Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KESEHATAN MATRA LAUT

Nama : NAQSYABANDIYAH

KHOLIDIYAH SALSABILA

Prodi. : S1 KEPERAWATAN

Departemen. : 08,(Thomas Chawley)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia- Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah seminar laut berdasarkan visitasi ke
RS Bhayangkara Tk. I Rasuna Said Sukanto.

Selama pembuatan makalah ini, penyusun ingin


berterima kasih kepada pihak yang telah membantu, baik itu
bantuan yang berupa pengajaran dan bimbingan, ataupun
dukungan moril.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini mempunyai
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga akan ada
penyusunan makalah yang lebih baik lagi di lain kesempatan.
Ketercapaian makalah ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan apresiasi para pembaca untuk menimbulkan
rasa ingin tahu yang lebih mendalam terhadap matra laut.
Semoga dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai bahan
ilmu pengetahuan.

Jakarta, Desember 2016


DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... 2

Daftar Isi..................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................... 4


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................5
1.3 Tujuan...................................................................................................... 5
1.4 Manfaat.................................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 6

2.1 Definisi..................................................................................................... 6
2.2 Etiologi..................................................................................................... 6
2.3 Klasifikasi................................................................................................. 6
2.4 Patogenesis................................................................................................8
2.5 Diagnosis.................................................................................................. 8
2.6 Tatalaksana............................................................................................... 9

BAB III LAPORAN KUNJUNGAN..................................................................... 14

3.1 RUBT....................................................................................................14

3.1.1 Definisi...............................................................................................14

3.1.2 Prinsip Dasar......................................................................................14

3.1.3 Klasifikasi..........................................................................................14

3.1.4 Efek....................................................................................................15

3.1.5 Indikasi...............................................................................................15

3.1.6 Kontraindikasi....................................................................................16

3.1.7 Efek Samping..................................................................................... 17

3.1.8 Manfaat..............................................................................................17
3
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................18

4
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG

Decompression Sickness (DCS) atau Caisson Disease (CD) merupakan


gangguan sistemik yang diakibatkan microbubbles di pembuluh darah atau jaringan
saat seseorang berada pada lingkungan dengan tekanan rendah (decompression).
(Hadanny, 2015). Penyakit dekompresi pertama kali dipublikasikan oleh Triger
(France, 1845) yang merupakan penyakit yang ditemukan pada pekerja caison yang
membuat terowongan dibawah air.
Hasil survey pada 145 nelayan yang menyelam menggunakan kompresor di
Pulau Grill, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, ditemukan 111 orang menderita
penyakit. Dan 81 orang diantaranya menderita penyakit akibat penyelaman, seperti
barotrauma telinga, dekompresi dan penyakit lain akibat lingkungan di dalam laut.
(Tosepu, 2016).
DCS terjadi karena supersaturasi gas saat tekanan lingkungan rendah yang
mengakibatkan pembentukan gelembung gas inert terutama nitrogen dan tidak keluar
dari jaringan sehingga menyebabkan berbagai macam gangguan. Gas yang terbentuk
didaerah punggung atau persendian dapat menyebabkan nyeri. Gelembung pada
jaringan medulla spinalis atau pada nervus perifer dapat menyebabkan parasestesia,
neuropraxia, atau paralisis. Gelembung yang terbentuk di sistem sirkulasi dapat
mengakibatkan emboli gas pada pulmonal atau serebrum.
Pilihan utama terapi untuk penyakit dekompresi merupakan Hyperbaric
Oxygen Therapy (HBOT). Terapi ini menggunakan ruangan dengan lingkungan
tekanan tinggi disertai oksigen 100%. Terapi oksigen hiperbarik diperkenalkan
pertama kali oleh Bahnke pada tahun 1930. Saat itu terapi hanya diberikan kepada
penyelam untuk menghilangkan penyakit dekompresi. Penggunaan HBOT
berlandaskan sesuai dengan tabel US Navy yang disesuaikan dengan diagnosis DCS.

5
Pasien akan dimasukan kedalam sebuah chamber bertekanan udara dua
hingga tiga kali lebih tinggi dari tekanan udara atmosfer normal sambil diberikan
oksigen murni (100%) selama satu hingga dua jam. Selama proses terapi pasien
diperbolehkan untuk membaca, minum atau makan untuk menghindari trauma
pada telinga akibat tingginya tekanana udara.

I.2 RUMUSAN MASALAH


Apa yang dimaksud dengan decompression sickness?

I.3 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dekompression sickness
2. Mengetahui penyebab dan gejala dekompression sickness
3. Mengetahui mekanisme dekompression sickness
4. Mengetahui tatalaksana dekompression sickness
I.4 MANFAAT

Menambah pengetahuan mengenai penyebab hingga tatalaksana

decompression sickness

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI

Decompression sickness (DCS) adalah suatu penyakit atau kelainan yg


disebabkan oleh pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase
larut dalam darah atau jaringan akibat penurunan tekanan sekitar.
II.2 ETIOLOGI

DCS disebabkan gelembung gas inert akibat lingkungan bertekanan rendah


sekitar yang Gelembung gas ada yang terbentuk dalam darah (intravaskuler), dalam
jaringan (ekstravaskuler), dan dalam sel (intraseluler). Kejadian DCS dapat
dipengaruhi beberapa faktor predisposisi, diantaranya :
- Aktivitas fisik (yang sampai membuat fatigue)
- Cedera
- Suhu yang rendah
- Obesitas
- Naiknya konsentrasi CO2 yang terhisap
- Usia (yang lebih tua)
- Konsums alkohol
- Dehidrasi
- Fatigue
II.3 KLASIFIKASI

Berdasarkan gejala klinisnya, DCS diklasifikasikan menjadi:

1. Tipe 1

7
Gejala utama yang timbul pada penderita dengan tipe I adalah:

 Rasa kelelahan yang berlebihan setelah menyelam


 Mengantuk atau pusing
 Gatal pada kulit (skin bends)
 Nyeri, terutama pada daerah persendian dan otot disekitarnya. Nyeri yang
dirasakan berawal dari rasa kaku, kemudian pada beberapa jam kemudian
diikuti dengan gejala nyeri berdenyut, bertambah parah dan tampak
hiperemi serta edema di sekitar sendi, sehingga dapat ditemukan radang
sendi pada beberapa kasus.
2. Tipe 2

Pada tipe ini, akan terjadi beberapa keluhan akibat terserangnya beberapa
sistem tubuh, yaitu:
 Gejala neurologis
o Lesi pada otak
- Gangguan penglihatan
- Hemiplegi/hemiparese
- Afasia motorik/sensorik
- Kejang
- Penurunan kesadaran
o Lesi pada medulla spinalis
o Lesi pada organ vestibular
 Gejala paru dan jantung
o Sesak napas
o Batuk, nyeri dada
o Infark miokard
o Cardiac arrest
 Gejala gastrointestinal
o Nausea
o Vomitus
o Anoreksia
8
o Diare
o Kejang abdominal
3. Tipe 3

Terjadinya syok yang disebabkan akibat emboli oleh gelembung gas inert pada
pembuluh darah
Timbul gejala DCS dapat terjadi setiap saat, mulai dari penyelam naik ke atas
permukaan sampai dengan setelah 24 jam. Gejala paling sering muncul kurang dari 3

9
jam setelah penyelam ke permukaan dengan jumlah kejadian hingga 95% dan sekitar 1%
setelah 6 jam. DCS adalah kegawatan medis, tetapi dengan pertolongan cepat dan tepat,
dapat pulih sempurna. Sebaliknya, setiap kelambatan pertolongan dapat berakibat
gangguan yang irreversible.

II.4 DIAGNOSIS

 Evaluasi riwayat penyelaman


 Manifestasi klinis sesuai dengan tipe decompression sickness
 Pemeriksaan laboratorium
o Hemokonsentrasi
o Hiperkoagulasi
o Rouleaux
o Penurunan trombosit
o Leukosistosis

II.5 Patogenesis

Pada saat menyelam tekanan parsial nitrogen meningkat sehingga nitrogen larut
dalam darah dan jaringan sesuai Hukum Henry. Saat naik ke permukaan secara
bertahap, tekanan gas turun terjadi proses desaturasi. Tekanan parsial gas paru-paru
rendah sehingga darah melepas gas ke paru-paru. Bila terjadi dekompresi cepat,
seperti saat naik ke permukaan tanpa bertahap, maka gelembung gas dalam jaringan
dan darah tidak dapat keluar degan cepat dan teratur sehingga meninggalkan gas
dalam darah dan jaringan, karena tidak cukup waktu bagi paru-paru untuk
mengeluarkan gas tersebut.

10
II.6 TATALAKSANA

1. BLS (Basic Life Support) : DRABCD


 Danger: pastikan keselamatan penolong dan korban
 Response: korban sadar/tidar? Bila tidak sadar cek ABC
 Airway: adakah sumbatan/tidak? Bersihkan bila ada
 Breathing: look, listen, feel. Bila tidak bernapas berikan napas buatan
 Circulation: bila pasien, tidak sadar, tidak bernapas, unresponsive,

diasumsikan tidak ada sirkulasi, lakukan CPR


 Defibrilator: dilakukan jika terjadi automatic external defibrillator

(AED) tersedia
2. 100% O2 untuk meningkatkan eliminasi N2 dari jaringan dan darah
 diberikan pada seluruh pasien yangdiduga DCS, dair permulaan ,

sebelum dan selama pergerakan dan saat transport ke ruang dekompresi


 menggunakan anesthetic type mask/ O2 diving regulator
 berikan aliran tinggi: 15L/menit dengan reservoir mask
3. Position and rest: supine
 Pada penyem yang sadar gunakan posisi recovery agar jalan napas tetap

terbuka dan memungkinkan cairan bisa keluar dari mulut


 Bila diduga ada emboli gas, maka penyelam diposisikan posisi

horizontal
4. Fluid Replacement
 Cairan diberikan pada penderita DCS kecuali chokes karena dapat

memperparah kondisi
 Hindari pemberian jus dan jeruk atau minuman yang mengandung
glukosa

11
Terapi Definitif DCS

 Oksigenasi:
 Untuk melawan hipoksia jaringan
 Mengurangi tekanan N2 yang terlarut dalam plasma atau jaringan
 Rekompresi
Tujuan rekompresi :

– Memperkecil gelembung gas


– Gejala hilang saat dekompresi sampai ke permukaan
– Gelembung gas larut
Tujuan oksigenasi :
– Perbaikan jaringan hipoksia
– Kurangi tekanan nitrogen larut
– Terapi sebaiknya dilakukan dalam 6-8 jam pertama
– Terapi sesuai jenis PD
Terapi sesuai US Navy pada tipe 1 menggunakan tabel 5, tipe 2 menggunakantabel
6 dan tipe 3 menggunakan tabel

12
Gambar 1 Tabel 5 US NAVY DCS 1

13
Gambar 2 Tabel 6 US NAVY DCS 2

14
Gambar 3 Tabel 6A US NAVY DCS 3

Pencegahan :

o Patuhi tabel dekompresi yang benar


o Hindari faktor risiko DCS

15
BAB III
LAPORAN KUNJUNGAN
III.1 RUBT (Ruang Udara Bertekanan Tinggi)

III.1.1 Definisi

HBOT/RUBT adalah terapi sistemik yang melibatkan pernapasan 100% oksigen dan
tekanan >1 atm
Dapat berupa :

- Mono-placed chamber dengan tekanan oksigen 100%, tekanan tidak >3 ATA
- Multi-placed chamber dengan tekanan udara, tekanan sampai 6 ATA→ Mask,

head tent (hood), endotracheal tube


- RUBT pengangkut/portable HBOT  untuk operasi militer, sebagai RS di

medan tempur, penelitian & terapi


- RUBT untuk testing & latihan penyelam
- Small hyperbaric chamber  untuk neonatus & hewan percobaan

III.1.2 Prinsip dasar


- Tekanan tinggi akan memperkecil volume gelembung gas, dan HBOT

mempercepat resolusi gelembung gas.


- Mengurangi oedema jaringan.
- Oksigenasi pada jaringan iskemia/hipoksia lebih banyak.
- Neovaskularisasi (2-3 minggu terapi)
- HBOT bersifat bakterisid dan bakteriostatik.
- Mendorong pembentukan fibroblast dan meningkatkan efek fagositosis
leukosit.

16
III.1.3 Klasifikasi

- Tipe A : untuk bermacam-macam fungsi terapi manusia


- Tipe B : bersifat monoterapi untuk manusia
- Tipe C : untuk hewan percobaan, jaringan in Vitro

III.1.4 Efek HBOT

17
- Efek terapi mekanik: Peningkatan tekanan barometrik (Hukum Boyle) 

mengurangi volume gelembung


contoh: sebuah gelembung bola dikompresi menjadi 6,0 ATA (6A US Navy)

akan mengurangi 17% dari volume awal dan hanya 43% dari diameter aslinya
- Efek terapi biomolekular: Peningkatan tekanan oksigen  peningkatan
produksi ROS (H2O2) dan RNS (NO)

III.1.5 Indikasi

Tipe 1: rekomendasi kuat

- Keracunan CO
- Sindrom Crush
- Pencegahan osteoradionekrosis setelah ekstraksi gigi
- Osteoradionekrosis (mandibula)
- Radionekrosis jaringan lunak (sistitis)
- Decompression sickness (DCS)
- Arterial gas embolism (AGE)
- Infeksi bakteri anaerob

Tipe 2: rekomendasi

- Diabetic foot lesion


- Skin graft
- Bedah plastik & rekonstruksi
- Tuli mendadak
- Ulkus iskemik
- Osteomyelitis kronik
- Neuroblastoma stadium IV

18
Tipe 3: Optional

- Ensefalopati post anoksia


- Radionekrosis laring
- Reimplantasi tungkai
- Luka bakar >20% dan derajat 2

Tipe 4: Negative Recommendation

- Autism

19
- Insufisiensi plasenta
- Sklerosis multipel
- Cerebral palsy
- Tinnitus
- Stroke fase akut

III.1.6 Kontraindikasi
Kontraindikasi Absolut

- Pneumotoraks yang belum dirawat


- Kanker metastasis
Kontraindikasi Relatif

- ISPA
- Sinusitis kronis
- Gangguan kejang
- Demam tinggi tidak terkontrol
- Riwayat pneumotoraks spontan
- Riwayat bedah toraks
- Riwayat operasi telinga
- Emfisema
III.1.7 Efek Samping

- Nyeri/rasa tidak nyaman di telinga


- Ruptur telinga tengah
- Kerusakan paru
- Keracunan oksigen
III.1.8 Manfaat

- Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada


aliran darah yang berkurang.
- Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran

20
darah pada sirkulasi yang berkurang.

21
- Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti Clostridium

perfingens (penyebab penyakit gas gangren).


- Mampu menghentikan aktivitas bakteri (bakteriostatik) antara lain bakteri E.
coli dan Pseudomonas sp. Yang umumnya ditemukan pada luka-luka
mengganas.
- Mampu menghambat produksi racun alfa toksin.
o Meningkatkan kemampuan sel untuk bertahan hidup.
o Menurunkan waktu paruh karboksihemoglobin dari 5 jam menjadi 20

menit pada penyakit keracunan gas CO.


o Dapat mempercepat proses penyembuhan pada pengobatan medis

konvensional.
o Meningkatkan produksi antioksidan tubuh tertentu
o Menahan proses penuaan dengan cara pembentukan kolagen yang menjaga
elastisitas kulit.

22
DAFTAR PUSTAKA

http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-_-
Penyakit-Dekompresi.pdf

Hadanny dkk, 2015, Delayed Recompression for Decompression Sickness :


Retrospective Analysis, PLOS
Tosepu, 2016, Disease In Coastal Communities In Indonesia : A Review, Public
Health of Indonesia

23

Anda mungkin juga menyukai