Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nurmala Ita

NIM : 20170610141

Kelas :B

Mata Kuliah : Hukum Perlindungan Konsumen dan Persaingan Usaha

Dosen Pengampu : Muhammad Annas, S.H., M.H.

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM UU ITE

DAN UU KESEHATAN

A. Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009


Dalam beberapa tahun terakhir ini istilah malpraktik cukup terkenal dan
banyak dibicarakan khususnya malpraktik bidang kedokteran terutama dalam
transaksi terapeutik antara dokter dan pasien.
Hubungan antara dokter, rumah sakit dan pasien atau yang dikenal dengan
transaksi terapeutik inilah pada umumnya konflik berasal. Konflik biasanya
terjadi manakala para pihak tidak menjalankan perannya sebagaimana
diharapkan pihak lain. Pasien sebagai pihak yang membutuhkan pertolongan
berada pada posisi yang lemah sehingga seringkali tidak memiliki posisi tawar
yang menguntungkan bagi dirinya. Sebaliknya pihak penyedia layanan
kesehatan seringkali tidak dapat menjalin komunikasi yang baik dengan pasien
maupun keluarga pasien, akibatnya transaksi terapeutik yang seharusnya dapat
berjalan dengan baik menjadi keadaan yang tidak menyenangkan bagi pasien
maupun dokter ataupun rumah sakit.
Dari aspek hukum, hubungan antara dokter dengan pasien merupakan
hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum yang diatur dalam
kaidah- kaidah hukum perdata yang pada dasarnya dilakukan berdasarkan atas
kesepakatan bersama, maka dalam hubungan ini terdapat hak dan kewajiban
yang sifatnya timbal balik; hak dokter menjadi kewajiban pasien dan hak
pasien merupakan kewajiban dokter.
Seorang dokter dalam menjalankan kewajibannya terhadap pasien senantiasa
tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan yang dapat membawa akibat negatif
terhadap pasien. Dalam hal inilah dapat timbul barbagai hal, antara lain;
bagaimana seorang dokter dianggap melakukan malpraktik; ketentuan manakah
yang dijadikan sebagai acuan, misal saja Undang-undang Kesehatan (UU
Nomor 36 Tahun 2009).
Salah satu jenis sarana kesehatan adalah rumah sakit tempat bekerjanya para
tenaga profesional, sekaligus sebagai wadah hukum (yayasan) untuk
menghasilkan aktifitas para pengembang profesi etik. Kemudian diatur
mengenai hal ikhwal yang berkaitan dengan rumah sakit sebagai sarana jasa
pelayanan kesehatan dalam hubungan hukum dengan pasien sebagai konsumen
jasa pelayanan kesehatan.
Konstruksi pertanggungjawaban rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan
kesehatan terhadap kerugian yang diderita pasien sebagai konsumen jasa
pelayanan kesehatan tertuang dalam undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang kesehatan yang meliputi pengaturan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan upaya kesehatan oleh pemerintah, yang diatur dalam:
a. Pasal 14

(1) Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,


menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan
upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.

(2) Tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dikhususkan pada pelayanan publik.

b. Pasal 15
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan,
fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
c. Pasal 16
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang
kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
d. Pasal 17
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap
informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan
dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
e. Pasal 18
Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran
aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan.
f. Pasal 19
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya
kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
g. Pasal 20
(1) Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan
masyarakat melalui sistem jaminan sosial nasional bagi upaya
kesehatan perorangan.

(2) Pelaksanaan sistem jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mengenai perlindungan konsumen diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal


berikut:
Pasal 56
(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh
tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan
memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku pada:
a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke
dalam masyarakat yang lebih luas;
b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
c. gangguan mental berat.
(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 57

(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.

(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:

a. perintah undang-undang;
b. perintah pengadilan;
c. izin yang bersangkutan;
d. kepentingan masyarakat; atau
e. kepentingan orang tersebut.

Pasal 58

(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.

(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
B. Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan


menggunakan komputer,jaringan komputer, dan/atau media elektronik
lainnya. Pelanggaran terhadap hak-hak konsumen khususnya di dalam
transaksi elektronik perlu diatasi dengan peraturan perundang-undangan.
Upaya hukum yang dapat di tempuh konsumen ketika mendapatkan barang
yang tidak sesuai dengan yang di tawarkan penjual yaitu melalui pengadilan
dan diluar pengadilan, serta perlindungan hukum terhadap konsumen dalam
melakukan transaksi elektronik terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Perlindungan terhadap konsumen transaksi elektronik terdapat dalam


pasal 28 ayat (1) yang berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Perbuatan sebagaimana di
jelaskan di dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar
(Pasal 45 ayat (2) UU ITE).

REFERENSI:

1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan


Transaksi Elektronik

Anda mungkin juga menyukai