DI SUSUN OLEH :
Febrianti Putri Yanti
M.Fahry Bintang
Galih Asri Winata
Putriyani Damanik
KLS :
MA HIMMATUL UMMAH
TAHUN AJARAN 2021-2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah terkait Pembaharuan Dalam Islam.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas dan ujian mata kuliah Kemuhammadiyahan di Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan, baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga, dosen mata kuliah,
beserta teman-teman yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
makalah yang sederhana ini.
Kritik dan saran sangat penulis harapkan guna kesempurnaan makalah ini, dan
juga menjadi faktor koreksi bagi penulis guna menyusun makalah-makalah yang akan
datang. Akhir kata penulis ucapkan syukur dan terima kasih, semoga bermanfaat. Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
ْأ
ِ ث لِهَ ِذ ِه اُأْل َّم ِة َعلَى َر
س ُك ِّل ِماَئ ِة َسنَ ٍة َم ْن يُ َج ِّد ُد لَهَا ِدينَهَا ُ ِإ َّن هَّللا َ يَ ْب َع
Istilah ini berasal dari bahasa Arab dari kata ( )ج َّد َد
َ dan (f ٌدf)ج ِد ْي.
َ Kata Al-Jadid
banyak digunakan dalam Al-Quran dan As-Sunnah atau dalam penggunaan para ulama.
Bila kita melihat pengertian etimologi bahasa Arab tentang kata “At-Tajdid” dan kata
turunannya ternyata kembali kepada pengertian menghidupkan ()اِإل حْ يَاء, membangkitkan (
ُ )البعdan mengembalikan (ُا َدةfَ)اِإل ع. Sehingga ada tiga unsur makna yang terkandung
ْث
dalam kata tersebut yaitu keberadaan sesuatu ( ) ُوجُوْ د َكوْ نِيَةkemudian hancur atau hilang (
)بَلَى أو ُدرُوْ سkemudian dihidupkan dan dikembalikan ()اِإل حْ يَاء أو اإلعَادَة. (Mafhum Tajdid
Ad-Dien, Bisthami Muhammad Sa’id, hal. 18).
Karena istilah ini bersumber kepada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka hanya Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sajalah yang dapat
menentukan pengertian yang benar terhadap istilah “At-Tajdid” dan ketentuan-
ketentuannya.
Kata “At-Tajdid” dalam hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sama
dengan pengertian bahasa di atas yaitu menunjukkan pengertian kebangkitan,
menghidupkan dan mengembalikan. Hal ini dapat dilihat dalam hadits Abdullah bin
Amru bin Al-Ash radhiallahu ‘anhu yang berbunyi,
فَا ْسَألُوْ ا هللاَ َأ ْن ي َُج ِّد ُد اِإل ْي َمانَ فِ ْي قُلُوْ بِ ُك ْم، ق الثَّوْ ب
ُ َف َأ َح ِد ُك ْم َك َما يَ ْخل ُ َِإ َّن اِإل ْي َمانَ لَيَ ْخل
ِ ْق فِ ْي َجو
َ يَ ْنفُوْ نَ َع ْنهُ تَحْ ِر ْيفَ ْالغَالِ ْينَ َوتَْأ ِوي َْل ْال َجا ِهلِ ْينَ َو ِإ ْنتِ ِحا َل ْال ُمب ِْطلِ ْين: ُف ُع ُدوْ لُه
ٍ َيَحْ ِم ُل هَ َذا ْال ِع ْل َم ِم ْن ُكلِّ َخل
“Ilmu agama ini akan dibawa oleh orang-orang yang terpercaya pada
setiap generasi: mereka akan menolak tahrif (perubahan) yang dilakukan oleh
orang-orang yang melewati batas, ta’wil (penyimpangan arti) yang dilakukan
oleh orang-orang yang bodoh, dan kedustaan yang dilakukan oleh orang-orang
yang berbuat kepalsuan.” (HR. Ibnu ‘Adi, Al-Baihaqi, Ibnu ‘Asakir, Ibnu
Hibban, dll,; dinyatakan berderajat hasan oleh Syeikh Salim bin ‘Ied al-Hilali
dalam Hilyatul ‘Alim Al-Mu’allim, hal. 77, juga oleh Syeikh Ali bin Hasan di
dalam At-Tashfiyah wat Tarbiyah).
5) Membangkitkan kembali upaya mengamalkan Al Quran dan Sunnah
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dalam seluruh sisi kehidupan manusia
dan mengembalikan peristiwa dan hal yang baru kepada isi
kandungannya.
Imam Muhammad bin Sulaiman Al-Alqami (wafat tahun 969 H)
menyatakan, “Pengertian Tajdid adalah menghidupkan kembali pengamalan
Al-Qur`an dan Sunnah serta perintah mengamalkan kandungan keduanya.”
(Lihat ‘Aunul Ma’bud, 4/178 dan Faidhul-Qadir 2/281).
Sedangkan Imam Al-Munaawi menjelaskan sebab perlunya tajdid dalam
ungkapan beliau, “Hal ini karena Allah Ta’ala menjadikan Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam sebagai penutup para Nabi dan Rasul (Khatamul
anbiya’war rusul), padahal peristiwa dan kejadian tak terhitung jumlahnya
dan mengenal hukum agama sudah menjadi kelaziman hingga hari kiamat.
Disamping itu zhahir nash-nash syariat belum bisa menjelaskannya secara
sempurna, bahkan harus ada cara yang sempurna dalam masalah ini, maka
hikmah Allah menuntut munculnya satu kaun dari para ulama di awal setiap
abad yang menanggung beban menjelaskan kejadian-kejadian tersebut untuk
memperlakukan umat ini bersama ulama mereka sebagaimana perlakuan
pada bani israil bersama nabi-nabi mereka.” (Lihat Faidhul Qadir, 1/10).
Dari tiga kesimpulan ini dapat diambil satu pengertian singkat untuk
istilah At-Tajdid yang dalam istilah kita adalah pembaharuan agama sebagai
upaya mengembalikan umat kepada Islam yang tegak diatas Al-Qur`an dan
Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai dengan pemahaman
salaf umat dari kalangan para sahabat, tabi’in dan orang yang mengikuti jejak
langkah mereka dalam beragama. Wallahu a’lam.
Banyak usaha yang telah dilakukannya dalam melawan penjajah , antara lain:
a. Membangun kembali jiwa Islam yang terkandung dalam ajaran Al-Qur’an.
b. Menghilangkan sifat kesukuan atau golongan.
c. Mengikis Taqlid dan Fanatisme.
d. Melaksanakan Ijtihad dalam memahami Al-Qur’an.
3.1. Kesimpulan
Pembaruan Islam adalah proses pemurnian dimana konsep pertama atau konsep
asalnya difahami dan ditafsirkan sehingga menjadi lebih jelas bagi masyarakat pada
masanya dan lebih penting lagi penjelasan itu tidak bertentangan dengan aslinya.
Pembaruan Islam mempunyai rujukan yang jelas, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah,
sementara pembaruan lain akan terus berproses mencari dan tidak memiliki rujukan
yang mutlak dan pasti. Ada beberapa metologi yang ditempuh oleh Ibu Taimiyah yaitu:
1) Ibnu Taimiyah tidaklah menggunakan nalar sebagai sumber yang mutlak dalam
menentukan hukum.
2) Ibnu Taimiyah tidaklah berpihak hanya pada satu pendapat saja, bagi Ibnu Taimiyah
tidak seorangpun memiliki kedudukan kecuali baginya bersumber dari Al-Qur'an, As-
Sunnah dan Atsar para Ulama Salaf yang mengikuti Nabi SAW.
3) Ibnu Taimiyah berpandangan bahwa Syari’ah itu bersumber dari Al-Qur’an, Nabi
Muhammad lah yang menjelaskan dan mempraktekkannya kepada umat terlebih
kepada para sahabat pada masa Nabi SAW.
4) Ibnu Taimiyah tidaklah orang yang fanatik terhadap pemikirannya saja, Ibnu
Taimiyah selalu melepas dirinya dari segala apa yang mengikatnya, kecuali yang
sesuai dengan Al-Qur'an, As-Sunnah dan Atsar Salaf.
Adapun usaha yang telah dilakukannya dalam melawan penjajah, antara lain:
1. Membangun kembali jiwa Islam yang terkandung dalam ajaran Al-Qur’an.
2. Menghilangkan sifat kesukuan atau golongan.
3. Mengikis Taqlid dan fanatisme.
4. Melaksanakan Ijtihad dalam memahami Al-Qur’an, Beliau juga mengutarakan
bahwa kesejahteraan umat manusia itu tergantung pada:
a) Akal manusia yang disinari dengan tauhid.
b) Kemuliaan budi pekerti.
c) Aqidah (iman) yang dijadikan sebagai prinsip yang pertama.
d) Loyalitas orang yang berilmu dalam membagikan ilmunya pada orang lain.
3.2. Saran
Kata yang lebih di kenal untuk pembaharuan adalah modernisasi. Pembaharuan
Islam adalah upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan
dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan
demikian pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi ataupun
menambahi teks Al-Quran maupun As-Sunnah.
Dari makalah yang kami paparkan bahwa kami sedikit memberikan saran bagi
yang membaca makalah ini agar bisa mengambil hikmah dari sebuah cerita awal
pembaharuan Islam serta mengetahui beberapa pemikiran tokoh-tokoh penting yang
terkait dalam pembaharuan Islam.
Demikianlah makalah ini kami buat, kami sadar dalam makalah ini masih banyak
kesalahan dalam penulisan maupun dalam penyampaiannya. Untuk itu, kritik dan saran
yang membangun sangat kami perlukan guna memperbaiki makalah kami. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Mallat, Chibli, The Renewall of Islamic Law, Muhammad Bager as-Sadr, Najaf and
theShi’i International, (Cambridge: Cambridge University Press, 2003:4).
Sukidi Mulyadi, artikel Defisit Demokrasi di Dunia Islam, dalam Islam Negara dan
CivilSociety, Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer, (Jakarta:
Paramadina, 2005: 229).