Anda di halaman 1dari 7

Imunologi Mukosa Oral: Sebuah Tinjauan

Abstrak
Fungsi utama dari sistem imunitas oral adalah untuk melindungi gigi, rahang, gingiva
dan mukosa mulut terhadap infeksi. Pertahanan inang ini bervariasi dalam lingkungan mikro
atau domain yang berbeda yang diwakili oleh mukosa mulut, saliva dan celah gingiva. Ulasan
ini bertujuan untuk mempertimbangkan dan membedakan komponen imunitas utama di
setiap domain dan mengutip contoh penyakit mulut di mana respons imun rusak.

Pendahuluan
Fungsi utama dari sistem kekebalan oral adalah untuk melindungi gigi, rahang,
gingiva dan sisa mukosa oral terhadap infeksi. Sistem imun oral adalah bagian dari jaringan
limfoid yang berhubungan dengan mukosa yang terkompartemen khusus dan ekstensif
(MALT).1
Pertahanan inang terhadap infeksi bervariasi dalam lingkungan mikro atau domain
yang berbeda yang diwakili oleh mukosa oral, kelenjar saliva dan saliva dan celah gingiva.

Mukosa oral
Epitel skuamosa berstratifikasi yang didukung oleh lamina propria menghadirkan
penghalang mekanis terhadap mikroorganisme oral. Pengelupasan terus menerus lewat
eksfoliasi skuama epitel membatasi kolonisasi mikroba permukaan. Granul pelapis membran
yang dikeluarkan secara ekstra-seluler dalam lapisan granular, transudasi antibodi melalui
mukosa dan barier yang disajikan oleh membran dasar berkontribusi terhadap pertahanan
mukosa. Sel Langerhans dendritik intra-epitel adalah sel penyaji antigen perifer yang dapat
memproses antigen dalam kompartemen yang kaya MHC- II intraseluler. Sel-sel ini
bermigrasi ke kelenjar getah bening regional untuk menyajikan peptida antigenik yang
membentuk kompleks dengan molekul MHC-II ke sel T helper naif. Epitel oral juga
membentuk bagian dari jaringan komunikasi sistem kekebalan, di mana sinyal secara reguler
dipertukarkan dalam interaksi dinamis. Sel-sel epitel oral menghasilkan berbagai sitokin
termasuk interleukin-1 beta (IL-Iβ), interleukin-6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-alpha)
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF)2 transforming growth factor-
beta (TGF-beta) dan reseptornya dan IL-8.3-6 Bakteri dapat menjadi stimulus untuk produksi
sel epitel interleukin, misalnya IL-6.7 Sebaliknya, sitokin eksogen seperti IL-8 dapat
meningkatkan regulasi ekspresi antigen MHC-I dan II oleh sel epitel, yang karena itu dapat
berfungsi sebagai sel penyaji antigen.8
Sitokin juga dapat disekresikan oleh makrofag, fibroblas, sel dendritik, sel mast dan
limfosit intra epitel di mukosa oral.

Saliva dan kelenjar ludah


Aliran saliva memiliki efek mekanis, membilas mikroorganisme dari permukaan
mukosa dan gigi. Saliva juga mengandung agen antimikroba penting (Tabel 1)9 dan pasien
dengan xerostomia yang signifikan cenderung mengalami karies gigi dan infeksi kandida.
Isotipe imunoglobulin khusus utama dari sistem imun sekretori adalah sekresi
imunoglobulin A (s-IgA), antibodi utama dalam saliva. Dua molekul IgA yang dihubungkan
oleh rantai-J disintesis oleh sel-sel plasma yang terkait dengan kelenjar saliva. IgA dimerik
ini kemudian berikatan dengan rantai-J-nya ke reseptor untuk immunoglobulin polimer
(pIgR)10,11 pada membran sel epitel kelenjar saliva. Kompleks ini ditranspor melintasi sel
epitel dalam vakuola endositik dan memasuki duktus saliva permukaan luminal di mana
pembelahan reseptor pIgR melepaskan sekretorik IgA ke dalam saliva, dengan sebagian
reseptor pIgR, potongan sekretorik, yang masih melekat. Dari 2 subkelas IgA, IgA 1 dan 2,
subkelas IgA2 mendominasi dalam sekresi seperti saliva.
Antibodi IgA sekretori melakukan hambatan lewat mekanisme “eksklusi imun”,
menghambat perlekatan mikroorganisme terhadap epitel oral12 atau gigi. Antibodi
monoklonal terhadap Streptococcus mutans, sebuah organisme kariogenik, yang dilapiskan
pada gigi sukarelawan manusia dan hewan, dapat menghambat kolonisasi organisme dan
dapat memberikan perlindungan kekebalan pasif terhadap karies gigi. S-IgA juga dapat
mendorong terjadinya opsonisasi bakteri untuk difagositosis oleh polimorf, mengaktifkan
komplemen jalur alternatif, dan secara langsung menetralkan beberapa virus.13,14
Sel plasma yang menyintesis s-IgA terlibat dalam jaringan limfoid terkait mukosa,
yang membentuk sistem imunitas sekretori saluran pencernaan. Sistem ini berfungsi sebagai
unit independen. Jaringan limfoid terkait mukosa (MALT) mengandung limfosit B & T yang
asal, repertoar, produk, dan mungkin juga fungsinya, berbeda.1 Prekursor Sel B sekretori S-
IgA dihasilkan dalam Peyer patches di usus halus. Sel-sel ini mengalami resirkulasi dan
secara selektif dipandu oleh molekul adhesi yang diekspresikan oleh venula post-kapiler
mukosa untuk homing ke lokasi sekretori tertentu dalam saluran pencernaan15 termasuk
kelenjar saliva. Fungsi independen dari sistem imun sekretori ini dapat dieksploitasi secara
diagnostik pada penyakit celiac, di mana respons imun abnormal terhadap diet gliadin dalam
usus kecil merupakan cerminan dalam kelenjar ludah dan kami mengembangkan uji ELISA
untuk antibodi gliadin saliva untuk diagnosis penyakit celiac.16

Celah Gingiva
Bahkan pada gingiva yang sehat, terdapat lalu lintas neutrofil yang kontinu dari
kapiler gingiva ke dalam sulkus gingiva yang distimulasi oleh peptida bakteri dari biofilm
plak gigi dan interleukin-8 dari epitel gingiva.17
Leukosit darah yang bersirkulasi berakumulasi dalam jaringan gingiva sebagai
respons terhadap plak gigi. Limfosit pertama-tama menempel pada endotelium venula post-
kapiler berdinding tinggi atau pembuluh darah kecil lainnya. Penambatan ini membutuhkan
coupling spesifik dari integrin reseptor membran limfosit seperti L-selectin atau LPAM-1
yang mengikat ligan-ligan endotel vaskular seperti GlyCAM-1 (molekul glikosilasi-
tergantung-adhesi) atau MAd CAM-1 (molekul adhesi sel addressin mukosa).18 Setelah
menempel, limfosit kemudian bergulir di sepanjang permukaan endotel yang dilekatkan oleh
integrin seperti VLA-4 (very late antigen) ke fibronektin dan VCAM1 (molekul adhesi sel
vaskular) diekspresikan oleh pembuluh darah. Dalam fase kedua transmigrasi limfosit ini,
LFA1-1, (lymphocyte function-associated molecule), sebuah integrin pada permukaan
limfosit non-vili, menjadi teraktivasi dan melekat pada sel endotel ICAM-1 (molekul sel-
adhesi).19 Limfosit menjadi datar. Akhirnya, pengikatan LFA-1-ICAM-1 dengan PECAM-I
(molekul adhesi sel endotel platelet CD3) juga terlibat dalam diapedesis limfosit yang
berbentuk datar ini di antara sel-sel endotel untuk keluar dari pembuluh darah.
Polimorf neutrofil diinduksi untuk melambat dan kemudian bermigrasi melalui
dinding pembuluh darah (diapedesis) dengan proses serupa. Pada inflamasi, histamin dari sel
mast atau trombin dilepaskan, menghasilkan peningkatan ekspresi sel endotel P-selectin dan
kemudian E-selectin, yang berpasangan dengan ligan spesifik pada membran neutrofil. Sel
endotel PAF-I juga mengalami peningkatan regulasi dan berikatan dengan reseptor neutrofil
tertentu.
Emigrasi neutrofil teraktivasi ini dari pembuluh darah didorong oleh fragmen C5a
dan leukotriene-B4. Selanjutnya, reaksi inflamasi dilanjutkan oleh makrofag yang
terelaborasi spektrum molekul termasuk interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor
(TNF) yang bekerja pada sel endotel yang membentuk E-selectin dan P-selectin. Pada fase
lanjutan ini, emigrasi neutrofil juga diarahkan oleh IL-8 (CXCL8) dan CXCL5. MCP-1
(CCL2) adalah kemotaktik untuk monosit dan mengalami peningkatan regulasi oleh IL-1 dan
TNF.
Sebagian besar polimorf neutrofil yang memasuki sulkus gingiva melalui mekanisme
ini secara fungsional aktif dan mampu melakukan fagositosis dan membunuh
mikroorganisme.20 Sebaliknya, defisiensi neutrofil kuantitatif, seperti pada neutropenia,
mengakibatkan ekstensi apikal plak gigi yang tidak terkendali dan hilangnya perlekatan
periodontal. Infeksi kandida oris seperti sariawan juga sering terjadi pada neutropenia. Defek
kualitatif, beberapa ditentukan secara genetik, dalam kemotaksis atau fagositosis neutrofil
atau monosit, misalnya pada diabetes melitus atau merokok, juga dikaitkan dengan bentuk
periodontitis yang agresif.21,22

Aktivasi Respons Imunitas Oral


Aktivasi ini dimulai dengan fagositosis antigen oleh makrofag dan sel dendritik
dalam jaringan limfoid atau sel Langerhans mukosa. Sel-sel ini memproses antigen secara
internal dan menyajikan fragmen peptida antigen yang terkait dengan molekul permukaan
MHC-II. Sel-sel penyaji antigen pertama-tama secara non-spesifik dan secara singkat
terhubung dengan sel-sel T yang mereka temui melalui molekul-molekul adhesi antar sel
ICAM 1 dan 3 yang mengikat LFA-1. Sebagian besar sel T memiliki reseptor permukaan
yang terdiri dari rantai alfa dan beta heterodimer dengan daerah yang sangat bervariasi, dalam
konfigurasi mirip imunoglobulin, memberikan spesifisitas antigen. Sebagian kecil sel T
memiliki reseptor rantai gamma dan delta23 dan subset ini relatif lebih banyak di lokasi
seperti lidah. Pengenalan antigen yang terkait dengan molekul MHC-kelas II pada sel
penyajian antigen oleh reseptor sel T memberikan sinyal pertama, tetapi untuk aktivasi penuh
24
sel T helper yang beristirahat, diperlukan sinyal kedua dari molekul B7 ko-stimulator
(Molekul CD80 & CD86) pada sel penyaji antigen (APC), ligan untuk CD28 pada sel T 25
dan interleukin-1 dari sel penyaji antigen. Respons limfosit T helper dibatasi MHC dan
molekul permukaan CD4 pada sel helper T berhubungan dengan molekul MHC-II pada
makrofag. CD2 sel T juga selalu terlibat dalam interaksi sel T - APC ini. Sel T yang
diaktifkan sekarang mensintesis IL-2, yang memiliki efek autokrin melalui reseptor spesifik
dalam memicu proliferasi sel T. Sitokin sel T lain yang dilepaskan termasuk IFN-gamma,
granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF), IL-4 dan TNF-beta.
Sel-sel penyaji antigen juga berkontribusi pada fase jalur sinyal sitokin ini,
menghasilkan IL-1, IL-6, TNF-alpha, IL-12 dan IL-15. Sel T terbatas kelas I mengenali virus
atau protein diri endogen dalam sel target yang dipecah menjadi peptida antigenik dalam
organel yang disebut proteasom.26 Peptida antigen ini memasuki retikulum endoplasma dan
diperkenalkan ke molekul MHC-1 yang disintesis di sana.24,27 Kompleks ini melewati
aparatus Golgi dan dibawa dalam vesikel transpor untuk ditampilkan pada permukaan sel.28
Molekul MHC-II dalam retikulum endoplasma bergabung dengan rantai invarian
polipeptida Ii dan kompleks ini berjalan melalui aparatus Golgi ke vesikel MIIC di mana Ii
dibelah menjadi fragmen CLIP yang lebih kecil (peptida invarian Class II terkait). Antigen
bakterial eksogen memasuki sel lewat endositosis dan setelah degradasi menjadi peptida
antigenik, memindahkan fragmen CLIP dari alur pengikatan antigen dalam molekul MHC-
II dan kompleks Class II-peptida yang dihasilkan kemudian diekspresikan pada permukaan
sel. Sel T helper sekarang dapat mengenali antigen yang disajikan oleh molekul Class II.
Pada aktivasi, sel-sel helper tipe I secara khas menyekresi TNF-alpha, IFN-gamma
dan IL-2 dan mengaktifkan makrofag dan limfosit sitotoksik.29 Sel-sel helper ini terlibat
dalam reaksi hipersensitivitas yang tertunda. Mereka mengaktifkan makrofag dan
mempromosikan opsonisasi IgG2A dan pembentukan complement fixing antibody. Sel-sel
TH2 memiliki profil sekresi sitokin yang berbeda yang didesain sesuai peran mereka dalam
memberikan bantuan untuk respons imun humoral, khususnya sintesis IgG dan IgE dan
imunitas mukosa termasuk IgA dalam sekresi dan produksi sel mast dan eosinofil. Dengan
menggunakan interferon-gamma, sel-sel TH1 dapat menghambat fungsi sel TH2 dan secara
timbal balik TH2 dapat menekan sel-sel TH1 dengan IL-10.
Pada infeksi HIV, virus biasanya berhasil masuk dengan menginfeksi sel Langerhans
di mukosa vagina atau rektum dan dibawa ke kelenjar getah bening regional di mana ia
berproliferasi.18 Melalui glikoprotein gp120 envelope, virus HIV berikatan dengan molekul
permukaan CD4 yang diekspresikan oleh sel T helper dan juga makrofag dan mikroglia.
Deplesi sel T CD4 karena infeksi ini berkorelasi dengan kerentanan pasien AIDS terhadap
infeksi rongga oral oportunistik oleh candida, HSV dan cytomegalovirus.

Sitotoksisitas
Sel T sitotoksik memiliki reseptor spesifik yang mengenali antigen virus yang
disajikan oleh MHC-1 pada membran sel yang terinfeksi. Ligan sel T lainnya seperti LFA-1
dan CD2 membantu melekatkan sel T ke sel target. Sel-sel natural killer (NK) dapat
mengidentifikasi antigen virus pada sel yang kurang memiliki antigen MHC-1, yang berguna,
misalnya, pada infeksi herpes di mana antigen MHC-1 dapat disupresi. Sel T dan sel NK
dapat membunuh sel target dengan mengeluarkan granula yang mengandung perforin yang
melubangi membran sel yang terserang. Serine esterase, secara kolektif disebut granzymes,
kemudian menembus sel target melalui pori-pori ini. Beberapa sel T sitotoksik tanpa granula
meningkatkan ligan yang dalam bentuk trimerisasi pada gilirannya dapat trimerisasi dengan
reseptor TNF Fas (CD95) pada permukaan sel target. Kondisi ini akan mengirimkan sinyal
melalui membran sel untuk sel target mengaktifkan famili molekul caspase, yang
menyebabkan apoptosis. Sitotoksisitas yang bergantung pada antibodi dan aktivitas sel NK
adalah respons utama yang terkait dengan limfosit mukosa.30,31
Tinjauan singkat ini telah berupaya menunjukkan bagaimana berbagai area anatomi
di mulut, gigi, dan kelenjar ludah memiliki lingkungan mikro yang berbeda disertai sistem
imun khusus yang didesain untuk menjaga kesehatan mulut. Pemahaman yang lebih baik
tentang mekanisme imunitas oral dari studi di masa depan harus mengarah pada peningkatan
kontrol atau pencegahan infeksi virus dan jamur, terutama pada pasien imunokompromais,
dan juga dapat mengusulkan tindakan lanjutan untuk memerangi masalah mulut yang lebih
umum seperti karies gigi dan penyakit periodontal.

Anda mungkin juga menyukai