Anda di halaman 1dari 16

PAPER METODOLOGI STUDI ISLAM

ANALISIS METODOLOGI STUDI ISLAM TERHADAP


ORIENTALISME VS OKSIDENTALISME
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu: Asep Maulana Rohimat, S.H.I., M.S.I.

Disusun oleh Kelompok 5:


1. Nanda Ragita Pramesti (205211124)
2. Latifah Antonia Siwi (225211161)
3. Amalia Fauziyah (225211166)
4. Neshya Adwinanda Adityarani (225211188)
5. Hafizh Yafi’ Anwar (225211196)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
TAHUN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melakukan kajian tentang perkembangan pemikiran tentang orientalisme
dan oksidentalisme bukanlah hal yang mudah. Meskipun kajian orientalisme
telah berkembang cukup lama, namun untuk melacak dinamika
intelektualismenya harus melibatkan banyak elemen dan beberapa variabel.
Maka dari itu tulisan ini kita buat untuk membahas tentang pengertian
pergerakan dan cara pandang Barat dan Timur, kita juga akan membahas awal
mula dari cara pandang tersebut serta tujuan dari setiap pandangan.
Dalam perspektif Timur, Barat sering digambarkan sebagai
materialisme, kapitalisme, rasionalisme, dinamisme, saintisme, positivisme, dan
sekularisme. Sedangkan di Barat menganggap Timur sebagai kemiskinan,
kebodohan statis, fatalistis, dan kontemplatif. Barat secara Geografis dan
Teologis terletak di bagian Dunia sebelah Barat benua Eropa dan Amerika dan
menganut agama Kristen dan Yunani. Sedangkan Timur terletak di Timur yang
menganut Agama Islam serta Cina Kuno. Sebelum kita mendalami sejarah
maupun asal-usul dari pandangan-pandangan tersebut, kita harus mengetahui
pengertian dari pandangan itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja teori mengenai orientalisme dan oksidentalisme?
2. Apa saja tujuan orientalisme dan oksidentalisme?
3. Siapa saja tokoh-tokoh orientalisme dan oksidentalisme?
4. Apa saja contoh-contoh orientalisme dan oksidentalisme?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori-teori mengenai orientalisme dan oksidentalisme.
2. Untuk mengetahui tujuan orientalisme dan oksidentalisme.
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh orientalisme dan oksidentalisme.
4. Untuk mengetahui contoh-contoh orientalisme dan oksidentalisme.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Orientalisme
1. Teori Orientalisme
Menurut Longman Dictionary of English Language (1984):
"Orientalisme berasal dari kata orient yang berarti Timur, sebagai lawan kata
occident yang berarti Barat". Dengan demikian, orientalisme adalah hal-hal
yang berhubungan dengan masalah ketimuran, dan secara khusus
orientalisme adalah scholarship or learning in oriental subject, kesarjanaan
atau pengkajian dalam bidang-bidang kajian ketimuran" (Buchari, 2006).
H. M. Joesoef Sou'yb (1985): "Orientalisme berasal dari kata orient,
bahasa Prancis, yang secara harfiah berarti Timur, secara geografis berarti
dunia belahan Timur, dan secara etnologis berarti bangsa-bangsa di Timur.
Kata orient itu memasuki berbagai bahasa di Eropa, termasuk bahasa Inggris.
Oriental adalah sebuah kata sifat yang berarti hal-hal yang bersifat Timur,
yang sangat luas ruang lingkupnya." Suku kata isme (Belanda) atau ism
(Inggris) menunjukkan pengertian tentang sesuatu paham. Jadi, orientalisme
berarti suatu paham atau aliran, yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang
berkaitan dengan bangsa-bangsa di Timur beserta lingkungannya (Buchari,
2006).
Ali Husni Al-Kharbouly (1976): "Kata orientalisme diambil dari akar
kata Syarq (Timur) yang artinya tempat terbitnya matahari, jadi kata
orientalisme adalah ilmu tentang Timur atau ilmu pengetahuan tentang dunia
Timur” (Buchari, 2006).
Prof. Tk. H. Ismail Jakub, S.H., M.A. (1970): "Orientalisme terdiri
atas perkataan oriental dan isme. Oriental artinya bersifat Timur, dan isme
artinya kata penyambung yang menunjukkan sesuatu paham, ajaran, cita-
cita, cara, sistem, atau sikap. Maka orientalisme dapat diartikan ajaran dan
paham yang bersifat Timur, Tegasnya tentang soal-soal Timur” (Buchari,
2006).

2
A. Muin Umar (1978): "Orientalisme berasal dari kata orient dan
isme. Orient artinya Timur dan isme artinya paham. Lawannya adalah
occidentalisme yang terdiri atas kata occident artinya Barat dan isme artinya
paham. Di dalam orientalisme, apabila kita menyebut orient artinya semua
wilayah yang terbentang dari Timur Dekat sampai ke Timur Jauh dan juga
negara-negara yang berada di Afrika Utara dan Tengah" (Buchari, 2006).
Abdul Haq Adnan Adivar (1953): Orientalism is an organic whole
which is composed of the knowledge derived from the original sources
concerning the language, religion, culture, history, geography, literature,
and arts of the orient (Orientalisme adalah suatu pengertian yang lengkap di
mana dikumpulkan pengetahuan yang berasal dari sumbernya yang asli yang
berkenaan dengan bahasa, agama, kebudayaan, sejarah, ilmu bumi,
etnografi, kesusasteraan, dan kesenian yang berada di Timur)" (Buchari,
2006).
Kata orientalisme adalah kata yang dinisbatkan kepada sebuah studi
atau penelitian yang dilakukan oleh selain orang Timur terhadap berbagai
disiplin ilmu ketimuran, baik bahasa, agama, sejarah, dan permasalahan-
permasalahan sosio-kultural bangsa Timur. Atau ada juga yang mengatakan
orientalisme adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang ketimuran
(el-Badawiy & Ghirah, 2007). Dapat ditarik kesimpulan bahwa orientalisme
merupakan studi yang mempelajari tentang Timur yang dilakukan oleh orang
Barat.
2. Tujuan Orientalisme
Terdapat beberapa tujuan dari orientalisme, diantaranya:
1. Memurtadkan kaum muslim dari agamanya sendiri, dengan cara
memutus dan memecah belah jamaah meraka kepada kelompok-
kelompok kecil yang saling membenci satu sama lain (el-Badawiy &
Ghirah, 2007).
2. Melemahkan rohani umat Islam dan menciptakan perasaan selalu
kekurangan dalam jiwanya, untuk kemudian membawa mereka kepada

3
sikap pasrah dan tunduk kepada kehendak serta arahan orang-orang Barat
(el-Badawiy & Ghirah, 2007).
3. Mendistorsi ajaran Islam dengan cara menutup-nutupi kebenaran dan
kebaikan ajarannya, supaya masyarakat awam menganggap bahwa Islam
sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman, oleh karenanya tidak
layak untuk dijadikan pedoman hidup kaum muslim. Hal ini adalah
sesuatu yang paling berbahaya yang selalu dipropagandakan para
orientalis dan misionaris. Padahal sejarah membuktikan bagaimana
perlakuan baik yang ditunjukkan kaum muslim dan sikap toleransinya
terhadap non-muslim pada akhir perang Salib sekembalinya para tentara
Salib ke Eropa (el-Badawiy & Ghirah, 2007).
4. Mendukung segala bentuk penjajahan terhadap negara-negara Islam dan
melaksanakan segala bentuk perlawanan terhadap Islam itu sendiri (el-
Badawiy & Ghirah, 2007).
5. Memisahkan kaum muslim dari akar-akar kebudayaan Islam mereka
yang kuat dengan cara memutarbalikan pokok-pokok ajarannya dan
mencabutnya dari sumber-sumbernya yang asli serta menghancurkan
nilai-nilai dasarnya, untuk menghancurkan keberlangsungan individu,
masyarakat, jiwa, dan akal pikiran kaum muslim (el-Badawiy & Ghirah,
2007).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan orientalisme adalah
memurtadkan kaum muslimin dari agamanya sendiri dengan cara
mendistorsi serta menutup-nutupi kebenaran dan kebaikan ajaran-ajarannya
(el-Badawiy & Ghirah, 2007).
3. Tokoh-Tokoh Orientalisme
Orientalisme merupakan gerakan yang mempunyai ikatan yang sangat
kuat dengan gerakan kristenisasi. Tokoh-tokoh yang berperan diantaranya
adalah George Sale, Snouck Hurgronje, Massignon, Samuel Zwemer.
Macdonald, Tartoon, Lammeas, Alfred Geom, Montegomery Watt, Kenet
Kraght, Wolfreid Smith, John Shuzitoo, Hanz Koenz, dan lain-lain (Buchari,
2006).

4
Beberapa tokoh orientalisme lain yaitu Henryfrederik Amendros
(1854-1917), Wihelm Ahlward (1828-1909), Micchele Almari, (1806-
1889), Theador Zenker (wafat pada tahun 1884), Jean-Jacques- Antoine de
percevel (1759-1835), Franciscus Martelottus, Friedrich August Muller
(1847-1892) (Ray, 2018).
4. Contoh-Contoh Orientalisme
1) Massignon, orientalis yang bekerja sebagai konsultan negaranya
(Prancis) dalam mengatur politiknya untuk melawan pemberontakan umat
Islam di Utara Afrika. Politik ini mengundang gerakan kristenisasi,
penyebaran bahasa Prancis, melemahkan kedudukan bahasa Arab, serta
usaha mengadu domba yang berhasil terpecahnya kesatuan bangsa Arab dan
Barbar. Politik tersebutlah yang menyebabkan jatuhnya korban sejuta kaum
muslimin dalam melawan penjajahan Prancis di Aljazair (Buchari, 2006).
2) Bernard Lewis, konsultan berkebangsaan Yahudi yang bekerja untuk
kepentingan politik Amerika dan Israel. Dia juga mengatur politik kedua
negara dalam melawan bangsa Arab dan kaum muslimin. Sampai tahun
1993 konsultan Bernard masih bekerja sebagai dosen pada Universitas
Brinstone (Buchari, 2006).
3) Tahun 1787 M, orang-orang Perancis mendirikan organisasi yang
perkumpulan para orientalis, dan menyusul yang lainnya pada tahun 1820.
Mereka menerbitkan majalah mingguan (el-Badawiy & Ghirah, 2007).
4) Di London dibentuk juga organisasi untuk mendorong studi ketimuran
ini, dan pada tahun 1823 menerbitkan majalah The Asia Monarchy
Organization (el-Badawiy & Ghirah, 2007).
5) Tahun 1842, orang-orang Amerika mendirikan organisasi yang sama
dengan menerbitkan majalah dengan nama The East American
Organization. Dan pada tahun yang sama, para orientalis Jerman
menerbitkan majalah khusus tentang orientalisme. Demikian berkembang
selanjutnya, usaha-usaha konkrit para orientalis di berbagai negara,
termasuk Italia dan Rusia (el-Badawiy & Ghirah, 2007).

5
6) Di antara majalah yang diterbitkan para orientalis Amerika abad ini,
bernama Study of Orientalism Organization diterbitkan di kota Chamber
wilayah Ohio dan mempunyai cabang di London, Paris, dan Toronto,
Kanada. Tidak diketahui apakah majalah itu masih terbit sekarang atau tidak
(el-Badawiy & Ghirah, 2007).
7) Para orientalis yang juga politisi Amerika sekarang tengah menerbitkan
majalah The South East Magazine yang secara umum dipelopori penerbit
orientalis politikus (el-Badawiy & Ghirah, 2007).

B. Oksidentalisme
1. Teori Oksidentalisme
Istilah Barat mengacu pada ideologi atau arah yang menitikberatkan
pada kajian dan penelitian ajaran Barat, daripada perkembangan orientalisme
sebagaimana yang dipraktekkan di negara-negara Barat. Seperti dijelaskan
Hasan Hanafi, westernisme adalah wajah lain bahkan kebalikan dari
Orientalisme. Secara ideologis, versi Hanafi Barat diciptakan untuk
menghadapi Barat yang pengaruhnya besar terhadap kesadaran peradaban
kita. Asumsinya adalah bahwa Barat memiliki batas sosial-politik-budayanya
sendiri. Oleh karena itu, segala upaya untuk menguasai budaya dan pemikiran
Barat dengan dunia luar harus dihentikan. Jadi Barat harus kembali ke
kewarasan batas-batas budayanya. Hanafi mencoba mengkaji Barat dari
perspektif sejarah-budaya Barat itu sendiri (Hasani, Mardiyah, & Widya,
2022). Dapat ditarik kesimpulan oksidentalisme merupakan studi yang
dilakukan oleh orang-orang Timur dengan mengkaji peradaban Barat ataupun
hal-hal yang berhubungan dengan Barat.
2. Tujuan Oksidentalisme
Oksidentalisme sebagai ilmu baru yang pertama kali diperkenalkan
Hasan Hanafi, tentu saja memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
Oksidentalisme tidak lahir dari ruang yang kosong, melainkan sebagai respon
terhadap meluasnya westernisasi (eurosentrisme) dan orientalisme. Oleh
karena itu, tujuan yang ingin dicapai tentu saja erat kaitannya dengan kedua

6
hal tersebut. Sekurang-kurangnya ada 13 belas tujuan yang dirumuskan
Hasan Hanafi (Hanafi, 2007) yakni sebagai berikut:
a) Kontrol atau pembendungan atas kesadaran Eropa dari awal sampai akhir,
sejak kelahiran hingga keterbentukannya. Dengan begitu teror kesadaran
Eropa akan berkurang. Karena, kesadaran Eropa tidak lagi menjadi pihak
yang berkuasa (Hanafi, 2007).
b) Mempelajari kesadaran Eropa dalam kapasitas sebagai sejarah bukan
sebagai kesadaran yang berada di luar sejarah. Sekalipun kesadaran Eropa
adalah sejarah yang terbentuk melalui beberapa fase, tetapi perjalan fase tidak
hanya milik Eropa. Lebih tepat dikatakan, kesadaran Eropa terbentuk melalui
fase sejarah yang panjang kesadaran manusia yang dimulai dari Mesir, Sina,
dan peradaban-peradaban Timur kuno (Hanafi, 2007).
c) Mengembalikan Barat ke batas alamiahnya, mengakhiri perang
kebudayaan, menghentikan ekspansi tanpa batas, mengembalikan filsafat
Eropa ke lingkungan di mana ia dilahirkan, sehingga partikulasi Barat akan
terlihat. Hasan Hanafi memandang, bahwa selama ini partikulasi itu
diuniversalkan melalui media imperialisme, kontrol media informasi di saat
ego melemah dan mengalami fase imitasi terhadap the other (westernisasi)
serta masih mengalami penjajahan kebudayaan. Dalam konteks ini,
oksidentalisme juga dapat mengembalikan kebudayaan dan peradaban Barat
ke wilayah geografis dan historisnya (Hanafi, 2007).
d) Menghapus mitos “kebudayaan kosmopolit”; dengan melakukan langkah-
langkah sebagai berikut; pertama, menemukan spesifikasi bangsa di seluruh
dunia, dan bahwa setiap bangsa memiliki tipe peradaban serta kesadaran
sendiri, bahwa ilmu fisika dan teknologi tersendiri seperti yang terjadi di
India, Cina, Afrika dan Amerika Latin. Kedua, menerapkan metode sosiologi
ilmu pengetahuan dan antropologi peradaban pada kesadaran Eropa yang
selama ini diterapkan produsennya pada kesadaran non Eropa. Hasan Hanafi
memandang kedua langkah ini merupakan satu penemuan yang sangat
berharga yang orisinal dan tidak pernah terjadi sebelumnya (Hanafi, 2007).

7
e) Membuka jalan bagi terciptanya inovasi bangsa non Eropa dan
membebaskannya dari “akal” Eropa yang terhadap pihak lain dari pada obyek
yang dikajinya (Hanafi, 2007).
f) Menciptakan oksidentalisme sebagai ilmu pengetahuan yang akurat.
Karena gejala oksidentalisme sebenarnya telah ada dalam generasi kita.
Hanya saja gejala tersebut tidak mampu menghasilkan sebuah disiplin ilmu
(Hanafi, 2007).
g) Membentuk peneliti-peneliti tanah air yang mempelajari peradabannya
dari kacamata sendiri dan mengkaji peradaban lain secara netral dari kajian
yang pernah dilakukan Barat terhadap peradaban lain. Dengan begitu menurut
Hasan Hanafi, akan lahir sains dan peradaban tanah air, serta akan terbangun
sejarah tanah air (Hanafi, 2007).
h) Dimulainya generasi pemikir baru yang dapat disebut sebagai filsuf, pasca
generasi pelopor di era kebangkitan. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab
pertanyaan yang sering meluncur seputar, apakah kita memiliki seorang
filsuf? Menurut Hasan Hanafi, setiap interaksi dengan Barat dalam konteks
ini disebut filsafat dan setiap orang yang mengambil sikap terhadap orang lain
disebut filsuf (Hanafi, 2000).
i) Membebaskan ego dari kekuasaan the other pada tingkat peradaban agar
ego dapat memposisikan diri sebagai dirinya sendiri. Dalam konteks ini,
Hasan Hanafi memandang, bahwa oksidentalisme mampu melakukan
pembebasan dengan landasan ontologisnya, bukan landasan epistemologi-
nya (Hanafi, 2000).
j) Tujuan terakhir, adalah dengan oksidentalisme manusia akan mengalami
era baru di mana tidak ada lagi penyakit rasialisme terpendam seperti yang
terjadi selama pembentukan kesadaran Eropa yang akhirnya menjadi bagian
dari strukturnya (Nata, 2015).

8
3. Tokoh-Tokoh Oksidentalisme
Terdapat beberapa tokoh oksidentalisme diantaranya:
a. Jamaluddin Al-Afghani
Jamaluddin Al-Afghani ialah pahlawan besar dan salah seorang
putra terbaik Islam. Usahanya dalam menggerakkan kesadaran umat
Islam dan gerakan revolusionernya yang membangkitkan dunia Islam, ia
menjadi orang yang paling dicari bangsa kolonial (Inggris). Akan tetapi
komitmennya yang tinggi pada nasib umat Islam, membuatnya tak
pantang menyerah (Ray, 2018).
b. Dr. Muhammad Abduh
Dr. Muhammad Abduh memiliki nama lengkap Muhammad bin
Abduh bin Hasan Khairullah. Dr. Muhammad Abduh lahir didesa
Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir tahun 1849 M. Dia
wafat pada tahun 1905 M (Ray, 2018).
c. Sheikh Muhammad Rasyid Ridha
Muhammad Rasyid Ridha, lahir di Qalmun, sebuah desa sekitar 4
km dari Tripoli. Libanon pada 27 Jumadil Awal 1282 H. Ia adalah
bangsawan Arab yang memiliki garis keturunan langsung dari Sayyidina
Husen, putera Ali bin Abu Thalib dan Fatimah putri Rasulullah Saw (Ray,
2018).
d. Dr. Muhammad Imarah
Muhammad Imarah atau Amarah lahir di Desa Sharwah-Qalain
Propinsi Kafr Al- Syaikh Mesir, seorang intelektual kelas kakap di Tanah
Arab. Responnya yang cukup antusias pada dunia akademis, terutama
dalam menyikapi tren pemikiran Islam, telah mengibarkan namanya
dalam dunia pendidikan dan pemikiran Islam kontemporer (Ray, 2018).
e. Dr. Hasan Hanafi
Dilahirkan di Cairo, Mesir pada 14 Februari 1934 M. Hasan
Hanafi, pemikir muslim modernis dari Mesir. Salah satu tokoh yang akrab
dengan simbol-simbol pembaruan dan revolusioner, seperti Islam kiri,
oksidentalisme, dan lain sebagainya. Tema-tema tersebut ia kemas dalam

9
rangkaian proyek besar pembaruan pemikiran Islam, dan upaya
membangkitkan umat dari ketertinggalan dan kolonialisme modern (Ray,
2018).
f. Nurcholish Madjid M.A.
Lahir di Jombang, 17 Maret 1939 (26 Muharram 1358), dari
keluarga kalangan pesantren. Pendidikan yang ditempuh: Sekolah Rakyat
di Mojoanyar dan Bareng (pagi) dan Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar
(sore); Pesantren Darul Ulum di Rejoso, Jombang, KMI (Kulliyatul
Mu'allimin al-Islamiyah) Pesantren Darus Salam di Gontor, Ponorogo:
IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta (Sarjana Sastra Arab, 1968), dan
Universitas Chicago, Illinois, AS (Ph.D., Islamic Thought, 1984) (Ray,
2018).
g. Adian Husaini, M.A.
Lahir di Bojonegoro, tanggal 17 Desember 1965. Ia adalah ketua
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, sekretaris jenderal Komite
Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), dan Komite Indonesia
untuk Solidaritas Palestina-Majelis Ulama Indonesia (KISP-MUI),
Anggota Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia
(MUI), dan anggota pengurus Majlis Tabligh Muhammadiyah (Ray,
2018).
4. Contoh-Contoh Oksidentalisme
Terdapat beberapa contoh oksidentalisme antara lain:
a. Larangan Al-Qur’an untuk tidak berpihak pada orang lain, menjalin
keakraban dengan musuh, mencintainya dan melakukan konsiliasi
dengannya. Sebab, tujuan musuh adalah menghancurkan jati diri ego,
menjatuhkannya ke jurang taqlid, dan melenyapkannya sehingga tidak
ada yang eksis kecuali pihak lain (the other). Berpegang pada Al-Qur’an
sejatinya sama dengan berpegang pada tradisi rakyat, sumber kekuasaan,
dan sumber kontrol bagi kesadaran manusia (Hanafi, 1999).
b. Menolak taqlid baik dalam aqidah maupun akhlak, karena sikap taqlid
ini dicela dalam agama (Hanafi, 1999).

10
c. Keteladanan pemikiran Islam kuno yang mampu mempresentasikan
peradaban pendahulunya tanpa menghilangkan identitasnya, bahkan
mengkritiknya, kemudian mengembangkannya lebih jauh dan
menyempurnakan keberhasilannya. Hal ini untuk memastikan agar
pemikiran Islam tetap aktual dan menjadi dirinya sendiri serta mampu
berinteraksi dengan pihak lain (the other) dan pada akhirnya Islam
mampu mewakili seluruh peradaban umat manusia (Hanafi, 1999).
d. Berpijak dari sikap gerakan Islam sekarang terhadap Barat yang
membedakan ego dengan the other, lalu merasionalisasikan hubungan
tersebut kepada kritik yang cerdas, dan mengubah hubungan antagonistis
antara ego dengan the other menjadi hubungan seorang pakar dengan
ilmu pengetahuan, subyek dengan obyek, pengkaji dengan yang dikaji
(Hanafi, 1999).

C. Pengaruh Orientalisme dan Oksidentalisme Terhadap Studi Islam


Orientalisme identik dengan orang Barat yang mempelajari tentang orang
Timur. Tetapi orientalisme sekarang bukanlah sekedar sebagai kajian objek yang
mempunyai metode tersendiri, tetapi kini menjadi objek kajian. Dalam
menanggapi karya para orientalis, dibutuhkan sikap “reseptif kritis”, yaitu
dengan memilah-milah karya mereka dengan kajian kritis. Selama kajian-
kajiannya tidak berseberangan dengan ajaran dan akidah Islam yang murni,
maka boleh kita pelajari dan kaji karya mereka. Karena tidak dapat dipungkiri,
semangat para orientalis merupakan salah satu faktor banyaknya orang Barat
yang tidak lagi memandang Islam dengan sebelah mata (Duperron, 2017).
Sedangkan, oksidentalisme sendiri adalah kajian mengenai orang Barat
yang dilakukan oleh orang Timur. Dimana tujuan utama dari orang Timur
mempelajari hal tersebut adalah untuk meletakkan kembali peradaban Barat
pada posisinya, mengambil manfaat dari kajian yang dilakukan Barat, dan
menciptakan ilmu pengetahuan baru dan akurat. Sehingga oksidentalisme juga
bukanlah sesuatu yang memiliki pengaruh buruk. Selain bisa mendapat ilmu

11
pengetahuan dari kajian-kajian tersebut, juga membuat orang Timur bisa
membetengi diri dari pengaruh Barat (Rohimat, 2018).

12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Orientalisme adalah studi atau penelitian yang dilakukan oleh selain
orang Timur terhadap berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik bahasa, agama,
sejarah, dan permasalahan-permasalahan sosio-kultural bangsa Timur. Tujuan
dari orientalisme memurtadkan kaum muslimin dari agamanya sendiri dengan
cara mendistorsi serta menutup-nutupi kebenaran dan kebaikan ajaran-
ajarannya. Tokoh-tokoh orientalisme diantaranya George Sale, Snouck
Hurgronje, Massignon, Samuel Zwemer. Macdonald, Tartoon, Lammeas, Alfred
Geom, Montegomery Watt, Kenet Kraght, dan lain sebagainya. Salah satu
contoh orientalisme seperti tahun 1787 M, orang-orang Perancis mendirikan
organisasi yang perkumpulan para orientalis, dan menyusul yang lainnya pada
tahun 1820.
Oksidentalisme adalah studi yang dilakukan oleh orang-orang Timur
dengan mengkaji peradaban Barat ataupun hal-hal yang berhubungan dengan
Barat. Salah satu tujuan oksidentalisme ialah Mengembalikan Barat ke batas
alamiahnya, mengakhiri perang kebudayaan, menghentikan ekspansi tanpa
batas, mengembalikan filsafat Eropa ke lingkungan di mana ia dilahirkan,
sehingga partikulasi Barat akan terlihat. Tokoh-tokoh oksidentalisme
diantaranya Jamaluddin Al-Afghani, Dr. Muhammad Abduh, Sheikh
Muhammad Rasyid Ridha, Dr. Muhammad Imarah, dan lain sebainya. Salah satu
contoh oksidentalisme adalah menolak taqlid baik dalam aqidah maupun akhlak,
karena sikap taqlid ini dicela dalam agama.
Orientalisme selama tidak berseberangan dengan ajaran Islam,
orientalisme dapat dipelajari dan dikaji. Sebab orientalisme masa kini sudah
menjadi objek kajian. Sedangkan oksidentalisme juga dapat dipelajari sebagai
cara kita untuk membentengi diri dari pengaruh Barat serta mengambil manfaat
dari kajian yang telah dilakukan oleh Barat.

13
DAFTAR PUSTAKA
Adivar, A. H. (1953). Turkish Account of Orientalism. Muslim World, Vol. 43,
276.
Al-Kharbouly, A. H. (1976). Al-Istisyraq fi Tarikh Al-Islamy. Jam'iyah Ad-
DirasatAl-Islamiyah, 7.
Buchari, M. (2006). Menyingkap Tabir Orientalisme. Jakarta: Sinar Grafika
Offset.
Duperron, A., & Jones, W. (2017). Orientalisme Modern dan Pengaruh
Studi Islam. Agama & Masyarakat, 68.
Dictionary, L. (1984). Longman dictionary of the English language. Essex,
UK: Longman Group.
el-Badawiy, H. A., & Ghirah, A. (2007). Orientalisme dan Misionarisme.
Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA .
Hanafi, H. (1999). Oksidentalisme: Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat.
Jakarta: Paramadina.
Hanafi, H. (2000). Oksidentalisme: Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat.
Jakarta: Paramadina.
Hanafi, H. (2007). Islamologi 2: Dari Rasionalisme Ke Empirisme.
Yogyakarta: LKiS.
Hasani, A., Mardiyah, N. B., & Widya, O. (2022). Orientalisme dan
Oksidentalisme: Kajian Keontetikan Al-Qur'an. Al-Bayan: Jurnal
Ilmu al- Qur'an dan Hadist, 206-208.
Jakub, T. H. (1970). Orientalisme dan Orientalisten. Surabaya: Faizan.
Nata, Y. Y. (2015). Oksidentalisme. Jurnal Penelitian dan Pemikiran
Keislaman, 121-124.
Ray, X. (2018). Orientalisme dan Oksidentalis. Cendekia, 1-10.
Rohimat, A. M. (2018). Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Gerbang
Media.Sou'yb, H. M. (1985). Orintalisme dan Islam. Jakarta:
Bulan Bintang.
Umar, A. M. (1978). Orientalisme dan Studi tentang Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.

14
15

Anda mungkin juga menyukai