Anda di halaman 1dari 17

STUDI HADITS LARANGAN MENGUBURKAN JENAZAH PADA

MALAM HARI

PROPOSAL
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat melaksanakan seminar proposal
prodi Ilmu Hadits

Oleh :
FAKHRY RAHMAN
NIM: 4218023

PROGRAM STUDI ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SJECH M DJAMIL DJAMBEK


BUKITTINGGI

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kematian merupakan suatu peristiwa yang pasti akan terjadi pada

seseorang, tidak peduli kapan dan dimana tempatnya. Jika Izrail sudah

diperintahkan Allah untuk mencabut nyawa seseorang, maka ia pasti akan

menjalankan tugasnya. Dan orang yang mengalaminya tidak akan sanggup

lagi menawar-nawar. Suka atau tidak suka ia pasti akan mati. Jika sudah

begitu, apapun yang dimilikinya baik itu berupa harta benda, pangkat dan

jabatan, anak-anak, dan lain sebagainya tidak akan sanggup menolongnya dari

kematian.1

Sebagaimana dijelaskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya:

‫وج ُم َشيَّ َد ٍة‬ ُ ‫َْأينَ َما تَ ُكونُوا يُ ْد ِر ُك ُك ُم الْ َم ْو‬


ٍ ‫ت َولَ ْو ُكْنتُ ْم يِف بُُر‬
Artinya: Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,
kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. (QS. An-Nisa: 78).

Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan

mengalami kematian yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai

makhluk sebaik-baik ciptaan Allah Swt dan ditempatkan pada derajat yang

tinggi, maka Islam sangat menghormati orang muslim yang telah meninggal

dunia. Oleh sebab itu, jika salah seorang muslim meninggal dunia, ia akan

mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup dan

sikap tersebut juga merupakan hak antar sesama muslim. Sebagaimana yang

1
Ahmad Zacky El-Shafa, Jangan Takut Mati Bial Husnul Khatimah (Yogyakarta:
Mutiara Media, 2010). hlm 5

1
terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dalam kitab Shahih Muslim yang

berbunyi :

‫يل َو ُه َو ابْ ُن َج ْع َف ٍر َع ْن الْ َعاَل ِء َع ْن َأبِ ِيه‬ ِ ‫ِإ‬ ٍ


ُ ‫وب َو ُقَتْيبَةُ َوابْ ُن ُح ْجر قَالُوا َح َّدثَنَا مْسَع‬ َ ُّ‫َح َّدثَنَا حَيْىَي بْ ُن َأي‬
‫يل َما‬ ِ ٌّ ‫ول اللَّ ِه صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم قَ َال ح ُّق الْمسلِ ِم علَى الْمسلِ ِم ِس‬ َّ َ‫َع ْن َأيِب ُهَر ْيَرة‬
َ ‫تق‬ ُْ َ ُْ َ َ َ َ َْ ُ َ َ ‫َأن َر ُس‬
‫ص ْح لَهُ َوِإ َذا‬ ِ َ ‫ول اللَّ ِه قَ َال ِإ َذا لَِقيته فَسلِّم علَي ِه وِإ َذا دع‬
َ ْ‫ك فَان‬ َ ‫ص َح‬ ْ ‫اك فََأجْبهُ َوِإ َذا‬
َ ‫اسَتْن‬ َ َ َ ْ َ ْ َ َُ َ ‫ُه َّن يَا َر ُس‬
ِ
َ ‫ض َفعُ ْدهُ َوِإ َذا َم‬
ُ‫ات فَاتَّبِ ْعه‬ َ ‫س فَ َحم َد اللَّهَ فَ َس ِّمْتهُ َوِإ َذا َم ِر‬
2
َ َ‫َعط‬
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah serta Ibnu
Hujr mereka berkata: Telah menceritakan kepada kami Isma'il yaitu Ibnu
Ja'far dari Al 'Alla dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Hak seorang muslim terhadap
seorang muslim ada enam perkara." Lalu beliau ditanya: "Apa yang enam
perkara itu, wahai Rasulullah?" Jawab beliau: "(1) Bila engkau bertemu
dengannya, ucapkankanlah salam kepadanya. (2) Bila dia mengundangmu,
penuhilah undangannya. (3) Bila dia minta nasihat, berilah dia nasihat. (4)
Bila dia bersin lalu dia membaca tahmid, doakanlah semoga dia beroleh
rahmat. (5) Bila dia sakit, kunjungilah dia. (6) Dan bila dia meninggal dunia,
ikutlah mengantar jenazahnya ke kubur."(H.R.Muslim)

Jadi apabila seseorang telah meninggal dunia, hendaklah seorang dari

mahramnya yang paling dekat dan sama jenis kelaminnya melakukan

kewajiban yang mesti dilakukan terhadap jenazah, yaitu memandikan,

mengkafani, menyembahyangkan dan menguburkannya.3 Dalam ketentuan

hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka, hukumnya fardhu

kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk mengurusi jenazah

tersebut. Fardhu kifayah, artinya setiap orang yang ada sekeliling jenazah

tersebut wajib hukumnya menyelenggarakan jenazah tersebut, sehingga ada

beberapa orang yang menyelenggarakannya. Jika jenazah tersebut sudah

2
Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi, Shahih Muslim
Jilid 4 (Beirut: Daar Ihya at-Turats al-Arabi, n.d.). hlm 1705
3
Ichsan Hamidi et al., “Penyuluhan Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah Bagi Generasi
Muda Di Desa Kerrinjing, Kabupaten Ogan Ilir,” Journal of Sriwijaya Community Services Vol. 1,
no. 2 (2020): 125–33.

2
diselenggarakan oleh beberapa orang, maka gugurlah kewajiban orang-orang

yang berada di sekelilingnya.4

Islam bukan hanya mengatur dalam hal-hal ibadah saja. Tetapi juga

berkaitan dengan hal-hal kecil lainnya. Salah satunya terkait dengan

penanganan jenazah. Dan semua itu sudah tercantum dalam Al-Qur’an dan

Hadits. Dan sebagaimana diketahui bahwa Petunjuk Rasulullah saw dalam tata

cara masalah penanganan jenazah adalah petunjuk dan bimbingan yang terbaik

dan berbeda dengan petunjuk umat-umat lainnya, meliputi perlakuan atau

aturan yang dianut kebanyakan. Bimbingan beliau dalam mengurus jenazah,

didalamnya mencakup aturan yang memperhatikan sang mayat, yang kelak

bermanfaat baginya baik ketika berada didalam kubur maupun saat tiba hari

kiamat, termasuk memberi tuntunan, yaitu bagaimana sebaiknya keluarga dan

kerabatnya memperlakukan mayat, sehingga petunjuk dan bimbingan beliau

itu merupakan petunjuk dan bimbingan yang paling sempurna bagi jenazah

dan juga bagi keluarga yang di tinggalkan.5

Adapun salah satu tata cara Rasulullah saw dalam mengurus jenazah

yakni pada saat akan menguburkan jenazah. Dalam sebuah riwayat dikatakan

bahwasanya Rasulullah saw melarang umat Islam untuk menguburan

seseorang yang telah meninggal dunia itu pada malam hari. Dalam sebuah

hadis yang terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah yang berbunyi :

4
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. Masrulin dan Khairul Amru Harahap, (Jakarta:
Cakrawala Publishing, 2008), hlm. 349
5
Nashiruddin al-Albani M, tuntunan lengkap mengurus jenazah ( jakarta: Gema Insani
1999 ) cet 1 hlm 11

3
ُّ ‫يد الْ َم ِّك ِّي َع ْن َأيِب‬
‫الز َبرْيِ َع ْن‬ ِ ‫ِإ‬ ِ ُّ ‫اَأْلو ِد‬ ِ ِ
َ ‫يم بْ ِن يَِز‬َ ‫يع َع ْن ْبَراه‬ ٌ ‫ي َح َّدثَنَا َوك‬ ْ ‫َح َّدثَنَا َع ْمُرو بْ ُن َعْبد اللَّه‬
‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم اَل تَ ْدفِنُوا َم ْوتَا ُك ْم بِاللَّْي ِل ِإاَّل َأ ْن‬ ِ ُ ‫جابِ ِر ب ِن عب ِد اللَّ ِه قَ َال قَ َال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َْ ْ َ
6
‫ضطَُّروا‬
ْ ُ‫ت‬
Telah menceritakan kepada kami Amru bin Abdullah Al Audi berkata: telah
menceritakan kepada kami Waki' dari Ibrahim bin Yazid Al Makki dari Abu Az
Zubair dari Jabir bin Abdullah ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:"Janganlah kalian menguburkan orang-orang yang telah
meninggal dari kalian pada malam hari, kecuali terpaksa."

Syarah hadits : kata ( ‫ا ُك ْم‬IIَ‫ ْدفِنُوا َموْ ت‬I َ‫ )اَل ت‬menunjukkan bahwa itu tidak

diperbolehkan dan orang yang menshalatinya lebih banyak disiang hari

ketimbang dimalam hari dan dikatakan bahwa melarang mereka karena

mereka tidak memakaikan kafan dengan baik orang yang mati diantara mereka

dan menguburkan mereka di malam hari .7

Dari hadits ini dapat dipahami bahwa Nabi saw melarang kita untuk

menguburkan jenazah itu pada malam hari dan agar menunda pemakaman

tersebut dengan melaksanakannya pada hari besoknya.

Namun jika dilihat dari realita yang terjadi sekarang kebanyakan dari

umat Islam tidak mengamalkan hadis tentang larangan menguburkan jenazah

pada malam hari ini. Kebanyakan dari umat Islam tetap melanjutkan

penguburan jenazah itu yakni pada malam harinya sedangkan ketika itu tidak

ada suatu keterpaksaan atas si mayat. Kemudian adapun golongan yang tidak

mengamalkan hadis tentang larangan itu mereka berpegang dengan dalil lain

yakni juga terdapat hadits nabi saw yang menyuruh untuk menyegerakan

6
Abu Abdullah muhammad bin yazid, Sunan Ibnu Majah jilid 1(Beirut: Darul Kutub
Ilmiyah) hlm 464
7
Abu hasan as-sanadi, Hasyiyatu as-sanadi ala syarh Ibnu Majah, (Beirut:Darul Fikr)
hlm 464

4
pemakaman seseorang yang telah meninggal dunia tersebut. Adapun dalilnya

yang berbunyi :

ِ َّ‫يد بْ ِن الْمسي‬ِ ِ‫ي عن سع‬ ُّ ‫َح َّدثَنَا َعلِ ُّي بْ ُن َعْب ِد اللَّ ِه َح َّد َثنَا ُس ْفيَا ُن قَ َال َح ِفظْنَاهُ ِم ْن‬
‫ب َع ْن َأيِب‬ َُ َ ْ َ ِّ ‫الز ْه ِر‬
ً‫صاحِلَة‬
َ ‫ك‬ ُ َ‫َأس ِرعُوا بِاجْلِنَ َاز ِة فَِإ ْن ت‬ ِ
ْ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم قَ َال‬
ِ
َ ِّ ‫ُهَر ْيَرةَ َرض َي اللَّهُ َعْنهُ َع ْن النَّيِب‬
ِ
‫ضعُونَهُ َع ْن ِرقَابِ ُك ْم‬
َ َ‫ك فَ َشٌّر ت‬ َ ‫ك ِس َوى َذل‬ ُ َ‫ِّمو َن َها َوِإ ْن ي‬ُ ‫فَ َخْيٌر ُت َقد‬
Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah telah menceritakan kepada
kami Sufyan berkata: kami menghafalnya dari Az Zuhriy dari Sa'id bin Al
Musayyab dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: "Bercepat-cepatlah membawa jenazah, karena bila
jenazah itu dari orang shalih berarti kalian telah mempercepat kebaikan
untuknya dan jika tidak, berarti kalian telah menyingkirkan kejelekan dari
pundak kalian.8

Syarah : makna (‫َأس ِر ُعوا‬


ْ ) yakni segerakanlah. Menurut Ibnu Qudamah

bahwa indikasi perintah disini adalah mustahab (disukai) dan ini sesuai

dengan pendapat ulama lainnya. Berbeda dengan Ibnu Hazm beliau

mengemukakan pendapat yang berbeda dengan yang lain. Menurut beliau

perintah diatas berindikasi wajib. Kemudian dalam mazhab imam Syafi’i dan

mayoritas ulama menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “bersegera”

adalah berjalan lebih cepat dari orang yang berjalan biasa. Jadi kesimpulannya

yakni “bersegera” dalam mengurus jenazah itu mustahab (disukai) selama

tidak berlebihan, karena takutnya berkibat negatif terhadap bagi mayit atau

memberatkan orang-orang yang membawa atau ikut mengantarkannya.

8
Muhammad bin Ismail Abu Abdillah Al Bukhari Al Ju’fi, Shahih Bukhari Jilid 2 (Kairo:
Dar Al Hadis, 2001). hlm 86

5
Adapun menurut Al-Qurthubi “ maksud hadis tersebut adalah anjuran

untuk tidak memperlambat prosesi pemakaman jenazah, karena memerlambat

menguburkan jenazah bisa saja menimbulkan sikap berbangga dan angkuh.9

Maka jika dilihat dari masalah diatas peneliti ingin mengetahui

bagaimana bentuk larangan yang dikatakan Rasulullah saw dalam hadis

larangan menguburkan jenazah pada malam hari tersebut. Dan sebagaimana

contoh dalam sebuah kasus apabila seseorang itu ia meninggal dunia pada

siang hari perkiraan jam 15.00 sore, apakah orang yang ditinggal yakni dari

pihak keluarga harus segera melaksanakan pemakaman bagi si mayyit atau

menunda pemakaman si mayyit tersebut pada hari besoknya dengan dalil

hadits Nabi saw yang melarang menguburkan jenazah pada malam hari

kecuali terpaksa.

Maka berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

meneliti hadits tentang larangan menguburkan jenazah pada malam hari

dengan penelitian yang berjudul “ Studi Hadits tentang Larangan

Menguburkan Jenazah pada Malam hari”

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat

dirumuskan bahwa masalah pokok dari permasalahan ini adalah

bagaimana validitas dan pemahaman hadis tentang larangan menguburkan

jenazah pada malam hari.

9
Ibnu Hajar Al Asqalani, Terjemah Fathul Baari jilid 7,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2000)
hlm 231-232

6
Melihat masalah pokok dalam permasalahan di atas, maka penulis

membatasi masalah ini agar penelitian menjadi lebih efektif, sebagai

berikut:

1. Bagaimana validitas hadis tentang larangan menguburkan jenazah

pada malam hari?

2. Bagaimana pemahaman hadis terhadap larangan menguburkan

jenazah pada malam hari?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian hadis tentang larangan menguburkan

jenazah pada malam hari ini adalah untuk menjawab batasan masalah yang

ada di atas, yaitu:

1. Untuk mengetahui validitas hadits tentang larangan

menguburkan jenazah pada malam hari.

2. Untuk mengetahui pemahaman hadis terhadap larangan

menguburkan jenazah pada malam hari, Dari penelitian yang

membahas tentang larangan menguburkan jenazah pada malam

hari, ada beberapa hal penting yang dapat dijadikan sebagai

manfaat, dengan mengambil nilai-nilai positifnya, sebagai

berikut:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini sangat bermanfaat untuk memenuhi salah satu syarat

untuk mendapatkan gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Fakultas

7
Ushuluddin Adab dan Dakwah Universitas Islam Negeri (UIN) Sjech

Muhammad Djamil Djambek Bukittinggi

2. Secara Praktis

Penelitian tentang larangan menguburkan jenazah pada malam

hari ini, penulis memiliki harapan agar dapat memberikan

wawasan dan menambah pemahaman. Dan tentunya juga dapat

dijadikan sebagai bahan bacaan di perpustakaan UIN Sjech

Muhammad Djamil Djambek Bukittinggi

D. Tinjauan Pustaka

Sejauh ini penulis menemukan beberapa skripsi berkaitan dengan

penelitian yang penulis lakukan, diantaranya :

1. Skripsi dengan judul “ Prosesi Pengurusan Jenazah (Studi

Kasus di Desa Waiburak-Flores) yang disusun oleh

Kurniwati Burhan, mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang tamat pada tahun 2019.

Skripsi ini mengkaji tentang tradisi yang dilakukan

masyarakat disana sebelum menguburkan jenazah dan tata

cara pengurusan jenazah berdasarkan hadits.

2. Skripsi dengan judul “ Tradisi Pemakaman dalam

Masyarakat Sayyid di Desa Cikoang Kecamatan

Mangarabombang Kabupaten Takalar (Tinjauan Etika

Islam) oleh Saria Lukman, Mahasiswa Fakultas

8
Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar yang

tamat pada tahun 2021. Skripsi ini berfokus pada meneliti

tradisi pemakaman dalam proses pemakaman kelompok

sayyid dan juga dampak akan tradisi pemakaman sayyid

tersebut yang kemudian dilihat dari segi etika Islam

Dilihat dari beberapa karya ilmiah diatas berbeda dari peneltian

yang akan penulis lakukan. Penulis sendiri ini lebih fokus untuk

mengetahui bagaimana validitas dan pemahaman hadis terhadap larangan

menguburkan jenazah pada malam hari yang bertentangan dengan realitas

yang terjadi sekarang.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk kepada penelitian yang bersifat

perpustakaan. Disebut sebagai penelitian perpustakaan karena sumber

bahan atau sumber data yang digunakan untuk penyelesaian penelitian

ini berasal dari perpustakaan.10 Sementara dalam penelitian ini penulis

menggunakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang dapat

menghasilkan data yang deskriptif, dan dengan menggunakan metode

ma’anil hadis, yaitu menggali pemahaman hadis menggunakan

pendekatan sosio historis, dengan menggabungkan antara teks hadis

sebagai fakta historis sekaligus fakta sosial. Sebagai fakta historis harus

10
Nursapia Harahap, “Penelitian Perpustakaan”, Jurnal Iqra’, Vol. 08, No. 01. Mei
2014, hlm 68

9
divalidasi dulu melalui kajian Jarh wa Ta’dil, 11
apakah informasi dari

hadis terhadap larangan menguburkan jenazah pada malam hari itu

benar atau tidak

Sedangkan tata cara penelitian ini berpedoman kepada buku-buku

pedoman Skripsi Ilmu Hadis.

2. Sumber Data

Dalam Penelitian ini, sumber data terbagi menjadi dua sumber

yaitu: sumber data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang bisa

didapatkan langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan

alat pengukuran atau pengambilan data kepada subjek sebagai

sumber informasi yang dicari. Adapun data primer penulis gunakan

pada penelitian ini seperti Kitab Sunan Ibnu Majah, kutub Sittah

dan Kutub Tis’ah beserta syarah.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang langsung dikumpulkan

oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama.12 Sumber

data sekunder yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

seperti buku, majalah, jurnal, artikel, ensiklopedi, atau buku-buku

yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti buku Ilmu Hadis,

11
Abdul Mustaqim, ‘’Ilmu Ma’anil Hadis”, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2016),
hlm 64
12
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta
2017) hlm. 224

10
Ulumul Hadis, Takhrij Hadis, Syarah Hadis, Kitab Sunan Ibnu

Majah sebagai rujukan Hadis dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data berupa hadis, penulis mengambil

hadis tentang larangan menguburkan jenazah pada malam hari pada kitab

Sunan Ibnu Majah, penulis mentakhrij hadis untuk menunjukkan asal

hadis pada kitab sumber aslinya dengan meneliti sanad hadis tersebut serta

menjelaskan derajat hadis tersebut.13 Terdapat beberapa metode dalam

mentakhrij suatu hadis, yaitu:

1. Takhrij hadis berdasarkan lafaz awal matan.

2. Takhrij hadis berdasarkan lafaz pada matan hadis.

3. Takhrij hadis berdasarkan nama periwayat pertama.

4. Takhrij hadis berdasarkan status hadis.

5. Takhrij hadis berdasarkan tema hadis.

Penulis juga mengkaji tentang pemahaman hadis larangan

menguburkan jenazah pada malam hari dengan metode ma’anil al-hadis

menggunakan pendekatan sosio historis. Dalam proses pengumpulan data

berupa fakta sosial tentang realitas sekarang, penulis mengambil data dari

jurnal-jurnal atau skripsi yang membahas tentang hal tersebut.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kitab

Sunan Ibnu Majah sebagai rujukan hadis dan kitab Al-Mu'jam Al-

Mufahras Ii Alfaadzi Al-Hadits An-Nabawi sebagai rujukan untuk

13
Syaikh Manna Al-Qaththan, ‘’Pengantar Studi Ilmu Hadis”, (Jakarta Timur: Pustaka
Al-Kautsar, 2005), hlm 189

11
melakukan takhrij hadis, serta menggunakan jurnal, artikel atau tulisan-

tulisan yang membahas terkait dengan menguburkan jenazah, dengan

membaca serta memahami data-data atau informasi-informasi yang

berhubungan dengan penelitian ini, baik berupa data primer maupun

berupa data sekunder.

4. Analisis Data

Data yang telah terkumpul kemudian di analisis. Penelitian ini

menganalisa data hadis dengan mentakhrij hadis terhadap larangan

menguburkan jenazah pada malam hari, dan memahami hadis dengan

menggunakan metode ma’anil hadis, yaitu cara yang ditempuh seseorang

untuk memahami hadis dengan langkah-langkah tertentu. 14 Dalam

penelitian ini, penulis melakukan takhrij hadis dengan langkah-langkah

berikut:

1. Menelusuri hadis berdasarkan lafaz pada matan hadis,

menggunakan kitab Al-Mu'jam Al-Mufahras Ii Alfaadzi Al-

Hadits An-Nabawi.

2. Menelusuri hadis ke kitab asli dengan informasi yang telah

didapatkan dalam kitab Al-Mu'jam.

3. kritik sanad hadis dengan melakukan jarh wa ta’dil untuk

melihat penilaian ulama-ulama terhadap sanad hadis.

14
Muhammad Asriady, “Metode Pemahaman Hadis”, Ekspose, Vol 16, No 1, Januari-
Juni 2017, hlm 315

12
4. Kritik matan hadis dengan melihat apakah terdapat perbedaan

matan hadis dengan hadis lainnya, hadis dengan Al-Qur’an,

hadis dengan fakta historis, hadis dengan sirah nabawiyah.

Hadis tentang larangan menguburkan jenazah pada malam hari

dapat difahami dengan menggunakan metode ma’anil hadis melalui

pendekatan sosio historis. Memahami hadis tidak terlepas dari pendekatan

sosio-historis, yaitu pendekatan dalam mempelajari hadis menggabungkan

antara teks hadis sebagai fakta historis dan sekaligus fakta sosial. Sebagai

fakta historis harus divalidasi melalui jarh wa ta’dil, dan melihat kepada

sosial masyarakat, serta tak terlepas dari asbab wurud al-hadis itu

sendiri.15

F. Penjelasan Judul

Untuk penelitian ini, memberikan penjelasan agar bisa dipahami

sangat penting supaya proses untuk memahami gambaran yang jelas untuk

menghindari pemahaman yang berlainan dari judul penelitian. Penjelasan

untuk Judul penelitian Studi Hadis Larangan Menguburkan Jenazah

pada Malam hari. Ada beberapa istilah yang perlu dibatasi sebagai

pegangan sebelum meneliti lebih jauh lagi dalam penelitian ini. Istilah-

istilah tersebut sebagai berikut:

Studi :Studi berasal dari bahasa Inggis, study yang

mempunyai arti mempelajari atau mengkaji.16

15
Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’anil Hadis, (Yogyakarta: Idea Perss, 2016), hlm 67
16
Supiana, Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), hlm. 4

13
Hadis :Secara bahasa hadits adalah jaddid (baru), al-

khabar (kabar atau berita) sedangkan secara

istilah hadits adalah segala perkataan, perbuatan,

ketetapan, dan ihwal yang berasal dari Nabi saw.


17

Larangan :Kata larangan memiliki arti, tidak membolehkan

untuk berbuat, berkata, bertindak, atau melakukan

sesuatu.

Menguburkan :Mengubur adalah memakamkan kedalam kubur,

atau menanamkan mayat

Jenazah :Jasad orang yang sudah meninggal dunia

Malam hari :Waktu setelah matahari terbenam hingga

matahari terbit

Jadi yang dimaksud dengan Studi Hadis Larangan menguburkan

jenazah pada malam hari adalah mengkaji hadis Nabi SAW yang tidak

membolehkan untuk menguburkan seorang yang meninggal itu pada

malam hari.

G. Sistematika Penulisan

17
Abustami Ilyas, Studi Hadits Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi, (Depok : Raja
Grafindo Persada, 2019), hlm 3.

14
Supaya pembahasan skripsi ini bisa tersusun secara sistematis,

maka perlu untuk membagi pokok pembahasan menjadi empat bab, yang

tiap bab terdapat sub-sub bab. Yang mana sistematikanya, sebagai berikut:

Bab I pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan dan

batasan masalah, tujuan dan manfaat, tinjauan pustaka, metode penelitian,

penjelasan judul, sistematika penulisan.

Bab II landasan teori yang terdiri dari pengertian takhrij dan

ma’ani hadits

Bab III hasil penelitian yang terdiri dari validitas hadis terhadap

larangan menguburkan jenazah pada malam hari, pemahaman hadis

tentang larangan menguburkan jenazah pada malam hari.

Bab IV merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Out Line

15
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan dan Batasan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat
D. Tinjauan Pustaka
E. Metode Penelitian
F. Penjelasan judul
G. Sistematika penulisan
BAB II. Landasan Teori
A. Pengertian Takhrij
B. Ma’anil Hadits
BAB III. Hasil Penelitian
A. Validitas Hadis Tentang larangan menguburkan jenazah pada malam hari
B. Pemahaman Hadis Tentang larangan menguburkan jenazah pada malam
hari
BAB IV. Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran

16

Anda mungkin juga menyukai