Anda di halaman 1dari 7

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN TAJDID

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kemuhammadiyahan Dosen Pengampu : Faozan Amar, S.Ag,MM

NAMA NIM KELAS

: NUR FADHILAH : 1001145071 : BIOLOGI 3B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA 2010/2011

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN TAJDID


Para pengamat dan pemerhati Muhammadiyah menjuluki organisasi Muhammadiyah sebagai organisasi islam pembaharuan, atau gerakan tajdid, karena menurut mereka, organisasi ini berusaha untuk merujuk secara langsung kepada AlQuran dan As-Sunnah dan memahaminya secara utuh dan komprehensif. Berbagai metode dan pendekatan digunakan oleh Muhammadiyah untuk merealisasikan Islam yang universal sebagai ciri gerakannya. Menurut Muhammadiyah, sebagai sebuah agama, Islam memiliki kepentingan untuk mendorong manusia melakukan transformasi ke arah cita dan visi Islam, karena ciri Islam yang paling menonjol yaitu sifatnya yang hadir dimana-mana (omnipressence), dalam arti kehadiran Islam selalu memberikan panduan moral yang benar bagi semua tindakan manusia. Peradaban modern manusia akibat pesatnya kemajuan industri, teknologi, dan informasi menuntut tidak saja kecerdasan nalar tetapi juga kematangan dan kecerahan emosional dan spiritual dalam menyikapi, mencermati, menyimak, dan mengevaluasi peradaban sehingga manusia tidak tercerabut dari akar religiusitasnya. Umat Islam, sesungguhnya dapat memberikan respons pada modernitas secara positif. Sebagai agama universal dan kosmopolitan, Islam memiliki karakter yang menjunjung tinggi pada harkat kemanusiaan dan kepedulian sosial sebagai sesuatu yang selalu tetap dan abadi. Sumber ajaran Islam adalah Al-Quran dan Sunnah, artinya segala persoalan kehidupan harus dikembalikan pada kedua sumber tersebut. Akan tetapi, hal itu memerlukan kecerdasan akal untuk menggali dan menkontekstualisasikan secara tepat dengan situasi dan kondisi yang berubah. Al-Quran memang bersifat doktrin yang mutlak benar, tetapi penafsiran dan pemahaman atasnya tidak bernilai mutlak benar semutlak benarnya doktrin itu sendiri.

1. Tajdid (Pembaharuan) Tajdid atau pembaharuan pemahaman Islam telah menjadi watak khas Muhammadiyah sejak dari kelahirannya. Usaha-usaha tajdid yang dilakukan oleh Muhammadiyah itu Nampak nyata dalam amal usahanya di bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial dan yang tidak kalah penting usaha purifikasi ajaran-ajaran Islam.

2. Pelopor Gerakan Tajdid di Indonesia Agama Islam dating di Indonesia setelah di negeri ini terbentuk pola-pola kebudayaan non-Islam. Agama Hindu, Budha dan Kejawen telah mendarah daging. Animism dan Dinamisme mewarnai wajah Nusantara. Maka tidak heran bila takhayul, khurafat dan syirik telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Umat Islam pun terbawa arus alkurturasi dan adaptasi dengan kebudayaan lama. Reaksi dan penolakan mereka terhadap pembaharuan menambah beku dan jumud, yang jauh dari suasana Qurani. Maka berdirilah Muhammadiyah, untuk mengadakan tajdid atau

pembaharuan yang bermakna menngembalikan wajah beku dari system Islam yang ditampilkan pemeluknya ketika itu, dikembalikan kepada dasar-dasar yang asli dari Al-Quran dan Hadits. Seluruh sistem ajaran dan struktur sosial serta kerangka berpikir tradisional dirombak menjadi yang sesuai dengan ajaran Islam yang asli. Itulah gerakan reformasi yang dicanangkan Muhammadiyah, untuk

mensucikan Islam dari pengaruh Animisme, Dinamisme, Kejawen, Hindu, Budha dan adat yang kesemuanya telah mengotori kemurnian Islam. Dua sisi, antara Muhammadiyah dengan tajdid tidak dapat dipisahkan. Bahkan Muhammadiyah boleh dikatakan sebagai pelopor gerakan tajdid atau reformasi atau pembaharuan di Indonesia, meskipun sebelumnya telah dirintis oleh Gerakan Kaum Paderi atau Kaum Muda di Sumatera yang dipimpin oleh Haji Miskin dan kawan-kawannya. Dengan munculnya Muhammadiyah pada awal abad ke-20 kehidupan beragama di Indonesia punya perspektif baru.

3. Kembali Kepada Al-Quran dan Hadits Muhammadiyah pada dasarnya adalah gerakan Islam yang bermaksud dakwah, mengajak kepada Islam. Bagi yang telah Islam, ajakan itu bersifat tajdid, yaitu kembali kepada ajaran Islam yang murni, seperti yang telah diwahyukan oleh Allah (Al-Quran) dan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw (hadits yang sahih) serta yang dikerjakan oleh para sahabat dan ulama salaf yang sesuai dengan ajaran Quran dan Hadits, dengan mempergunakan akal, pikiran dan dengan penyelidikan yang cermat, tidak bertaklid (ikut-ikutan). Ajaran itu, berkenaan dengan soal tauhid, membersihkan khurafat, takhayul dan segala macam kemusyrikan. Mengenai ibadah: mengajak mengikhlaskan diri hanya karena Allah semata, tanpa perantaraan sesuatu pun dan membersihkan segala macam bidah serta menjauhkan diri dari menganggap keramat sesuatu benda atau seseorang. Setelah ditinggalkan oleh Nabi Muhammad Saw, ajaran Islam mulai dimasuki paham-paham yang bukan ajaran Islam oleh beberapa orang/golongan yang sengaja ingin menyelewengkan agama Islam, terutama dari kalangan bani Israel dan kaum munafik. Apalagi setelah tersebarnya Islam di beberapa tempat yang sangant berjauhan satu dengan yang lain, dan berkembangnya ilmu pengetahuan pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyah, maka Islam pun mulai dicampuri oleh beberapa ajaran palsu. Akibatnya ajaran Islam tidak murni lagi, sudah mulai tercampur dengan bidah, khurafat dan takhayul-takhayul, baik yang mengenai ibadah, akhlak, adab, sampai yang mengenai soal-soal iktikad. Keadaan itu semakin parah setelah meluasnya hadits-hadits palsu (maudhu). Baru kurang lebih di awal abad ini timbul pikiran untuk memurnikan ajaran Islam menurut tuntunan Nabi Muhammad Saw. Pikiran itu digerakkan oleh Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis (Persatuan Islam) dan lain-lain. Gerakan itu biasa disebut sebagai gerakan tajdid atau gerakan membaharui paham islam, supaya tidak beku dan mundur.

4. Muhammadiyah dalam Menghadapi Bidah Hakekat dan landasan perserikatan Muhammadiyah ialah kembali kepada AlQuran dan Hadits. Untuk mencapai itu, bagi Muhammadiyah tidak ada kompromi dalam menghadapi bidah, takhayul, syubhat dan khurafat dalam segala bentuk dan manifestasinya. Bidah adalah cara baru dalam perkara agama yang menyerupai syariat, yang dibuat orang dengan maksud berlebih-lenihan dalam beribadah serta mengharap pahala. Bidah dalam segala macam bentuk hukumnya sesat. Jauh sebelum berdirinya Muhammadiyah, bidah dan khurafat sudah tumbuh dengan subur, bahkan faktor bidah inilah salah satu diantara beberapa faktor yang mendorong berdirinya perserikatan Muhammadiyah. Terhadap ini semuanya, Muhammadiyah sejak semula mempunyai rencana kerja yang tegas. Para muballigh

Muhammadiyah di samping menyampaikan dakwah dan seruan-seruan umum, juga aktif memberantas gejala-gejala bidah yang tumbuh seperti yang telah di lakukan K.H. Ahmad Dahlan.

5. Majlis Tarjih dan Usaha Mempersatukan Hukum Islam Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah lahir pada tahun 1927 karena dilatarbelakangi oleh kesadaran akan pentingnya sebuah institusi di

Muhammadiyah yang memiliki otoritas keagamaan dan berperan sebagai katalisator gerak pembaruan Muhammadiyah. Majlis Tarjih mempunyai

kedudukan yang istimewa di dalam Persyarikatan, karena selain berfungsi sebagai Pembantu Pimpinan Persyarikatan, mereka memiliki tugas untuk memberikan bimbingan keagamaan dan pemikiran di kalangan umat Islam Indonesia pada umumnya dan warga persyarikatan Muhammadiyah khususnya.

Adapun tugas-tugas Majlis Tarjih, sebagaimana yang tertulis dalam Qaidah Majlis Tarjih 1961 dan diperbaharuhi lewat keputusan Pimpinan Pusat Muhammdiyah No. 08/SK-PP/I.A/8.c/2000, Bab II pasal 4 , adalah sebagai berikut : 1. Mempergiat pengkajian dan penelitian ajaran Islam dalam rangka pelaksanaan tajdid dan antisipasi perkembangan masyarakat. 2. Menyampaikan fatwa dan pertimbangan kepada Pimpinan Persyarikatan guna menentukan kebijaksanaan dalam menjalankan kepemimpinan serta

membimbing umat , khususnya anggota dan keluarga Muhammadiyah. 3. Mendampingi dan membantu Pimpinan Persyarikatan dalam membimbing anggota melaksanakan ajaran Islam. 4. Membantu Pimpinan Persyarikatan dalam mempersiapkan dan meningkatkan kualitas ulama. 5. Mengarahkan perbedaan pendapat/faham dalam bidang keagamaan ke arah yang lebih maslahat.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah-Puar,Yusuf.1989.Perjuangan dan Pengabdian Muhammadiyah. Jakarta:PT. Pustaka Antara Karim,Rusli.1986.Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar. Jakarta:CV.Rajawali Hasyim,Umar.1990.Muhammadiyah Jalan Lurus Dalam Tajdid, Dakwah, Kaderisasi dan Pendidikan Kritik dan Terapinya.Surabaya:PT.Bina Ilmu

Anda mungkin juga menyukai