Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KARDIOVASKULER

“PENYALIT JANTUNG KORONER (PJK)”


Dosen Pengampu : Neti Mustikawati, S.kep.Ns

Zulfa Attabaki, S,Kep.Ns

Disusun Oleh :

Kelas 2B

Kelompok VI :

1. Fikamila (10.0524.S)
2. Muhammad Sulaiman (10.0560.S)
3. Riskian Eva Melati (10.0579.S)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2011
I. Pendahuluan

A. Latar belakang Masalah

Penyakit kardiovaskuler saat ini menempati urutan pertama sebagai


penyebab kematian di Indosesia. Berdasarkan hasil survei kesehatan rumah
tangga yang dilakukan secara berkala oleh Departemen Kesehatan
menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler memberikan kontribusi sebesar
19,8%dari seluruh penyebaba kematian pada tahun 1993dan meningkat
menjadi24,4% pada tahun1998.
Penyakit aterosklerosis koroner disebabkan oleh kelainan metabolisme
lipid, koagulasi darah, serta keadaan biofisika dan biokimiainding arteri.
Kondisi patologis yang terjadi ditandai dengan penimbunan abnormal lipid
atau bahan lemak dan jaringan fibrosa pada dinding pembeluh darah, sehingga
mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri serta penurunan aliran
darah ke jantung.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat di antara beberapa ahli
mengenai awal terjadinya artosklerosi, namun telah disepakati bahwa
arteosklerosis merupakan penyakit progresif, dapat dikurangi, dan pada
beberapa kasus dapatdihilangkan.
(Arif Muttaqin, 2009)

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum :
a) Untuk memenuhi tugas sistem kardiovaskuler yang diampu oleh Neti
Mustikawati S.Kep, Ns.
2. Tujuan Khusus :
a) Menjelaskan Definisi/Pengertian Penyakit Jantung Koroner.
b) Menjelaskan Jenis/Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner.
c) Menjelaskan Etiologi/Penyebab Penyakit Jantung Koroner.
d) Menjelaskan Manifestasi Klinis/Tanda Gejala Penyakit Jantung
Koroner.
e) Menjelaskan Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner.
f) Menjelaskan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner.
g) Menjelaskan Komplikasi Penyakit Jantung Koroner.
h) Menjelaskan Pengkajian Fokus Penyakit Jantung Koroner.
i) Menjelaskan Fokus Intervensi Penyakit Jantung Koroner.
C. Manfaat Penulisan

a) Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari Penyakit Jantung Koroner


(PJK)
b) Mahasiswa mampu menjelaskan jenis/Klasifikasi Penyakit Jantung
Koroner.
c) Mahasiswa mampu menjelaskan Etiologi/Penyebab Penyakit Jantung
Koroner.
d) Mahasiswa mampu menjelaskan Manifestasi Klinis/Tanda Gejala
Penyakit Jantung Koroner.
e) Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi Penyakit Jantung
Koroner.
f) Mahasiswa mampu menjelaskan Penatalaksanaan Penyakit Jantung
Koroner.
g) Mahasiswa mampu menjelaskan Komplikasi Penyakit Jantung
Koroner.
h) Mahasiswa mampu menjelaskan Pengkajian Fokus Penyakit Jantung
Koroner.
i) Mahasiswa mampu mengetahui Fokus Intervensi Penyakit Jantung
Koroner
II. Konsep teori

A. Definisi Pengertian

Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang disebabkan karena


adanya penimbunan abnormal lipid atau lemak dan jaringan fibrosa didinding
pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri
serta penurunan aliran darah ke jantung.
(Bruner & Suddarth, hal: 776)
B. Jenis/Klasifikasi
Penyakit jantung koroner pada umumnya dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu :
1. Chronic Stable Angina (Angina Pectoris Stabil-APS)
APS adalah bentuk awal dari PJK ditandai dengan nyeri dada atau rasa tidak enak
didada, rahang, bahu, punggung atau lengan yang berkaitan dengan kurangnya
aliran darah ke jantung, tanpa disertai kerusakan sel-sel jantung. Biasanya APS
disebabkan oleh suatu aktivitas fisik atau stress emosi dan hilang dengan obat
nitrat. Gambar EKG pada penderita ini tidak khas tetapi suatu kelainan.
2. Acute Coronary Syndrome (ACS)
ACS adalah suatu sindrom klinis yang bervariasi, dan biasanya dibagi menjadi 3,
yaitu :
a. Unstable angina (UA-Angina Pectoris tidak stabil-APTS).
UA hampir sama dengan APS tetapi mekanisme patofisiologi dan sifat
nyeri berbeda, tetapi tetap belum ada kerusakan sel-sel otot jantung. Sifat
nyeri UA adalah nyeri timbul saat istirahat, nyeri makin hari makin sering
timbul atau lebih berat dari sebelumnya, nyeri dada yang timbul baru
pertama kalinya, prinztmetal angina, dan angina pectoris setelah serangan
jantung (myocard infarction) sebelumnya. Gambaran EKG bisa ada
kelainan kadang juga tidak ditemukan kelainan.
b. Acute non ST elevasi myocardial infarction (Acute Nstemi)
Keadaan ini sudah terdapat kerusakan dari sel otot jantung yang
ditandai dengan keluarnya enzim yang ada di dalam sel otot jantung
seperti: CK, CKMB, Trop T, dan lain-lain. Tetapi pada EKG mungkin
tidak ada kelainan, tetapi yang jelas tidak ada penguatan ST elevasi yang
baru.
c. Acute ST elevasi myocardial infarction (Acute Stemi)
Keadaan ini mirip dengan Acute Nstemi tetapi sudah ada kelainan
yang baru atau timbulnya Bundle Branch Block yang baru.
(www.info-sehat.com)

C. Etiologi/Penyebab

Adanya penyakit arteri koroner dimana terjadi kelainan pada intima


bermula berupa bercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi
ulserasi, perdarahan, kalsifikasi dan thrombosis.
Perjalanan dalam kejadian penyakit arteri koroner tidak hanya
disebabkan oleh faktor tunggal, akan tetapi banyak faktor lain seperti :
hipertensi, kadar lipid rokok, kadar gula darah yang abnormal.
(http://respiratoru.usu.ac.id/dits tream/123456789/3489/1/gizi_bahri8.pdf).

1. Faktor intrinsik
a) Umur.
b) Riwayat jantung pada keluarga.
2. Faktor ekstrinsik
a) Merokok.
b) Hipertensi.
c) Kencung manis.
d) Hiperkolesterol.
e) Obesitas (kegemukan).
f) Kurang olahraga.
g) Stres.
h) Pemakai obat tertentu ( steroid).

D. Manifestasi Klinis/Tanda Gejala

Manifestasi klinis penyakit jantung koroner (PJK) bervariasi


tergantung pada derajat aliran dalam arteri koroner. Bila aliran koroner masih
mencukupi kebutuhan jaringan tak akan timbul keluhan/manifestasi klinis.
Dlam keadaan normal, dimana arteri koroner tidak dapat mengalami
penyempitan/spasme, peningkatan kebutuhan jaringan otot myokard dipenuhi
oleh peningkatan aliran darah, sebab aliran darah koroner dapat ditingkatkan
sampai 5X dibandingkan saat istirahat, yaitu dengan cara meningkatkan
frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup seperti pada saat melakukan
aktifitas fisik, bekerja/olahraga. Mekanisme pengaturan aliran koroner
mengusahakan agar pasok maupun kebutuhan jaringan tetap seimbang agar
oksigenasi jaringan terpenuhi, sehingga setiap jaringan mampu melakukan
fungsi secra optimal.
Perlu dingat bahwa metabolisme myokard hampir 100% memerlukan
O2, dan hal tersebut telah berlangsung dalam keadaan istirahat, sehingga
ekstrasi O2 dari aliran darah koroner akan habis dalam keadaan tersebut.
Peningkatan kebutuhan O2 hanya dimungkinkan dengan menambah aliran dan
bukan dengan meningkatkan ekstansi aliran darah. Meskipun tampaknya
sederhana , bahwa kebutuhan konsumsi O2 jaringan tergantung pada pasok
arteri koroner, tetapi mekanisme yang mendasari cukup kompleks.

E. Pathofisiologi

Proses imflamasi menyebabkan kalsifikasi dan jaringan perut pada


katup-katup dan endokardium dan dapat mengakibatkan insufisiensi
valvular/stenosis.
Serangan endokarditis bakterial akut yang tiba-tiba, dan ditandai
dengan demam tinggi, menggigil, diaporensis, leukositosis, dan murmur
jantung. Emboli mungkin dilepaskan bila fragmen-fragmen infeksi pada katup
menjadi rusak dan berjalan ke otak menyebabakan kematian/stroke, atau ke
ginjal menyebabkan gagal ginjal. Dalam beberapa hari berikutnya dapat terjadi
gagal jantung bila katup-katup tidak berfungsi .
Serangan endokarditis bekterial sub-akut dengan tanda-tanda yang
nampak adalah: malaise, demam, menggigil, perspirasi, nyeri pada persendian,
dan petechiae. Diagnossaa ditegakkan dengan kultur darah.

F. Penatalaksanaan
Kadar serum kolesterol dapat di kontrol dengan diet dan latihan.
Mengurangi jumlah lemak yang di makan sehari-hari dapat menurunkan
kadar lemak untuk metabolisme dan kadar lemak yang akan di konservasi ke
kolesterol.
a. Kontrol diet
Makanan yang larut dalam air dapat membantu menurunkan kolesterol.
Serat yang larut dalam air seperti pektin (terdapat dalam buah segar)
meningkatkan sekresi kolesterol yang di metabolisi efek serat dalam
menurunkan kadar kolesterol masih terus dalam penelitian.
 Pembatasan kandungan kalori.
 Hindari penggunaan lemak jenuh.
 Untuk mengurangi beban kerja jantung,berikan porsi makan
kecil,dengan frekuensi yang lebih sering.
 Pengurangan garam untuk kenaikan tekanan darah dan edema.
 Hindari bahan makanan yang menimbulkan gas dalam lambung.
 Hindari kue dan makanan yang terlalu manis dan berlemak.
b. Latihan
Dapat meningkatkan HDL,yang pada giliranya membantu proses
metabolisme dan menurunkan kadar LDL.
 Olah raga fisik.
c. Obat-obatan
Obat yang di gunakan di kelompokan dalam dua tipe :
 Obat yang di gunakan untuk menurunkan sintesa lipoprotein,seperti
asam nikotinat dan alofibrat.
 Obat yang di gunakan untuk meningkatkan pemecahan lipoprotein
(katabolisme), seperti holestriamin,sitesterol, dan D-tiroksin.
d. Merokok
Bukti epidemiologi menunjukan bahwa resiko infark miokard pada
pasien yang menderita angina berkurang bila berhenti merokok.
e. Olahraga dan gaya hidup
Olahraga teratur menurunkan resiko PJK, dan dikaitkan dengan
gaya hidup yang lebih sehat. Olahraga memiliki efek kardioprotektif dan
terapeutik pascainfarkmiokard akut.
(Aubrey Leatham, Ed.4 hal:123)

G. Komplikasi
A. Ateriosklerosis

Istilah arteriosklerosis berasal dari bahasa yunani yaitu athere yang


berarti bubur atau lunak. Istilah ini menggambarkan penampilan kasar
bahan plak. Arteriosklerosis secara nyata adalah suatu proses panjang yang
dimulai jauh sebelum terjadinya gejala. Pada arteriosklerosis, intima
(lapisan dalam) arteri mengalami perubahan. Arteriosklerosis pembuluh
koroner merupakan penyakit arteri koronaria yang paling sering
ditemukan.

Faktor Risiko Peningkatan Arteriosklerosis

Ada beberapa pendapat yang beranggapan bahwa arteriosklerosis


akibat proses penuaan saja. timbulnya “bercak-bercak lemak” pada
dinding arteri koronaria sejak masa kanak-kanak sudah merupakan
fenomena alamiah dan tidak selalu harus menjadi lesi arteriosklerosis.

Faktor-faktor Risiko Framingham’s

 Hiperkolesterolemia: >275 mg/dl


 Merokok sigaret: >20/hari
 Kegemukan: >120% dari berat
badan ideal
 Hipertensi: >160/90 mmHg
 Gaya hidup monoton

Sekarang dianggap bahwa terdapat banyak faktor yang berkaitan dalam


memepercepat proses arteriosklerosis. Telah ditemukan beberapa faktor
yang dikenal sebagai faktor risiko yang meningkatkan kerentanan
terhadap terjadinya arteriosklerosis koroner pada individu tertentu.

Empat faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis
kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Kerentanan terhadap arteriosklerosis
koroner meningkat denagn bertambahnya usia. Penyakit yang serius
jarang terjadi sebelum berusia 40 tahun. Tetapi hubungan antara usia dan
timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lama paparan yang
lebih panjang terhadap faktor-faktor arteriogenesis. Wanita memiliki
risiko yang lebih rendah terhadap penyakit ini sampai setelah menopause
dan kemudian memiliki risiko yang sama besar dengan pria. Estrogen
dianggap sebagi hormon yang memberikan imunitas pada wanita sebelum
menapouse. Tetapi, riwayat keluarga dapat pula menjadi komponen
lingkungan yang kuat yang menjadikan wanita memiliki risiko yang lebih
tinggi terhadap penyakit arteriosklerosis seperti gaya hidup yang
menimbulkan stress atau obesitas.

a. Hiperlipidemia

Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak


bebas berasal eksogen dari makanan dan endogen dari sintesis lemak.
Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan
arteriogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma tetapi terikat pada
protein sebagai mekanisme transport dalam serum. Peningkatan
kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya risiko terhadap
koronaria , sementara kadar kolesterol HDL yang tinggi tampaknya
berperan sebagi faktor pelindung terhadap penyakit arteri koronaria.
b. Hipertensi

Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko yang paling membahayakan


karena biasanya tidak menunjukkan gejala sampai kondisi telah
menjadi lanjut atau kronis. Tekanan darah tinggi menyebabkan
tingginya gradien tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat
memompa darah. Tekanan tinggi yang tidak terkontrol dapat
kebutuhan oksigen jantung meningkat.

c. Merokok

Risiko merokok bergantung pada jumlah rokok yang digunakan per


hari, buakn pada lamanya seseorang merokok. Seseorang yang
merokok lebih dari satu bungkus rokok sehari berisiko mengalami
masalah kesehatan khususnya gangguan jantung dua kali lebih besar
daripada mereka yang tidak merokok. Merokok berperan dalam
memperburuk kondisi penyakit arteri koroner melaui tiga cara
meliputi:

1. Menghirup asap akan meningkatkan kadar karbonmonoksida


(CO) darah hemoglobin, komponen darah yang mengangkut
oksigen, lebih mudah terikat pada karbonmonksida daripada
oksigen. Hal ini menyebabkan oksigen yang disuplai ke jantung
menjadi sangat berkurang, sehingga jantung bekerja lebih berat
untuk mengahasilkan energi yang sama besarnya.
2. Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin,
yang menyebabkan konstriksi arteri
3. Merokok meningkatkan adhesi trombosit, mengakibatkan
peningkatan pembentukan trombus.

d. Diabetes Melitus
Penderita diabetes melitus cenderung memiliki pravalensi
arteriosklerosis yang lebih tinggi, demikian pada kasus arteriosklerosis
koroner prematur dan berat. Hiperglikemia menyebabkan peningkatan
agregrasi trombosit, yang dapat menyebabkan trombus. Hiperglikemia
bisa menjadi penyebab kelainan metabolisme lemak atau predisposisi
terhadap degenerasi vaskular yang berkaitan dengan gangguan
toleransi terhadap glukosa.

e. Diet

Diet yang tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, gula dan garam,
merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam timbulnya
penyakit hiperlipoproteinemia dan obesitas. Obesitas meningkatkan
beban kerja jantung dan kebutuhan akan oksigen.
f. Gaya Hidup

Gaya hidup yang kurang bergerak serta ketegangan psikososial pada


masa kini cukup berperan menimbulkan penyakit jantung koroner.
Rosenman dan Friedman telah mempopulerkan hubungan yang
menarik antara pola tingkah laku tipe A dengan arteriogenesis yang
dipercepat. Kepribadian yang termasuk dalam tipe A adalah mereka
yang memperlihatakan persaingan yang kuat, ambisius, agresif,
tempramental, serat merasa diburu waktu. Sudah banyak diketahui
bahwa stress dapat menyebabkan pelepasan katekolamin , tetapi masih
dipertanyakan apakah stres yang memang bersifat arteriogenesis atau
hanya mempercepat serangan.

B. Iskemia

Secara patologis adanya ketidakseimbangan antara permintaan


dan suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri
koroner akan menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang
bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat
sel ke dalam jaringan , dan menekan fungsi miokardium. Berkurangnya
kadar oksigen memaksa miokardium mengubah metabolisme yang
bersifat aerobik menjadi metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik
yang melalui lintasan glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila
dibandingkan dengan metabolisme aerobik yang melalui fosforilasi
oksidatif dan siklus Krebs. Hasil akhir metabolisme anaerob , yaitu asam
laktat, akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel. Gabungan efek
hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia , serta asidosisdapat
mempercepat gangguan fungsi ventrikel kiri. Berkurangnya daya
kontraksi dan gangguan gerakan pada jantung akan mengubah
hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervarisi sesuai ukuran segmen
yang mengalami iskemia, dan derajat respon reflkes kompensasi sistem
saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah
jantung karena berkurangnya curah sekuncup.

Metabolisme anaerobik hanya memberikan 6% dari energi total


yang diperlukan. Ambilan glukosa oleh sel sangat meningkat saat
simpanan glikogen dan adenosin trifosfat berkurang. Kalium dengan cepat
bergerak keluar dari sel miokardium selama iskemia. Asidosis seluler
terjadi, selanjutnya mengganggu metabolisme seluler.

(Arif Muttaqin, 2009)


C. Angina Pektoralis
Angina pektoralis adalah nyeri dada yang menyertai iskemia
miokardium. Mekanisme yang tepat bagaimana iskemia dapat
menyebabkan nyeri masih belum jelas. Reseptor saraf nyeri masih
terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara
yang belum diketahui,atau oleh stres mekaniklokal akibat kontraksi
miokardium yang abnormal. Nyeri di gambarkan sebagai suatu tekanan
substernal. Kadang-kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri.
Tangan yang menggenggam dan di letakkan di atas sternum melukiskan
pola angina pektoralis klasik. Akan tetepi banyak klien tidak mengalami
angina yang khas, nyeri angina dapat menyerupai nyeri karena pencernaan
yang tidak baik atau sakit gigi.
Beberapa faktor yang dapat menimbulkan nyeri angina meliputi
hal-hal sebagai berikut:
1. Latihan fisik dapat memicu seranagan dengan cara meningkatkan
kebutuhan oksigen jantung.
2. Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokontriksi dan
peningkatan tekanan darah di sertai peningkatan kebutuhan oksigen.
3. Memakan makanan berat atau meningkatkan aliran darah ke darah
mesenterik untuk pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaan
darah untuk suplai jantung. Pada jantung yang sangat parah, pintasan
darah untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin buruk.
4. Stres atau berbagau emosi akibat situasi yang menegangkan,
menyebabkan frekuensi jantung meningkatakibat pelepasan adrenalin
dan meningkatnya tekanan darah. Dengan demikian beban kerja
jantung juga meningkat.
Tipe Angina

Tipe Angina Karakteristik


Angina Nonstabil ( Frekuensi, intensits, dan durasi serangan
angina prainfark;angina angina meningkat secara progresif.
kesendo)
Angina stabil kronis Dapat di perkirakan konsisten terjadi saat
latihan dan hilang dengan istrirahat.
Angina nokturnal Nyeri terjadi saat malam hari, biasanya saat
tidur : dapat di kurangi dengan duduk
tegak.biasanya akibat gagal ventrikel kiri.
Angina dekubitus Angina saat berbaring.
Angina refrakter Angina yang sangat berat sampai tudak
tertahankan.
Angina prinzmental Nyeri angina yang bersifat spontan di sertai
(varian : istrirahat) elevasi segmen ST pada EKG, di duga di
sebabkan oleh spasme arteri koroner.
Berhubungan dengan resiko terjadinya infark.
Iskemia tersamar Terdapat bukti objektif iskemia ( seperti tes
pada sires ) tetapi klien tidak menunjukkan
gejala.

(Arif Muttaqin, 2009)

D. Infark Miokardium
Infark miokardium akut (IMA) di definesikan sebagai nekrosis
miokardium yang di sebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat
sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan ini sebagaian besar di
sebabkan oleh ruptur plak areroma pada arteri koroner yang kemudian
diikuti oleh terjadinya trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi, dan
mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula di
sebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli, atau vaskulitis. (Perki.2004)
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan
menyebabkan kerusakan seluler yang permanen dan kematian otot atau
nekrosis. Area miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark
dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran
infark akhir bergantung pada keadaan daerah iskemik tersebut. Bila tepi
daerah yang mengelilingi area iskemik ini mengalami mengalami nekrosis
maka area infark akan bertambah luas, sedangkan perbaikan iskemia akan
mengecil area nekrosis. Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel
kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan :
sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam
miokardium.
Infark transmural mengakibatkan nekrosis pada semua lapisan
miokardium. Karena fungsi jantung adalah sebagai pompa, upaya sistolik
untuk mengosongkan ventrikel dapat berkurang secara bermakna oleh satu
segmen dinding miokardium yang mati dan tidak berfungsi.
Bila area infark transmural kecil, jaringan nekroti mungkin
“diskinetik”. Saat dinding dinding otot ini memompa pada fase sistolik
atau rileks pada pengisian diastolik, jaringan diskinetik tetap melakukan
gerakan yang sama dengan dinding miokardium sehat. Jika area ini infark
transmural besar, jaringan mati menjadi “akinetik”, kekurangan gerak dan
karenanya mempengaruhi pemompaan yang efisien.
Kondisi hemodinamika sesudah infark miokardium bervariasi.
Curah jantung dapat berkurang atau sedikit atau di pertahankan dalam
batas-batas normal. Meningkatnya frekuensi jantung biasanya tak
berlangsung terus menerus kecuali jika terjadi depresi miokardium yang
hebat. Respon autonom terhadap infark miokardium tidak selalu
merupakan mekanisme saraf simpatis terhadap sirkulasi yang terancam
bahaya. Infark miokardium klasik memiliki trias diagnostik yang khas.

(Arif Muttaqin, 2009)

Dan dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokardium


berkurang. Embolus tersebut dapat menghambat aliran darah ke bagian-
bagian jantung yang sebelumnya tidak rusak oleh infark semula. Embolus
tersebut juga dapat mengalir ke organ lain, menghambat aliran darah nya
dan menyebabkan infark di organ tersebut.
Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat
memompa keluar semua darah yang diterimanya. Gagal jantung dapat
timbul segera setelah infark apabila infark awal berkurang sangat luas,
atau timbul setelah pengaktifan refleks-refleks baroreseptor dengan
diaktifkannya refleks-refleks baroreseptor terjadi peningkatan darah yang
kembali ke jantung yang rusak serta kontriksi arteri dan arteriol disebelah
hilir hal ini menyebabkan darah berkumpul di jantung dan menimbulkan
peregangan berlebihan terhadap sel-sel otot jantung apabila peregangan
tersebut cukup hebat maka kontraktilitas jantung dapat berkurang karena
sel-sel otot tertinggal pada kurva panjang-tegangan.
Disritmia adalah komplikasi liserin pada infark. Disritmia dapat
timbul akibat perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan
pH.daerah-daerah dijantung yang mudah teriritasi dapat mulai melepaskan
potensial aksi sehingga terjadi disretmia. Nodus SA dan AV,atau jalur
transduksi (serat purkinje atau berkas his) dapat merupakan bagian dari
zona iskemik atau nikrotik yang mempengaruhi pencetusan atau
penghantaran sinar sinyal. Fibrilasi adalah sebab utama kematian pada
infark miokardium di luar rumah sakit.
Dapat terjadi syok kardiogenik apabila curah jantung sangat
berkurang dalam waktu lama.syok kardiogenik dapat fatal pada waktu
infark,atau menimbulkan kematian atau kelemahan beberapa hari atau
minggu kemudian akibat gagal paru atau gagal ginjal karena organ-organ
ini mengalami iskemia. Syok kardiogenik biasanya berkaitan dengan
kerusakan sebanyak 40% masa otot jantung.
Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah seatu
infark ter besar.
Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung,(bisanya
beberapa hari setelah infark). Perikarditis terjadi sebagai bagian dari reaksi
peradangan setelah cedera dan kematian sel. Sebagian jenis perikarditis
dapat timbul beberapa minggu setelah infark, dan mungkin mencerminkan
suatu reaksi hipersensitivitas imun terhadap nekrosis jaringan.
Setelah infark miokardium sembuh, terbentuk jaringan parut yang
menggantikan sel-sel miokardium yang mati.apabila jaringan parut ini
cukup luas, maka kontraktilitas jantung dapat berkurang secara
permanent. Pada sebagian kasus, jaringan parut tersebut lemah sehingga
kemudian dapat terjadi rupture miokardium atau aneurisma.

H. Pengkajian focus
Perawat memegang peranan penting dalam mengidentifikasi pasien
yang menderita myocardial infark dan kaitannya dengan masalah-masalah
keperawatan. Informasi dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, monitor
ECG, dan pengukuran status hemodinamik. Karena pasien mungkin
mengalami nyeri akut dan disritmia, maka riwayat keperawatan sebaiknya
diperoleh dari keluarga. Pasien miokardial infark mengalami suatu nyeri
substernal tiba-tiba, tajam, serasa di dalam, dan mungkin menjalar pada lengan
kiri, kedua lengan atau rahang. Nyeri mungkin dirasakan sampai selama 30
menit dan tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitroglycerin. Nyeri ini
sering membingungkan dengan nyeri yang dirasakan pada gangguan indigesti
atau kandung empedu. Depriveasi oksigen ke myocardium melemahkan
tekanan kontraksi jantung, sehimgga sirkulasi melambat. Pasien menjadi
kepayahan. Kemudian pasien tachycardiak dan meningkatkan tekanan darah.
Mungkin juga menstimulasi vegal, yang menyebabkan penurunan kecepatan
jantung, sehingga tekanan darah drop. Banyak pasien yang menunjukkan
gejala-gejala seperti peningkatan angina, fatique, atau indigesti. Pasien
biasanya sadar dengan kondisi ini meningkatkan intensitas nyeri dan dispnea.
Dari pemeriksaan fisien menunjukkan pasien pucat, diporesis, dan merasakan
nyeri. Adanya stimulasi, menyebabkan mual dan muntah dari auskultasi
mungkin ditemukan bunyi jantung tiga dan empat mur-mur maupun gerakan
pericardial.
Dari rekaman ECG menunjukkan gelombang Q jelas, intervensi
gelombang T dan elevasi segmen ST, dan pasien harus dimonitor secara terus
menerys terhadap disritmia maupun kontrksi ventrikuler prematur yang pada
umumnya tidak segera menyertai infark.
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat memperjelas terjadinya infark,
laju endap dan angka leukosit meninggi sebagai respon kematian jaringan. Suhu
tubuh biasanya meningkat 38,50 C pada bebera hari pertama.dalam 24 jam,
enzim-enzim seperti SGOT, LDH, dan CDK yang dibebaskan sewaktu terjadi
nekrosis jaringan perlu diobservasi, terutama CDK. Pemeriksaan enzim dari
daerah harus dilakukan segera, karena enzim dari otot yang luka akibat infeksi
sering mengakumulasi hasil. Perawat perlu memahami berbagai kadar enzim
selama terjadi miokardial infark. Untuk membantu diagnosa, digunakan iso
enzin (bentuk molekuler dengan enzim nilai fisik dan kimia yang berbeda), yang
dapat membedakan apakah jaringan mengalami nekrosis atau akibat yang lain.
CPK IMB dan LDH mempunyai nilai kusus pada perlukaan jaringan miokardial.
Pola-pola serangan yang khusus, peak, dan durasi juga dapat membantu dalam
menegakan diagnose.
Dari pemeriksaan radiologi mungkin menunjukan pembesaran jantung.
Tehnik” myocardial imaging” dapat digunakan untuk menentukan area nekrosis.
Untuk menentukan fungsi hemodinamik dilakukan echocardiografik.
Data hemodinamik didapatkan dari monitoring kateter dan
pemeriksaan cardiak output berguna dalan menentukan fungsi myocardial.
Volume struke ventrikel kiri dan cardiak output mungkin menurun, sedangkan
akhir diastolik ventrikel kiri dan volume akhir sistolik mungkin naik.
Pengkajian pada klien dengan penyakit jantung koroner merupakan
salah satu aspek penting dalam proses keperawatan. Hal ini penting untuk
merencanakan tindakan selanjutnya. Perawat mengumpulkan data dasar
tentang informasi status terkini dari klien melalui pengkajian sistem
kardiovaskuler sebagai prioritas pengkajian. Pengkajian harus di lakukan
dengan sistematis, mencakup riwayat sebelumnya.
Pengkajian keperawatan pada pasien jantung kronis memerlukan
riwayat kesehatan yang berbeda dari pasien jantung akut. Saat merawat pasien
jantung kronis, perawat pertama kali harus memusatkan pada pengkajian
jantung dan curah jantung. Pasien dengan penyakit arteri koroner biasanya
mengalami gejala di bawah ini :
 Nyeri dada ( angina pektoris atau infark miokardium ).
 Sulit bernapas/keringat dingin.
 Napas pendek , kelelahan, dan penurunan haluaran urin (gagal jantung
kiri dengan penurunan curah jantung).
 Palpitasi dan pusing ( distritmia, aneurisma, stress, atau
ketidakseimbanagan elektrolit).
 Edema dan pertambahan berat badan (gagal jantung kanan).
 Hipotensi postural dengan pusing dan rasa melayang pada saat berdiri
( keilangan volume intravaskuler akibat terapi diuretik).

1. Keluhan utama
Keluhan utama biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas, pingsan.
2. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama di lakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien
secara PQRST yang meliputi :
 Provoking Incident : Nyeri setelah beraktivitas dan tidak
berkurang dengan istrirahat.
 Quality of pain : Seperti apa nyeri yang di rasakan atau di
gambarkan klien. Sifat nyeri dapat seperti tertekan, di peras,
atau di remas.
 Region : Lokasi nyeri di sebelah substernal atau nyeri di atas
pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas hingga area dada.
Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu
dan tangan.
 Severity of pain : Klien di tanya dengan menggunakan rentang
0-4 atau 0-10 dan klien akan menilai seberapa berat nyeri yang
di rasakan. Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri
berkisar antara 3-4 ( skala 0-4 ) atau 7-9 ( skala 0-10 ).
 Time : Sifat mula timbulnya. Biasanya gejala nyeri timbul
mendadak , lama timbulnya ( durasi ) nyeri dada umumnya di
keluhkan lebih dari 15 menit.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu akan sangat mendukung
kelengkapan data kondisi saat ini. Data ini di peroleh dengan mengkaji
apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi,
diabetes melitus, atau hiperlipidemia. Cara mengkaji sebaiknya
sekuens dan terinci.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh
klien pada masa yang lalu yang masih relevan dengan obat-obatan
antiangina seperti nitrat dan penghambat beta serta obat-obatan
antihipertensi.
Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi
obat, dan reaksi yang timbul, sering kali klien menafsirkan suatu alergi
sebagai efek samping obat.
4. Riwayat keluarga
Perawat senantiasa harus menanyakan tentang penyakit yang
pernah dialami oleh keluarga,anggota keluarga yang meninggal, dan
penyebab kenatian. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang
timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko utama terjadinya
penyakit jantung iskemik pada keturunanya.
5. Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungan.
Demikian pula dengan kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan
dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat-obat tertentu.
Kebiasaan merokok di kaji dengan menanyakan kebiasaan merokok
sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis rokok. Di
samping pertanyaan-pertanyaan di atas, data biografi juga merupakan
data yang perlu di ketahui seperti nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, suku, dan agama yang di anut klien.
6. Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego terjadi bila klien menyangkal, takut
mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan
yang tak perlu, kuatir tentang keluarga, pekerjaan, dan keuanagan.
Gejala perubahan integritas ego yang dapat di kaji adalah klien
menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, perilaku
menyerang, dan fokus pada diri sendiri.
Perubahan interaksi sosial yang di alami klien terjadi karena stres yang
di alami klien dari berbagai aspek seperti keluarga, pekerjaan,
kesulitan biaya ekonomi, atau kesulitan koping dengan stresor yang
ada.
7. Pengkajian pola kesehatan fungsional
Pengkajian pola kesehatan fungsional meliputi :
a. Aktivitas dan istrirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin
di dapatkan tachycardia dan dispnea pada saat beristrirahat atau
pada saat beraktivitas ).
b. Sirkulasi
Mempunyai riwayat IMA, penyakit jantung koroner,
CHF, tekanan darah tinggi, diabates melitus, tekanan darah
mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau
terlambatnya capillari refill time, disritmia.
Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau S4
mungkin mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ventrikel
kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi
katub atau musculus papilaris yang tidak berfungsi.
Heart rate mungkin meningkat atau mengalami
penurunan ( tachy atau bradi cardia ). Irama jantung mungkin
ireguler atau juga normal.
Edema : juguler vena distension, odema anasarka,
crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung. Warna
kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
c. Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
d. Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit,
berkeringt banyak, muntah dan perubahan berat badan.
e. Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada
saat melakukan aktivitas.
f. Neoru sensori
Nyeri kepala yang hebat, changes mentation.
g. Kenyamanan
Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang
dengan beristrirahat atau dengan nitrogliserin.
Lokasi nyeri dada bagian depan substrenal yang
mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang, dan wajah.
Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri
yang sangat pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut
mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan
postur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan
irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna kulit
serta tingkat kesadaran.
h. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif,
riwayat perokok dengan penyakit pernapasan kronis. Pada
pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi,
pucat/cianosis, suara napas cracles atau wheezes atau juga
vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/pink tinged.

i. Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor,
emosi yng tidak terkontrol.
j. Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit
jantung, diabetes melitus, stroke, hipertensi, dan perokok.
k. Studi diagnostik
ECG menunjukkan : adanya S-T elevasi yang
merupakan tanda dari iskemi, gelombang T inversi atau hilang
yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang
mencerminkan adanya necrosis.
Enzym dan isoenzym pada jantung : CPK-MB
meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam.
Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada
36 jam.
Elektrolit ketidakseimbangan yang memungkinkan
terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas
jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
Whole blood cell : leukositosis mungkin timbul pada
keesokan hari setelah serangan.
Analisa gas darah : menunjukkan terjadinya hipoksia
atau proses penyakit paru yang kronis atau akut.
Kolesterol atau trigleserid : mungkin mengalami
peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
Chest X ray : mungkin normal atau adanya
cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikuler.
Echocardiogram : mungkin harus di lakukan guna
menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang
pada jantung.
Exercise stress test : menunjukkan kemampuan jantung
beradaptasi terhadap suatu stres/aktivitas.
(Yasmin.A,1993)

I. Fokus Intervensi
Rencana perawatan harus dilaksanakan segera karena sekitar 60%
kematian akibat myocardial terjadi pada 2 jam pertama setelah serangan nyeri
dada. Rencana/tindakan terhadap keadaan darurat perlu di buat secara jelas
baik di masyarakat maupun di rumah sakit.
Selama masa penyembuhan, pasien di rawat di ICU maupun ICCU,
dan rencana perawatan di buat bersama si pasien untuk mengupayakan
penyembuhan dan mencegah kerusakan myokcardial lebih lanjut.
Rencana rehabilitasi direncanakan sejak myocardial infark diketahui
dan bila pasien telah sembuh, maka perlu ditingkatkan kemampuan pasien
dalam merawat diri.
(Yasmin.A,1993)
III. Pembahasan Kasus
A. Kasus

Tn.A berumur 55 th dengan TB 165 cm, BB 70 kg, klien mengeluh


sesak dan nyeri dada sebelah kiri serta klien mempunyai kebiasaan merokok
hingga 3 bungkus/hari. Setelah dilakukan pemeriksaan arteriografi terlihat
adanya plak pada arteri koroner dengan peyempitan lumen arteri koronaria.
TD 130/80 mmHg, N : 90x/mnt, Rr :26x/mnt, ekstermitas tersa hangat,
capillary refill 3detik, bunyi jamtung I dan II terdengar normal disertai dengan
bunyi jantung III, pada pemeriksaan EKG tanpak adanya gelombang T inversi
dan segmen ST mengalami depresi, hasil pemeriksaan lab:kolesterol 315mg,
trigliserit 203mg, klien terpasang O2 3L/mnt dan infus asering 12tetes/mnt,
klien direncanakanakan dilakukan prosedur katerisasi jantung dengan
kemungkinan selanjutnya dilakukan PTCA (percutaneus Transliminal
Coronary Angioplasty).
 terapi:
- kaptopril 2x12,5mg.
- cedocard 1x5mg.
- aspilet 1x1.
- fasorbid 2x10mg.
- furosemide tablet 2x1.

B. Terminologi :

1. Pemeriksaan arteriografi
2. Gelombang T Inversi
3. Segmen ST
4. Pemeriksaan EKG
5. Trigliserit
6. Infus asering
7. Prosedur katerisasi jantung
8. PTCA
9. Plak
10. Lumen
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengelompokkan Data

Data Obyektif (DO) Data Subyektif (DS)


1. TB : 165 cm 1. Umur 55 th

2. BB : 70 kg 2. Klien mengeluh sesak dan


nyeri dada sebelah kiri.

3. Pada pemeriksaan arteriografi 3. Klien mempunyai kebiasaan


terlihat adanya plak pada arteri merokok hingga 3 bungkus/hr.
koroner denga penyempitan lumen
arteri koronaria.

4. TD : 130/80mmHg.

5. N : 90x/mnt

6. Rr : 26x/mnt.

7. Ekstremitas tersa hangat.

8. Capillary Refill 3dtk.

9. Bunyi jantung I dan II terdengar


normal disertai dengan munculnya
bunyi jantung III.

10. Pada pemeriksaan EKG tampak


adanya gelombang T inversi dan
segmen ST mengalami depresi.

11. Hasil pemeriksaan Lab : kolesterol


315mg, trigliserit 203mg.

12. Klien terpasang O2 3L/mnt dan


infuse asering 12 tetes/mnt.

13. Terapi yang diberikan :

 kaptopril 2x12,5mg
 cedocard 1x5mg
 aspilet 1x1
 fasorbid 2x10mg
 furosemide tablet 2x1
2. Analisa Data

Data Problem Etiologi


DS: Penurunan Gangguan aliran darah sekunder
-Klien mengeluh perfsusi jaringan akibat gangguan vaskuler
sesak napas dan arterioskulerosis
nyeri dada sebelah kiri
dan biasa merokok.
DO:
-Ekstremitas terasa
hangat.
-Capilary reffil 3
detik.
-Pada pemeriksaan
Arteriografi terlihat
adanya plak pada
arteri coroner dengan
penyempitan lumen
arteri koronaria.
DS: Pola napas tidak Penurunan ekspansi paru
-Klien mengeluh efektif
sesak napas
DO:
-R/r 26 x/menit
-Klien terpasang 02
3lt/menit
DS: Nyeri Trauma jaringan dan refleks
-Klien mengatakan spasme otot sekunder akibat
sesak napas dan nyeri gangguan viseral jantung
dada sebelah kiri
DO:
-Pada pemeriksaan
EKG tampak adanya
gelombang T inversi
dan semen ST
mengalami depresi.

3. Diagnose Keparawatan dan Prioritasnya


a. Penurunan perfusi jaringan berhubungan
dengan gangguan aliran darah sekunder
akibat gangguan vaskuler arteriosklerosis.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan penurunan ekspansi paru.
c. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
dan refleks spasme otot sekunder akibat
gangguan viseral jantung.
4. Intervensi Keperawatan
1. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat gangguan vaskuler arteriosklerosis.
 Tujuan : Perifer ada/kuat (perfusi jaringan
kembali normal).
 Kriteria Hasil : Memepertahankan perfusi jaringan adekuat
secara individual.

 Intervensi :
a. Evaluasi status mental. Perhatikan terjadinya hemiparalisis,
atasia, kejang, muntah, peningkatan tekanan darah.
 Rasional : Indikator yang menunjukkan embolisasi
sistemik pada otot.
b. Sedikit nyeri dada, dispnea tiba-tiba yang yang disertai
dengan takipnea, nyeri pleuritik, sianosis pucat.
 Rasional : Emboliarteri, mempengaruhi jantung dan
organ vital lain, dapat terjadi sebagai akibat dari
penyakit katup dan/disretmia kronis.
c. Observasi ekstremitas terhadap pembengkakan, eritema.
 Rasional : Ketidakaktifan/tirah baring lama
mencetuskan statis vena, meningkatkan resiko
pembentukan trombosis vena.
d. Tingkatkan tirah baring dengan tepat
 Rasional : Dapat membantu mencegah pembentukan
atau migrasi emboli pada pasien dengan endokarditis.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi


paru.
 Tujuan : Memperlihatkan frekuensi pernapasan
yang efektif.
 Kriteria Hasil : Mempertahankan pola napas normal/efektif
bebas sianosis dan tanda/gejala lain dari hipoksia dengan
bebas napas sama secara bilateral, area paru bersih,
menunjukkan reekspansi lengkap dengan tak ada
pneumothoraks/hemothorak.
 Intervensi :
a. Evaluasi frekuensi pernapasan dan kedalaman, catat upaya
pernapasan.
 Rasional : Respon klien bervariasi, kecepatan dan upaya
mungkin meningkat karena nyeri, takut, demam, dan
lain-lain.
b. Auskultasi bunyi napas.
 Rasional : Bunyi napas sering menurun pada dasar paru
selama periode waktu setelah pembedahan sehubungan
dengan terjadinya atelektasis.
c. Observasi penyimpangan dada.
 Rasional : Udara atau cairan pada areal pleural
mencegah ekspansi lengkap dan memerlukan
pengkajian lanjut status ventilasi.
d. Lihat kulit dan membran mukosa untuk adanya sianosis.
 Rasional : Sianosis menunjukkan kondisi hipoksia
sehubungan dengan gagal jantung atau komplikasi paru.
e. Tinggikan kepala tempat tidur.
 Rasional : Merangsang fungsi pernapasan/ekspansi
paru.

3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme


otot sekunder akibat gangguan viseral jantung.
 Tujuan : Individu menyatakan peredaan setelah
suatu tindakan peredaan yang memuaskan yang dibuktikan
oleh nyeri dapat teratasi/terkontrol.
 Kriteria Hasil : Mengajarkan penggunaan ketrampilan
relaksasi dan aktivitas pengalihan sesuai indikasi untuk situasi
individual.
 Intervensi :
a. Selidiki keluhan nyeri dada.
 Rasional : nyeri perikarditis secara khas terletak
substernal dan dapat menyebar ke leher dan punggung.
b. Berikan lingkungan yang tenang dan tindakan
kenyamanan, misal : perubahan posisi, penggunaan
kompres panas/dingin, dukung emosional.
 Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan titik dan
emosional pasien.
c. Berikan aktivitas hiburan yang tepat.
 Rasional : Mengarahkan kembali perhatian,
memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu.
IV. Penutup
A. Kesimpulan

Penyakit jantung koroner (PJK) terjadi akibat ketidakseimbangan


antara kebutuhan oksigen pada otot jantung dengan penyediaan yang diberikan
oleh pembuluh darah koroner. Akibatnya otot jantung menjadi kekrangan O2
sehingga dapat menimbulkan gangguan yang cukup serius pada jantung.
Gangguna PJK terletak pada pembuluh darah koroner. Kelainanya
berupa proses perkapuran (aterosklerosis) dalam berbagai tingkat mulai dari
penyempitan ringan sampai suatu saat terjadilah penyumbatan total dari
dinding pembuluh darah, penderita biasanya mengeluh nyeri dada sebelah kiri
seperti rasa tertekan.. Kadangkala menjalar nyeri lengan kiri ataupun kedagu.

B. Saran
Saran yang dapat kita berikan yaitu bagi penderita penyakit jantung
koroner (PJK) agar melakukan pemeriksaan rutin untuk mengetahui sejauh
mana kondisi dan seberapa parah penyakit yang diderita.
Daftar Pustaka

Leatham, Aubrey. 2003. Kardiologi. Erlangga.


www.medicastore.com
www.info-sehat.com
Muttaqin, Arif.2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba medika.
Yasmin A.1993.Proses Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Jakarta : EGC.
Rilantono, Lili Ismudiati.2001.Buku Ajar Kardiologi.Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Smeltzer, Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai