oleh:
Suswita Ismail, S.Kep
NIM 182311101144
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang MelatiRSD dr. Soebandi Jember
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang MelatiRSD dr. Soebandi Jember
………………………………………… ………………………………………...
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Anatomi Fisiologi
a) Tengkorak
Tengkorak adalah tulang yang menutupi dan melindungi
otak.Tengkorak adalah struktur merupakan rangka kepala.Tengkorak terdiri atas
tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium memiliki 3 lapisan (lapisan
luar, etmoid dan lapisan dalam).Lapisan luar adalah lapisan kuat sedangkan
etmoid aalah lapisan yang seperti busa.Lapisan dalam membentuk tiga
rongga/fossa.Fossa anterior di dalamnya terdapat lobus frontalis, fossa tengah
berisi lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fossa posterior berisi otak tengah
dan sereblum (Evelyn CP, 2009). Lapisan yang menyusun tulang kranium antara
lain:
1. Meningen
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningen yang melindungi
struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi sejenis cairan,
yaitucairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan. Selaput
meningen terdiri atas 3 lapisan (Pearce, 2008) yaitu:
a) Duramater
Duramater terdiri atas dua lapisan (endosteal dan meningeal).Duramater
merupakan selaput keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat pada
permukaan dalam kranium.Duramater tidak melekat pada selaput arachnoid, maka
terdapat suatu ruang potensial yaitu ruang subdural yang terletak antara duramater
dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.Cedera otak adalah
kondisi dimana pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging
Veinsmengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus.Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat.Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala
neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari
kranium ruang epidural.Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan
laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural.Yang paling
sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
media fosa temporalis.
b) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang.Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan duramater
sebelah luar yang meliputi otak.Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang
potensial, disebut spatium subdural dan dari piamater oleh spatium subarakhnoid
yang terisi oleh liquor serebrospinalis.Perdarahan subarakhnoid umumnya
disebabkan akibat cedera kepala.
c) Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.Pia mater adalah
membran vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam.Membran ini membungkus saraf otak dan
menyatu dengan epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak
juga diliputi oleh pia mater.
b. Otak
Otak adalah organ yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual. Otak
melaksanakan semua fungsi yang disadari dan bertanggung jawab terhadap
pengalaman-pengalaman berbagai macam sensasi atau rangsangan terhadap
kemampua manusia untuk melakukan gerakan-gerakan yang disadari dan
kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam proses mental seperti ingatan
atau memori, perasaan emosional, intelegensia, berkomunikasi, sifat atau
kepribadian. Secara anatomis otrak terdiri dari cerebrum (otak besar), cerebellum
(otak kecil), brainstem (batang otak) dan limbic system (sistem limbik). Otak
merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan komponen bagian-bagiannya
adalah:
1. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks (permukaan otak), ganglia
basalis, dan sistem limbic.Kedua hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh
serabut padat yang disebut dengan corpus calosum.Otak besar memiliki fungsi
untuk mengatur semua aktivitas mental yang berkaitan dengan kepandaian
(intelegensia), ingatan (memori), kesadaran dan pertimbangan.
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus yaitu:
1) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual, seperti
kemampuan berpiki abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat
penghidu, dan emosi.Lobus frontalis mengandung pusat pengontrolan gerakan
volunteer di gyrus presentralis (area motoric primer) dan terdapat area asosiasi
motorik (area premotor).Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur
ekspresi bicara, lobis ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara,
motivasi dan inisiatif.
3) Lobus Parietalis
Lobus parietalis merupakan pusat kesadaran sensorik di gyrus postsentralis
(area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008).
D. Etiologi
Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial dapat
lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah, yang
menyebabkan terbentuknya emboli, yang akan menyumbat arteri yang lebih kecil,
distal dari pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga dapat
akibat kerusakan atau ulserasi endotel, sehingga plak menjadi tidak stabil dan
mudah lepas membentuk emboli.Emboli dapat menyebabkan penyumbatan pada
satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut akan mengandung endapan
kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh
dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran,
komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan
kecepatan aliran darah. Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama
pembuluh darah di otak) akan meyebabkan matinya jaringan otak, dimana
kelainan ini tergantung pada adanya pembuluh darah yang adekuat(Japardi, 2002).
Otak yang hanya merupakan 2% dari berat badan total, menerima
perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20% oksigen yang
diperlukan tubuh manusia, sebagai energi yang diperlukan untukmenjalankan
kegiatanneuronal. Energi yang diperlukan berasal dari metabolisme glukosa, yang
disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian
selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk metabolisme tersebut, lebih dari
30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2 menit aktifitas jaringan otak
berhenti, dalam 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan lebih dari 9
menit, manusia akan meninggal(Japardi, 2002).
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang
diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K
ATP ase, sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang
CES sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan
permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi.Saat
awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi
perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini
terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan,
yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 0,10 ml/100 gr.menit(Japardi,
2002).
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan
fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan
edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan
berakibat terhadap mikrosirkulasi.Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi
vaskuler dan ekmudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan
daerah iskemik. Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada
keadaan ini sudah makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untukmengurangi
perluasan daerah iskemi dengan mengatur masuknya ion Ca. Komplikasi lebih
lanjut dari iskemia serebral adalah edema serbral. Kejadian ini terjadi akibat
peningkatan jumlah cairan dalam jaringan otak sebagai akibat pengaruh dari
kerusakan lokal atau sistemis.Segera setelah terjadiiskemia timbul edema serbral
sitotoksik.Akibat dari osmosis sel cairan berpindah dari ruang ekstraseluler
bersama dengan kandungan makromolekulnya.Mekanisme ini diikuti dengan
pompa Na/K dalam membran sel dimana transpor Na dan air kembali keluar ke
dalam ruang ekstra seluler.Pada keadaan iskemia, mekanisme ini terganggu
danneuron menjadi bengkak.Edema sitotoksik adalah suatu intraseluler edema.
Apabila iskemia menetap untuk waktu yang lama, edema vasogenic dapat
memperbesar edema sitotoksik(Japardi, 2002).
Hal ini terjadi akibat kerusakan dari sawar darah otak, dimana cairan plasma
akan mengalir ke jaringan otak dan ke dalam ruang ekstraseluler sepanjang
serabut saraf dalam substansia alba sehingga terjadi pengumpalancairan. Sehingga
vasogenik edema serbral merupakan suatu edema ekstraseluler. Pada stadium
lanjut vasigenic edema serebral tampak sebagai gambaran fingerlike pada
substansia alba. Pada stadium awal edema sitotoksik serbral ditemukan
pembengkakan pada daerah disekitar arteri yang terkena. Hal ini menarik bahwa
gangguan sawar darah otak berhungan dengan meningkatnya resiko perdarahan
sekunder setelah rekanalisasi (disebut juga trauma reperfusy)(Japardi, 2002).
Edema serbral yang luas setelah terjadinya iskemia dapat berupa space
occupying lesion. Peningkatan tekanan tinggi intrakranial yang menyebabkan
hilngnya kemampuan untuk menjaga keseimbangan cairan didalam otak akan
menyebabkan penekanan sistem ventrikel, sehingga cairan serebrospinalis akan
berkurang. Bila hal ini berlanjut,maka akan terjadi herniasi kesegala arah, dan
menyebabkan hidrosephalus obstruktif. Akhirnya dapat menyebabkan iskemia
global dan kematian otak(Japardi, 2002).
E. Klasifikasi
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi dua (Wijaya, 2013):
1. stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis)
2. stroke pada pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior).
F. Patofisiologi
Stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi
yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme
glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk
persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30
detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak
berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila
lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal(Wijaya, 2013).
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang
diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+
K + ATP-ase, sehingga membran potensial akan menurun.K + berpindah ke ruang
ekstraselular, sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini
menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negativesehingga terjadi membran
depolarisasi.Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila
menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan
otak.Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas
kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100
gram / menit.Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan
gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis
menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan
glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi.Oleh karena itu terjadi peningkatan
resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi
perluasan daerah iskemik(Wijaya, 2013).
G. Manifestasi Klinis
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan
menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di sekitarnya
disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan
terjadinya beberapa keadaan berikut ini:
1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara
klinis gejala yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang timbul
dapat berupa hemiparesis yang menghilang sebelum 24 jam atau amnesia
umum sepintas.
2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional
lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan
fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu.
Mungkin pada pemeriksaan klinik ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara
klinis disebut RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit).
3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga
mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya. Dalam keadaan
ini timbul defisit neurologi yang berlanjut.
Stroke iskemik merupakan penyakit yang progresif dengan berbagai macam
tampilan klinis, dari yang ringan hingga berat. Gambaran klinis stroke iskemik
dapat berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua sisi). Hiperrefleksia
anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria, dysfagia, peningkatan
reflex muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, dan penurunan
kesadaran(Price & Wilson, 2005).
H. Pathway
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukanuntuk penegakan diagnosis stroke
infark antara lain:
a. Laboratorium:
1) Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVD ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic
(AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008)
2) Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVD infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap
darah (LED) pada pasien CVD bertujuan mengukur kecepatan sel darah
merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan
adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka
lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L),
kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Price, 2005).
b. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif (Price dkk,2005)
c. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan
aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Price dkk,
2005)
d. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula
arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Price
dkk, 2005)
e. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikas
seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa
serta luas cedera (Price dkk, 2005)
f. Ekokardiogram Transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus
potensial (Price dkk, 2005)
g. CT scan: pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin,
2008)
Penilaian GCS:
Membuka Mata (Eye)
Nilai
4 Spontan
3 Rangsang suara (pasien disuruh membuka mata)
2 Rangsang nyeri
1 Tidak membuka mata
Respon Bicara (Verbal)
5 Baik dan tidak terdapat disorientasi
4 Kacau (terdapat disorientasi tempat dan waktu)
Tidak tepat (mengucapkan kata-kata tetapi tidak
3
dalam bentuk kalimat dan kata-kata tidak tepat)
2 Mengerang (tanpa mengucapkan kata-kata)
1 Tidak terdapat jawaban
Respon Gerakan (Motorik)
6 Menuruti perintah
5 Mengetahui lokasi nyeri
4 Refleks menghindari nyeri
3 Refleks fleksi
2 Refleks ekstensi
1 Tidak terdapat reflex
6 Konstan -12
Total
Siriraj Stroke Score = (2,5 x Derajat Kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x
sakit kepala) + (0,1 x tekanan darah diastol) – (3
x ateroma) – 12
Skor < 1 maka: stroke non hemoragik
Skor ≥ 1 maka: stroke hemoragik.
10. Pemeriksaan dengan Algoritme Gajah Mada
Keterangan:
Jika pasien stroke akut dengan atau tanpa penurunan kesadaran,
nyeri kepala dan reflex babinski positi/ 2 dari ketinganya maka:
Stroke hemoragik.
Jika ditemukan penurunan kesadaran atau nyeri kepala ini juga
merupakan stroke non hemoragik. Sedangkan bila hanya
didapatkan reflek babinski positif atau tidak didapatkan penurunan
kesadaran, nyeri kepala dan reflek babinski maka: Stroke non
hemoragik.
4) Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine akibat kerusakan
neuromuscular
5) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan seksual
6) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7) Sistem Gastrointestinal (Bowel): adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami
inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
8) Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan kontrol volenter
gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese
ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. Identitas Klien
II. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik:
Stroke infark trombotik
2. Keluhan Utama:
Pasien mengeluh terjadi kelemahan pada otot.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien umumnya merasakan serangan stroke yang tidak tiba-tiba, dan
terjadi pada siang hari.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a. Penyakit yang pernah dialami:
pasien pernah mengalami Hipertensi/Arterisklerosis/DM
b.Kebiasaan/pola hidup/life style:
pasien memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol, diet tinggi kolestrol.
5. Riwayat penyakit keluarga:
Keluarga bisa saja mempunyai masalah yang sama dengan klien seperti
DM atau Hipertensi.
III. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Pasien stroke umumnya akan memilih perawatan di RS. Pemeliharaan
kesehatan kemungkinan kurang baik karena ketidakmampuan menjaga
pola hidup sehat.
2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Antropometry
Pasien kemungkinan memiliki masalah obesitas.
Biomedical sign :
Pasien terlihat lemas, pucat, lemah, dan kesakitan
Clinical Sign :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVD ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam
Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen.
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVD
infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl,
Laju endap darah (LED) pada pasien CVD bertujuan mengukur
kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang
tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan
apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar
(Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,)
Diet Pattern (intake makanan dan cairan):
Umumnya klien akan mengalami penurunan nafsu makan. Pasien merasa
nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
3. Pola eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK, misalnya inkoontinentia urine, anuria,
distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang
4. Pola aktivitas & latihan
Klien akan mengalami hambatan dalam melakukan mobilitas
5. Pola tidur & istirahat (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Klien akan mengalami gangguan dalam pola istirahat
6. Pola kognitif & perceptual
Fungsi Kognitif dan Memori :
ada masalah dengan memori
Fungsi dan keadaan indera :
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,
dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada
bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi
yang sama di muka.
7. Pola persepsi diri
Pasien umumnya memiliki masalah dengan pola persepsi diri
8. Pola seksualitas & reproduksi
Pola seksualitas dan reproduksi umumnya terpengaruh
9. Pola peran & hubungan
Ada masalah dengan pola peran dan hubungan
10. Pola manajemen koping-stress
Pasien merasa stres karena sakit terus menerus
Tanda vital:
- Tekanan Darah : >220/180 mm/Hg
- Nadi : > 100 X/mnt
- RR : > 24 X/mnt
- Suhu : bisa normal atau bermasalah
Kusuma, Hardhi., & Nurarif, Amin Huda. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan NANDA (North American Nursing Diagnosis Association)
NIC-NOC. Yogyakarta: Media Hardy.
NANDA International. 2018. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC
Evelyn CP. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia