4) reformulasi pola pendidikan Islam yang tradisional dan agama ansich, menuju
pendidikan yang seiring dengan misi khalifah. Ketika terjadi dikhotomi pendidikan, satu
sisi model pendidikan umum yang hanya berorientasi duniawi, yang dimotori oleh
lembaga pendidikan kolonial Belanda dan beberapa golongan ningrat, dengan sistem
dan sarana prasarana modern, sementara di sisi lain model pendidikan Islam
(pesantren) dengan materi ajarnya hanya berkutat pada masalah-masalah agama dalam
arti sempit (terbatas pada bidang fiqih agama: bahasa Arab, terjemah dan tafsir, hadis,
tasawuf /akhlak, aqaid, ilmu mantiq dan ilmu falaq), dengan sistem dan prasarana
tradisional. Muhammadiyah lahir menjembatani dikhotomi tersebut, upaya yang
dilakukan Ahmad Dahlan dengan bergabung menjadi guru agama di Kweek school (
yang dulu disebut Sekolah Raja) di Jetis Yogyakarta, adalah bukti bahwa beliau ingin
memasukkan materi keagamaan pada sekolah umum. Di samping itu, beliau juga
membuat sekolah Ibtidaiyah Dienul Islam di rumah beliau. Ibtidaiyah Dienul Islam
adalah sekolah yang berbasis agama tetapi muatan ajarnya tidak hanya terbatas masalah
agama, akan tetapi ditambah dengan materi-materi umum, model pendidikan dan
sarana-prasarana meniru kweek school. Apa yang dilakukan Ahmad Dahlan dengan
terobosan-terobosannya tersebut mengundang banyak dikritik dan cemoohan dari ulama
dan kyai ketika itu, sehingga sebagai akibat dari tindakan-tindakannya beliau kemudian
dituduh kyai kafir.
5) kehadiran Muhammadiyah juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak
menjadi korban misi Zending Kristen. Kyai Dahlan dengan cara yang cerdas dan elegan
mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di
sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara Al-
Quran sebagai Kitab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai Dahlan
menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama secara
rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-ajarannya”, sehingga
Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan bahwa diskusi-diskusi tentang
Kristen boleh dilakukan di masjid. Dari jalinan persahabatan Ahmad Dahlan dengan
para pendeta menunjukkan sikap toleran beliau terhadap agama Kristen. Hal ini
dilakukan Ahmad Dahlan dengan tujuan selain mengkondusifkan suasana eksternal
Muhammadiyah, beliau juga tidak segan-segan belajar dan meniru sistem sekolah dan
kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh misionaris Kristen.
Modal Gerakan Keagamaan Muhammadiyah