PENDAHULUAN
ۚ ٰ َوٱُأْلنىَث ٰ ِب ٱُأْلنىَث يَٰ َٓأهُّي َ ا ٱذَّل ِ َين َءا َمنُ و ۟ا ُك ِت َب عَلَ ْيمُك ُ ٱلْ ِق َص ُاص ىِف ٱلْ َق ْتىَل ۖ ٱلْ ُح ُّر ِب ٱلْ ُح ّ ِر َوٱلْ َع ْب دُ ِبٱلْ َع ْب ِد
1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Pustaka Abadi Bangsa, 2012),
hlm. 284
1
2
diat (tebusan) kepadanya dengan baik pula. Yang demikian itu adalah
keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Siapa saja yang melampaui batas
pembunuhan terhadap jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh adalah
qishash. Jika pelaku mendapatkan pemaafan dari keluarga korban maka pelaku
disini, adalah bagaimana hukuman bagi orang yang turut serta dalam tindak
pidana pembunuhan.
Ulama berbeda pendapat mengenai hukuman bagi pelaku turut serta dalam
permasalahan ini adalah Imam Malik dan Imam Syafi’i. Menurut Imam Syafi’i
hukuman bagi pelaku turut serta dalam pembunuhan adalah ta’zir dan ditahan
2
Ibid., hlm. 26
3
tindak pembunuhan dengan hukuman qishash dan dipenjara selama satu tahun
اَْم َس َكهُ َوُه َو َي َرى اَنَّهُ يُِريْ ُد َقْتلَ هُ قُتِاَل بِ ِه مَجِ ْي ًع ا َو إِ َّن اَْم َس َكهُ َو ُه َو َي َرى أَنَّهُ إِمَّنَا
َو، فَاِنَّهُ يُ ْقتَ ُل الْ َقاتِ ُل، اَل َي َرى اِنَّهُ َع َم َد لَِقْتلِ ِه.َّاس ِ ِ ض ِر
ُ ب ب ه الن
الض َّر مِب
ُ ْ َب َا ي َ َ يُِريْ ُد
3
Abi Abdilah Muhammad bin Idris as-Syafi’i, al-Umm, Juz II, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ijtima’iyah
t.t), hlm. 26.
4
َو اَل يَ ُك ْو ُن َعلَْي ِه،ُ َو يُ ْس َج ُن َس نَةً أِل َنَّهُ أ َْم َس َكه،َش َّد الْعُ ُق ْوبَ ِة
َكأُ ب الْ ُم ْم ِس
ُ ََي َع اق
4
.الْ َقْت ُل
Malik dan Imam Syafi’i mengenai hukuman bagi pelaku turut serta dalam tindak
antara Imam Malik dan Imam Syafi’i berbeda dimana Imam Syafi’i dalam
menentukan suatu hukum Imam Syafi’i merujuk kepada Al-Qur’an, Sunnah, Ijma,
sebagai rujukan). Menurutnya pendapat sahabat itu adalah hasil ijtihad yang
mengkaji masalah perbedaan pendapat mengenai hukuman bagi pelaku turut serta
dalam tindak pidana pembunuhan secara lebih mendalam kedalam sebuah skripsi
4
Imam Anas Ibnu Malik, Almuwattha, (Libanon: Daar al kotob al Ilmiyah, 2006), hlm. 488-489.
5
S. praja juhaya, Filsafat Hukum Antar Mazhab -Mazhab Barat Dan Islam, (Sahifa, Bandung,
2015), hal. 46
5
yang berjudul “Studi Komparatif Tentang Metodologi Imam Imam Malik (93-
179) Dan Imam Syafi’i (150-204H) Dalam Menetapkan Hukum Pelaku Turut
B. Rumusan Masalah
Dalam menentukan hukuman bagi pelaku turut serta dalam tindak pidana
pembunuhan, terdapat perbedaan pendapat antara Imam Malik dan Imam Syafi’i.
Menurut pandangan Imam Malik, hukum bagi pelaku turut serta dalam tindak
pidana pembunuhan dengan hukuman qishash dan hukuman penjara selama satu
tahun sedangkan menurut Imam Syafi’i, hukum bagi pelaku turut serta dalam
perbuatan pelaku Berdasarkan dari rumusan masalah tersebut, maka dapat disusun
1. Bagaimana hukum bagi pelaku turut serta dalam tindak pidana pembunuhan
hukuman bagi pelaku turut serta dalam tindak pidana pembunuhan?; dan
Syafi’i mengenai hukuman bagi pelaku turut serta dalam tindak pidana
C. Tujuan Penelitian
untuk:
1. Untuk mengetahui hukuman bagi pelaku turut serta dalam tindak pidana
2. Untuk mengetahui metode istinbat Imam Malik dan Imam Syafi’i mengenai
hukuman bagi pelaku turut serta dalam tindak pidana pembunuhan.; dan
Imam Syafi’i mengenai hukuman bagi pelaku turut serta dalam tindak pidana
D. Kegunan Penelitian
luas kepada masyarakat mengenai bagimana hukuman bagi pelaku turut serta
perbandingan mengenai hukuman bagi pelaku turut serta dalam tindak pidana
pembunuhan, kemudian juga dapat mengetahui pendapat siapa yang paling kuat
E. Kerangka Pemikiran
1. Tinjauan Pustaka
7
mengkaji perbedaan pendapat antara Imam Malik dan Ibnu Imam syafi’i
penulis kaji, sejauh ini penulis menemukan karya tulis yang berkaitan dengan
Skripsi ini meneliti mengenai putusan Pengadilan mengenai pelaku turut serta
dalam tindak pidana pembunuhan dimana pelaku langsung dan pelaku turut serta
dalam tindak pidana dijatuhi dengan hukuman yang berbeda-beda, dimana pelaku
asli atau pelaku langsung dihukumi dengan hukuman 10 tahun penjara, dan pelaku
turut serta dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan 2 tahun penjara. Hukuman ini
nomor 959 K/Pid/2012 yang memvonis Supri Lubis, Daud Siregar dan Ucok
Lubis dengan 12 tahun penjara. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa
6
Kurniadi Ahmad, Turut Serta Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Studi Kasus
Putusan Nomor 211/Pid.B/2011/PN. MKS, Fakultas Hukum Universitas Hassanudin Makassar:
2011
8
menyatakan bahwasanya hukuman yang dijatuhkan oleh hakim agung tidak sesuai
Skripsi Emi Wulan Sari dengan judul “Tinjauan Yuridis Turut Serta
Melakukan Tindak Pidana Penganiayaan Oleh Anak (Studi Kasus Pusan Nomor
penerapan hukum pidana materil pada pelaku turut serta melakukan tindak pidana
penganiayan yang dilakukan oleh terdakwa Muhamad Rizky Rival telah sesuai
berdasarkan alat bukti berupa hasil visum dan keterangan para saksi. 8
tersebut hanya mengkaji masalah hukuman turut serta dalam tindak pidana
pembunuhan dari segi hukum positif saja dan yang satu mengkaji antara hukum
positif dengan hukum Islam, tetapi tidak terlalu terperinci. Dengan demikian
menurut sepengetahuan saya belum ada yang membahas tentang hukuman turut
serta dalam pembunuhan yang murni mengkaji dari pandapat Imam Malik dan
Imam Syafi’i.
2. Kerangka Teori
7
Zamani Ahmad Farid Zamani, Tindak pidana penyertaan pembunuhan prespektif hukum Islam,
analisis putusan Mahkamah Agung no. 595 K/Pid/2012, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas
Islam Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: 2012
8
Emi Wulan, Tinjauan Yuridis Turut Serta Melakukan Tindak Pidana Penganiayaan Oleh Anak
(Studi Kasus Pusan Nomor 790/PID.B/2013/PN. Mks), Fakultas Hukum Universitas Hassanudin
Makassar: 2015
9
dan Imam Syafi’i dalam hukum turut serta dalam tindak pidana pembunuhan
terdapat perbedaan pendapat mengenai hukuman bagi pelaku turut serta dalam
tindak pidana pembunuhan. Imam Malik menghukumi pelaku turut serta dalam
tindak pidana pembunuhan dengan hukuman qishash dan di penajara selama satu
tahun sedangkan Imam Syafi’i menghukumi pelaku dengan hukuman ta’zir dan
دها ِ مِب
َ اَأل ُُم ْوُر ََقاص
dalam hati sesorang dalam melakukan suatu amal perbuatan menjadi kriteria yang
menentukan nilai dan setatus hukum amal yang diperbuat oleh seseorang.
sesuai dengan masalah yang diteliti. Penelitian adalah sarana yang digunakan oleh
1. Metode Penelitian
maka semua kegiatan penelitian ini dipusatkan pada kajian terhadap data dan
2. Sumber Data
Bodi Abdilah dan Beni Ahmad Saebani, Perbandingan Kaidah Fiqhiyah, (Bandung: Pustaka
11
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari bahan primer, bahan sekunder
a. Bahan utama (primer) dalam hal ini peneliti mengambil sumber dari dua kitab
yang berbeda yaitu kitab karya Imam Malik Al-Muwaththa. Dan kitab karya
Imam Syafi’i Al-Umm. Data yang peneliti ambil hanyalah kutipan dari sebuah
pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i mengenai hukuman turut serta dalam
pembunuhan.
b. Bahan pendukung (sekunder) adalah data yang berasal dari karya tulis
seorang yang berkaitan dengan pendapat Imam Malik maupun Imam Syafi’i.
c. Ketiga, bahan tersier, yaitu dengan menggunakan bahan kamus yang dapat
3. Jenis penelitian
research), yaitu sebuah penelitian yang menitik beratkan pada usaha pengumpulan
data dan informasi dengan bantuan segala material yang terdapat di dalam ruang
5. Analisis Data
12
Setelah semua data terkumpul, selanjutnya akan diolah dan dianalisa dengan
yang ada disekitar masalah yang dibahas. Baik yang memiliki nuansa pemikiran
BAB II
PIDANA PEMBUNUHAN
Pembunuhan
Suatu jarimah adakalanya dilakukan oleh satu orang dan adakalanya oleh
beberapa orang. Apabila diperbuat oleh beberapa orang bentuk-bentuk kerja sama
melakukan bersama-sama.
jarimah.
12
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1993), hlm.
136.
13
14
Para fuqaha didalam hukum pidana Islam, membedakan penyertaan ini dalam
melakukannya disebut syarik mubasyir, dan turut berbuat tidak langsung (isytirak
mutasabbib. Perbedaan antara kedua orang tersebut ialah kalau orang pertama
menjadi kawan nyata dalam pelaksanaan tindak pidana, sedangkan orang kedua
menjadi sebab adanya tindak pidana, baik karena janji-janji atau menyuruh,
menghasut atau memberi bantuan. Tetapi tidak ikut serta secara nyata dalam
pernyataan yakni turut berbuat langsung dan turut berbuat tidak langsung.13
Harus dimengerti terlebih dahulu bahwa dalam masalah keturut sertaan para
dari pada masalah keturutsertaan tidak langsung (isytirak bi-attasabbub). Hal ini
syara’, yaitu semua tindak pidana hudud dan qishash, karena keduanya adalah
tindak pidana yang bersifat tetap, tidak bisa dirubah. Selain itu, hukuman-
13
Topo Santoso, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), hlm. 124.
15
Adapun pada tindak pidana ta’zir para fuqaha kurang memperhatikannya dan
tindak pidana-tindak pidana ta’zir tidak bersifat tetap dapat berubah berdasrkan
16
Sebab kedua, kaidah (prinsip) umum dalam hukum Islam menetapkan bahwa
hukuman yang telah ditentukan hanya dijatuhkan kepada orang yang melakukan
tindak pidana secara langsung, bukan kepada pelaku tidak langsung. Kaidah ini
Para fuqaha yang lain mengecualikan kaidah tersebut pada tindak pidana
yang lain, yaitu tindak pidana pembunuhan dan pelukaan. Mereka beralasan
bahwa tindak pidana tersebut sesuai dengan tabiatnya dapat dilakukan dengan
langsung dan tidak langsung. Jika kaidah tersebut hanya diterapkan atas pelaku
langsung (onmiddellijke daders), hukuman yang telah ditentukan itu tidak bisa
dijatuhkan kepada pelaku tidak langsung, padahal ia juga turut melakukan unsur
material tindak pidana, seperti pelaku langsung. Akan tetapi, para fuqaha
membatasi pengecualian ini hanya kepada para pelaku langsung. Adapun para
tertentu, ia tidak dikenai dengan hukuman tersebut sebab hukuman tersebut hanya
termasuk tindak pidana ta’zir, baik pidananya itu hudud, qishash, maupun ta’zir.
tidak langsung sebab pelaku langsung akan dijatuhi hukuman hudud dan qishash.
Berbeda dengan pelaku tidak langsung yang hanya dijatuhi hukuman ta’zir karena
17
sebagai tindak pidana, ada dua syarat umum yang harus terdapat didalamnya.
Pertama, pelaku lebih dari satu orang, jika pelaku hanya satu orang saja,
Kedua, para pelaku dihubungkan kepada suatu perbuatan yang dilarang yang
kepadanya tidak demikian, berarti tidak ada tindak pidana dan tidk ada istilah
keturutsertaan14
yang memperbuat jarimah-jarimah dengan nyata lebih dari satu orang atau yang
(made daders).
Turut berbuat langsung dapat terjadi, mana kala seorang melakukan sesuatu
itu. Dengan istilah sekarang ialah apabila ia telah melakukan percobaan, baik
jarimah yang diperbuatnya itu selesai atau tidak, karena selesai atau tidaknya
14
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Terjemah. Ali Yafi, (Bogor: PT
Kharisma Ilmu, 1996), hlm. 36.
18
apabila jarimah yang diperbuatannya itu selesai, sedang jarimah itu berupa
jarimah had maka pembuat dijatuhi hukuman had, dan kalau tidak selesai maka
kasus kebetulan (tawafuq) dan kasus pidana yang sudah direncanakan sebelumnya
jawab atas perbuatannya sendiri dan tidak bertanggung jawab atas perbuatan
orang lain. Contohnya, ada dua orang memukul seseorang dan salah satu diantara
dua orang tersebut (orang pertama) memotong tangannya, sedangkan yang kedua
memotong lehernya hingga mati. Jadi, orang yang pertama bertanggung jawab
atas pemotongn tangan korban, sedangkan orang yang kedua bertanggung jawab
atas pembunuhannya. Pidana seperti ini adalah pidana yang sudah direncanakan
Tawafuq bermakna niat dari orang-orang yang turut serta dalam tindak pidana
akan tetapi sebelumnya diantara para pelaku tidak ada kesepakatan untuk
Hal ini seperti kasus yang tejadi pada kerusuhan yang terjadi secara
orang lain.
Dalam kasus tamalu’, para pelaku telah bersepakat untuk melakukan suatu
tindak pidana dan menginginkan hasil dari tindak pidana itu. Apabila dua orang
lain memukul kepalanya hingga mati, maka keduanya bertanggung jawab atas
pembunuhan tersebut.16
jawab atas akibat perbuatannya sendiri dan tidak bertanggung jawab atas
perbuatan yang ditimbulkan oleh orang lain. Sedangkan pada tamalu, para peserta
sebaga pembunuh.
Menurut Imam Abu Hanifah antara tawafuq dengan tamalu sama saja
sendiri. Jadi, dalam keadaan tamalu seperti contoh diatas, yang satu dipersalahkan
dianggap sebagai maksiat dengan maksud untuk melakukan tindak pidana, baik
Hal ini karena selesai atau tidak selesainya suatu tindak pidana tidak
berpengaruh pada bentuk hukumannya. Jika suatu tindak pidana dilakukan sampai
selesai (sempurna) dan merupakan pidana hudud, yang wajib dijatuhkan atasnya
adalah pidana hudud. Jika tindak pidana itu tidak selesai (tidak sempurna), pelaku
hanya dijatuhi hukuman ta’zir. Adapun jika suatu tindak pidana termasuk tindak
pidana ta’zir, hukumannya adalah ta’zir, baik tindak pidana itu dilakukan sampai
Menurut hukum Islam, pada dasarnya banyaknya pelaku tindak pidana tidak
seperti melakukan tindak pidana sendirian. Oleh karena itu, hukuman yang
dijatuhkan terhadap orang yang turut melakukan tindak pidana (pelaku penyerta)
adalah sama seperti orang yang melakukan tidak pidana secara sendirian
18
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Terjemah. Ali Yafi, (Bogor: PT
Kharisma Ilmu, 1996), hlm. 38-39.
21
Yang dianggap turut berbuat tidak langsung ialah setiap orang yang
yang dapat dihukum, atau menyuruh (menghasut) orang lain atau memberikan
langsung, yaitu:
b. Niatan dari orang yang turut berbuat, agar sikapnya itu perbuatan yang
dijatuhi hukuman dan perbuatan tersebut harus terjadi meskipun tidak harus
sampai selesai sempurna. Oleh karena itu dalam percobaan tindak pidana (syuru’),
pelaku tidak langsung dapat dijatuhi hukuman. Demikian juga, untuk menjatuhkan
hukuman kepada pelaku tidak langsung tidaklah harus dijatuhi hukuman. Hal ini
karena terkadang pelaku langsung memiliki niat yang baik sehingga ia tidak
dijatuhi hukuman, tetapi pelaku tidak langsung tetap dijatuhi hukuman, atau
22
pelaku langsung diampuni karena ia masih dibawah umur atau gila sedangkan
berbuat tidak langsung untuk terjadinya sesuatu jarimah tertentu. Kalau tidak ada
jarimah tertentu yang dimaksudkan, maka ia dianggap turut berbuat pada setiap
Kalau jarimah yang terjadi bukan yang dimaksudkannya, maka tidak ada
dijatuhi hukuman.19
Turut berbuat tidak langsung bisa terjadi dengan jalan sebagai beriuku:
a) Persepakatan
sebelumnya, tetapi bukan atas tindak pidana yang terjadi dan dikerjakan
tersebut atau mencuri kerbau bukan milik korban yang dituju, dalam
19
Ibid., hlm.144-145.
23
ketiga kemudian orang ketiga tersebut telah mengetahui apa yang akan
itu membunuh orang ketiga untuk membela diri, dalam kasus seperti ini,
pembelaan diri.20
b) Menghasut
untuk melakukan tindak pidana dan bujukan itu yang menjadi pendorong
itu berpengaruh maupun tidak, karena menghasut itu sendiri adalah suatu
bisa memilih antara melakukan tindak pidana atau menuai apa yang
c) Membantu
21
Ibid., hlm.43
25
22
Ibid., hlm.44
26
Dalam hukum pidana Indonesia turut serta melakukan kejahatan ini diatur
dalam Bab 5 Pasal 55 sampai dengan Pasal 62 KUH Pidana. Dalam Pasal 55 di
Pasal 55. (1) dipadana sebagi pembuat (deder) suatu perbutan pidana:
perbuatan.
(2) terhadap penganjur haya perbuatan yang sengaja di anjurkan sajalah yang
setiap unsur delik yang terdapat dalam pasal hukum pidana yang dilanggar.
Oleh karena itu, pada prinsipnya ia merupakan orang yang baik secara
sendiri maupun terkait dengan orang lain, telah dapat dijatuhi sanksi
pidana. Tentu saja jika pada saat melakukan perbuatan pidana tersebut, ia
dibedakan dengan dader. Pleger adalah orang yang menjadi pelaku dalam
dader adalah pembuat dari suatu perbuatan pidana atau orang yang
samping pihak-pihak lain yang turut serta atau terlibat dalam perbuatan
adalah orang yang memenuhi semua unsur delik, termasuk juga bila
itu semua melakukan unsur perbuatan pidana, dan ini tidak berarti bahwa
dengan orang lain untuk melakukan suatu perbuatan pidana dan secara
bentuk turut serta ini, dua orang atau lebih yang dikatakan sebagai
medepleger tersebut semuanya harus terlibat aktif dalam suatu kerja sama
orang atau lebih. Kedua, semua yang terlibat, benar-benar melakukan kerja
yang terjadi. Ketiga, terjadinya kerja sama fisik bukan karena kebetulan,
bersama sebelumnya.
24
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana,( Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 113.
29
menyuruh orang lain melakukan suatu perbuatan pidana, dan orang lain
disebut sebagai orang midellijk dader atau mittelbar tate, yakni seorang
secara yuridis orang yang disuruh dan akhirnya secara nyata melakukan
dua unsur dalam doen plegen. Pertama, seseorang, yakni manusia, yang
digunakan sebagai alat oleh pembuat delik. Ini merupakan unsur pokok
dan khusus dari doen plegen. Kedua, orang yang dijadikan sebagai alat itu
menyuruh orang itu.26 Di dalam doen pleger terdapat dua ciri penting yang
melibatkan minimal dua orang, dimana satu pihak bertindak sebagai actor
suatu tindak pidana, dan pihak yang lainnya bertindak sebagai actor
25
Lamintang dkk, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia,( Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm 609
26
Mahrus Ali, Hukum pidana Terorisme, Teori dan Praktik, (Gramata, Jakarta: Publishing, 2012),
hlm. 128
30
materialis, yaitu orang yang melakukan tindak pidana atas suruhan actor
alasan pemaaf.27
lakukan, dalam uitlokkerpun terdapat dua orang atau lebih yang masing-
KUHP.
baik pada saat atau sebelum tindak pidana itu sendiri terjadi. Dikatakan
ada pembantuan apabila ada dua orang atau lebih, yang satu sebagai
pembuat (de hoofd dader), dan yang lain sebagai pembantu (de
27
Ibid, hal 128.
28
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana,( Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 128
31
setelah tindak pidana itu sendiri dilakukan, karena kalau hal demikian yang
terjadi, maka orang itu tidak lagi disebut sebagai pembantu, tetapi sudah
Malik
Imam Malik memiliki nama lengkap yaitu Malik bin Anas bin Malik bin
Abi Amir bin Amru bin al-Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin Amru bin al-
Harits (Dzu Asbah) bin Auf bin Malik bin Zaid bin Syadad bin Zur’ah.
Keluarga Imam Malik berasal dari kampung Dzu Asbah, sebuah suku di
sekitar kota Himyar, di negara Yaman. Abu Amir kakek Imam Malik pindah
ke kota Madinah dimasa Nabi saw dengan maksud berhijrah dari tempat
lamanya dan menyambut seruan dakwah Islam. Abu Amir bertemu dengan
bin Malik dan Aliyah binti Suraik, bangsa Arab Yaman. Ayah imam Malik
bukan Anas bin Malik sahabat Nabi, tetapi seorang tabi'in yang sangat minim
sekali informasinya. Buku sejarah hanya mencatat, bahwa ayah Imam Malik
29
Didi Mashudin, Amalan Ahli Madinah, (Bandung: Sagara Publishing,2013), hlm.16.
33
sebelah utara Madinah dan bekerja sebagai pembuat panah. Kakek Malik,
Abu Umar, datang ke Madinah dan bermukim di sana sesudah Nabi wafat.
Karenanya kakek Malik ini tidak termasuk golongan sahabat, tetapi masuk
golongan tabi’in.30
Imam Malik lahir pada tahun 93 Hijriyah, yaitu pada tahun dimana Anas,
tahun 93 H pada masa khalifah Sulaiman bin Abdul Malik ibn Marwan dan
meninggal tahun 179 H. Jadi Imam Malik 13 tahun lebih muda dari rekannya
Imam Malik lahir dari kalangan orang berilmu dan tumbuh dewasa
melalui hari-hari yang sarat dengan pencarian ilmu. Maka tak heran jika ia
menjadi seorang alim yang cukup berwibawa bahkan dikagumi banyak orang
kemampuan menghapal yang luar biasa. Ia telah hafal Al-Qur’an pada usia
muda. Lebih dari itu, ia mampu menghafal sampai tiga puluh buah hadits
Nabi yang didengarnya secara langsung dalam waktu yang cukup singkat.
30
TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, (Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra, 1997), hlm. 46.
31
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Terj. Tim Penerjemah Pustaka Firdaus, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2003), hlm.10.
34
Selain itu, ia bahkan terkenal sebagai orang yang banyak mempelajari fiqih
Mengenai guru-guru Imam Malik Abu al-Qasim Abdu al-Malik bin Zaid
900 orang guru, 300 diantaranya dari generasi tabi’in, dan 600 dari generasi
tabiut tabi’in. Guru yang dipilihnya adalah yang dia ridhai agamanya, ilmu
kepada orang yang tidak mengerti ilmu riwayat meskipun ia termasuk ahli
agama dan kebaikan33 Beberapa guru Imam Malik yang cukup terkenal
diantaranya adalah :
1) Rabi’ah ibn Abi Abd al-Rahman (w. tahun 139 H./753 M.). Merupakan
meskipun dalam penggunaan nya berbeda denngan para fuqaha Irak. Jika
2) Nafi (w. tahun 120 H/737M) merupakan guru Imam Malik yang
32
Didi Mashudin, Amalan Ahli Madinah, (Bandung: Sagara Publishing, 2013), hlm.16.
Jauhari Wildan, Biografi Imam Malik (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), hlm.10.
33
35
Malik dari Nafi dari Umar. Menurut Bibn 'Abd al-Barr, riwayat seperti
3) Abu Bakar ibn Muslim Bakar ibn Ubaidillah ibn Syihab al-Zuhri (w.
tahun 124 H. atau tahun 741 M.) Dalam sejarah, beliau yang lebih
Hijaz dan Syam. Beliau adalah orang yang pertama membukukan hadits
Nabi SAW. atas perintah Khalifiah Umar ibn 'Abd 'Aziz. Dari ibn Syihab
al-Zuhri ini, Malik ibn Anas banyak sekali mewarisi ilmu hadits.
Disebutkan bahwa Imam Malik meriwayatkan hadits dari ibn Syihab al-
4) Abu al-Zinad (w. tahun 131 H. atau tahun 745 M.). Dalam bidang hadits,
Imam Malik yang diterima dari Abu al-Zinad dari al-A'raj dari Abu
5) Ibn Hurmuz. Guru yang seorang ini adalah orang yang paling lama
Malik ibn lebih mengkhususkan diri berguru hingga tujuh tahun lamanya.
Hubungan Imam Malik dengan ibn Hurmuz cukup lekat hingga hal-hal
tertentu cukup terbuka bagi Imam Malik, dan tidak bagi yang lain nya.
36
“Biasanya saya datang pagi hari dan tidak pulang dari rumah ibn
Hurmuz sampai pada malam hari” Ibn Hurmuz adalah orang alim yang
mustahil pengaruh dari guru yang satu ini, sikap dan kepribadian Imam
Malik dikenal sebagai Imam Madzhab yang sangat rendah hati. Dalam
adri (saya tidak tahu), apabila ditanya tentang sesuatu yang memang ia
diri Imam Malik. Hal ini terbukti di dalam kitab al-Muwaththa banyak
dijumpai kata "la adri" yang disampaikan Imam Malik saat menghadapi
34
Didi Mashudin, Amalan Ahli Madinah, (Bandung: Sagara Publishing, 2013), hlm.17-18.
37
Kitab Nujum, Hisab Madar al-Zaman, Manazil al-Qamar, kitab Manasik, kitab
Qur’an, kitab Masa‟ Islam, Risalah Ibn Matruf Gassam, Risalah ila al-Lais,
Dedi Supriyadi, Perbandingan Mazhab Dengan Pendektan Baru, (Bandung: Pustaka Setia,
35
2008), hlm.232.
38
Risalah ila Ibn Wahab. Namun dari semua karyanya tersebut yang sampai kepada
politik yang penuh konflik pada masa transisi Daulah Umayyah-Abasiyyah yang
berkembang (khususnya bidang hukum) yang berangkat dari metode nash disatu
sisi dan rasio disisi yang lain, telah melahirkan pluralis yang penuh konflik. Versi
Khalifah Ja’far al-Mansur atas usulan Muhammad ibn Muqaffa‟ yang sangat
prihatin dengan perbedaan fatwa dan pertentangan yang berkembang saat itu, dan
dan bisa diterima semua pihak. Khalifah Ja’far lalu meminta Imam Malik
menyusun kitab hukum sebagai kitab standar bagi seluruh wilayah Islam. Imam
kitab standar atau kitab resmi negara. Sementara versi yang lain, selain terinisiasi
keinginan kuat untuk menyusun kitab yang memudahkan umat Islam memahami
agama.
Noel j. Coulson, Hukum Islam Dalam Prespektif Sejarah, terj. Hamid Ahmad, ( Jakarta: P3M,
36
1987), hlm. 5
39
Imam Malik setelah lebih dari 60 tahun menjabat sebagai mufti di Madinah,
maka pada hari Ahad tanggal 10 Rabiul Awal tahun 179 H (798 M), Imam Malik
wafatlah dalam usia 87 tahun. Imam Malik wafat meninggalkan tiga orang putra
dan seorang putri yang nama-namanya ialah Yahya, Muhammad, Hammadah dan
Ummu Abiha.
Paradigma pemikiran ushul fiqih Imam Malik pada dasarnya Imam Malik
tidak menulis secara sistematika pemikiran ushul fiqihnya. Akan tetapi para murid
Imam Malik yang menyusun pemikiran Imam Malik. Diantara murid Imam Malik
yang menyusun pemikiran Imam Malik adalah Qadhi’Iyad dalam kitabnya Al-
amal Ahlu al-madinah, al-qiyas, al- mashlahah al-mursalah, sadd ads-dzarâi', al-
ۖ ين يَ أْ ُكلُو َن أ َْم ٰوَل الْيَت َٰم ٰى ظُْل ًم ا إِمَّنَ ا يَ أْ ُكلُو َن ىِف بُطُ وهِنِ ْم نَ ًارا ِ َّ ِ
َ إ َّن الذ
dalam mengurusi harta anak yatim. Selain itu, Imam Malik menggunakan
mendahulukan hadis ahad dari qiyas. Selain itu, Imam Malik menggunakan
hadis munqathi dan mursal selama tidak bertentangan dengan tradisi orang-
orang Madinah.
sebagai hujjah (dalil hukum) karena amalannya, dinukil langsung dari Nabi.
4) Fatwa sahabat fatwa sahabat digunakan oleh Imam Malik karena sebagian
para sahabat melakukan manasik haji dengan Nabi. Oleh karena itu, qaul
mengambil juga fatwa para kibar at-tabiin meskipun derajatnya tidak sampai
alaih dan sebagainya. ljma Ahli Madinah pun dijadikan hujah, seperti
itu.
ada karena suatu hal yang belum diyakini. Yang dimaksud dengan Maslahah
Mashlahah harus bersifat umum untuk masyarakat dan bukan hanya berlaku
pada orang tertentu yang bersifat pribadi. Ketiga, Mashlahah itu harus benar-
Istidlalul Mursah dari pada Qiyas, sebab mengunakan istihsan itu, tidak
Dedi Supriyadi, Amalan Ahli Madinah, (Bandung: Sagara Publishing, 2013), hlm.166-171.
37
42
9) Sadd al-Zara’i menutup jalan atau sebab yang menuju kepada hal-hal yang
dilarang. Dalam hal ini Imam Malik menggunakannya sebagai salah satu
dasar pengambilan hukum, sebab semua jalan atau sebab yang bisa
hukumnya haram.
Istishab tetapnya suatu ketentuan hukum untuk masa sekarang atau yang akan
datang berdasarkan atas ketentuan hukum yang sudah berlaku dan sudah ada
dimasa lampau, maka sesuatu yang sudah diyakini adanya, kemudian datang
keraguan atas hilangnya sesuatu yang telah diyakini adanya tersebut, maka
c. Hukum Pelaku Turut Serta dalam Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Imam
Malik
Dalam kasus keturut sertaan dalam tindak pidana pembunuhan Imam Malik
menghukumi pelaku turut serta dalam tindak pidana pembunuhan brdasarkan niat
pelaku ketika pelaku turut serta dalam tindak pidana pembunuhan mengetahu
bahwa orang yang dia bantu akan membunuh si korban maka pelaku turut serta
dalam tindak pidana tersebut dihukumi qishash sedangkan ketika pelaku turut
serta tersebut tidak mengetahu bahwa orang yang ia bantu tersebut ingin
hukumi dengan hukuman berat dan dipenjara satu tahun karna menahan korban
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri (Cet. II; Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 199
38
43
َان َّ ُه ِا َّن َا ْم َس َك ُه َو ُه َو يَ َرى. فَ َيرْض ِبُ ُه فَ َي ُم ْو ُت َم َكنَ ُه. ِ ىِف َّالر ُجلِ يُ ْم ِس ُك و َّالر ُج َل ِل َّلر ُجل، ٌ قَا َل َماكِل
ب بِ ِه ْ َب مِب َ ا ي
ُ ض ِر
ِ ِ
َ اَنَّهُ يُِريْ ُد َقْتلَ هُ قُتاَل بِ ه مَجِ ْي ًع ا َو إِ َّن اَْم َس َكهُ َو ُه َو َي َرى أَنَّهُ إِمَّنَ ا يُِريْ ُد
َ الض َّر
َو،َش َّد الْعُ ُق ْوبَ ِة ِ ِِ ِ ِ
َكأُ ب الْ ُم ْم ِس ِ
ُ َ َو َي َع اق، فَانَّهُ يُ ْقتَ ُل الْ َقات ُل، اَل َي َرى انَّهُ َع َم َد ل َقْتل ه.َّاس
ُ الن
39
. َو اَل يَ ُك ْو ُن َعلَْي ِه الْ َقْت ُل،ُيُ ْس َج ُن َسنَةً أِل َنَّهُ أ َْم َس َكه
Nama lengkap Imam Syafi'i adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris
bin Abbas bin Utsman bin Syafi'i al-Hasyimi al-Muthalibi. Dia keturunan
bani Abdul Muthalib bin Abdul Manaf, kakek buyut Nabi Muhammad Lahir
150 H, yang kebetulan bersamaan dengan tahun kelahiran Imam Ali ar-Ridha,
Imam kedelapan kaum Syi'ah. Pada tahun itu pula Imam Abu Hanifah wafat.
Imam Anas Ibnu Malik, Almuwaththa, (Libanon: Daar Al Khotob Al llmiyah, 2006), hlm. 488-
39
489.
44
Ayah Imam Syafi'i tinggal di Madinah, kemudian pindah karena sesuatu yang
berjarak sekitar farsakh dari kota Gaza dan menetap di kota itu hingga wafat.
Semasa hidupnya, ayah Imam Syafi'i dikenal sebagai sosok yang amat
bersahaja.
dari kota Gaza ke kota Mekah, yang tidak lain merupakan tanah tumpah darah
para leluhurnya. Syaf'i kecil lalu tumbuh berkembang di kota itu sebagai
seorang yatim dalam pangkuan ibunya. Semasa hidupnya, ibu Imam Syafi'i
adalah seorang perempuan yang ahli ibadah, sangat cerdas, dan dikenal
sebagai seorang perempuan yang berbudi luhur. Di kota Mekah, Imam Syafi'i
berhasil menghafal seluruh isi al-Qur an ketika usianya masih amat belia. Al-
Muzani meriwayatkan bahwa Imam Syafi'i pernah berkata, "Aku telah hafal
seluruh al-Qur an saat usia tujuh tahun, dan aku telah hafal al-Muwattha'
karya Imam Malik saat usiaku sepuluh tahun. " Konon, Imam Syaf'i berhasil
Kemudian Imam Syafi'i belajar bahasa Arab kepada suku Hudzail yang
tinggal di pedalaman. Kala itu, suku Hudzail adalah salah satu suku yang
paling fasih berbahasa Arab. Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa Imam Syafi'i
menghafal banyak syair dari suku Hudzail dan tinggal bersama mereka di
Kemudian ulama Yaman yang dijadikan guru oleh Imam Syaf’i adalah:
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu Asy-Syafi’i Al-Muyassar, terj. Muhamad Afif, (Jakarta: PT. Niaga
40
Dan adapun guru-guru Imam Syafi'i dari kalangan ulama Irak, adalah:
Secara garis besar, dalam menguasai fiqih Madinah, Imam Syafi'i berguru
pelanjut fiqih Hanafi. Di samping itu, Imam Syafi’i mempelajari fiqih Al-
Auza'i dari Umar bin Abi Salamah dan mempelajari fiqh Al-Laits kepada
Yahya lbn Hasan. Dengan modal penguasaan terhadap dua aliran ini, Imam
tidak bisa terhindari oleh para murid dan pengikutnya. Oleh karena itu,
Setia,2008), hlm.236.
47
3) Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Mazhab Hanbali) (w. 240 H);
9) Al-Muzani,
murid yang mendengar dan menuliskan ajaran dan membantu Imam Syaf'i
10) Abu Utsman, Muhammad bin Syafi'i [anak kandung Imam Syafi'i] (w.
232 H)
al-Qur’an yang lebih sering bersifat umum (mujmal). Hadits yang sejajar
tidak mutawatir. Sebuah hadits juga tidak boleh bertentangan dengan al-
Qur an.
dengan ijma' di sini adalah ijma' para ahli fiqih yang menguasai ilmu
3) Peringkat ketiga adalah pendapat para sahabat nabi dengan syarat tidak
ada yang menentang pendapat tersebut, dan juga tidak melanggar ucapan
sahabat lain.
50
ketetapan al-Qur an, hadits, atau qiyas (analogi) ketika terjadi perbedaan
Syafi’i
Imam Syafi’i dalam menghukumi pelaku turut serta dalam tindak pidana
tidak membedakan antara pelaku turut serta pada kasus kebetulan (tawafuq)
dan padakasus yang sudah di rencanakan (tamalu) akan tetapi Imam Syafi’i
menghukumi pelaku sesuai apa yang ia kerjakan. Oleh karna itu Imam
dengan hukuaman ta’zir dan ditahan (penjara) karna pelaku turut serta dalam
tindak pidana pembunuhan tersebut hanya menahan saja atau hanya mebantu
korban meningal. Oleh karna itu Imam Syafi’i menghukum pelaku tersebut
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu Asy-Syaf’I Al-Muyassar, Terj. Muhamad Afif, (Jakarta: PT. Niaga
43
B. Metode Istinbath Imam Malik Dan Imam Syafi’i Tentang Hukum Pelaku
beberapa metode dalam mengambil sumber hukum, akan tetapi Imam Malik tidak
44
Abi Abdilah Muhammad bin Idris as-Syafi‟i, Al-Umm, Juz II, (Beirut: Dar Al- Kutub Al-
Ijtima’iyah t.t), hlm. 26.
52
menulis secara sistematika pemikiran ushul fiqihnya. Tetapi para murid Imam
Malik yang menyusun pemikiran Imam Malik. Diantara murid Imam Malik yang
al-'adât".
ۖ ين يَ أْ ُكلُو َن أ َْم ٰوَل الْيَت َٰم ٰى ظُْل ًم ا إِمَّنَ ا يَ أْ ُكلُو َن ىِف بُطُ وهِنِ ْم نَ ًارا ِ َّ ِ
َ إ َّن الذ
mengurangi dalam mengurusi harta anak yatim. Selain itu, Imam Malik
mendahulukan hadis ahad dari qiyas. Selain itu, Imam Malik menggunakan
hadis munqathi dan mursal selama tidak bertentangan dengan tradisi orang-
orang Madinah.
sebagai hujjah (dalil hukum) karena amalannya, dinukil langsung dari Nabi.
d. Fatwa sahabat fatwa sahabat digunakan oleh Imam Malik karena sebagian
para sahabat melakukan manasik haji dengan Nabi. Oleh karena itu, qaul
mengambil juga fatwa para kibar at-tabiin meskipun derajatnya tidak sampai
al-muitama' alaih dan sebagainya. ljma Ahli Madinah pun dijadikan hujah,
itu.
Setia,2008), hlm.166-171.
54
ada karena suatu hal yang belum diyakini. Yang dimaksud dengan Maslahah
Mashlahah harus bersifat umum untuk masyarakat dan bukan hanya berlaku
pada orang tertentu yang bersifat pribadi. Ketiga, Mashlahah itu harus benar-
Istidlalul Mursah dari pada Qiyas, sebab mengunakan istihsan itu, tidak
i. Sadd al-Zara’i menutup jalan atau sebab yang menuju kepada hal-hal yang
dilarang. Dalam hal ini Imam Malik menggunakannya sebagai salah satu
dasar pengambilan hukum, sebab semua jalan atau sebab yang bisa
hukumnya haram.
j. Istishab tetapnya suatu ketentuan hukum untuk masa sekarang atau yang akan
datang berdasarkan atas ketentuan hukum yang sudah berlaku dan sudah ada
dimasa lampau, maka sesuatu yang sudah diyakini adanya, kemudian datang
55
keraguan atas hilangnya sesuatu yang telah diyakini adanya tersebut, maka
Imam Malik dalam kasus orang yang mengikat sesorang untuk orang lain lalu
orang tersebut membunuh orang yang di ikat ini Imam Malik menghukumi pelaku
turut serta dalam tindak pidana pembunuhan berdasarkan niat pelaku ketika
pelaku turut serta dalam tindak pidana pembunuhan mengetahu bahwa orang yang
dia bantu akan membunuh korban maka pelaku turut serta dalam tindak pidana
pelaku penyertaan secara langsung sedangkan ketika pelaku turut serta tersebut
pembunuhan terhadap korban maka pelaku turut serta tersebut dianggap pelaku
langsung dan di hukumi dengan hukuman berat dan di penjara satu tahun karna
menahan korban. Metode Imam Malik dalam menghukumi pelaku turut serta
dalam tindak pembunuhan dalam kasusu membantu menahan korban untuk orang
lalu orang lain membunuh korban tersebut mengunkan dalil Al-Qur’an surat An-
Nisa 93
ب اللّهُ َعلَْي ِه َولَ َعنَ هُ َوأ ََع َّد لَهُ َع َذابًا ِ ِ ِ ومن ي ْقتل مؤِمن ا ُّمتع ِّم ًدا فَج زآؤه جهن
َ َّم َخال ًدا ف َيه ا َو َغض
ُ َ َ ُُ َ َ ََ ً ُْ ْ ُ َ ََ
يما ِ
ً َعظ
Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyri (Cet.II; Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 199
46
56
Al-Qur’an yakni melalu kajian makna yang tersurat dari ayat Al-Quran tersebut.
Oleh karna itu Imam Malik dalam memahmi ayat pembunuhan sengaja ini dengan
makan zhahir. Yaitu memahami makna sengaja di sinih dengan perbuat yang di
Oleh karna itu dalam kasus orang yang membantu menahan seseorang untuk
orang lain berdasarkan niat pelaku ketika pelaku turut serta berniat membunuh
dengan pembembunuhan senggaja dan ketiak pelaku tidak ada niat membunuh
maka Imam Malik menghukumi pelaku tersebut dengan hukuman berat yaitu di
Adapun landasan hukum Imam Malik boleh nya menghukum dua orang
karana membunuh satu orang adalah fatwa-fatwa sahabat Umar bin Khatab:
اح ٍد
ِ مَخْسةً أَو سبعةً بِرج ٍل و، اب َقتَل َن َفرا
َ ُ َ َ َْ ْ َ ً َ
ِ ََّن عُمر بْن اخْلَط ِ ِِ
َ َ َ َّ أ، َع ْن َسعيد بْ ِن الْ ُم َسيِّب
صْن َعاءَ لََقَت ْلُت ُه ْم مَجِ ًيعا ِ َ ََقَتلُوهُ َقْت َل ِغيلَ ٍة َوق
َ لَ ْو مَتَاأَل َ َعلَْيه أ َْه ُل: ال عُ َم ُر
48
Dari Sa’id bin Al-Muassab bahwa Umar bin Khatab r.a telah membunuh lima
atau tujuh orang sebab membunuh seorang laki-laki dengan cara tipu muslihat,
dan Umar r.a berkata: Seandainya penduduk Ṣan’a ikut bersama-sama membunuh
anak itu, sungguh aku pasti akan menghukum bunuh mereka semua.
Menurut analisis penulis mengenai fatwa sahabat Umar bin Khatab ini
dimana Umar bin Khatab telah menghukum qiṣhaṣh terhadap beberapa orang
47
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Pustaka Abadi
Bangsa, 2012), hal. 93.
48
Imam Anas Ibnu Malik, Almuwattha, (Libanon: Daar al kotob al llmiyah, 2006), hlm.487
57
yang membunuh seorang yang ada di daerah Shan’a, dalam pembunuhan tersebut
2. Metode Istinbath Imam Syafi’i tentang Hukum Pelaku Turut Serta dalam
mengurutkan sumber ijtihad atau dalil- dalil hukum ke dalam lima peringkat
diantara nya:
lebih sering bersifat umum (mujmal). Hadits yang sejajar dengan al-Qur'an
adalah hadits yang shahih. Adapun sunah yang memiliki derajat ahad,
dengan ijma' di sini adalah ijma' para ahli fiqih yang menguasai ilmu
mujtahid dari kalangan umat Muhammad setelah wafatnya sang Nabi pada
c. Peringkat ketiga adalah pendapat para sahabat nabi dengan syarat tidak ada
sahabat lain.
ketetapan al-Qur an, hadits, atau qiyas (analogi) ketika terjadi perbedaan
Dalam kasus orang (pertama) yang membantu memegangi korban agar orang
memengangi tersebut dengan hukuman ta’zir dan ditahan karena Imam Syafi’i
mengap orang yang membunuh tersebut bukan lah pembunuhnya karna Imam
pelaku akan tetetapi berdaasrkan peruatan pelaku, sebagi mana di jelaskan oleh
Imam Syaf’i dalam kitab nya Al-Umm : Asy Syafi'i berkata "Ibrahim bin
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu Asy-Syaf’I Al-Muyassar, Terj. Muhamad Afif (Jakarta: PT. Niaga
49
ض ا ِربِِه َو َم ْن َت َوىَّل َغْي َر َم َوالِْي ِه ِ ِِ ِ ِ ِ إِ َّن أ َْع َدءَ الن
ُ َّاس َعلَى اهلل الْ َقات ُل َغْي َر قَاتل ه َو الضَّا ِر
َ ب َغْي َر
صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ٍ مِب
َ َف َق ْد َك َفَر َا أَْنَزَل اهللُ َعلَى حُمَ َّمد
Sebesar besar manusia yang menjadi musuh Allah ialah orang-orang yang
membunuh orang yang bukan pembunuhnya dan pemukul orang yang bukan
pemukulnya, dan siapa yang mewalii orang yang bukan dibawah perwaliannya,
maka dia telah mengingkari dengan apa yang diturunkan oleh Allah kepada
Muhammad saw.
karena membunuh satu orang adalah fatwa fatwa sahabat Umar bin Khatab:
Dari Sa’id bin Al-Muassab bahwa Umar bin Khatab r.a telah membunuh lima
atau tujuh orang sebab membunuh seorang laki-laki dengan cara tipu muslihat,
dan Umar r.a berkata: Seandainya penduduk Ṣan’a ikut bersama-sama membunuh
anak itu, sungguh aku pasti akan menghukum bunuh mereka semua.
Hukum bagi pelaku turut serta dalam tindak pidana Pembunuhan, terdapat
persamaan dan perbedaan pendapat diantara Imam Malik dan Imam Syafi’i,
adapun persamaan pendapat antara Imam Malik dan Imam Syafi’i adalah sama-
persamaan pendapat ini dikarnakan Imam Malik dan Imam Syafi’i menggunkan
sumber hukum yang sama yaitu fatwa Umar bin Khatab dimana Umar bin Khatab
telah menghukum qiṣaṣ terhadap beberapa orang yang membunuh seorang yang
ada di daerah Shan’a, yang dimana dalam pembunuhan tersebut terdapat unsur
اح ٍد
ِ مَخْس ةً أَو س بعةً بِرج ٍل و، اب َقتَ ل َن َف را
َ ُ َ ََْ ْ َ ً َ
ِ ََّن عُم ر بْن اخْلَط ِ ِِ
َ َ َ َّ أ، َع ْن َس عيد بْ ِن الْ ُم َس يِّب
صْن َعاءَ لََقَت ْلُت ُه ْم مَجِ ًيعا ِ َ ََقَتلُوهُ َقْت َل ِغيلَ ٍة َوق
َ لَ ْو مَتَاأَل َ َعلَْيه أ َْه ُل: ال عُ َم ُر
Dari Sa’id bin Al-Muassab bahwa Umar bin Khatab r.a telah membunuh
lima atau tujuh orang sebab membunuh seorang laki-laki dengan cara tipu
muslihat, dan Umar r.a berkata: “Seandainya penduduk Ṣan’a ikut bersama-sama
membunuh anak itu, sungguh aku pasti akan menghukum bunuh mereka semua.
61
Menurut analisis penulis mengenai fatwa sahabat Umar bin Khatab ini dimana
Umar bin Khatab telah menghukum qiṣaṣ terhadap beberapa orang yang
terdapat unsur ghilah (tipu muslihat) dan unsur tamalu (perencanan)’ dimana para
pelaku turut serta dalam pembunuhan tersebut turut serta tersebut ikut membunuh
korban.
Dalam kasus turut serta yang dimana pelaku turut serta nya hanya membantu
sehingga korban tersebut meninggal, Imam Malik dan Imam Syafi’i berbeda
pendapat. Imam Malik menghukumi pelaku turut serta dalam tindak pidana
pembunuhan dengan dua hukuman yaitu dengan hukuman qishash dan hukuman
berat dan di tahan atau di penjara dimana ketika pelaku turut serta dalam tindak
pidana pembunuhan mengetahu bahwa orang yang dia bantu akan membunuh si
korban maka pelaku turut serta dalam tindak pidana tersebut di hukumi qishash
sedangkan ketika pelaku turut serta tersebut tidak mengetahui bahwa orang yang
turut serta tersebut dihukumi dengan hukuman berat dan di penjara satu tahun
kana menahan korban tersebut, sebagaimana penjelasan Imam Malik dalm kitab
َان َّ ُه ِا َّن َا ْم َس َك ُه َو ُه َو يَ َرى. فَ َيرْض ِبُ ُه فَ َي ُم ْو ُت َم َكنَ ُه. ِ ىِف َّالر ُجلِ يُ ْم ِس ُك و َّالر ُج َل ِل َّلر ُجل، ٌ قَا َل َماكِل
اَل.َان َّ ُه يُ ِريْدُ قَ ْتهَل ُ قُ ِتاَل ِب ِه مَج ِ ْي ًعا َو َّن َا ْم َس َك ُه َو ه َُو يَ َرى َأن َّ ُه ن َّ َما يُ ِريْدُ الرَض َّ َب ِب َما يَرْض ِ ُب ِب ِه النَّ ُاس
ِإ ِإ
62
َو ي ُْس َج ُن َس نَ ًة َأِلن َّ ُه، َو ي َ َع اقَ ُب الْ ُم ْم ِس ُك َأ َش َّد الْ ُع ُق ْوب َ ِة، فَ ِان َّ ُه يُ ْقتَ ُل الْ َقا ِت ُل، ِ يَ َرى ِان َّ ُه مَع َ دَ ِل َق ْتهِل
52
. َو اَل يَ ُك ْو ُن عَلَ ْي ِه الْ َق ْت ُل،َُأ ْم َس َكه
ب اللّهُ َعلَْي ِه َولَ َعنَ هُ َوأ ََع َّد لَهُ َع َذابًا ِ ِ ِ ومن ي ْقتل مؤِمن ا ُّمتع ِّم ًدا فَج زآؤه جهن
َ َّم َخال ًدا ف َيه ا َو َغض
ُ َ َ ُُ َ َ ََ ً ُْ ْ ُ َ ََ
يما ِ
ً َعظ
Al-Qur’an yakni melalu kajian makna yang tersurat dari ayat Al-Quran tersebut.
52
Imam Anas Ibnu Malik, Almuwattha, (Libanon: Daar Al Khotob Al llmiyah, 2006), hlm. 488-
489.
53
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Pustaka Abadi
Bangsa, 2012), hal. 93.
63
Oleh karena itu Imam Malik dalam memahami ayat pembunuhan sengaja ini
dengan makan zhahir. Yaitu memahami makna sengaja disini dengan perbuat
kematian. Oleh karna itu dalam kasus orang yang membantu menahan seseorang
untuk orang lain berdasarkan niat pelaku ketika pelaku turut serta berniat
Imam Syafi’i menghukumi pelaku turut serta dalam tindak pidana secara
pembunuhan dengan hukuman ta’zir dan ditahan (penjara) karena pelaku turut
serta dalam tindak pidana pembunuhan tersebut hanya menahan saja atau hanya
54
Abi Abdilah Muhammad bin Idris as-Syafi‟i, Al-Umm, Juz II, (Beirut: Dar Al- Kutub Al-
Ijtima’iyah t.t), hlm. 26.
64
kerongkongan. Lalu laki-laki itu di bunuh oleh orang lain maka di bunuh orang
yang membunuhnya (di qishash) dengan sebeb membunuh korban dan tidak
dibunuh (tidak di qishash) orang yang memeganginya dan tidak ada denda
baginya dan dia di hukum ta’zir dan di tahan (penjara). Karna sesungguhnya
dalam perkara ini dia (orang yang menahan) bukan pembunuh dan apabila
menghukumi sebuah pembunuhan atas orang-orang yang membunuh maka orang
ini (orang yang menahan) bukan sebagai pembunuh.
Dalam kasus orang (pertama) yang membantu memegangi korban agar orang
memengangi tersebut dengan hukuman ta’zir dan ditahan karena Imam Syafi’i
mengap orang yang membunuh tersebut bukan lah pembunuhnya karna Imam
pelaku akan tetetapi berdaasrkan peruatan pelaku, sebagi mana di jelaskan oleh
Imam Syaf’i dalam kitab nya Al-Umm : Asy Syafi'i berkata "Ibrahim bin
ض ا ِربِِه َو َم ْن َت َوىَّل َغْي َر َم َوالِْي ِه ِ ِِ ِ ِ ِ إِ َّن أ َْع َدءَ الن
ُ َّاس َعلَى اهلل الْ َقات ُل َغْي َر قَاتل ه َو الضَّا ِر
َ ب َغْي َر
صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ٍ مِب
َ َف َق ْد َك َفَر َا أَْنَزَل اهللُ َعلَى حُمَ َّمد
Sebesar besar manusia yang menjadi musuh Allah ialah orang-orang yang
membunuh orang yang bukan pembunuhnya dan pemukul orang yang bukan
pemukulnya, dan siapa yang mewalii orang yang bukan dibawah perwaliannya,
maka dia telah mengingkari dengan apa yang diturunkan oleh Allah kepada
Muhammad saw.
Muhammad bin Ishaq ia berkata: "Saya berkata ke pada Abu Jafar Muhammad bin
Ali ra. mengenai apa yang terdapat di dalam lembaran tertulis yang ada pada
kerabat Rasulullah saw. lalu dia berkata "Di dalam lembaran itu tertutis "Allah
melaknat orang yang membunuh yang bukan pembunuhnva dan pemukul orang
yang bukan pemukulnya, barang siapa yang mewalii orang yang tidak dibawah
perwaliannya maka dia telah ingkar dengan apa yang diturunkan oleh Allah Yang
Maha Tinggi sebutan-Nya kepada Muhammad saw.55
karena membunuh satu orang adalah fatwa fatwa sahabat Umar bin Khatab:
Dalam hukum pidana Indonesia hukuman bagi pelaku turut serta melakukan
kejahatan ini diatur dalam Bab 5 Pasal 57 KUH Pidana. Dalam Pasal 57di
55
Abi Abdilah Muhammad bin Idris as-Syafi‟I, al-Umm, ,penerjemah,Ismail Yakub Juz ix,
(Kuala Lumpur: Victory Agencie,198), hlm. 128.
56
Imam Anas Ibnu Malik, Almuwaththa, (Libanon: Daar Al Khotob Al llmiyah, 2006),
hlm.487
66
2) Bila kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
kejahatannya sendiri.
tidak sama dengan pembuat. Pidana pokok untuk pembantu diancam lebih
ringan dari pembuat. Prinsip ini terlihat di dalam Pasal 57 ayat 1 dan ayat 2
diancamkan dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka
maksimum pidana pokok untuk pembantu adalah lima belas tahun penjara
dalam bentuk pokok, dimuat dalam Pasal 338 KUHP yang rumusannya adalah:
Unsur Objektif
57
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta:Bumi Askara, 2014), hlm. 25
58
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta:Bumi Askara, 2014), hlm. 25
67
Unsur Subjektif
1) Dengan sengaja
Dengan demikian hukuman bagi pelaku turut serta dalam tindak pidana
jika pelaku pembunuhan diancam dengan hukuman pidana penjara 15 tahun maka
pelaku turut serta dalam pembunuhan di hukumi dengan hukuman pidana penjara
5 tahun.
Imam Malik menghukumi pelaku turut seta dalam tindak berdasarkan niat
pelaku dengan hukuman qishash jika pelaku turut serta dalam pembunuhan
mengetahui orang yang ia bantu ingin membunuh korban dan hukuman penjara
jika ia tidak mengetahui orang yang ia bantu akan membunuh korban sedangkan
Imam Syafi’i menghukumi pelaku turut serta dalam tindak pidana pembunuhan
Berdasarkan pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i tersebut pendapat yang
Sayafi’i karana Imam Syafi’I menghukumi pelaku turut serta dalam tindak pidana
dimana dalam hukum pidana di Indonesia pelaku turut serta dalam tindak pidana
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
kesimpulan:
dengan hukuman qishash jika pelaku turut serta tersebut mengetahu bahwa
orang yang ia bantu tersebut ingin membunuh korban dan jika pelaku turut
pelaku turut serta tersebut dengan hukuman ta’zir dan di tahan (di penjara)
hukuman bagi pelaku turut serta yaitu dengan memahami lafad zhahir
69
dalam memami ayat Al- Qur’an dan mengunakan Ftawa sahabat Umar bin
dalam menentukan hukuman bagi pelaku turut serta dalam tindak pidana
3. Persamaan antara Imam Malik dan Imam Syafi’i dalam menetukan pelaku
penjara. Perbedaan pendapat antara Imam Malik Dan Imam Syafi’i yaitu
Imam Syafi’i hanya menghukumi pelaku turut serta dalam tindak pidana
dimana dalam hukum pidana di Indonesia pelaku turut serta dalam tindak
B. Saran
70
menentukan hukum bagi pelaku turut serta dalam tindak pidana pembunuhan
di harpkan kepada masarakat agar tidak terjadi saling menyalah nyalah kan
antar pedapat karna padadasarnya Imam Malik dan Imam Syafi’i memeliki
landasan hukum masing- masing dalam mentukan hukum bagi pelaku turut
perbedaan pendapat ini sebagai alat untuk memecah umat. Terutama dalam
pembunuhan.
71