Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL PENELITIAN :

Apakah Pengobatan Infeksi Helicobacter Pylori Menurunkan Lesi Pra-


Kanker Lambung?
Fariborz Mansour-Ghanaei, Farahnaz Joukar, Kourosh Mojtahedi, Homayoon Sokhanvar, Kourosh
Askari, Ahmad Shafaeizadeh

Abstrak :

Latar Belakang : Pengobatan Helicobacter pylori (H. pylori) menurunkan prevalensi kanker

lambung, dan dapat menghambat perkembangan lesi pra-kanker lambung menjadi kanker

lambung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengobatan terhadap

perkembangan lesi pre-kanker lambung selanjutnya. Bahan dan Metode: Kami secara

prospektif mempelajari 27 pasien yang memiliki displasia tingkat rendah pada saat pendaftaran,

di samping dysplasia, gastritis atrofi dan metaplasia intestinal yang diamati pada semua pasien.

Seluruh terapi quadruple diresepkan untuk mengobati infeksi H. Pylori selama 10 hari. Pasien

menjalani endoskopi dan biopsi saat pendaftaran dan kemudian diikuti selama dua tahun

kemudian. Sampel biopsi mencakup lima biopsi dari lengkungan antrum kecil, lengkungan

antrum besar, angularis, badan lambung dan fundus. Hasil biopsi ini dibandingkan sebelum dan

sesudah pengobatan. Hasil: Secara keseluruhan, tingkat keberhasilan eradikasi setelah dua tahun

adalah 15/27 (55,6%). Setelah terapi antibiotik, jumlah pasien dengan displasia tingkat rendah

menurun secara signifikan (p = 0,03), juga dengan pengurangan lesi atrofik (p = 0,01), namun

tidak metaplasia. Kesimpulan: Pengobatan H.pylori mungkin merupakan terapi yang efektif

dalam mencegah perkembangan lesi pre-kanker lambung lanjutan.

Kata Kunci : H.pylori, pengobatan, lesi pre-kanker lambung

1
Pendahuluan

Hampir 70 persen kanker lambung (714.000 kasus) terjadi di negara-negara berkembang.

Provinsi Utara Iran khususnya Ardabil dan Guilan merupakan daerah yang berisiko tinggi untuk

kejadian kanker lambung. Lesi pra-kanker pada kanker lambung meliputi Gastritis Atrofi (AG),

Metaplasia Intestinal (IM) dan Displasia yang dapat dicegah dengan pengobatan yang efektif.

Kanker lambung terbagi menjadi bentuk intestinal yang terdiferensiasi dan tidak berdiferensiasi.

Kanker intestinal yang tidak berdiferensiasi terkait dengan Helicobacter pylori (H. pylori) dan

sejak infeksi ini berkembang di masa kanak-kanak, maka dibutuhkan waktu yang lama sampai

terjadi kanker. Infeksi H. pylori, AG dan IM merupakan faktor risiko yang tinggi untuk

karsinoma lambung.

Studi telah menunjukkan bahwa H.pylori dapat menyebabkan dua kali peningkatan risiko

adenokarsinoma lambung. Uemura dkk (2001) telah menunjukkan bahwa ada infeksi H.pylori

pada semua orang yang menderita kanker di Jepang. Juga disarankan agar kanker lambung dapat

dicegah dengan eradikasi H.pylori, dan beberapa ahli percaya bahwa pengobatan H.pylori dapat

mencegah kanker lambung dan lesi pra-kanker. Infeksi bakteri ini menyebabkan gastritis kronik

aktif pada semua orang yang terinfeksi. Peradangan permukaan dimulai pada antrum dan akan

berkembang perlahan hingga menyebar di seluruh perut. Pada tahap selanjutnya atrofi mukosa,

metaplasia dan displasia akan terjadi pada 40% -50% orang yang terinfeksi. Setelah pengobatan

infeksi H. pylori, peradangan dan proses atrofi akan berkurang.

Meskipun, meningkatnya risiko adenokarsinoma setelah infeksi H.pylori bergantung pada

faktor yang berbeda termasuk spesies bakteri, faktor genetik inang, periode infeksi dan adanya

faktor risiko lingkungan lainnya (merokok, nutrisi yang tidak tepat). Prevalensi kanker lambung

2
telah menurun drastis dalam dekade terakhir. Bagian dari penurunan ini terjadi pada infeksi

H.pylori, faktor lingkungan serta nutrisi lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

pengaruh pemberantasan H.pylori terhadap perkembangan lesi pre-kanker lambung.

Bahan dan Metode

Penelitian ini merupakan bagian dari studi skala besar untuk kanker lambung yang

dirancang untuk menilai aspek epidemiologi, prevalensi lesi pra-kanker dan kanker lambung dini

di antara orang-orang lebih dari 50 tahun sehingga hasilnya dipublikasikan di Asian Pacific

Journal of Cancer Prevention. Ini merupakan percobaan klinis terbuka nonrandomized yang

dilakukan selama 24 bulan di Gastrointestinal and Liver Diseases Research Center (GLDRC) di

Guilan University of Medical Sciences (GUMS). Penelitian ini disetujui oleh komite etika

GLDRC, dan persetujuan selanjutnya diperoleh. Populasi penelitian terdiri dari 35 pasien yang

didiagnosis displasia stadium rendah dalam evaluasi proyek penelitian histopatologis

Lashtenesha. Semua dari mereka juga memiliki AG, IM dan positive urease test (RUT). Tiga

puluh lima pasien menerima empat kali lipat (quadriple) terapi dengan Proton Pump Inhibitor

(PPI) dan pengobatan antimikroba untuk eradikasi H.pylori, termasuk claritromisin 500 mg,

amoksisilin 1000 mg, bismuth sub sitrat 240 mg, Pantoprazol 40 mg dua kali sehari selama 10

hari dan 27 pasien menyelesaikan penelitian ini. Delapan pasien meninggalkan penelitian ini:

enam orang gagal melanjutkan penelitian, dan dua meninggal karena penyakit kardiovaskular.

Setelah dua tahun, gastroskopi dilakukan untuk dua puluh tujuh pasien oleh gastroenterologist.

Sampel biopsi mencakup lima biopsi dari lengkungan antrum kecil, lengkungan antrum besar,

angularis, badan lambung dan fundus diambil dan dimasukkan dalam formalin 10%. Biopsi

diperiksa oleh ahli patologi secara acak. Spesimen biopsi selanjutnya diambil untuk penilaian

H.pylori oleh RUT yang digunakan untuk diagnosis H.pylori. Data kemudian dimasukkan ke

3
dalam SPSS 13. Uji pasti Fisher bila sesuai, uji chi-kuadrat (keduanya diikuti) digunakan untuk

variabel kategori. Variabel kontinyu dianalisis dengan Student t-test. Signifikansi perbedaan dan

hubungan ditentukan oleh nilai p <0,05.

Hasil

Penelitian ini dilakukan pada 35 pasien lesi pre-kanker lambung di antaranya, 27

mendapat terapi eradikasi H.pylori. Karakteristik awal dari Pasien ini dirangkum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Dasar Dari 27 Pasien


Jenis Kelamin
Laki-laki 15 (55.6%)
Perempuan 12 (44.4%)
Usia (Tahun) 64.8 10.8
Pembagian Usia
50-59 13 (48.2%)
60-69 5 (18.5%)
70 9 (33.3%)

Tingkat keberhasilan eradikasi setelah dua tahun adalah 15/27 (55,5%) secara

keseluruhan. Frekuensi lesi prematur pada dua puluh tujuh pasien setelah perawatan ditunjukkan

pada tabel 2.

Setelah perawatan, jumlah pasien dengan displasia dan lesi atrofik menurun secara

signifikan (masing-masing p = 0,03 dan p = 0,01, keduanya diperiksa oleh uji pasti Fisher),

namun tidak pada lesi metaplasia (p = 0,4) . Jenis kelaimin tidak terkait dengan penyembuhan.

Lesi pre-kanker lambung setelah pengobatan H.pylori tidak ada pada tiga kelompok (p> 0,05

dengan uji pasti Fisher).

4
Tabel 2. Jumlah Pasien Dengan Lesi Pre Kanker dua
Tahun Setelah Pengobatan H.pylori
Lesi Frekuensi (%)
Gastritis Atrofi Tidak 23 (85.2)
Ya 4 (14.8)
Metaplasia Intestinal Tidak 9 (33.3)
Ya 18 (66.7)
Displasia Tidak 21 (77.8)
Ya 6 (22.2)

Analisis dari Lokasi biopsy

Spesimen diperiksa oleh ahli patologi dan diberi skor ringan, sedang dan berat (pada

tingkatan) untuk AG, IM dan displasia dan dibandingkan dengan spesimen sebelum pengobatan

antimikroba. Kami membandingkan tingkat lesi sebelum terapi H.pylori dan dua tahun setelah

perawatan sesuai dengan lokasi lesi. Ada perbedaan yang signifikan secara statistik tingkat lesi

atrofik (p = 0,01 dengan uji t Student) dan displasia (p = 0,045 dengan uji t Student). Perubahan

ini tidak signifikan secara statistik dalam metaplasia (p = 0,13). Hasilnya ditunjukkan pada Tabel

3.

Frekuensi lesi dua tahun setelah pengobatan primer berdasarkan pasien yang masih

menderita H. pylori dan yang sembuh dari H.pylori ditunjukkan pada Tabel 4.

5
Tabel 3. Perbandingan Tingkat Histopatologi Pada Tiga Jenis Lesi Sebelum Terapi
H.pylori Dan Dua Tahun Setelah Pengobatan Sesuai Dengan Lokasi Lesi
Jenis Lesi
Ringan Sedang Berat
(lokasi)*
Tingkat Frekuensi (%)** Frekuensi (%) Frekuensi (%)
Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah
terapi terapi terapi terapi terapi terapi
Gastritis
Atrofi
Lokasi 1 7 (25.9) 5 (18.5) 5 (18.5) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Lokasi 2 6 (21) 1 (3.7) 1 (3.7) 0 (0) 1 (3.7) 0 (0)
Lokasi 3 7 (25.9) 1 (3.7) 0 (0) 0 (0) 1 (3.7) 0 (0)
Lokasi 4 4 (14.8) 0 (0) 2 (7.4) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Lokasi 5 1 (3.7) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Metaplasia
Intestinal
Lokasi 1 7 (25.9) 7 (25.9) 5 (18.5) 3 (11.1) 3 (11.1) 1 (3.7)
Lokasi 2 5 (18.5) 6 (22.2) 4 (14.8) 2 (7.4) 1 (3.7) 2 (7.4)
Lokasi 3 7 (25.9) 2 (7.4) 3 (11.1) 1 (3.7) 1 (3.7) 1 (3.7)
Lokasi 4 3 (11.1) 4 (14.8) 2 (7.4) 1 (3.7) 0 (0) 2 (7.4)
Lokasi 5 1 (3.7) 1 (3.7) 2 (7.4) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Displasia
Lokasi 1 13 (48.1) 1 (3.7) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Lokasi 2 9 (33.3) 2 (7.4) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Lokasi 3 4 (14.8) 1 (3.7) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Lokasi 4 5 (18.5) 1 (3.7) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Lokasi 5 2 (7.4) 1 (3.7) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
*lokasi 1 : Lengkungan kecil antrum, Lokasi 2 : Lengkungan besar antrum, Lokasi 3 : Angularis, Lokasi 4 : Badan
perut, Lokasi 5 : Fundus. **Nilai yang disajikan sebagai jumlah pasien (%)

6
Tabel 4. Hubungan Antara Peningkatan Lesi Dan Eradikasi H.pylori
Setelah Dua Tahun
Lesi Eradikasi H.pylori Eradikasi H.pylori
YES NO
Displasia No 14 (93.3) 7 (58.3)
Yes 1 (6.7) 5 (41.7)
Metaplasia Intestinal No 6 (40) 3 (25)
Yes 9 (60) 9 (75)
Gastritis Atrofi No 15 (100) 8 (66.7)
Yes 0 (0) 4 (33.4)

Diskusi

Hubungan antara lesi pre-kanker dan adenokarsinoma lambung sudah diketahui. Lesi

alami pre-kanker, terutama displasia, belum diketahui pasti. Lesi pre-kanker lambung seperti AG

atau displasia terdeteksi selama endoskopi rutin. H.pylori menyebabkan gastritis kronis aktif,

yang berkembang melalui displasia ke adenokarsinoma lambung. Juga, regimen ideal (lebih dari

sembilan puluh persen tingkat eradikasi) untuk pengobatan infeksi H.pylori belum didefinisikan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pemberantasan H.pylori adalah 55,5%

setelah perawatan. Alasan tingkat eradikasi yang lebih rendah tidak jelas. Tentu saja, tingkat

eradikasi infeksi akan bervariasi dalam kondisi yang berbeda, seperti: resistensi bakteri terhadap

obat-obatan, virulensi bakteri, peningkatan kerentanan host terhadap infeksi H.pylori dan

paparan ulang terhadap H.pylori dimasukkan untuk menjadi persyaratan utama. Untuk infeksi

ulang H.pylori, Alasan lain adalah kami memeriksa H.pylori dua tahun setelah perawatan,

sehingga beberapa pasien mungkin terinfeksi kembali selama ini. Studi di Iran menunjukkan

tingkat re-infeksi satu dan tiga tahun setelah pemberantasan berhasil menjadi 19% dan 20%.

7
Hasil statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara regresi displasia

dan AG dan tingkat eradikasi, yang berarti bahwa pengobatan infeksi mengurangi displasia dan

atrofi. Kami membandingkan lesi pre-kanker menurut tingkatan histopatologis (ringan, sedang

atau berat) di lima lokasi biopsi sebelum pengobatan dan dua tahun setelah itu. Pada perubahan

atrofi dan displasia secara statistik cukup signifikan. Temuan kami menunjukkan 80% GA, IM

25% dan displasia 82% membaik. Ohkusa dkk. (2001) mengemukakan bahwa 89% GA dan 61%

IM sembuh setelah pengobatan infeksi H.pylori. Lu et al. (2005) juga melaporkan 75% GA dan

51% IM sembuh. Chon dkk (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan antara terapi infeksi

H.pylori dan regresi displasia, sehingga hasilnya sesuai dengan temuan kami dalam penurunan

displasia. Vander Hulst dkk. (1997) melaporkan bahwa tingkat atrofi dan metaplasia tidak

banyak berubah setelah pengobatan infeksi. Kokkola dkk (2002) juga mengemukakan

penyembuhan metaplasia setelah pengobatan infeksi H.pylori. Alasan perbedaan antara dua

penelitian terbaru dan penelitian kami mungkin karena perbedaan waktu saat tindak lanjut,

ukuran sampel, jumlah dan lokasi spesimen biopsi dan histologis standar. Juga hasilnya

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan statistik antara pasien dengan displasia, atrofi dan

metaplasia menurut jenis kelamin, sebelum dan sesudah pengobatan infeksi H.pylori. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa tingkat pemberantasan tidak berhubungan dengan jenis kelamin. Chon dkk.

(2013) menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengobatan dan jenis kelamin.

Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama, penelitian ini merupakan studi uji coba

klinis nonrandomized terbuka dengan ukuran sampel yang kecil, hal ini dapat mempengaruhi

hasil secara umum. Kedua, tingkat pemberantasan H.pylori rendah, jadi sebaiknya kita mencari

regimen obat lain untuk mendapatkan tingkat eradikasi yang tinggi. Ketiga, waktu tindak lanjut

yang lebih memadai mungkin diperlukan untuk mengevaluasi efek jangka panjang terapi

8
eradikasi pada metaplasia lambung. Kami menyarankan penelitian lebih lanjut dengan ukuran

sampel yang lebih besar untuk memperkirakan hubungan antara indeks demografi termasuk jenis

kelamin, usia, merokok dengan peningkatan lesi prakanker.

Mengingat tujuan utama penelitian ini, mempelajari lesi pre-kanker setelah pengobatan

H.pylori, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lesi seperti displasia dan atrofi berkurang

setelah perawatan dan ada hubungan statistik yang signifikan antara pengobatan infeksi H.pylori,

dan pengurangan displasia dan atrofi. Meskipun analisis statistik tidak menunjukkan hubungan

antara pengobatan infeksi ini dan regresi metaplasia, ukuran sampel yang lebih besar dapat

menunjukkan hasil yang berbeda atau lesi metaplasia yang mungkin memerlukan lebih dari dua

tahun untuk mengamati perbedaannya.

Anda mungkin juga menyukai