Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MSAKALAH

INSTRUMENTASI 2
“BLOOD GAS ANALYZER”

OLEH :
NAMA : ABD RAFIK NAIM
NIM : P00341017001
KELAS : ANALIS KESEHATAN 1 A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatulahi wabarakatu.

Alhamdulillah Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat
dan karunia_Nya penulis diberikan kesehatan dan kesempatan sehinnga bisa
meyelesaikan makalah INSTRUMENTASI ini tepat pada waktunya. Tak lupa penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Di dalam makalah ini penulis
menyadari banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan agar menjadikan makalah ini lebih baik lagi.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Kendari, 29 juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB 11 PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Analisa Gas Darah
2.2 Gangguan Asam Basa Sederhana
2.3 Cara Kerja Alat
2.4 Langkah - Langkah Untuk Menilai Gas Darah
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan AGD
2.6 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Analis gas darah sering digunakan untuk mengidentifikasi gangguan asam –


basa spesifik pada tingkat kompensasi yang telah terjadi.meskipun biasanya
pemeriksaan ini menggunakan spesimen dari darah arterial,jika sampel darah arteri
tidak dapat diperoleh suatu sampel vena campuran dapat juga digunakan.
Di Indonesia hampir 50% penyakit dalam dilakukan AGD (Analisa Gas Darah) untuk
mendapatkan data penunjang, pada tahun 2007 banyaknya penderita demam berdarah
menambah catatan penderita penyakit dalam yang dilakukan AGD (Analisa Gas
Darah).
Dari keadaan di atas sangat dibutuhkan peran analis dalam AGD yaitu Observasi
tempat penusukan dari pendarahan, hematom, atau pucat pada bagian distal. Dengan
meningkatnya catatan penderita penyakit dalam yang dilakukan AGD, maka penulis
tertarik untuk mengangkat “Analisa Gas Darah”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun Rumusan masalah yang kami bahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa itu analisis gas darah ?
2. Apa itu gangguan asam basa sederhana?
3. Bagaimana cara kerja Blood Gas Analyzer?
4. Bagaimana langkah-langkah untuk menilai gas darah?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD?
6. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisa gas darah?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan yang harus dicapai dalam makalah ini
adalah :
1. Untuk mengetahui defenisi dari Analisa Gas Darah.
2. Untuk mengetahui tentang gangguan asam basa sederhana.
3. Untuk mengetahui cara kerja Blood Gas Analyzer.
4. Untuk memahami langka-langkah untuk menilai gas darah.
5. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dalam analisa gas darah.
6. Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisa gas darah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Analisa Gas Darah

Pemeriksaan Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui darah


arteri. Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam mengkaji dan
memantau respirasi klien dan metabolism asam-basa, serta homeostatis elektrolit. .
Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan
dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Meskipun biasanya pemeriksaan ini menggunakan spesimen dari darah arteri,jika
sampel darah arteri tida dapat diperoleh suatu sampel vena campuran dapat
digunakan. Analisa gas darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysis) biasanya
dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh
gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik.
AGD juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi. Istilah-istilah penting yang harus
diketahui dalam pemeriksaan gas darah arteri antara lain, pH, PCO2, HCO3-, PO2,
dan SaO2 Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam
penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas
darah dipakai untuk menilai: Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar
oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas
darah penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru. Pemeriksaan dapat dilakukan
melalui pengambilan darah astrup dari arteri radialis, brakhialis, atau femoralis.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan
penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya
dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus
menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data
laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada
konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor,
yaitu:
1. Mekanisme dapar kimia
2. Mekansime pernafasan
3. Mekanisme ginjal .

Parameter Sampel Arteri Sampel Vena


Ph 7,35 - 7,45 7,32 – 7,38
PaCo2 35 – 45 mmHg 42 – 50 mmHg
PaO2 80 – 100 mmHg 40 – mmHg
Saturasi Oksigen 95% - 100% 75%
Kelebihan/Kekurangan Basa + / - 2 +/-2
HCO3 22 – 26 mEq/L 23 – 27 mEq/L
Tabel gas-gas darah normal dari sample arteri dan sample vena campuran
Ø Analisa Gas Darah
1. Pengukuran pH Darah

pH adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen, dan juga keasaman dan
kebasaan darah. Akumulasi ion H+ menjadikan pH turun dan terjadi asidemia (status
asam dalam darah). Ion H+ turun berakibat pH meningkat sehingga terjadi alkalemia
(status alkali dalam darah). Kondisi yang menjadikan asidemia dan alkalemia
dipengaruhi banyak proses fisiologi:
a. Fungsi pernapasan
b. Fungsi ginjal
c. Oksigenasi jaringan
d. Sirkulasi
e. Mencerna substansi
f. Kehilangan elektrolit dari gastrointestinal (karena muntah atau diare).

2. Pengukuran Oksigen Darah

Ada tiga cara mengukur O2 darah:


a. Kandungan O2 merupakan jumlah O2 yang terbawa oleh 100 ml darah
b. PO2 atau tekanan yang diciptakan oleh O2 yang terlarut dalam plasma
c.Saturasi oksigen hemoglobin yang merupakan pengukuran persentase O2 yang
dibawa Hb yang berhubungsn dengan jumlah total yang dapat dibawa Hb. Mayoritas
O2 dalam darah dibawa oleh Hb, dan jumlah sangat sedikit dilarutkan dalam plasma.
Persentase saturasi Hb dengan O2 memberikan perkiraan mendekati jumlah total O2
yang dibawa oleh darah.

Ø Petunjuk Pengambilan :
a. Tempat pengambilan darah arteri :
1. Arteri Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)
merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi arteri kecuali
terdapat banyak bekas tusukan atau haematoem juga apabila Allen test negatif.
2. Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.
3. Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya bila
terjadi obstruksi pembuluh darah.
4. Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak
dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran
darah ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan
berlangsung lama dapat menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis
berdekatan dengan vena besar, sehingga dapat terjadi percampuran antara darah
vena dan arteri.
5. Arteri tibialis posterior, dan Arteri dorsalis pedis. Arteri femoralis atau brakialis
sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai
sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis.
Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena
adanya risiko emboli otak

Cara allen’s test:


Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung
pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan
tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan
harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s positif.
Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika
pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.

Komplikasi
Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
Perdarahan
Cidera syaraf
Spasme arteri
a. Darah Yang diambil 2 cc ditambah 1 Strip
b. Yang harus diisi dalam blanko pemeriksaan : Identitas pasien, Suhu tubuh pasien,
Hb terakhir dan kalau pasien menggunakan oksigen catat jumlah O2 yang
digunakan serta cara pemberiannya dan Jenis permintaan.

Tekhnik Pengambilan :
1. Bentangkan handuk pengalas.
2. Letakkan botol infuse
3. Tangan pasien diletakkan diatas botol infus, dengan sendi melipat kebelakang.
4. Sedot heparin cair sebanyak 1 cc dan kmudian keluarkan. Heparin hanya
membasahi dinding disposible. Tidak ada sisa o,1 cc dalam disposible, kecuali
yang ada didalam jarum.
5. Raba Nadi dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.
6. Pastikan tempat dari nadi yang diraba.
7. Desinfeksi daerah tersebut
8. Desinfeksi kedua jari
9. Pegang disposible seperti memegang pensil.
10. Raba kembali Nadi dengan menggunakan kedua yang telah didesinfeksi
11. Tusukan jarum diantara kedsua jari dengan sudut 45 0 mengarah ke jantung.
12. Biarkan Darah sendiiri mengalir ke dalam jarum. Jangan diaspirasi.
13. Cabut jarum dan tusukkan pada karet penutup.
14. Tekan daerah penusukan dengan menggunakan kapas betadine selama 5 menit.
15. Beri etiket dan bawa ke laboraotirum.

Interpretasi Hasil AGD


Secara singkat, hasil AGD terdiri atas komponen:
pH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau
alkalosis. Nilai normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.
PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan
hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg
mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah
80-100 mmHg
PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme normal,
PCO2 dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi menggambarkan
hipoventilasi dan begitu pula sebaliknya. Pada kondisi gangguan metabolisme, PCO2
dapat menjadi abnormal sebagai kompensasi keadaan metabolik. Nilai normal PCO2
adalah 35-45 mmHg
HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme, seperti
ketoasidosis. Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik dan begitu pula
sebaliknya. HCO3- juga dapat menjadi abnormal ketika ginjal mengkompensasi
gangguan pernafasan agar pH kembali dalam rentang yang normal. Kadar HCO3-
normal berada dalam rentang 22-26 mmol/l
Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus
ditambahkan dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada kondisi
PCO2 = 40 mmHg dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C0. BE bernilai positif
menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif
menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE adalah -2 sampai 2 mmol/l
Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Nilai
normalnya adalah 95-98 %.

Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat keadaan


yang menggambarkan konsentrasi ion H+ dalam darah yaitu:

Asidosis respiratorik
Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar HCO3-
juga tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut. Ventilasi
alveolar yang inadekuat dapat terjadi pada keadaan seperti kegagalan otot pernafasan,
gangguan pusat pernafasan, atau intoksikasi obat. Kondisi lain yang juga dapat
meningkatkan PCO2 adalah keadaan hiperkatabolisme. Ginjal melakukan kompensasi
dengan meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat. Setelah terjadi kompensasi,
PCO2 akan kembali ke tingkat yang normal.

Alkalosis respiratorik
Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH
meningkat. Kondisi ini sering terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga banyak
CO2 yang dilepaskan melalui ekspirasi. Penting bagi dokter untuk menentukan
penyebab hiperventilasi tersebut apakah akibat hipoksia arteri atau kelainan paru-
paru, dengan memeriksa PaO2. Penyebab hiperventilasi lain diantaranya adalah nyeri
hebat, cemas, dan iatrogenik akibat ventilator. Kompensasi ginjal adalah dengan
meningkatkan ekskresi bikarbonat dan K+ jika proses sudah kronik.

Alkalosis metabolik
Adalah keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat pula. Adanya
peningkatan PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-paru. Penyebab
yang paling sering adalah iatrogenik akibat pemberian siuretik (terutama furosemid),
hipokalemia, atau hipovolemia kronik dimana ginjal mereabsorpsi sodium dan
mengekskresikan H+, kehilangan asam melalui GIT bagian atas, dan pemberian
HCO3- atau prekursornya (laktat atau asetat) secara berlebihan. Persisten metabolik
alkalosis biasanya berkaitan dengan gangguan ginjal, karena biasanya ginjal dapat
mengkompensasi kondisi alkalosis metabolik.

2.2 Gangguan Asam Basa Sederhana


Gangguan asam basa primer dan kompensasinya dapat diperlihatkan dengan
memakai persamaan yang dikenal dengan persamaan Henderson-Hasselbach.
Persamaan asam basa adalah sebagai berikut:
Persamaan ini menekankan bahwa perbandingan asam dan basa harus 20:1 agar
pH dapat dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga menekankan
kemampuan ginjal untuk mengubah bikarbonat basa melalui proses metabolik, dan
kemampuan paru untuk mengubah PaCO2 (tekanan parsial CO2 dalam darah arteri)
melalui respirasi. Nilai normal pH adalah 7, 35- 7,45. berikut ini adalah gambaran
rentang pH:
Perubahan satu atau dua komponen tersebut menyebabkan gangguan asam dan
basa. Penilaian keadaan asam dan basa berdasarkan hasil analisa gas darah
membutuhkan pendekatan yang sistematis. Penurunan keasaman (pH) darah < 7,35
disebut asidosis, sedangkan peningkatan keasaman (pH) > 7,45 disebut alkalosis. Jika
gangguan asam basa terutama disebabkan oleh komponen respirasi (pCO2) maka
disebut asidosis/alkalosis respiratorik, sedangkan bila gangguannya disebabkan oleh
komponen HCO3 maka disebut asidosis/alkalosis metabolik. Disebut gangguan
sederhana bila gangguan tersebut hanya melibatkan satu komponen saja (respirasi
atau metabolik), sedangkan bila melibatkan keduanya (respirasi dan metabolik)
disebut gangguan asam basa campuran.

Keseimbangan Asam Basa


pH adalah derajat keasaman yang merupakan log negatif dari konsentrasi ion H+.
Konsentrasi ion H+ ini diatur dengan sangat ketat, karena perubahan pada
konsentrasinya akan mempengaruhi hampir semua proses biokimia, termasuk struktur
dan fungsi protein, dissosiasi dan pergerakan ion, serta reaksi kimia obat. Berbeda
dengan ion-ion lain, kadar ion H+ dijaga dalam nanomolar (36-43 nmol/l ~ pH 7,35-
7,45).
Sebagian besar asam yang masuk dalam tubuh berasal dari proses respirasi, yaitu
CO2 yang membentuk asam karbonat, sedangkan sisanya berasal dari metabolisme
lemak dan protein. Mekanisme tubuh untuk menjaga pH tetap dalam rentang
normalnya diketahui melalui tiga mekanisme :
a. Kontrol respirasi terhadap PaCO2 oleh pusat pernafasan yang mengatur ventilasi
alveolar. Semakin banyak ion H+ dalam darah, semakin banyak CO2 yang dibuang
melalui paru-paru. Mekanisme ini cepat dan sangat efektif untuk mengkompensasi
kelebihan ion H+.
b. Pengontrolan ginjal terhadap bikarbonat dan ekskresi asam-asam non-volatil.
Mekanisme ini relatif lebih lama (jam sampai hari) jika dibandingkan dengan
kontrol respirasi.
c. Sistem buffer oleh bikarbonat, sulfat, dan hemoglobin yang meminimalkan
perubahan asam-basa akut.

Penanganan Gangguan Keseimbangan Asam Basa

1. Mengembalikan nilai PH pada keadaan normal


2. Koreksi keadaan asidosis repiratorik: Naiknya ventilasi dan mengoreksi
penyebabnya
3. Koreksi keadaan alkalosis respiratorik: turunnya ventilasi dan terapi penyebab
4. Koreksi keadaan asidosis metabolik:
a. Pemberian Bicarbonat IV / oral
b. Terapi penyebab
c. Koreksi keadaan alkalosis metabolik dengan cara: memberi KCl dan
mengobati penyebab gangguan Keseimbangan asam basa.

Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:


1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi
dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan
pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme
kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi.
Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup
waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan
penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat
hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai
penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau
gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai
dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia,
penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal
dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi
dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--
7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan
kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam
batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan
muntah lama.
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat
serta pH lebih dari 7,50.
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg
walau telah diberikan oksigen yang adekuat
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada
sehingga normal.
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat
meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada
bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran
darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.

2.3 Cara Kerja Alat


Fungsi alat Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar gas dalam
darah (arteri dan vena) yang dapat dilakukan dengan cepat dan teliti dalam waktu 90
detik untuk satu sampel darah.

Standart operasional prosedur :

1. Nyalakan power ON
2. Setiap pertama kali menghidupkan alat, lalu kalibrasi dengan cara tekan calibrate
kemudian enter. Alat akan melakukan kalibrasi secara otomatis.
3. Apabila ada sample pemeriksaan sebelum melakukan pemeriksaan tekan status
untuk mengetahui kondisi apakah PH, Pco2 dan Po2 kondisinya OK. Jika OK
sample langsung dapat diperiksa. Apabila kondisinya UC (Un Caliblasi) lakukan
kalibrasi yaitu tekan calibrate kemudian enter
4. Apabila alat sudah dalam kondisi ready for analysa berarti alat sudah siap
melakukan pemeriksaan, tekan Analyzer. Selang pengisap sample akan keluar
secara otomatis kemudian masukan sample bersamaan tekan lagi analyzer sampai
sample terhisap secara otomatis selang akan masuk sendiri.
5. Lakukan daftar isian seperti yang terlihat dilayar monitor, sample ID , HB, suhu
badan, jenis sample (0 arteri, 1 vena, 2 kapiler), F102 (volume oksigen yang
dilorelasi dengan persen lihat daftar), kemudian clear 2x.
6. Alat akan menghitung secara otomatis dalam waktu yang relatif cepat hasil akan
keluar melalui printer.

Cara Kerja Alat


Sampel dimasukkan ke dalam instrumen analisis yang menggunakan elektroda
untuk mengukur konsentrasi ion hidrogen (H +), yang akan diolah dengan hasil
sebagai pH, dan tekanan parsial oksigen [PO2] dan gas karbondioksida PO2. Alat
pengukur elektroda pH terdiri dari kaca khusus dengan membran selektif permeabel
untuk ion hidrogen.
Sebuah listrik potensial bereaksi di permukaan dalam dan luar dari membran
tergantung pada aktivitas log ion hidrogen dalam sampel. Sebuah elektroda bernama
Severinghaus digunakan untuk mengukur PCO2, prinsip pengukuran sama seperti
untuk ion hidrogen, kecuali bagian ujung elektroda ditutupi dengan membran yang
permeabel terhadap gas, sehingga perubahan pH dengan karbon dioksida secara
proporsional menyebar dari sampel ke permukaan elektroda.
PO2 diukur dengan menggunakan elektroda polarografi (Clark), oksigen berdifusi
dari sampel ke katoda, di mana oksigen direduksi menjadi ion peroksida. Elektron
berasal dari anoda perak yang teroksidasi, menghasilkan konsentrasi oksigen yang
proporsional di katoda. Sinyal Elektroda tergantung pada suhu serta konsentrasi, dan
semua pengukuran yang dilakukan pada suhu 37 ° C. Karena pada pengukuran pH
,kadar oksigen dan karbon dioksida hasilnya bergantung pada suhu reaksi maka
mungkin perlu disesuaikan dengan suhu sebenarnya pada pasien.
Alat analisis gas darah portable tersedia yang dapat digunakan langsung
disamping pasien. alat analisis gas darah Darah menghitung konsentrasi bikarbonat
dengan menggunakan rumus: pH = 6.1 + Log bicarbonate/.0306 x PCO2. Mereka
juga menghitung kandungan oksigen, karbon dioksida total , Base excess dan
persentase saturasi oksigen hemoglobin. Nilai-nilai ini digunakan oleh dokter untuk
menilai tingkat hipoksia dan ketidakseimbangan asam-basa.

2.4 Langkah-langkah untuk menilai gas darah:


1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan
dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien
mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis
respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang
memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal
meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan
campuran)
2. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang
berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer
bersifat respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO2 normal, meningkat atau
menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa
sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama;
penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan
adanya gangguan asam basa campuran).
3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal
ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak
yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa
campuran) .
Contoh kasus :
Hasil BGA :
1. pH asidosis
2. CO2 asidosis
3. HCO3 normal
4. CO2 sesuai pH sama-sama asidosis sehingga imbalans berupa respiratory
acidosis
5. HCO3 normal maka tidak ada kompensasi
6. pO2 dan O2 sat rendah berarti hypoxemia.

Diagnosis BGA : uncompensated respiratory acidosis with hypoxemia

2.5 Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD


a. Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel
darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel
darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
b. Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian
heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak
terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman
heparin.
c. Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia
membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel
diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa,
dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.
d. Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya
PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2. Nilai pH darah yang
abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi
pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen
merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah.

2.6 Hal-hal yang perlu diperhatikan


a. Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
b. Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk
mencegah darah membeku
c. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri, berikan
anestesi lokal
d. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui
kepatenan arteri
e. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah
yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri.
f. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah tercampur
rata dan tidak membeku
g. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih deri
dari pada vena)
h. Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup
ujung jarum dengan karet atau gabus
i. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil
j. Segera kirim ke laboratorium ( sito )
Berikut terdapat beberapa cara mudah dalam membaca hasil BGA:

1. Lihat pH
Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika
pH darah di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti alkalosis.
2. Lihat CO2
Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45
mmHg. Di bawah 35 adalah alkalosis, di atas 45 asidosis.
3. Lihat HCO3
Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26
mEq/L. Di bawah 22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis.
4. Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH
Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk
menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2
asidosis, maka kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan, sehingga disebut
asidosis respiratorik. Contoh lain jika pH alkalosis dan HCO3 alkalosis, maka
kelainan asam basanya disebabkan oleh sistem metabolik sehingga disebut
metabolik alkalosis.
5. Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH
Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah
dengan pH. Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah
satu sistem pernapasan atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis
dan HCO3 alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis
respiratorik. Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pH menunjukkan adanya
kompensasi dari sistem metabolik.
6. Lihat pO2 dan saturasi O2
Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 dan O2 sat. Jika di bawah normal maka
menunjukkan terjadinya hipoksemia. Untuk memudahkan mengingat mana yang
searah dengan pH dan mana yang berlawanan, maka kita bisa menggunakan
akronim ROME.
Respiratory Opposite : pCO2 di atas normal berarti pH semakin rendah (asidosis)
dan sebaliknya, & Metabolic Equal : HCO3 di atas normal berarti pH semakin
tinggi (alkalosis) dan sebaliknya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Analisis gas darah merupakan pemeriksaan untuk mengukur keasaman (pH),
jumlah oksigen dan karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk
menilai fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi darah
dan mengambil karbondioksida dari dalam darah Analisis gas darah meliputi
pemeriksaan PO2, PCO3, pH, HCO3, dan saturasi O2.

3.2 Saran
Semoga kita selaku analis kesehatan dapat memahami tentang analisa gas darah.
DAFTAR PUSTAKA

Irawan, Hadi. 2000. Uji Laboratorium Klinik. Bandung : Yrama Widya.


Supomo, Kuncoro. 1995. Analyzer Blood Gas. Jakarta : D-Medika.
Raslan, Widodo. 1998. Analisa Gas Darah. Surakarta : Sindhunata.

Anda mungkin juga menyukai