Anda di halaman 1dari 10

Sindrom Aspirasi Mekonium (SAM)

1. Pengertian

SAM adalah sindrom atau kumpulan berbagai gejala klinis dan radiologis
akibat janin menghirup meconium/cairan amnion. Sindrom aspirasi mekonium
dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah proses persalinan. Mekonium yang
terhirup dapat menutup sebagian atau seluruh jalan napas janin sehingga
menyebabkan kegagalan pernafasan pada bayi baru lahir aterm maupun post-term.
Udara dapat melewati mekonium yang terperangkap dalam jalan napas janin saat
inspirasi. Mekonium dapat juga terperangkap dalam jalan napas neonatus saat
ekspirasi sehingga mengiritasi jalan napas dan menyebabkan kesulitan bernapas
bahkan menyebabkan asfiksia (Kosim, 2009). Menurut World Health Organization
(WHO), asfiksia merupakan kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Menurut American Congress of Obstetricians and Gynecologist
(ACOG) dan American Academy of Pediatrics (AAP), neonatus disebut
mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi seperti nilai APGAR menit kelima 0-3,
adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (Ph < 7), gangguan neurologis
(kejang, hipotonia atau koma), gangguan system multirogan (gangguan
kardiovaskular, gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem renal)
(Tryvanie, Hanna 2017).

2. Etiologi
Aspirasi meconium terjadi jika janin mengalami stress selama proses
persalinan berlangsung. Kebanyakan bayi yang mengalami aspirasi meconium
merupakan bayi post-matur (lebih dari 40 minggu). Selama persalinan
berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan oksigen. Hal ini dapat
menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan pengenduran otot anus, sehingga

1
meconium dikeluarkan ke dalam cairan ketuban yang mengelilingi bayi di dalam
rahim. Cairan ketuban dan meconium bercampur membentuk cairan berwarna
hijau dengan kekentalan yang bervariasi. Jika selama masih berada didalam rahim
janin bernafas atau jika bayi menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran
air ketuban dan meconium bisa terhirup ke dalam paru-paru. Meconium yang
terhirup bisa menyababkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran
pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara
di paru-paru, selain itu, meconium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada
saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.

Kandungan mekonium antara lain adalah sekresi gastrointestinal, hepar, dan


pankreas janin, debris seluler, cairan amnion, serta lanugo. Cairan amnion
mekonial terdapat sekitar 10- 15% dari semua jumlah kelahiran cukup bulan
(aterm), tetapi SAM terjadi pada 4-10% dari bayi-bayi ini, dan sepertiga
diantaranya membutuhkan bantuan ventilator (Tryvanie, Hanna 2017).

3. Faktor risiko
Beberapa faktor risiko pada kasus sindrom aspirasi meconium pada janin
dijelaskan pada table berikut :

2
Pasien dilahirkan secara sectio caesarea atas indikasi eklamsi + kala II
lama janin tunggal hidup presentasi kepala disertai dengan terdapatnya
mekonium berwarna hijau kental pada ketuban. Hal ini sesuai dengan faktor
resiko terjadi asfiksia pada pasien ini yaitu terdapat mekonium pada ketuban
dan kala II lama (Tryvina, Hanna 2017).

4. Manifestasi Klinis
 Cairan ketuban berwarna hijau tua dapat jernih maupun kental
 Mekonium pada cairan ketuban
 Noda kehijauan pada kulit bayi
 Badan bayi tampak siaonis (kebiruan)
 Pernafasan cepat (takipnea)
 Sesak nafas (apnea)

3
 Frekuensi denyut janting janin rendah sebelum melahirkam
 Skor APGAR rendah
 Auskultasi : suara nafas abnormal, kadang-kadang terdengar ronki
pada kedua paru

5. Patofisiologi

SAM seringkali dihubungkan dengan suatu keadaan yang kita sebut fetal
distress. Pada keadaan ini, janin yang mengalami distres akan menderita hipoksia
(kurangnya oksigen di dalam jaringan). Hipoksia jaringan menyebabkan terjadinya
peningkatan aktivitas usus disertai dengan melemasnya spinkter anal. Maka lepaslah
mekonium ke dalam cairan amnion.
Asfiksia dan berbagai bentuk stres intrauterin dapat meningkatkan peristaltik
usus janin disertai relaksasi sfinkter ani eksterna sehingga terjadi pengeluaran
mekoneum ke cairan amnion. Saat bayi dengan asfiksia menarik napas (gasping) baik
in utero atau selama persalinan, terjadi aspirasi cairan amnion yang bercampur
mekoneum ke dalam saluran napas. Mekoneum yang tebal menyebabkan obstruksi
jalan napas, sehingga terjadi gawat napas.
Sindrom ini biasanya terjadi pada infant full-term. Mekonium ditemukan pada
cairan amnion dari 10% dari keseluruhan neonatus, mengindikasikan beberapa
tingkatan aspiksia dalam kandungan. Aspiksia mengakibatkan peningkatan peristaltik
intestinal karena kurangnya oksigenasi aliran darah membuat relaksasi otot spincter
anal sehingga mekonium keluar. Mekonium tersebut terhisap saat janin dalam
kandungan.
Aspirasi mekonium menyebabkan obstruksi jalan nafas komplit atau partial dan
vasospasme pulmonary. Partikel garam dalam mekonium bekerja seperti detergen,
mengakibatkan luka bakar kimia pada jaringan paru. Jika kondisi berkelanjutan akan
terjadi pneumothoraks, hipertensi pulmonal persisten dan pneumonia karena bakteri.
Dengan intervensi yang adekuat, gangguan ini akan membaik dalam beberapa
hari, tetapi angka kematian mencapai 28% dari seluruh kejadian. Prognosis

4
tergantung dari jumlah mekonium yang teraspirasi, derajat infiltrasi paru dan tindakan
suctioning yang cukup. Suctioning termasuk aspirasi dari nasofaring selama kelahiran
dan juga suctioning langsung pada trachea melalui selang endotracheal setelah
kelahiran jika mekonium ditemukan.

Gambar 1.1 Pathway Sindrom Aspirasi Mekonium

5
6. Pemeriksan Penunjang
 Rontgen dada untuk menemukan adaya atelectasis, peningkatan diameter
anteroposterior, hyperinflation, flatened diaphragm akibat obstruksi dan
terdapatnya pneumothorax
 Analisa gas darah (BGA) untuk mengidentifikasi acidosis metabolic atau
respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan PCO2.

7. Penatalaksanaan
1. Setelah bayi lahir, lakukan pengisapan lendir dari mulut dan hidung bayi.
Jika mekoniumnya kental dan terjadi gawat janin, dimasukan sebuah
selang kedalam trakea bayi dan dilakukan pengisapan lender.
2. Lakukan fisioterapi dada
3. Berikan kehangatan dan kenyamanan, rawat di inkubator untuk
mempertahankan suhu tubuh (aksila 36-37°C)
4. Berikan oksigenuntuk mempertahankan saturasi oksigen 95-98% dengan
metodeCPAP. Tatalaksana pernapasan dilakukan berupa penggunaan
CPAPyang merupakan suatu alat yang sederhana dan efektif untuk
mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama
pernapasan spontan.Penatalaksanaan pada pasien dengan penggunaan
CPAP karena pada neonatus tersebut mengalami retraksi napas, merintih,
dan sempat mengalami apneu.
5. Puasa per oral dan berikan cairan parenteral dengan dekstrosa 10% mulai
60 ml/kg/hari, serta berikan antibiotika dan septic work up sampai terbukti
bukan sepsis.

8. Pengobatan
1. Antibiotik, untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi
mekanik.
2. Pemberian terapi surfaktan

6
3. Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang terdapat
didalam ventilator yang ebrtujuan untuk melebarkan pembuluh darah
sehingga lebih banyak darah dan oksigen yang sampai ke paru-paru bayi.

9. Komplikasi
 Dysplasia bronkopulmoner
 Pneumotoraks
 Aspirasi pneumonia
Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkinan yang besar
menderita wheezing dan infeksi paru dalam satu tahun pertama. Tapi
sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa meregenerasi jaringan paru
baru. Dengan demikian, prognosis jangka panjang tetap baik. Bayi yang
menderita SAM sangat berat mungkin akan menderita penyakit paru
kronik, bahkan mungkin juga akan menderita abnormalitas perkembangan
dan juga ketulian.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat antenatal ibu
2. Status infant saat lahir
 Stress intra uterin
 Full-term. Preterm, atau kecil masa kehamilan
 APGAR skor dibawah 5
 Terdapat meconium pada cairan amnion
 Suction, resusitasi atau pemberian terapi oksigen
 Distress pernapasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60x
pernapasan / menit), grunting, retraksi dan nasal flaring.
 Peningkatan suara napas dengan crakles, tergantung dari jumlah
meconium dalam paru.

7
 Sianosis
 Barrel chest dengan peningkatan diameter anterior posterior (AP)
3. Pengkajian Behavioral
 Disminished activity

B. Diagnosa Keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI
1. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Terapi oksigen (1.01026)
pertukaran gas b/d keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitor kecepatan aliran
Ketidakseimbangan Pertukaran Gas (L.01003) oksigen
ventilasi-perfusi dengan kriteria hasil : 2. Monitor posisi alat terapi
1. Dispnea oksigen
2. PCO2 3. Monitor tanda-tanda
3. PO2 hipoventilasi
4. Sianosis 4. Bersihkan secret pada mulut.
5. Pola napas Hidung dan trakea
6. Warna kulit 5. Pertahankan kepatenan jalan
napas
6. Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
7. Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
8. Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
9. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen

2. Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas


efektif b/d hambatan keperawatan selama 1 x 24 (1.01012)
upaya napas jam pola napas (L.01004) 1. Monitor pola napas
dengan kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas
1. Dipsnea tambahan
2. Penggunaan otot bantu 3. Monitor sputum
napas (jumlah,warna,bau)
3. Frekuensi napas 4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
6. Berikan oksigen, jika perlu

8
3. Risiko Setelah dilakukan tindakan Regulasi temperatur (1.14578)
termoregulasi tidak keperawatan selama 1 x 24 1. Monitor suhu bayi sampai
efektif dengan jam Termoregulasi neonatus stabil (36,5 ℃-37,5℃)
faktor risiko (L.14135) dengan kriteria 2. Monitor TD, RR dan nadi
kebutuhan oksigen hasil : 3. Monitor warna dan suhu
meningkat 1. Menggigil kulit
2. Akrosianosis 4. Pasang alat pemantau suhu
3. Dasar kuku sianotik kontinu
4. Suhu tubuh 5. Tingkatkan asupan cairan
5. Suhu kulit dan nutrisi yang adekuat
6. Bedong bayi segera
setelah lahir untuk
mencegah kehilangan
panas
7. Tempatkan bayi baru lahir
dibawah radiant warmer
8. Atur suhu incubator sesuai
kebutuhan
9. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
10. Kolaborasikan pemberian
antipiretik, jika perlu

9
DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa Yoga Anindita, D. H. (2018). Profil Sindrom Aspirasi Mekonium pada Bayi
Baru Lahir di RSUD Dr. Soetrasno Rembang . SMART MEDICAL JOURNAL
Vol. 1 No. 2. eISSN : 2621-0916 .
Kosim, M. S. (2009). Infeksi Neonatal Akibat Air Ketuban Keruh. Sari Pediatri, Vol.
11, No. 3, .
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia .
Tryvanie R Putra, H. M. (2017). Sindroma Aspirasi Mekonium . J Medula Unila,
Volume 7, Nomor 1.

10

Anda mungkin juga menyukai