif-motif yang
mendorong kuat orang-orang barat melakukan gerakan orientalisme adalah keinginannya menguasai
perekonomian Negara-negara Islam dengan menguasai pasar-pasar perdagangan, lembaga-lembaga
keuangan, kekayaan alam dan mengekspor sumber-sumber alam migas maupun nonmigas dengan
harga semurah mungkin. 4. Faktor Politik Setelah Negara-negara Islam terlepas dari penjajahan yang
zalim, kekuatan dan taktik kolonialisme terus berjalan, antara lain menempatkan orang-orang pilihan
yang berpengalaman dan luas pengetahuannya mengenai dunia Islam di kedutaan-kedutaan dan
konsulat-konsulat mereka untuk memenuhi kepentingan politik kolonialisne di Negara-negara Islam.
Selain itu, para duta besar tersebut dituntut untuk mempelajari bahasa, adat-istiadat dan agama Negara
setempat serta memberikan informasi seputar politiknya guna memudahkan menguasai dan menjajah
secara politik Negara tersebut. Fenomena di atas menegaskan, bahwa diantara kolonialisme dengan
orientalisme mempunyai kaitan erat, terbukti dengan didirikannya satu perkumpulan di Perancis tahun
1787 di bawah naungan Kementrian Kolobial dengan menjadikan para politisi sebagai penyokong utama.
5. Faktor Keilmuan Secara jujur, untuk tidak mengatakan tidak sama sekali bahwa motif keilmuan dan
kecintaan untuk menelaah literature Islam sebagai sebuah kebidayaan dan peradaban yang dilakukan
para orientalisme ini minim sekali. Sehingga tidak menutup kemungkinan, factor inilah ysng telah
membuka lebar-lebar ruang kekeliruan, seta kesalahan dalam memahami Islam, terkecuali orang-orang
yang diberikan petunjuk dibukakan pintu hatinya oleh Allah untuk tunduk menerima kebenaran Islam. 6.
Faktor Lainnya Terdapat faktor-faktor lain lahirnya gerakan orientalisme ini, yaitu bagi orang-orang yang
mencari keuntungungan materi demi keputusan hasrat pibadi. Ada yang menjadikan gerakan
orientalisme ini sebagai pemenuhan hobi berepergian dan mempelajari budaya dunia luar. Atau
sekelompok orang memanfaatkannya untuk mencari rezeki, ketika kebutuhan hidup dirasakan
menghimpit mereka. Atau dijadaikan sebagai tempat pelarian dari tugas ilmu yang harus diembannya.
Selain itu, ada juga sebagian dari mereka memasuki dunia studi orietalisme ini sebagai tempat pelarian
dari tanggung jawab keagamaan mereka berdakwah di tengah masyarakat kristiani disebabkan
kurangnya kemampuan yang mereka miliki. Meski demikian, motif-motif pribadi ini hanyalah segelintir
yang melakukannya terutama bagi orientalis Yahudi, tetap saja motif yang dominan bagi mereka
melakukan gerakan prientalisme adalah agama. Mereka berupaya bagaimana caranya melemahkan
Islam dan menciptakan karaguan di kalangan umat Islam atas ajaran agamanya sendiri. Secara politik, ini
ditujukan untuk membantu kelangsungan zionisme baik secara pemikiran maupun kenegaraan.

Melalui riset yang cukup mendalam terhadap sejumlah kurikulum kajian filsafat Islam di Perguruan
Tinggi Islam di Indonesia


baik yang negeri maupun swasta

Hamid Fahmy membuktikan bahwa kajian filsafat Islam di Indonesia tampak jelas terpengaruh oleh
kajian para orientalis. Pengaruh itu tidak hanya pada cara atau metodologi pengkajian, tetapi lebih
mendasar lagi, sampai pada framework (kerangka) dan cara pandangnya terhadap filsafat Islam.

Sikap menghadapi berbagai macam mazhab dalam islam

Intinya agama Islam itu satu, dan tidak ada berbagai macam jenis Islam yang lainnya. Sedangkan
perbedaan pendapat dan golongan itu adalah bentuk dari pengembangan pemikiran Islam. Namun perlu
digarisbawahi bahwa perbedaan-

perbedaan tersebut hanya dalam ranah furu’iyah saja

. Jika kemudian perbedaan yang berkembang justru menjurus kepada perbedaan akidah dan tauhid,
maka tentu saja dalam hal ini kebenaran atau yang haq itu harus kita kedepankan. Karena batasan dan
rambu-rambu yang digambarkan Islam dalam wilayah tauhid dan akidah itu sudah sangat jelas.

Sekulerisme

Sekularisme juga memiliki arti fashluddin anil haya, yaitu memisahkan peranagama dari kehidupan yang
berarti agama hanya mengurusi hubungan antara individu dan penciptanya saja. Maka sekularisme
secara bahasa bisa diartikan sebagai faham yang hanya melihat kepada kehidupan saat ini saja dan di
dunia ini. Tanpa ada perhatian samasekali kepada hal-hal yang bersifat spiritual seperti adanya
kehidupan setelah kematianyang notabene adalah inti dari ajaran agama. sekularisme secara
terminology sering didefinisikan sebagai sebuah konsep yangmemisahkan antara negara (politik) dan
agama (state and religion). Yaitu, bahwa negaramerupakan lembaga yang mengurusi tatanan hidup yang
bersifat duniawi dan tidak adahubungannya dengan yang berbau akhirat, sedangkan agama adalah
lembaga yang hanyamengatur hubungan manusia dengan hal-hal yang bersifat metafisis dan bersifat
spiritual,seperti hubungan manusia dengan tuhan. Maka, menurut para sekular, negara dan agamayang
dianggap masing-masing mempunyai kutub yang berbeda tidak bisa disatukan. Masing-masing haruslah
berada pada jalurnya sendiri-sendiri.

Islam jika ingin maju harus mengikuti barat/menganut paham sekulerisme. Setuju atau tidak?

Tidak setuju.

Islam adalah Ad-Dlin, yaitu ketetapan Ilahi yang telah diturunkan melalui para Rasul-nya yang sesuai bagi
semua manusia berakal guna mewujudkan tercapainya kesejahteraan hidup manusia di dunia serta
kebahagiaan di akhirat. Oleh sebab itu tata aturan (agama) yang diterima oleh Allah sebagai tata nilai
kehidupan manusia hanyalah tata nilai Islam (QS. 3 Al-Imran 19). Barang siapa mencari tata aturan selain
Islam maka tidak akan diterima daripadanya Allah dan di akhirat ia termasuk orang yang merugi (QS. Ali
Imran 85)

Islam sebagai tata nilai untuk mengatur kehidupan manusia dalam segala aspek kehidupannyaadalah
bersumber dari Wahyu Allah sebagai pencipta manusia itu sendiri serta seluruh alam, dandi dalam
pelaksanaannya dijelaskan dengan Sunnah Rasulullah saw., yang pada dasarnyamembawa rahmat bagi
semua manusia apabila mau mentaatinya. Tetapi sesungguhnya manusiaitu aniaya dan amat bodoh (QS.
33 Al-Ahzaab 72).Konsep Islam dalam piñata kehidupan manusia itu hanya terkandung dalam dua
prinsip, yaituAqi

dah dan Syari’ah. Aqidah merupakan dasar

-dasar keimanan sebagai landasan esensial bagi

kehidupan manusia, sedangkan Syari’ah merupakan tata aturan yang menyangkut perilaku

manusia dalam membuktikan Imannya kepada Allah sebagai penciptanya.Dengan Aqidah d

an Syari’ah itulah Rasulullah saw., membentuk manusia berakhlaq mulia.Sebagaimana sabda Beliau yang
artinya: “Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakankemuliaan akhlaq,” (H.R. Muslim__). Dengan kata
lain bahwa kemuliaan akhlaq manusia

selama hidupnya tidak akan tercapai tanpa melaksanakan dan meyakini tata nilai Ilahi yaitu al-Islam.
Karena apabila kehidupan manusia itu didasari aturan perundang-undangan yang bukandari Allah hanya
akan membawa kedzaliman (QS. 9 Al-Maidah 45).Prinsip-prinsip dalam Aqidah Islam mengajarkan
tentang keyakinan secara utuh terhadap Ke-Esaan Allah baik dalam Zat-Nya, sifat-sifatNya, maupun
perbuatanNya yang terwujud di dalamKesatupaduan Struktural dan Dinamikal alam semesta, termasuk
manusia didalamnya. Sehinggatidak ada satupun mendalam maupun makhluk hidup di dunia ini yang
terlepas dari strukturciptaan Allah, dan tidak ada persoalan hidup yang tidak mempunyai hubungan
sama sekalidengan Allah (atau yang sekuler).Karena hakikatnya ciptaan Allah tertuang didalam suatu
system yang utuh di dalamnya
terdapat berbagai system saling terkait (Interdepedensi Sistemik). Sehingga kehidupan manusia secarain
dividual tidak terlepas dari system sosial, system yang dihasilkan oleh perilaku manusia(teknosistem),
dan teknosistem ini dan juga system hidup manusia tidak terlepas dari systemlingkungannya (ekosistem)
yang juga terkait dengan system jagad/bumi dimana manusiamemperoleh kehidupan.

Maka kalau sekiranya ada manusia berpandangan bahwa hidup ini terlepas dengan tatanan
Ilahihakikatnya mereka adalah sekuler. Karena apapun yang dilakukan oleh setiap individu
manusiadalam hubungannya dengan dirinya, masyarakat, teknologi dan lingkungan alam serta bumi
di jagad raya ini semuanya kembali kepada Allah, untuk beribadah hanya kepadaNya. (QS. 51 Adz-
Dzariyaat 56)
Membongkar Akar Orientalisme
MEMBONGKAR AKAR ORIENTALISME

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi Lc,

Setelah Allâh Azza wa Jalla mengutus Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam


menyampaikan ajaran ilahi kepada kaum Muslimin. Bangsa Arab khususnya dan
kaum Muslimin umumnya menjadi umat yang bersatu seperti bangunan yang
kokoh, saling melengkapi dan saling menunjang antar bagiannya. Sehingga
tercipta suasana kehidupan mapan, nyaman dan mulia. Kehidupan mulia ini
membuat umat-umat non Islam menyimpan kebencian dan hasad. Berlatar
belakang kebencian dan dengki ada sebagian orang Yahudi dan Majusi
menyebarkan dan memasukkan makar dan tipu daya. Mereka merencanakan
konspirasi dengan cermat dan matang untuk menggoyang dan menghancurkan
bangunan kokoh umat Islam tersebut.

Pertama kali mereka menanam ranjau-ranjau pada barisan kaum Muslimin


dengan menyelundupkan dan membuat makar politik sehingga berhasil
membunuh khalifah Utsmân bin Affân Radhiyallahu anhu dan membunuh
khalifah Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu sepupu Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam sekaligus khalifah yang keempat. Makar mereka tidak berhenti
sampai disini, mereka terus berusaha merongrong dan menghancurkan barisan
kaum Muslimin.

Langkah kedua, setelah berhasil mencerai beraikan barisan kaum Muslimin


secara politik, mereka mulai mengokohkan dan menegakkan kelompok-
kelompok sesat tersebut dengan menyebarkan aqidah Yahudi, Nashrani dan
Majusi serta paganisme yang rusak pada kaum Muslimin. Mereka menguatkan
aqidah yang rusak ini dengan melakukan kedustaan atas nama Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membuat hadits-hadits palsu. Melihat gelagat
dan prilaku busuk ini, kaum Muslimin tidak tinggal diam. Mereka mulai bangkit
untuk melawan dan berusaha menghancurkan makar dan tipudaya mereka ini.
Mereka menyatukan barisan setelah al-Hasan bin Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu
anhu mengalah dan menyerahkan tumpuk kepemimpinan kaum Muslimin
kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyân Radhiyallahu anhu . Akhirnya urusan kaum
Muslimin mulai teratur kembali dan barisan mereka bersatu lagi secara politik.[1]

Demikianlah umat Islam selalu menghadapi perang fisik dan pemikiran dengan
para musuhnya. Para musuh Islam ini ingin menundukkan negara dan
merampas tanah kaum muslimin serta aqidah mereka bukan karena dosa dan
kesalahan yang diperbuat oleh kaum Muslimin. Gerakan mereka ini semata-mata
karena kaum Muslimin menarik manusia kepada aqidah yang menuntun mereka
agar beribadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla tidak kepada yang lain.
Sebuah Aqidah yang menghormati fithrah dan akal manusia serta membimbing
mereka menjadi insan berakhlak mulia dan jauh dari akhlak yang buruk dan
rendah.

Meski tujuan Islam itu begitu mulia, namun tetap saja para musuh Islam tidak
suka dengan ajaran Islam dan aqidahnya. Kebohongan demi kebohongan terus
mereka buat terhadap Islam dan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Mereka mengerahkan segala kemampuan dan perangkat yang mereka miliki
baik cetak maupun elektronik, audio maupun visual. Semuanya dikerahkan untuk
menyerang kaum Muslimin dan ajaran Islam agar syubhat pemikiran dan
kedustaan mereka masuk ke dalam aqidah dan akal pikiran kaum Muslimin.[2]

Salah satu tentara musuh Islam yang menjadi perintis penghancur kesucian dan
kemuliaan ajaran Islam dan paling berbahaya bagi para pemuda Islam dan
cendikiwan adalah orientalisme dan para tokohnya. Karena mereka bersembunyi
dibalik propaganda penelitian ilmiyah yang obyektif dan penuh amanah ilmiyah.
Dari sini para tokoh orientalis menulis buku-buku yang berhubungan dengan
Islam dan aqidahnya. Sejak lebih dari seratus lima puluh tahun yang lalu hingga
kini tokoh-tokoh orientalis telah menerbitkan lebih dari enam puluh ribu buku
tentang Islam, kaum Muslimin dan negara mereka, sebagaimana disampaikan
DR. Akram Dhiya’ al-Umari dalam buku Mauqif al-Mustasyriqin Minas Sirah was
Sunnah, hlm 6-7.

Diantara tokoh-tokoh tersebut adalah Ignaz Goldziher (1850-1921) (197) dalam


buku al-Aqîdah wa asy-Syarî’ah fil Islâm dan buku Târîkh Madzâhib at-Tafsîr al-
Islâmi[3] . Demikian juga Arent Jan Wensinck (1882-1939) (417) dalam buku
Aqîdah Islâmiyah, Nasy’atuha wa Tathawwuruha at-Târîkhi (dalam bahasa
Inggris) dan buku Muhammed en de joden te Medina (dalam bahasa Belanda).
Sir Hamilton Alexander Raskeen Gibb (1895-1971) (174) dalam buku
Mohammedanism dan buku Modern Trends In Islam. Gustave E. Von
Grunebaum (1909-1972) (182) dalam bukunya Medieval Islam (al-Islâm Fi al-
‘Ashr al-Wasîth) dan buku Muhâwalât Fi Syarhil Islâm al-Mu’âshir.

APA ITU ORIENTALISME?


Para peneliti Islam mendefinisikan orientalisme dengan penelitian atau kajian
akademi yang dilakukan non Muslimin dari non Arab baik dari negara timur (asia)
ataupun barat terhadap aqidah, syariat, bahasa dan peradaban Islam dengan
tujuan membuat keraguan pada agama yang lurus ini dan menjauhkan manusia
darinya.[4]

Dengan demikian orientalis (al-mustasyriqûn) adalah istilah umum mencakup


kelompok-kelompok non Arab yang bekerja di medan penelitian ilmu ketimuran
secara umum dan Islam secara khusus. Tujuan mereka bukanlah untuk ilmu
pengetahuan dan pendidikan, akan tetapi tujuannya adalah membuat dan
menebar keraguan pada kaum Muslimin terhadap agama mereka. Sehingga
kalau kita perhatikan misalnya penelitian mereka seputar al-Qur’ân pasti kita
akan dapati kerancuan dan upaya peraguan. Kalaupun tidak ada lafadz yang
menunjukkan hal itu dengan terang-terangan, tapi mesti mereka menggunakan
ibarat yang samar dan dapat mengakibatkan keraguan.[5]

SECARA RESMI, KAPANKAH ORIENTALISME ITU ADA?[6]


Para peneliti berbeda pendapat tentang sejarah permulaan orientalisme ini,
namun secara resmi dimulai dengan terbitnya ketetapan Majma’ (konferensi)
gereja Viena pada tahun 1312 H dengan membentuk sejumlah lembaga
penelitian bahasa Arab di sejumlah universitas Eropa. Dengan demikian
memungkinkan adanya orientalisme ini secara tidak resmi sebelumnya. Oleh
karena itu ahli sejarah hampir sepakat bahwa abad ke-13 adalah permulaan
orientalis bersifat resmi

Sejak itu, mereka tidak berhenti mempelajari Islam dan bahasa arab dan
menterjemahkan makna kandungan al-Qur’an dan sebagian kitab-kitab
berbahasa Arab dan sastranya hingga masuk abad ke-18 Masehi. Ternyata
sejumlah pakar barat muncul sebagai 0rientalis dan menerbitkan majalah-
majalah di seluruh kerajaan dan negara Eropa. Mereka mencari manuskrip-
manuskrip berbahasa Arab di negara Arab dan Islam lalu membelinya dari
pemilik manuskrip yang kurang mengerti atau mencurinya dari perpustakaan
umum. Mereka memindahkannya ke negara dan perpustakaan mereka. Akhirnya
sejumlah besar manuskrip berbahasa Arab yang langka pindah ke perpustakaan
Eropa hingga pada awal abad ke-19 M didapati dua ratus lima puluh ribu jilid dan
ini terus bertambah hingga sekarang ini.

KARAKTERISTIK PEMIKIRAN ORIENTALISME [7]


Orientalisme memiliki karakteristik yang jelas dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari pengertian orientalisme. Diantara yang terpenting adalah:

1. Terikat dan berhubungan erat dengan kolonialisme (imperalisme/penjajahan).


Khususnya penjajahan Inggris dan Prancis sejak akhir abad ke-18 hingga akhir
perang dunia ke-2. Kemudian berhubungan erat dengan penjajahan Amerika
Serikat hingga sekarang. Dimana penjajahan meluas maka meluas juga
penelitian orientalisme. Kadah yang tidak dapat disangkal lagi bahwa penjajahan
selalu ditemani orientalisme; karena ikatan antara keduanya adalah ikatan
anggota bagiannya. Tidak ada satu negara kolonial kecuali memiliki lembaga
orientalisme.

2. Terikat dan berhubungan langsung dengan misionaris (gerakan kristenisasi).


Sejarah kristenisasi terikat sekali dengan sejarah orientalisme. Keduanya tidak
terpisahkan dalam sejarah kolonialisme politik, pemikiran dan akhlak.

3. Memiliki ikatan dan hubungan erat sekali dengan pembuatan ketetapan politik
melawan Islam dan kaum Muslimin.
Perencanaan orientalisme untuk kristenisasi dunia Islam atau penghancurannya
membuatnya memiliki ikatan kuat dan erat antara penelitian orientalisme dan
pembuatan keputusan politik melawan kaum Muslimin. Banyak sekali orientalis
yang dahulu atau sampai sekarang masih menjadi penasehat pemerintah
mereka dalam perencanaan politik kolonialisme dan kristenisasi.

Sebagai contoh:
a. Christiaan Snouck Hurgronje (8/2/1857-26/6/1936)[8] Orientalis Belanda ini
bekerja sebagai penasehat politik pemerintah Belanda dalam melawan
masyarakat Islam Indonesia banyak dikenal masyarakat Indonesia. Disertasinya
tentang Het Mekkanche Feest’(Perjalanan Haji ke Mekah). Ia tinggal di
Indonesia, sebagai jajahan Belanda hingga 17 tahun dimulai dari tahun 1889 M
dengan kedudukan sebagai penasehat pemerintah Belanda di Indonesia.
Pertama bekerja selama dua tahun sebagai penasehat pemerintah Belanda di
Indonesia dalam masalah Islam dan tinggal di Jawa. Kemudian pada bulan
maret 1891 pindah menjadi penasehat dalam bahasa negara timur dan syariat
Islam pada kantor pemerintah penjajah Belanda dan tinggal di Aceh pada 1891-
1892. Setelah itu ia belajar bahasa melayu dan melakukan perjalanan ke
Sumatra hingga menguasai bahasa melayu dengan baik dan menulis buku De
Atjehers’ (Penduduk Aceh) dalam dua jilid (1893-1894). Baru pada tahun 1906 ia
pulang ke Leiden, Belanda dan diangkat sebagai penasehat pemerintah belanda
bidang urusan arab dan dalam negeri pada bulan januari 1907 M.

b. Duncan Black Macdonald (1863-1943 M) orientalis Inggris yang bekerja


sebagau penasehat pemerintahnya dalam perncanaan politik melawan kaum
muslimin di wilayah India.
c. Louis Massignon (1883-1962 M).[9] Seorang penasehat pemerintah Prancis
dalam merancang politiknyta melawan kaum Muslimin di Afrika Utara dan
khususnya al-Jazaair.

4. Tidak komitmen dengan obyektifitas dan tidak amanah ilmiyah.


Orientalis tidak bisa komitmen dengan obyektifitas dan amanah ilmiyah
khususnya bila berhadapan dengan Islam. Bagaimanapun hebatnya mereka
mendengungkan obyektifitas dan amanah ilmiyah, namun realitanya
mendustakan hal tersebut. Nampaknya disebabkan oleh beberapa poin berikut:

• Pemeliharaan dan pembinaan gereja dan tokoh-tokohnya terhadap orientalis


sejak permulaan perkembangannya hingga sekarang. Oleh karena itu seorang
peneliti menyatakan bahwa para tokoh orientalis dalam karya-karya ilmiyahnya
tidak mampu lepas dari pemikiran mereka yang terdahulu dan perasaan yang
sudah terwarisi (dari agama mereka), sebagaimana banyak dari mereka memiliki
tujuan-tujuan duniawi yang rusak dari penelitian orientalismenya. (lihat ar-Rasûl fi
Kitâbât al-Mustasyriqin, hlm 16).

• Rusaknya Manhaj ilmi mereka karena tidak memperhatikan prinsip-prinsip


dasarnya. Sebab dasar pemikiran orientalisme dari anggapan al-Qur’ân adalah
produk manusia dan tidak mengimani kenabian dan kerasulan Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

• Tidak memperhatikan sumber-sumber dasar Islam yang pokok dan


mencukupkan dengan penelitian yang bersumber dari sumber rujukan yang tidak
pokok dan asli.

• Banyak melakukan penipuan dan kebohongan dalam penelitian dengan


menampakkan obyektifitas dan komprehensif data penelitian, kemudian
memasukkan racun yang merusak secara diam-diam dengan cara dan uslub
yang menampakkan kebenaran, ketelitian dan keakuratan pemikiran tersebut.
Padahal realitanya tidak demikian.

SEBAB DAN PENDORONG MUNCULNYA ORIENTALISME.


Ada sejumlah sebab yang mendorong tokoh orientalis melakukan kebohongan
atas Islam, diantaranya:

a. Sebab Agama.
Perang Salib menyisakan pengaruh yang sangat dalam di jiwa orang-orang
Eropa, karena mereka melihat kemenangan ketentaraan dan peradaban yang
dimiliki kaum Muslimin. Disamping itu penyebaran Islam yang begitu cepat
ditengah pengikut Nashrani, sehingga mereka masuk Islam dengan puas.
Sebagaimana juga orang-orang Nashrani banyak yang merasa kagum terhadap
Islam dan kaum Muslimin. Semua ini mendorong para pendeta untuk melakukan
gerakan pempelajaran bahasa Arab dan menterjemahkan peninggalan Islam
dengan tujuan merusak citra baik Islam dalam pandangan masyarakat Nashrani.
Kemudian berkembang menjadi upaya membuat keraguan terhadap kemulian
dan kesucian Islam pada kaum Muslimin dan upaya kristenisasi pada kaum
Muslimin.

Pendeta besar Petrus berteriak menyatakan bahwa sungguh al-Qur’ân adalah


sumber penyimpangan dan terorisme yang mengancam tatanan agama
Nashrani (Kristen). Apabila ingin mengalahkannya maka harus mempelajarinya
dan menyeru (kepada masyarakat) bahwa al-Qur’ân adalah kitab suci penuh
kontradiksi dan pertentangan dan juga berisi hal-hal yang ditolak akal.

Demikian juga persekutuan mereka dengan orang-orang Yahudi mendorong


mereka memunculkan orientalisme ini. Orang-orang Yahudi ini mampu
membentuk diri mereka untuk menjadi satu bagian pondasi pada gerakan
orientalisme Eropa yang beragama Nashrani. Orang-orang Yahudi tidak ingin
bekerja didalam gerakan ini sebagai orientalis Yahudi hingga mereka tidak
terpisah dan kemudian kecil pengaruh mereka. Oleh karena itu mereka bekerja
dengan nama orientalis Eropa. Dengan demikian mereka mendapatkan dua
keuntungan:

1. Masuk secara langsung dalam gerakan orientalisme ini


2. Merealisasikan tujuan mereka merusak Islam. Ini yang menjadi keinginan
mayoritas orientalis Nashrani.

Dari sini mereka meniupkan racun melawan Islam dan masuk dalam medan ini
dalam keadaan sembunyi dibawah slogan ilmu.

b. Sebab Kolonialisme.
Walaupun sebab utamanya adalah agama namun ini menjadi perintis untuk
penjajahan negara-negara Islam.

c. Sebab Ilmiyah.
Memang masih ada beberapa individu yang masuk dalam orientalisme dengan
sebab pendorong senang mengetahui peradaban manusia dan pengetahuan
serta aqidahnya.
d. Sebab Ekonomi Dan Perniagaan,
Disamping sebab-sebab di atas ada juga sebab ekonomi dan perniagaan.
Orang-orang Eropa berusaha untuk menguasai negeri timur yang kaya dengan
sumber daya alamnya untuk mendukung ekonomi mereka. Untuk itu diperlukan
satu riset dan penelitian tentang kondisi alam dan lingkungan di negara timur
tersebut. Riset penelitian inilah yang akan mendukung ekonomi Eropa dan
kebangkitan industri mereka setelah revolusi industri yang terjadi setelah masa
kebangkitan mereka.

TUJUAN DAN TARGET ORIENTALISME


Dari penjelasan tentang faktor pendorong dan sebab dibangunnya gerakan
orientalisme ke negeri timur umumnya dan negara Islam secara khusus, dapat
diambil beberapa tujuan gerakan ini sebagai berikut:

1. Gerakan orientalisme ini sejak awal bertujuan untuk menjaga penganut


Nashrani untuk menyusup menjadi Muslim dengan konsentrasi merusak dan
mencoreng wajah indah Islam agar orang-orang Nashrani yakin bahwa Islam itu
tidak benar. (lihat lebih lanjut di kitab al-Mûjiz fil Adyân wal Madzâhib, hlm 181)

2. Kemudian berubah arah penelitian orientalisme setelah itu kepada obyek umat
Islam. Mulailah mereka membuat kebohongan dan kedustaan atas aqidah dan
syariat serta sumber rujukannya, agar melemahkan ruh Islam pada kaum
Muslimin dan menyebarkan perpecahan internal kaum Muslimin serta berusaha
sekuat tenaga untuk mengkristenisasikannya.

3. Kemudian terikat setelah itu dengan penjajahan di negara Islam dengan tujuan
menguatkan kolonialisme tersebut. Dengan ini maka mereka mampu memaksa
negeri-negeri tersebut tunduk menerima pemikiran mereka dan mengagungkan
prinsip dasar kapitalis barat dan menghapus Islam dan orang yang komitmen
dengannya.

Penulis buku al-Fikrul Islâmi al-Hadîts menyatakan bahwa tujuan dan target
orientalis dengan segala jenisnya terfokus pada realisasi sikap jiwa yang rendah
dan menimbulkan perasaaan kurang pada jiwa kaum Muslimin dan orang-orang
timur serta membawa mereka dari jalan ini untuk ridha dan tunduk dengan
bimbingan dan arahan barat. (hlm. 431)

Hal ini membuat para orientalis membuktikan kemajuan dan kehebatan Eropa
dari satu sisi dan menampakkan semua gerakan yang mengajak kepada
komitmen dengan Islam sebagai sesuatu yang kuno dan terbelakang.
Target dan tujuan yang dibawa para misionaris dan orientalis ini masih ada pada
para murid mereka di negeri kita ini. Mereka menganggap kemajuan dan
ketinggian peradaban hanya akan bisa dicapai dengan mengekor dan membeo
kepada barat dan menjauhi Islam yang mereka gambarkan dengan bahasa
fundamentalis dan lainnya.

SARANA ORIENTALISME MELANCARKAN SERANGANNYA


Para tokoh orientalis mengetahui dengan pasti bahwa kaum Muslimin tidak bisa
dilemahkan kecuali dengan menjauhi mereka dari aqidah dan syariat Islam yang
benar. Mereka menggunakan semua sarana yang ada untuk mewujudkan hal ini.
Diantara yang terpenting adalah:

Pertama: Dalam Bidang Karya Tulis (at-Ta’liif).


1. Menulis buku-buku dalam tema yang beraneka ragam tentang Islam,
pemikiran, Rasul dan al Qur`ân. Mayoritas karya tulis ini dipenuhi dengan tahrîf
(penyimpangan) yang bersandar pada penukilan nash-nash atau memotong-
motongnya. Juga dalam memahami realita sejarah dan hasilnya.

2. Mereka bekerja sama menulis ensiklopedia tentang Islam yang diberi nama
“Dâ`irah al-Ma’ârif al-Islâmiyah” dan menerbitkannya dalam berbagai bahasa.
Demikian juga menerbitkan ringkasannya dan dicetak dalam berbagai bahasa
seperti enseklopedia tersebut. Para peneliti Islam menganggap ensiklopedia ini
sebagai karya terbaik para orientalis dalam mewujudkan tujuan mereka terhadap
Islam. Titik bahayanya adalah para orientalis mencurahkan segala kemampuan
dan pena mereka untuk menerbitkan inseklopedia ini. Sehingga sekarang sudah
menjadi sumber rujukan (referensi) bagi banyak peneliti Muslim dalam
penelitiannya. Padahal berisi banyak sekali kerancuan dan kekeliruan serta
fanatis besar dalam melawan Islam dan kaum Muslimin.

Kedua : Dalam Bidang Pendidikan Dan Tarbiyah.


Para tokoh orientalis mengarahkan gerakannya ketengah-tengah lembaga
pendidikan dan tarbiyah dan menggunakannya sebagai sarana merealisasikan
tujuan mereka secara sempurna. Mereka berusaha menanamkan prinsip-prinsip
dasar pendidikan barat (westernisasi pendidikan) dalan jiwa anak-anak kaum
Muslimin.

Demikian juga mereka memberikan ceramah-ceramah umum di perguruan tinggi


dan lembaga pendidikan islam. Hingga mereka dipanggil dan dijadikan dosen
tamu untuk mengajarkan Islam di banyak universitas di Kairo, Damaskus,
Baghdad, Karachi, Lahore, Indonesia dan negara-negara Islam lainnya. Sungguh
berbahaya sekali bagaimana anak-anak kaum Muslimin mengambil agamanya
dari mulut para musuh Islam ?

Ketiga : Dalam Bidang Kemasyarakatan Dan Sosial Kemanusiaan.


Para misionaris dan orientalis mendirikan rumah sakit, lembaga sosial
masyarakat (LSM), sekolah, penampungan pengungsi, panti asuhan dan lain-lain
di negara Islam untuk mewujudkan tujuan mereka mengkristenkan dunia.

Keempat : Mu’tamar (Konfrensi) Dan Musyawarah Dunia.


Pada abad ke-19 mulai mengadakan berbagai konferensi internasional untuk
orientalis (al-Mu’tamar ad-Dauliyah) untuk memperkuat koordinasi dan
kerjasama diantara mereka. Konferensi pertama mereka terjadi di Paris tahun
1873 M, kemudian mengadakan setelah itu beberapa konferensi lagi hingga
mencapai lebih dari tiga puluh konferensi internasional.

Kelima : Majalah-Majalah Orientalisme.


Gerakan orientalisme ini bergerak menerbitkan majalah, buletin dalam jumlah
yang besar dapat mencapai lebih dari 300 majalah dalam berbagai bahasa. Kita
sebutkan sebagai contoh saja:

1. Majalah “al-Islam” tahun 1895 M kemudian digantikan oleh majalah “al-‘Âlam


al-Islâmi” tahun 1906 yaang di terbitkan oleh al-bi’tsah al-Ilmiyah al-Faransiyah di
Maroko.
2. Majalah “Der lslam” pada tahun 1910 M di Jerman.
3. Majalah “Mirlslama” taahun 1912 M di Rusia
4. Majalah “The Muslim Word “ di Inggris tahun 11911 M didirikan oleh Samuel
Marinus Zwemer.

Begitu besar upaya dan kesungguhan musuh-musuh Islam dalam


menghancurkan Islam dan memporakporandakan kesatuan kaum Muslimin.
Semuanya dilakukan untuk menghalangi manusia dari jalan kebenaran.

Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi kita dan menyadarkan kita akan
besar usaha musuh Islam menyesatkan kita semua.

Maraji’
1. Min Iftirâ’ât al-Mustasyriqin ‘Ala al-Ushûl al-Aqîdah fi al-Islam, DR
Abdulmun’im Fu’aad, Maktabah al-Ubaikaan, cetakan pertama tahun 1422/2001
2. Zawâbi’ Fi Wajhis Sunnah Qadîman wa Hadîtsan karya Syaikh Shalâhuddin
Maqbûl Ahmad, Majma’ al-Buhuts al-ilmiyah al-Islamiyah, India, cetakan pertama
tahun 1411-1991.
3. Mausû’ah al-Mustasyriqin , DR Abdurrahman Badawi, Darul Ilmi Lil Malayyin,
Bairut, cet ketiga tahun 1993.
4. Dll.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit


Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Diambil secara bebas dari tulisan Syeikh DR. Rabi’ bin Hadi al-Madkholi
dalam pengantar beliau atas kitab Zawâbi’ Fi Wajhis Sunnah Qadîman wa
Hadîtsan karya Syaikh Shalâhuddin Maqbûl Ahmad, hlm 22).
[2]. Min Iftirâ’ât al-Mustasyriqin ‘Ala al-Ushûl al-Aqîdah fi al-Islam, DR
Abdulmun’im Fu’aad, Maktabah al-Ubaikaan, cetakan pertama tahun 1422/2001,
hlm 6-7)
[3]. Lihat Difâ’ ‘anis Sunnah karya Muhammad bin Muhammad Abi Syahbah, hlm
328
[4]. Diambil dari Min Iftirâ’ât al-Mustasyriqin ‘Ala al-Ushûl al-Aqîdah fi al-Islam,
hlm 18)
[5]. Lihat at-Tabsyîr wal Istisyrâq Hamalât wa Ahqâd, Muhammad Izat ath-
Tahthaawi, hlm 35)
[6]. Diambil dari Min Iftirâ’ât al-Mustasyriqin ‘Ala al-Ushûl al-Aqîdah fi al-Islam,
hlm 19-20)
[7]. Diambil dari Min Iftirâ’ât al-Mustasyriqin ‘Ala al-Ushûl al-Aqîdah fi al-Islam
dengan tambahan dari bebrapa referensi seperti Mausû’ah al-Mustasyriqin).
[8]. (lihat Mausû’ah al-Mustasyriqin, Abdurrahman Badawi hlm 353-356).
[9]. Lihat tentang orientalis ini di Mausû’ah al-Mustasyriqin hlm 529

Read more https://almanhaj.or.id/3850-membongkar-akar-orientalisme.html


SEJARAH PERKEMBANGAN ORIENTALIS
Susmihara Susmihara

ABSTRACT

Minat orang Barat untuk mengkaji Timur termasuk Islam sudah berlangsung cukup lama dan
telah menmpuh fase-fase historis tertentu. Setiap fase perkembangan orientalis itu memiliki ciri
dan tendensi yang berbeda. Fase sebelum melutusnya perang salib, tujuan para oritentalis adalah
memindahkan ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke Eropa. Fase masa perang salib, Peter
sebagai kepala Biara Cluny memerintahan para sarjana dan penerjemah untuk menerjemahkan
teks-teks Arab ke bahasa latin. Dalam proses penerjemahan ini, terjadilah cerita-cerita negatif
yang ditujukan kepada pribadi Nabi Muhammad saw. Cerita-cerita pada dasarnya akibat dari
kekalahan Kristen dalam Perang Salib. Fase masa pencerahan di Eropa ditandai keinginan para
orientalis untuk mencari kebenaran. Pada masa ini kekuatan rasio mulai meningkat sehingga
lahirlah karya-karya yang dianggap objektif, bahkan berisi penghargaan kepada Nabi
Muhammad dan Alquran. Hal ini didorong oleh motif ekonomi dan politik. Orang Barat pada
saat ini, berkeinginan menguasai Timur, oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan Timur secara
objektif dan menyeluruh, agar dapat menyusun strategi untuk mencapai tujuan itu. Mulai abad
ke 19 sampai sekarang para orientalis secara teratur mengadakan kegiatan seperti kongres-
kongres, mendirikan lembaga-lembaga kajian ketimuran, mendirikan organisasi-organisasi
ketimuran dan menerbitkan majalah-majalah.

http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/rihlah/article/view/3182
ENGENAL LEBIH DEKAT TENTANG ORIENTALISME

By: Muhammad Fathurrohman, M.Pd.I

(Guru Sang Dewo (SMPN2 Pagerwojo) & Akademisi UIN Maliki Malang)

Orientalis dan orientalisme diambil dari kata oriental. Oriental berasal dari bahasa
Inggris yang bermaksud ketimuran. Apabila disebut oriental civilization, maka
mengandung pengertian tamaddun timur. Kata orient (Latin: orin) berarti terbit, ada
juga yang mengartikan mempelajari dan mencari sesuatu, kemudian digunakan dalam
bahasa Prancis menjadi orienter yang bermakna menunjukan atau mengarahkan dan
dalam bahasa jerman menjadi Sich Orientiernyang bermaksud mengumpulkan
maklumat dan pengetahuan, dalam bahasa Inggris kata ini diartikan direction of rising
sun (arah terbitnya matahari dari belahan timur). Secara geografis, maka kata ini
mengarah pada negeri-negeri belahan timur, sebagai arah terbitnya matahari dan
secara etnologis berarti bangsa-bangsa timur. Secara luas kata orient juga berarti
negeri-negeri itu terentang dari kawasan timur dekat, yang meliputi Turki dan
sekitarnya hingga timur jauh yang meliputi Jepang, Korea dan Indonesia, dan dari
selatan hingga republik-republik muslim bekas Uni Soviet serta kawasan Timur
Tengah hingga Afrika Utara. Lawan dari kata orientadalah occident yang
berarti direction of setting sun (arah terbenamnya matahari atau bumi belahan barat).

Orientalisme berasal dari kata orient dan isme. Kata isme berasal dari Bahasa Belanda
(Latin: isma, Inggris: ism) yang berarti a doctrine, theory or system (pendirian,
keyakinan dan sistem). Oleh karena itu, secara etimologis orientalisme dapat diartikan
sebagai ilmu tentang ketimuran atau studi tentang dunia timur. Orientalis berasal dari
bahasa Inggris orientalist yang mengandung pengertian orang yang mempelajari seni,
bahasa dan lain-lain yang berkenaan dengan negara-negara Timur. Jadi dapat
disimpulkan dalam tataran etimologis, bahwa orientalisme adalah paham tentang
ketimuran, sedangkan orientalis adalah orang yang melakukan studi ketimuran atau
yang membawa paham tersebut.

Secara terminologis, orientalis adalah sifat umum nama pelaku atau ahli-ahli
ketimuran, artinya dalam beberapa hal siapapun orangnya apakah ia muslim atau non-
muslim, apabila ia telah luas pengetahuannya tentang ketimuran, maka ia sering
dikategorikan secara langsung sebagai orientalis. Hal ini sesuai yang dikemukakan
oleh Oxford, sebagaimana yang dikutip Amien Rais, bahwa orientalis adalah semua
orang yang telah luas pengetahuannya tentang bahasa-bahasa Timur beserta
kesusastraannya.

Definisi ini dibantah oleh pakar yang hanya membatasi pengertian orientalis pada
orang Barat, seperti yang diungkapkan Hanafi, bahwa orientalis ialah segolongan
sarjana-sarjana Barat yang mendalami bahasa-bahasa dunia Timur dan
kesusastraannya, dan mereka menaruh perhatian besar terhadap agama-agama dunia
Timur; sejarahnya, adat istiadatnya dan ilmu-ilmunya. Penulis lebih memilih pada
pendapat yang mengatakan bahwa orientalis hanya dibatasi pada orang-orang Barat,
karena mereka mendalami agama-agama Timur tersebut untuk suatu tujuan dan
kepentingan. Berbeda dengan sarjana Islam yang mendalami agamanya sendiri.
Dalam penentuan batasan orientalis ini, penulis selain menekankan geografis tapi juga
menekankan pada tujuan. Maka siapa saja yang mengkaji Islam untuk menghancurkan
Islam, itulah yang disebut orientalis. Di samping itu, orang yang mengkaji Islam
secara obyektif yang berasal dari Barat, maka juga disebut orientalis.

Sedangkan orientalisme, secara terminologis dan sederhana, adalah suatu bidang


kajian keilmuan atau dalam pengertian sebagai suatu cara, metodologi yang memiliki
kecenderungan muatan integral antara orientalisme dengan kegiatan-kegiatan lain
yang bertujuan untuk menguasai, memanipulasi bahkan mendominasi dunia Timur.
Sedangkan seorang penulis Turki, Abdul Haq Ediver, sebagaimana dikutip
Darmalaksana, menyodorkan pengertian orientalisme secara umum, yaitu suatu
pengertian sempurna yang terkumpul dari sumber pengetahuan asli mengenai bahasa,
agama, budaya, geografi, sejarah, kesusastraan dan seni-seni bangsa Timur.

Denis Sinor, sebagaimana yang dikutip Ibrahim, menyodorkan definisi sebagai


berikut: orientalis adalah satu cabang kesarjanaan yang menggunakan cara-cara Barat
untuk menjelaskan permasalahan-permasalahan di Timur termasuk wilayah-wilayah
yang berada di Timur dari benua Eropa. Sedangkan menurut Edward Said,
orientalisme memiliki beberapa fase definisi yang berbeda beda sesuai dengan
perkembangan gerakan orientalisme itu sendiri:

1. Pada fase pertama orientalisme, Edward Said mendefinisikannya sebagai, “Suatu


cara untuk memehami dunia Timur, berdasarkan tempatnya yang khusus dalam
pengalaman manusia Barat Eropa.” Definisi ini masih sangat global dan luas,
dimana orang-orang Barat masih dalam tahap pencarian dan pemahaman tentang
dunia Timur.
2. Pada fase kedua Edward Said mendefinisikan orientalisme sebagai “Suatu gaya
berfikir yang berdasar pada perbedaan ontologis dan epistemologis yang dibuat
antara ‘Timur’ (the Orient) dan ‘Barat’ (the Occident)”. Perbedaan ontologis dan
epistemolois yang di maksud dalam definisi Edward meliputi seluruh bidang
kehidupan, baik politik, ekonomi, budaya, etika, gaya hudup dan lainnya, dengan
memakai metode akademis dan gaya ilmiah. Pada tahap ini orientalisme dengan gaya
ilmiahnya mencari titik-titik kelemahan dunia Timur untuk dijadikan acuan perbedaan
antara dunia Timur dan Barat, kemudian mengambil yang bermanfaat dari dunia
Timur untuk perkembangan dunia Barat. Pada giliranya kajian yang berlabel
akademik dan ilmiah itu bermuara pada tuduhan dan penghinaan bahwa dunia Timur
adalah primitif dan tidak berperadaban dan harus mengikuti Barat yang berperadaban.
3. Pada fase ketiga menurut Edward Said, orientalisme adalah “suatu yang
didefinisikan lebih historis dan material dari kedua arti yang telah di terangkan
sebelumnya”. Di mulai pada akhir abad ke-18 M. dimana orientalisme dapat dibahas
dan dianalisa sebagai lembaga hukum untuk berurusan dengan dunia Timur, dengan
membuat pernyataan-pernyataan tentangnya, mengajarinya, menjadikannya sebagai
tempat pemukiman, dan memerinthanya. Pendeknya, orientalisme sebagai gaya Barat
untuk mendominasi, menata kembali dan menguasai Timur.
4. Fase keempat yaitu sekitar abad ke-19 sampai abad ke-20, telah dibuat asumsi bahwa
dunia Timur dengan segala isinya, jika bukan secara paten inferior terhadap Barat,
maka ia memerlukan kajian koreksif oleh Barat. Dunia Timur dipandang sekan-akan
berada dalam wadah berupa ruang kelas, pengadilan pidana, penjara dan manual
bergambar. Jadi orientalisme adalah “pengetahuan mengenai dunia Timur yang
menempatkan segala sesuatu yang besifat Timur dalam mata pelajaran sekolah,
mahkamah, penjara, atau buku-buku pegangan untuk tujuan penelitian,
pengkajian, pengadilan, pendisiplinan, atau pemerintahan atasnya”

Kalau dalam definisi yang dilakukan oleh Edward W. Said Oriental masih dalam
makna dunia Timur secara global, baik itu Timur jauh (the Far Orient) yang meliputi
wilayah China, India, Jepang, Korea dan wilayah Asia Tengggara maupun wilayah
Timur dekat (the near Orient) yang meliputi wilayah Irak, Iran, Syiria, Lebanon, Arab
Saudi, atau yang mencakup seluruh wilayah Arab, belum di pertegas dengan dunia
Timur (Islam).
Maka Musthafa al-Damiry, sebagaimana yang dikutip Hikmah, memperjelas bahwa
kajian orientalisme yang dimaksud adalah oriental Islam (dunia Timur Islam). Dalam
bukunya al-Tabsyir Wa al-Istisyroq beliau menulis, “Pemahaman dan
definisi orientalisme itu adalah, kegiatan yang berlabelkan akademis yang
dilakukan oleh orang-orang Barat kafir tentang Islam dan Umatnya dari
seluruh aspek, baik yang berhubungan dengan akidah, syariah, budaya,
peradaban, sejarah, undang-undang, dengan tujuan ingin mengaburkan
(tasywih) makna-makna Islam yang benar, membuat keraguan serta
menyesatkan Umat Islam.

Sedangkan Muhammad Salih al-Bundaq mendefinisikan orientalisme sebagai berikut:


satu gerakan yang mempunyai wacana ilmiah dan bertujuan keagamaan berdasarkan
jumlah mereka yang sering meimbulkan polemik (secara umumnya terdiri orang-
orang Barat dan lain-lain lagi). Gerakan ini mempunyai kecenderungan mempelajari
hal ihwal ketimuran, seperti kesusastraan, kebudayaan, keilmuan, keagamaan, sejarah,
bahasa, antropologi dan seterusnya. Sekelompok dari mereka memberikan perhatian
yang besar terhadap agama Islam, seperti pengkajian terhadap al-Qur’an, Nabi SAW,
sunnah, kelompok-kelompoknya, bahasa, sejarah dan apa yang berkaitan dengan
agama Islam sendiri. Mereka mempelajari bahasa Arab untuk tujuan itu dan
memperkembangkan hasil penelitian itu untuk tujuan politik.

Dari definisi-definisi di atas dapat kita pahami bahwa orientalisme dari maknanya
yang sangat global kepada makna yang khusus, lalu mengerucut menuju pemahaman
Barat terhadap dunia Islam. Sehingga tidak heran pada perkembangan gerakan
orientalisme selanjutnya terfokus pada acuan mendiskreditkan, menghina, menuduh
Islam sebagai fundamentalis, teroris dan sebagainya, dengan memakai kedok
akademis dan ilmiah. Jadi yang dimaksud orientalisme adalah kegiatan yang
berlabelkan akademis yang dilakukan oleh orang-orang Barat terhadap Islam dengan
tujuan untuk mendiskreditkan Islam. Para orientalis berusaha mengkaji dan
mempelajari agama Islam dalam berbagai segi, baik secara ontologis, epistemologis
dan aksiologis. Setelah itu, mereka mengeluarkan tuduhan terhadap Islam yang
sifatnya menghancurkan atau mendiskreditkan Islam.

https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/23/mengenal-lebih-dekat-tentang-orientalisme/

Anda mungkin juga menyukai