Anda di halaman 1dari 13

ORIENTALISME DALAM KARYA SASTRA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Poskolonialisme

Disusun oleh: Kelompok 5

Reza Dhuha Ramadhan 191010700444


Dicky Arianda 191010700439
Choirul Rizal 191010700408
Winda Maharani 191010700510
Sindy Ayuni 191010700199
Siti Haeriah 191010700189
M. Alviandi 191010700240

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS PAMULANG

Jl. Surya Kencana No.1, Pamulang - Tangerang Selatan, Banten 2022


BAB Ⅰ
PENDAHULUAN

1.1 Orientalisme

Orientalisme adalah disiplin keilmuan Barat pada abad ke-18 dan 19, yang

mencakup studi tentang bahasa, sastra, agama, filsafat, sejarah, seni, dan hukum

masyarakat Asia zaman dulu. Orientalisme secara harfiah berasal dari kata Orient dan

isme,“Orient” artinya Timur dan “Isme” artinya paham. Orientalisme adalah sebuah

istilah yang berasal dari kata “orient” bahasa Perancis yang secara harfiah berarti

“Timur”. Sedangkan secara geografis berarti “dunia belahan timur”, dan secara etnologis

berarti “bangsa-bangsa di Timur”. Oriental adalah sebuah kata sifat yang berarti “hal-hal

yang bersifat Timur” yang cakupannya amat luas. Sedangkan “isme” (bahasa Belanda)

atau “ism” (bahasa Inggris) menunjukkan pengertian tentang sesuatu paham. Jadi

Orientalisme adalah suatu paham atau aliran yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang

berkaitan dengan bangsa-bangsa di Timur dan lingkungannya. Ada tiga istilah yang

berkaitan dengan Orientalisme, adalah:

1. Orient. Orient berarti wilayah timur, bangsa Timur atau kebudayaan Timur. Kata

ini berlawanan dengan istilah Occident yang artinya barat, bangsa Barat atau

kebudayaan Barat.

2. Orientalist. Orientalis adalah para sarjana atau ahli tentang ketimuran. Mereka ini

mempelajari budaya ketimuran. Mereka terdiri dari filolog, sosiolog, antropolog,

linguism, sainstism dan juga teolog. Awalnya adalah studi ilmiah yang bersifat

objektif dan akademis. Namun sulitnya tujuan mulia itu kemudian diboncengi

dengan kepentingan yang tidak baik misalnya kapitalisme yang muaraya menjadi

kolonialisme.

1
3. Orientalism. Kata ini berasal dari kata Orient (timur) dan isme (paham). Jadi

orientalisme adalah ideologi atau paham ketimuran. Dari pengertian itulah maka

orientalisme mempunyai banyak pengertian. Sedangkan secara etnologis kata

occident maknanya adalah bangsa-bangsa yang berasal dari dunia Barat atau dari

Eropa dan Amerika Utara (sekarang). Occidental merupakan kata sifat dari

bahasa Inggris yang artinya adalah segala sesuatu yang bersifat kebaratan.

Selanjutnya Occidentalisme, secara bahasa, dapat diartikan sebagai segala sesuatu

yang berhubungan dengan dunia Barat. Sasaran yang hendak dicapainya adalah

mencipta kekeliruan sebanyak banyaknya di kalangan pemuda-pemuda yang

belum matang dan mudah ditipu itu dengan cara menanamkan benih keraguan,

sinisme, dan skeptisisme terhadap bangsanya sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Penulis sudah menyusun sebagian permasalahan yang hendak dibahas dalam

makalah ini. Ada pula sebagian permasalahan yang hendak dibahas dalam karya tulis ini

antara lain:

1. Apa pengertian Orientalisme?

2. Apa faktor yang mendasari Orientalisme?

3. Bagaimana Orientalisme dalam sebuah karya sastra?

1.3 Tujuan masalah

Bersumber pada rumusan permasalahan yang disusun oleh penulis di atas, hingga

tujuan dalam penyusunan makalah ini merupakan bagaikan berikut:

1. Menjelaskan pengertian Orientalisme!

2. Mengklasifikasi faktor-faktor pemicu paham Orientalisme!

3. Mengidentifikasikan Orientalisme di dalam sebuah karya sastra?

2
BAB Ⅱ
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Orientalisme

Menurut Edward Said, arti orientalisme terkait dengan tiga fenomena yang

melatarbelakanginya. Pertama, seorang orientalis adalah orang yang mengajarkan,

menulis tentang, atau meneliti Timur, baik orang yang bersangkutan adalah seorang ahli

antropologi, sosiologi, sejarah, maupun filologi, baik dari segi umum maupun khususnya,

dengan mengklaim bahwa dirinya memiliki pengetahuan dan memahami

kebutuhan-kebutuhan Timur. Kedua, suatu gaya berpikir yang berdasarkan pembedaan

ontologis dan epistemologis yang dibuat antara ‘Timur” (the Orient) dan (hampir selalu)

“Barat” (the Occident). Ketiga, dan yang paling signifikan bagi Said : Orientalisme dapat

didiskusikan dan dianalisis sebagai institusi yang berbadan hukum untuk menghadapi

Timur, yang berkepentingan membuat pernyataan tentang Timur, membenarkan

pandangan-pandangan tentang Timur, mendeskripsikannya, dengan mengajarkannya,

memposisikannya, menguasainya. Pendeknya orientalisme adalah cara Barat untuk

mendominasi, merestrukturasi dan menguasai Timur.

2.2 Faktor-faktor Pendorong Paham Orientalisme

Relasi kuasa dalam Orientalisme Edward Said mengartikan bahwa orientalisme

merupakan gaya pikir yang menciptakan relasi kuasa antara Timur dan Barat. Sehingga

kajian orientalisme ini pada akhirya menciptakan relasi-relasi kekuasaan sebagai berikut:

● Kolonialisme
Setelah banyak mengalami kekalahan dalam peperangan Salib, bangsa Eropa

tidak berputus asa untuk kembali berusaha menjajah negara-negara Arab dan seluruh

negara Islam dengan berbagai cara. Salah satunya, mereka mempelajari negara-negara

Islam baik dari segi ideology, adat-istiadat, perilaku, kekayaan alam, bahasa dan lain-lain.

3
Orientalisme dan kolonialisme mempunyai hubungan yang erat guna mewujudkan

cita-cita bangsa Eropa. Terlebih setelah kekalahan kaum salibis, tujuan gerakan

orientalisme, melebur dengan tujuan perang salib, seolah-olah gerakan orientalisme

sebagai pengganti strategi kaum salibis, dari perang fisik berganti menjadi perang

pemikiran. Ini termaktub dalam wasiat Louis. Raja Perancis yang juga merupakan

pemimpin pasukan salib ke 8, yang mengalami kegagalan dan kekalahan sehingga

menjadi tawanan di sebuah keluarga Mesir tepatnya di kota Mansurah sampai akhirnya

ditebus dengan jumlah yang besar. Setelah Louis kembali ke Perancis, ia berpikir dan

yakin bahwa peperangan bukanlah strategi yang tepat untuk bisa meraih kemenangan dan

mengalahkan umat Islam, karena umat Islam amat memegang teguh agamanya dan rela

berjihad, mengorbankan jiwa dan raganya demi membela agama Islam. Harus dengan

strategi lain! Yaitu mengalihkan pemikiran dan perhatian umat Islam terhadap agamanya

melalui jalan perang pemikiran. Oleh karena itu, cendekiawan-cendekiawan Eropa

berbondong-bondong mempelajari Islam untuk dijadikan senjata dalam memerangi Islam.

● Ekonomi
Ekonomi Di antara motif-motif yang mendorong kuat orang-orang Barat

melakukan gerakan orientalisme adalah keinginannya menguasai pasar-pasar

perdagangan, lembaga-lembaga keuangan, kekayaan alam dan mengekspor

sumber-sumber alam migas maupun non migas dengan harga semurah mungkin

● Politik

Setelah negara-negara Islam terlepas dari penjajahan yang zalim, kekuatan dan

taktik kolonialisme terus berjalan, antara lain dengan menempatkan orang-orang pilihan

yang berpengalaman dan luas pengetahuannya mengenai dunia Islam di

kedutaan-kedutaan dan konsulat-konsulat mereka untuk memenuhi kepentingan politik

kolonialismenya di negara-negara Islam. Misalnya, Snouck Hurgronje, seorang orientalis

asal Belanda, melakukan berbagai studi untuk menggambarkan keadaan dunia Timur,

4
khususnya mengenai kehidupan kaum Muslim. Melalui disertasinya yang berjudul Het

Mekkaansche Feest, Snouck Hurgronje melakukan penelitian terhadap kehidupan muslim

di tanah Arab, khususnya mengenai aktivitas haji. Pada 1884, Snouck Hurgronje diangkat

menjadi konselir Belanda di Jeddah (sekarang Arab Saudi) karena kemampuannya

mengenai dunia Timur. Sehingga, pemerintah Belanda bisa mendapatkan informasi

penting yang bisa diolah menjadi kebijakan yang tepat sasaran. Salah satu contoh

terkenalnya adalah bagaimana Snouck Hurgronje memberikan nasihat kepada pemerintah

Belada mengurangi jumlah orang yang pergi haji, karena memberikan pengaruh "buruk"

kepada masyarakat Hindia-Belanda. Buruk di sini dalam artian bahwa orang Indonesia

yang pergi haji bisa berinteraksi dengan masyarakat luar dan memberikan berbagai

kesadaran, termasuk aktivitas politik dan nasionalisme. Snouck Hurgronje pun kemudian

melakukan perjalanan ke berbagai wilayah di Pulau Jawa setelah berakhir jabatannya

sebagai konselir. Ia melakukan penelitian ke wilayah Sukabumi, Bandung, Garut, Tegal,

Pekalongan, Banyumas, Wonosobo, Purworejo, Kebumen, dan beberapa daerah lainnya.

Pada 1890, Snouck kembali ke Batavia dan dikirim oleh Belanda dalam misi ke Aceh. Di

Aceh, ia mempelajari bahasa dan berbagai budaya lokal yang digunakan pemerintah

Belanda untuk meredam Perang Aceh. Pada 1900, Snouck menerbitkan sebuah buku

tentang hal ini yang berjudul Studies in the Acehnese language (Atjehsche taalstudiën).

Bersama Raden Hadji Hasan Moestafa dari Garut, Snouck Hurgronje untuk

mengembangkan wawasan pendidikan agama di daerah tersebut. Dari perjalanan tersebut,

Snouck menerbitkan buku The Acehnese (De Atjehers), yang menggambarkan segala

aspek kehidupan masyarakat Aceh, situasi politik, agama, bahasa, tradisi dan adat, dan

lain-lain. Melalui berbagai penelitiannya inilah, pemerintah Belanda mengetahui berbagai

hal terkait masyarakat lokal Aceh dan dapat menyusun strategi untuk menaklukkan

Perang Aceh.

5
● Moral

Kekuasaan Moral Dalam relasi kuasa yang bersifat moral, wacana orientalisme

berperan dalam menentukan apa yang baik dan tidak baik dilakukan oleh Timur. Hal ini

tentunya didasari oleh cara pandang manusia Barat mengenai relasinya dengan Timur

dalam hubungan superior-inferior dan beradab-tidak beradab. Nilai-nilai moral yang

harus dipegang oleh Timur distandarisasi oleh pengalaman-pengalaman hidup di Barat.

Segala nilai moral yang baik adalah berasal dari Barat. Pada intinya, orientalisme

merupakan sebuah kajian yang dilakukan oleh sarjana Barat yang menitikberatkan

geografis imajiner pada dunia Timur. Pengetahuan-pengetahuan mengenai dunia Timur

sendiri merupakan hasrat yang ingin dipenuhi oleh sarjana-sarjana Barat dan sarat akan

kepentingan kekuasaan.

● Keilmuan

Intelektual Dalam relasi kuasa yang bersifat intelektual, wacana orientalisme

berperan dalam mendidik Timur melalui sains, linguistik, dan pengetahuan lainnya.

Menurut Edward Said, Timur direkonstruksi sebagai sebuah kawasan yang terisolasi dari

kemajuan-kemajuan Eropa dalam bidang sains, seni, dan perdagangan. Tesis-tesis

mengenai keterbelakangan, degenerasi, dan juga ketidaksetaraan Timur pada awal abad

ke-19 seringkali muncul bersamaan dengan

gagasan dasar biologis tentang ketidaksetaraan rasial. Contohnya dalam karya-karya

seperti Le Regne Animal karya Cuvier, Essai sur L'inegalite des Races Humanines karya

Gobineau, dan The Races of Man karya Robert Knox. Hal ini memunculkan validasi bagi

Barat untuk melakukan imperialisme kepada dunia Timur. Dalam karya John Westlake

yang berjudul Chapters on the Principles of International Law misalnya, wilayah-wilayah

di dunia yang "tidak beradab" harus dianeksasi oleh kekuatan yang "maju", dalam artian

melakukan "edukasi" dan meningkatkan peradaban.

6
● Kultural atau Budaya

dalam relasi kuasa yang bersifat kultural, wacana orientalisme berperan dalam

mengkanonisasi selera, teks, dan juga nilai-nilai di Timur. Adanya kanonisasi (penetapan

standar) terhadap hal-hal yang bersifat artistik dan kultural bisa berdampak baik maupun

buruk, menciptakan dominasi yang timpang. Dalam berbagai lukisan yang dibuat oleh

orang-orang Barat mengenai dunia Timur misalnya, orang Timur sering digambarkan

secara eksotis, erotis, dan sensual. Selain itu, sering juga terjadi cross-cultural dressing

dalam berbagai lukisan Barat. Misalnya dalam lukisan berjudul Self Potrait in Oriental

Costume yang dilukis oleh William Holman Hunt pada 1867. Adanya penggambaran

seperti ini, menurut Christine Riding, Kepala Departemen Kuratorial di The National

Gallery, London, merupakan ambisi orientalis untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam

artian mendapatkan perhatian dari audiens Barat. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Edward Said, bahwa Timur merupakan sebuah metafora yang dalam wacana Barat

hanyalah berfungsi layaknya panggung dramaturg

2.3 Pengaruh Orientalisme/Kolonialisme di dalam karya sastra

Menurut Katrin Bandel, karya sastra termasuk produk budaya yang sejak awal

menjadi perhatian studi poskolonial. Bahkan jauh sebelum munculnya istilah “sastra

poskolonial”, sastrawan-sastrawan dari negeri terjajah atau dari negara poskolonial

menulis dengan mempersoalkan pengalaman pasca jajahan dalam karya-karya mereka.

(Bandel, 2013: 180). Dengan begitu, maka sastra poskolonial dapat diartikan sebagai

karya sastra yang ditulis oleh seorang penulis yang hidup di negara kolonial.

Secara tidak langsung, sastra Indonesia dapat didefinisikan sebagai sastra

poskolonial. Sebab, disadari atau tidak, setiap pengarang yang ada di Indonesia

terpengaruh dengan adanya zaman kolonial serta paham Orientalisme. Di dalam kasus

7
tersebut, maka secara perlahan sastra dapat merekam semua kejadian sosial yang ada

pada masa itu dengan meninjau karya-karya yang terlahir pada zaman kolonial. Seperti

novel Bumi Manusia yang menggambarkan bagaimana kolonialisme dan paham

orientalisme berlangsung. Berikut Analisis singkatnya:

2.3 Orientalisme dalam Novel Bumi manusia

Minke adalah seorang pribumi yang bersekolah di H.B.S., berdarah priyayi.

Suatu hari, ia diajak oleh teman sekolahnya, Robert Suurhof ke rumah Robert Mellema,

seorang Indo –anak orang Belanda bernama Herman Mellema dan gundiknya, Nyai

Ontosoroh. Dikediaman Robert Mellema, Boerderij Buitenzorg, Minke bertemu Annelies

Mellema, seorang gadis Indo dan Nyai Ontosoroh. Dengan cepat, Minke menjadi bagian

dari kisah hidup Annelies dan Nyai Ontosoroh. Annelies jatuh hati pada Minke, pun

sebaliknya. Nyai Ontosoroh pun mendukung hubungan keduanya. Sayangnya, kematian

tuan Herman Mellem membuat Annelies dan Minke yang menikah berada di ujung

tanduk karena pernikahan pribumi dan Indo tidak dibenarkan di hukum Belanda, Annelies

pun dibawa ke Belanda. Pada masa kolonial Belanda di Hindia Belanda, tingkat sosial

dibagi menjadi tiga yaitu: orang Eropa, asing (Arab, Cina, dsb) dan yang terendah adalah

pribumi. Tingkat sosial tersebut bisa dilihat dalam novel Bumi Manusia, pada perkataan

yang dilontarkan oleh seorang Belanda, Herman Mellema kepada Minke, si pribumi.

Kutipan

“Kowe kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa
sedikit bicara Belanda lantas jadi Eropa? Tetap monyet!” (hal.64)

Minke yang menemani temannya, Robert Suurhof ke rumah Robert Mellema dan

berkenalan dengan Annelies serta Nyai Ontosoroh, diundang untuk makan malam di

kediaman Mellema. Di tengah menikmati makan malam, Herman Mellema datang dan

8
dengan sinis mengomentari Minke yang berusaha tampil seperti Eropa sebagai monyet,

setara dengan hewan pemakan pisang. Hal ini menyiratkan kalau orang Eropa (Barat)

menganggap dirinya lebih tinggi dan beradab dibanding Pribumi (Timur). Bahkan, anak

keturunan Belanda dan Pribumi pun menganggap pribumi sebagai bawahan. Dalam Bumi

Manusia, tokoh Robert Mellema, anak campuran Belanda dan gundik sangat

mengagungkan Eropa, dia membenci Ibunya yang seorang pribumi.

Kutipan:

“.... Bagi dia (Robert Mellema) tak ada yang lebih agung daripada jadi
orang Eropa dan semua Pribumi harus tunduk padanya….” (Nyai Ontosoroh,
hal.97)

Di contoh lain yang digambarkan dalam Bumi Manusia adalah anggapan kalau

Pribumi (Timur) identik dengan kasar, tidak beradab, dan tidak sopan apabila

dibandingkan dengan Eropa (Barat) dan peradabannya yang dianggap ‘tinggi’ seperti

yang di dialog Dokter Martinet (dokter keluarga Mellema yang tengah mengobati

Annelies yang jatuh sakit) dan Minke.

Kutipan:

“Tak boleh ada kata keras, kasar, mengecewakan. [...]...Terutama ini


kukatakan karena pria Pribumi belum terbiasa memperlakukan wanita dengan
lemah-lembut dan sopan, ramah dan tulus. Setidak-tidaknya begitu yang dapat
kuketahui, kudengar, juga kubaca.Tuan telah mempelajari adab Eropa selama
ini, tentu Tuan tahu perbedaan antara sikap pria Eropa dan pria Pribumi
terhadap wanita. Kalau Tuan sama dengan pria Jawa pada umumnya, anak ini
takkan berumur panjang.” (Dokter Martinet, hal.301)

Said dalam Orientalisme menyebutkan bahwa Barat dan Timur memiliki

sejarah,pemikiran, kosakata, dan citranya sendiri. Bagi Timur, proses tersebut membuat

Timur ‘ada secara eksotik’ dan bagi Barat. Sebaliknya, hal ini menciptakan ‘ada secara

9
dominan’. Dalam novel Bumi Manusia, anggapan bahwa Barat lebih dominan dan tinggi

derajatnya, diakui oleh pribumi (Timur) diperlihatkan dalam adegan ketika Herman

Mellema ditemukan tewas di rumah bordil Babah Ah Tjong dan anggota keluarga

Mellema beserta Minke terlibat dalam pengadilan untuk mengusut kematian Herman .

Nyai Ontosoroh skeptis kalau mereka (Pribumi) bisa memenangkan pengadilan dan

menyeret Babah Ah Tjong yang tingkat sosialnya lebih tinggi (Cina) ke meja hijau.

Terlebih jika berurusan dengan orang Eropa (anak dari istri resmi Herman Mellema)

dalam urusan harta waris.

Kutipan:

“... Bagi mereka Pribumi mesti salah, orang Eropa harus bersih, jadi
pribumi pun sudah salah. Dilahirkan sebagai Pribumi lebih salah lagi.” (Nyai
Ontosoroh, hal.413)

10
BAB Ⅲ
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Orientalisme sebagai konstruksi yang dilakukan oleh Barat terhadap dunia Timur

dengan landasan yang bersumber pada pengalaman hidup dan budaya di Barat. adanya

pandangan Barat sebagai superior dan Timur adalah inferior, bahwa kaum yang terjajah

menganggap tinggi sang penjajah serta sebaliknya. Kolonialisme lantas membawa konsep

peradaban modern yang meninggikan Barat, memandang Timur sebagai kurang beradab.

Faktor-faktor Orientalisme diantaranya Kolonialisme, Ekonomi, Keilmuan, Kultural atau

budaya, politik dan mental.

Yang mana hal tersebut tergambar dalam Novel Bumi Manusia yang kali ini

penulis teliti dengan pendekatan orientalisme, pada Tokoh Minke dan nyai ontosoroh

yang menganggap Eropa lebih baik dibanding budaya Jawa, mereka pun melakukan

mimikri dalam cara berpakaian dan bicara, serta memarjinalisasikan Jawa, Hal tersebut

berarti kolonialisme mengubah pola pikir dan tingkah laku masyarakat terutama pribumi

yang bersinggungan dengan Belanda. Orientalisme pada novel ini tergambar juga pada

toko Herman mellema seorang Belanda yang mengomentari seorang pribumi berdandan

ala eropa serupa monyet, Hal ini menyiratkan kalau orang Eropa (Barat) menganggap

dirinya lebih tinggi dan beradab dibanding Pribumi (Timur).

11
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, D. I. (2020). Kritik Bryan S Turner atas Hegemoni Sosiologi Barat


“Telaah Kolonialisme di balik Gerakan Orientalisme”.
Noer, Pramoedya Ananta. (2005). Bumi Manusia. Jakarta Timur : Lentera
Dipantara.
Widya Lestari Ningsih. (2022, April 6). Apa Itu Orientalisme? Halaman all -
Kompas.com. KOMPAS.com; Kompas.com.
https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/06/170000879/apa-itu-orientali
sme-?page=all
Yasa, I. N. (2013). Orientalisme, Perbudakan, dan Resistensi Pribumi Terhadap
Kolonial dalam Novel-Novel Terbitan Balai Pustaka. Jurnal Ilmu Sosial dan
Humaniora, 2(2).

12

Anda mungkin juga menyukai