Anda di halaman 1dari 43

PANDUAN PRAKTIK KLINIS GIGI DAN MULUT

NOMOR 1156/PER/RSI-SA/I/2020

1
PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
NOMOR 1156 /PER/RSI-SA/I/2020
TENTANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS GIGI DAN MULUT
DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM
DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Menimbang : a. bahwa penyusunan standar pelayanan kedokteran bertujuan untuk memberikan


jaminan kepada pasien untuk memperoleh pelayanan kedokteran yang
berdasarkan nilai ilmiah sesuai dengan kebutuhan medis pasien serta
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kedokteran yang diberikan
oleh dokter dan dokter gigi;
b. bahwa sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan klinis Gigi dan
mulut perlu penyempurnaan Panduan Praktik Klinis Gigi dan mulut sebagai acuan
pelayanan klinis Gigi dan mulut;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf b, perlu
ditetapkan Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung tentang
Panduan Praktik Klinis Gigi dan mulut;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;


2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 Tentang
Standar Pelayanan Kedokteran;
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755 /Menkes/PER/IV/2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit;
4. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 107/DSN-
MUI/IX/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip
Syariah;
5. Keputusan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Nomor 12/SK/YBW-SA/II/2018
tentang Pengangkatan dr. H. Masyhudi AM, M.Kes sebagai Direktur Utama Rumah
Sakit Islam Sultan Agung Masa Bakti 2018 – 2022;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG TENTANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS GIGI DAN MULUT.

2
Pasal 1

Panduan Praktik Klinis adalah panduan prosedur standar dalam pelayanan dan perawatan kepada
pasien yang harus diketahui dan dijalankan oleh seorang dokter untuk melaksanakan kegiatan
kesehatan secara optimal, professional, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 2

Panduan Praktik Klinis bagi dokter di Rumah Sakit bertujuan untuk memberikan acuan bagi dokter
dalam memberikan pelayanan di Rumah sakit dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.

Pasal 3

Panduan Praktik Klinis Dokter di Rumah Sakit meliputi pedoman penatalaksanaan terhadap penyakit,
diambil berdasarkan kriteria:
1. Penyakit yang prevalensinya cukup tinggi;
2. Penyakit yang membutuhkan biaya tinggi; dan
3. Penyakit yang risiko tinggi.

Pasal 3

Pada saat Peraturan Direktur Utama ini berlaku, Surat Keputusan Direktur Utama Nomor
565.3/PER/RSISA/V/2019 tentang Panduan Praktik Klinik Gigi dan mulut dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

Pasal 4
Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Semarang
Pada tanggal 12 Jumadil Awwal 1441 H
08 Januari 2020 M

DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Dr. H. MASYHUDI AM, M.Kes.

3
PENYUSUN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
GIGI DAN MULUT

1. drg. Yayun Siti Rochmah, Sp.BM Dokter Gigi dan Mulut


2. drg. Rusdima Udi, Sp.BM Dokter Gigi dan Mulut
3. drg. Meilina Suharyani, Sp.KG Dokter Gigi dan Mulut
4. drg. Pradnya Widyo Septodika, Sp.KG Dokter Gigi dan Mulut
5. drg. Djoko Priyanto, Sp.Ort Dokter Gigi dan Mulut
6. drg. Ade Ismail Abdul Kodir, Sp.Perio Dokter Gigi dan Mulut
7. drg. Rosa Pratiwi,Sp.Perio Dokter Gigi dan Mulut
8. drg. Ani Subekti, MD.Sc, Sp.KGA Dokter Gigi dan Mulut
9. drg. Rochman Mujayanto, Sp.PM Dokter Gigi dan Mulut
10. drg. Pipit Puspitasari Dokter Gigi dan Mulut
11. drg. Rahmawati Sri Praptiningsih Dokter Gigi dan Mulut
12. drg. Gilang Satriya Wastubrata Dokter Gigi dan Mulut

4
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................ Error! Bookmark not defined.


PERATURAN DIREKTUR UTAMA ............................................................................................................ 2
PENYUSUN ............................................................................................................................................ 4
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................ 5
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ 6
PENDAHULUAN ..................................................................................................................................... 7
PANDUAN PRAKTIK KLINIK DOKTER GIGI NEKROSIS PULPA/ GANGREN PULPA .................................... 8
PANDUAN PRAKTIK KLINIK DOKTER GIGI KALKULUS / GINGIVITIS ...................................................... 15
PANDUAN PRAKTIK KLINIK DOKTER GIGI PULPITIS IRREVERSIBLE ...................................................... 22
PANDUAN PRAKTIK KLINIK DOKTER GIGI RECURRENT APHTOUS STOMATITIS (RAS) .......................... 29
PANDUAN PRAKTIK KLINIK DOKTER GIGI PROLONGED RETENTION.................................................... 33
Instruksi untuk pasien prolonged retention gigi decidui: .................................................................... 34
PANDUAN PRAKTIK KLINIK DOKTER GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA .................................................... 37
PENUTUP ............................................................................................................................................ 43

5
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Demi kelancaran Pelayanan Medis di Bagian Dokter Gigi dan mulut, maka perlu dibuat
Prosedur Tetap dalam bentuk Panduan Praktik Klinis sebagai acuan dokter Gigi dan mulut dalam
bertugas. Adanya buku ini diharapkan menjadi pedoman kerja bagi tenaga medis dan pihak terkait
dalam meningkatkan pelayanan, selain itu juga dapat menjadi bahan referensi.
Pada kesempatan ini disampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua Staf
Medis atas kerjasamanya yang baik dalam menyusun buku prosedur tetap Gigi dan mulut ini.
Kami berharap agar keberhasilan yang telah dicapai akan memacu kita semua untuk turut
menambah buku-buku ilmiah yang berguna bagi peningkatan pelayanan Gigi dan mulut.
Semoga keberadaan buku Panduan Praktik Klinis ini bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Semarang, 8 Januari 2020

Penyusun

6
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT
ISLAM SULTAN AGUNG
NOMOR 1156/PER/RSI-SA/I/2020
TENTANG PANDUAN PRAKTIK KLINIS GIGI DAN
MULUT

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan medis adalah pelayanan kesehatan perorangan; lingkup pelayanan adalah
segala tindakan atau perilaku yang diberikan kepada pasien dalam upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Substansi pelayanan medis adalah pratik ilmu pengetahuan dan
teknologi medis yang telah ditapis secara sosio – ekonomi –budaya yang mengacu pada aspek
pemerataan, mutu dan efsiensi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat
akan pelayanan medis.
Untuk menyelenggarakan pelayanan medis yang baik dalam arti efektif, efisien dan
berkualitas serta merata dibutuhkan masukan berupa sumber daya manusia, fasilitas, prafasilitas,
peralatan, dana sesuai dengan prosedur serta metode yang memadai
Saat ini sektor kesehatan melengkapi peraturan perundang-undangannya dengan
disahkannya Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada bulan Oktober
2004 yang diberlakukan mulai bulan Oktober 2005. Pengaturan praktik kedokteran bertujuan
untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu
pelayanan medis yang diberikan oleh dokter/dokter Gigi dan mulut, serta memberikan kepastian
hukum kepada masyarakat dan dokter/dokter Gigi dan mulut.
Panduan praktik klinis (Clinical practice guidelines) merupakan panduan yang berupa
rekomendasi untuk membantu dokter atau dokter Gigi dan mulut dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Panduan ini berbasis bukti (berdasarkan penelitian saat ini) dan tidak menyediakan
langkah-pendekatan untuk perawatan dan pengobatan, namun memberikan informasi tentang
pelayanan yang paling efektif. Dokter atau dokter Gigi dan mulut menggunakan panduan ini
sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan mereka untuk menentukan rencana pelayanan yang
tepat kepada pasien

B. Tujuan
1. Meningkatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu
2. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya
3. Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal
4. Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil
5. Mamberikan tata laksana dengan biaya yang memadai

7
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
NEKROSIS PULPA/ GANGREN PULPA
1. Definisi Kematian pulpa sebagian atau seluruhnya sebagai kelanjutan dari proses
(Pengertian) karies atau akibat trauma.
Patofisiologi: Kematian/ nekrosis pulpa sebagian atau seluruhnya sebagai
kelanjutan dari proses karies atau trauma. Nekrosis pulpa dapat berupa
nekrosis koagulasi atau sering disebut nekrosis steril, dimana jaringan
pulpa masih utuh namun mengeras dan tidak berbau. Nekrosis pulpa juga
dapat menyebabkan jaringan pulpa hancur/ lisis dan berbau khas gas
gangren, yang dikenal dengan sebutan nekrosis liquefaksi.
2. Anamnesis Tidak ada keluhan rasa sakit spontan. Kadang-kadang ditemui keluhan rasa
nyeri akibat rangsang panas.
3. Pemeriksaan 1. Inspeksi. Kavitas gigi yang sudah dibersihkan dari debris memiliki
Fisik tampilan klinis berupa kavitas yang dasarnya sudah mencapai kamar
pulpa. jaringan pulpa. Tampak perubahan warna gigi yang menjadi
lebih gelap (kehitaman).
2. Perkusi. Gigi diketuk menggunakan pangkal instrumen. Negatif bila
tidak ada rasa sakit, berarti kondisi jaringan periodontal baik. Positif
bila terasa ngilu, berarti pada gigi yang terlibat juga terdapat inflamasi
pada jaringan periodontal (periodontitis).
3. Sondasi. Ujung sonde digeser pada dasar kavitas (kamar pulpa). Bila
sudah tidak ada rasa nyeri, berarti jaringan pulpa sudah mati.
4. Tes termal. Bulatan kapas disemprot dengan Chlor Ethyl (CE) lalu
ditempelkan ke leher gigi. Negatif bila tidak terasa ngilu, berarti pulpa
sudah non vital. Positif bila terasa ngilu, berarti pulpa masih vital.
4. Pemeriksaan Foto Röentgen Periapikal untuk mengetahui kondisi kamar pulpa dan
Penunjang saluran akar, dan untuk panduan dalam penatalaksanaan perawatan
saluran akar.
5. Kriteria Diagnosis Diagnosis nekrosis pulpa/ gangren pulpa ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan objektif yaitu tampilan kilnis berupa kamar pulpa yang sudah
terbuka, jaringan pulpa sudah mati, terdapat perubahan warna gigi
menjadi kehitaman, dan translusensi gigi berkurang.
6. Diagnosis Kerja Nekrosis Pulpa / Gangren Pulpa
7. Diagnosis Pulpitis Reversible, Pulpitis Irreversible
Banding
8. Terapi Gigi dapat dirawat dengan ekstraksi atau jika masih memungkinkan dapat
dipertahankan dengan perawatan saluran akar dilanjutkan dengan
restorasi mahkota gigi.
1. Ekstraksi gigi
a. Sterilisasi area anæstesi dan area bedah dengan Betadine.

8
b. Anæstesi lokal dengan injeksi Lidocaine HCl:
1) Area gigi molar ketiga, gigi molar kedua, dan akar distal gigi
molar pertama maksila di-anæstesi dengan metode
anæstesi infiltrasi supraperiosteum pada n. alveolaris
superior posterior.
2) Area akar mesial gigi molar pertama, gigi premolar kedua,
dan gigi premolar pertama di-anæstesi dengan metode
anæstesi infiltrasi supraperiosteum pada n. alveolaris
superior medius.
3) Area keenam gigi anterior maksila di-anæstesi dengan
metode anæstesi infiltrasi supraperiosteum pada n.
alveolaris superior anterior.
4) Area gigi posterior mandibula di-anæstesi dengan metode
anæstesi blok pada n. Alveolaris inferior dan n. Lingualis.
5) Area gigi anterior mandibula di-anæstesi dengan metode
anæstesi infiltrasi atau anæstesi blok pada n. alveolaris
inferior dan n. lingualis.
c. Separasi gingiva dan gigi dengan ekskavator mengelilingi gigi.
d. Separasi gingiva dari alveolus dengan rasparatorium.
e. Kedudukan akar gigi digoyang dan periodontal space
dilonggarkan dengan dengan diungkit memakai bein atau
elevator.
f. Setelah gigi luksasi, tang ekstraksi dimasukkan ke gingiva sampai
mencengkeram leher gigi.
g. Tang ekstraksi digerakkan:
6) Gerakan rotasi untuk gigi berakar bulat.
7) Gerakan luksasi mesial-distal, bukal-lingual/ palatinal untuk
gigi berakar gepeng.
8) Kombinasi semua gerakan untuk melepas gigi dari
soketnya.
h. Pasien diinstruksikan menggigit tampon yang sudah diolesi
Betadine untuk menghentikan perdarahan.
i. Pemberian medikasi berupa antibiotik jika diperlukan, serta
analgesik dan antiinflamasi. Untuk antibiotik bisa digunakan
antibiotik spektrum luas seperti golongan Penicilin, apabila
pasien mengalami alergi atau resisten terhadap golongan
penicilin dapat digunakan golongan Eritromycin, Clindamycin,
Chepalosporin, Lincosamide dan Metronidazole,. Untuk anti
nyeri dan anti radang dapat digunakan berbagai macam obat
Non Steroid Anti Inflammatory Drugs, atau jika diprediksi luka
bekas ekstraksi gigi dapat mengakibatkan peradangan yang
besar maka dapat dikombinasikan dengan Steroid Anti

9
Inflammatory Drugs.
2. Perawatan saluran akar
a. Preparasi kamar pulpa
Gigi dibuka dengan menggunakan bur bulat dengan arah tegak
lurus terhadap aksis gigi hingga perforasi ke kamar pulpa. Atap
pulpa dibuang dengan bur bulat dengan gerakan dari kamar
pulpa ke arah luar. Dinding kavitas diratakan dengan tappered
fissure boor sampai berbentuk divergen. Preparasi kamar pulpa
selesai bila alat endodontik dapat bergerak leluasa keluar-masuk
dan bentuk kavitas mempunyai cukup retensi untuk tumpatan
sementara.
b. Pulpotomi
Pengambilan jaringan pulpa pada kamar pulpa menggunakan
ekskavator sampai batas orifice.
c. Eksplorasi
Pencarian jalan masuk ke saluran akar melalui orifice dengan
menggunakan explorer atau smooth broach atau jarum Miller.
d. Ekstirpasi pulpa
Pengambilan jaringan pulpa pada saluran akar menggunakan
jarum ekstirpasi atau barbed broach sampai jaringan pulpa
terambil seluruhnya.
e. Pengukuran panjang kerja estimasi dari foto Röentgen
Periapikal.
Panjang gigi pada foto Röentgen periapikal dikurangi 1 mm.
Masukkan K-file dengan nomor kecil, misalnya no.15 sesuai
dengan panjang kerja estimasi, kemudian pasang rubber stop.
Lakukan foto Röentgen Periapikal ulang untuk mengetahui
apakah panjang kerja estimasi tersebut sudah tepat. Jika sudah
tepat maka didapatkan panjang kerja yang sebenarnya.
f. Preparasi apikal
1) Menentukan file pertama yang pas dapat masuk saluran
akar sesuai panjang kerja, disebut IAF (Initial Apical File).
2) Preparasi apikal untuk mendapatkan MAF (Master Apical
File), yaitu minimal 3 nomer diatas file pertama yang pas
dapat masuk sesuai panjang kerja. MAF minimal adalah no.
25.
3) Setiap pergantian file, harus selalu diirigasi menggunakan
NaOCl 2,5% (sodium hipoklorit) dan saline. Irigasi selalu
diawali dan diakhir dengan NaOCl 2,5%.
4) Preparasi apikal pada gigi dengan pulpa nekrosis dilakukan
sampai diperoleh white dentin.
g. Pembentukan badan saluran akar

10
1) Preparasi menggunakan file 3 sampai 4 nomer diatas MAF,
dengan panjang kerja dikurangi 1 mm tiap kenaikan 1
nomer file.
2) Setiap pergantian file yang lebih besar, lakukan rekapitulasi
dengan MAF sesuai panjang kerja.
3) Irigasi dengan NaOCl 2,5% dan saline setiap pergantian
file.
4) Setelah preparasi badan saluran akar selesai, keringkan
dengan paper point.
h. Sterilisasi saluran akar
Dilakukan dressing dengan ChKM, dengan cara kapas kecil yang
dibasahi dengan ChKM diletakkan pada kamar pulpa kemudian
ditutup dengan tumpatan sementara.
i. Obturasi saluran akar
Menggunakan gutta-percha cone yang diolesi bahan pasta
sealer yaitu Endomethasone dengan metode kondensasi lateral.
Pengisian sampai batas orifice.
j. Penumpatan gigi dengan tumpatan permanen, atau
pembentukan mahkota gigi tiruan dengan onlay post core atau
crown jacket (tergantung sisa jaringan keras gigi, pertimbangan
estetika, atau permintaan pasien).

Komplikasi dapat berupa :


1. Gigi yang keropos, mengalami hipersementosis, gigi dengan akar
multipel yang divergen, menyebabkan resiko terjadi fraktur selama
proses ekstraksi. Bagian gigi yang tertinggal dikeluarkan dengan
tindakan bedah minor odontektomi.
2. Perdarahan dapat dicegah dengan sebisa mungkin menghindari
pembuluh darah selama proses ekstraksi gigi. Perdarahan ditangani
dengan melakukan penekanan langsung dengan kasa atau jari,
penjepitan dengan klem dan penjahitan atau suturing.
3. Fraktur pada gigi atau restorasi disekitar area pencabutan dapat
dihindari dengan penggunaan teknik pinch grasp atau sling grasp dan
tekanan terkontrol selama proses ekstraksi.
4. Fraktur prosesus alveolaris dapat ditangani dengan menggunakan
bone rongeur untuk mengambil tulang tulang tajam di dekatnya dan
menggunakan bone file untuk menghaluskan tepi tepi tulang.
5. Oroantral Communication ditangani dengan mengkonfirmasi kondisi
pada pasien, setelah itu dilakukan penjahitan, pemberian antibiotik
spektrum luas, dekongestan sistemik, dan obat analgesik.
6. Dry socket pasca ekstraksi dapat ditangani dengan irigasi dengan
saline, kuretase, peresepan analgesik, serta peresepan antibiotik bila

11
diperlukan.
7. Terdapat penyulit tindakan perawatan saluran yaitu anatomi saluran
akar gigi yang bengkok, terlalu sempit atau buntu, letak gigi yang
terlalu distal, dan apeks gigi yang pipih. Pada kondisi ini, perawatan
saluran akar tidak bisa dilakukan dengan maksimal.
8. Timbul rasa nyeri lagi pada gigi di tengah-tengah perawatan saluran
akar karena pasien tidak kontrol tepat waktu. Pada kondisi ini,
tindakan sterilisasi saluran akar harus diulang.
9. Edukasi Pasien dengan tindakan ekstraksi diinstruksikan untuk:
1. Tidak meminum air hangat selama satu jam pasca ekstraksi. Minum
air dingin lebih baik untuk mempercepat berhentinya perdarahan.
2. Tidak menghisap-hisap bekas pencabutan atau menekan-nekan soket
dengan lidah sampai dengan 3 hari pasca pencabutan.
3. Mengunyah makanan menggunakan sisi yang berlawanan dengan
bekas pencabutan sampai dengan 3 hari paska pencabutan
4. Mengkonsumsi obat yang diberikan paska pencabutan sesuai
instruksi.

Pasien dengan tindakan perawatan saluran akar diinstruksikan


untuk selalu datang sampai perawatan tuntas.
Edukasi umum untuk pasien:
1. Sikat gigi dengan teratur setiap sesudah makan dan sebelum tidur,
menggunakan pasta gigi berfluor.
2. Menunjukkan cara menyikat gigi yang benar:
a. Letakkan bulu sikat sepanjang garis gusi dengan sudut 45 o. Bulu
sikat menyentuh permukaan gigi dan sepanjang garis gusi.
b. Dengan tekanan ringan, sikat perlahan permukaan luar gigi yang
terdiri dari 2-3 gigi dengan gerakan bergetar ke depan, belakang,
dan memutar. Pindahkan sikat gigi untuk seksi berikutnya yang
terdiri dari 2-3 gigi selanjutnya. Ulangi prosedur.
c. Pertahankan sudut 45o dengan bulu sikat menyentuh permukaan
gigi dan gusi. Sikat perlahan dengan gerakan maju mundur dan
berputar sepanjang permukaan gigi sebelah dalam.
d. Putar sikat secara vertikal untuk membersihkan permukaan
belakang gigi depan. Lakukan beberapa gerakan naik dan turun
menggunakan setengah bagian kepala sikat bagian ujung.
e. Letakkan sikat pada permukaan kunyah gigi dan lakukan gerakan
maju mundur.
f. Sikat juga lidah dari arah belakang ke depan untuk menghilangkan
bakteri penyebab bau mulut.
3. Anjuran untuk berkumur dengan obat kumur yang mengandung
Chlorhexidine yang membunuh dan menghambat pertumbuhan

12
mikroorganisme penyebab timbulnya plak dan karang gigi. Berkumur
dilakukan setelah sikat gigi.
4. Anjuran untuk menggunakan dental floss untuk menghilangkan sisa
makanan atau deposit yang terselip di sela-sela gigi yang tidak
terjangkau oleh sikat gigi.
5. Anjuran untuk mengurangi makan makanan lengket dan mengandung
gula tinggi karena sifatnya yang mudah melekat pada permukaan gigi
dan sukar dibersihkan akan mempercepat timbulnya plak yang
merupakan tempat tumbuhnya bakteri yang merusak gigi dan
menimbulkan karang gigi.
6. Lubang gigi sekecil dan sedangkal apapun segera diperiksakan ke
dokter gigi untuk ditumpat sebelum melebar atau bertambah dalam.
7. Kontrol rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.
10. Prognosis 1. Prognosis gigi pasca perawatan saluran akar baik.
2. Prognosis gingiva edentulous pasca tindakan ekstraksi baik
11. Kompetensi Dokter Gigi Umum
12. Indikator Medis Indikator Klinis Perawatan Nekrosis Pulpa dengan Ekstraksi
No Konten Ya Tidak Keterangan
1. Penegakan Diagnosa
2. Anastesi Lokal
3. Ekstraksi Gigi
4. Medikasi Paska Ekstraksi
5. Edukasi

Indikator Klinis Perawatan Nekrosis Pulpa dengan Perawatan Saluran Akar


No Konten Ya Tidak Keterangan
1. Penegakan Diagnosa
2. Ekstirpasi
3. Preparasi Saluran Akar
4. Sterilisasi Saluran Akar
5. Obturasi
6. Restorasi Mahkota
13. Kriteria Pasien -
Pulang Rawat
Inap
14. Kepustakaan Kepustakaan
1. Grossman, L. I. , 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktek (terj.), Jakarta:
EGC.
2. Howe, G. L., Whitehead, F. I. H., 1992, Local Anasthesia in Dentistry,
Jakarta: Hipokrates.
3. Ingle, J. I., Bakland, L. K., and Baumgartner, J. C., 2008, Ingle’s

13
Endodontics 6, Shelton: PMPH-USA Ltd.
4. Pedersen, G. W., 2012, Buku Ajar Praktis: Bedah Mulut (terj.), Jakarta:
EGC.
5. Poyato, F. M., Segura-Egea, J. J., and Button, F. P., 2003, Comparison of
modified Bass technique with normal toothbrushing practices for
efficacy in supragingival plaque removal, Int J Dent Hygiene, 1:110-4.
6. Sriono, N. W., 2005, Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan (cet.
ke-1), Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah
Mada.
7. Walton, R. E. dan Torabijenad, M., 2008, Prinsip & Praktek : Ilmu
Endodonsia (Edisi 3) (terj.), Jakarta: EGC.

14
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KALKULUS / GINGIVITIS
1. Definisi Kalkulus disebut juga tartar atau karang gigi, yaitu lapisan deposit plak
(Pengertian) yang terkalsifikasi dan termineralisasi yang melekat pada permukaan
mahkota dan akar gigi, dan/ atau permukaan tumpatan, dan/ atau
permukaan gigi tiruan, yang berwarna kuning kecokelatan atau kehitaman
dan kasar.
Patofisiologi: Setelah menyikat gigi, pada permukaan gigi akan terbentuk
lapisan bening dan titpis yang disebut pelikel. Pelikel kemudian mulai
berikatan dengan sisa makanan, mikroflora rongga mulut, protein dan
saliva dan berubah menjadi plak. Plak yang tidak dibersihkan lama-
kelamaan akan terkalsifikasi dan termineralisasi dan mengeras menjadi
kalkulus. Proses mineralisasi dimulai dalam 24-72 jam dan butuh 12 hari
untuk matang. Permukaan kalkulus yang kasar menyebabkan makin
banyak plak yang mengendap, menebal, dan menjadi lokasi akumulasi
bakteri yang menyebabkan bau mulut, menginisiasi radang, dan lebih
lanjut merusak jaringan keras maupun lunak rongga mulut. Kalkulus dapat
terlihat kuning kecokelatan atau kehitaman bila bercampur dengan rokok,
teh, kopi, dan zat lain yang meninggalkan pewarnaan pada gigi.
Berdasarkan lokasinya, kalkulus terbagi menjadi 2:
1. Kalkulus supragingiva: terletak di koronal tepi gingiva, kalkulus mula-
mula terdeposit pada permukaan gigi/ tumpatan/ gigi tiruan yang
berhadapan dengan duktus salivarius (permukaan lingual insisivus
rahang bawah dan permukaan bukal molar bawah). Sumber mineral
didapat dari saliva, dapat terlihat langsung dalam rongga mulut.
2. Kalkulus subgingiva: Terletak pada akar gigi pada area poket gingiva,
pada kasus lanjut ditemukan sampai ke apeks gigi. Sumber mineral
diperoleh dari serum darah dan produk inflamasi akibat pembentukan
poket gingiva, tidak dapat terlihat langsung dalam rongga mulut
karena tertutup gingiva.
2. Anamnesis Adanya lapisan kasar berwarna kuning kecokelatan atau kehitaman, yang
bisa ditemukan pada permukaan gigi manapun, sering ditemukan juga
menutupi lapisan gusi yang berbatasan dengan gigi, atau pada permukaan
gigi tiruan, atau permukaan tumpatan, yang tidak dapat hilang dengan
menyikat gigi, menyebabkan bau mulut, gusi mudah berdarah saat sikat
gigi atau berdarah spontan, gigi goyah, gigi linu dan gigi terasa seperti
ditekan.
3. Pemeriksaan 1. Klinis rongga mulut terdapat lapisan berwarna kuning/ cokelat/ abu-
Fisik abu/ kehijauan pada permukaan keras manapun di rongga mulut,
kasar, tidak dapat hilang hanya dengan diusap atau disikat. Pada

15
deposit kalkulus yang banyak tampak gingiva kemerahan, kadang
disertai oedem, mudah berdarah saat disentuh atau disemprot air.
5. Probing. Probe dimasukkan ke sulkus gingiva. Probe masuk sangat
dalam, ujung probe menyentuh dasar sulkus yang biasanya mencapai
cemento-enamel junction (CEJ) atau lebih dalam. Pada kondisi ini,
sulkus gingiva sudah berubah menjadi poket gingiva. Saat probing
terraba lapisan kasar pada permukaan gigi dan akar gigi.
4. Pemeriksaan Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis
Penunjang kalkulus.
5. Kriteria Diagnosis Diagnosis Kalkulus dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
objektif yaitu tampak adanya penumpukan plak yang sudah terkalsifikasi
baik subgingiva maupun supragingiva
6. Diagnosis Kerja Kalkulus / Gingivitis
7. Diagnosis Periodontitis Marginalis
Banding
8. Terapi Penanganan kalkulus terbagi menjadi:
1. Perawatan awal
Dental Health Education (DHE) meliputi pengolesan disclosing
solution ke permukaan gigi untuk menunjukkan plak gigi, mengajari
teknik dan cara menjaga kebersihan gigi dan mulut (bagaimana
menyikat gigi yang baik, cara melakukan flossing, memilih makanan
yang benar termasuk di dalamnya jenis; frekuensi; komposisi; dan
konsistesi makanan, memberi tahu berbagai kebiasaan buruk bagi
kesehatan gigi dan mulut, anjuran mengunjungi dokter gigi rutin
setiap 6 bulan sekali).

2. Eliminasi kalkulus supragingiva dengan scaling


Scaling supragingiva lebih mudah untuk dilakukan dibandingkan
dengan scaling subgingiva, karena:
a. Kalkulus supragingiva lebih longgar perlekatannya ke permukaan
gigi dan kurang termineralisasi dibandingkan dengan kalkulus
subgingiva.
b. Instrumentasi berlangsung koronal dari tepi gingiva, sehingga
sapuan scaler tidak terhalang oleh jaringan lunak, adaptasi dan
angulasi lebih mudah dilakukan, dan visibilitas adalah secara
langsung.

Alat yang digunakan untuk scaling supragingiva dapat berupa:


a. Scaler sabit dan kuret, dikategorikan sebagai scaler manual.
b. Scaler ultra sonik (Ultra Sonic Scaler/ USS).

16
Metode scaling manual untuk mengeliminasi kalkulus supragingiva:
a. Alat dipegang dengan modifikasi pemegangan pena.
b. Sandaran jari yang kokoh dilakukan pada gigi tetangga atau
tempat bertumpu lainnya.
c. Sisi pemotong dari mata pisau alat ditempatkan pada tepi apikal
dari kalkulus lalu mata pisau diadaptasikan dengan baik ke
-
d. Dengan tekanan lateral yang kuat dilakukan serangkaian sapuan
scaling yang pendek, bertumpang tindih ke koronal dalam arah
vertikal atau oblik. Tekanan lateral berangsur-angsur dikurangi
sampai sedang, sampai secara visual dan sensasi taktil
permukaan gigi terbebas dari kalkulus.

Metode scaling Ultra Sonik (USS) untuk mengeliminasi kalkulus


supragingiva:
a. Alat diatur sedemikian rupa sehingga semburan air cukup
memadai dan vibrasi tidak melebihi yang dibutuhkan untuk
penyingkiran kalkulus.
b. Instrumen dipegang dengan modifikasi pemegangan pena.
c. Sandaran jari sama pada scaling manual.
d. Alat dihidupkan dengan menginjak pedal kaki atau menyetel
pada hand-piece, tergantung tipe alatnya.
e. Tip atau ujung alat yang telah bergetar digerakkan dengan
sapuan vertikal pendek-pendek dengan tekanan ringan melintasi
deposit yang hendak disingkirkan. Tekanan lateral yang kuat tidak
dibutuhkan. karena yang melepaskan deposit adalah vibrasi dari
alat.
f. Tip harus senantiasa bergerak, dan bagian ujungnya tidak boleh
diarahkan tegak lurus ke permukaan gigi untuk menghindari
terjadinya guratan-guratan pada permukaan gigi.

3. Eliminasi kalkulus supragingiva dengan scaling dan root planning


Scaling subgingiva dan root planning jauh lebih rumit dan sukar
dibandingkan dengan scaling supragingiva, karena:
a. Kalkulus subgingiva lebih keras dibandingkan kalkulus
supragingiva dan sering tertancap ke permukaan akar yang tidak
rata sehingga melekat lebih erat dan sukar disingkirkan. Visibilitas
sering terhalang akibat adanya perdarahan gingiva sewaktu
instrumentasi, dan oleh bagian gingiva yang menjadi dinding
poket gingiva.

17
b. Arah dan panjang sapuan menjadi terbatas oleh dinding poket
gingiva.

Alat yang digunakan untuk scaling supragingiva adalah kuret, baik


kuret universal atau kuret Gracey, yang dikategorikan sebagai scaler
manual. Pilihan terhadap kuret didasarkan pada desainnya yang
menguntungkan untuk instrumentasi pada daerah subgingiva: mata
pisau melengkung, ujung mata pisau tumpul dan punggung mata
pisau yang melengkung. Desain yang demikian memungkinkan alat
diadaptasikan pada berbagai variasi kontur akar gigi tanpa
mencederai jaringan lunak .

Metode scaling manual dan root planning untuk mengeliminasi


kalkulus subgingiva:
a. Alat dipegang dengan modifikasi pemegangan pena.
b. Sandaran jari yang kokoh dilakukan pada gigi tetangga atau
tempat bertumpu lainnya. Pilih sisi pemotong mana yang sesuai.
Pada kuret Gracey hanya satu sisi pemotong yang dapat
digunakan, sedangkan pada kuret universal kedua sisi pemotong
dapat digunakan disesuaikan dengan sisi yang hendak
diinstrumentasi.
c. Sisi pemotong yang tepat diadaptasikan ke permukaan gigi
dengan bagian bawah tangkai alat sejajar permukaan gigi, dan
dengan angulasi 0° diselipkan hati-hati sampai ke epitel penyatu
dengan sapuan eksploratori.
d. Setelah sisi pemotong mencapai dasar poket gingiva, dibentuk
angulasi kerja sebesar 45° -90°.
e. Dengan tekanan lateral yang kuat dilakukan serangkaian sapuan
scaling yang pendek secara terkontrol, bertumpang-tindih dalam
arah vertikal dan oblik sampai hanya terasa sedikit kekasaran
pada permukaan akar gigi yang menandakan sebagian besar
kalkulus subgingival telah tersingkirkan. Dalam melakukan sapuan
scaling yang bertumpang-tindih pada setiap daerah kerja,
tekanan lateral dikurangi secara perlahan-lahan sampai sedang.
Kalkulus yang besar tidak boleh diusahakan untuk disingkirkan
dengan satu kali sapuan, tetapi harus sedikit demi sedikit. Sapuan
scaling dalam arah vertikal dan oblik dilakukan berulang-ulang
sambil bergeser tempat sedikit demi sedikit sampai keseluruhan
kalkulus tersingkirkan.
f. Apabila penyingkiran kalkulus dilakukan dengan satu kali sapuan,
tekanan lateral tidak terkonsentrasi pada satu daerah kecil
melainkan tersebar. Akibatnya kalkulus tidak tersingkirkan
18
melainkan hanya terkikis. Apabila dilakukan sapuan selanjutnya
secara bertumpang-tindih, kalkulus akan semakin terkikis
sehingga menjadi tipis dan selanjutnya sukar untuk dideteksi. Di
samping itu, mengusahakan penyingkiran kalkulus yang besar
sekaligus dengan satu kali sapuan bisa menyebabkan tidak
terkontrolnya alat sehingga dapat mencederai jaringan.
g. Instrumentasi dilanjutkan dengan serangkaian sapuan root
planning yang panjang, bertumpang-tindih, yang dimulai dengan
tekanan lateral sedang dan diakhiri dengan tekanan lateral
ringan. Selama melakukan instrumentasi adaptasi harus
senantiasa disesuaikan dengan morfologi akar gigi dengan adanya
sudut, konkavitas maupun konveksitas.
h. Pada waktu melakukan instrumentasi pada permukaan proksimal
harus diperhatikan bahwa daerah bagian tengah dari permukaan
proksimal di bawah daerah kontak harus tercapai. Daerah
tersebut dicapai dengan cara mengatur bagian bawah leher kuret
sejajar dengan as panjang gigi. Dengan posisi leher kuret yang
demikian, mata pisau kuret akan dapat mencapai dasar poket
gingiva dan bagian ujung mata pisau akan melampaui daerah
tengah pada waktu sapuan melewati permukaan proksimal.
Apabila bagian bawah leher kuret membentuk sudut atau miring
menjauhi gigi, bagian ujung mata pisau akan bergerak ke arah
daerah kontak sehingga kalkulus yang berada apikal dari daerah
kontak tidak tercapai. Bila bagian bawah leher kuret terlalu
miring ke arah gigi, bagian bawah leher akan terhalang oleh gigi
atau daerah kontak sehingga sapuan ke bagian tengah
permukaan proksimal akan terhalang.

Komplikasi dapat berupa :


1. Perdarahan berlebihan saat scaling dan root planning.
2. Hipersensitivitas dentin menyebabkan rasa linu saat scaling dan root
planning.
9. Edukasi Edukasi umum untuk pasien:
1. Hindari penyebab timbulnya kalkulus.
2. Sikat gigi dengan teratur setiap sesudah makan dan sebelum tidur,
menggunakan pasta gigi berfluor.
3. Menunjukkan cara menyikat gigi yang benar:
a. Letakkan bulu sikat sepanjang garis gusi dengan sudut 45o. Bulu
sikat menyentuh permukaan gigi dan sepanjang garis gusi.
b. Dengan tekanan ringan, sikat perlahan permukaan luar gigi yang
terdiri dari 2-3 gigi dengan gerakan bergetar ke depan, belakang,
dan memutar. Pindahkan sikat gigi untuk seksi berikutnya yang

19
terdiri dari 2-3 gigi selanjutnya. Ulangi prosedur.
c. Pertahankan sudut 45o dengan bulu sikat menyentuh permukaan
gigi dan gusi. Sikat perlahan dengan gerakan maju mundur dan
berputar sepanjang permukaan gigi sebelah dalam.
d. Putar sikat secara vertikal untuk membersihkan permukaan
belakang gigi depan. Lakukan beberapa gerakan naik dan turun
menggunakan setengah bagian kepala sikat bagian ujung.
e. Letakkan sikat pada permukaan kunyah gigi dan lakukan gerakan
maju mundur.
f. Sikat juga lidah dari arah belakang ke depan untuk menghilangkan
bakteri penyebab bau mulut.
4. Anjuran untuk berkumur dengan obat kumur yang mengandung
Chlorhexidine yang membunuh dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme penyebab timbulnya plak dan karang gigi. Berkumur
dilakukan setelah sikat gigi.
5. Anjuran untuk menggunakan dental floss untuk menghilangkan sisa
makanan atau deposit yang terselip di sela-sela gigi yang tidak
terjangkau oleh sikat gigi.
6. Anjuran untuk mengurangi makan makanan lengket dan
mengandung gula tinggi karena sifatnya yang mudah melekat pada
permukaan gigi dan sukar dibersihkan akan mempercepat timbulnya
plak yang merupakan tempat tumbuhnya bakteri yang merusak gigi
dan menimbulkan karang gigi.
7. Kontrol rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali, atau atas
pertimbangan dokter gigi. Laju pembentukan karang gigi berbeda
pada tiap individu dipicu oleh berbagai faktor dalam tubuh, seperti
saliva yang kental, pH-nya asam dan jumlahnya sedikit; diet tinggi
gula; serta adanya kebiasaan merokok dan minum teh atau kopi
mempercepat timbulnya kembali kalkulus. Semakin cepat kalkulus
terbentuk, semakin cepat pula kita harus kontrol ke dokter gigi untuk
membersihkannya.
10. Prognosis Prognosis untuk hilangnya kalkulus dan berkurangnya peradangan gingiva
baik.
11. Kompetensi Dokter Gigi Umum
12. Indikator Medis Indikator Klinis Perawatan Kalkulus dengan Scaling
No Konten Ya Tidak Keterangan
1. Penegakan Diagnosa
2. Scaling dengan scaler manual / USS
3. Edukasi
13. Kriteria Pasien -
Pulang Rawat
Inap
20
14. Kepustakaan 1. Beemsterboer P. B., Carranza F. A. Jr., and Perry D. A., 1990,
Techniques and The Theory of Periodontal Instrumentation,
Philadelphia: W. B. Saunders and Co.
2. Carranza, F. A., Newman, M. G. and Glickman, I., 1996, Clinical
Periodontology, Philadelphia: W. B. Saunders and Co.
3. Harty, F. J. dan Ogston, R., 1995, Kamus Kedokteran Gigi, Jakarta: EGC.
4. Manson, J. D., 1993, Buku Ajar Periodonti, Jakarta: Hipokrates.
5. Pattison, A. M. and Pattison, G. L., 1992, Periodontal Instrumentation
(2nd ed.), New Jersey: Prentice-Hall International Inc.
6. Pattison, G. L. and Pattison, A. M., 1996, Principles of Periodontal
Instrumentation, in: Carranza, F. A. Jr. and Newman, M.G. (eds), Clinical
Periodontology, (8th ed.), Philadelphia: W. B. Saunders and Co.
7. Poyato, F. M., Segura-Egea, J. J., and Button, F. P., 2003, Comparison of
modified Bass technique with normal toothbrushing practices for
efficacy in supragingival plaque removal, Int J Dent Hygiene, 1:110-4.
Sriono, N. W., 2005, Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan (cet.
ke-1), Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah
Mada.

21
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PULPITIS IRREVERSIBLE
1. Definisi Radang pada jaringan pulpa yang ringan (baru terjadi) atau yang sudah
(Pengertian) berlangsung lama. Ditandai dengan rasa linu/ nyeri yang terjadi secara
spontan (tiba-tiba).
Patofisiologi: Radang pulpa akut akibat proses karies yang berlangsung
lama. Kerusakan jaringan pulpa mengakibatkan gangguan sistem
mikrosirkulasi pulpa berupa oedem yang menekan syaraf dan
menimbulkan rasa nyeri hebat.
2. Anamnesis Rasa nyeri tajam, berlangsung cepat, dapat hilang dan timbul kembali
secara spontan serta terus menerus. Nyeri timbul akibat perubahan
temperatur, dan rasa yang tajam, seperti rasa dingin, manis, atau asam.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi. Kavitas gigi yang sudah dibersihkan dari debris memiliki
tampilan klinis berupa kavitas yang dasarnya sudah mencapai kamar
pulpa. jaringan pulpa. Tampak perubahan warna gigi yang menjadi
lebih gelap (kehitaman).
2. Perkusi. Gigi diketuk menggunakan pangkal instrumen. Negatif bila
tidak ada rasa sakit, berarti kondisi jaringan periodontal baik. Positif
bila terasa ngilu, berarti pada gigi yang terlibat juga terdapat
inflamasi pada jaringan periodontal (periodontitis).
3. Sondasi. Ujung sonde digeser pada dasar kavitas (kamar pulpa). Bila
sudah tidak ada rasa nyeri, berarti jaringan pulpa sudah mati.
Tes termal. Bulatan kapas disemprot dengan Chlor Ethyl (CE) lalu
ditempelkan ke leher gigi. Negatif bila tidak terasa ngilu, berarti
pulpa sudah non vital. Positif bila terasa ngilu, berarti pulpa masih
vital.
4. Pemeriksaan Foto Röentgen Periapikal untuk mengetahui kondisi kamar pulpa dan
Penunjang saluran akar, dan untuk panduan dalam penatalaksanaan perawatan
saluran akar.
5. Kriteria Diagnosis Diagnosis pulpitis ireversibel ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan objektif yaitu tampilan klinis berupa dasar kavitas yang
berwarna kemerahan akibat tipisnya lapisan gigi di atas jaringan pulpa.
6. Diagnosis Kerja Pulpitis Irreversible
7. Diagnosis Banding Pulpitis Reversible, Nekrosis Pulpa
8. Terapi Perawatan endodontik disesuaikan dengan keadaan gigi, yaitu apeks
pulpa terbuka dan apeks pulpa tertutup. Dilakukan perawatan saluran
akar yang dilanjutkan dengan menumpat gigi. Perawatan saluran akar
dapat berupa:
1. Pulpotomi Ca (OH)2
a. Anæstesi lokal
Anæstesi dengan injeksi Lidocaine HCl :
22
1) Area gigi molar ketiga, gigi molar kedua, dan akar distal
gigi molar pertama maksila di-anæstesi dengan metode
anæstesi infiltrasi pada n. alveolaris superior posterior
dan n. supraperiosteum.
2) Area akar mesial gigi molar pertama, gigi premolar
kedua, dan gigi premolar pertama di-anæstesi dengan
metode anæstesi infiltrasi pada n. alveolaris superior
medius.
3) Area keenam gigi anterior maksila di-anæstesi dengan
metode anæstesi infiltrasi pada n. alveolaris superior
anterior.
4) Area gigi posterior mandibula di-anæstesi dengan
metode anæstesi blok pada n. mandibularis.
5) Area gigi anterior mandibula di-anæstesi dengan metode
anæstesi infiltrasi pada n. alveolaris inferior dan n.
lingualis.
b. Preparasi kamar pulpa
Gigi dibuka dengan menggunakan bur bulat dengan arah tegak
lurus terhadap aksis gigi hingga perforasi ke kamar pulpa. Atap
pulpa dibuang dengan bur bulat dengan gerakan dari kamar
pulpa ke arah luar. Dinding kavitas diratakan dengan tappered
fissure boor sampai berbentuk divergen. Preparasi kamar
pulpa selesai bila alat endodontik dapat bergerak leluasa
keluar-masuk dan bentuk kavitas mempunyai cukup retensi
untuk tumpatan sementara.
c. Pulpotomi
Pengambilan jaringan pulpa pada kamar pulpa menggunakan
ekskavator sampai batas orifice.
d. Penghentian perdarahan
Penghentian perdarahan menggunakan bulatan kapas yang
ditekan-tekan di area perdarahan.
e. Aplikasi pasta Ca(OH)2
Aplikasi pasta Ca(OH)2 secara merata pada dasar kamar pulpa.
f. Sementasi dengan aplikasi pasta ZnOE
Aplikasi pasta ZnOE secara merata pada dasar dan dinding
kavitas.
g. Penumpatan gigi dengan tumpatan permanen, atau
pembentukan mahkota gigi tiruan dengan onlay post core atau
crown jacket (tergantung sisa jaringan keras gigi,
pertimbangan estetika, atau permintaan pasien).
2. Pulpotomi Formocresole
a. Anæstesi lokal

23
Anæstesi dengan injeksi Lidocaine HCl :
1) Area gigi molar ketiga, gigi molar kedua, dan akar distal gigi
molar pertama maksila di-anæstesi dengan metode
anæstesi infiltrasi pada n. alveolaris superior posterior dan
n. supraperiosteum.
2) Area akar mesial gigi molar pertama, gigi premolar kedua,
dan gigi premolar pertama di-anæstesi dengan metode
anæstesi infiltrasi pada n. alveolaris superior medius.
3) Area keenam gigi anterior maksila di-anæstesi dengan
metode anæstesi infiltrasi pada n. alveolaris superior
anterior.
4) Area gigi posterior mandibula di-anæstesi dengan metode
anæstesi blok pada n. mandibularis.
5) Area gigi anterior mandibula di-anæstesi dengan metode
anæstesi infiltrasi pada n. alveolaris inferior dan n. lingualis.
b. Preparasi kamar pulpa
Gigi dibuka dengan menggunakan bur bulat dengan arah tegak
lurus terhadap aksis gigi hingga perforasi ke kamar pulpa. Atap
pulpa dibuang dengan bur bulat dengan gerakan dari kamar
pulpa ke arah luar. Dinding kavitas diratakan dengan tappered
fissure boor sampai berbentuk divergen. Preparasi kamar pulpa
selesai bila alat endodontik dapat bergerak leluasa keluar-masuk
dan bentuk kavitas mempunyai cukup retensi untuk tumpatan
sementara.
c. Pulpotomi
Pengambilan jaringan pulpa pada kamar pulpa menggunakan
ekskavator sampai batas orifice.
d. Penghentian perdarahan
Penghentian perdarahan menggunakan bulatan kapas yang
dibasahi Formocresole lalu ditekan-tekan di area perdarahan.
e. Aplikasi pasta ZnOE pada dasar kavitas
Aplikasi pasta ZnOE secara merata pada dasar kamar pulpa dan
dinding kavitas.
f. Penumpatan gigi dengan tumpatan permanen, atau
pembentukan mahkota gigi tiruan dengan onlay post core atau
crown jacket (tergantung sisa jaringan keras gigi, pertimbangan
estetika, atau permintaan pasien).
3. Pulpektomi
a. Devitalisasi
Devitalisasi pulpa gigi dilakukan dengan meletakkan bulatan
kapas yang diisi lidoarsen ke dalam kavitas dan ditutup dengan
tumpatan sementara, lalu didiamkan selama seminggu.

24
b. Preparasi kamar pulpa
Gigi dibuka dengan menggunakan bur bulat dengan arah tegak
lurus terhadap aksis gigi hingga perforasi ke kamar pulpa. Atap
pulpa dibuang dengan bur bulat dengan gerakan dari kamar
pulpa ke arah luar. Dinding kavitas diratakan dengan tappered
fissure boor sampai berbentuk divergen. Preparasi kamar pulpa
selesai bila alat endodontik dapat bergerak leluasa keluar-masuk
dan bentuk kavitas mempunyai cukup retensi untuk tumpatan
sementara.
c. Pulpotomi
Pengambilan jaringan pulpa pada kamar pulpa menggunakan
ekskavator sampai batas orifice.
d. Eksplorasi
Pencarian jalan masuk ke saluran akar melalui orifice dengan
menggunakan explorer atau smooth broach atau jarum Miller.
e. Ekstirpasi pulpa
Pengambilan jaringan pulpa pada saluran akar menggunakan
jarum ekstirpasi atau barbed broach sampai jaringan pulpa
terambil seluruhnya.
f. Pengukuran panjang kerja estimasi dari foto Röentgen Periapikal
Panjang gigi pada foto Röentgen Periapikal dikurangi 1 mm.
Masukkan K-file dengan nomor kecil, misalnya no.15 sesuai
dengan panjang kerja estimasi, kemudian pasang rubber stop.
Lakukan foto Röentgen Periapikal ulang untuk mengetahui
apakah panjang kerja estimasi tersebut sudah tepat. Jika sudah
tepat maka didapatkan panjang kerja yang sebenarnya.
g. Preparasi apikal
1) Menentukan file pertama yang pas dapat masuk saluran
akar sesuai panjang kerja, disebut IAF (Initial Apical File).
2) Preparasi apikal untuk mendapatkan MAF (Master Apical
File), yaitu minimal 3 nomer diatas file pertama yang pas
dapat masuk sesuai panjang kerja. MAF minimal adalah no.
25.
3) Setiap pergantian file, harus selalu diirigasi menggunakan
NaOCl 2,5% (sodium hipoklorit) dan saline. Irigasi selalu
diawali dan diakhir dengan NaOCl 2,5%.
4) Preparasi apikal pada gigi dengan pulpa nekrosis dilakukan
sampai diperoleh white dentin.
g. Pembentukan badan saluran akar
1) Preparasi menggunakan file 3 sampai 4 nomer diatas MAF,
dengan panjang kerja dikurangi 1 mm tiap kenaikan 1
nomer file.

25
2) Setiap pergantian file yang lebih besar, lakukan rekapitulasi
dengan MAF sesuai panjang kerja.
3) Irigasi dengan naocl 2,5% dan saline setiap pergantian file.
4) Setelah preparasi badan saluran akar selesai, keringkan
dengan paper point.
h. Sterilisasi saluran akar
Dilakukan dressing dengan ChKM, dengan cara kapas kecil yang
dibasahi dengan ChKM diletakkan pada kamar pulpa kemudian
ditutup dengan tumpatan sementara.
i. Obturasi saluran akar
Menggunakan gutta-percha cone yang diolesi bahan pasta sealer
yaitu Endomethasone dengan metode kondensasi lateral.
Pengisian sampai batas orifice.
g. Penumpatan gigi dengan tumpatan permanen, atau
pembentukan mahkota gigi tiruan dengan onlay post core atau
crown jacket (tergantung sisa jaringan keras gigi, pertimbangan
estetika, atau permintaan pasien).
Pada kasus Pulpitis Irreversible juga dapat dilakukan Devitalisasi pulpa
hanya sekedar untuk membuat gigi menjadi Nekrosis Pulpa lalu
dilanjutkan dengan salah satu pilihan perawatan gigi Nekrosis Pulpa yaitu
ekstraksi gigi, atau juga dapat sekedar dilakukan medikasi untuk
menghilangkan gejala hingga gigi tersebut sudah menjadi Nekrosis Pulpa
baru dilakukan perawatan.
Komplikasi dapat berupa :
1. Terdapat penyulit tindakan perawatan saluran yaitu anatomi
saluran akar gigi yang bengkok, terlalu sempit atau buntu, letak gigi
yang terlalu distal, dan apeks gigi yang pipih. Pada kondisi ini,
perawatan saluran akar tidak bisa dilakukan dengan maksimal.
2. Timbul rasa nyeri lagi pada gigi di tengah-tengah perawatan saluran
akar karena pasien tidak kontrol tepat waktu. Pada kondisi ini,
tindakan sterilisasi saluran akar harus diulang.
9. Edukasi 1. Pasien diinstruksikan untuk selalu datang ke dokter gigi sampai
perawatan tuntas.
2. Sikat gigi dengan teratur setiap sesudah makan dan sebelum tidur,
menggunakan pasta gigi berfluor.
3. Menunjukkan cara menyikat gigi yang benar:
a. Letakkan bulu sikat sepanjang garis gusi dengan sudut 45 o.
Bulu sikat menyentuh permukaan gigi dan sepanjang garis
gusi.
b. Dengan tekanan ringan, sikat perlahan permukaan luar gigi
yang terdiri dari 2-3 gigi dengan gerakan bergetar ke depan,
belakang, dan memutar. Pindahkan sikat gigi untuk seksi

26
berikutnya yang terdiri dari 2-3 gigi selanjutnya. Ulangi
prosedur.
c. Pertahankan sudut 45o dengan bulu sikat menyentuh
permukaan gigi dan gusi. Sikat perlahan dengan gerakan maju
mundur dan berputar sepanjang permukaan gigi sebelah
dalam.
d. Putar sikat secara vertikal untuk membersihkan permukaan
belakang gigi depan. Lakukan beberapa gerakan naik dan
turun menggunakan setengah bagian kepala sikat bagian
ujung.
e. Letakkan sikat pada permukaan kunyah gigi dan lakukan
gerakan maju mundur.
f. Sikat juga lidah dari arah belakang ke depan untuk
menghilangkan bakteri penyebab bau mulut.
4. Anjuran untuk berkumur dengan obat kumur yang mengandung
Chlorhexidine yang membunuh dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme penyebab timbulnya plak dan karang gigi.
Berkumur dilakukan setelah sikat gigi.
5. Anjuran untuk menggunakan dental floss untuk menghilangkan sisa
makanan atau deposit yang terselip di sela-sela gigi yang tidak
terjangkau oleh sikat gigi.
6. Anjuran untuk mengurangi makan makanan lengket dan
mengandung gula tinggi karena sifatnya yang mudah melekat pada
permukaan gigi dan sukar dibersihkan akan mempercepat
timbulnya plak yang merupakan tempat tumbuhnya bakteri yang
merusak gigi dan menimbulkan karang gigi.
7. Lubang gigi sekecil dan sedangkal apapun segera diperiksakan ke
dokter gigi untuk ditumpat sebelum melebar atau bertambah
dalam.
Kontrol rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.
10. Prognosis 1. Prognosis gigi pasca perawatan pulpotomi Ca (OH) 2 baik. Terbentuk
jembatan dentin dan terjadi apeksogenesis.
2. Prognosis gigi pasca perawatan pulpotomi Formocresole baik.
Terjadi apeksogenesis.
Prognosis gigi pasca perawatan pulpektomi baik. Tidak ada keluhan dan
kelainan klnis maupun radiologis.
11. Kompetensi Dokter Gigi Umum (perawatan gigi akar tunggal), Dokter Gigi Spesialis
Konservasi Gigi (perawatan gigi akar tunggal dan gigi akar jamak)
12. Indikator Medis Indikator Klinis Perawatan Pulpitis Irreversible dengan Perawatan Saluran
Akar
No Konten Ya Tidak Keterangan
1. Penegakan Diagnosa

27
2. Pulpektomi / Pulpotomi
3. Restorasi Mahkota
13. Kriteria Pasien -
Pulang Rawat Inap
14. Kepustakaan 1. Grossman, L. I. , 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktek (terj.),
Jakarta: EGC.
2. Ingle, J. I., Bakland, L. K., and Baumgartner, J. C., 2008, Ingle’s
Endodontics 6, Shelton: PMPH-USA Ltd.
3. Poyato, F. M., Segura-Egea, J. J., and Button, F. P., 2003,
Comparison of modified Bass technique with normal toothbrushing
practices for efficacy in supragingival plaque removal, Int J Dent
Hygiene, 1:110-4.
4. Sriono, N. W., 2005, Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan
(cet. ke-1), Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada.
5. Walton, R. E. dan Torabijenad, M., 2008, Prinsip & Praktek : Ilmu
Endodonsia (Edisi 3) (terj.), Jakarta: EGC.

28
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
RECURRENT APHTOUS STOMATITIS (RAS)
1. Definisi (Pengertian) Ulkus tunggal atau multipel berbentuk bulat atau oval, berwarna putih
kekuningan dikelilingi batas kemerahan, yang hilang dan timbul
berulang-ulang secara periodik dan terbatas pada mukosa rongga
mulut dan orofaring , tanpa disertai tanda-tanda adanya penyakit
lainnya. RAS terbagi menjadi 3:
1. Ulkus minor, paling sering dijumpai, biasanya berdiameter kurang
dari 1 cm. Lesi biasanya hilang setelah 7-10 hari.
2. Ulkus mayor, biasanya berdiameter lebih dari 1 cm. Tipe ini
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh, dan dapat
menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
Ulkus herpetiform, paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi
berkelompok dan terdiri dari ulkus berukuran kecil dengan jumlah
banyak.
Patofisiologi: Patofisiologi RAS belum diketahui secara pasti. Ulserasi
pada RAS biasanya multifaktorial tetapi dalam lingkungan yang
memungkinkannya berkembang menjadi ulkus. Faktor-faktor ini terdiri
dari:
1. Kekurangan nutrisi, terutama vitamin B12, asam folat, dan zat
besi.
2. Stress.
3. Gangguan hormonal, seperti pada saat wanita akan memasuki
masa menstruasi di mana terjadi perubahan hormonal sehingga
lebih rentan terhadap iritasi.
4. Gangguan autoimun/ kekebalan tubuh, pada beberapa kasus
penderita memiliki respon imun yang abnormal terhadap jaringan
mukosanya sendiri.
5. Pada beberapa orang, sariawan dapat disebabkan karena
hipersensitivitas terhadap rangsangan antigenik tertentu
terutama makanan.
Ada juga teori yang menyebutkan bahwa penyebab utama dari RAS
adalah keturunan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak
yang orang tuanya menderita RAS lebih rentan untuk mengalami RAS
juga.
2. Anamnesis Adanya sariawan tunggal atau multipel berbentuk bulat atau oval,
berdiameter 10 mm sampai > 1 cm, tertutup selaput kuning keabuan,
dikeliling batas kemerahan, terletak pada gusi, dan/ atau pada pipi bagian
dalam, dan/ atau pada lidah, dan atau pada bibir bagian dalam, dan/ atau
pada langit-langit mulut, dan/ atau pada dasar mulut, dan/ atau pada
tenggorokan yang muncul tiba-tiba, terasa nyeri dan selalu timbul pada

29
area yang sama. Pasien sering mengalami hal ini, biasanya terkait dengan
kondisi tertentu seperti hormonal (mis: pada wanita saat menstruasi), atau
saat stress (mis: saat ujian), dan akan hilang pada sendirinya bila faktor
pemicu hilang (mis: selesai menstruasi, selesai ujian). Awalnya timbul rasa
sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1-2 hari sebelumnya di daerah
yang akan menjadi sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat di
rongga mulut. sariawan dimulai dengan munculnya luka seperti melepuh.
Setelah beberapa hari, luka seperti melepuh tersebut pecah dan menjadi
berwarna putih di tengahnya, dikelilingi dengan daerah kemerahan di
tepinya. Bila berkontak dengan makanan dengan rasa yang tajam seperti
pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan perih, dan aliran ludah
meningkat.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Adanya ulkus tanpa diawali penyebab lokal di rongga mulut.
2. Dapat tunggal atau multipel.
3. Berbentuk bulat atau oval berdiameter 10 mm sampai >1 cm,
tertutup selaput kuning keabuan, dikelilingi area kemerahan, tidak
ada indurasi, tepi tidak meninggi atau menggulung.
4. Terdapat tanda peradangan.
5. Lokasi pada mukosa rgga mulut dan orofaring.
Dapat sembuh sendiri dalam waktu beberapa hari.
4. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratoris diindikasikan bagi pasien yang menderita RAS
Penunjang di atas usia 25 tahun dengan tipe mayor yang selalu hilang timbul, atau
bila sariawan tidak kunjung sembuh, atau bila ada gejala dan keluhan
lain yang berkaitan dengan faktor pemicu.
5. Kriteria Diagnosis Diagnosis Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) ditegakkan dengan
anamnesis dan pemeriksaan objektif yaitu tampilan klinis.
6. Diagnosis Kerja Reccurent Apthouse Stomatitis (RAS)
7. Diagnosis Banding Ulkus Traumatik
8. Terapi RAS sebetulnya dapat sembuh sendiri karena sifatnya tergolong self-
limiting disease. Obat-obatan untuk mengatasi RAS diberikan sesuai
dengan tingkat keparahan lesi:
1. Untuk kasus ringan, jenisnya bisa berupa obat salep yang
berfungsi sebagai topical coating agent yang melindungi lesi dari
gesekan dalam rongga mulut saat berfungsi dan melindungi agar
tidak berkontak langsung dengan makanan yang asam atau pedas.
Selain itu ada juga salep yang berisi anestesi topikal untuk
mengurangi rasa perih. Obat topikal adalah obat yang diberikan
langsung pada daerah yang terkena (bersifat lokal).
2. Pada kasus yang sedang hingga berat, dapat diberikan salep yang
mengandung topical steroid. Pada penderita yang tidak berespon
terhadap obat-obatan topikal dapat diberikan obat-obatan
sistemik.

30
3. Penggunaan obat kumur yang mengandung Chlorhexidine dapat
membantu mempercepat penyembuhan RAS. Namun penggunaan
obat ini secara jangka panjang dapat menyebabkan perubahan
warna gigi menjadi kecoklatan.
Obat-obatan tersebut didapat dengan resep dokter. Meskipun penyakit
ini terbilang ringan, ada baiknya bila ditangani oleh dokter gigi spesialis
penyakit mulut (drg. Sp. OM)
Komplikasi penyembuhan dapat berupa :
Adanya adanya riwayat DM, riwayat kelainan darah, kebiasaan
merokok atau minum minuman keras, atau oral hygiene yang buruk
sehingga memperlambat waktu penyembuhan.
9. Edukasi 1. Hindari stress yang berlebihan, dan tingkatkan kualitas tidur minimal
8 jam sehari. Tidur yang berkualitas bukan hanya dilihat dari lamanya
waktu tidur. Tidur dalam kondisi banyak beban pikiran atau stress
dapat menurunkan kualitas tidur.
2. Perbaiki pola makan. Pola makan dan diet yang sehat tidak hanya
akan mencegah sariawan namun juga meningkatkan kualitas hidup
secara keseluruhan. Perbanyak sayuran hijau dan buah yang kaya
akan asam folat, vitamin B-12 dan zat besi. Bila sedang menderita
RAS, hindari makanan yang pedas dan asam.
3. Jaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut. Edukasi umum untuk
menjaga oral hygiene:
a. Sikat gigi dengan teratur setiap sesudah makan dan sebelum tidur,
menggunakan pasta gigi berfluor.
b. Menunjukkan cara menyikat gigi yang benar:
1) Letakkan bulu sikat sepanjang garis gusi dengan sudut 45o. Bulu
sikat menyentuh permukaan gigi dan sepanjang garis gusi.
2) Dengan tekanan ringan, sikat perlahan permukaan luar gigi
yang terdiri dari 2-3 gigi dengan gerakan bergetar ke depan,
belakang, dan memutar. Pindahkan sikat gigi untuk seksi
berikutnya yang terdiri dari 2-3 gigi selanjutnya. Ulangi
prosedur.
3) Pertahankan sudut 45o dengan bulu sikat menyentuh
permukaan gigi dan gusi. Sikat perlahan dengan gerakan maju
mundur dan berputar sepanjang permukaan gigi sebelah
dalam.
4) Putar sikat secara vertikal untuk membersihkan permukaan
belakang gigi depan. Lakukan beberapa gerakan naik dan turun
menggunakan setengah bagian kepala sikat bagian ujung.
5) Letakkan sikat pada permukaan kunyah gigi dan lakukan
gerakan maju mundur.
6) Sikat juga lidah dari arah belakang ke depan untuk
menghilangkan bakteri penyebab bau mulut.

31
c. Anjuran untuk berkumur dengan obat kumur yang mengandung
Chlorhexidine yang membunuh dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme penyebab timbulnya plak dan karang gigi.
Berkumur dilakukan setelah sikat gigi.
d. Anjuran untuk menggunakan dental floss untuk menghilangkan
sisa makanan atau deposit yang terselip di sela-sela gigi yang tidak
terjangkau oleh sikat gigi.
e. Anjuran untuk mengurangi makan makanan lengket dan
mengandung gula tinggi karena sifatnya yang mudah melekat
pada permukaan gigi dan sukar dibersihkan akan mempercepat
timbulnya plak yang merupakan tempat tumbuhnya bakteri yang
merusak gigi dan menimbulkan karang gigi.
Kontrol rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.
10. Prognosis Prognosis penyembuhan stomatitis baik.
11. Kompetensi Dokter Gigi Umum
12. Indikator Medis Indikator Klinis Perawatan Stomatitis
No Konten Ya Tidak Keterangan
1. Penegakan Diagnosa
2. Medikasi Topikal / Oral
3. Edukasi
13. Kriteria Pasien -
Pulang Rawat Inap
14. Kepustakaan 1. Chavan, M., Jain, H., Diwan, N., Khedkar, S., Shete, A., and Durkar,
S., 2012, Recurrent aphtous stomatitis: A review, J Oral Pathol
Med., 41(8): 577-83.
2. Greenberg, M., Glick, M., and Ship, J. A., 2008, Burket’s Oral
Medicine (11th ed.), Shelton: PMPH-USA Ltd.
3. Neville, B. W., Damm, D. D., and White, D. H., 2003, Color Atlas of
Clinical Oral Pathology (2nd ed.), Hamilton: BC Decker Inc.
4. Roger, R. S., 1997, Recurrent aphthous stomatitis : clinical
characteristic and associated systemic disorder, Seminars in
Cutaneus Medicine and Surgery, 16(4): 278 – 283.
5. Poyato, F. M., Segura-Egea, J. J., and Button, F. P., 2003,
Comparison of modified Bass technique with normal
toothbrushing practices for efficacy in supragingival plaque
removal, Int J Dent Hygiene, 1:110-4.
6. Regezi, J. A. and Sciubba, J. J., 1989, Oral Pathology: Clinical
Pathologic Correlations, Philadelphia: W. B. Saunders and Co.
7. Sriono, N. W., 2005, Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan
(cet. ke-1), Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada.

32
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PROLONGED RETENTION
1. Definisi Kondisi dimana gigi decidui yang sudah waktunya tanggal masih berada di
(Pengertian) rongga mulut, sedangkan gigi permanen penggantinya sudah erupsi.
Patofisiologi: Gangguan tumbuh kembang gigi permanen dan lengkung
rahang sehingga terjadi letak salah benih dari gigi permanen pengganti.
Gigi permanen pengganti tidak terletak tepat di bawah gigi decidui,
sehingga tidak terjadi resorbsi radix gigi decidui akibat desakan gigi
permanen penggantinya, mengakibatkan gigi decidui tetap cekat pada
rongga mulut dan tidak tanggal meskipun sudah ada gigi penggantinya.
2. Anamnesis Adanya gigi yang tumbuh rangkap; gigi susu dan gigi tetap penggantinya
bersebelahan. Gigi susunya bisa goyang atau tidak. Gigi permanen
pengganti biasanya tumbuh di belakang gigi susu, sehingga berada
menyimpang dari susunan geligi dalam lengkung gigi normal. Pasien
kadang mengeluh bila gigi susunya sudah goyang karena menyulitkan dan
menimbulkan rasa nyeri saat mengunyah makanan.
3. Pemeriksaan 1. Adanya gigi yang tumbuh rangkap, gigi decidui biasanya di depan gigi
Fisik permanen penggantinya.
2. Gigi decidui yang belum tanggal bisa dalam keadaan luksasi atau
cekat.
4. Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis
Penunjang prolonged retention gigi decidui.
5. Kriteria Diagnosis Diagnosis prolonged retention ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan objektif yaitu tampilan klinis.
6. Diagnosis Kerja Prolonged Retention
7. Diagnosis Supernumerary Teeth, Mesiodens
Banding
8. Terapi Penatalakasanaan prolonged retention gigi decidui adalah dengan
mengekstraksi gigi decidui tersebut, agar gigi permanen memiliki
kesempatan untuk tumbuh dalam lengkung gigi normal. Pada gigi decidui
yang sudah luksasi, ekstraksi dilakukan dengan anestesi Chlor Ethyl:
1. Sterilisasi area anæstesi dan area ekstraksi dengan Betadine.
2. Anæstesi lokal dengan bulatan kapas yang disemprot Chlor Ethyl dan
ditempelkan pada gingiva di sekitar gigi untuk meng-anæstesi n.
alveolaris di sekitar gigi decidui.
3. Cabut gigi menggunakan tang atau cukup dengan pinset.
4. Pasien diinstruksikan menggigit tampon yang sudah diolesi Betadine
untuk menghentikan perdarahan.

Pada gigi decidui yang masih cekat, ekstraksi dilakukan dengan metode

33
anestesi infiltrasi dengan injeksi Lidocaine HCl:
1. Sterilisasi area anæstesi dan area bedah dengan Betadine.
2. Anæstesi lokal dengan injeksi Lidocaine HCl pada n. alveolaris sekitar
gigi decidui.
3. Separasi gingiva dan gigi dengan ekskavator mengelilingi gigi.
4. Tang ekstraksi dimasukkan ke gingiva sampai mencengkeram leher gigi.
5. Tang ekstraksi digerakkan:
a. Gerakan rotasi untuk gigi berakar bulat.
b. Gerakan luksasi mesial-distal, bukal lingual/ palatinal untuk gigi
berakar gepeng.
c. Kombinasi semua gerakan untuk melepas gigi dari soketnya.
6. Pasien diinstruksikan menggigit tampon yang sudah diolesi Betadine
untuk menghentikan perdarahan.
7. Pemberian medikasi berupa antibiotik jika diperlukan, serta analgesik
dan antiinflamasi. Untuk antibiotik bisa digunakan golongan penicilin,
apabila pasien mengalami alergi atau resisten terhadap golongan
penicilin dapat diganti dengan golongan Eritromycin atau Clindamycin.
Untuk anti nyeri dan anti radang dapat digunakan berbagai macam
obat Non Steroid Anti Inflammatory Drugs.

Setelah luka bekas pencabutan sembuh, pasien diinstruksikan untuk


mendorong-dorong gigi permanen pengganti yang sudah erupsi tersebut
dengan lidah minimal 3 jam sehari, agar lama-kelamaan posisinya dapat
kembali berada di lengkung gigi normal.
Komplikasi dapat berupa :
1. Pasien anak yang tidak kooperatif akan menyulitkan proses ekstraksi
gigi.
2. Adanya oral hygiene yang buruk sehingga memperlambat waktu
penyembuhan.
9. Edukasi Pasien dengan tindakan ekstraksi diinstruksikan untuk:
1. Tidak meminum air hangat selama satu jam pasca ekstraksi. Minum air
dingin lebih baik untuk mempercepat berhentinya perdarahan.
2. Tidak menghisap-hisap bekas pencabutan atau menekan-nekan soket
dengan lidah sampai dengan 3 hari pasca pencabutan.
Instruksi untuk pasien prolonged retention gigi decidui:
1. Pasien diinstruksikan diinstruksikan untuk mendorong-dorong gigi
permanen pengganti yang sudah erupsi tersebut dengan lidah
minimal 3 jam sehari, agar lama-kelamaan posisinya dapat kembali
berada di lengkung gigi normal.
2. Orang tua pasien diinstruksikan untuk mengamati pertumbuhan dan
letak gigi permanen. Apabila sukar untuk dikembalikan ke lengkung

34
gigi normal, kontrol ke dokter gigi untuk dibuatkan alat ortodontik.
Edukasi umum untuk menjaga oral hygiene:
1. Sikat gigi dengan teratur setiap sesudah makan dan sebelum tidur,
menggunakan pasta gigi berfluor.
2. Menunjukkan cara menyikat gigi yang benar:
a. Letakkan bulu sikat sepanjang garis gusi dengan sudut 45 o. Bulu
sikat menyentuh permukaan gigi dan sepanjang garis gusi.
b. Dengan tekanan ringan, sikat perlahan permukaan luar gigi yang
terdiri dari 2-3 gigi dengan gerakan bergetar ke depan, belakang,
dan memutar. Pindahkan sikat gigi untuk seksi berikutnya yang
terdiri dari 2-3 gigi selanjutnya. Ulangi prosedur.
c. Pertahankan sudut 45o dengan bulu sikat menyentuh permukaan
gigi dan gusi. Sikat perlahan dengan gerakan maju mundur dan
berputar sepanjang permukaan gigi sebelah dalam.
d. Putar sikat secara vertikal untuk membersihkan permukaan
belakang gigi depan. Lakukan beberapa gerakan naik dan turun
menggunakan setengah bagian kepala sikat bagian ujung.
e. Letakkan sikat pada permukaan kunyah gigi dan lakukan gerakan
maju mundur.
f. Sikat juga lidah dari arah belakang ke depan untuk menghilangkan
bakteri penyebab bau mulut.
3. Anjuran untuk berkumur dengan obat kumur yang mengandung
Chlorhexidine yang membunuh dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme penyebab timbulnya plak dan karang gigi. Berkumur
dilakukan setelah sikat gigi.
4. Anjuran untuk menggunakan dental floss untuk menghilangkan sisa
makanan atau deposit yang terselip di sela-sela gigi yang tidak
terjangkau oleh sikat gigi.
5. Anjuran untuk mengurangi makan makanan lengket dan mengandung
gula tinggi karena sifatnya yang mudah melekat pada permukaan gigi
dan sukar dibersihkan akan mempercepat timbulnya plak yang
merupakan tempat tumbuhnya bakteri yang merusak gigi dan
menimbulkan karang gigi.
6. Kontrol rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali
10. Prognosis Prognosis penyembuhan stomatitis baik.
11. Kompetensi Dokter Gigi Umum
12. Indikator Medis Indikator Klinis Perawatan Prolonged Retention dengan Ekstraksi
No Konten Ya Tidak Keterangan
1. Penegakan Diagnosa
2. Anastesi Lokal / Topikal
3. Ekstraksi Gigi
5. Edukasi
35
13. Kriteria Pasien -
Pulang Rawat
Inap
14. Kepustakaan 1. Koch, G., Poulsen, S., 2009, Pediatric Dentistry: A Clinical Approach
nd
(2 ed.), New Jersey: Wiley-Blackwell.
2. Poyato, F. M., Segura-Egea, J. J., and Button, F. P., 2003, Comparison
of modified Bass technique with normal toothbrushing practices for
efficacy in supragingival plaque removal, Int J Dent Hygiene, 1:110-4.
3. Rao, A. 2012, Principles and Practice of Pedodontics, New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers (P.) Ltd.
4. Sriono, N. W., 2005, Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan (cet.
ke-1), Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah
Mada.

36
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
IMPAKSI MOLAR KETIGA
1. Definisi Gigi impaksi atau gigi terpendam adalah gigi yang erupsi normalnya
(Pengertian) terhalang atau terhambat, biasanya oleh gigi didekatnya atau jaringan
patologik, sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna dan tidak
mencapai oklusi normal di dalam deretan susunan gigi-geligi lain yang
sudah erupsi.
Patofisiologi: Gigi impaksi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu antara
lain jaringan sekitarnya terlalu padat, adanya retensi gigi susu berlebihan,
tanggalnya gigi susu yang terlalu awal, namun pada kasus impaksi molar
ketiga biasanya dikarenakan tidak tersedianya cukup tempat untuk erupsi
akibat lengkung rahang yang sempit. Gigi impaksi dapat menyebabkan
timbunan makanan, plak, dan debris pada jaringan sekitar gigi sehingga
menyebabkan inflamasi, karies pada gigi sebelahnya, bau mulut, dan lama
kelamaan dapat muncul abses dentoalveolar.
2. Anamnesis Pasien mengeluh adanya rasa tidak nyaman di area rongga mulutnya,
adanya pembengkakan disekitar area gigi impaksi disertai warna
kemerahan pada gusi disekitarnya, gangguan fungsi mengunyah serta rasa
sakit disekitar gusi atau rahang yang biasanya menjalar hingga ke area
kepala.
3. Pemeriksaan 1. Adanya gigi dengan hanya sebagian mahkota saja yang terlihat di
Fisik rongga mulut atau bahkan terpendam seluruhnya
2. Dapat disertai adanya pembengkakan pada rahang disekitar area gigi
impaksi
3. Dapat disertai adanya warna kemerahan pada gusi disekitar area gigi
impaksi
4. Dapat disertai adanya sensasi kenyal dan nyeri pada perabaan kelenjar
submandibula
5. Dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening atau limfadenopati
4. Pemeriksaan Adanya gambaran radiopak gigi impaksi yang terpendam didalam rahang
Penunjang pada hasil pemeriksaan penunjang rontgen panoramik.
5. Kriteria Diagnosis Diagnosis gigi impaksi ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan
objektif yaitu tampilan klinis berupa gigi dengan mahkota terpendam
sebagian atau seluruhnya disertai ada atau tidaknya tanda tanda
peradangan pada jaringan disekitarnya
6. Diagnosis Kerja Impaksi
7. Diagnosis Pulpitis Irreversible, Nekrosis Pulpa
Banding
8. Terapi Penanganan pada kasus gigi impaksi adalah ekstraksi gigi dengan metode
odontektomi
1. Ekstraksi gigi dengan metode odontektomi
37
a. Sterilisasi area anæstesi dan area bedah dengan Betadine.
b. Anæstesi lokal dengan injeksi Lidocaine HCl:
1) Anastesi gigi molar ketiga dengan metode anæstesi blok pada
n. Mandibularis dan n. Lingualis sesuai dengan regio gigi yang
akan dilakukan odontektomi.
2) Anastesi jaringan pada permukaan bukal gigi molar ketiga
dengan anastesi infiltrasi pada n. Bucalis Longus.
3) Jika diperlukan bisa menggunakan General Anæstesi dengan
bantuan Dokter Spesialis Anastesi di ruang operasi, seperti
pada kasus pengambilan molar ketiga bilateral / kedua sisi.
c. Separasi gingiva dan gigi dengan ekskavator mengelilingi gigi.
d. Incisi pada gingiva sesuai desain flap yang telah ditentukan
dengan kedalaman full thickness.
e. Separasi gingiva dari alveolus serta dilakukan pembukaan flap
full thickness hingga permukaan tulang bukal terlihat dengan
menggunakan rasparatorium.
f. Pengurangan tulang bukal pada permukaan bukal gigi molar
ketiga
g. Separasi gigi atau pemotongan gigi molar ketiga menjadi
beberapa fragmen bila diperlukan
h. Kedudukan akar gigi digoyang dan periodontal space
dilonggarkan dengan dengan diungkit memakai bein.
i. Setelah gigi luksasi, dilakukan pengambilan fragmen gigi molar
ketiga satu persatu
j. Pembersihan jaringan granulasi pada soket serta dilakukan
penghalusan pada tulang bukal yang tajam
k. Dilakukan penjahitan atau suturing untuk menutup flap dan
soket bekas pencabutan gigi
l. Pasien diinstruksikan menggigit tampon yang sudah diolesi
Betadine untuk menghentikan perdarahan, atau dilakukan
penekanan pada area bekas operasi dengan tampon pada pasien
yang dilakukan odontektomi dengan General Anastesi.
m. Pemberian medikasi berupa antibiotik, analgesik dan
antiinflamasi. Untuk antibiotik bisa digunakan antibiotik
spektrum luas seperti golongan Penicilin, apabila pasien
mengalami alergi atau resisten terhadap golongan penicilin dapat
digunakan golongan Eritromycin, Clindamycin, Chepalosporin,
Lincosamide dan Metronidazole,. Untuk anti nyeri dan anti
radang dapat digunakan berbagai macam obat Non Steroid Anti
Inflammatory Drugs, atau jika diprediksi luka bekas ekstraksi gigi
dapat mengakibatkan peradangan yang besar maka dapat
dikombinasikan dengan Steroid Anti Inflammatory Drugs.

38
n. Pada pasien yang dilakukan odontektomi dengan General Anastesi
dilanjutkan dengan rawat inap hingga pasien dalam kondisi sadar
penuh, Vital Sign pasien dalam batas normal, mobilisasi pasien
baik, hemodinamik pasien stabil, Postoperative Nausea and
Vomiting / PONV terkontrol, pasien sudah dapat makan dan
minum, tidak ada kondisi Emergency seperti perdarahan dan
nyeri akut.
Komplikasi dapat berupa:
1. Gigi yang keropos, mengalami hipersementosis, gigi dengan akar
multipel yang divergen, menyebabkan resiko terjadi fraktur selama
proses ekstraksi. Bagian gigi yang tertinggal dikeluarkan dengan
tindakan bedah minor odontektomi.
2. Perdarahan dapat dicegah dengan sebisa mungkin menghindari
pembuluh darah selama proses ekstraksi gigi. Perdarahan ditangani
dengan melakukan penekanan langsung dengan kasa atau jari,
penjepitan dengan klem dan penjahitan atau suturing.
3. Fraktur pada gigi atau restorasi disekitar area pencabutan dapat
dihindari dengan penggunaan teknik pinch grasp atau sling grasp dan
tekanan terkontrol selama proses ekstraksi.
4. Fraktur prosesus alveolaris dapat ditangani dengan menggunakan
bone rongeur untuk mengambil tulang tulang tajam di dekatnya dan
menggunakan bone file untuk menghaluskan tepi tepi tulang.
5. Dry socket pasca ekstraksi dapat ditangani dengan irigasi dengan
saline, kuretase, peresepan analgesik, serta peresepan antibiotik bila
diperlukan.
6. Parastesi, dilakukan medikasi dan kontrol rutin untuk melihat
perkembangan area parastesi
9. Edukasi Pasien dengan tindakan ekstraksi diinstruksikan untuk:
1. Tidak meminum air hangat selama satu jam pasca ekstraksi. Minum
air dingin lebih baik untuk mempercepat berhentinya perdarahan.
2. Tidak menghisap-hisap bekas pencabutan atau menekan-nekan soket
dengan lidah sampai dengan 3 hari pasca pencabutan.
3. Mengunyah makanan menggunakan sisi yang berlawanan dari area
bekas operasi sampai dengan 3 hari pasca pencabutan gigi
4. Meminum obat yang diberikan dokter sesuai aturan pakai

Edukasi umum untuk pasien:


1. Sikat gigi dengan teratur setiap sesudah makan dan sebelum tidur,
menggunakan pasta gigi berfluor.
2. Menunjukkan cara menyikat gigi yang benar:
a. Letakkan bulu sikat sepanjang garis gusi dengan sudut 45 o. Bulu
sikat menyentuh permukaan gigi dan sepanjang garis gusi.

39
b. Dengan tekanan ringan, sikat perlahan permukaan luar gigi yang
terdiri dari 2-3 gigi dengan gerakan bergetar ke depan, belakang,
dan memutar. Pindahkan sikat gigi untuk seksi berikutnya yang
terdiri dari 2-3 gigi selanjutnya. Ulangi prosedur.
c. Pertahankan sudut 45o dengan bulu sikat menyentuh permukaan
gigi dan gusi. Sikat perlahan dengan gerakan maju mundur dan
berputar sepanjang permukaan gigi sebelah dalam.
d. Putar sikat secara vertikal untuk membersihkan permukaan
belakang gigi depan. Lakukan beberapa gerakan naik dan turun
menggunakan setengah bagian kepala sikat bagian ujung.
e. Letakkan sikat pada permukaan kunyah gigi dan lakukan gerakan
maju mundur.
f. Sikat juga lidah dari arah belakang ke depan untuk menghilangkan
bakteri penyebab bau mulut.
3. Anjuran untuk berkumur dengan obat kumur yang mengandung
Chlorhexidine yang membunuh dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme penyebab timbulnya plak dan karang gigi. Berkumur
dilakukan setelah sikat gigi.
4. Anjuran untuk menggunakan dental floss untuk menghilangkan sisa
makanan atau deposit yang terselip di sela-sela gigi yang tidak
terjangkau oleh sikat gigi.
5. Anjuran untuk mengurangi makan makanan lengket dan mengandung
gula tinggi karena sifatnya yang mudah melekat pada permukaan gigi
dan sukar dibersihkan akan mempercepat timbulnya plak yang
merupakan tempat tumbuhnya bakteri yang merusak gigi dan
menimbulkan karang gigi.
6. Lubang gigi sekecil dan sedangkal apapun segera diperiksakan ke
dokter gigi untuk ditumpat sebelum melebar atau bertambah dalam.
7. Kontrol rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.
10. Prognosis Prognosis gingiva edentulous pasca tindakan ekstraksi odontektomi baik.
11. Kompetensi Dokter Gigi Umum (hanya Mesioanguler Kelas 1A), Dokter Gigi Spesialis
Bedah Mulut
12. Indikator Medis Indikator Klinis Impaksi Molar Ketiga dengan Odontektomi
No Konten Ya Tidak Keterangan
1. Penegakan Diagnosa
2. Anastesi Lokal
3. Pembuatan Flap
4. Pengurangan Tulang Bukal
dan Separasi Gigi
5. Ekstraksi Gigi / Pengambilan
Fragmen Gigi
6. Hecting
40
7. Medikasi
8. Edukasi
13. Kriteria Pasien Indikator Pemulangan Pasien Rawat Inap Paska Odontektomi
Pulang Rawat 1. Pasien dalam kondisi sadar penuh
Inap 2. Vital Sign pasien dalam batas normal
3. Mobilisasi pasien baik
4. Hemodinamik pasien stabil
5. Postoperative Nausea and Vomiting / PONV terkontrol
6. Pasien sudah dapat makan dan minum
7. Tidak ada kondisi Emergency seperti perdarahan dan nyeri akut
14. Kepustakaan 1. Firmansyah, D., Iman, T., 2008, Fraktur Patologis Mandibula Akibat
Komplikasi Odontrktomi Gigi Molar 3 Bawah, Indonesian Journal of
Dentistry, 15 (3): 192-195.
2. Howe, G. L., Whitehead, F. I. H., 1992, Local Anasthesia in Dentistry,
Jakarta: Hipokrates
3. Pedersen, G. W., 2012, Buku Ajar Praktis: Bedah Mulut (terj.), Jakarta:
EGC.
4. Poyato, F. M., Segura-Egea, J. J., and Button, F. P., 2003, Comparison of
modified Bass technique with normal toothbrushing practices for
efficacy in supragingival plaque removal, Int J Dent Hygiene, 1:110-4.
5. Siagian, K. V., 2011, Penatalaksanaan Impaksi Gigi Molar Ketiga Bawah
Dengan Komplikasinya Pada Dewasa Muda, Jurnal Biomedik, 3 (3), 186-
194.
6. Sriono, N. W., 2005, Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan (cet.
ke-1), Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah
Mada.

41
DAFTAR LITERATUR TAMBAHAN
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
GIGI DAN MULUT

1. Firmansyah, D., Iman, T., 2008, Fraktur Patologis Mandibula Akibat Komplikasi Odontrktomi
Gigi Molar 3 Bawah, Indonesian Journal of Dentistry, 15 (3): 192-195.
2. Howe, G. L., Whitehead, F. I. H., 1992, Local Anasthesia in Dentistry, Jakarta: Hipokrates
3. Pedersen, G. W., 2012, Buku Ajar Praktis: Bedah Mulut (terj.), Jakarta: EGC.
4. Siagian, K. V., 2011, Penatalaksanaan Impaksi Gigi Molar Ketiga Bawah Dengan Komplikasinya
Pada Dewasa Muda, Jurnal Biomedik, 3 (3), 186-194.
NB : Literatur jurnal dan textbook diatas terlampir.

42
PENUTUP

Dengan telah tersusunnya Panduan Praktik Klinis ini diharapkan dapat menjadi Standar
Prosedur Operasional bagi dokter spesialis Gigi dan mulut yang sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan dan fasilitas pelayanan kesehatan di RSI Sultan Agung.
Melalui panduan ini diharapkan terselenggara pelayanan medis yang efektif, efisien,
bermutu dan merata sesuai sumber daya, fasilitas, pra fasilitas, dana dan prosedur serta metode
yang memadai. Semoga bermanfaat.

DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Dr. H. MASYHUDI AM., M.Kes.

43

Anda mungkin juga menyukai