Anda di halaman 1dari 6

PERNIKAHAN DILUAR NEGERI

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Keluarga dan Waris

Oleh:
KELOMPOK 3
Putri Permata Indah (20170610045)
Nindiya Sukmawati (20170610140)
Nurmala Ita (20170610141)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2018
A. Pengertian Perkawinan Diluar Negeri
Perkawinan yang dilakukan diluar negeri menurut pasal 56 UU No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan, perkawinan diluar negeri adalah perkawinan yang
dilangsungkan diluar Indonesia antara dua orang warga negara Indonesia atau
seorang warga negara Indonesia dengan warga Negara asing. “Menurut Prof.
Waryono Darmabarata . “ Perkawinan selain harus memperhatikan hukum negara,
seperti yang tersimpul dalam pasal 2 ayat (2) UU perkawinan dan
penjelasannya,juga harus memperhatikan agama dan kepercayaan suami
isteri.Dengan demikian perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum
Negara dan kepercayaan mereka itu”. “Pasal 56 Undang-Undang Nomor 1 tahun
1974, menentukan :
1. Perkawinan yang dilangsungkan diluar Indonesia antara 2 orang warga negara
Indonesia atau seorang warga negara Indonesia dengan warga Negara asing
adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana
perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warga negara Indonesia tidak melanggar
ketentuan undang-undang ini.
2. Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami istri itu kembali ke wilayah Indonesia,
surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di kantor pencatatan
perkawinan tempat tinggal mereka.
Ketentuan ini sama bunyinya dengan Pasal 83 dan 84 KUHPerdata. Dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 24/2013 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23/2006 Tentang Administrasi kependudukan jangka waktu ini
disingkat menjadi tiga puluh hari ( Pasal 37 ayat (4)). Prof.Wahyono
Darmabarata SH, MH. Dalam bukunya Hukum Perkawinan Menurut KUH
Perdata buku kesatu, mengatakan bahwa :“ perkawinan dapat dilangsungkan
secara sah diluar negeri baik perkawinan antara warga Negara maupun
perkawinan antar warga Negara dengan orang bukan warga Negara, jika
terpenuhi syarat-syaratsebagai berikut:
a. Perkawinan harus dilangsungkan menurut tata cara yang berlaku dimana
perkawinan itu dilangsungkan.
b. Calon suami-istri warganegara Indonesia tidak melanggar syarat-syarat
perkawinan yang tercantum dalam Bagian I Bab IV Buku I Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.
B. Syarat Sah Perkawinan Diluar Negeri
Di Indonesia, berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan di
nyatakan bahwa syarat untuk sahnya suatu perkawinan harus berdasarkan hukum
agama dan harus dilakukan pendaftaran perkawinan di lembaga pencatatan
perkawinan setempat. Sehingga perkawinan yang dilakukan oleh warga negara
Indonesia di luar negeri dapat diakui sebagai perkawinan yang sah apabila telah di
daftarkan di lembaga pencatatan setempat dan mendapat surat bukti perkawinan.
Selain adanya syarat pencatatan di negara setempat, UU perkawinan juga
mensyaratkan kepada setiap warga negara Indonesia yang melangsungkan
perkawinan di luar negeri untuk segera mendaftarkan perkawinannya tersebut di
lembaga pemerintah sekembalinya ke Indonesia. Selain itu, pasal 56 (1) UU
Perkawinan juga menyatakan bahwa apabila terjadi perkawinan antar warga negara
Indonesia atau antar warga negara Indonesia dengan warga negara asing di mana
perkawinan tersebut dilangsungkan diluar negeri, maka perkawinan tersebut
dinyatakan sah apabila telah dilakukan berdasarkan hukum perkawinan negara
setempat sepanjang tidak bertentangan dengan hukum perkawinan Indonesia.
Kemudian berdasakan pasal 56 (2) UU Perkawinan dinyatakan bahwa dalam waktu
satu tahun setelah suami istri tersebut kembali ke Indonesia, surat bukti perkawinan
mereka harus didaftarkan di kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka.
Sebaliknya, berdasarkan UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan, pada pasal 37 dinyatakan bahwa pencatatan perkawinan di luar
negeri paling lambat harus dilaporkan 30 hari sejak pasangan bersangkutan kembali
ke Indonesia. Jika batas waktu pelaporan terlewati, pasangan perkawinan bisa
dikenakan denda administratif. Dalam Perpres No. 25 Tahun 2008 memberikan
kewenangan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengatur besaran denda
administratif tersebut. Bahkan Pemda boleh menjadikan denda tersebut sebagai
sumber pendapatan asli daerah (PAD). Ketentuan ini diatur dalam pasal 107 Perpres
25. Salah satu yang sudah mencantumkannya sebagai pendapatan daerah adalah
DKI Jakarta, melalui Perda No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah. Jadi untuk
dapat diakuinya suatu perkawinan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di
luar negeri, maka berdasarkan hukum perkawinan harus memenuhi dua persyaratan
terlebih dahulu yaitu;
1. perkawinan tersebut harus berdasarkan hukum perkawinan negara setempat dan
perkawinan tersebut harus didaftarkan di lembaga pencatatan untuk mendapat
surat bukti perkawinan;
2. surat bukti perkawinan tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pencatatan
Perkawinan setempat selambat-lambatnya satu tahun setelah suami istri tersebut
kembali ke Indonesia.
Setelah kedua syarat tersebut dipenuhi maka perkawinan yang dilakukan oleh warga
negara Indonesia tersebut adalah sah dan sama kedudukannya dengan perkawinan
yang dilakukan di wilayah Indonesia. Sebaliknya, apabila kedua syarat tersebut
tidak dipenuhi, maka perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri tidak diakui
oleh negara karena tidak sesuai dengan hukum perkawinan yang berlaku.
Untuk dapat melangsungkan perkawinan, sepasang calon suami istri tersebut harus
melewati beberapa prosedur terlebih dahulu, prosedur berikut berlaku bagi salah
satu dari mereka (apabila calon pasangannya merupakan WNA), ataupun bagi kedua
pasangan calon suami istri tersebut. Prosedurnya antara lain:
1. Surat Keterangan Ketua RT
Hal ini dimaksudkan agar dapat membuktikan bahwa memang benar mereka
merupakan warga dari wilayah tersebut, selain itu dengan adanya pelaporan bagi
Ketua RT, maka Ketua RT akan membuat surat rujukan bagi Ketua RW agar
dapat membantu pihak yang ingin melaporkan perkawinannya mempersiapkan
dokumen apa saja yang kelak di butuhkan.
2. Surat Keterangan Ketua RW
Setelah mendapat keterangan dari Ketua RT, bahwa memang benar pihak yang
ingin melaporkan perkawinan merupakan warganya, maka Ketua RW pun akan
meminta beberapa dokumen penting dari warga tersebut, kemudian akan
memberikan beberapa surat, yang nantinya akan diperlukan di kantor Catatan
Sipil ataupun KUA. Surat – surat tersebut antara lain:
a. Surat Keterangan untuk Nikah ( N 1 )
b. Surat Keterangan Asal Usul ( N 2 )
c. Surat Keterangan Orang Tua ( N 4 )
d. Surat Izin Orang Tua ( N 5 )
3. Kantor Catatan Sipil / KUA
Selain surat – surat yang telah dibuat oleh Ketua RW, ada juga beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasangan yang ingin melaporkan
perkawinannya, antara lain:
a. Akte Cerai / Talak bagi calon pengantin yang berstatus janda / duda.
b. Akte Kelahiran asli, masing-masing dari kedua calon penganten berikut foto
copynya:
 Foto copy paspor dan izin tinggal
 Izin Pengadilan bagi pihak yang masih berada di bawah umur
 Izin Poligami dari Pengadilan bagi WNI yang telah beristri lebih dari
seorang
Setelah semua akta / surat yang dibutuhkan telah terpenuhi, maka pihak Kantor
Catatan Sipil / KUA pun akan mengeluarkan akta yang disebut Surat
Keterangan Laporan Perkawinan. Surat ini menyatakan bahwa kedua pasangan
suami istri tersebut telah resmi menikah dan telah melaporkan perkawinannya
tersebut Surat Keterangan Laporan Perkawinan kelak akan dibutuhkan / diminta
bila terjadi kondisi-kondisi dibawah ini, yaitu :
a. Bila pasangan suami istri yang bersangkutan menikah di luar wilayah Negeri
Kesatuan Republik Indonesia dan akan menetap di Indonesia,
b. Bila pasangan suami istri yang bersangkutan menikah di luar wilayah Negeri
Kesatuan Republik Indonesia dan akan membuat Akte Kelahiran bagi putra/i
nya di dalam wilayah Indonesia, karena akan dipergunakan untuk :
1. Pendaftaran awal masuk sekolah
2. Pembuatan surat-surat penting untuk anak seperti Passport / KTP / SIM
3. Pembuatan Akte Pernikahan atau Surat Kawin anak kelak (bila anak akan
melangsungkan Pernikahan di dalam wilayah Indonesia nantinya)
4. Mengurus Bea Siswa / Hak Ahli Waris / masalah-masalah Asuransi dan
Tunjangan Keluarga dalam konteks hukum Negara Indonesia
5. Serta aktivitas-aktivitas lainnya yang akan dilakukan di dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berhubungan dengan
pencatatan ataupun pembuatan surat-surat yang memiliki kekuatan
hukum, baik secara pidana maupun perdata
Setelah yang bersangkutan kembali ke Indonesia, pernikahan harus dilaporkan
ke Kantor Urusan Agama (KUA) ataupun Catatan Sipil dimana pasangan suami
istri tersebut bertempat tinggal. Laporan ke KUA ataupun Catatan Sipil
berdasarkan UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pada
pasal 37 dinyatakan bahwa pencatatan perkawinan di luar negeri paling lambat
harus dilaporkan 30 hari sejak pasangan bersangkutan kembali ke Indonesia.

KESIMPULAN
Bukan merupakan suatu permasalahan yang besar apabila ada pasangan yang ingin
melangsungkan perkawinan di luar negeri, karena hukum Indonesia pun melegalkan
pernikahan yang dilaksanakan di luar negeri, asalkan mereka dapat melengkapi segala
administrasi yang dibutuhkan, serta tunduk pada hukum negara dimana mereka akan
melangsungkan perkawinannya. Kemudian, setelah mereka telah sah menjadi sepasang
suami istri, maka mereka juga harus memberikan laporan kepada catatan sipil ataupun
KUA di Indonesia, sebagai bukti bahwa mereka telah resmi menjadi sepasang suami
istri, selain itu ini hal ini juga dilakukan agar mereka dianggap sah di mata hukum
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai