Anda di halaman 1dari 21

Subair's Weblog

Islam Agamaku Muhammadiyah Gerakanku 


 Pesan Sang Dosen
 Proses Berdirinya Universitas Muhammadiyah Buton
Oleh: subair | September 30, 2020
PEMURNIAN DAN PEMBARUAN DI DUNIA MUSLIM
Gerakan pembaruan merupakan gerakan pemurnian yang dilakukan sang pembaru dengan
mengusung perlunya tafsir Islam murni untuk kepentingan zamannya. Frame yang digunakan al-
ruju ila al-Qur’an wa al-sunnah yang pada perkembangannya menjadi landasan normative di
kalangan Islam modernis.  Pada ranah ini, entitas yang dinilai memiliki rekondisi adalah tafsir-
tafsir teks normative al-Qur’an dan al-Hadits sebagai produk akal yang berpotensi memiliki
rentang ketidaksesuaian dengan arus perubahan zaman.  Di sini pulalah gerakan pemurnian
keagamaan menjadi keniscayaan untuk diketengahkan pada diskursus keagamaan maupun di
dalam gerakan keagamaan.  Dengan gerkan tersebut, agama tidak hanya bernuansa mistik dan
“melangit”, tetapi lebih membuka cakrawala pembaruan dari “Islam a-ilahiah” menjadi “Islam
ilahiah”.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba untuk menakar pola gerakan pembaruan yang secara
deskriptif mulai dari batasan pemurnian dan pembaruan sampai pada tokoh-tokoh yang identik
dengan pemikiran dan gerakan tersebut.  Melalui tulisan ini, dapat dipetakan varian-varian
diferensiasi antara gerakan pembaruan dan pemurnian.

Pengertian Pemurnian dan Pembaruan


Ahmad (1979: 306) menjelaskanbahwa pembaruan atau pemurnian dalam bahasa Arab “jadduu”
yang secara etimologi berakar pada kata jadiid yang menunjukkan tiga arti yaitu: keagungan,
bahagian, dan pegangan.  Kata ini kemudian berubah menjadi (jadid) yang berarti
“memperbarui” sebagai lawan dari using.  Kata “baru” dalam konteks bahasa ini, menghimpun
tiga pengertian yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, antara lain: 1). Barang
yang diperbarui pada mulanya pernah ada dan pernah dialami orang lain; 2). Barang itu dilanda
zaman sehingga menjadi usang dan ketinggalan zaman; dan 3). Barang itu kembali diaktualkan
dalam bentuk kreasi baru (Ka’bah. 1987: 50).

Nasution (1992: 11) mengatakan bahwa pembaruan dalam bahasa Indonesia dipakai
(disepadankan) dengan kata modern, modernisasi dan modernism.  Medernisasi dalam
masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-
paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana
baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.  Kata
“modernism”, lanjut Harun Nasution, dianggap mengandung dua arti, yaitu: dalam arti negatif
dan arti positif.  Untuk menjauhi arti negatif tersebut, lebih baik kiranya dipakai terjemahan
Indonesianya yaitu pembaruan.  Lebih lanjut, Harun Nasution menjelaskan modernisme dalam
kehidupan keagamaan di Barat mempunyai tujuan untuk menyesuaikan ajaran-ajaran yang
terdapat dalam agama Katolik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan dan filasafat modern. 
Aliran inilah yang pada perkembangannya melahirkan sekularisme di masyarakat Barat.

Salimi, dkk (1998: 1) berpendapat bahwa pembaruan itu identik dengan istilah “modernisasi”
atau “Tajdid”. Tajdid dalam pengertian etimologis (harfiah) berarti pembaruan, sedangkan
dalam pengertian istilah (terminologis) tajdid berarti pembaruan dalam hidup keagamaan, baik
berbentuk pemikiran maupun gerakan, sebagai reaksi atau tanggapan terhadap tantangan-
tantangan internal maupun eksternal yang menyangkut keyakinan dan urusan social umat.
Dalam kaitan dengan pembaruan Islam, tajdid memiliki dua pengertian, yaitu: pertama,
tajdid  dalam bidang akidah dan ibadah mahdhah.  Dalam bidang ini,  tajdid diartikan
“pemurnian” dengan jalan kembali pada pedoman mutlak yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul
(bersih dari bid’ah, syirik, khurafat dan takhyul). Kedua, tajdid dalam mu’amalah duniawiyah. 
Dalam hal ini, tajdid diartikan memperbaharui interpretasi (merumuskan kembali) ajaran Islam
sehinggal Islam tidak terkesan ketinggalan zaman.  Dalam ungkapan lain, tajdid berarti
modernisasi (interpretasi baru) terhadap ajaran Islam (Pasha dan Durban, 2005: 162).
Harun Nasution mendifinisikan pembaruan Islam sebagai upaya-upaya untuk menyesuaikan
paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern.  Dengan demikian menurutnya, pembaruan dalam Islam
bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambah teks al-Qur’an maupun teks al-Hadits,
melainkan hanya mengubah atau menyesuaikan paham atas keduanya sesuai dengan
perkembangan zaman (Nasution, 1992: 10).

Iklan
LAPORKAN IKLAN INI
Hal itu dilakukan karena betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau
pakar di zaman lampau itu, tetap ada kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan,
pengetahuan, situasi sosial, dan lain sebagainya.  Paham-paham tersebut di masa sekarang
mungkin masih banyak yang relevan dan masih dapat digunakan, tetapi mungkin juga sudah
banyak yang tidak sesuai lagi.  Selain itu, pembaruan dalam Islam dapat pula berarti mengubah
keadaan umat agar mengikuti ajaran yang terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.  Hal ini
perlu dilakukan, karena terjadi kesenjangan antara yang dikehendaki al-Qur’an dan kenyataan
yang terjadi di masyarakat (Nata. 2004: 379).

Nasution (1992: 75) dalam Pembaruan dalam Islam telah banyak mengemukakan ide-ide


pembaruan dalam Islam dengan maksud seperti yang diungkapkan di atas.  Muhammad Abduh,
salah seorang pembaru di Mesir, sebagaimana dikemukakan Harun Nasution, misalnya,
mengemukakan ide-ide pembaruan antara lain dengan cara menghilangkan bid’ah yang terdapat
dalam ajaran Islam, kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya, dibuka kembali
pintu ijtihad, menghargai pendapat akal, dan menghilangkan sikap dualisme dalam bidang
pendidikan.  Sementara itu, Sayyid Ahmad Khan, salah seorang tokoh pembaru dari India,
berpendapat bahwa untuk mencapai kemajuan perlu meninggalkan paham teologi jabariah
(fatalisme) diganti dengan paham qadariah (free will dan free act) perlu percaya bahwa hukum
alam dengan wahyu yang ada dalam al-Qur’an yang tidak bertentangan, karena kedua-duanya
berasal dari Tuhan, dan perlu dihilangkan paham taklid diganti dengan
paham ijtihad (Nasution.1992: 172).
 Kemajuan dan Kemunduran Peradaban Islam dalam Berbagai Bidang
Sekitar abad ke 7 sampai dengan abad ke 10 M, Islam berkembang dengan pesat meliputi
wilayah-wilayah yang sangat luas dengan penguasaan ilmu pengetahuan, peradaban dan
kebudayaan yang sangat maju dan tinggi, yang berdimensi rahmatan lil ‘alamin.  Kejayaan
Islam ini merupakan hasil perjuangan yang tidak mengenal lelah, baik yang dirintis dan
dipelopori oleh Nabi Muhammad beserta para sahabatnya, dan diteruskan pada zaman al-
khulafa’ur  al-rasyidin.
Secara pengklasifikasian periode, kemajuan peradaban Islam sejak era awal dapat dilihat sebagai
berikut:

Dinasti Umaiyah (661 – 750)


Berdirinya Perguruan Tinggi seperti Universitas Iskandariyah dan Universitas Naisabur.

Munculnya tokoh-tokoh Mujtahid besar dibidang fiqh seperti Imam Abu Hanifah

Dinasti Abbasiyah (750 – 1258)


Terhimpunnya para cendekiawan dalam satu forum “Darul Hikmah”.

Lahirnya tokoh-tokoh Cendekiawan Muslim antara lain: al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, Abu Ali
al-Hasan, Ibnu Daud, al-Khawarisma.

Dinasti Umaiyah di Spanyol (757 – 1492)


Pengembangan ilmu pengetahuan, peradaban dan kebudayaan seperti berdirinya Istanan al-
Hambra, Mesjid Cordoba dan lain sebagainya.

Dinasti Fatimiyah (929 – 1171)


Berdirinya perpustakaan.

Akan tetapi, kejayaan dunia Islam yang telah berjalan beberapa abad lamanya, yang pengaruhnya
telah merebak dan merambah jauh ke berbagai belahan dunia non muslim, pada akhirnya juga
mengalami kemunduran.  Berbagai macam krisis yang sangat kompleks telah menerpa dunia
Islam, diantarnya adalah:

Krisis dalam bidang Sosial Politik


Islam tidak dapat disalahkan dan dianggap bertanggung jawab atas stagnasi yang telah lama
berlangsung dan dekadensi nyata dalam dunia Islam.  Keburukan-keburukan yang ada sekarang
harus dinisbatkan kepada orang-orang Islam sendiri yang tidak dapat hidup menurut ajaran
Islam.  Jika mereka kehilangan kemakmuran material yang mereka miliki dahulu, hal itu adalah
karena mereka tidak mengindahkan “separuh hukum Tuhan”.  Untuk menghilangkan cadar yang
menutupi dunia Islam, perlu ditegaskan bahwa wahyu al-Qur’an itu bersifat rasional secara
sempurna dan ajaran nabi Muhammad mengandung kemungkinan-kemungkinan yang tak
terhingga.  Ketika umat Islam hidup menurut ajaran agama yang mendorong untuk berpikir dan
memiliki akal yang kritis, Islam tampak sebagai obor kemajuan (Pasha dan Darban. 2005: 14-15)

Krisis dalam bidang Keagamaan


Krisis ini berpangkal dari suatu pendirian sementara ulama jumud yang menyatakan bahwa pintu
ijtihad telah tertutup. Menurut pandangan ini, untuk menghadapi berbagai permasalahan,
kehidupan umat Islam cukup mengikuti pendapat dari para Imam Mazhab.  Pandangan jumud ini
mengakibatkan lahirnya sikap memutlakkan semua pendapat imam-imam mujtahid, seperti
memutlakkan pendapat Imam Malik, Imam Abuhanifah, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hanbal
dan imam-imam mujtahid lainnya.  Pada hal, pada hakekatnya imam-imam tersebut masih tetap
manusia biasa, bukan manusia maksum yang tidak akan lepas dari kesalahan.  Pengakuan dari
para imam mujtahid bahwa pendapatnya tidak lepas dari kemungkinan salah serta melarangnya
untuk dipeganginya secara mutlak dapat disimak dari fatwa mereka.  Dari zaman keruntuhan
dunia Islam, dunia pendidikan pun terkena getahnya juga.  Kemorosotan dunia pendidikan Islam
antara lain ditandai dengan sepinya kegiatan-kegiatan ilmiah yang meransang peserta didik untuk
melakukan penelitian dan percobaan (Pasha dan Darban. 2005: 14-26).
Krisis dalam bidang Pendidikan dan ilmu pengetahuan
Krisis ketiga ini sesungguhnya hanya sekedar akibat dari adanya krisis dalam bidang social
politik dan bidang keagamaan.  Sebagaimana telah dibahas di muka bahwa dengan jatuhnya
pusat-pusat kekuasaan Islam, baik di belahan Barat yang berpusat di Cordova maupun di belahan
Timur yang berpusat di Bagdad, ternyata penderitaan yang dialami dunia ilmu pengetahuan
adalah sama.  Baik Nasrani Spanyol maupun tentara Mongol, mereka sama-sama berperangai
Barbar dan sama sekali belum dapat menghargai betapa tingginya nilai ilmu pengetahuan.  Pusat-
pusat ilmu pengetahuan diporak-porandakan dan dibakar sampai habis berkalang tanah.

 Tokoh-Tokoh Pembaru dalam Dunia Islam


1. Ibnu Taimiyyah
Riwayat hidup Ibnu Taimiyyah
Ibnu Taimiyyah nama lengkapnya Taqiyuddin Abdul Abbas bin Abdul Halim bin Abdus Salam
bin Taimiyyah al-Harrani al-Hanbaly atau sering disingkat Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah.  Ia lahir
pada tanggal 10 Rabi’ul Awal 661 H, bertepatan dengan tanggal 22 Januari 1263 M. di kota Al-
Harran Siria.  Ibnu Taimiyyah pertama kali belajar ilmu agama kepada ayahnya sendiri
Syihabuddin yang terkenal alim dalam Ilmu Hadits dan Khatib terkenal di Mesjid Damaskus,
Siria.  Kemudian dilanjurkan belajar kepada beberapa ulama terkenal seperti Zainuddun al-
Muqaddasyi, Najamuddin Ibnu Syakir, Zainab binti Makky dan ulama lain di kota Damaskus,
yang dapat dikatakan hampir semuanya termasuk Ulama mazhab Hambali.  Dalam usianya yang
relative masih sangat belia sekitar umur 21 tahun, Ibnu Taimiyyah telah tumbuh dan berkembang
sebagai seorang yang alim, cerdas, mempunyai wawasan dan pengetahuan yang mendalam
tentang agama Islam (Pasha dan Darban. 2005: 29).  Ibnu Taimiyyah wafat pada tanggal 20
Zulhijjah 728 H. bertepatan dengan tanggal 26 September 1328 M. (Pasha dan Darban. 2005:
31).

Pokok-pokok ajaran Ibnu Taimiyyah

Di antara tema-tema pokok yang dibahasnya secara serius, terlihat secara jelas bahwa di bidang
aqidah ternyata merupakan bidang pembahasan yang paling  menonjol dan dominan. 
Sebenarnya ajaran Ibnu Taimiyyah yang paling pokok adalah dalam rangka
menyucikan iktikad (aqidah-keyakinan) umat Islam agar betul-betul seujung rambutpun tidak
berubah dan tidak menyimpang dari ajaran al-Qur’an  dan Sunnah Rasul (Pasha dan Darban
2005: 32).
Ibnu Taimiyyah adalah tokoh mujahid, reformer atau pembaru dalam Islam yang pertama-tama
di dunia Islam yang dengan penuh semangat menyatakan bahwa pintu ijtihad terbuka.  Ijtihad
dalam ajaran agama Islam memegang peranan yang sangat besar, karena hanya dengan perinsip
inilah Islam akan selalu menjadi dinamis, hidup dan maju serta tidak akan pernah ketinggalan
zaman.  Dengan ijtihad,  Islam akan dapat menjawab berbagai tantangan dan problematika
masyarakat yang secara terus menerus muncul sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan kemajuan zaman.  Tegasnya, hanya dengan ijtihad yang senantiasa terbuka, Islam akan dapat
menunjukkan eksistensi dirinya sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam (Pasha dan Darban
2005: 32).
2. Muhammad Ibnu Abdul Wahab
Riwayar hidup Ibnu Abdul Wahab

Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1703 – 1787) pendiri Gerakan Mawahidin adalah seorang
ulama yang besar, yang dilahirkan di Uyainah, yaitu sebuah dusun di Najed, bagian Timur dari
negeri Saudi Arabia.  Dibesarkan dalam lingkungan kehidupan beragama yang ketat dibawah
pengaruh mazhab Hambali, yaitu suatu mazhab yang memperkenalkan dirinya sebagai aliran
salafiyah.  Dari latar belakang kehidupannya, dapat dipahami bahwa ternyata ada garis kesamaan
latar belakang antara tokoh ini dengan Ibnu Taimiyyah.

Mula-mula ia belajar agama di lingkungan keluarganya sendiri, kemudian dilanjutkan belajar


kepada beberapa ulama di kota Medinah.  Selanjutnya ia berkelana untuk menimba ilmu di
berbagai kota dari Basrah, Bagdad, Kurdistan, Hamazan, Isfahan, Qumm dan Kairo. Gerakan
Muhammad bin Abdul Wahab dalam menyampaikan ajaran Islam dilakukan dengan cara yang
lugas, keras dan tidak mengenal kompromi sama sekali, terlebih lagi kalau sudah menyangkut
tauhid serta bebagai penyakit iman yang sangat berbahaya seperti syirik, khurafat, bid’ah, dan
tawasul (Pasha dan Darban. 2005: 33).

Gerakan yang dipolopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab ini oleh pendirinya sendiri
dinamakan Gerakan Muwahidin, yaitu suatu gerakan yang brtujuan untuk menyucikan dan
mengesakan Allah dengan semurni-murninya, yang mudah dan gampang dipahami dan
diamalkan persis seperti pada masa permulaan sejarahnya.  Jelaslah bahwa dakwah yang
dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab bertujuan hanya untuk mengembalikan Islam
sebagai suatu addien yang murni, yang gampang dimengerti dan diamalkan seperti terbukti pada
masa permulaan Islam (Pasha dan Sarban. 2005: 34).
Pokok-pokok ajaran Muhammad Ibnu Abdul Wahab

Gerakan Wahabi adalah suatu gerakan pemurnian Islam yang pertama kali berdiri dalam rangka
menyambut seruan dan ajakan Imam Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah.  Seruan kembali pada al-
Qur’an dan as-Sunnah secara murni dan konsekuen, membuang segala bentuk kemusyrikan,
khurafat (tahyul), berbagai macam bid’ah dan taqlid serta menumbuhkan sikap berani berijtihad
sebagaimana yang diajarkan oleh Imam Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah merupakan prinsip yang
dipegang teguh dan diperjuangkan dengan segala daya dan kemampuan oleh gerakan Wahabi.

Satu hal yang tidak kalah pentingnya, yang dijadikan tema pokok pembahasan dan
perjuangannya adalah hal-ihwal yang bersangkut paut dengan masalah tauhid. Ia berusaha untuk
memurnikan iman dari berbagai macam kemusyrikan seperti menziarahi kubur Nabi Muhammad
dan orang-orang yang dianggapa keramat dengan tata cara yang tidak berbeda dengan
penyembahan.

Hal-hal yang berkisar pada masalah memurnikan tauhid inilah yang sangat ditekankan, antara
lain:

1. Penyembahan kepada selain Tuhan adalah salah, dan siapa yang berbuat
demikian ia di bunuh.
2. Orang yang mencari ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan orang-
orang saleh termasuk golongan musyrikin.
3. Termasuk perbuatan musyrik memberikan pengantar dalam shalat terhadap
nama nabi-nabi atau wali atau malaikat (seperti syaidina Muhammad).
4. Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas al-
Qur’an dan al-Sunnah atau ilmu yang bersumber kepada akal pikiran
semata-mata.
5. Termasuk kufur dan ilhad juga mengingkari Qadar dalam semua perbuatan
dan penafsiran al-Qur’an dengan jalan Ta’wil.
6. Dilarang memakai buah tasbih dalam mengucapkan nama Tuhan dan do’a-
do’a (wirid) cukup menghitung dengan keratan jari.
7. Sumber syariat Islam dalam soal halal dan haram hanya al-Qur’an semata-
mata dan sumber lain sesudahnya ialah Sunnah Rasul. Perkataan Ulama
mutakallimin dan fukaha tetang haram dan halal tidak menjadi pegangan,
selama tidak didasarkan atas dasar kedua sumber tersebut.
8. Pintu ijtihad tetap terbuka dan siapapun juga boleh melakukan ijtihad, asal
sudah memenuhi sayrat-syaratnya (Pasha dan Darban. 2005: 36).
3.Sayid Jam aluddin Al-Afghani
Riwayat hidup dan pendidikannya

Sayid Jamaluddin Al-Afghani dilahirkan pada tahun 1939 di As’ad Abad, Afganistan.  Ia
berkebangsaan Afganistan, justru karena itu di belakang namanya dicantumkan nisbah negeri
tumpah darahnya “Al-Afghany”.  Sayid Jamaluddin Al-Afghani terkenal juga sebagai
pengembara tangguh,  bukan saja mengembara di negeri-negeri Islam seperti India, Arab Saudi,
Iran, Mesir, Turki dan lain-lainnya, akan tetapi juga kenegeri-negeri non-Muslim di daratan
Eropah seperti Inggris, Perancis, Jerman serta Rusia (Pasha dan Darban. 2005: 40).

Sayid Jamaluddin Al-Afghani pertama kali belajar agama dari ayahnya sendiri yang bernama
Sayid Shaffar, seorang pengusaha terkenal sekaligus sebagai seorang yang alim.  Ia dididik oleh
ayahnya tentang berbagai ilmu seperti Bahasa Arab, ilmu Fiqih dan Tauhid, Hadits dan Tafsir
serta Akhlaq dan Tasauf.  Pada usia 16 tahun, ia dikirim ke India untuk belajar pada ulama-
ulama terkenal.  Berbagai ilmu pengetahuan  baik ilmu agama. Ilmu umum, Bahasa Arab
maupun Filsafat dipelajarinya dengan tekun.  Di sisi lain, ketika ia tengah belajar di india yang
saat itu dijajah Inggris, Jamaluddin menyaksikan betapa kejamnya Inggris terhadap anak negeri
jajahannya.  Sikap semena-mena, ketidak adilan dan sikap yang arogan menjadi tontonan umum
dimana-mana.  Apa yang disaksikannya itu akhirnya menimbulkan sikap muak dan benci
terhadap kaum penjajah tanpa kecuali, termasuk juga terhadap bangsa Inggris yang saat itu
menjajah negeri Afganistan dan negeri India.
Tepat pada tanggal 9 Maret 1897 Sayid Jamaluddin Al-Afghani meninggal dunia yang fana
untuk menghadap ke Illahi Rabbi.

 Pokok-pokok ajaran Sayid Jamaluddin Al-Afghani


 Dalam bidang filsafat
Jamaluddin Al Afghani adalah tokoh muslim pertama kali yang memperingatkan pada dunia
Islam khususnya akan bahaya paham materialism, selanjutnya Jamaluddin Al Afghani
menunjukkan dengan jelas, perbedaan antara sosialisme Islam yang didasarkan pada cinta dan
kasih saying, penalaran dan kebebasan, dengan sosialisme komunis yang didasarkan pada
kebendaan (materi), yang mandul dari kasih saying yang akhirnya menimbulkan perasaan benci-
membenci.  Komunisme ganti berganti saling menjatuhkan kawan karena sifat keangkuhan yang
tidak dapat dikekang dan memamang mereka tidak mempunyai alat pengekang itu, karena tidak
beragama dan memecah belah masyarakat mereka, tirani yang diselimuti atas nama rakyat. 
Sayid Jamaluddin al-Afghni mempunyai paham bahwa memang benar bahwa setiap manusia
atau bangsa ada di dalam kekuasaan dan takdir Allah, namun kepercayaan tersebut tidak
berakibat menimbulkan sikap apatis dan fatalis, bahkan justru akan membina sikap tawakal
sepenuhnya kepada kekuatan Allah dan mendorong dirinya semakin giat untuk berjuang dan
berikhtiar (Pashs dan Darban. 2005: 43).

 Dalam bidang kebudayaan


Jamaluddin al_Afghani sama sekali tidak memusuhi kebudayaan Barat yang maju.  Bahkan, ia
sangat memuji dan member penilaian yang positif tethadap kebudayaan yang mereka capai,
khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.  Umat Islam harus tetap konsisten
terhadap perinsip-perinsip ajaran Islam.

Dalam membangun kebudayaan dan peradaban Islam, Jamaluddin al-Afghani juga menyinggung
masalah pengembangan bahasa sebagai salah satu usur terpokok dalam suatu kebudayaan.  Ia
menegaskan bahwa suatu bangsa yang tidak menggunakan bahasanya sendiri, mereka tidak
mungkin dapat mengembangkan perasaan baik dalam masyarakat.  Habislah harga diri sebagai
bangsa, apabila mereka tidak memiliki sejarah bangsanya sendiri.  Jamaluddin al-Afghani
berusaha mengembalikan harga diri dan menumbuhkan kebanggaan berbangsa (national pride
and national dignity) yang telah hilang dari berbagai negeri Islam akibat mereka memandang
tinggi dan mulia segala apapun yang dating dari Barat, sementara mereka memandang hina dan
melecehkan terhadap apapun yang muncul dari dunia timur (Pasha dan Darban. 2005: 44).
 Dalam bidang politik
Dalam membangun politik dunia Islam, Jamaluddin al-Afghani berpendapat bahwa seluruh
dunia Islam harus bersatu dalam persekutuan pertahanan yang kokoh untuk mempertahankan diri
dari keruntuhan.  Untuk mencapai tujuan itu, kita harus memiliki tekhnik kemajuam Barat dan
mempelajari rahasia kekuasaan Eropah.  Jamaluddin al-Afghani dimanapun juga senantiasa
megobarkan semangat solidaritas antara Negara-negara Islam sesuai dengan jiwa Pan
Islamisme untuk membina kekuatan mengimbangi pengaruh Barat.  Diajarkannya tauhid yang
mutlak hanya mengakui kekuasaan Allah.  Dianjurkannya persatuan dan mengesampingkan
pertentangan mazhab, dipropagandakan hak-hak asasi rakyat dan demokrasi yang harus berlaku
di semua Negara Islam (Pasha dan Darban. 2005: 45).
 Dalam bidang tasawuf
Jamaluddin al-Afghani termasuk orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
senantiasa dapat melakukan Tazkiyatan Nafsi atau menyucikan pribadi, antara lain dimana dan
kapan pun juga selalu menyebut Asma Allah dengan menghitung-hitung biji tasbihnya yang
tidak pernah lepas dari jari-jemarinya sekalipun ia tengah menghadap dan berbincang-bincang
dengan seorang raja.  Ajaran menuju fana itu tidak lain mengandung pengertian melebur
kepentingan diri pribadi  bagi kepentingan dan perjuangan bersama. (Pasha dan Darban. 2005:
45).
4. Muhammad Abduh
Riwayat hidup dan pendidikan

Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 di Gharbiyah Mesir, pada usia 13 tahun telah hafal al-
Qur’an.  Muhammad Abduh menamatkan pendidikan tingginya di Universitas Al-Azhar pada
tahun 1876 dengan mendapat ijazah Alimiyyah.  Dalam perkembangannya lebih jauh,
Muhammad Abduh dikenal sebagai seorang tokoh ahli tafsir, hukum Islam, bahasa Arab dan
kesusastraan, logika, ahli ilmu hokum, filsafat dan soal-soal kemasyarakatan.  Ia seorang ulama
besar, penulis kenamaan dan pendidik yang berhasil, pembaru Mesir modern yang bergerak
dalam lapangan kemasyarakatan, seorang pembela Islam yang  gigih, seorang wartawan yang
tajam penanya, seorang hakim yang jauh pandangannya, pemimpin dan politikus ulung dan
akhirnya seorang mufti, suatu jabatan keagamaan yang tertinggi di Mesir (Pasha dan Darban.
2005: 45).

Pada tahun 1889, Muhammad Abduh kembali ke Mesir.  Jabatan pertama-tama yang diberikan
oleh pemerintah adalah jabatan hakim.  Setelah menekuni jabatan ini disekitar 2 tahun, pada
tahun 1894 Muhammad Abduh diangkat sebagai anggota pimpinan tertinggi di Universitas Al-
Azhar (conseil Superieur) yang dibentuk atas anjurannya juga.  Karir puncak Muhammad Abduh
didapatkan pada tahun 1899, ketika ia diangkat sebagai mufti kerajaan Mesir, suatu jabatan
keagamaan tertinggi di Mesir.  Muhammad Abduh meninggal dunia dalam usia yang relatif
belum terlalu tua, pada tanggal 11 Juli 1905, ketika mencapai usia 55 tahun.  Muhammad Abduh
dipanggil Allah untuk menhadap dan mempertanggung jawabkan semua amal dan perjuangannya
(Pasha dan Darban. 2005: 49)
 Pokok-pokok ajaran Muhammad Abduh
 Bidang Ijtihad dan Taqlid
Gerakan taqlid ini merupakan suatu gerakan penutupan akal umat Islam dan oleh karena itu ia
termasuk bid’ah, barang yang tak pernah diajarkan dalam ajaran Islam itu sendiri.  Islam adalah
agama yang sangat memuliakan akal.  Islam sangat mencela dan melarang dengan keras sikap-
sikap seorang Muslim yang mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dasar dan
alasannya.  Karena hakekatnya dengan sikap taqlid berarti ia dengan sengaja mengingkari
eksistensi dirinya selaku makhluk yang terbaik dan terbagus, makhluk yang akhsanu
Taqwim  atau makhluk rasional.
Sebab musabab yang membawa kemunduran umat Islam dalam  Alam Islamy adalah
dikarenakan adanya kejumudan atau kebekuan berpikir di kalangan umat Islam yaitu kebekuan
dalam memahami ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits.  Muhammad Abduh
sangat menekankan arti pentingnya ijtihad.  Ajaran Islam telah menegaskan bahwa Islam
diturunkan kepada umat manusia tidak lain kecuali untuk menyebarluaskan rahmat Allah ke
seluruh alam semesta.  Penegasan seperti ini memberikan pengertian bahwa fungsi utama agama
Islam adalah sebagai pengayom bagi hidup dan kehidupan umat manusia sepanjang zaman,
dimana dan kapanpun juga. (Pasha dan Darban. 2005: 50).
 Bidang pendidikan
Ketika Muhammad Abduh memasuki Universitas Al-Azhar, tanpa menunggu terlalu lama, ia
mulai melakukan berbagai pembaruan terhadap perguruan Islam yang tertua ini, baik yang
menyangkut bidang administrasi, bidang kurikulum, maupun bidang peningkatan mutu kuliah. 
Tegasnya, pembaruan Muhammad Abduh tidak terbatas dalam masalah yang berhubungan
langsung dengan pendidikan saja.  Bahkan, prasarana untuk mencapai kearah itu juga
disempurnakan.  Berbagai macam ilmu pengetahuan yang selama ini dianaktirikan seperti ilmu
hisab, aljabar, geografi, filsafat dan sebagainya dimasukkan ke dalam kurukulum Al-Azhar.
(Pasha dan Darban. 2005: 51).

5, Muhammad Rasyid Ridha


Muhammad Rasyid Ridha (1865 – 1935) dilahirkan di sebuah desa di Libanon.  Ia adalah salah
satu murid Muhammad Abduh yang paling disayangi dan paling dekat dengan gurunya.  Adapun
pokok-pokok pemikirannya dalam pembaruan Islam, dapat dikatakan sama dengan dengan
pemikiran Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh.  Akan tetapi disamping itu iapun
dikenal pula sebagai politikus yang sangat cermat.  Pokok-pokok pemikiran pembaruan Rasyid
Ridha antara lain sebagai berikut:

1. Paham umat Islam tentang agamanya serta tingkahlaku mereka banyak


yang telah menyeleweng dari ajaran Islam yang suci murni.  Karenanya
umat Islam harus dibimbing kembali ke jalan Islam yang sebenarnya yang
bersih dari segala macam bentuk bid’ah, khurafat serta syirik.
2. Agar segera terwujud kesatuan dan persatuan umat Islam. Janganlah
didasarkan pada kesatuan bahasa dan bangsa tetapi atas dasar kesatuan
iman dan Islam.
3. Kaum wanita harus diikut sertakan dalam berbagai kegiatan
kemasyarakatan.
4. Paham dan ajaran kaum sufi dianggapnya memperlemah agam Islam,
karena mereka melalaikan tugas kewajibannya di atas dunia.
6. Syaikh Hasan al-Banna
Memasuku abag ke 20 tepatnya pada tahun 1928 di Mesir muncul suatu gerakan Islam yang
sangat terkenal sampai hari ini, yang dinamakan Ikhwanul Muslimin.  Gerakan ini didirikan
oleh Hasan al-Banna (1908-1049) yang lahir pada tahun 1906 di propinsi Gharbiah, Mesir. 
Dengan dibekali oleh otak cemerlang, ia telah hafal al-Qur’an ketika berumur 14 tahun, dan pada
usia 16 tahun ia telah menjadi mahasiswa di Universitas Darul Ulum.
Sesungguhnya gerakan Ikhwanul Muslimin ini hakikatnya merupakan kelanjutan dari ide
Jamaluddin al-Afghani yang kemudian diteruskan oleh Rashid Ridha (Pasha dan Darban. 2005:
52).

7. Syah Waliyullah
Sebagai seorang pemikir besar, ia melihat bahwa pada saat itu kebudayaan Islam sedang
meluncur dengan cepatnya menuju disintegrasi.  Ia menyadari bahwa zaman keemasan raja-raja
Mughal telah berlalu, dan masa tumbuhnya semangat demokrasi mulai merekah di tengah-tengah
masyarakat luas.  Ia pun memandang bahwa keadaan perekonomian umat Islam telah pudar
berantakan akibat dari sikap hidup yang bermewah-mewahan, cintanya kepada dunia sudah
kelewat batas (hubbul dunya) terutama di kalangan elit orang-orang Islam sendiri.  Langka
pertama yang dilakukan oleh Syah Waliyullah dalam rangka merintis jalan menuju cita-cita
agungnya, yaitu tatanan masyarakat baru, ialah menerjemahkan al-Qur’an kedalam bahsa Persi
lengkap dengan tafsirnya (Pasha dan Darban. 2005: 56).
8. Sir Sayid Ahmad Khan
Sir Sayid Ahmad Khan (1817-1898) adalah tokoh pembaru kedua di negeri India setelah Syah
Waliyullah.  Bahkan, ia dikenak sebagai tokoh yang mengembangkan dan menyempurnakan
lebih jauh ide-ide Waliyullah.  Seperti halnya dengan tokoh-tokoh pembahru Islam lainnya,
Ahmad Khan juga mencita-citakan bangunya kembali kejayaan Islam dan kemuliaan Islam di
anak benua Asia.

Upaya mengajak umat Islam India untuk belajar menuntut ilmu dimana pun juga sampai pun
mempelajari karya-karya dari Barat diwujudkan secara kongkrit dengan dibangunnya pusat
pendidikan Islam yang terkenal di anak benua Asia, yaitu Akademi Ilmu Pengetahuan Islam di
Aligarh.  Sir Sayid Ahmad Khan menganjurkan dimasukkannya kemajuan-kemajuan ilmiah serta
menerima lembaga-lembaga Barat yang terbaik dalam suasana Islam. (Pasha dan Darban. 2005:
60).

9, Sayed Ameer Ali


Gerakan pembaruan Islam di India berjalan terus dan berkembang dengan suburnya.  Deretan
nama-nama seperti Mulvi Syiraij dan Sayed Ameer Ali (1849-1928) tidak dapat ditinggalkan
begitu saja dalam tilikan kita terhadap gerakan pembaruan di anak benua ini. Nama kedua tokoh
ini cukup harum di dunia internasional, karena karangan-karangan mereka cukup berbobot dan
ditulis dalam bahasa Inggris.  Terutama Ameer Ali yang secara terus terang menyebut dirinya
sebagai penganut paham “Rasionalisme Islam”.  Pengakuan seperti ini didasarkan oleh
keyakinan yang kuat bahwa ajaran Islam memberikan tempat yang terhormat bagi akal.  Akal
pikiran diberi kemerdekaan untuk berkembang.  Ameer Ali berkeyakinan bahwa tidak terdapat
sama sekali pertentangan yang melekat antara akal dengan wahyu (Morga. T.th: 74).  Hal ini
lebih jauh dijelaskan oleh sahabatnya sendiri Sayed Khuda Bkhsy bahwa tidak ada sama sekali
pikiran Nabi untuk membelenggu pikiran pengikut-pengikutnya atau menetapkan hukum yang
kaku, beku dan tidak dapat diubah.  Al-Qur’an adalah suatu kitab petunjuk kepada orang
mukmin dan bukan penghalang untuk memajukan masyarakat, kebudayaan, syariat, undang-
undang dan kemajuan yang dicapai dengan kecerdasan akal (Stoddard, t.th: 40).

Lebih jauh lagi, Ameer Ali menuliskan keyakinannya tentang kedudukan akal pikiran dalam
Islam bahwa Islam yang dibawa oleh Muhammad tidak memuat sesuatu yang menghalangi
intelek manusia.  Bagaimanakah akhirnya dapat terjadi bahwa semenjak abad ke 12 M filsafat itu
seakan lenyap sama sekali di kalangan pengikut-pengikut Islam dan ajaran Islam yang anti-
rasionalistis mencekam jantung rakyat?  Bagaimanakah ajaran tentang ketentuan nasib,
walaupun hanya satu tingkat dari ajaran-ajaran al-Qur’an, telah menjadi suatu kepercayaan yang
dapat mempengaruhi kaum muslimin? (Ali. T.th: 248).  Di lain tempat ia mengatakan bahwa
lima abad lamanya Islam menyumbang dalam hal perkembangan kemerdekaan berpikir dari
umat manusia, tetapi suatu gerakan reaksioner sesudah itu muncul dan dengan seketika arus
pemikiran umat manusia berubah.  Orang-orang terpelajar dalam ilmu pengetahuan dan filasafat
dihukum sebagai orang-orang yang berdiri di luar pagar Islam.  Apakah tidak mungkin bagi
aliran Sunni untuk mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di gereja Roma?   Apakah tidak
mungkin baginya untuk meluaskan diri bersama dengan itu untuk dapat diterima oleh
segenaporang-orang?  Dalam ajaran Muhammad tidak ada sesuatu yang menjadi penghambatnya
(Ali. T.th: 248).

Pendirian Ameer Ali seperti terungkap tersebut bukannya muncul begitu saja tanpa
dilatarbelakangi oleh suatu sebab.  Sesungguhnya, dari ungkapan-ungkapan yang dilontarkannya,
terlihat jelas bahwa pemikiran suatu sebab.  Sesungguhnya, dari ungkapan-ungkapan yang
dilontarkannya, terlihat jelas bahwa pemikiran seperti itu muncul karena seperti itu muncul
karena melihat kebangkrutan masyarakat Islam India itu sendiri.melihat kebangkrutan
masyarakat Islam India itu sendiri.  Umat Islam tidak lagi berpegang  teguh pada ajaran al-
Qur’an, tetapi sebaliknya mereka bergelimang dalam kejumudan, kebekuan berpikir dan begitu
asyiknya mereka terbelenggu oleh berbagai macam gi berpegang  teguh pada ajaran al-Qur’an,
tetapi sebaliknya mereka bergelimang dalam kejumudan, kebekuan berpikir dan begitu asyiknya
mereka terbelenggu oleh berbagai macam tradisi yang menyesatkan.  Oleh karena itu, Ameer Ali
sampai pada satu kesimpulan bahwa sebenarnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu
telepas dari rantai-rantai yang tersusun dari pangkat-pangkat keagamaan.

Seperti apa yang ditempuh oleh pendahulunya, yaitu Sir Sayeed Ahmad Khan yang memandang
arti pentingnya membangun mastarakat Islam yang sesungguhnya, langkah yang perlu ditempuh
untuk pertama kali ialah memperbaiki dan menyempurnakan sistim pendidikan dan pengajaran,
serta memerdekakan akal pikiran dari berbagai belenggu kebekuan dan kekolotan.  Masyaakat
harus dididik agar dalam menjalankan agama, jangan sampai hanya mementingkan
formalitasnya, mementingkan rangka dan kulitnya semata-mata.  Sebab, pelaksanaan agama
yang dilakukan hanya serupa itu sama sekali tidak ada pengaruh dan bekasnya dalam hidup
orang perorang atau pun dalam kehidupan masyarakat.  Ajaran Islam harus diamalkan dengan
penuh keyakinan dan kesadaran jiwa, dihayati sampai ke jiwa atau ruhnya.  Ameer Ali yakin
bahwa ajaran Islam sendiri senantiasa mendorong kemajuan dan masih sanggup memberi
pengaruh dan corak atas keadaan yang ada di sekitarnya serta inti ajarannya tidak berubah
walaupun rupa lahiriahnya berubah karena perkembangan zaman (Pasha dan Darban. 2005: 60-
61),

10. Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal (1874-1038) dilahirkan di Sialkot, Punjab pada tanggal 22 Pebruari 1873. 
Leluhurnya termasuk dari kalangan kasta Brahmana dari Kasmir yang telah memeluk agama
Islam sekitar tiga abad sebelum Iqbal lahir.  Muhammad Iqbal dinyatakan sebagai filsuf satu-
satunya yang oleh dunia Islam modern.  Dalam wawasan politiknya, Muhammad Iqbal
menyoroti masalah nasionalisme yang pada zamannya sedang hangat-hangatnya dibahas dan
didiskusikan di forum-forum diskusi politik.  Semula, ia terkenal sebagai pendukung paham
kerjasama antar golongan yang hidup di India menuju Negara kesatuan yang dicita-citakan. 
Muhammad Iqbal menunjukkan betapa Islam telah mengembalikan hak asasinya kepada umat
manusia, meningkatkan martabat pekerja serta mengurangi dan melemahkan kekuasaan para
penguasa yang telah merampas hak asasi itu.  Pemujaan terhadap harta, tahta dan kesukuan telah
dipatahkan dan memancarkan kembali secercah sinar harapan dalam hati manusia (Pasha dan
Darban. 2005: 64).

11. Sayid Abul A’la Maududi


Sayid Abul A’la Maududi (1903-1079), salah seorang di antara para ulama dan filsuf
sekaligus mujaddid yang terbesar hibgga sekarang ini.  Ia memiliki ketajaman berpikir, lisan dan
tulisan, sehingga selama menempuh hidup kuang lebih 60 tahun ia telah menghasilkan 120 buku
dengan topik yang sangat luas, meliputi tafsir, hadts, aqidah, ibadah, syari’ah dan hokum,
filsafat, sejarah, politik, ekonomi, kebudayaan, sosial dan sebagainya.
Beberapa pemikirannya yang dianggap paling fundamental adalah: Pertmaa, asas terpenting
dalam Islam adalah tauhid.  Seluruh Nabi dan Rasul mempunyai tugas pokok untuk mengajarkan
tauhid kepada umat manusia.  Ajaran tauhid benar-benar sangat revolusioner dan mempunyai
implikasi yang sangat jauh dalam mengubah koostelasi politik, ekonomi, sosial dan
kebudayaan.  Kedua, sistim politik demokrasi yang diterapkan oleh berbagai bangsa dan Negara
mempunyai kelemahan dikarenakan tidak adanya parameter yang pasti, yang digunakan sebagai
ukuran dalam mengambil keputusan dan Negara mempunyai kelemahan dikarenakan tidak
adanya parameter yang pasti, yang digunakan sebagai ukuran dalam mengambil keputusan atau
dalam membuat legislasi.  Demokrasi bukan dalam arti kedaulatan secara mutlak berada di
tangan rakyat.  Rakyat memiliki kedaulatan, namun kedaulatan itu tidak mutlak karena dibatasi
oleh norma-norma yang telah ditetapkan oleh Tuhan (Pasha dan Darban. 2005: 65-66).
Sumber :

AIK III; Kemuhammadiyahan

Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

tahun 2016.

Terkait
MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN ISLAM YANG BERWATAK TAJDID
DAN TAJRID
Persayarikatan Muhammadiyah mulai sejak berdri hingga sekarang identik dengan gerakan
pembaruan Islam. Gerakan ini tidak lepas dari kondisi ketika ia lahir dari gagasan KH Ahmad
Dahlan. Oleh karenanya, Muhammadiyah bdengaerada di garda depan dalam melakukan
pemurnian ajaran-ajaran Islam yang telah mengalami percampuran dengan entitas budaya dan
praktik-praktik di luar ajaran…
November 25, 2020
dalam "Pemdidikan"
MATAN KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH
Sebuah perkumpalan, persyarikatan, jam’iyyah, atau organisasi, tak terkecuali persyarikatan
Muhammadiyah, didirikan pasti memiliki cita-cita, maksud atau tujuan. Bahkan, kekuatan,
kejayaan dan kelangsungan suatu organisasi sangat tergantung pada kemuliaan dan keluhuran
cita-cita para pendiri dan penerusnya, kemaslahatan (idealitas) dan kemanfaatan (fungsionalitas)
maksud atau tujuan yang diperjuangkan. Cita-cita dan tujuan organisasi itu…
Februari 9, 2018
dalam "Pemdidikan"
MUHAMMADIYAH SANG PENCERAH
Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat (ormas) keagamaan sudah diketahui
keberadaannya oleh hamper seluruh Bangsa Indonesia, bahkan juga sangat popular di manca
Negara.  Namun demikian, tidak banyak orang yang mengetahui secara lebih mendalam dan
komprehensif, apalagi hakekatnya.  Pengetahuan tentang Muhammadiyah biasanya lebih karena
amal usahanya terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan panti…
Februari 4, 2018
dalam "Pemdidikan"
Ditulis dalam Pemdidikan
« ISLAM SEBAGAI WAY OF LIVE (SISTEM KEHIDUPAN)
HAKEKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN ISLAM »

TANGGAPAN

1.
Assalamualaikum wr.wb
Perkenalkan nama saya Siati
Mohon maaf sebelumnya, Saya ingin Bertanya Bagian “Tokoh- Tokoh Pembaruan
Dalam Dunia Islam” yang poin ke-2. MUHAMMAD IBNU ABDUL WAHAB
Tentang : Hal- hal yang berkisar pada masalah memurnikan tauhid inilah yang sangat
ditekankan pada poin ke-6 (Dilarang memakai buah tasbih dalam mengucapkan nama
Tuhan dan doa-doa (wirid) cukup menghitung dgn jeratan jari). Dari kalimat tersebut
menurut saya bertimbal balik dengan yang sebenarnya maksudnya Pak dari yang saya
ketahui dan sering saya menjumpai kebanyakan orang seperti imam-imam di masjid
kebanyakan memakai buah tasbih dlm mengucapkan nama Tuhan dan doa-doa seperti
Zikir. Zikir yang dimaksud adalah satu kewajiban yang tercantum dalam Al-Qur’an.
Bacaan zikir yang paling utama adalah kalimat “Laa ilaaha illallah”, sedangkan doa
yang paling utama adalah ” Alhamdulillah”.Pertanyaan saya Bagaimana Tanggapan

Bapak dari Pernyataan tersebut ?Mohon Penjelasannya


Atas perhatiannya saya ucapkan Terimakasih
Wassalamu’alaikum wr.wb
1 Votes
o
By: SIATI on Oktober 5, 2020
at 9:26 am
Balas

o
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,

“Menghitung tasbih dengan jari itu dianjurkan (disunnahkan). Dalilnya


adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang wanita,
“Bertasbihlah dan hitunglah dengan jari karena sesungguhnya jari jemari
itu akan ditanyai dan diminta untuk berbicara.”

Sedangkan berdzikir dengan menggunakan biji atau kerikil atau pun


semisalnya maka itu adalah perbuatan yang baik. Di antara para sahabat
ada yang melakukan seperti itu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
melihat salah seorang isterinya bertasbih dengan menggunakan kerikil dan
beliau membiarkannya. Terdapat pula riwayat yang menunjukkan bahwa
Abu Hurairah bertasbih dengan menggunakan kerikil.

Adapun bertasbih dengan menggunakan manik-manik yang dirangkai


menjadi satu (sebagaimana biji tasbih yang kita kenal saat ini) maka ulama
berselisih pendapat. Ada yang menilai hal tersebut hukumnya makruh, ada
pula yang tidak setuju dengan hukum makruh untuk perbuatan tersebut.

Kesimpulannya, jika orang yang melakukannya itu memiliki niat yang


baik (baca: ikhlas) maka berzikir dengan menggunakan biji tasbih adalah
perbuatan yang baik dan tidak makruh.

Adapun memiliki biji tasbih tanpa ada kebutuhan untuk itu atau
mempertontonkan biji tasbih kepada banyak orang semisal dengan
mengalungkannya di leher atau menjadikannya sebagai gelang di tangan
atau semisalnya maka status pelakunya itu ada dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama, dia riya’ dengan perbuatannya tersebut.
Kemungkinan kedua, dimungkinkan dia akan terjerumus ke dalam
perbuatan riya’ dan perbuatan tersebut adalah perbuatan menyerupai
orang-orang yang riya’ tanpa ada kebutuhan.
Jika benar kemungkinan pertama maka hukum perbuatan tersebut adalah
haram.

Jika yang tepat adalah kemungkinan yang kedua maka hukum yang paling
ringan untuk hal tersebut adalah makruh.

Sesungguhnya memamerkan ibadah mahdhah semisal shalat, puasa, dzikir


dan membaca Al-Qur’an kepada manusia adalah termasuk dosa yang
sangat besar”

1 Votes

By: Anonim on Oktober 5, 2020
at 2:33 pm
Balas

2.
Assalamualaikum wr. wb
perkenalkan nama saya intan mawarni
Mohon maaf sebelumnya, saya ingin bertanya bagian ” Tokoh-Tokoh Pembaruan
Dalam Dunia Islam” yang poin ke5. Muhammad Rasyid Bidha
Tentang: pokok-pokok pemikiran pembaruan Rasyid Ridha pada poin ke-1 Paham
umat islam tentang agamanya serta tingkahlaku mereka banyak yang telah
menyelewang dari ajaran islam yang suci murni. Karenanya umat islam harus
dibimbing kembali ke jalan islam yang sebenarnya yang bersih dari segala macam
bentuk bid’ah, khurafat, serta syirik. Pertanyaan saya adalah apa maksudnya dari

pernyataan di atas? Mohon penjelasannya pak 


Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih
Wassalamu’alaikum wr. wb
1 Votes
o
By: Intan Mawarni on Oktober 6, 2020
at 3:07 pm
Balas

o
Karena pada masanya sudah terjadi penyimpangan ajaran Islam dari ajaran
yang murni sesuai al-Qur’an dan Hadits. Karena itu perlu pemurnian agar
persaktek kehidupan masyarakat kala itu sesuai dengan ajaran aqidah yang
disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW.

Dalam dunia Islam, pemumian dikenal sebagai gerakan yang mengadakan


penyucian, pembersihan kembali terhadap Aqidah Tauhid umat Islam,
dengan cara mengajak umat Islam membenahi kembali Aqidah mereka
sehingga dapat diharapkan sesuai dengan ajaran Al-qur’an dan Hadis.
Gerakan pemumian ini terkenal sebagai gerakan yang berorientasi kepada
ajaran masa Ialu, yakni ajaran dimasa Nabi dan juga sahabat ketika masih
hidup.

Segala tindak tanduk selalu disesuaikan dan diselaraskan dengan tindakan


dan ajaran yang pemah ada dan diajarkan oleh Rasulullah Saw. Sehingga
gerakan ini terkenal sebagai gerakan yang sangat sederhana dan bersikap
statis terhadap kebudayaan daerah yang ada.

Gerakan pemurnian Aqidah ini mengecam dan berusaha memberantas dan


menyingkirkan hal-hal yang berbau kemusyrikan yang menjadikan
pelakunya tidak akan diampun dosanya oleh Allah kelak di kemudian hari,
yakni pada hari kiamat dimana segala amal dan dosa manusia secara
keseluruhan akan dihisab oleh Allah.

Gerakan pemumian ini dalam merealisasikan konsep dan idenya dengan


cara menghapus berbagai praktek-praktek yang dianggap sebagai sumber
dari perbuatan syirik. Diantaranya adalah tindakan menyekutukan Allah
baik dalam segi sifat, dzat maupun bentuknya.

Selanjutnya gerakan pemumian Aqidah ini juga menghapus dan


menghindari adanya bid’ah dan khurafat.

1 Votes

By: Anonim on Oktober 7, 2020
at 8:21 am
Balas
3.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Perkenalkan nama saya Kintan Arcin
Sebelumnya terima kasih atas kesempatannya, pertanyaan saya berkaitan dengan
materi Pemurnian dan pembaharuan di dunia Muslim pada poin ” Sebab-sebab
Kemunduran Islam “. Dari ceramah Ustadz Khalid Basalamah menyampaikan bahwa
Berdasarkan historinya, selama 1335 Tahun Islam menguasai dunia, dihitung dari
hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah sampai pada masa kepemimpinan
Khulafaur Rasyidin. Dan kurang lebih 95 Tahun dari sekarang Islam tidak menguasai
dunia.
Pertanyaan saya, peristiwa apa atau masalah apa yang menjadi awal dari tidak

berkuasanya Islam di dunia? Mohon penjelasannya pak


Rate This
o
By: Kintan Arcin on Oktober 6, 2020
at 3:55 pm
Balas
o
Kejayaan dunia Islam yang telah berjalan beberapa abad lamanya, yang
pengaruhnya telah merebak dan merambah jauh ke berbagai belahan dunia
non muslim, pada akhirnya juga mengalami kemunduran. Berbagai macam
krisis yang sangat kompleks telah menerpa dunia Islam, diantarnya adalah:

Krisis dalam bidang Sosial Politik

Islam tidak dapat disalahkan dan dianggap bertanggung jawab atas


stagnasi yang telah lama berlangsung dan dekadensi nyata dalam dunia
Islam. Keburukan-keburukan yang ada sekarang harus dinisbatkan kepada
orang-orang Islam sendiri yang tidak dapat hidup menurut ajaran Islam.
Jika mereka kehilangan kemakmuran material yang mereka miliki dahulu,
hal itu adalah karena mereka tidak mengindahkan “separuh hukum
Tuhan”. Untuk menghilangkan cadar yang menutupi dunia Islam, perlu
ditegaskan bahwa wahyu al-Qur’an itu bersifat rasional secara sempurna
dan ajaran nabi Muhammad mengandung kemungkinan-kemungkinan
yang tak terhingga. Ketika umat Islam hidup menurut ajaran agama yang
mendorong untuk berpikir dan memiliki akal yang kritis, Islam tampak
sebagai obor kemajuan (Pasha dan Darban. 2005: 14-15)

Krisis dalam bidang Keagamaan

Krisis ini berpangkal dari suatu pendirian sementara ulama jumud yang
menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Menurut pandangan ini,
untuk menghadapi berbagai permasalahan, kehidupan umat Islam cukup
mengikuti pendapat dari para Imam Mazhab. Pandangan jumud ini
mengakibatkan lahirnya sikap memutlakkan semua pendapat imam-imam
mujtahid, seperti memutlakkan pendapat Imam Malik, Imam Abuhanifah,
Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hanbal dan imam-imam mujtahid
lainnya. Pada hal, pada hakekatnya imam-imam tersebut masih tetap
manusia biasa, bukan manusia maksum yang tidak akan lepas dari
kesalahan. Pengakuan dari para imam mujtahid bahwa pendapatnya tidak
lepas dari kemungkinan salah serta melarangnya untuk dipeganginya
secara mutlak dapat disimak dari fatwa mereka. Dari zaman keruntuhan
dunia Islam, dunia pendidikan pun terkena getahnya juga. Kemorosotan
dunia pendidikan Islam antara lain ditandai dengan sepinya kegiatan-
kegiatan ilmiah yang meransang peserta didik untuk melakukan penelitian
dan percobaan (Pasha dan Darban. 2005: 14-26).

Krisis dalam bidang Pendidikan dan ilmu pengetahuan

Krisis ketiga ini sesungguhnya hanya sekedar akibat dari adanya krisis
dalam bidang social politik dan bidang keagamaan. Sebagaimana telah
dibahas di muka bahwa dengan jatuhnya pusat-pusat kekuasaan Islam,
baik di belahan Barat yang berpusat di Cordova maupun di belahan Timur
yang berpusat di Bagdad, ternyata penderitaan yang dialami dunia ilmu
pengetahuan adalah sama. Baik Nasrani Spanyol maupun tentara Mongol,
mereka sama-sama berperangai Barbar dan sama sekali belum dapat
menghargai betapa tingginya nilai ilmu pengetahuan. Pusat-pusat ilmu
pengetahuan diporak-porandakan dan dibakar sampai habis berkalang
tanah.

Rate This

By: Anonim on Oktober 7, 2020
at 8:40 am
Balas

4.
Assalamu’alaikum pak.
Perkenalkan nama sy widiarti (101901003), sy dari kelas A, prodi akuntansi, fakultas
ekonomi angkatan 2019.
Peradaban islam dimulai dr Timur tengah. Dimana pada saat itu Islam mampu
menghasilkan dan memberikan pengaruh besar pada perkembangan budaya, ekonomi
dan ilmu pengetahuan.
Mengapa kejayaan Islam bisa runtuh?Sedangkan kita ketahui islam pada saat itu
berkembang pesat. Dan faktor-faktor apa saja yg menyebabkan runtuhnya Islam?

Anda mungkin juga menyukai