Disusun Oleh :
Kelas 2B
Kelompok VI :
1. Fikamila (10.0524.S)
2. Muhammad Sulaiman (10.0560.S)
3. Riskian Eva Melati (10.0579.S)
2011
I. Pendahuluan
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
a) Untuk memenuhi tugas sistem kardiovaskuler yang diampu oleh Neti
Mustikawati S.Kep, Ns.
2. Tujuan Khusus :
a) Menjelaskan Definisi/Pengertian Penyakit Jantung Koroner.
b) Menjelaskan Jenis/Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner.
c) Menjelaskan Etiologi/Penyebab Penyakit Jantung Koroner.
d) Menjelaskan Manifestasi Klinis/Tanda Gejala Penyakit Jantung
Koroner.
e) Menjelaskan Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner.
f) Menjelaskan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner.
g) Menjelaskan Komplikasi Penyakit Jantung Koroner.
h) Menjelaskan Pengkajian Fokus Penyakit Jantung Koroner.
i) Menjelaskan Fokus Intervensi Penyakit Jantung Koroner.
C. Manfaat Penulisan
A. Definisi Pengertian
C. Etiologi/Penyebab
1. Faktor intrinsik
a) Umur.
b) Riwayat jantung pada keluarga.
2. Faktor ekstrinsik
a) Merokok.
b) Hipertensi.
c) Kencung manis.
d) Hiperkolesterol.
e) Obesitas (kegemukan).
f) Kurang olahraga.
g) Stres.
h) Pemakai obat tertentu ( steroid).
E. Pathofisiologi
F. Penatalaksanaan
Kadar serum kolesterol dapat di kontrol dengan diet dan latihan.
Mengurangi jumlah lemak yang di makan sehari-hari dapat menurunkan
kadar lemak untuk metabolisme dan kadar lemak yang akan di konservasi ke
kolesterol.
a. Kontrol diet
Makanan yang larut dalam air dapat membantu menurunkan kolesterol.
Serat yang larut dalam air seperti pektin (terdapat dalam buah segar)
meningkatkan sekresi kolesterol yang di metabolisi efek serat dalam
menurunkan kadar kolesterol masih terus dalam penelitian.
Pembatasan kandungan kalori.
Hindari penggunaan lemak jenuh.
Untuk mengurangi beban kerja jantung,berikan porsi makan
kecil,dengan frekuensi yang lebih sering.
Pengurangan garam untuk kenaikan tekanan darah dan edema.
Hindari bahan makanan yang menimbulkan gas dalam lambung.
Hindari kue dan makanan yang terlalu manis dan berlemak.
b. Latihan
Dapat meningkatkan HDL,yang pada giliranya membantu proses
metabolisme dan menurunkan kadar LDL.
Olah raga fisik.
c. Obat-obatan
Obat yang di gunakan di kelompokan dalam dua tipe :
Obat yang di gunakan untuk menurunkan sintesa lipoprotein,seperti
asam nikotinat dan alofibrat.
Obat yang di gunakan untuk meningkatkan pemecahan lipoprotein
(katabolisme), seperti holestriamin,sitesterol, dan D-tiroksin.
d. Merokok
Bukti epidemiologi menunjukan bahwa resiko infark miokard pada
pasien yang menderita angina berkurang bila berhenti merokok.
e. Olahraga dan gaya hidup
Olahraga teratur menurunkan resiko PJK, dan dikaitkan dengan
gaya hidup yang lebih sehat. Olahraga memiliki efek kardioprotektif dan
terapeutik pascainfarkmiokard akut.
(Aubrey Leatham, Ed.4 hal:123)
G. Komplikasi
A. Ateriosklerosis
Empat faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis
kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Kerentanan terhadap arteriosklerosis
koroner meningkat denagn bertambahnya usia. Penyakit yang serius
jarang terjadi sebelum berusia 40 tahun. Tetapi hubungan antara usia dan
timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lama paparan yang
lebih panjang terhadap faktor-faktor arteriogenesis. Wanita memiliki
risiko yang lebih rendah terhadap penyakit ini sampai setelah menopause
dan kemudian memiliki risiko yang sama besar dengan pria. Estrogen
dianggap sebagi hormon yang memberikan imunitas pada wanita sebelum
menapouse. Tetapi, riwayat keluarga dapat pula menjadi komponen
lingkungan yang kuat yang menjadikan wanita memiliki risiko yang lebih
tinggi terhadap penyakit arteriosklerosis seperti gaya hidup yang
menimbulkan stress atau obesitas.
a. Hiperlipidemia
c. Merokok
d. Diabetes Melitus
Penderita diabetes melitus cenderung memiliki pravalensi
arteriosklerosis yang lebih tinggi, demikian pada kasus arteriosklerosis
koroner prematur dan berat. Hiperglikemia menyebabkan peningkatan
agregrasi trombosit, yang dapat menyebabkan trombus. Hiperglikemia
bisa menjadi penyebab kelainan metabolisme lemak atau predisposisi
terhadap degenerasi vaskular yang berkaitan dengan gangguan
toleransi terhadap glukosa.
e. Diet
Diet yang tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, gula dan garam,
merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam timbulnya
penyakit hiperlipoproteinemia dan obesitas. Obesitas meningkatkan
beban kerja jantung dan kebutuhan akan oksigen.
f. Gaya Hidup
B. Iskemia
D. Infark Miokardium
Infark miokardium akut (IMA) di definesikan sebagai nekrosis
miokardium yang di sebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat
sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan ini sebagaian besar di
sebabkan oleh ruptur plak areroma pada arteri koroner yang kemudian
diikuti oleh terjadinya trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi, dan
mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula di
sebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli, atau vaskulitis. (Perki.2004)
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan
menyebabkan kerusakan seluler yang permanen dan kematian otot atau
nekrosis. Area miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark
dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran
infark akhir bergantung pada keadaan daerah iskemik tersebut. Bila tepi
daerah yang mengelilingi area iskemik ini mengalami mengalami nekrosis
maka area infark akan bertambah luas, sedangkan perbaikan iskemia akan
mengecil area nekrosis. Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel
kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan :
sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam
miokardium.
Infark transmural mengakibatkan nekrosis pada semua lapisan
miokardium. Karena fungsi jantung adalah sebagai pompa, upaya sistolik
untuk mengosongkan ventrikel dapat berkurang secara bermakna oleh satu
segmen dinding miokardium yang mati dan tidak berfungsi.
Bila area infark transmural kecil, jaringan nekroti mungkin
“diskinetik”. Saat dinding dinding otot ini memompa pada fase sistolik
atau rileks pada pengisian diastolik, jaringan diskinetik tetap melakukan
gerakan yang sama dengan dinding miokardium sehat. Jika area ini infark
transmural besar, jaringan mati menjadi “akinetik”, kekurangan gerak dan
karenanya mempengaruhi pemompaan yang efisien.
Kondisi hemodinamika sesudah infark miokardium bervariasi.
Curah jantung dapat berkurang atau sedikit atau di pertahankan dalam
batas-batas normal. Meningkatnya frekuensi jantung biasanya tak
berlangsung terus menerus kecuali jika terjadi depresi miokardium yang
hebat. Respon autonom terhadap infark miokardium tidak selalu
merupakan mekanisme saraf simpatis terhadap sirkulasi yang terancam
bahaya. Infark miokardium klasik memiliki trias diagnostik yang khas.
H. Pengkajian focus
Perawat memegang peranan penting dalam mengidentifikasi pasien
yang menderita myocardial infark dan kaitannya dengan masalah-masalah
keperawatan. Informasi dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, monitor
ECG, dan pengukuran status hemodinamik. Karena pasien mungkin
mengalami nyeri akut dan disritmia, maka riwayat keperawatan sebaiknya
diperoleh dari keluarga. Pasien miokardial infark mengalami suatu nyeri
substernal tiba-tiba, tajam, serasa di dalam, dan mungkin menjalar pada lengan
kiri, kedua lengan atau rahang. Nyeri mungkin dirasakan sampai selama 30
menit dan tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitroglycerin. Nyeri ini
sering membingungkan dengan nyeri yang dirasakan pada gangguan indigesti
atau kandung empedu. Depriveasi oksigen ke myocardium melemahkan
tekanan kontraksi jantung, sehimgga sirkulasi melambat. Pasien menjadi
kepayahan. Kemudian pasien tachycardiak dan meningkatkan tekanan darah.
Mungkin juga menstimulasi vegal, yang menyebabkan penurunan kecepatan
jantung, sehingga tekanan darah drop. Banyak pasien yang menunjukkan
gejala-gejala seperti peningkatan angina, fatique, atau indigesti. Pasien
biasanya sadar dengan kondisi ini meningkatkan intensitas nyeri dan dispnea.
Dari pemeriksaan fisien menunjukkan pasien pucat, diporesis, dan merasakan
nyeri. Adanya stimulasi, menyebabkan mual dan muntah dari auskultasi
mungkin ditemukan bunyi jantung tiga dan empat mur-mur maupun gerakan
pericardial.
Dari rekaman ECG menunjukkan gelombang Q jelas, intervensi
gelombang T dan elevasi segmen ST, dan pasien harus dimonitor secara terus
menerys terhadap disritmia maupun kontrksi ventrikuler prematur yang pada
umumnya tidak segera menyertai infark.
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat memperjelas terjadinya infark,
laju endap dan angka leukosit meninggi sebagai respon kematian jaringan. Suhu
tubuh biasanya meningkat 38,50 C pada bebera hari pertama.dalam 24 jam,
enzim-enzim seperti SGOT, LDH, dan CDK yang dibebaskan sewaktu terjadi
nekrosis jaringan perlu diobservasi, terutama CDK. Pemeriksaan enzim dari
daerah harus dilakukan segera, karena enzim dari otot yang luka akibat infeksi
sering mengakumulasi hasil. Perawat perlu memahami berbagai kadar enzim
selama terjadi miokardial infark. Untuk membantu diagnosa, digunakan iso
enzin (bentuk molekuler dengan enzim nilai fisik dan kimia yang berbeda), yang
dapat membedakan apakah jaringan mengalami nekrosis atau akibat yang lain.
CPK IMB dan LDH mempunyai nilai kusus pada perlukaan jaringan miokardial.
Pola-pola serangan yang khusus, peak, dan durasi juga dapat membantu dalam
menegakan diagnose.
Dari pemeriksaan radiologi mungkin menunjukan pembesaran jantung.
Tehnik” myocardial imaging” dapat digunakan untuk menentukan area nekrosis.
Untuk menentukan fungsi hemodinamik dilakukan echocardiografik.
Data hemodinamik didapatkan dari monitoring kateter dan
pemeriksaan cardiak output berguna dalan menentukan fungsi myocardial.
Volume struke ventrikel kiri dan cardiak output mungkin menurun, sedangkan
akhir diastolik ventrikel kiri dan volume akhir sistolik mungkin naik.
Pengkajian pada klien dengan penyakit jantung koroner merupakan
salah satu aspek penting dalam proses keperawatan. Hal ini penting untuk
merencanakan tindakan selanjutnya. Perawat mengumpulkan data dasar
tentang informasi status terkini dari klien melalui pengkajian sistem
kardiovaskuler sebagai prioritas pengkajian. Pengkajian harus di lakukan
dengan sistematis, mencakup riwayat sebelumnya.
Pengkajian keperawatan pada pasien jantung kronis memerlukan
riwayat kesehatan yang berbeda dari pasien jantung akut. Saat merawat pasien
jantung kronis, perawat pertama kali harus memusatkan pada pengkajian
jantung dan curah jantung. Pasien dengan penyakit arteri koroner biasanya
mengalami gejala di bawah ini :
Nyeri dada ( angina pektoris atau infark miokardium ).
Sulit bernapas/keringat dingin.
Napas pendek , kelelahan, dan penurunan haluaran urin (gagal jantung
kiri dengan penurunan curah jantung).
Palpitasi dan pusing ( distritmia, aneurisma, stress, atau
ketidakseimbanagan elektrolit).
Edema dan pertambahan berat badan (gagal jantung kanan).
Hipotensi postural dengan pusing dan rasa melayang pada saat berdiri
( keilangan volume intravaskuler akibat terapi diuretik).
1. Keluhan utama
Keluhan utama biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas, pingsan.
2. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama di lakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien
secara PQRST yang meliputi :
Provoking Incident : Nyeri setelah beraktivitas dan tidak
berkurang dengan istrirahat.
Quality of pain : Seperti apa nyeri yang di rasakan atau di
gambarkan klien. Sifat nyeri dapat seperti tertekan, di peras,
atau di remas.
Region : Lokasi nyeri di sebelah substernal atau nyeri di atas
pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas hingga area dada.
Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu
dan tangan.
Severity of pain : Klien di tanya dengan menggunakan rentang
0-4 atau 0-10 dan klien akan menilai seberapa berat nyeri yang
di rasakan. Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri
berkisar antara 3-4 ( skala 0-4 ) atau 7-9 ( skala 0-10 ).
Time : Sifat mula timbulnya. Biasanya gejala nyeri timbul
mendadak , lama timbulnya ( durasi ) nyeri dada umumnya di
keluhkan lebih dari 15 menit.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu akan sangat mendukung
kelengkapan data kondisi saat ini. Data ini di peroleh dengan mengkaji
apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi,
diabetes melitus, atau hiperlipidemia. Cara mengkaji sebaiknya
sekuens dan terinci.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh
klien pada masa yang lalu yang masih relevan dengan obat-obatan
antiangina seperti nitrat dan penghambat beta serta obat-obatan
antihipertensi.
Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi
obat, dan reaksi yang timbul, sering kali klien menafsirkan suatu alergi
sebagai efek samping obat.
4. Riwayat keluarga
Perawat senantiasa harus menanyakan tentang penyakit yang
pernah dialami oleh keluarga,anggota keluarga yang meninggal, dan
penyebab kenatian. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang
timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko utama terjadinya
penyakit jantung iskemik pada keturunanya.
5. Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungan.
Demikian pula dengan kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan
dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat-obat tertentu.
Kebiasaan merokok di kaji dengan menanyakan kebiasaan merokok
sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis rokok. Di
samping pertanyaan-pertanyaan di atas, data biografi juga merupakan
data yang perlu di ketahui seperti nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, suku, dan agama yang di anut klien.
6. Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego terjadi bila klien menyangkal, takut
mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan
yang tak perlu, kuatir tentang keluarga, pekerjaan, dan keuanagan.
Gejala perubahan integritas ego yang dapat di kaji adalah klien
menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, perilaku
menyerang, dan fokus pada diri sendiri.
Perubahan interaksi sosial yang di alami klien terjadi karena stres yang
di alami klien dari berbagai aspek seperti keluarga, pekerjaan,
kesulitan biaya ekonomi, atau kesulitan koping dengan stresor yang
ada.
7. Pengkajian pola kesehatan fungsional
Pengkajian pola kesehatan fungsional meliputi :
a. Aktivitas dan istrirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin
di dapatkan tachycardia dan dispnea pada saat beristrirahat atau
pada saat beraktivitas ).
b. Sirkulasi
Mempunyai riwayat IMA, penyakit jantung koroner,
CHF, tekanan darah tinggi, diabates melitus, tekanan darah
mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau
terlambatnya capillari refill time, disritmia.
Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4
mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ventrikel
kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi
katub atau musculus papilaris yang tidak berfungsi.
Heart rate mungkin meningkat atau mengalami
penurunan ( tachy atau bradi cardia ). Irama jantung mungkin
ireguler atau juga normal.
Edema : juguler vena distension, odema anasarka,
crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung. Warna
kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
c. Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
d. Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit,
berkeringt banyak, muntah dan perubahan berat badan.
e. Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada
saat melakukan aktivitas.
f. Neoru sensori
Nyeri kepala yang hebat, changes mentation.
g. Kenyamanan
Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang
dengan beristrirahat atau dengan nitrogliserin.
Lokasi nyeri dada bagian depan substrenal yang
mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang, dan wajah.
Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri
yang sangat pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut
mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan
postur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan
irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit
serta tingkat kesadaran.
h. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif,
riwayat perokok dengan penyakit pernapasan kronis. Pada
pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi,
pucat/cianosis, suara napas cracles atau wheezes atau juga
vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/pink tinged.
i. Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor,
emosi yng tidak terkontrol.
j. Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit
jantung, diabetes melitus, stroke, hipertensi, dan perokok.
k. Studi diagnostik
ECG menunjukkan : adanya S-T elevasi yang
merupakan tanda dari iskemi, gelombang T inversi atau hilang
yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang
mencerminkan adanya necrosis.
Enzym dan isoenzym pada jantung : CPK-MB
meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam.
Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada
36 jam.
Elektrolit ketidakseimbangan yang memungkinkan
terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas
jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
Whole blood cell : leukositosis mungkin timbul pada
keesokan hari setelah serangan.
Analisa gas darah : menunjukkan terjadinya hipoksia
atau proses penyakit paru yang kronis atau akut.
Kolesterol atau trigleserid : mungkin mengalami
peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
Chest X ray : mungkin normal atau adanya
cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikuler.
Echocardiogram : mungkin harus di lakukan guna
menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang
pada jantung.
Exercise stress test : menunjukkan kemampuan jantung
beradaptasi terhadap suatu stres/aktivitas.
(Yasmin.A,1993)
I. Fokus Intervensi
Rencana perawatan harus dilaksanakan segera karena sekitar 60%
kematian akibat myocardial terjadi pada 2 jam pertama setelah serangan nyeri
dada. Rencana/tindakan terhadap keadaan darurat perlu di buat secara jelas
baik di masyarakat maupun di rumah sakit.
Selama masa penyembuhan, pasien di rawat di ICU maupun ICCU,
dan rencana perawatan di buat bersama si pasien untuk mengupayakan
penyembuhan dan mencegah kerusakan myokcardial lebih lanjut.
Rencana rehabilitasi direncanakan sejak myocardial infark diketahui
dan bila pasien telah sembuh, maka perlu ditingkatkan kemampuan pasien
dalam merawat diri.
(Yasmin.A,1993)
III. Pembahasan Kasus
A. Kasus
B. Terminologi :
1. Pemeriksaan arteriografi
2. Gelombang T Inversi
3. Segmen ST
4. Pemeriksaan EKG
5. Trigliserit
6. Infus asering
7. Prosedur katerisasi jantung
8. PTCA
9. Plak
10. Lumen
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengelompokkan Data
4. TD : 130/80mmHg.
5. N : 90x/mnt
6. Rr : 26x/mnt.
kaptopril 2x12,5mg
cedocard 1x5mg
aspilet 1x1
fasorbid 2x10mg
furosemide tablet 2x1
2. Analisa Data
Intervensi :
a. Evaluasi status mental. Perhatikan terjadinya hemiparalisis,
atasia, kejang, muntah, peningkatan tekanan darah.
Rasional : Indikator yang menunjukkan embolisasi
sistemik pada otot.
b. Sedikit nyeri dada, dispnea tiba-tiba yang yang disertai
dengan takipnea, nyeri pleuritik, sianosis pucat.
Rasional : Emboliarteri, mempengaruhi jantung dan
organ vital lain, dapat terjadi sebagai akibat dari
penyakit katup dan/disretmia kronis.
c. Observasi ekstremitas terhadap pembengkakan, eritema.
Rasional : Ketidakaktifan/tirah baring lama
mencetuskan statis vena, meningkatkan resiko
pembentukan trombosis vena.
d. Tingkatkan tirah baring dengan tepat
Rasional : Dapat membantu mencegah pembentukan
atau migrasi emboli pada pasien dengan endokarditis.
B. Saran
Saran yang dapat kita berikan yaitu bagi penderita penyakit jantung
koroner (PJK) agar melakukan pemeriksaan rutin untuk mengetahui sejauh
mana kondisi dan seberapa parah penyakit yang diderita.
Daftar Pustaka