Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit adalah kelainan telinga bagian dalam yang menyebabkan
timbulnya episode vertigo (pusing berputar), tinnitus (telinga berdenging),
perasaan penuh dalam telinga, dan gangguan pendengaran yang bersifat fluktuatif.
Adapun struktur anatomi telinga yang terkena dampaknya adalah seluruh labirin
yang meliputi kanalis semisirkularis dan kokhlea. Pendapat ini kemudian
dibuktikan oleh Hallpike dan Cairn tahun 1938, dengan ditemukannya hidrops
endolimfa setelah memeriksa tulang temporal pasien dengan dugaan penyakit
Meniere.
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada
telinga dalam. Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar 10-20% kasus
bersifat bilateral. Insiden penyakit ini mencapai 0,5-7,5 : 1000 di Inggris dan
Swedia.
Serangan khas dari Meniere didahului oleh perasaan penuh pada satu
telinga. Gangguan pendengaran yang bersifat fluktuatif dan dapat disertai dengan
tinnitus. Sebuah episode penyakit Meniere umumnya melibatkan vertigo,
ketidakseimbangan, mual, dan muntah. Serangan rata-rata berlangsung selama dua
sampai empat jam. Setelah serangan yang parah, kebanyakan pasien mengeluhkan
kelelahan dan harus tidur selama beberapa jam. Ada beberapa variabilitas dalam
durasi gejala. Beberapa pasien mengalami serangan singkat sedangkan penderita
lainnya dapat mengalami ketidakseimbangan konstan. (Hain dan Yocovino, 2003)
Beberapa penyakit memiliki gejala yang mirip dengan penyakit Meniere.
Dokter biasanya menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik telinga. Beberapa pemeriksaan dilakukan seperti pemeriksaan audiometri,
CT scan kepala atau MRI dilakukan untuk menyingkirkan suatu tumor saraf
kranial ke delapan (nervus vestibulokokhlearis) serta penyakit lain dengan gejala
serupa. Karena tidak adanya uji yang defintif untuk penyakit Meniere, maka
biasanya penderita tersebut biasanya didiagnosis ketika semua penyebab lain
disingkirkan.

1
Serangan pusing bisa datang tiba-tiba atau setelah kejadian singkat tinnitus
atau meredamnya pendengaran. Beberapa penderita penyakit Mnire memiliki
vertigo yang sangat ekstrim sehingga kehilangan keseimbangan dan jatuh,
kejadian ini disebut drop attack. Serangan pertama sangat berat, yaitu vertigo
disertai muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri, penderita merasa berputar,
mual, dan muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu, meskipun keadaannya berangsur baik. Pada serangan kedua kalinya dan
selanjutnya dirasakan lebih ringan, tidak seperti serangan yang pertama kali.
Vertigo pada penyakit Mnire bersifat periodik, yang makin mereda pada
serangan-serangan berikutnya. Pada setiap serangan biasanya disertai dengan
gangguan pendengaran dan dalam keadaan tidak ada serangan, pendengaran
dirasakan baik kembali.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.2 Epidemiologi
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada teling
dalam. Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar 10-20% kasus
bersifat bilateral. Insiden penyakit ini mencapai 0,5-0,75 : 1000 di Inggris dan
Swedia. ( Coelho dan Lalwani, 2008 )
Penyakit ini jarang ditemukan pada anak anak. Pada sebagian besar
kasus timbul pada laki-laki atau perempuan dewasa. Paling banyak ditemukan
pada usia 20-50tahun. Kemungkinan ada komponen genetic yang berperan dalam
penyakitMeniere karena ada riwayat keluarga yang positif sekitar 21% pada
pasien dengan penyakit Meniere. Pasien dengan risiko besar terkena penyakit
Meniere adalah orang-orang yang memiliki riwayat alergi, merokok, stress, dan
pasien yang alkoholisme. (Wittner, 2006)

3
2.3 Anatomi Telinga

Gambar 2.1 Struktur anatomi telinga (Ellis, 2006)

2.3.1 Anatomi Telinga Luar


Telinga luar meliputi daun telinga (pinna) dan liang telinga sampai
membran timpani.Daun telinga terdiri dari kulit dan tulang rawan elastin. Liang
telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang pada sebelah
medial. Seringkali terdapat penyempitan liang telinga pada perbatasan antara
tulang dan tulang rawan ini. Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis
terletak di depan terhadap liang telingasementara prosesus mastoideus terletak di
belakangnya. Liang telinga berbentuk menyerupai huruf S dengan panjang sekitar
tiga sentimeter. Pada sepertiga bagian luarkulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen dan rambut sedangkan pada duapertiga dalamnya hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen. (Ellis, 2006)
Peradangan pada bagian telinga ini disebut otitis eksterna. Hal ini terjadi
akibat infeksi bakteri, virus, maupun jamur disertai dengan faktor predisposisi
berupakebiasaan mengorek telinga, kondisi udara dan keadaan klinis tertentu yang
menyebabkan penurunan dari sistem imunitas seperti HIV/AIDS, penggunaan
kortikosteroid jangka panjang, radioterapi, dan diabetes melitus.( Ellis, 2006)

4
2.3.2 Anatomi Telinga Tengah

Telinga tenga terisi udara dapat dibayangkan sebagai kotak dengan


enam sisi. Dinding posteriornya jauh lebih luas daripada dinding anteriornya
sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial
meluas ke arah lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga kotak
tersebut lebih sempit pada bagian tengah.( Ellis, 2006 )
Telinga tengah berbentuk kubus dengan : ( Liston , 2007 )
1. Batas lateral : membran timpani

2. Batas anterior : tuba eustachius

3. Batas inferior : bulbus jugularis

4. Batas posterior : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars verikalis

5. Batas superior : lantai fossa kranii media

6. Batas medial : kanalis semisirkularis horizontalis, kanalis fasialis, fenestra


ovale, fenestra rotundum dan promontorium

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida, sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida berlapis dua
yaitu bagian luar merupakan lanjutan epitel liang telinga dan bagian dalam dilapisi
oleh sel kubus bersilia, seperti mukosa saluran pernapasan. Pars tensa memiliki
satu lapisan lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan elastin
yang berjalan secara radier di luar dan sirkuler di dalam. Bayangan penonjolan
bagian bawah maleus pada membrab timpani disebut umbo. Dari umbo bermula
suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu ke arah pukul 7 untuk
membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Serabut sirkuler
dan radier pada membran timpani pars tensa inilah yang menyebabkan refleks
cahaya yang berupa kerucut ini yang kita nilai. ( Soetirto, dkk., 2007)
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu maleus,
inkus, dan stapes. Tulang pendengaran dalam telinga tengah saling berhubungan.

5
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada
inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada fenestra ovale yang
berhubungan dengan kokhlea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran adalah
persendian. ( Soetirto. Dkk., 2007)
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Pada tempat ini
terdapat aditus ad antrum yang merupakan lubang yang menghubungkan telinga
tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius berfungsi untuk menjaga
keseimbangan tekanan udara dalam cavum timpani. Bagian lateral berupa dinding
dari tulang dan selalu terbuka, sedangkan dinding medial tersusun dari tulang
rawan yang biasanya menutup kecuali menelan, mengunyah, atau menguap.

2.2 Anatomi Telinga Tengah ( Ellis, 2006)

6
Gambar 2.3 Anatomi Membran Timpani (Ellis, 2006)

2.3.3 Anatomi Telinga Dalam


Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin.
Telingadalam terdiri dari kokhlea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yangdibentuk oleh utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis.
Labirin (telinga dalam) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan,
terletak pada pars petrosus ostemporal. Labirin terdiri dari :
(Soetirto, 2007)
-Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum, dan
kokhlea
-Labirin bagian membran, yang terletak di dalam labirin bagian tulang, terdiri
dari : kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus, dan
duktusendolimfatikus serta kokhlea.
Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang
berisi cairanperilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari

7
darah. Di dalam labirin bagian membran terdapat cairan endolimfe yang
diproduksi oleh stria vaskularis dan diresirbsi pada sakkus endolimfatikus.
Ujung atau puncak kokhlea disebut helikoterma yang menghubungkan
perilimfa skalatimpani dan skala vestibuli. Pada irisan melintang di kokhlea
tampak skala vestibuli disebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala
media diantaranya. Skalavestibuli dan skala timpani berisi perilimfe sedangkan
skala media berisi endolimfe.Dasar skala vestibuli disebut membran reissner
sedangkan dasar skala media disebut membran basilaris yang terletak organ korti
di dalamnya. Pada skala media terdapatbagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria dan pada membranbasilaris melekat sel rambut dalam, sel
rambut luar, dan kanalis korti. Membran basilaris sempit pada basisnya (nada
tinggi) dan melebar pada apeksnya (nada rendah). Terletak diatas membran
basilaris dari basis ke apeks adalah organ korti yangmengandung organel-organel
penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran.
Organ korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3.000) dan tiga baris
sel rambut luar (12.000). Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung
bawah sel rambut.Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh utrikulus,
sakulus, dan kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula
yang diliputi oleh sel-selrambut. Menutupi sel-sel rambut adalah suatu lapisan
gelatinosa yang ditembus olehsilia dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang
mengandung kalsium dan akan menimbulkan rangsangan pada reseptor. Sakulus
berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang merupakan
saluran menuju sakus endolimfatikus.Makula utrikulus terletak pada bidang yang
tegak lurus dengan makula sakulus.Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada
utrikulus. Masing-masing kanalismemiliki satu ujung yang melebar yang
membentuk ampula dan mengandung sel-selrambut krista dan diselubungi oleh
lapisan gelatinosa yang disebut kupula. Gerakan dari endolimfe dalam kanalis
semisirkularis akan menggerakkan kupula yangselanjutnya akan membengkokkan
silia sel-sel rambut krista dan merangsang selreseptor. (Ellis , 2006)

8
Gambar 2.3 . Anatomi telinga dalam (Ellis, 2006)

2.3.4. Vaskularisasi Telinga


Telinga dalam memperoleh pendarahan dari a.auditori interna (a.labirintin)
yangberasal dari a.serebelli anterior atau langsung dari a.basilaris yang merupakan
suatuend arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah
memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang tiga, yaitu : (Ellis, 2006)
Arteri vestibularis anterior yang memperdarahi makula utrikuli,
sebagianmakula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior
dan lateralserta sebagian dari utrikulus dan sakulus
Arteri vestibulokokhlearis yang memperdarahi makula sakuli, kanalis
semisirkularis posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran
berasal dari kokhlea.

Arteri kokhlearis yang memasuki mediolus dan menjadi pembuluh-


pembuluh arteri spiral yang memperdarahi organ korti, skala vestibuli,
skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui tiga jalur utama. Vena auditori interna
berasal dari putaran tengah dan apikal kokhlea. Vena aquaduktus kokhlearis
berasal dari putaran basiler kokhlea, sakulus, dan utrikulus dan berakhir pada
sinus petrosus inferior. Vena akquaduktus vestibularis berasal dari kanalis
semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus dan masuk ke sinus
sigmoid.(Ellis, 2006)

9
2.3.5. Persarafan (inervasi) telinga
N.akustikus bersama n.fasialis masuk ke dalam porus dari meatus
akustikus internus dan bercabang dua sebagai n.vestibularis dan n.kokhlearis.
Pada dasar meatus akustikus internus terletak ganglion vestibularis dan pada
mediolus terletak ganglion spiralis. (Liston , 2007 )

2.4 Patofisiologi Menieres Disease


Patofisiologi penyakit Meniere belum dapat dijelaskan dengan pasti.
Mekanisme yang dipercaya menyebabkan timbulnya gejala klinis penyakit
Meniere adalah adanya akumulasi hidrops endolimfa yang berlebihan pada koklea
dan vestibulum.
Terdapat dua jenis cairan penting pada telinga dalam yaitu endolimfa dan
perilimfa. Cairan endolimfa dan perilimfa dipisahkan oleh membran tipis tempat
berjalannya aparatus neuronal yang mengatur sistem pendengaran dan
keseimbangan. Apabila terjadi perbedaan tekanan pada cairan endolimfa dan
perilimfa maka akan terjadi penekanan terhadap saraf yang terdapat pada
membran tipis yang memisahkan kedua cairan tersebut. Penekanan saraf ini akan
menyebabkan timbulnya gangguan pendengaran, tinnitus, vertigo, ketidak
seimbangan serta sensasi penekanan pada telinga.
Volume cairan endolimfa dapat berubah-ubah dan akhirnya menyebabkan
penimbunan yang tidak normal. Perubahan volume ini diduga disebabkan oleh
peningkatan tekanan pada end artery, berkurangnya tekanan osmotik di dalam
kapiler, meningkatnya tekanan osmotik ruangan ekstrakapiler, serta adanya
penyumbatan jalan keluar sakus endolimfatikus sehingga terjadi penimbunan
cairan endolimfa.4
Tekanan yang tinggi terhadap membrane vestibular dapat menyebabkan
kerusakan membran sehingga cairan perilimfatik yang miskin potassium dan
cairan endolimfatik yang kaya potassium bergabung menyapu reseptor saraf
vestibular sehingga mengganggu depolarisasi impuls saraf. Mekanisme ini
dipercaya mendasari gangguan keseimbangan pada penyakit Meniere.5
Peningkatan tekanan endolimfatik juga menyebabkan kerusakan mekanis
pada organ auditori dan otolitik yang bertangguang jawab mendeteksi pergerakan

10
linier dan translasi sehingga gangguan ini akan menyebabkan keluhan vestibular
non-rotasi. Organ korti yang memiliki peranan penting dalam sistem pendengaran
juga mengalami gangguan yaitu terjadi gangguan distorsi membrane basilar dan
kerusakan rambut-rambut dalam dan luar sehingga terjadi keluhan tinnitus dan
penurunan kemampuan pendengaran.5
Pada kasus penyakit Meniere dapat ditemukan pelebaran dan perubahan
morfologi pada membrane Reissner pada pemeriksaan histopatologi tulang
temporal. Pada pemeriksaan histopatologi tersebut, ditemukan penonjolan ke
dalam skala vestibuli terutama pada daerah apeks koklea helicotrema. Selain itu,
ditemukan juga pelebaran sakulus yang menekan utrikulus. Pelebaran skala media
dimulai dari daerah apeks koklea, selanjutnya mengenai bagian tengah dan basal
koklea. Bagian apeks koklea sensitive terhadap perubahan tekanan. Hal ini yang
dapat menjelaskan tuli saraf nada rendah pada penyakit Meniere.6
Etiologi yang menyebabkan akumulasi hydrops endolimfa belum jelas.
Infeksi virus dikatakan berperan terhadap kejadian ini. Penelitian Arnold dan
Niedermeyer menemukan adanya peningkatan IgG terhadap virus herpes simplex
pada perilimfa orang dengan penyakit Meniere. Penelitian yang berbeda dalam
artikel yang sama menyebutkan sebuah penelitian menemukan adanya
peningkatan IgG terhadap virus varicela zoster dan adenovirus pada orang dengan
penyakit Meniere. Penyakit autoimun juga diperkirakan dapat menyebabkan
terjadinya penyakit Meniere seperti Lupus, rematoid artritis dengan mekanisme
respon inflamasi terhadap labirin.6

2.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang tipikal terhadap penyakit Meniere adanya vertigo,
tinnitus dan tuli sensorineural terutama untuk nada rendah. Penyakit ini biasanya
menyerang satu bagian telinga, tetapi pada 30% kasus terjadi gangguan pada
kedua bagian telinga. Pada serangan pertama akan terjadi serangan berat yaitu
vertigo yang disertai dengan muntah. Keluhan biasanya terjadi selama 20 menit
atau beberapa jam tetapi tidak lebih dari 24 jam. Kejadian ini terjadi beberapa hari
sampai beberapa minggu dengan gejala yang semakin ringan walaupun tanpa
pengobatan.5

11
Pada fase awal, gejala yang paling sering ditemukan adalah vertigo. Hanya
satu dari tiga kasus yang memenuhi triad penyakit Meniere langsung yaitu
vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural secara bersamaan. Sedangkan pada kasus
sisanya, triad manifestasi klinis penyakit Meniere baru akan ditemukan setelah
beberapa tahun.5
Gejala klinis penyakit Meniere pada fase awal biasanya menghilang
diantara fase serangan. Setelah beberapa tahun akan terjadi penurunan fungsi
pendengaran secara progresif serta tinnitus yang persisten dengan vertigo yang
membaik tetapi terjadi gangguan keseimbangan yang konstan.5
Beberapa pasien mengeluhkan jatuh tanpa kehilangan kesadaran atau
tekena serangan Turmakin. Secara tipikal, pasien mengeluhkan adanya sensasi
terdorong dari belakang. Setelah terjatuh pasien dapat bangun dan melanjutkan
aktivitas. Hal ini terjadi pada 10% kasus penyekit Meniere yang disebabkan oleh
deformasi mekanis dari membran otolotik yang menyebabkan aktivasi
motorneuron pada jalur vestibulospinal.5

2.4 Penegakan Diagnosis


Penyakit Meniere dapat di diagnosis berdasarkan kondisi-kondisi berikut:
1. Riwayat gejala klinis berupa: 7,8,9,10
a. Vertigo episodik yang masing-masing berlangsung dalam 20 menit
hingga 12 jam.
b. Pucat dan berkeringat
c. Mual dan Muntah
d. Gejala aural yang berfluktuasi (tinnitus, rasa penuh atau tertekan)
pada telinga.
2. Pemeriksaan Fisik:8,11
a. Tes Romberg positif hanya saat menutup mata, hal ini
menunjukkan penyakit Meniere merupakan jenis vertigo perifer.
b. Gangguan pendengaran tuli saraf atau sensorineural (persepsi)
yang biasanya terjadi pada satu telinga.
Tes Garpu Tala dapat digunakan dalam menentukan jenis gangguan
pendengaran. (1) Tes Rinne dilakukan dengan cara membunyikan
garpu tala 128 Hz atau 512 Hz, pangkal garpu tala diletakkan di
mastoid penderita, minta pasien mendengarkan, bila sudah tidak
terdengar lengan garpu tala didekatkan di dekat telinga penderita,

12
bila masih terdengar maka Rinne positif. (2) Tes Swabach
dilakukan dengan cara membunyikan garpu tala 128 Hz atau 512
Hz, lengan garpu tala ditempatkan di dekat telinga penderita,
setelah tidak mendengar maka garpu tala diletakkan di dekat
telinga pemeriksa, bila pemeriksa masih mendengar maka Swabach
memendek. (3) Tes Weber dilakukan dengan cara membunyikan
garpu tala 128 Hz atau 512 Hz, ditempelkan di vertex kepala
pasien tepat di garis tengah, minta pasien mendengarkan dan
menentukan telinga mana yang lebih keras bunyinya, bila lebih
keras kanan maka Weber lateralisasi ke kanan.
Tabel 1. Jenis Gangguan Pendengaran
Normal Tuli Konduksi Tuli Sensorineural
Rinne Positif Negatif Positif
Swabac Normal Memanjang Memendek
h
Weber Tidak ada Mendengar lebih Mendengar lebih
lateralisasi keras pada keras pada telinga
telinga yang yang sehat
sakit
c. Tes gliserol menunjukkan adanya hidrops.
d. Tes kalori menunjukkan adanya penurunan fungsi vestibuler pada
telinga yang bersangkutan.
3. Pemeriksaan penunjang:8
a. Pemeriksaan audiogram menunjukkan adanya gangguan
pendengaran yang khas berupa hilangnya frekuensi rendah.
b. Electronystagmograph (ENG) menemukan adanya penurunan
fungsi keseimbangan pada telinga yang terkena pada sekitar 50%
kasus penyakit Meniere.
c. Electrocochleography (ECoG) dipergunakan untuk mengetahui
adanya cairan endolimfe yang berebihan di telinga dalam yang
terkena.
d. Brainstem Evoked Reporse Audiometry (BERA) untuk mengetahui
kerusakan sistem keseimbangan pada telinga dalam.
e. Pemeriksaan laboratorium untuk mencari faktor-faktor gangguan
metabolik, infeksi, dan gangguan hormonal yang dapat
menimbulkan penyakit Meniere.
f. Pemeriksaan radiologis

13
1) CT-Scan untuk mendeteksi adanya pelebaran aquaduktus
koklearis dan vestibularis.
2) MRI untuk mendeteksi adanya tumor ponto serebellar misalnya
neuroma akustik yang dapat memberikan gejala-gejala yang
sama dengan penyakit Meniere, melihat kelainan lainnya
seperti multiple sclerosis, malaformasi Arnold-chiari, serta
melihat dilatasi sakulus, koklea, dan sakus endolimfatik.

2.5 Diagnosis Banding


1. Vertigo Posisional atau Benign Paroxysmal Positionl Vertigo (BPPV)
Serangan khas BPPV muncul secara tiba-tiba. Gejala BPPV biasanya lebih
berat pada pagi hari. Banyak penderita bangun pagi tiba-tiba langsung
pusing waktu mencoba duduk dengan keluhan dunia terasa berputar.
Vertigo ini biasanya hanya berlangsung sejenak dan akan hilang setelah
beberapa detik sampai menit. Vertigo yang episodik dapat muncul dengan
gerakan-gerakan seperti membalik badan di tempat tidur, waktu mau
berbaring, akan duduk, dan memutar kepala dalam posisi horizontal.
Penderita juga sering mengeluh mual dan muntah. Diagnosa BPPV dapat
ditegakkan dengan melakukan Dix-Hallpike maneuver.12,13
2. Neuronitis Vestibularis
Para ahli berprasangka bahwa penyakit ini merupakan suatu radang nervus
vestibularis yang biasanya disebabkan oleh virus Herpes. Gejala yang
tampak adalah vertigo yang timbul secara mendadak, dengan mual dan
muntah. Vertigo ini akan bertambah keras bila kepala digerakkan, namun
tidak timbul dalam kedudukan kepala tertentu. Dalam beberapa jam atau
hari, gejala-gejala akut ini dapat menghilang, namun suatu saat dapat
muncul kembali.12,13

2.6 Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif: 8,14
a. Mengubah Gaya Hidup
1) Hindari alkohol, rokok, kopi, coklat, makanan yang mengandung
banyak kolesterol, dan merokok
2) Hindari kelelahan fisik dan stres
3) Makan yang cukup, diet tinggi protein, konsumsi garam dibatasi
4) Aktifitas fisik dan olahraga teratur

14
5) Tidur yang teratur
b. Terapi Farmakologis
1) Diuretik, dipercaya dapat menurunkan tekanan hidrops
endolimfatik pada telinga. Golongan acetazolamide sering
digunakan untuk hidrops maupun migrainous vertigo.
2) Vasodilator misalnya betahistine
3) Kortikosteroid
4) Calcium channel blockers
2. Terapi Pembedahan
a. Chemical labyrinthectomy
b. The endolymphatic shunt atau dekompresi
c. Selective vestibular neurectomy
d. Labyrinthectomy

15
BAB III
SIMPULAN

Penyakit meniere merupakan suatu penyakit yang diakibatkan adanya


kelainan pada telinga dalam berupa hirops (pembengkakan) endolimfa pada
kokhlea dan vestibulum. Gejala dari penyakit meniere disebut trias meniere yang
terdiri dari vertigo (sakit kepala berputar), tinnitus, dan gangguan pendengaran
berupa tuli sensori neural. Gangguan pendengaran ini bersifat fluktuatif dimana
gangguan pendengaran terjadi saat serangan dan dapat normal diluar serangan.
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada
telinga dalam. Sebagian besar kasus timbul pada laki-laki atau perempuan dewasa.
Paling banyak ditemukan pada usia 20-50 tahun. Pasien dengan resiko besar
terkena penyakit Meniere adalah orang-orang yang memiliki riwayat alergi,
merokok, stres, kelelahan, alkoholisme, dan pasien yang rutin mengonsumsi
aspirin.
Pada dasaarnya, etiologi pasti dari penyakit meniere ini belum diketahui.
Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan cairan telinga yang abnormal dan diduga disebabkan oleh
terjadinya malabsorbsi dalam sakus endolimfatikus. Untuk menegakkan diagnosis
penyakit meniere dengan akurat, kondisi penyakit lain dapat menghasilkan gejala
yang serupa seperti penyakit Meniere harus disingkirkan. Evaluasi awal
didasarkan pada anamnesi yang sangat hati-hati. Pemeriksaan fisik dilakukan
untuk menyingkirkan penyebab yang berasal dari telinga luar atau telinga dalam.
Pemeriksaan penunjang seperti audiometri, elektronistagmografi,
elektrokokhleografi, BERA, dan MRI terkadang diperlukan untuk menegakkan
diagnosis penyakit meniere.
Secara umum, penatalaksanaan penyakit Meniere dibagi menjadi terapi
non intervensional daninvensional. Terapi non-intervensional meliputi perubahan
gaya hidup,menghindari faktor pencetus, terapi farmakologis, dan rehabilitasi.

16
Terapifarmakologis meliputi pengobatan vertigo, pemberian obat diuretik, injeksi
steroidtranstimpanik, dan injeksi perfusi gentamisin transtimpanik. Sedangkan
terapiintervensional meliputi terapi pembedahan yang direkomendasikan bila
pengobatan medikamentosa tidak dapat menanggulangi vertigo

17
DAFTAR PUSTAKA

Buku Prof Ngurah

Coelho D. H. dan A. K. Lalwani. Medical Management Of Menieres Disease.The


Laryngoscope 2008; Hlm. 1099-1108

Ellis H. 2006. The Special Senses : The Ear. In : Clinical Anatomy, Applied
Anatomi for Students and Junior Doctor. 6th Ed. Massachussetts. Blackwell
Publishing. 384-387.

Escamez, J. A. L., Carey, J., Chung, W. H., Goebel, J. A., Magnussone, M.,
Mandala, M., et. al.2015. Diagnostic criteria for Menieres disease. Journal of
Vestibular Research. (25), 1-7. http://doi.org/10.3233/VES-150549.
Foster, C. A.2015. Optimal Management of Menieres Disease. Dove Press
Journal: Therapeutics and Clinical Risk Management, 11: 301-307.

Greco A, Gallo A, Fusconi M, Marinelli C, Macri G, de Vincentiis M.2012.


Meniere's disease might be an autoimmune condition?. Autoimmunity Reviews. ;
11(10):731-738.
Hadjar, E., Bashiruddin, J. Penyakit Meniere. Dalam: Soepardi, E. A., Iskandar,
N., Bashirudin, J., Retuti, R. D.2012 Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Ed. 7. 87-88.
Hain, TC, Yacovino D. Meniere Disease. 2003. Available at :
http://www.dizziness-andbalance/ disorders/menieres/menieres_english.html.
Diakses : tanggal 4 Maret 2017
Harcourt J, Barraclough K, Bronstein A.2014. Meniere's disease. BMJ. ;
349:g6544-g6544.
Kondra, I W. Penyakit Meniere (Hidrops Endolimatik Idiopatik).2006. Dalam:
Leksmono, P., Islam, M. S., Haryono, Y. Nyeri Kepala, Nyeri, dan Vertigo,
Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI). 295-303.

18
Lbuguen, R. H. Initial Evaluation of Vertigo. American Family Physician. 2006,
73(2), 244-251.

Liston LS, Duvail AJ.2007. Embriologi, Anatomi, dan Fisiologi Telinga. Dalam :
BOEIS Buku Ajar THT Edisi ke 6. Editor : Efendi H, Santosa K. Jakarta : EGC.
27-38.

Mayo Clinic. Menieres Disease. 2015. [Online] Available from:


http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/menieres-disease/basics/
symptoms/con-20028251 [Diakses 04 Maret 2017]
Purnamasidhi, C.A.W., Cahyadi, K.M.D., Widyanti, N.N.A, Lestari, P.D.P.,
Komalasari, N.L.G.Y. dan Wasita, I.K.S.2013. Panduan Keterampilan Klinis
Dasar 2. 2013. Denpasar: Himpunan Mahasiswa Kedokteran Umum

Soepardi.E.A, N.Iskandar, J.Bashiruddin, R.D.Restuti.2011. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Vol VI(6). Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. .

Soetirto I, Hendamin H, Bashiruddin J.2007. Ganguan Pendengaran. Dalam :


Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidunng, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi
ke-6. Editor : Soepardi EA, Iskandar N. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 10-16

Wittner S. Diagnosis and treatment of Menieres disease. JAAPA 2006;19(5):34-39

19

Anda mungkin juga menyukai