Anda di halaman 1dari 55

BAB I

Pendahuluan

Sistem imun mukosa merupakan bagian dari sistem imun yang penting dan
berlawanan sifatnya dari sistem imun yang lain. Sistem imun mukosa berperan untuk
membedakan antigen yang bersifat patogen yang mendatangkan respon imun
protektif, dan antigen tidak berbahaya namun harus diabaikan serta lebih bersifat
menekan imunitas karena mukosa berhubungan langsung dengan lingkungan luar dan
berhadapan dengan banyak antigen yang terdiri dari bakteri komensal, antigen
makanan dan virus dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sistem imunitas
1,2
sistemik. Secara umum sistem imun dibagi menjadi dua lini: imunitas alamiah dan
imunitas adaptif. Imunitas alamiah (innate) adalah pertahanan lapis pertama, berupa
mekanisme non-spesifik (antigen independent) untuk melawan dan mengatasi patogen
yang menerobos masuk ke dalam tubuh kita. Imunitas adaptif bersifat spesifik
terhadap antigen (antigen-dependent), dan memiliki memori sehingga tubuh kita
mampu bereaksi dengan lebih cepat serta lebih efisien pada saat terpapar ulang
dengan antigen yang sama.3 Sistem imun spesifik antara lain terdiri dari sistem imun
spesifik humoral, sistem imun spesifik seluler, dan lain-lainnya. Salah satu
diantaranya adalah sistem imun mukosa (mucosal associated lymphoid tissue /
MALT).4,5
Situs mukosa membentuk salah satu organ tubuh terbesar, permukaan
mukosa secara kolektif menutupi area permukaan tubuh sekitar 400 m2 yang meliputi
traktus gastrointestinal, urogenital,dan traktus respiratorius untuk mempertahankan
homeostasis imunologis melalui imunitas bawaan (innate) dan didapat (acquired).6,7
Karena paparannya yang terus menerus ke lingkungan luar dan luas permukaannya
yang cukup luas, permukaan mukosa adalah jalur utama masuknya berbagai
patogen.7,8 Oleh karena itu, untuk melindungi dari invasi yang tak terhitung jumlahnya
di permukaan mukosa, inang dilengkapi dengan penghalang fisik (barier fisik) dan
biologis. Ini termasuk sel-sel epitel dengan protein tight junction9 serta peptida
antimikroba, seperti defensin yang diproduksi oleh sel epitel. 7,10 Selain itu, jaringan
mukosa sangat padat dengan sel imun bawaan dan didapat, dan permukaannya
merupakan lokasi dari sistem imun sekretori, yang imunoglobulin utamanya adalah

1
imunoglobulin sekretori A (SIgA).7,11 Upaya masa lalu dan kemajuan terkini di bidang
imunologi mukosa telah memberikan kontribusi yang luas bagi pemahaman kita
tentang sistem kekebalan yang rumit ini.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Sistem Imunitas Mukosa pada Traktus Aerodigestive

Sistem kekebalan mukosa terdiri dari jaringan jaringan terintegrasi, sel limfoid
dan non-limfoid serta molekul efektor, termasuk antibodi, kemokin, dan sitokin, yang
semuanya bertanggung jawab untuk mengatur respons imun bawaan dan adaptif
dengan merespons patogen yang menyerang selama infeksi dan antigen yang
diberikan selama vaksinasi.6,7 Selain itu, sebagian besar jaringan terkait mukosa dan
mukosa adalah rumah bagi banyak mikroorganisme endogen, yang sebagian besar
tidak berbahaya hidup berdampingan dengan inang.12 Sistem kekebalan mukosa
dengan demikian bertanggung jawab untuk memediasi hubungan simbiosis antara
inang dan mikroorganisme ini dan pada saat yang sama berfungsi sebagai garis
pertahanan pertama melawan patogen berbahaya yang menyerang tubuh.7,8
Sistem imun mukosa ditemukan di jaringan mukosa traktus respiratorius atas,
traktus gastrointestinal, traktus urogenital dan kelenjar mammae berupa jaringan
limfoid tanpa kapsul. Sistem imun mukosa mempunyai tiga fungsi utama yaitu (1)
melindungi membran mukosa dari invasi dan kolonisasi mikroba berbahaya yang
mungkin menembus masuk, (2) melindungi pengambilan (uptake) antigen
terdegradasi berupa protein asing dari makanan yang tercerna, material di udara yang
terhirup dan bakteri komensal, (3) melindungi berkembangnya respons imun yang
berpotensi merugikan. Sistem imunitas mukosa traktus respiratorius terdiri dari nose-
associated lymphoid tissue (NALT), larynx-associated lymphoid tissue (LALT), dan
bronchusassociated lymphoid tissue (BALT).4,5,13-15
Mucosae-associated lymphoid tissue (MALT) adalah istilah yang berhubungan
dengan jaringan limfoid sekunder yang berhubungan dengan mukosa, sedangan skin-
associated lymphoid tissue (SALT) adalah kumpulan dari sel T dan tipe sel lainnya di
zona perivascular dermis. Bagian induktif dari MALT/SALT adalah tempat dimana
sistem imun adaptive terstimulasi. Bagian efektor sekresi MALT/SALT adalah tempat
dimana sistem imun innate maupun adaptive. Sekresi IgA antiboodi,molekul
dimeric, , disekresikan oleh sel plasma pada MALT dan banyak disekresikan melalui

3
ASI. Mereka juga bisa menghambat kolonisasi mikroba patogen pada mukosa,
menginaktivasi enzim dan toxin serta mempunyai efek anti inflamasi.16,17
Sistem imun mukosa dan kulit adalah bagian otonom dari seluruh sitem imun
di dalam tubuh. Ini mengandung17,18
1. The Mucosae-Associated Lymphoid Tissue (MALT)
2. Barrier kulit dan epitel mukosa. MALT terdiri dari beberapa kompartement
regional Gambar 2.1):
 TALT berhubungan dengan pharynx, tuba eustachii, dan telinga
 Nasal-associated lymphoid tissue (NALT) dimiliki oleh cavitas nasalis, mulut,
oropharynx, dan konjungtiva
 Bronchus-associated lymphoid tissue (BALT) berhubungan dengan trakea,
bronkus, paru-paru, glandula mammae (pada wanita)
 Gut-associated lymphoid tissue (GALT): (i)kompartement bagian atas
mengontrol esophagus, gaster, dan usus halus; (ii) kompartement bagian bawah
mengontrol usus besar dan bagian proksimal dari traktus urogenitalis, sedangkan
bagian distal dari traktus urogenitalis tidak mempunyai MALT.
GALT sangat bergantung dengan IL7 dan dibentuk selama perkembangan
janin. Berbeda dengan TALT, NALT, dan BALT, GALT tidak mengalami involusi
usia. Skin-associated lymphoid tissue (SALT) berhubungan dengan kulit. Homeostatis
kemokin dan reseptornya, serta cell adhesion molecule, terlibat dalam melengkapi
kulit dan bagian mukosa oleh limfosit dan sel lainnya yang merupakan bagian dari
sistem imun. (lihat Table 2.1). 17,19,20
Cell adhesion molecules, LFA-1, ICAM-1, ICAM-2, and ICAM-3,
menyababkan transmigrasi limfosit melalui epitel vaskuler dan menempati sebagian
besar jaringan. Faktor anti mikroba dari kulit dan sistem imun mukosa adalah mikroba
simbiosis (mutualistic), barier epitel dengan kualitas defensif,mukus, saliva, dan
keratinisasi.17,19,20

4
Gambar 2.1 MALT

Tabel 2.1

5
2.2 Respon Umum Sistem Imun Mukosa

Respons umum sistem imun mukosa dipengaruhi oleh sifat alamiah antigen,
tipe antigen presenting cell (APC) yang terlibat dan lingkungan mikro lokal. 4 MALT
juga mengandung semua sel imunokompeten, seperti sel dendritik (DC), makrofag,
sel T, dan sel B, yang diperlukan untuk menghasilkan respon imun spesifik antigen. 21
Langkah pertama dalam respon imun tipikal adalah ketika antigen yang fagosit oleh
sel M (microfold) untuk dipresentasikan ke antigen-presenting cell (APC), seperti
DC, yang memproses antigen menjadi peptida dan mengangkut peptida pada MHC
kelas I atau II molekul menjadi zona sel T.22,23 Interaksi reseptor kemokin-kemokin
(misalnya, interaksi antara CC ligan kemokin [CCL] 19 dan reseptor kemokin CC
[CCR] 7 dan antara CCL20 dan CCR6) memainkan peran penting dalam
pengangkutan DC ke zona sel-T.24 Di zona sel T, antigen peptida disajikan ke sel T
naif untuk menghasilkan sel T spesifik antigen, termasuk sel Th1, Th2, Th17, dan T
sitotoksik. Sebagai konsekuensi dari interaksi antigen-spesifik, sel T antigen-prima
mendukung perpindahan kelas IgA dan hipermutasi somatik sel B di pusat germinal
dan zona sel B.25 Interaksi molekuler, seperti ligan CD40 / CD40, dan aksi anggota
famili sitokin terkait IgA (misalnya, mengubah faktor pertumbuhan [TGF] -β,
interleukin (IL-2, IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10) juga memainkan peran penting dalam
bantuan sel T untuk menginduksi sel B penghasil IgA dan diferensiasinya menjadi sel
plasma (Gbr. 1).26-28Setelah pergantian kelas IgA dan pematangan afinitas, sel B
berkomitmen IgA (sel IgA+ B) bermigrasi dari situs induktif, seperti patch Peyer
(PPs) dan jaringan limfoid terkait nasofaring (NALT), ke kelenjar getah bening
regional melalui pembuluh getah bening eferen , dan sel CD4 + T spesifik antigen dan
sel IgA + B kemudian bermigrasi ke situs efektor, seperti daerah LP. 29 Untuk migrasi
mereka dari situs induktif ke efektor, DC mukosa menghasilkan asam retinoat, yang
menginduksi ekspresi α4β7 dan CCR9 pada sel B dan T dan menambah proses IgA-
switching dan kapasitas migrasi di PPs, menghasilkan perdagangan selektif ke situs
efektor dari LP usus.25 Di bawah pengaruh homing mukosa dan sistem pencetakan, sel
IgA + B spesifik antigen yang telah bermigrasi menjalani diferensiasi akhir menjadi
sel plasma di bawah pengaruh sitokin tipe Th2 (misalnya, IL-5 dan IL-6) untuk

6
produksi bentuk dimer atau polimer IgA.30,31 Reseptor Ig polimer basolateral yang
diekspresikan oleh sel epitel di daerah LP mengikat dan endositosis IgA polimerik.
IgA endositosis kemudian diangkut melalui kompartemen vesikuler intraseluler ke
permukaan apikal, di mana kompleks IgA yang terdiri dari reseptor IgA dan Ig
polimer dibelah menjadi SIgA dan disekresikan secara eksternal (Gbr. 1).32 Penelitian
terbaru mengindikasikan bahwa sel dendritik mukosa dapat mempengaruhi properti
homing. Molekul imprinting of gut homing specifity dendritic cell tampak diproduksi
oleh sel dendritik intestinal tetapi tidak oleh sel dendritik limfoid lain. Ini mungkin
bisa menjelaskan dugaan mengapa imunosit teraktivasi pada suatu tempat dapat
menyebarkan imunitas ke jaringan mukosa yang jauh dan bukan karena aktivitas
imunitas sistemik. Pada saat yang sama kemokin, integrin dan sitokin terekspresi
berbeda di antara jaringan mukosa; fakta tersebut juga bisa menerangkan sebagian,
mengapa dalam sistem imun mukosa, ada hubungan kompartemenisasi khas dengan
tempat mukosa terinduksi (contohnya usus dengan glandula mammae dan hidung
dengan saluran pernafasan dan genital).4,5

2.3 Mekanisme Pertahanan Mukosa

Sistem imun mukosa membangkitkan dua mekanisme pertahanan adaptif,


yaitu (1) antigen exclusion yang diperankan oleh sIgA dan sIgM untuk menghambat
perlekatan atau kolonisasi mikroorganisme dan mencegah penetrasi antigen yang
berpotensi membahayakan, (2) mekanisme supresif untuk menghindari reaksi
berlebihan terhadap berbagai substansi tidak berbahaya yang mengadakan kontak
dengan permukaan mukosa. Mekanisme kedua ini disebut sebagai toleransi oral atau
mukosal.1,2 Antigen tersebut sedapat mungkin dicegah agar tidak menempel pada
mukosa dengan cara diikat oleh IgA, dihalangi barier fisik dan kimiawi dengan enzim
mukosa. Antigen yang telah menembus mukosa juga dieliminasi dan reaksi imun
yang terjadi diatur oleh sel-sel regulator. Hal ini untuk mencegah terjadinya respons
imun berlebihan yang akhirnya merugikan oleh karena paparan antigen yang sangat
banyak. Sistem imunitas sistemik bersifat memicu respons imun oleh karena adanya
paparan antigen. Misi utama dari sistem imun sistemik adalah mengenali berbagai
molekul asing dan menyerangnya secara serempak. Kekuatan dalam proses ini adalah
antigen dan jumlah antigen yang mencapai sistem imun sistemik dibatasi oleh barier
fisik dan kimiawi. Hal ini berbeda dengan sistem imun mukosa yang terletak tanpa

7
penghalang berhadapan dengan lingkungan eksternal dengan tugas menseleksi secara
cermat organisme yang merugikan dan yang tidak. Perbedaan respons imun mukosa
dengan sistem imunitas sistemik, antara lain adalah (1) adanya Ig A, suatu
imunoglobulin yang terkait dengan mukosa, (2) adanya komponen yang terdiri dari
sel T yang mempunyai kemampuan mengatur (regulator) atau bertindak (efektor), (3)
adanya sistem lalu lintas sel yang berorientasi mukosa yang pada awalnya
dimunculkan di folikel mukosa untuk kemudian mengadakan migrasi ke jaringan
limfoid yang tersebar di bawah epitel.1,2,4,5,

2.4 Komponen Sistem Imun Mukosa Secara Fungsional


2.4.1 Jaringan limfoid mukosa terorganisir

Jaringan limfoid ini terdiri dari tonsil, Peyer patch (PP) dan folikel limfoid
yang terisolasi, berperan pada fase induksi dari respons imun. Di sekitar tenggorok
ditemukan 4 golongan tonsil yaitu tonsil palatina, tonsil lingual, tonsil tuba dan tonsil
faringeal yang dikenal sebagai Waldeyer’s ring.4,15 Traktus gastrointestinal orang
dewasa mempunyai luas permukaan sekitar 400m2 . Permukaan yang luas tersebut
selalu terpapar dengan berbagai mikroba dan makanan yang mungkin dapat
menerangkan mengapa 2/3 dari seluruh sistem imun ada di traktus gastrointestinal. PP
merupakan agregat folikel limfoid di mukosa gastrointestinal yang ditemukan di
seluruh jejenum dan ileum (terbanyak di ileum terminal). PP merupakan tempat
prekursor sel B yang dapat melakukan switching untuk memproduksi IgA dan
membentuk sel T memori yang kemudian bermigrasi ke mukosa lebih distal dan
tempattempat non mukosal. Limfosit B dan T di PP yang antigen reaktif tersebut
kemudian keluar melalui limfatik eferen dan bermigrasi ke kelenjar limfe mesenterik,
lalu ke duktus torasikus dan akhirnya ke pembuluh darah. Selanjutnya sel-sel tersebut
mencari tempat-tempat tertentu (homing) di berbagai tempat terutama di lamina
propria berbagai jaringan mukosa. Hal tersebut melahirkan konsep umum sistem imun
mukosa, bahwa induksi respons imun terhadap antigen tertentu di traktus
gastrointestinal, dapat mengakibatkan penyebaran limfosit ke jaringan mukosa lain
seperti traktus respiratorius atas dan bawah, saluran kelenjar mammae atau traktus
urogenital untuk selanjutnya memberikan respons terhadap antigen. Folikel limfoid
yang terisolir ditemukan tersebar di seluruh mukosa traktus gastrointestinal,
respiratorius dan urogenital.2,4,5,13,14

8
2.4.2 Sistem imun mukosa difus / tersebar

Sistem imun mukosa difus / tersebar terdiri dari limfosit intraepitel dan lamina
propria. Limfosit intraepitel ditemukan dalam epitel mukosa, di atas lamina propria.
Sel-sel tersebut tersebar difus di jaringan mukosa dan tidak memiliki struktur jelas
seperti yang didapat pada sistem imun mukosa yang terorganisir. Limfosit intraepitel
terbanyak adalah sel T (>90%), yang dapat berupa CD8+ atau CD4-CD8- . Lamina
propria terletak tepat di bawah epitel yang merupakan struktur yang longgar. Fungsi
efektor lamina propria adalah sekresi antibodi terutama IgA yang merupakan hasil
dari sejumlah besar sel plasma yang memproduksi IgA. IgA diangkut dari lamina
propria ke sel epitel melalui reseptor imunoglobulin polimerik untuk selanjutnya
disekresi ke lumen. Lamina propria mengandung banyak sel CD4+ dan CD8+ (CD4+
2 kali lebih banyak dari CD8+ ), juga sel B, terbanyak dengan ekspresi IgM dan
hanya sebagian kecil dengan ekspresi IgA. Meskipun hanya sedikit jumlah sel B yang
ada di lamina propria, tetapi jumlah sel B tersebut dapat meningkatkan produksi IgG
dengan cepat bila diperlukan.2,4,5,13-15

2.5 Organisasi Sistem Imun Mukosa


2.5.1 Jaringan induktif

Peyer patch (PP) pada usus halus merupakan tempat induksi yang utama di
traktus gastrointestinal. Organ dan jaringan limfoid.3 56 merupakan awal dimulainya
respons imun seluler maupun humoral. Sel T yang terdapat pada PP sudah matang dan
90% mengekspresikan β T cell receptor (TCR), sedangkan sebagian kecil
mengekspresikan γδ TCR.1,15,33,34 Nasal associated lymphoid tissue (NALT)
merupakan tempat induksi pada mukosa traktus respiratorius atas. Jaringan ini terdiri
dari adenoid dan tonsil yang akan menghadapi agen infeksius yang ditelan atau
dihirup. Tonsil dan adenoid, seperti halnya dengan PP, merupakan jaringan limfoid
yang terorganisir yang mengandung populasi sel B dan T yang akan memberi jalan
untuk menginduksi sel-sel imun yang akan menuju jaringan efektor yang letaknya
jauh.1,15,33,35 (gambar 2.2)

9
2.5.2 Jaringan efektor

Setelah terjadi induksi respons imun, antigen spesifik sel B dan T akan
meninggalkan tempat induksi melalui limfatik eferen dan ditransport ke sirkulasi
sistemik melalui duktus torasikus yang akhirnya masuk ke dalam jaringan efektor di
mukosa yaitu lamina propria traktus gastrointestinal, traktus respiratorius, traktus
urogenital dan jaringan kelenjar (kelenjar saliva dan mammae). Jalur sirkuit untuk
penyebaran sel B dan sel T ke tempat efektor di mukosa disebut sebagai common
mucosal immune system (sistem imun mukosa bersama).1,15,33-35

Gambar 2.2. Jaringan Induktif dan Efektor

2.6 Sistem Mukosa Traktus Respiratorius Atas

Sebagian besar permukaan mukosa berisi jaringan limfoid khusus yaitu


mucosal associated lymphoid tissue (MALT) yang diperlukan untuk pengenalan
antigen dan induksi respons imun mukosa. Sistem imun pada saluran napas atas dan
bawah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) kompartemen epithelial berupa
permukaan epitel dan jaringan penghubung di bawahnya yang mengandung sel

10
imunokompeten; (2) MALT, yang dibagi berdasarkan letak anatomisnya, yaitu nasal
associated lymphoid tissue (NALT), larynx associated lymphoid tissue (LALT) dan
bronchiole associated lymphoid tissue (BALT); (3) drainase kelenjar limfe pada
sistem respirasi.36,37
Respons imun diawali oleh sel M (microfold cells) yang berlokasi di epitel
yang melapisi folikel MALT.38,39Folikel ini berisi sel B, sel T dan APC yang
dibutuhkan dalam pembentukan respons imun. Sel M bertugas untuk mengambil
(uptake) dan transport antigen lumen dan kemudian dapat mengaktifkan sel T. Sel
APC dalam paru terdiri dari sel dendritik submukosa dan interstitial dan makrofag
alveolus. Makrofag alveolus merupakan 85% sel dalam alveoli, dimana sel dendritik
hanya 1%. Makrofag alveolus ini merupakan APC yang lebih buruk dibandingkan sel
dendritik. Makrofag alveolus paling banyak terdapat pada alveolus, sel ini berperan
melindungi traktus respiratorius dari proses inflamasi pada keadaan normal. Saat
antigen masuk, makrofag alveolus akan mempengaruhi derajat aktifitas atau maturasi
sel dendritik dengan melepaskan sitokin. Sel dendritik akan menangkap antigen,
memindahkannya ke organ limfoid lokal dan setelah melalui proses maturasi, akan
memilih limfosit spesifik antigen yang dapat memulai proses imun selanjutnya.38-40
Setelah menjadi sel memori, sel B dan T akan bermigrasi dari MALT dan
kelenjar limfoid regional menuju darah perifer untuk dapat melakukan ekstravasasi ke
efektor mukosa. Proses ini diperantarai oleh molekul adesi vaskular dan kemokin
lokal, khususnya mucosal adressin cell adhesion molecule-1 (MAdCAM-1). Sel T
spesifik antigen adalah efektor penting fungsi imun melalui sel terinfeksi yang lisis
atau sekresi sitokin oleh Th1 atau Th2. Perbedaan rasio atau polarisasi sitokin ini akan
meningkatkan respons imun dan akan membantu sel B untuk berkembang menjadi sel
plasma IgA.4 (gambar 6) Sel dalam senter germinal tonsil manusia yang dominan
adalah Ig M disusul IgA, IgG dan Ig D. Sel dari tonsila palatina dan nasofaring akan
mendukung populasi mukosa yang jauh dari tonsil dengan prekursor Ig A terutama di
traktus respiratorius atas dan traktus gastrointestinal. Hal ini didukung dengan bukti
bahwa ekspresi intraselular rantai J merupakan marker dari sintesis pIgA oleh sel
kultur tonsil, sekresi pIgA ke dalam supernatan, distribusi subklas IgA yang dominan
IgA1 yang khas untuk traktus gastrointestinal dan traktus respiratorius.39-43

11
Gambar 2.3 Sistem imunitas mukosa traktus respiratorius.5

Gambar 2.4 Sistem imunitas mukosa traktus respiratorius.5

12
Gambar 2.5
Sel M6

2.6.1
Nasofaringeal Associated Limfoid Tissue (NALT)
NALT adalah situs limfoid pertama yang akan mengalami kontak dengan antigen dari
lingkungan dan telah ditemukan pada beberapa spesies mamalia termasuk tikus.
Namun, belum banyak diketahui mengenai respons imun NALT pada manusia. Pada
hewan, NALT ini terletak di pintu masuk ke saluran faring dimana NALT membentuk
agregat limfoid spesifik (Gambar 1). Diduga bahwa NALT memiliki respons imun
yang serupa dengan GALT dan BALT karena secara struktural sangat mirip. 36 Sebuah
lapisan sel epitel, bersama-sama dengan sel M, sel goblet dan limfosit intra epitel
melapisi folikel limfoid sekunder yang tersusun di bawahnya. Lapisan sel epitel yang
melapisi langsung setiap folikel seringkali disebut sebagai follicle-associated
epithelium (FAE). Sama seperti high endothelial venules (HEVs), folikel ini ditandai
dengan folikel sel B pusat yang dikelilingi oleh area sel T parafolikular. Seperti di
MALT lainnya, sel B matur (sel plasma) secara predominan menghasilkan IgA. Sel T
CD4+ yang ada sebagian besar dalam kondisi naive (sel Th0) yang mencerminkan
kemampuan mereka untuk berdiferensiasi menjadi baik Th1 maupun Th2.36

2.6.2 Bronchiole Associated Lymphoid Tissue (BALT)


Struktur jaringan limfoid yang ditemukan sepanjang lumen saluran napas
dikenal sebagai BALT. Saluran napas atas mengandung struktur limfoid yang
tersusun sangat rapi sedangkan pada saluran napas bawah tersebar jaringan sistem
imun yang berkarakteristik seperti sistem imun sistemik. Kombinasi dari kedua tipe
sistem imun tersebut dapat ditemukan pada saluran napas yang lebih kecil, umumnya

13
dalam bentuk sel B yang tersebar tanpa adanya area sel T yang terkait. Struktur
limfoid dari BALT yang tersusun rapi ini dapat ditemukan pada percabangan
bronkiolus. Struktur BALT terdiri dari lapisan atas sel epitel yang mengandung sel M
dan limfosit intra epitel tetapi tidak memiliki sel goblet. Pada saluran napas normal,
sel M ditemukan dalam jumlah yang sedikit, hal ini menunjukkan bahwa diferensiasi
sel epitel menjadi sel M terjadi mengikuti stimulasi antigen.Serupa dengan situs
limfoid lain dari MALT, area folikuler BALT terdiri dari folikel sel B danarea sel T
parafolikuler yang diselingi oleh makrofag dan sel dendrit. Folikel dikelilingi limfosit
T dan B, makrofag dan sel dendrit yang tersusun berselang seling. Sel B folikeluler,
sebagian besar akan berproliferasi menjadi sel B memori, sedangkan sel B yang
terletak di daerah antarfolikel cenderung menjadi sel plasma yang mensekresi
antibodi. Kebanyakan sel B mengekspresikan IgM atau IgA, sedangkan populasi sel T
merupakan campuran dari sel T CD4+ αβ, sel TCD8+ αβ dan CD8+ γδ. Satu-satunya
cara limfosit dapat bermigrasi ke BALT adalah melalui darah melewati HEVs (high
endothelial venule).44 Jumlah frekuensi BALT dapat meningkat di sepanjang saluran
napas mengikuti adanya proses inflamasi atau stimulus antigenik, dan setiap fokus
limfoid dapat meluas. Bila tidak ada rangsangan inflamasi, BALT seringkali sangat
sulit dideteksi dan bahwa BALT seringkali ditemukan hanya pada anak-anak dan
dewasa muda, menyebabkan timbul dugaan bahwa BALT adalah suatu kelompok
limfoid yang bersifat inducible. 36,44

14
Gambar 2.6 GALT dan NALT6
\

2.7 Imunitas pada traktus genitalia pria dan wanita

Traktus genitalia baik pria maupun wanita memiliki mekanisme pertahanan


terhadap invasi mikroorganisme dari lingkungan luar terutama kuman-kuman yang
bisa ditularkan melalui hubungan seksual. Pertahanan tahap pertama adalah kulit dan
mukosa, tahap kedua oleh respon imun bawaan (innate immunity) dan ketiga oleh
respon imun adaptif (adaptive imunity).45 Lapisan epitel pada kulit dan mukosa organ
genitalia memisahkan tubuh dengan lingkungan. Kuman harus mampu menembus

15
lapisan epitel berkeratin yang keras untuk dapat menembus lapisan epidermis dan
mukosa yang dihambat oleh mukus yang tebal. Jika mikroorganisme mampu
menembus pertahanan tahap pertama, kuman akan dihadang oleh respon imun
bawaan yang responnya cepat. Pertahanan tahap ketiga dilakukan oleh respon imun
adaptif yang dimediasi oleh limfosit dan sel penyaji antigen, sistem ini bekerja lebih
lambat dibanding sistem imun bawaan, tetapi sangat spesifik, berlangsung lama, dan
efektif.46,47

2.7.1.1 Barier epitel traktus genitalia


Uretra penis dan vagina merupakan pintu masuk utama kuman pada traktus
genitalia manusia. Kulit yang melapisi skrotum, preputium, penis, dan meatus pada
laki-laki (Gambar 5), serta labia, vulva, introitus pada wanita (Gambar 6), merupakan
epitel skuamus komplek berkeratin yang berfungsi sebagai barier fisik dan imunologi.
Sedangkan fosa navikularis, vagina dan ektoserviks dilapisi epitel skuamus komplek
non-keratinisasi. Ostium servikalis dan bagian dalam fosa navikularis terdiri atas
epitel transisional. Endoservikalis dan uretra penis dilapisi epitel kolumner yang
mengandung sejumlah kelenjar yang mensekresi musin.46,48 Trauma fisik, kimiawi dan
infeksi ulseratif dapat menyebabkan rusaknya epitel sehingga menjadi jalan masuk
kuman patogen penyebab IMS. Lapisan epitel mukosa strukturnya tidak inert, terjadi
pergantian lapis permukaan dengan terlepasnya sel bercampur sekresi mukus akan
membawa mikroorganisme.48

16
Gambar 2.7 Lapisan epitel pada traktus genitalia pria46

Gambar 2.8 Lapisan epitel pada traktus genitalia pria47

2.7.1.2 Mukus

Permukaan epitel mukosa dilapisi oleh lapisan mukus yang melubrikasi dan
memperkuat barier epitel. Mukus mempunyai karakteristik struktural dari musin yang
merupakan famili dari glikoprotein hidrofilik besar yang mengandung pengulangan
berurutan dari serin dan threonin. Musin diproduksi pada permukaan apikal dari sel

17
epitel disepanjang traktus genitalia yakni endoserviks dan uretra pada pria. 48,49 Musin
yang disekresikan diklasifikasikan dalam dua kelompok musin pembentuk gel yang
besar dan musin kecil yang dapat larut. Sejumlah gen dari musin yang diekspresikan
dalam jaringan reproduksi pria dan wanita (Tabel I). Sampai dengan 80% dari massa
molekul musin terdiri dari oligosakarida kompleks. Pada beberapa kasus bakteri
komensal yang berkaitan dengan musin dalam glikosilasi dapat memperlambat laju
pelepasan musin oleh host. Pada sisi lain dapat menyediakan reseptor saingan pada
permukaan sel gliko-konyugasi, musin dapat menangkap bakteri yang patogen dan
menghambat kerja bakteri untuk kolonisasi di epitel. Dengan demikian susunan
oligosakarida yang diekskresikan oleh musin memegang peranan yang penting dalam
menentukan kolonisasi oleh bakteri komensal dan kerentanan terhadap infeksi
bakteri.49

2.7.2 Sistem imun bawaan


2.7.2.1 Komponen humoral imunitas bawaan
Komponen humoral terdiri dari komponen terkait membran yaitu
patternrecognition receptor (PRR), khususnya Toll-like receptors (TLR), peptida
ntimikrobial (AMP), komponen komplemen, sitokin dan kemokin.50,51

a. Pattern-Recognition Receptor

Pattern-Recognition Receptor adalah reseptor selular yang mengawali


pengenalan respon imun bawaan terhadap mikroorganisme. Molekul tersebut
mendeteksi mikroorganisme virulen melalui pengenalan protein pemicu yang dimiliki
oleh mikroorganisme yang disebut pathogen-associated molecular pattern (PAMP).
Pattern-Recognition Receptor yang berperan pada pertahanan alami terhadap IMS
antara lain C.typelectins, TLR, Nucleotide-binding oligomerization domain (NOD)-
like receptor, dan RNA helicases. Sedangkan PAMP yang berperan antara lain: RNA
rantai ganda yang dimilki oleh virus, unmethylated CpG DNA yang ditemukan pada
bakteri, lipopolisakarida yang diproduksi bakteri gram negatif, asam teikoat pada
bakteri gram positif, dan manoserik oligosakarida yang ditemukan pada bakteri,
manosa, fukosa, N-acetyl glucosamine, β-glucans, dan flagelin (Tabel 2).48,52

18
b. Peptida antimikrobial

Peptida antimikrobial disebut juga peptida pertahanan host, merupakan


komponen aktif pada respon imun bawaan. Peptida antimikrobial mampu membunuh
bakteri gram positif dan gram negatif (termasuk strain yang resisten terhadap
antibiotik konvensional), envelope virus dan jamur. Beberapa protein antimikrobial
yang disekresi traktus genitalis antara lain: defensin, katelidin, laktoferin, dan lisosim
(Gambar 7).48 Peptida antimikrobial tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga
berfungsi sebagai imunomodulator, dan mampu mengubah ekspresi gen hospes, juga
mampu menginduksi produksi kemokin atau bertindak sebagai kemokin, menghambat
produksi sitokin proinflamasi, dan memodulasi respon sel dendritik dan sel-sel sistem
imun adaptif.53

Gambar 2.9

Mediator terlarut dalam imunitas bawaan pada traktus genitalia wanita (A) dan
pria (B)

c. Sitokin dan Kemokin

Sitokin adalah mediator glikoprotein yang berkaitan dengan reseptor spesifik


untuk menghasilkan efek biologi lokal. Kemokin adalah sitokin kemotaktik berukuran
kecil, bekerja secara lokal dengan menarik leukosit ketempat inflamasi. Kemokin

19
akan menarik sel imun ke jaringan sedangkan sitokin akan mengaktifkan dan
mendiferensiasikan sel imun.48,50 Sitokin yang dihasilkan oleh sel epitel adalah
granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF), granulocyte colony
stimulating factor (GCSF), TNF-α, IL-1, IL-6, leukemia inhibitory factor (LIF), TGF-
β dan kemokin 19 antara lain MIP-1β, monocyte chemoattractant protein-1 (MCP)
dan IL-8.48

Gambar 2.10 Pattern Recognition Receptors (PRR) dan Pathogen Associated Molecular
Patterns (PAMP).48

2.7.2.2 Mediator Seluler Imunitas Bawaan


a. Sel epitel

20
Sel-sel epitel mengekspresikan sejumlah PRR termasuk TLR, NOD-like
receptor, komplemen serta reseptor immunoglobulin. Dilepaskan sejumlah sitokin
proinflamasi seperti IL-1α dan TNF-α, yang akan mengaktivasi lekosit, dan beberapa
sitokin seperti IL-6, IL-15, TGF-β, dan G-CSF yang mempengaruhi diferensiasi dan
regulasi respon limfosit T dan B. Sel epitel juga mengekspresikan molekul adesi
seperti e-cadherin, intercelular adhesion molecule-1 (ICAM), dan leucocyte
functioning antigen-3 (LFA) yang penting untuk perlekatan lekosit. Sel epitel mukosa
juga mampu mengekspresikan molekul mayor histocompatibility complex-II (MHC)
dan CD1d, yang diduga dapat mempresentasikan peptida dan glikolipid antigen pada
sel-sel imun residen. Jadi, sel epitel mengawali dan mengkoordinasi respon imun
mukosa dengan meregulasi sel-sel imun sesuai.52,54 Sel epitel pada traktus genitalis
laki-laki dan perempuan mengekspresikan sejumlah PRR yang berbeda, dan
memproduksi berbagai kemokin dan sitokin setelah teraktivasi. Sel-sel epitelial juga
kaya akan peptida antimikrobial seperti, b-defensins, human defensin-5 (HD) dan
hCAP-18, dan serin leukocyte protease inhibitor (SLPI). Dapat dikatakan bahwa sel-
sel epitelial traktus genitalis merupakan gatekeeper baik imun bawaan maupun
adaptif. Sel fagositik adalah komponen utama sistem imun bawaan level selular yakni
makrofag, netrofil, eosinofil, sel mast, sel natural killer (NK), sel epithelial dan sel
dendritik (SD) berada pada jaringan mukosa.46,48

b. Sel dendritik

Sel dendritik adalah sekelompok sel penyaji antigen (APC) yang berasal dari
sel progenitor sumsum tulang hemopoetik, yang mengawali dan memodulasi fungsi
imun melalui stimulasi sel T naif. Sel Langerhans (SL) adalah sel dendritik imatur
yang berada pada epitel skuamus kompleks kulit dan mukosa, terutama pada vagina,
ektoserviks, preputium, dan fossa navicularis.48,52Terdapat dua tipe SD yakni
myeloiddendritic cell (mDC) dan plasmacytoid dendritic cell (pDC). Jika teraktivasi,
sel-sel tersebut akan bermigrasi ke limfonodi regional dan mempresentasikan antigen
selanjutnya mengaktivasi sel T naïf. Kemampuan mDC untuk mempromotori respon
Th1 atau sel CD4+ Th2 tergantung pada perbedaan produksi sitokin dan aktivasi
TLR.

21
Sekresi interferon gamma oleh sel Th1 CD4+ memacu aktivasi makrofag dan respon
antimikroba poten; sedangkan sel Th2 umumnya memproduksi IL-4 dan IL-5 yang
mempromotori produksi immunoglobulin. Plasmacytoid dendritic cell
mengekspresikan TLR 7 dan 9.53

c. Makrofag

Epitel mukosa merupakan reservoir terbesar makrofag pada tubuh. Makrofag


jaringan berasal dari monosit darah dan direkrut kedalam lamina propria mukosa oleh
kemoatraktan endogen dalam mukosa non-inflamasi. Makrofag akan
mengekspresikan PRR seperti TLR4 dan reseptor Fc, dan sedikit mengekspresikan
sitokin proinflamasi, tetapi kemampuan fagositik dan bakterisidalnya masih intak. 52,54

d. Sel natural killer


Sel NK merupakan komponen utama sistem imun bawaan yang berperan
penting pada penolakan host terhadap tumor dan sel yang terinfeksi virus. Sel NK
akan membunuh sel target dengan cara melepaskan protein litik seperti perforin dan
protease yang dikenal sebagai granzim. Perforin akan membentuk lubang pada
membran plasma sel target, selanjutnya granzim mampu masuk dan menginduksi
apoptosis, sehingga mendestruksi sel yang didalamnya terinfeksi virus.45,48

e. Limfosit
Respons sel T adaptif akan dimulai jika sel T naif menerima signal melalui
reseptornya, molekul kostimulator, dan reseptor sitokin. Selanjutnya limfosit T dan B
akan mengekspresikan TLR dan beberapa PRR dan berpartisipasi pada respon imun
bawaan maupun adaptif. Sel T pada manusia yang bersirkulasi secara kuat
mengekspresikan TLR 1, 2, 3, 5 dan 9. Sel T regulasi (Treg) merupakan kumpulan sel
T khusus yang menjaga keseimbangan imunitas dan membatasi respon efektor untuk
mencegah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh reaksi imun yang berlebihan yang
mengekspresikan TLR 4, 5 dan 8.52

2.7.3 Sinergitas antara imun bawaan dan adaptif

22
Imun bawaan dan adaptif bekerja bersama-sama. Imun bawaan akan
mengawali dan memberi signal pada sistem imun adaptif (Gambar 8). Molekul-
molekul yang diproduksi selama reaksi imun bawaan berfungsi sebagai signal ke dua
untuk aktivasi limfosit termasuk, kostimulator, sitokin, dan produk-produk
komplemen. Sel dendritik berfungsi sebagai penghubung antara imunitas bawaan dan
adaptif. Jika SD terpapar suatu patogen, akan mengalami diferensiasi dan meregulasi
MHC-II dan molekul kostimulator seperti CD80 dan CD86 yang mampu
mempresentasikan antigen ke limfosit. Sel dendritik juga akan melepaskan sitokin
signaling seperti IL-12 dan IFN tipe 1, yang akan mengaktivasi dan dan
mengekspansi populasi limfosit dan mempromotori imunitas Th-1. Sel epitel juga
mensekresi sitokin seperti IL-1 yang akan mengaktivasi mediator limfosit pada
imunitas adaptif.45,48 Sinyal imunitas bawaan untuk aktivasi sel B adalah produk
komponen komplemen C3 yang disebut C3d. Ketika limfosit B betemu dengan
antigen mikroba melalui ikatan reseptor antigen, dan secara bersamaan/simultan
terikat juga dengan C3d melalui reseptor permukaan komplemen, maka akan
teraktivasi dan memproduksi antibodi yang melawan antigen. Beberapa mediator pada
imunitas bawaan, seperti B-defensin, merupakan kemotaktik untuk limfosit T.21
Respon imun adaptif juga berperan untuk meningkatkan imun bawaan. Sebagai
contoh, pada respon imun adaptif yang dimediasi sel, limfosit T spesifik akan
memproduksi sitokin yang akan mengaktivasi sel fagositik yang merupakan efektor
penting pada imunitas bawaan. Limfosit B memproduksi antibodi yang menggunakan
2 mekanisme efektor imunitas bawaan, yaitu fagosit dan sistem komplemen, untuk
mengeliminasi mikroba.52

2.7.4 Sistem imun adaptif pada daerah mukosa


a. Imunitas humoral

Imunitas humoral dimediasi oleh antibodi yang diproduksi oleh terminally


differentiated antibody-secreting cells (ASC) yang dikenal sebagai sel plasma. Setelah
terstimulasi antigen, sel B yang berada di limfonodi dan lien, mengalami ekspansi
klonal dan diferensiasi menjadi sel B memori atau ASC. IgA terutama muncul pada
jaringan mukosa limfoid dan lebih menyukai kembali ke daerah efektor mukosa
dimana IgG bergerak ke sumsum tulang atau daerah inflamasi.54 Gambaran alur

23
lintasan ASC tergantung pada ekspresi reseptor kemokin spesifik dan molekul adhesi.
Belum banyak diketahui tentang mekanisme homing spesifik pada traktus genitalis.
Antibody-secreting cells traktus genitalis menggunakan CCR10 yang banyak dijumpai
pada jaringan mukosa. Epitel traktus genital juga mensekresi SDF-1, yang diduga
bahwa reseptor kemokin CXCR4 mungkin berperan pada target ASC di genital. 54 Sel
plasma yang memproduksi IgA ditemukan dalam jumlah besar di endoserviks dan
uretra penis. Pada sebagian besar sekresi mukosa, konsentrasi IgA lebih banyak dari
pada IgG maupun IgM, terutama pada endoserviks dan penile urethra, tapi pada
semen dan cairan vagina didominasi oleh IgG. 46 Setiap hari IgA dibentuk lebih dari 40
mg/kg mukosa. IgA yang ditemukan pada sekresi mukosa disebut sekretori IgA
(sIgA). Berbeda dengan IgA pada serum. sekretori IgA terutama diekspresi di traktus
genitalis oleh sel epithelial endoserviks dan uretra penis. 52 Sekretori IgA berperan
penting pada proteksi permukaan mukosa karena sIgA resisten terhadap proteolitik.
Antibodi sIgA mampu mengaglutinasi bakteri, tetapi tidak memiliki kemampuan
bakterisidal. Antibodi sIgA mengaktivasi komplemen jalur alternative sehingga
terjadi transformasi menjadi kompleks litik. Lisosim, sIgA, dan komplemen secara
sinergi meningkatkan kemampuan sebagai antibakteri.54

Gambar 2.11 Respon imun seluler dan humoral pada sistem imun adaptif. 52

b. Imunitas Seluler

24
Sejumlah APC dan sel efektor dijumpai pada mukosa genital pria dan wanita.
Sel dendritik menunjukkan fungsi yang sama pada lamina propria. Setelah teraktivasi,
sel-sel tersebut akan bermigrasi ke limfonodi regional dan mempresentasikan
antigenpada sel T naif untuk menghasilkan respon imun selular. Pada subepitelial
lamina propria traktus genitalis juga ditemukan sejumlah makrofag dan mampu
mempresentasikan antigen pada sel T CD8 dan CD4+ yang berada di dalam atau di
bawah epithelium (Gambar 9).48

Gambar 2.12 Mediator pada respon imum adaptif pada traktus genitalis wanita (A) dan
pria (B).48
Singkatan : T( limfosit T), M (makrofag), LC (sel Langerhans), PC (plasmasel), plgR
(polymeric immunoglobulin receptor)

2.8 Sistem Mukosa Traktus Gastrointestinal


GALT termasuk elemen limfoid yang tersebar di esophagus, gaster Peyer’s
patches di usus halus, appendix, dan folikel soliter (terisolasi) di keduanya usus halus
dan usus besar.Traktus gastrointestinalis dilapisi oleh epitel selapis silindris dengan
microvili dan berhubungan dengan lapisan glycocalyx pada permukaan luminal untuk
melindungi epitheliosit dari pH asam. Diantara epitheliosit, banyak tipe sel namun
enterosit dan colonosit adalah tipe yang dominan. Dibawah lapisan epitel terdapat
jaringan ikat yang disebut dengan lamina propria, terdiri dari vili dan crypta. Sel
Neutrofil like Paneth berada dibawah crypta. Sel Paneth melepaskan banyak faktor
anti bakteri sehingga membuat crypta pada keadaan steril. Selama hampir 1 minggu,
sel stem /sel punca beregenerasi menjadi sel epitelosit yang baru untuk membentuk

25
lapisan epitel. Tipe sel lainnya yaitu sel goblet , Sel M, CD8αα + γδT cells (IELs),
sel langerhans dan sel enteroendokin. Sel Goblet mensekresikan selapis mucus yang
berukuran 30 μm di usus halus dan 2 lapis mucus berukuran 480 μm di usus besar,
dan mukus tersebut menjadi perangkap untuk menghambat mikroba mengalami
proses kolonisasi.17
Peyer’s patches, folikel soliter (terisolasi), dan appendix merupakan folikel
limfoid agregat dari traktus gastrointestinalis. Elemen limfoid yang tersebar di
esophagus dan gaster tidak mengatur agregat serupa. Dalam folikel limfoid agregat,
ada area sel-B di mana fDC dan Tfh juga hadir untuk mengambil bagian dalam respon
imun tubuh yang dimediasi oleh sel B. Sel plasma yang dibentuk mensekresikan IgG
dan IgA, yang diangkut ke lumen dengan cara SC (sIgA > IgG). Beberapa sel antigen
dendritik-spesifik mungkin bermigrasi melalui saluran limfatik ke kelenjar getah
bening mesenterik di mana mereka juga dapat memicu respons imun sel B tingkat
lanjut. Struktur dari lamina propria sangat terkompresi dan elastis, dimana itu akan
memungkinkan untuk mengangkut nutrisi ke epitel dan jenis sel lainnya. Ada
beberapa sel agregat limfoid seperti Peyer’s patches, sel dendritik tipe 1 (myeloid,
mDC) dan sel dendritik tipe 2 (plasmacytoid,pDC), sel langerhans, fibroblasts,
makrofag, neutrofil, sel mast dan eosinofil. Sama seperti TALT/NALT, area
ekstrafollikuler kecil (area sel-T) mengandung Sel CD4+, sel T, sel CD8+, sel
dendritik interdigitasi, dan makrofag. Itu adalah lokasi untuk respons imun yang
dimediasi sel-T. Lumen adalah situs efektor untuk sekresi GALT. Jumlah yang paling
signifikan dari mikroba mikrobiota terletak di traktus gastrointestinalis, oleh sebab
traktus gastrointestinalis menjadi penanggung jawab terbesar dari imunitas mukosa.
17,55,56

2.8.1 Karakteristik Unik Sistem Kekebalan Mukosa di Saluran Pencernaan

Lau et al menggunakan pendekatan sistem in vivo multi-skala untuk menilai


bagaimana sel-sel MIS usus berkomunikasi dengan EC usus dalam menanggapi sinyal
inflamasi.57 Penelitian ini berpusat pada penggunaan sitokin pro inflamasi tumor
necrosis factor-α (TNF-α ) yang diberikan secara intravena (iv) untuk menilai efeknya
pada epitel usus dengan kehadiran (tikus liar [wild type]) atau tidak adanya (tikus
knockout Rag1) dari sitem imun adaptif limfosit T dan B. Diketahui bahwa
TNFSebuah mengatur banyak efek EC, termasuk kematian sel terprogram (apoptosis)

26
(apoptosis), kelangsungan hidup, proliferasi, penghentian siklus sel, dan diferensiasi
terminal.58 Para penulis sebelumnya telah menunjukkan bahwa TNF-α diberikan iv
untuk tikus WT menghasilkan dua pola respon yang berbeda di usus halus.59 Di
duodenum, yang berdampingan dengan gaster, TNF-α meningkatkan apoptosis EC,
sementara di ileum, bagian di sebelah usus besar, peningkatan divisi EC terlihat.59
Dalam penelitian ini, injeksi iv TNF-α menginduksi apoptosis di duodenum (tetapi
tidak ileum) dari WT, dengan kematian sel yang meningkat pada tikus Rag1. 57
Hilangnya limfosit T atau B juga menyebabkan peningkatan apoptosis EC,
menunjukkan bahwa kedua jenis sel diperlukan untuk melindungi epitel dari kematian
sel. Temuan baru ini melengkapi studi terbaru yang menunjukkan bahwa IL-22, yang
diproduksi oleh beberapa sel imun di usus, memainkan peran utama dalam
melindungi EC dari peradangan, infeksi, dan kerusakan jaringan (Gambar 3).60
Akhirnya, penelitian menetapkan bahwa hilangnya limfosit adaptif (kekebalan)
mengakibatkan penurunan produksi MCP-1, yang mengarah pada peningkatan jumlah
pDC dan peningkatan apoptosis EC. Dalam percobaan terakhir, penulis kembali
menunjukkan bahwa pDC dalam duodenum tikus Rag-1 menghasilkan peningkatan
kadar interferon-gamma yang secara langsung menginduksi apoptosis EC.57

2.9 Aspek Klinis Sistem Mukosa


Adanya hubungan kompartemenisasi menjadi pertimbangan tempat atau cara
diberikannya imunisasi mukosa untuk mendapat efek yang diharapkan. Vaksinasi
yang diberikan melalui mukosa memiliki alasan khusus oleh karena infeksi terutama
masuk melalui permukaan mukosa. Vaksinasi mukosa diharapkan akan memberikan
perlindungan dengan cara mencegah penempelan dan kolonisasi patogen pada epitel
mukosa, mencegah penetrasi dan replikasi di mukosa serta menangkal ikatan toksin
mikrobial pada epitel mukosa dan sel lain yang terkena. 34,61,62 Imunisasi per nasal dan
tonsil diharapkan akan memberikan respons antibodi di mukosa pernapasan atas dan
regio sekresi (saliva dan nasal) tanpa respons imun di usus, tetapi dapat terjadi
respons imun di mukosa vagina seperti yang terlihat pada usaha imunisasi HIV.
Adanya sistem imun mukosa bersama ini tampaknya dapat dimanipulasi untuk disain
pengembangan vaksin peroral. Vaksin yang diberikan per oral dapat memberi proteksi
pada permukaan mukosa dan kelenjar. 34,61,62 Pada anak yang dilakukan tonsilektomi
yang diberikan imunisasi polio per oral, respon antibodi dari nasofaringeal menurun.

27
Sebelum tonsilektomi antibodi poliovirus IgA terdapat dalam jumlah yang cukup pada
nasofaring anak yang telah diimunisasi dengan polio per oral, tetapi setelah
tonsilektomi jumlah antibodi tersebut sangat menurun. Mukosa hidung mengandung
limfosit T, HLA-DR expressing dendritic cell dan sel epitel, dan banyak sekali sel
plasma penghasil IgA terutama IgA1, yang berasal dari BALT atau jaringan tonsil. 33,61
Pada mukosa traktus respiratorius dan genital yang lebih permeabel dan mudah
dipenetrasi oleh antibodi daripada mukosa intestinal, juga bisa didapatkan imunitas
protektif dengan pemberian imunitas parenteral. Namun demikian masih ada kesulitan
dalam mengembangkan vaksin mukosa untuk mendapatkan kadar antibodi sIgA yang
memadai. Baru beberapa vaksin mukosa yang ditemukan. Sifat ideal vaksin mukosa :
(1) terlindungi dari eliminasi fisik dan enzim pencernaan, (2) tempat target masuk
mukosa meliputi membran atau sel M, (3) paling tidak, vaksin untuk melawan infeksi,
menstimulasi secara tepat sistem imun innate yang akan mengaktifkan sistem imun
adaptif. Untuk itu perlu dicari sistem pengantaran antigen dan adjuvant yang baik.63-65
Vaksin untuk infeksi traktus respiratorius atas antara lain vaksin influensa dan
pneumokok yang disuntikkan. Diharapkan akan terbentuk IgG yang melindungi
penyebaran sistemik organisme tersebut, yang mungkin juga secara transudasi
memberikan proteksi lokal mukosa traktus respiratorius bawah. Saat ini telah ada
vaksin influensa yang diberikan topikal lewat nasal. Dengan cara ini terjadi respons
imun seperti alamiahnya, bisa terjadi imunitas lokal dengan membentuk sIgA yang
menempel di permukaan virus hemaglutinin, neuroamidase dan sistemik dengan cara
membentuk IgG yang mencegah penyebaran virus sistemik, viremia. Kedua macam
vaksin tersebut memberikan proteksi sebesar 60-90%.62-65 Untuk mengetahui seberapa
besar dan seberapa sering alergen yang diberikan untuk bisa menimbulkan efek
protektif dengan aman masih diperlukan penelitian lebih lanjut.5

2.10 Perkembangan Imun Mukosa pada Anak


2.10.1 Prenatal

Perkembangan sistem kekebalan terjadi di seluruh situs anatomi yang


berbeda . Sel darah pertama adalah ekstraembrionik, berkembang dalam hubungan
yang erat dengan sel-sel endotel kantung kuning(yolksac).66 Sel induk hematopoietik
embrio (HSC), yang mampu mengisi kembali inang dewasa dalam uji transplantasi,
berasal dari daerah aorta gonad mesonephros (AGM).67 Hepar janin dan sumsum

28
tulang (BM) selanjutnya dibentuk oleh kedua kantung kuning sel progenitor turunan
HSC dan turunan AGM.68 Namun, garis waktu perkembangan tidak identik secara
kronologis antar spesies. Misalnya, timus janin tikus belum matang dibandingkan
dengan timus manusia, yang mendukung diferensiasi sel T naif lengkap dalam
rahim.95 Lebih jauh lagi, beberapa penanda yang menentukan populasi kurang
terkonservasi, sehingga sulit untuk secara langsung menerapkan temuan dari
penelitian pada hewan ke manusia. Analisis kantung kuning embrio manusia
menunjukkan adanya progenitor mirip HSC, makrofag, sel mast (MC), progenitor sel
pembunuh alami (NK), dan progenitor sel limfoid bawaan (ILC) bersama
megakariosit dan sel eritroid dari empat minggu pascakonsepsi (PCW).69 Asal
makrofag telah dipelajari secara intensif karena makrofag jaringan muncul secara
independen dari HSCs dan memperbaharui diri sendiri dalam kondisi homeostatis
dalam model tikus.70,71 Meskipun kontribusi kantung kuning dipertahankan di
beberapa jaringan (misalnya, hati, otak, dan epidermis), makrofag secara bertahap
digantikan oleh monosit yang diturunkan dari HSC di tempat lain (misalnya, usus,
paru, dan jantung).70 Dalam perkembangan janin manusia, makrofag spesifik jaringan
diamati dari titik waktu paling awal yang diambil sampelnya. 69,72,73 Pada minggu ke 6
pascakonsepsi (PCW), embrionik pankreas sarat dengan makrofag, mikroglia
menyertai otak yang sedang berkembang, dan sel-sel Hofbauer melapisi plasenta. 73-75
Identifikasi sel-sel ini dalam jumlah yang cukup besar sebelum permulaan
hematopoiesis hati janin pada 6 sampai 9 minggu pasca konsepsi mendukung kantung
kuning atau makrofag turunan AGM yang menyemai jaringan perifer. Upaya untuk
menggunakan kesamaan transkripsi antara makrofag kantung kuning dan makrofag
hati janin untuk mengurai ontogeni makrofag jaringan tidak cukup dapat diandalkan
karena ekspresi gen terkait lingkungan setelah residensi jaringan. Namun, profil ini
memungkinkan karakterisasi keragaman makrofag yang penting untuk perkembangan,
misalnya, makrofag pulau eritroid yang memberikan dukungan untuk eritropoiesis. 69
Dalam perkembangan manusia, tanda MC yang jelas ada di kantung kuning dan hati
janin. MC jaringan ikat pada kulit janin dan ginjal terkait erat dengan MC hati janin
oleh profil ekspresi gen sel tunggal.69Fungsi MC dengan karakteristik terbaik adalah
partisipasinya dalam respons alergi pada pengikatan imunoglobulin E (IgE) melalui
reseptor IgE berafinitas tinggi.76 MC hati dan kantung kuning tampak tidak siap untuk
tugas ini, karena keduanya tidak mengekspresikan gen subunit alfa reseptor IgE
(FCER1A).69

29
Produksi MC awal dapat terjadi untuk melengkapi situs mukosa yang sedang
berkembang dan jaringan ikat dengan sel imun residen atau untuk menyediakan
kumpulan pola molekuler terkait patogen efektor bawaan responsif. Namun,
diperkirakan ada fungsi tambahan dalam mendukung angiogenesis. Pada tikus, MC
kulit embrionik mengekspresikan gen yang terlibat dalam pola vaskular dan saraf. 69,77
Pada mamalia dewasa, MC mendukung angiogenesis fisiologis dan inflamasi.76 Peran
MC dalam perkembangan vaskular prenatal memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
Sel NK, sel progenitor ILC, dan sel progenitor limfoid umum mereka dapat
diidentifikasi dari kantung kuning dan transkriptor sel tunggal hati janin.69,78 Pada
tahap selanjutnya, mereka ditemukan sebagai sel yang lebih beragam dan
berdiferensiasi di beberapa organ janin.79,80 Berbeda dengan sel NK desidua ibu yang
perannya selama kehamilan telah ditandai dengan baik, 74,81 pemahaman kita tentang
fungsi sel NK janin sampai saat ini terbatas. Meskipun sel NK janin dianggap belum
matang dan hiporeaktif dibandingkan dengan sel NK dewasa, mereka sudah memiliki
aktivitas pembunuh.82,83 Selain itu, sel NK janin atau bayi menyerupai rekan dewasa
mereka di beberapa tingkat, menunjukkan bahwa mereka siap untuk merespons ketika
rangsangan yang tepat, seperti infeksi virus, hadir. 83 Secara bersamaan, sel NK
berlimpah di usus bayi, dilengkapi dengan butiran sitolitik, dan menampilkan aktivitas
degranulasi yang lebih baik dibandingkan dengan sel NK usus orang dewasa. 79 Selain
sel NK, ILC lain telah terbukti diperkaya pada janin dibandingkan dengan bayi.84
Di antara mereka, sel-sel penginduksi jaringan limfoid bawaan (LTi) berperan
peran penting dalam pembentukan organ limfoid sekunder.85,86 Dengan berinteraksi
dengan sel stroma, sel LTi menginduksi umpan balik positif untuk merekrut sel LTi
.87
tambahan serta sel kekebalan lainnya, menghasilkan lingkungan limfoid Dengan
demikian, limfosit bawaan berkembang sangat awal dalam embrio manusia dan
terlibat dalam perlindungan jaringan dan pembentukan ulang. Peran yang tepat dari
sel-sel ini dalam perkembangan jaringan dan pos pemeriksaan untuk mencegah respon
imun yang merusak dalam rahim memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Hati dan BM
HSC definitif dapat menghasilkan eritroid lengkap, megakariosit, mieloid, dan garis
keturunan sel limfoid di hati janin, tetapi neutrofil tetap tidak ada sampai
hematopoiesis BM terbentuk.88 Berbeda dengan makrofag, monosit dan sel dendritik
(DC) dianggap populasi yang bergantung pada HSC. Pada tikus, keduanya dapat
dilacak ke prekursor klonogenik di BM bernama sel progenitor makrofag-DC.89
Dalam perkembangan manusia, tanda-tanda pertama dari Produksi DC terlihat di hati

30
janin dari sekitar 6 PCW.69 DC1, DC2, dan DC plasmacytoid konvensional ditemukan
di jaringan janin— termasuk paru-paru, limpa, kulit, dan timus— dari 12 PCW dan
relatif melimpah dibandingkan dengan DC jaringan dewasa (30). DC janin, seperti
rekan dewasa mereka, mampu bermigrasi, menanggapi ligasi reseptor seperti Toll,
dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel T.90 DC janin memiliki kapasitas khusus
untuk menginduksi diferensiasi sel T regulasi, mendorong produksi interleukin-4
Tcell, dan menghambat faktor nekrosis tumor Tcell.-Sebuah (TNFSebuah) produksi
melalui arginase 2 .90
Dengan demikian, DC memainkan peran penting dalam menjaga toleransi
selama kehidupan janin. Garis keturunan sel B pertama kali diamati di hati janin dari
7 PCW dalam bentuk prekursor sel B; sel B matang hadir hanya setelah 9 PCW (6). 69
Ini sebagian disebabkan oleh perubahan potensi intrinsik HSC untuk menghasilkan sel
B dan dukungan lingkungan mikro hati untuk diferensiasi sel B.69 Pada pertengahan
kehamilan, BM menjadi sumber utama sel B, dan sel B matang kaya akan limpa. 91
Meskipun sel B janin mencapai repertoar yang beragam dari tahap awal, 84,92
pembentukan pusat germinal dilemahkan sampai paparan antigen setelah lahir, yang
disertai dengan hipermutasi somatik aktif .93 Membandingkan sel B usus dari janin
trimester kedua dengan bayi dengan sitometri massa sel tunggal yang dikombinasikan
dengan analisis repertoar reseptor sel B dengan baik menunjukkan bahwa sel B usus
janin terutama sel B folikular dan transisi, sedangkan sel B plasma diperkaya pada
bayi .84

31
Gambar 2.13 Perkembangan Sistem Imun Manusia.124

2.10.1.1 Implikasi klinis dari perkembangan kekebalan janin dan jangkauan


fungsi jauh melampaui kehidupan dalam rahim.”

Timus dan organ perifer Timus menyediakan lingkungan yang penting untuk
perkembangan sel T. sel progenitor limfoid awal yang berasal dari hati janin
bermigrasi ke timus pada 8 PCW, di mana mereka berkembang menjadi sel T naif .94
Perkembangan dan pematangan timus dimediasi oleh interaksi antara sel stroma timus
dan kompartemen kekebalan, yang sebagian besar telah dipelajari pada model tikus.
Pembuatan profil transkriptom sel tunggal yang komprehensif dari konstituen seluler
dari manusia yang sedang berkembang. Timus pria menunjukkan komunikasi yang
luas antara sel epitel timus, sel mesenkim, sel progenitor timus awal, sel T yang
sedang berkembang dan matang, dan sel kekebalan lainnya. 78,95 Proporsi setiap
populasi sel juga menunjukkan perubahan terkoordinasi di seluruh perkembangan,
membuktikan lebih lanjut pentingnya keselarasan antara beberapa jenis sel untuk
pematangan organ.95 Studi sel tunggal pada hati janin dan timus mengungkapkan

32
tanda tangan molekuler terperinci yang menjelaskan transisi dari sel progenitor timus
awal menjadi sel T naif.69,72,95 Sel T yang bersirkulasi diamati pada 10 hingga 11 PCW
setelah perkembangan timus fungsional.96Untuk menghindari kerusakan
alloreaktivitas, janin perlu mempertahankan kekebalan tolerogenik. Akibatnya, sel T
naif yang dihasilkan dari janin lebih mungkin untuk memperoleh sifat sel T regulator
97
dibandingkan dengan sel T naif dewasa. Sel T regulator janin menekan proliferasi
dan sekresi sitokin sel T janin lainnya yang berpotensi self reactive (39).98
Sel T memori telah diidentifikasi di usus janin, menyoroti potensi sel T janin
untuk merespons antigen asing.80,84,99,100 Studi tentang sel CD4 + T usus dengan teknik
sel tunggal dikombinasikan dengan sekuensing repertoar mengidentifikasi keberadaan
populasi sel T memori dan sel T regulator dengan tanda ekspansi klonal, menyoroti
keseimbangan antara aktivasi dan penekanan respons imun adaptif pada janin .84,101
Dengan demikian, kekebalan adaptif janin secara substansial lebih matang dari yang
diperkirakan sebelumnya. Bidang aktif penelitian masa depan tentang sistem
kekebalan janin mencakup isyarat antigenik yang mendasari aktivasi sel T janin dan
perannya dalam perkembangan dan perlindungan janin. Melalui potret perkembangan
kekebalan janin melintasi ruang dan waktu, kami mencatat munculnya sel imun
bawaan dan adaptif dengan sifat yang berbeda dibandingkan dengan sel dewasa. Di
antara komponen yang hilang dari tinjauan ini adalah neutrofil. Bukti saat ini
menunjukkan bahwa sekitar sepertiga sel BM janin adalah neutrofil atau prekursornya
pada 10 hingga 13 PCW, meningkat menjadi dua pertiga pada 21 PCW.102 Bayi yang
lahir prematur atau kecil untuk usia kehamilan memiliki jumlah neutrofil yang
bersirkulasi lebih rendah, cadangan neutrofil yang lebih rendah, dan mortalitas yang
lebih tinggi akibat sepsis.103

2.10.2 Asal dari Limfosit B

Berdasarkan asal perkembangannya di sumsum tulang belakang (bone


marrow), sel imun dibagi menjadi dua kelompok yaitu lini myeloid dan limfoid. Sel
imun alamiah sebagian besar termasuk lini myeloid diantaranya; neutrofil, eosinofil,
basofil, sel mast, sel monosit/makrofag, dan sel dendritik. Hanya sel NK (natural
killer cell) sel imun alami yang termasuk lini limfoid. Sedangkan semua sel imun
adaptif berasal dari lini limfoid diantaranya sel limfosit Th (T helper), sel limfosit Tc
(T cytotoxic) dan sel limfosit B.104 Sel limfosit B (bursal atau bone marrow)

33
merupakan kumpulan populasi sel yang mengekspresikan berbagai reseptor
immunoglobulin (Ig) di permukaan sel nya untuk mengenali berbagai macam epitop
spesifik dari antigen. Sel limfosit B diproduksi di hati janin (fetal liver) saat di dalam
kandungan dan di sumsum tulang belakang. Perkembangan sel limfosit B kemudian
berlanjut di organ limfoid sekunder seperti kelenjar getah bening (lymph node), limpa
(spleen), jaringan limfoid sekunder pada mukosa (mucosal associated lymphoid tissue
/ MALT), jaringan limfoid sekunder pada usus (gut associated lymphoid tissue /
GALT) dan tonsil untuk menjadi sel plasma ataupun sel limfosit B memori.Sel
limfosit B memiliki lima kelas antibodi yaitu Ig-A, Ig-D, Ig-E, Ig-M dan Ig-G.105

2.10.2.1 Perkembangan Sel Limfosit B di Sumsum Tulang Belakang

Perkembangan sel limfosit B membutuhkan beberapa tahapan yang dimulai


dari progenitor sel limfoid (common lymphoid progenitor / CLP) untuk menjadi sel
limfosit B yang matur di sumsum tulang belakang. CLP sendiri berasal dari
hematopoietic stem cells (HSC) yang sudah tidakmemiliki potensi lini myeloid. CLP
dapat berkembang menjadi sel limfosit T, sel limfosit B dan sel dendritik (DC).
Reseptor sel limfosit B memiliki dua jenis rantai yaitu rantai H (heavy chain/rantai
berat) dan rantai L (light chain / rantai ringan) yang memiliki berbagai lokus gen.
Imunoglobulin yang lengkap (Ig) memiliki 2 rantai H dan 2 rantai L. Pada tahapan
awal perkembangan sel limfosit B membutuhkan rekombinasi dari lokus gen V, D, J
di rantai H (VDJH) dan lokus gen V, J di rantai ringan (VJL). Rekombinasi segmen
gen tersebut membuat kumpulan sel limfosit B memproduksi antibodi yang dapat
mengenali lebih dari 5 x 1013 jenis antigen berbeda. Terdapat tiga tahapan
perkembangan sel limfosit B berdasarkan tahap rekombinasi dan penyusunan gen
pembentuk rantai L dan rantai H, yaitu sel pro B merekombinasi segmen gen D dan J
pada rantai H, diikuti dengan rekombinasi kedua pada bagian segmen V untuk
menggabungkan dengan segmen DJ.106 Perkembangan sel limfosit B diregulasi oleh
SLC (surrogate L chain) yang terdiri dari dua protein yaitu λ5 dan VpreB. Kedua
protein ini berikatan dengan protein µ pada rantai H dan membentuk pre BCR.
Prerkursor sel B atau pre sel B dibentuk dari Pro sel limfosit B yang mengekspresikan
pre BCR di permukaan selnya. Untuk perkembangan sel limfosit B berikutnya
dibutuhkan gen Bruton’s tyrosine kinase (Btk) dan sitokin IL-7. 107 Mutasi pada gen
Btk dapat menyebabkan penyakit X-linked agammaglobulinemia.108 Jalur sinyal BCR

34
dalam perkembangan sel limfosit B ini mendapatkan banyak perhatian dari klinisi.
Tidak hanya dapat digunakan untuk membedakan agammaglobulinemia dengan jenis
hipoglobulinemia yang lain, tetapi inhibisi jalur BCR ini dapat digunakan sebagai
terapi baru yang menjanjikan untuk menangani limfoma sel limfosit B dan penyakit
autoimun.109 Bila reseptor pre BCR tidak dapat muncul pada permukaan sel karena
kesalahan rekombinasi gen VHDJH pada rantai H maka perkembangan sel limfosit B
akan berhenti dan sel akan melakukan apoptosis. Bila sinyal pre BCR berfungsi baik,
maka akan dihasilkan RAG1/2 dan terjadi rekombinasi gen di rantai L. Bila
rekombinasi rantai L berhasil, maka akan terbentuk reseptor IgM pada permukaan sel
limfosit B yang imatur.
Kegagalan saat rekombinasi gen di rantai L akan menyebabkan terjadinya
proses apoptosis.105 Sel limfosit B imatur dapat meninggalkan sumsum tulang
belakang dan bermigrasi ke limpa, dimana sel limfosit B imatur tersebut
berdiferensiasi menjadi sel limfosit B naïve, folikuler atau marginal zone (MZ). 110
Tantangan pertama sel imun adalah untuk menemukan keseimbangan antara
spesifisitas antibodi dalam melawan berbagai patogen tetapi dapat menghindari
autoreaktivitas. Reseptor sel B (B cell receptor/BCR) pada sel limfosit B imatur diuji
tubuh apakah dapat berikatan dengan antigen tubuh atau tidak. BCR yang dapat
berikatan dengan tubuh atau memiliki sifat autoreaktif dapat mengalami apoptosis
atau mengalami proses edit ulang pada reseptor rantai L nya oleh RAG1. 105 Sel
limfosit B imatur memiliki IgM yang fungsional, tetapi belum memiliki Ig yang lain.
Sel limfosit B yang imatur terbagi menjadi dua jenis tipe yang dibedakan dengan
ekspresi molekul pada permukaan selnya. Sel tersebut dinamakan sel transisi T1 dan
T2.111 Sel transisi T1 memiliki ekspresi IgM yang tinggi dan IgD yang rendah,
sedangkan sel transisi T2 mengekspreksikan IgD yang lebih tinggi. Sebagian besar sel
transisi T1 berubah menjadi sel transisi T2 kemudian menjadi sel limfosit B yang
matur. Tetapi 25% sel transisi T2 dapat keluar dari sumsum tulang belakang, beredar
di sirkulasi darah dan masuk ke kelenjar getah bening serta limpa. Sel limfosit B yang
imatur sudah dapat berinteraksi dengan antigen seperti lipopolisakarida dan
menghasilkan antibodi secara cepat tanpa bantuan dari antigen MHC kelas 2.Sel
limfosit B yang matur memiliki IgM dan IgD di permukaan selnya, kemudian keluar
dari sumsum tulang belakang dan menuju organ limfoid sekunder untuk
perkembangan lebih jauh.112

35
Gambar 2.14

Pekembangan Sel Limfosit B.105

2.10.3 Postnatal

Sejak awal kehidupan, seorang bayi (neonatal) mulai kontak dengan berbagai
jenis paparan dalam lingkungan kehidupannya seperti susu formula bayi yang baru
lahir, pengobatan antibiotika, penyakit pencernaan dan stres, yang kesemuanya dapat
mengganggu perkembangan dan keseimbangan normal mikroflora usus yang sehat.
Pola mikroflora usus mengalami modifikasi ekologis yang besar pada tahap awal
kehidupan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa perkembangan normal dari flora
usus setelah kelahiran memainkan peran penting dalam perkembangan sistem imun
innate dan adaptif. Bahkan, bayi sangat rentan terhadap infeksi selama awal
kehidupan, yang sebagian besar dipengaruhi oleh fungsi kekebalan tubuh dan
perubahan komposisi serta jumlah kolonisasi flora usus setelah penyapihan.
Kolonisasi flora usus (mikrobiota) manusia dimulai saat lahir dan dipengaruhi oleh
komposisi diet. Proses kolonisasi tersebut melibatkan interaksi antara mukosa saluran
pencernaan bayi dengan stimulasi protein antigen dari lingkungan dan juga komponen
susu formula dan juga ASI.113,114 Interaksi ibu dan bayi selama proses kehamilan dan
pasca kelahiran akan diteruskan melalui ASI, dimana ASI mengandung berbagai
senyawa modulasi kekebalan seperti IgM dan IgA. Menurut Laura M Rabet,
pengetahuan tentang perkembangan sistem kekebalan tubuh pada bayi masih
memiliki banyak peluang untuk ditelusuri.115 Mukosa sendiri merupakan lingkungan

36
yang sangat rentan terhadap kontaminan dari lingkungan, bahkan 200 kali lebih besar
kemungkinan terpapar bila dibandingkan dengan kulit dan 90% patogen menginfeksi
manusia melalui mukosa saluran pencernaan sebagai jalan masuk (portal entry) oleh
karenanya infeksi pada mukosa merupakan faktor utama yang mempengaruhi
kesehatan anak di bawah usia 5 tahun.113
Mukosa Gastrointestinal Tract (GIT) fetus berada pada kondisi steril sebelum
bayi dilahirkan, segera setelah bayi dilahirkan dan kontak dengan dunia luar, maka
terjadi proses kolonisasi pada awal kehidupannya. Terdapat konsepsi yang
kontradiktif bahwa bayi yang baru saja lahir memiliki sistem imun yang belum
dipengaruhi faktor luar (naive). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sel T dan sel
B bayi yang baru lahir memiliki kemampuan berespon secara spesifik terhadap
antigen. Seorang ibu yang selama kehamilannya mendapatkan vaksin tetanus toxoid,
akan melahirkan bayi yang memiliki antibodi IgM yang spesifik terhadap tetanus
toxoid. Demikian pula ibu yang terinfeksi Ascaris sp. bayinya akan menunjukkan
reaksi yang spesifik terhadap parasit tersebut pada saat kelahiran. 116 Interaksi antara
ibu dan anak selama kehamilan seperti respon inflamasi yang berlebihan dan
destruktif harus dihindari selama proses kehamilan. Penghambatan aktif sistem
kekebalan tubuh janin dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh janin yang belum
matang saat lahir dan selama tahun-tahun pertama kehidupan, sehingga membuat
anak rentan terhadap infeksi dan gangguan kekebalan. Perkembangan sistem
kekebalan tubuh pada bayi ditandai dengan induksi respon imun antigen-spesifik dan
pemeliharaan toleransi imunologi terhadap senyawa umum yang ditemukan di
lingkungan bayi. Pematangan kekebalan yang tidak berjalan dengan baik dapat
menyebabkan gangguan kekebalan seumur hidup seperti gangguan alergi dan
autoimun. Interaksi antara ibu dan anak postpartum memainkan peran penting dalam
pengembangan sistem kekebalan tubuh bayi. Penurunan regulasi aktif dari sistem
kekebalan tubuh selama kehamilan dan bayi umumnya menunjukkan kesamaan
dengan toleransi imunologi di kemudian hari, salah satu manfaat penyelidikan tidak
hanya memahami dasar ilmiah mekanisme yang ada tetapi juga akan adanya target
baru serta terapi untuk mencegah dan / atau menghambat alergi dan penyakit
autoimun.115 Dengan berjalannya waktu dan usia, aktivitas sistem kekebalan tubuh
dan perkembangan respon imun mukosa terhadap antigen akan mengalami penurunan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi aktifitas kekebalan tubuh selain pertambahan
jumlah usia adalah perubahan lingkungan, perubahan mikroflora, penyakit inflamasi

37
dan lain-lain. Salah satu contoh perubahan mikrobiota adalah perubahan jumlah
Bifidobacteria dalam usus yang menurun tajam setelah usia 55-60 tahun. Oleh karena
itu, prebiotik dan bakteri probiotik memiliki peran khususnya pada individu kelompok
resiko tinggi, dan bahkan dapat mencegah penuaan kekebalan tubuh dan beberapa
jenis penyakit akibat penuaan.117
Saat lahir, saluran usus dari bayi manusia secara fungsional belum matang dan
steril. Sistem imun neonatal selama masa kehamilan hingga saat melahirkan belum
sepenuhnya aktif dan berkembang dengan baik. Dengan demikian, periode neonatal
dini adalah fase kritis bagi pengembangan pencernaan usus serta kolonisasi oleh
mikrobiota komensal yang akan mempengaruhi perkembangan system imun neonatal.
Usus manusia dilindungi oleh sel epitel sehingga proses nutrisi akan memberikan
pertahanan pertama terhadap antigen makanan dan patogen. Sekitar seperenam sel
epitel usus dikelupas setiap hari. Ini sesuai dengan pengelupasan kulit harian sekitar
108 sampai 1010 sel. Kolonisasi usus dengan mikrobiota non-patogen (komensal)
sangat penting bagi pembentukan usus bayi, oleh karenanya penting untuk memahami
bagaimana sel-sel epitel dan ekosistem mikroba dimodulasi oleh diet. Upaya
berkelanjutan telah diarahkan untuk memahami proses pertumbuhan saluran
pencernaan neonatal yang dipengaruhi diet khususnya oleh komponen yang ada dalam
ASI.118 Proses kolonisasi saluran Pencernaan (GI / Gastro Intestinal) setelah kelahiran
menyebabkan serangkaian suksesi ekologi dengan hasil akhir pembentukan
mikrobiota stabil ('micromicroflora') yang unik pada setiap individu. Mikrobiota
dewasa stabil terdiri dari400-1000 spesies, dimana 60% tidak di kultur di luar
lingkungan GI. Mikroba prokariotik dan eukariotik dapat ditemukan, pada saluran
cerna bayi dengan dominasi oleh spesies bakteri, sebagian besar spesies bakteri
anaerob (97%), sedangkan hanya 3% adalah aerobik (fakultatif anaerob). Komposisi
mikrobiota tidak hanya berbeda sepanjang saluran pencernaan tetapi juga
crosssectional, dengan populasi yang berbeda yang mendiami mukosa GI dan lumen.
Genera anaerobik yang paling umum dalam konsentrasi dalam saluran pencernaan
adalah Bacteroides, Bifidobacterium, Eubacterium, Fusobacterium, Clostridium dan
Lactobacillus. Koloni mikrobiota aerob adalah bakteri Gram-negatif enterik
(Escherichia coli dan Salmonella spp.) dan juga bakteri gram-positif cocci
(Enterococcus, Staphylococcus dan Streptococcus). Selain bakteri aerob, spesies
jamur aerobik, seperti Candida albicans, yang juga termasuk anggota mikrobiota
normal.119 Sistem imun bawaan tidak spesifik belum sepenuhnya dikembangkan atau

38
aktif dalam tahun pertama kehidupan seorang bayi. Paparan ibu selama masa prenatal
jelas mempengaruhi tanggapan kekebalan awal bayi dan oleh karenanya juga
mempengaruhi kolonisasi mikroba pasca melahirkan, yang merupakan suatu area
penelitian yang baru-baru ini menjadi fokus penelitian. Sistem imun memiliki
kemampuan untuk membedakan species mikroba berbahaya dan bermanfaat yang
dipengaruhi paparan pada ibu masa prenatal dan postnatal. Respon induksi sistem
imun pada saluran pencernaan berkorelasi dengan folikel dari Gut Associated
Lymphoid Tissue (GALT) khususnya M cell pada Peyer Patches melalui kemampuan
mengikat antigen, makromolekul dan mikroorganisme. Dengan demikian, sistem
kekebalan tubuh inang harus menjaga keseimbangan lingkungan pencernaan yang
menguntungkan bagi komunitas mikrobiota untuk melindungi invasi atau
perkembangan dari spesies patogen.120 Ekosistem yang beragam dari microbiome usus
manusia mengkodekan gen untuk fungsi-fungsi penting yang tidak dapat dilakukan
manusia mampu melakukannya seperti produksi vitamin dan metabolisme
polisakarida makanan. Dengan demikian, sistem kekebalan tubuh inang harus
menjaga keseimbangan lingkungan pencernaan yang menguntungkan bagi komunitas
mikrobiota untuk melindungi invasi atau perkembangan dari spesies patogen.
Pertahanan mukosa dan homeostasis saluran pencernaan biasanya dimediasi oleh dua
mekanisme yang berbeda, pelepasan system imun (immune exclusion) yang dimediasi
oleh sekretori antibodi pada permukaan mukosa - dan imunosupresi untuk mencegah
respon yang tidak diharapkan dalam pengenalan antigen (patogen dan bakteri
komensal) melalui Toll Like Reseptors (TLRs).
Kemampuan untuk membedakan antara mikroba 'teman' dan 'musuh' terutama
tergantung pada pengembangan kekebalan tubuh setelah melahirkan, yang semakin
terkait dengan kolonisasi mikroba yang sesuai dari saluran pencernaan 121
Perkembangan produksi immunoglobulin Sintesis awal IgG dan IgM awalnya terjadi
di limpa pada masa kehamilan sekitar 10 minggu, kemudian mengalami peningkatan
hingga masa kehamilan 26 minggu. Level ini meningkat dengan drastis pada saat
kelahiran. Bayi yang baru lahir, mempunyai level serum IgM, IgA, IgE yang rendah.
Proteksi awal bayi diperoleh dari ASI dimana bayi yang mendapatkan asupan ASI
akan memperoleh IgA khususnya sebagai proteksi terhadap mikroba saluran
pencernaan dan juga IgG dipindahkan dari ibu melalui plasenta sebagai proteksi
selama satu tahun pertama kehidupan bayi. Belum matangnya sel limphosit T dan B
dan juga Antigen Presenting Cell (APC) ikut berperan pada rendahnya produksi

39
antibodi pada bayi yang baru lahir.116 Perkembangan produksi sel T dan sitokin Belum
matangnya perkembangan sel T dan sel B berpengaruh terhadap belum maksimalnya
produksi sitokin. Pada bayi yang baru lahir, persentasi lymphosit sel T CD 4 lebih
tinggi bila dibandingkan dengan level pada anak dan orang dewasa. Fakta yang
sebaliknya terjadi pada konsentrasi sel lymphosit sel T CD8.122 Stimulasi interaksi
mikroba dan mukosa intestinal Mukosa intestinal dilengkapi dengan trans-membrane
atau reseptor intra sitoplasmic (intra-cytoplasmic receptors) yang dikenal dengan
Pattern Recognition Receptors (PRRs) yang mampu mengenali,membedakan dan
berikatan dengan ligan mikroba Microbial-associated molecular patterns (MAMPs)
seperti lipopolysakarida, flagelin, peptidoglikan dan formylated peptides. Mikroba
alami (commensal bacteria) dan patogen pada permukaan mukosa dapat menginduksi
sinyal MAMPs untuk menstimulasi PRRs yang meliputi Toll-like receptors (TLRs),
formylated peptide receptors (FPRs) atau Nucleotide-binding oligomerization
domainlike receptors (NODs) yang akan menentukan keluaran sinyal yang didasarkan
pada stimulasi awal. Respon yang dapat terjadi dapat berupa respon proteksi terhadap
bakteri komensal, respon inflamasi terhadap organisme patogen atau stimulasi reaksi
apoptosis. Abnormalitas yang terjadi pada proses ligan PRRs dan MAMPs berkaitan
dengan penyakit inflamasi pada saluran pencernaan.123
Faktor yang Mempengaruhi Pada Sistem Imun Mikrobiota Bayi Faktor
lingkungan seperti antibiotik, diet dan inokulasi mikroba, dapat menyebabkan
perubahan dalam stabilitas mikrobiota baik yang bersifat sementara dan permanen.
Mikroba yang menghasilkan efek menguntungkan bagi tuan rumah yang disebut
'probiotik' termasuk Lactobacillus dan Bifidobacterium spp. Selain itu, Organisme
Patogen Potensial (PPO) merupakan bagian dari mikrobiota dan termasuk bakteri
enterik aerobik, Clostridium spp. dan Candida albicans. Namun, PPO membentuk
persentase yang sangat kecil dari populasi mikrobiota total orang sehat.
Ketidakseimbangan dalam mikrobiota ditandai dengan penurunan bakteri anaerob
yang menguntungkan dan peningkatan bakteri aerobik dan jamur (banyak yang
patogen potensial) dan bakteri anaerob berbahaya. Resistensi kolonisasi adalah istilah
yang mengacu pada aktivitas penghambatan mikrobiota anaerob obligat pada
pertumbuhan berlebih mikroba eksogen yang berpotensi membahayakan. Hasil akhir
dari penurunan resistensi kolonisasi secara klinis tanpa gejala (yang mengarah hanya
untuk ketidakseimbangan dalam mikrobiota) atau menyebabkan infeksi.119 Pemberian
antibiotika Efek yang nampak dari antibiotik pada komposisi mikrobiota tergantung

40
pada beberapa variabel farmakologi. Namun, kehilangan resistensi kolonisasi
(ketahanan terhadap kolonisasi oleh patogen oportunistik) adalah efek samping yang
umum dari pengobatan dengan antibiotik. Pada manusia dan model hewan,
pengobatan antibiotik sering mengakibatkan efek jangka panjang penurunan
organisme anaerobik menguntungkan (Bifidobacterium, Lactobacillus dan
Bacteroides) dan peningkatan mikroba yang berpotensi berbahaya seperti bakteri
Gram-negatif enterik aerob, anaerob Clostridium dificile patogen dan ragi Candida
albicans. Pengobatan antibiotik juga dapat mengakibatkan menurunnya tingkat asam
lemak rantai pendek dan perubahan pola rRNA.119

Gambar 2.15 Integrasi imunitas mukosal antara anak dan ibu.125

Bab III
Penutup

Imunitas adaptif bersifat spesifik terhadap antigen (antigen-dependent), dan


memiliki memori sehingga tubuh kita mampu bereaksi dengan lebih cepat serta lebih
efisien pada saat terpapar ulang dengan antigen yang sama.Secara umum sistem imun
dibagi menjadi dua lini: imunitas alamiah dan imunitas adaptif. Imunitas alamiah
(innate) adalah pertahanan lapis pertama, berupa mekanisme non-spesifik (antigen
independent) untuk melawan dan mengatasi patogen yang menerobos masuk ke dalam
tubuh. Situs mukosa membentuk salah satu organ tubuh terbesar, permukaan mukosa

41
secara kolektif menutupi area permukaan tubuh sekitar 400 m2 yang meliputi traktus
gastrointestinal,urogenital, dan traktus respiratorius untuk mempertahankan
homeostasis imunologis melalui imunitas bawaan (innate) dan didapat (acquired).
Sistem imun mukosa mempunyai tiga fungsi utama yaitu : (1) melindungi membran
mukosa dari invasi dan kolonisasi mikroba berbahaya yang mungkin menembus
masuk, (2) melindungi pengambilan (uptake) antigen terdegradasi meliputi protein-
protein asing dari makanan yang tercerna, material di udara yang terhirup dan bakteri
komensal, (3) melindungi berkembangnya respons imun yang berpotensi merugikan
terhadap antigen-antigen tersebut bila antigen tersebut mencapai dalam tubuh.Sistem
imun mukosa dan kulit adalah bagian otonom dari seluruh sitem imun di dalam tubuh.
Ini mengandung Mucosae-Associated Lymphoid Tissue (MALT), Barrier kulit dan
epitel mukosa. MALT terdiri dari beberapa kompartement regional. Mucosae-
associated lymphoid tissue (MALT) adalah istilah yang berhubungan dengan jaringan
limfoid sekunder yang berhubungan dengan mukosa. Sistem imunitas mukosa
mempunyai sifat kompartemenisasi dimana ada hubungan imunitas antara satu
kompartemen dengan kompartemen lain. Adanya hubungan kompartemenisasi ini
menjadi pertimbangan tempat diberikannya imunisasi mukosa akan efek yang
diharapkan. Berdasarkan asal perkembangannya di sumsum tulang belakang (bone
marrow), sel imun dibagi menjadi dua kelompok yaitu lini myeloid dan limfoid. Sel
imun alamiah sebagian besar termasuk lini myeloid diantaranya; neutrofil, eosinofil,
basofil, sel mast, sel monosit/makrofag, dan sel dendritik. Hanya sel NK (natural
killer cell) sel imun alami yang termasuk lini limfoid. Sedangkan semua sel imun
adaptif berasal dari lini limfoid diantaranya sel limfosit Th (T helper), sel limfosit Tc
(T cytotoxic) dan sel limfosit B.104 Sel limfosit B (bursal atau bone marrow)
merupakan kumpulan populasi sel yang mengekspresikan berbagai reseptor
immunoglobulin (Ig) di permukaan sel nya untuk mengenali berbagai macam epitop
spesifik dari antigen. Sel limfosit B diproduksi di hati janin (fetal liver) saat di dalam
kandungan dan di sumsum tulang belakang. Perkembangan sel limfosit B kemudian
berlanjut di organ limfoid sekunder seperti kelenjar getah bening (lymph node), limpa
(spleen), jaringan limfoid sekunder pada mukosa (mucosal associated lymphoid tissue
/ MALT), jaringan limfoid sekunder pada usus (gut associated lymphoid tissue /
GALT) dan tonsil untuk menjadi sel plasma ataupun sel limfosit B memori.Sel
limfosit B memiliki lima kelas antibodi yaitu Ig-A, Ig-D, Ig-E, Ig-M dan Ig-G.Saat
lahir, saluran usus dari bayi manusia secara fungsional belum matang dan steril.

42
Sistem imun neonatal selama masa kehamilan hingga saat melahirkan belum
sepenuhnya aktif dan berkembang dengan baik. Dengan demikian, periode neonatal
dini adalah fase kritis bagi pengembangan pencernaan usus serta kolonisasi oleh
mikrobiota komensal yang akan mempengaruhi perkembangan system imun neonatal.
Vaksinasi mukosa dan imunoterapi kelihatannya mempunyai prospek yang baik untuk
tatalaksana infeksi di masa mendatang, menggantikan peran antibiotik yang semakin
bertambah resistensinya dan antivirus. Untuk itu, pemahaman imunologi mukosa
yang komplek dan belum sepenuhnya dimengerti menjadi sangat penting.

Daftar Pustaka

1. Mayer L. Mucosal Immunity. Pediatrics 2003; No.6, Vol.111:1595-1600. Available


from: http://www.pediatrics.org., Accessed May 2021.
2. Subowo. Imunobiologi. 2nd ed. Sagung Seto, 2009; 321-44.
3. Pieper K, Grimbacher B, Eibel H. B cell biology and development. J Allergy Clin
Immunol 2013;131(4):959-71.
4. Baratawidjaja KG. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002; 3-24.
5. Akib AA, Munasir Z, Kurniati N. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak. 2nd ed. Balai
Penerbit IDAI, 2007; 95-112.

43
6. Neutra, M.R., E. Pringault and J.P. Kraehenbuhl. Antigen sampling across
epithelial barriers and induction of mucosal immune responses. Annu Rev Immunol
1996: 14: 275-300
7. Lamichhane A, Azegami T, Kiyono H.The Mucosal Immune System for Vaccine
Development.Vaccine,2014;32;6711-6723.
https://doi.org/10.1016/j.vaccine.2014.08.089.
8. Kiyono, H., J. Kunisawa, J.R. McGhee and J. Mestecky. The mucosal immune
systemFundamental immunology Philadelphia: Wolters Kluwer/Lippincott Williams
& Wilkins; 2008, p983-1030
9. Kato, T. and R.L. Owen. Structure and function of intestinal mucosal
epithelium.Mucosal immunology. Amsterdam ; Boston: Elsevier Academic Press;
2005, p131-153.
10. Peters, B.M., M.E. Shirtliff and M.A. Jabra-Rizk. Antimicrobial peptides:
primeval molecules or future drugs? PLoS Pathog 2010; 6(10): e1001067.
11. McGhee, J.R., S.M. Michalek, H. Kiyono, J.H. Eldridge, D.E. Colwell, S.I.
Williamson M.J. Wannemuehler, E. Jirillo, L.M. Mosteller, D.M. Spalding and et al.
Mucosal immunoregulation: environmental lipopolysaccharide and GALT T
lymphocytes regulate the IgA response. Microbiol Immunol 1984; 28(3): 261-280
12. Hooper, L.V. and J.I. Gordon. Commensal host-bacterial relationships in the gut.
Science 2001; 292(5519): 1115-1118
13. Strober W, James SP. The Mucosal Immune System. In: Stites DP, Terr AI, eds.
Basic and Clinical Immunology. New Jersey : Appleton & Lange, 1991; 175- 85
14. Strober W, Fuss IJ. The Mucosal Immune System. In : Stites DP, Terr AI, Parslow
TG. Medical Immunology. 9th. New Jersey : Appleton & Lange, 1997; 196- 208.
15. Anonymous. Basic Aspect of Mucosal Immune System. Available from:
http://www.ivi.int/lab/file/BasicAs pectofMucosalImmuneSystemMina.pdf., Accessed
June 2021.
16. Peterson LW, Artis D. Intestinal epithelial cells: regulators of barrier function and
immune homeostasis. Nat Rev Immunol. 2014;14:141–53.
https://doi.org/10.1038/nri3608.
17. Klimov VV.From Basic to Clinical Immunology.Springer Nature Switzerland
AG.2019;101-119

44
18. Haniffa M, Gunawan M, Jardine L. Human skin dendritic cells in health and
disease. J Dermatol Sci. 2015;77(2015):85–92.
https://doi.org/10.1016/j.jdermsci.2014.08.012.
19. Rahnama M, Czupkałło Ł, Kozicka-Czupkałło M, Łobacz M. Gingival crevicular
fluid – composition and clinical importance in gingivitis and periodontitis. Pol J
Public Health. 2014;124(2):96–8. https:// doi.org/10.2478/pjph-2014-0022.
20. Randall TD, Mebius RE. The development and function of mucosal lymphoid
tissues: a balancing act with micro-organisms. Mucosal Immunol. 2014;7(3):455–
66.https://doi.org/10.1038/mi.2014.11.
21. Neutra M. R., K.J.P. Cellular and molecular basis for antigen transport across
epitherial 697 barriers. Mucosal Immunology. Academic Press; 2005, p111-130.
22. Wolf, J.L., D.H. Rubin, R. Finberg, R.S. Kauffman, A.H. Sharpe, J.S. Trier and
B.N. Fields. Intestinal M cells: a pathway for entry of reovirus into the host. Science
1981;212(4493): 471-472
23. Kelsall, B.L. and W. Strober. Distinct populations of dendritic cells are present in
the subepithelial dome and T cell regions of the murine Peyer's patch. J Exp Med
1996; 183(1): 237-247
24. Sato, A. and A. Iwasaki. Peyer's patch dendritic cells as regulators of mucosal
adaptive immunity. Cell Mol Life Sci 2005; 62(12): 1333-1338.
25. Mora, J.R., M. Iwata, B. Eksteen, S.Y. Song, T. Junt, B. Senman, K.L. Otipoby,
A. Yokota,H. Takeuchi, P. Ricciardi-Castagnoli, K. Rajewsky, D.H. Adams and U.H.
von Andrian. Generation of gut-homing IgA-secreting B cells by intestinal dendritic
cells. Science 2006; 314(5802): 1157-1160.
26. Fagarasan, S., S. Kawamoto, O. Kanagawa and K. Suzuki. Adaptive immune
regulation 711 in the gut: T cell-dependent and T cell-independent IgA synthesis.
Annu Rev Immunol 2010; 712 28(243-273. 713
27. Mestecky, J. and J.R. McGhee. Immunoglobulin A (IgA): molecular and cellular
714 interactions involved in IgA biosynthesis and immune response. Adv Immunol
1987; 715 40(153-245. 716
28. Cerutti, A. The regulation of IgA class switching. Nat Rev Immunol 2008; 8(6):
421-434
29. Kiyono, H. and S. Fukuyama. NALT- versus Peyer's-patch-mediated mucosal
immunity.Nat Rev Immunol 2004; 4(9): 699-710

45
30. Beagley, K.W., J.H. Eldridge, H. Kiyono, M.P. Everson, W.J. Koopman, T. Honjo
and J.R. McGhee. Recombinant murine IL-5 induces high rate IgA synthesis in
cycling IgA-positive Peyer's patch B cells. J Immunol 1988; 141(6): 2035-2042. 720
31. Beagley, K.W., J.H. Eldridge, F. Lee, H. Kiyono, M.P. Everson, W.J. Koopman,
T. Hirano, T. Kishimoto and J.R. McGhee. Interleukins and IgA synthesis. Human
and murine interleukin 6 induce high rate IgA secretion in IgA-committed B cells. J
Exp Med 1989;169(6): 2133-2148
32. Corthesy, B. Role of secretory IgA in infection and maintenance of
homeostasis.Autoimmun Rev 2013; 12(6): 661-665
33. Soeparto P, Sudarmo SM, Judajana F, Putra ST, Asnar E. Gangguan Sistem Imun
Mukosa Intestinal. Surabaya: Gramik FK UNAIR, 2003; 121:519-59.
34. Tamura S, Kurata T. Defense Mechanisms againts Influenza Virus Infection in
The Respiratory Tract Mucosa. Infect 2004; 57:236-47
35. Suzumoto M, Hotomi M, Fujihara K, Tamura S, Kuki K, Tohya K, etc. Function
of Tonsils in The Mucosal Immune System of The Upper Respiratory Tract Using a
Novel Animal model, Suncus Murinus. Acta Otolaryngy. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub med/17050308., Accessed May 2021.
36. Williams A, Hussell T, Lloyd C. Immunology: mucosal and body surface
defences. Chichester, West Sussex ; Hoboken, NJ: WileyBlackwell; 2012. xvii, 380 p.
p.
37. Abebe F, Bjune G. The protective role of antibody responses during
Mycobacterium tuberculosis infection. Clinical and experimental immunology.
2009;157(2):235–43.
38. Li W, Deng G, Li M, Liu X, Wang Y. Roles of Mucosal Immunity against
Mycobacterium tuberculosis Infection. Tuberculosis research and treatment.
2012;2012:791728.
39. Li Y, Wang Y, Liu X. The role of airway epithelial cells in response to
mycobacteria infection. Clinical & developmental immunology. 2012;2012:791392
40. Tjärnlund A. Does IgA play a role in protection against pulmonary tuberculosis?
Sweden: Stockholm University; 2005.
41. Mayer AK, Dalpke AH. Regulation of local immunity by airway epithelial cells.
Archivum immunologiae et therapiae experimentalis. 2007;55(6):353–62.
42. Flynn JL. Immunology of tuberculosis and implications in vaccine development.
Tuberculosis. 2004;84(1-2):93–101.

46
43. de Larrea CF, de Waard JH, Giampietro F, Araujo Z. The secretory
immunoglobulin A response to Mycobacterium tuberculosis in a childhood
population. Revista da Sociedade Brasileira de Medicina Tropical. 2006;39(5):456–
61.
44. Syafa’ah I,Yudhawati R.Peran Imunitas Mukosa terhadap Infeksi Mycobacterium
Tuberculosis.Jurnal Respirasi.2016;2(2).
45. Modlin, R.L., Miller, L.S., Bangert, C. and Stingl, G. Innate and Adaptive
Immunity. In: Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J.,
Wolff, K., eds. Fitzpattrick’s Dermatology in General Medicine. 8th edition. New
York: McGraw-Hill; 2012, p. 105-26.
46. . Krieger, J.N. and Graney, D.O. Clinical Anatomy and Physical Examination of
the Male Genital Tract. In: Holmes, KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit
JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH. Sexually Transmitted Diseases. 4th edition. New
York: McGraw-Hill; 2008. p. 917-28.
47. Graney, D.O. and Yang, C.C. Anatomy and Physical Examination of the Female
Genital Tract. In: Holmes, KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN,
Corey L, Cohen MS, Watts DH. Sexually Transmitted Diseases. 4th edition. New
York: McGraw-Hill; 2008. p. 903-16
48. Anderson, D.J. Genitourinary Immune Defense. In: Holmes, KK, Sparling PF,
Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH. Sexually
Transmitted Diseases. 4th edition. New York: McGraw-Hill; 2008. p. 271-88.
49. . Kaushic, C. The role of the local microenvironmental in regulating susceptibility
and immune response to sexually tranmitted viruses in the female genital tract. J
Reprod Immunol. 2009; 83: 168-72.
50. Mestecky, J. and Fultz, P.N. Mucosal Immune System of the Human Genital
Tract. The Journal of Infectious Disease. 1999; 179(3): 470-4.
51. Androphy, E.J. and Kirnbauer. Human Papilloma Virus Infections. In: Goldsmith,
L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., Wolff, K. editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th edition. New York: McGraw-
Hill; 2012. p. 2421-33
52. Baratawidjaja, K. G. dan Rengganis, I. Imunologi Dasar. 10th edision. Penerbit
FKUI, Jakarta. 2012
53. Abbas, A.K., Lichtman, A.H. Cellular and Molecular Immunology. 5th edision.
Elsevier, Philadelphia. 2005. p. 275-318.

47
54. Nguyen, P.V., Kafla, J.K., Ferreifa, V.H., Roth, K. and Kaushic, C. Innate and
adaptive immune response in male and female reproductive tracts in homeostasis and
following HIV infection. Cellular and Molecular Immunology. 2014; 11: 410-427
55. Peterson LW, Artis D. Intestinal epithelial cells: regulators of barrier function and
immune homeostasis. Nat Rev Immunol. 2014;14:141–53.
https://doi.org/10.1038/nri3608.
56. Reboldi A, Cyster JG. Peyer's patches: organizing B-cell responses at the
intestinal frontier. Immunol Rev. 2016;271(1):230–45.
https://doi.org/10.1111/imr.12400.
57. Lau KS, Cartez-Retamozo V, Philips SR, Pittel MJ, Lauffenburger DA, dkk.
(2012) Multi-skala in vivo analisis sistem mengungkapkan pengaruh sel kekebalan
pada TNF-Sebuah-menginduksi apoptosis pada epitel usus. PLoS Biol 10: e1001393.
10.1371/journal.pbio.1001393
58. Schrofelbauer B, Hoffmann A (2011) How do pleiotropic kinase hubs mediate
specific signaling by TNFR superfamily members? Immunol Rev 244: 29–43.
59. Lau KS, Juchheim AM, Cavaliere KR, Philips SR, Lauffenburger DA, et al.
(2011) In vivo systems analysis identifies spatial and temporal aspects of the
modulation of TNF-alpha-induced apoptosis and proliferation by MAPKs. Sci Signal
4: ra16
60. Sonnenberg GF, Fouser LA, Artis D (2011) Border patrol: regulation of
immunity, inflammation and tissue homeostasis at barrier surfaces by IL-22. Nat
Immunol 12: 383–390.
61. Suzumoto M, Hotomi M, Fujihara K, Tamura S, Kuki K, Tohya K, etc. Function
of Tonsils in The Mucosal Immune System of The Upper Respiratory Tract Using a
Novel Animal model, Suncus Murinus. Acta Otolaryngy. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub med/17050308., Accessed May 2021.
62. Hodge LM, Marinaro M, Jones HP, McGhee JR, Kiyono H, Simecka JW.
Immunoglobulin A (IgA) Responses and IgE Associated Inflammation along The
Respiratory Tract after Mucosal but Not Systemic Immunization. Infection and
Immunity 2001; No 4, Vol 69:2328-38.
63. Khoury P, Naclerio RM. Immunology and Allergy. In : Bailey BJ, Johnson JT,
Newlands SD. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 4th ed. Vol 1. London :
Lippincott Williams & Wilkins, 2006; 335-63.

48
64. Mestecky J, Moldoveanu Z, Elson CO. Immune Response Versus Mucosal
Tolerance to Mucosally Administrated Antigens. Vaccine 23 2005. Available from:
http://www.sciencedirect.com Accessed June 2021.
65. Mestecky J, Russell MW, Elson CO. Perspective on Mucosal Vaccines: is
Mucosal Tolerance a Barrier. The Journal of Immunology 2007; 179: 5633-38.
66. W.His, Lecithoblast und angioblast der wirbelthiere. Histogenetische studien (BG
Teubner, 1900), vol. 26
67. Elaine Dzierzak, Alexander Medvinsky; The discovery of a source of adult
hematopoietic cells in the embryo. Development 15 July 2008; 135 (14): 2343–2346.
doi: https://doi.org/10.1242/dev.021279
68. Holt PG, Jones CA. The development of the immune system during pregnancy
and early life. Allergy. 2000 Aug;55(8):688-97. doi: 10.1034/j.1398-
9995.2000.00118.x. PMID: 10955693.
69. Popescu, DM., Botting, R.A., Stephenson, E. et al. Decoding human fetal liver
haematopoiesis. Nature 574, 365–371 (2019). https://doi.org/10.1038/s41586-019-
1652-y
70. Ginhoux F, Guilliams M. Tissue-Resident Macrophage Ontogeny and
Homeostasis. Immunity. 2016 Mar 15;44(3):439-449. doi:
10.1016/j.immuni.2016.02.024. PMID: 26982352
71. Hoeffel G, Chen J, Lavin Y, Low D, Almeida FF, See P, Beaudin AE, Lum J,
Low I, Forsberg EC, Poidinger M, et al. C-Myb(+) erythro-myeloid progenitor-
derived fetal monocytes give rise to adult tissue-resident macrophages. Immunity.
2015 Apr 21;42(4):665-78. doi: 10.1016/j.immuni.2015.03.011. PMID: 25902481;
PMCID: PMC4545768.
72. Zeng, Y., He, J., Bai, Z. et al. Tracing the first hematopoietic stem cell generation
in human embryo by single-cell RNA sequencing. Cell Res 29, 881–894 (2019).
https://doi.org/10.1038/s41422-019-0228-6
73. Banaei-Bouchareb L, Peuchmaur M, Czernichow P, Polak M. A transient
microenvironment loaded mainly with macrophages in the early developing human
pancreas. J Endocrinol. 2006 Mar;188(3):467-80. doi: 10.1677/joe.1.06225. PMID:
16522727.
74. Vento-Tormo, R., Efremova, M., Botting, R.A. et al. Single-cell reconstruction of
the early maternal–fetal interface in humans. Nature 563, 347–353 (2018).
https://doi.org/10.1038/s41586-018-0698-6

49
75. Menassa DA, Gomez-Nicola D. Microglial Dynamics During Human Brain
Development. Front Immunol. 2018 May 24;9:1014. doi:
10.3389/fimmu.2018.01014. PMID: 29881376; PMCID: PMC5976733
76. Krystel-Whittemore M, Dileepan KN, Wood JG. Mast Cell: A Multi-Functional
Master Cell. Front Immunol. 2016 Jan 6;6:620. doi: 10.3389/fimmu.2015.00620.
PMID: 26779180; PMCID: PMC4701915.
77. Gentek R, Ghigo C, Hoeffel G, Jorquera A, Msallam R, Wienert S, Klauschen F,
Ginhoux F, Bajénoff M. Epidermal γδ T cells originate from yolk sac hematopoiesis
and clonally self-renew in the adult. J Exp Med. 2018 Dec 3;215(12):2994-3005. doi:
10.1084/jem.20181206. Epub 2018 Nov 8. Erratum in: J Exp Med. 2018 Nov 23;:
PMID: 30409784; PMCID: PMC6279412.
78. Zeng Y, Liu C, Gong Y, Bai Z, Hou S, He J, Bian Z, Li Z, Ni Y, Yan J, Huang T,
Shi H, Ma C, Chen X, Wang J, Bian L, Lan Y, Liu B, Hu H. Single-Cell RNA
Sequencing Resolves Spatiotemporal Development of Pre-thymic Lymphoid
Progenitors and Thymus Organogenesis in Human Embryos. Immunity. 2019 Nov
19;51(5):930-948.e6. doi: 10.1016/j.immuni.2019.09.008. Epub 2019 Oct 8. PMID:
31604687.
79. Sagebiel, A.F., Steinert, F., Lunemann, S. et al. Tissue-resident Eomes+ NK cells
are the major innate lymphoid cell population in human infant intestine. Nat
Commun 10, 975 (2019). https://doi.org/10.1038/s41467-018-08267-7
80. Early-Life Compartmentalization of Immune Cells in Human Fetal Tissues
Revealed by High-Dimensional Mass Cytometry .Li Na, van Unen Vincent, Guo
Nannan, Abdelaal Tamim, Somarakis Antonios, et al. Frontiers in
Immunology.2019;10:1932
81. Natural Killer Cells Promote Fetal Development through the Secretion of Growth-
Promoting Factors.Fu et al., Immunity 47, 1100–1113.e6 (2017).
82. Ivarsson MA, Loh L, Marquardt N, Kekäläinen E, Berglin L, Björkström NK,
Westgren M, Nixon DF, Michaëlsson J. Differentiation and functional regulation of
human fetal NK cells. J Clin Invest. 2013 Sep;123(9):3889-901. doi:
10.1172/JCI68989. Epub 2013 Aug 15. PMID: 23945237; PMCID: PMC3754261.
83. Angelo LS, Bimler LH, Nikzad R, Aviles-Padilla K, Paust S. CXCR6+ NK Cells
in Human Fetal Liver and Spleen Possess Unique Phenotypic and Functional
Capabilities. Front Immunol. 2019 Mar 19;10:469. doi: 10.3389/fimmu.2019.00469.
PMID: 30941128; PMCID: PMC6433986..

50
84. Stras SF, Werner L, Toothaker JM, Olaloye OO, Oldham AL, McCourt CC, Lee
YN, Rechavi E, Shouval DS, Konnikova L. Maturation of the Human Intestinal
Immune System Occurs Early in Fetal Development. Dev Cell. 2019 Nov
4;51(3):357-373.e5. doi: 10.1016/j.devcel.2019.09.008. Epub 2019 Oct 10. PMID:
31607651.
85. A Stromal Cell Niche for Human and Mouse Type 3 Innate Lymphoid
Cells.Kerim Hoorweg, Priyanka Narang, Zhi Li, Anne Thuery, Natalie Papazian, Davi
d R. Withers, Mark C. Coles, Tom Cupedo The Journal of Immunology November 1,
2015, 195 (9) 4257-4263; DOI: 10.4049/jimmunol.1402584
86. Cupedo T, Crellin NK, Papazian N, Rombouts EJ, Weijer K, Grogan JL, Fibbe
WE, Cornelissen JJ, Spits H. Human fetal lymphoid tissue-inducer cells are
interleukin 17-producing precursors to RORC+ CD127+ natural killer-like cells. Nat
Immunol. 2009 Jan;10(1):66-74. doi: 10.1038/ni.1668. Epub 2008 Nov 23. PMID:
19029905.
87. van de Pavert SA, Mebius RE. New insights into the development of lymphoid
tissues. Nat Rev Immunol. 2010 Sep;10(9):664-74. doi: 10.1038/nri2832. Epub 2010
Aug 13. PMID: 20706277.
88. Slayton WB, Li Y, Calhoun DA, et al. The first-appearance of neutrophils in the
human fetal bone marrow cavity. Early Human Development. 1998 Dec;53(2):129-
144. DOI: 10.1016/s0378-3782(98)00049-8.
89. Fogg DK, Sibon C, Miled C, Jung S, Aucouturier P, Littman DR, Cumano A,
Geissmann F. A clonogenic bone marrow progenitor specific for macrophages and
dendritic cells. Science. 2006 Jan 6;311(5757):83-7. doi: 10.1126/science.1117729.
Epub 2005 Dec 1. Erratum in: Science. 2006 Mar 3;311(5765):1242. PMID:
16322423.
90. McGovern N, Shin A, Low G, Low D, Duan K, Yao LJ, Msallam R, Low I,
Shadan NB, et al. Human fetal dendritic cells promote prenatal T-cell immune
suppression through arginase-2. Nature. 2017 Jun 29;546(7660):662-666. doi:
10.1038/nature22795. Epub 2017 Jun 14. PMID: 28614294; PMCID: PMC6588541.
91. Nuñez C, Nishimoto N, Gartland GL, Billips LG, Burrows PD, Kubagawa H,
Cooper MD. B cells are generated throughout life in humans. J Immunol. 1996 Jan
15;156(2):866-72. PMID: 8543844.
92. Timely and spatially regulated maturation of B and T cell repertoire during human
fetal development. Rechavi et al., Sci. Transl. Med. 7, 276ra25 (2015)

51
93. Ralf Küppers; The life of B cells according to JEM. J Exp Med 3 May 2021; 218
(5): e20210647. doi: https://doi.org/10.1084/jem.20210647
94. . B F Haynes, C S Heinly; Early human T cell development: analysis of the human
thymus at the time of initial entry of hematopoietic stem cells into the fetal thymic
microenvironment.. J Exp Med 1 April 1995; 181 (4): 1445–1458.
doi: https://doi.org/10.1084/jem.181.4.1445
95. Park JE, Botting RA, Domínguez Conde C, Popescu DM,et al. A cell atlas of
human thymic development defines T cell repertoire formation. Science. 2020 Feb
21;367(6480):eaay3224. doi: 10.1126/science.aay3224. PMID: 32079746.
96. Kurtzberg, Joanne, et al. “Immature Human Thymocytes Can Be Driven to
Differentiate into Nonlymphoid Lineages by Cytokines from Thymic Epithelial
Cells.” Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of
America, vol. 86, no. 19, 1989, pp. 7575–7579. JSTOR, www.jstor.org/stable/34690.
Accessed 3 June 2021.
97. Mold JE, Venkatasubrahmanyam S, Burt TD, Michaëlsson J, Rivera JM, Galkina
SA, Weinberg K, Stoddart CA, McCune JM. Fetal and adult hematopoietic stem cells
give rise to distinct T cell lineages in humans. Science. 2010 Dec 17;330(6011):1695-
9. doi: 10.1126/science.1196509. Erratum in: Science. 2011 Feb 4;331(6017):534.
PMID: 21164017; PMCID: PMC3276679.
98. Michaëlsson J, Mold JE, McCune JM, Nixon DF. Regulation of T cell responses
in the developing human fetus. J Immunol. 2006 May 15;176(10):5741-8. doi:
10.4049/jimmunol.176.10.5741. PMID: 16670279.
99. Zhang X, Mozeleski B, Lemoine S, Dériaud E, Lim A, Zhivaki D, Azria E, Le
Ray C, Roguet G, Launay O, Vanet A, Leclerc C, Lo-Man R. CD4 T cells with
effector memory phenotype and function develop in the sterile environment of the
fetus. Sci Transl Med. 2014 May 28;6(238):238ra72. doi:
10.1126/scitranslmed.3008748. PMID: 24871133.
100. Schreurs RRCE, Baumdick ME, Sagebiel AF, Kaufmann M, Mokry M,
Klarenbeek PL, Schaltenberg N, Steinert FL, van Rijn JM, Drewniak A, The SML,
Bakx R, Derikx JPM, de Vries N, Corpeleijn WE, Pals ST, Gagliani N, Friese MA,
Middendorp S, Nieuwenhuis EES, Reinshagen K, Geijtenbeek TBH, van Goudoever
JB, Bunders MJ. Human Fetal TNF-α-Cytokine-Producing CD4+ Effector Memory T
Cells Promote Intestinal Development and Mediate Inflammation Early in Life.

52
Immunity. 2019 Feb 19;50(2):462-476.e8. doi: 10.1016/j.immuni.2018.12.010. Epub
2019 Feb 12. PMID: 30770246.
101. Li N, van Unen V, Abdelaal T, Guo N, Kasatskaya SA, Ladell K, McLaren JE,
Egorov ES, Izraelson M, Chuva de Sousa Lopes SM, Höllt T, Britanova OV,
Eggermont J, de Miranda NFCC, Chudakov DM, Price DA, Lelieveldt BPF, Koning
F. Memory CD4+ T cells are generated in the human fetal intestine. Nat Immunol.
2019 Mar;20(3):301-312. doi: 10.1038/s41590-018-0294-9. Epub 2019 Jan 21.
PMID: 30664737; PMCID: PMC6420108.
102. Kelemen, W. Calvo, T. M. Fliedner, Atlas of Human Hemopoietic Development
(Springer, 2013).
103. Olin A, Henckel E, Chen Y, Lakshmikanth T, Pou C, Mikes J, Gustafsson A,
Bernhardsson AK, Zhang C, Bohlin K, Brodin P. Stereotypic Immune System
Development in Newborn Children. Cell. 2018 Aug 23;174(5):1277-1292.e14. doi:
10.1016/j.cell.2018.06.045. PMID: 30142345; PMCID: PMC6108833.
104. Todd I,Spickett G, Fairclough L. The nature of immune system. In: Todd
I,Spickett G, Fairclough L. Immunology Lectures Note. 7th edition. West Sussex,
Wiley Blackwell. 2015. p: 3-12.
105. LeBien TW, Tedder TF. B lymphocytes: How they develop and function. Blood.
2008;112: 1570-1580
106. van Zelm MC, Szczepanski T, van der Burg M, van Dongen JJ. Replication
history of B lymphocytes reveals homeostatic proliferation and extensive
antigeninduced B cell expansion. J Exp Med 2007;204:645-55.
107. Matthias P, Rolink AG. Transcriptional networks in developing and mature B
cells. Nat Rev Immunol 2005;5:497-508
108. Conley ME, Mathias D, Treadaway J, Minegishi Y, Rohrer J. Mutations in btk in
patients with presumed X-linked agammaglobulinemia. Am J Hum Genet 1998;
62:1034-43.
109. Hutcheson J, Vanarsa K, Bashmakov A, Grewal S, Sajitharan D, Chang BY, et
al. Modulating proximal cell signaling by targeting Btk ameliorates humoral
autoimmunity and end-organ disease in murine lupus. Arthritis Res Ther 2012;
14:R243
110. Pieper K, Grimbacher B, Eibel H. B cell biology and development. J Allergy
Clin Immunol 2013;131(4):959-71.

53
111. Chung JB, Silverman M, Monroe JG. Transitional B cells: step by step towards
immune competence. Trends Immunol. 2003;24:343-349
112. . Marshall-Clarke S, Tasker L, Parkhouse RME. Immature B lymphocytes from
adult bone marrow exhibit a selective defect in induce hyperexpression of major
histocompatibility complex class II and fail to show B2.7 induction. Immunol.
2000;100(2):141-151.
113. Per Brandtzaeg. Current understanding of gastrointestinal immuno regulation
and its relation to food allergy. Annual N.Y academic sciences. New York. 2002
114. R. Wall, R.P Ross, CA Ryan, S Hussey, B Murphy, GF Fitzgerald, C Stanton.
Role of gut microbiota in early infant development. Clinical Medicine : Pediatrics.
Ireland. 2009
115. Laura M Rabet, Arjen Paul Vos, Gunther Boehm, Johan Garseen. Breast-feeding
and its role in early development of the immune system in infants: consequences for
health later in life.The Journal of nutrition. Germany. 2008.
116. P.G. Holt, C.A Jones. The development of immune system during pregnancy and
early life. Allergy. Australia. 2000.
117. J Romeo, E Nova, J Wanberg, S-Gomez-Martinez, LE Diaz Ligia, A Marcos
Immunomodulary effects of fibers, probiotics and synbiotics in different life-stage.
Nutricion Hospitalaria. Spain. 2010
118. Scott Schwartz, Iddo Friedberg, Ivan V Ivano, Laurie A Davidson, Jennifer S
Goldsby, David B Dahl et all. Metagenomc study of diet-dependent interaction
between gut microbiota and host in infants reveals differences in immune response.
Genome biology. USA. 2012.
119. Mairy C Noverr, Gery B Huffnagie. Does the microbiota regulate immune
responses outside the gut. Trends in microbiology. USA. 2004.
120. Pascal Gourbeyre, Sandra Denery, Marie Bodinier. Probiotics, prebiotics, and
synbiotics: impact on the gut immune system and allergic reactions. Journal of
leukocyte biology. France. 2011.
121. Kel E Fujimura, Nicole AS, Michael D Cabana, Susan VL. Role of the gut
microbiota in defining human health. NIH Public Access. San Fransisco. 2010
122. Gaetano Chirico. Development of the immune system in neonatus. Journal arab
neonatal forum. Italy. 2005.
123. Jerry M Wells, Oriana,Rossia, Marjolein Meijerink, Peter van Baarlena.
Epithelial crosstalk at the microbiota-mucosa interface. National acade

54
124. Perkembangan imunitas manusia prenatal Park JE,Jardine L,Gottgens
B,Teichmann SA,Haniffa1 M,, Sains 368, 600-603 (2020)
125. Pratiwi Dyah Kusumo KOLONISASI MIKROBIOTA NORMAL DAN
PENGARUHNYA PADA PERKEMBANGAN SISTEM IMUNITAS NEONATAL
.WIDYA.2012: 3(20)

55

Anda mungkin juga menyukai