Anda di halaman 1dari 22

PANDUAN PRAKTIK KLINIS PARU

NOMOR 1150/PER/RSI-SA/I/2020

1
PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
NOMOR 1150/PER/RSI-SA/I/2020
TENTANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS PARU
DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM
DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Menimbang a. bahwa penyusunan standar pelayanan kedokteran bertujuan untuk memberikan


jaminan kepada pasien untuk memperoleh pelayanan kedokteran yang
berdasarkan nilai ilmiah sesuai dengan kebutuhan medis pasien serta
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kedokteran yang diberikan
oleh dokter dan dokter gigi;
b. bahwa sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan klinis paru perlu
penyempurnaan Panduan Praktik Klinis Paru sebagai acuan pelayanan klinis paru;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf b, perlu
ditetapkan Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung tentang
Panduan Praktik Klinis Paru;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;


2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 Tentang
Standar Pelayanan Kedokteran;
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/PER/IV/2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit;
4. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 107/DSN-
MUI/IX/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip
Syariah;
5. Keputusan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Nomor 12/SK/YBW-SA/II/2018
tentang Pengangkatan dr. H. Masyhudi AM, M.Kes sebagai Direktur Utama Rumah
Sakit Islam Sultan Agung Masa Bakti 2018 – 2022;

MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG TENTANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS PARU.

2
Pasal 1

Panduan Praktik Klinis adalah panduan prosedur standar dalam pelayanan dan perawatan kepada
pasien yang harus diketahui dan dijalankan oleh seorang dokter untuk melaksanakan kegiatan
kesehatan secara optimal, professional, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 2

Panduan Praktik Klinis bagi dokter di Rumah Sakit bertujuan untuk memberikan acuan bagi dokter
dalam memberikan pelayanan di Rumah sakit dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.

Pasal 3

Panduan Praktik Klinis Dokter di Rumah Sakit meliputi pedoman penatalaksanaan terhadap penyakit,
diambil berdasarkan kriteria:
1. Penyakit yang prevalensinya cukup tinggi;
2. Penyakit yang membutuhkan biaya tinggi; dan
3. Penyakit yang risiko tinggi.

Pasal 3

Pada saat Peraturan Direktur Utama ini berlaku, Surat Keputusan Direktur Utama Nomor 3420
/PER/RSI-SA/I/2017 tentang Panduan Praktik Klinik Pulmo dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 4
Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Semarang
Pada tanggal 12 Jumadil Awwal 1441 H
08 Januari 2020 M

DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Dr. H. MASYHUDI AM, M.Kes.

3
PENYUSUN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PARU

1. dr. Sakinatus Syarifah, Sp.P Dokter Spesialis Paru


2. dr. Nur Amalia Santang, Sp.P Dokter Spesialis Paru

4
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................................................1
Peraturan Direktur Utama.....................................................................................................................2
Penyusun...............................................................................................................................................4
Daftar Isi................................................................................................................................................5
Kata Pengantar......................................................................................................................................6
Panduan Praktik Klinis Asma Bronkial....................................................................................................8
Panduan Praktik Klinis Efusi Peura.......................................................................................................11
Panduan Praktik Klinis Pneumonia Komunitas....................................................................................13
Panduan Praktik Klinis Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)...........................................................15
Panduan Praktik Klinis Tuberculosis....................................................................................................19

5
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Demi kelancaran Pelayanan Medis di Bagian Dokter Paru, maka perlu dibuat Prosedur Tetap
dalam bentuk Panduan Praktik Klinis sebagai acuan dokter paru dalam bertugas. Adanya buku ini
diharapkan menjadi pedoman kerja bagi tenaga medis dan pihak terkait dalam meningkatkan
pelayanan, selain itu juga dapat menjadi bahan referensi.
Pada kesempatan ini disampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua Staf
Medis atas kerjasamanya yang baik dalam menyusun buku prosedur tetap paru ini.
Kami berharap agar keberhasilan yang telah dicapai akan memacu kita semua untuk turut
menambah buku-buku ilmiah yang berguna bagi peningkatan pelayanan paru.
Semoga keberadaan buku Panduan Praktik Klinis ini bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Semarang, 8 Januari 2020

Penyusun

6
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
NOMOR 1150/PER/RSI-SA/I/2020
TENTANG PANDUAN PRAKTIK KLINIS PARU

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan medis adalah pelayanan kesehatan perorangan; lingkup pelayanan adalah
segala tindakan atau perilaku yang diberikan kepada pasien dalam upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Substansi pelayanan medis adalah pratik ilmu pengetahuan dan
teknologi medis yang telah ditapis secara sosio – ekonomi –budaya yang mengacu pada aspek
pemerataan, mutu dan efsiensi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat
akan pelayanan medis.
Untuk menyelenggarakan pelayanan medis yang baik dalam arti efektif, efisien dan
berkualitas serta merata dibutuhkan masukan berupa sumber daya manusia, fasilitas, prafasilitas,
peralatan, dana sesuai dengan prosedur serta metode yang memadai
Saat ini sektor kesehatan melengkapi peraturan perundang-undangannya dengan
disahkannya Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada bulan Oktober
2004 yang diberlakukan mulai bulan Oktober 2005. Pengaturan praktik kedokteran bertujuan
untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu
pelayanan medis yang diberikan oleh dokter/dokter Pulmo, serta memberikan kepastian hukum
kepada masyarakat dan dokter/dokter Pulmo.
Panduan praktik klinis (Clinical practice guidelines) merupakan panduan yang berupa
rekomendasi untuk membantu dokter atau dokter paru dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Panduan ini berbasis bukti (berdasarkan penelitian saat ini dan tidak menyediakan
langkah-pendekatan untuk perawatan dan pengobatan, namun memberikan informasi tentang
pelayanan yang paling efektif. Dokter atau dokter paru menggunakan panduan ini sesuai dengan
pengalaman dan pengetahuan mereka untuk menentukan rencana pelayanan yang tepat kepada
pasien
B. Tujuan
1. Meningkatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu
2. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya
3. Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal
4. Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil
5. Mamberikan tata laksana dengan biaya yang memadai

7
PANDUAN PRAKTIK KLINIS ASMA BRONKIAL

1 Definisi Asma adalah penyakit yang ditandai dengan inflamasi kronik saluran
(Pengertian) napas. Penyakit ini ditegakkan berdasarkan riwayat gejala pernapasan
seperti mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang bervariasi dalam
waktu dan intensitas, disertai keterbatasan aliran udara ekspirasi.
2 Anamnesis Gejala-gejala berikut merupakan karakteristik asma, antara lain:
1. Lebih dari 1 gejala (mengi, sesak, batuk dan dada terasa berat)
terutama pada orang dewasa
2. Gejala umumnya lebih berat pada malam atau awal pagi hari
3. Gejala bervariasi menurut waktu dan intensitas
4. Gejala dicetuskan oleh infeksi virus (flu), aktivitas fisis, pajanan
alergen, perubahan cuaca, emosi, serta iritan seperti asap rokok atau
bau yang menyengat
3 Pemeriksaaan fisik 1. Dapat normal
2. Ekspirasi terlihat memanjang
3. Mengi mungkin terdengar saat ekspirasi saja atau tidak terdengar
pada asma berat
4 Pemeriksaan Dilakukan bila perlu
penunjang Umum
Pada saat tidak serangan:
Spirometri
Ujibronkodilator
Ujiprovokasibronkus (astograff)
Peak flow rate (PFR)
Analisis gas darah
Fototoraks
Kadar IgE total atau spesifik
Kadar eosinofil total serum
Darah rutin
Uji kulit

Khusus
Body box Cardiopulmonary exercise (CPX)
Eosinofil sputum
Kadar NO ekspirasi (FeNO)
IgE
5 kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisis mengarah ke asma
Kriteria asma terkontrol baik harus memenuhi kriteria berikut:
gejala siang hari >2x/pekan tidak ada,

8
terbangun malam hari karena asma tidak ada,
penggunaan pelega>2x/pekan tidak ada,
keterbatasan aktivitas akibat asma tidak ada.
(dapat dilakukan rujuk balik untuk pasien jkn/bpjs jika kondisi terkontrol
baik terjadi 3 bulan berturut-turut)

Derajat beratnya asma pada keadaan harian dapat dibagi menjadi:


1. asma intermiten
2. asma persisten ringan
3. asma persisten sedang
4. asma persisten berat
6 Diagnosa Kerja Asma ringan (asma stabil), asma sedang, asma berat
Asma terkontrol, terkontrol sebagian, tidak terkontrol
7 Diagnosa Banding 1. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
2. Pneumotoraks
3. Payah jantung kiri
4. Sindrom obstruksi pascatuberkulosis
5. Asma kardiale
6. Allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA)
7. Gastroesofageal reflux disease (GERD)
8. Rhinosinusitis
8 Terapi 1. Obat pengontrol (salah satu atau kombinasi)
a. Kortikosteroid inhalasi
b. Kortikosteroid sistemik
c. Sodium kromoglikat
d. Nedokromil sodium
e. Metilxantin
f. Agonisβ-2kerja lama inhaler
g. Agonisβ-2kerja lama oral
h. Leukotrien modifier
i. Antimuskarinik/antikolinergik kerja lama
j. Anti IgE
2. Obat pelega napas (salah satu atau kombinasi)
a. Agonis β-2 kerja singkat
b. Kortikosteroid sistemik (bila penggunaan bronkodilator yang lain
sudah optimal tetapi hasil belum tercapai)
c. Antimuskarinik/ antikolinergik kerja singkat
d. Aminofilin
e. Adrenalin
9 Edukasi 1. Hindari faktor yang diketahui sebagai pencetus
2. Pakai obat pengontrol secara teratur

9
3. Kontrol rutin
10 Prognosis Quo ad vitam: ad bonam
Quo ad functionam: ad bonam
Quo ad sanasionam: ad bonam
11 Kompetensi Spesialis paru : 4
12 Indikator medis EVALUASI ASMA BRONKIAL
No. Konten Ya Tidak Keterangan
1. Penegakan Diagnosis
2. Pemberian obat pelega
napas pada eksaserbasi akut
3. Pemberian obat pengontrol
4. Rujuk balik pada pasien yang
telah terkontrol 3 bulan
berturut-turut
13 Kriteria pasien 1. sesak berkurang
pulang rawat inap 2. keadaan umum membaik
3. penyakit penyerta berkurang
14 Kepustakaan Global strategy for Asthma management and prevention. Global Initiative
for Asthma 2017.

10
PANDUAN PRAKTIK KLINIS EFUSI PEURA

1 Definisi keadaan di mana terdapatnya cairan dalam jumlah yang berlebihan di


(Pengertian) dalam rongga pleura yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.
2 Anamnesis Sesak napas merupakan gejala utama. Kadang-kadang disertai perasaan
tidak enak di dada. Bila cairan pleura sedikit, maka tidak dapat dideteksi
dengan pemeriksaan klinik, tetapi dapat dideteksi dengan radiografi.
Terkadang disertai nyeri pleuritik atau batuk non-produktif.
Efusi pleura lebih sering merupakan penyulit pneumonia (efusi
parapneumonia).
3 Pemeriksaaan 1. Pada inspeksi ditemukan gerak napas tertinggal pada sisi efusi, sela
fisik iga nampak melebar dan menonjol.
2. Pada perkusi ditemukan suara ketok terdengar redup sesuai dengan
luas efusi
3. Pada palpasi ditemukan fremitus raba menurun.
4. Pada auskultasi ditemukan suara napas menurun atau menghilang.
Suara bronkial dan egofoni sering ditemukan di atas efusi.
4 Pemeriksaan 1. Foto toraks PA atau AP, tanda awal ditemukan sinus kostofrenikus
penunjang tumpul dan gambaran opak homogen setinggi jumlah cairan. Pada
jumlah cairan efusi <300cc dapat terlihat pada foto toraks dalam
posisi dekubitus.
2. Efusi dalam jumlah banyak menyebabkan pendorongan mediastinum
& pergeseran mediastinum ke arah yang sehat, tetapi bila tidak ada
pergeseran mediastinum kemungkinan efusi disertai kolaps paru.
3. Efusi pleura yang terlihat pada foto toraks berbentuk kantong
(pocketed & loculated) masih perlu dibedakan dengan gambaran
penyakit lain, masih mungkin diperlukan pemeriksaan penunjang lain
seperti USG toraks atau CT- Scan toraks.
5 kriteria Diagnosis 1. Anamnesis dijumpai keluhan sesak napas.
2. Pemeriksaan fisik ada gerakan asimetris sisi sakit tertinggal, sela iga
melebar, keredupan sisi sakit, fremitus raba menurun sisi sakit, suara
napas menurun pada sisi sakit.
3. Foto toraks tampak gambaran cairan efusi pleura.
4. Aspirasi cairan pleura untuk memastikan adanya efusi pleura.
5. Bila diperlukan dapat dibantu USG toraks atau CT-Scan toraks.
6 Diagnosa Kerja Efusi pleura
7 Diagnosa Banding 1. Konsolidasi paru karena pneumonia
2. Neoplasma paru
3. fibrosis pleura

11
8 Terapi 1. Drainase postural dan fisioterapi: Posisi tubuh diatur sedemikian rupa
sehingga cairan dapat keluar dengan sendirinya (akibat gaya berat)
atau dengan bantuan fisioterapis.
2. Penatalaksanaan khusus
a. Pungsi Pleura : tindakan menusukkan jarum atau kateter logam
kerongga pleura.
b.Pemasangan water seal drainage (WSD): dilakukan tindakan
drainase cairan, dialirkan melalui selang yang dimasukkan ke
dalam rongga pleura dan dihubungkan dengan mesin water seal
drainage (WSD). Perubahan dari warna, konsistensi, volume dan
bau cairan selama monitoring dan kondisi paru pasien
menentukan berapa lama selang WSD ini terpasang.
9 Edukasi Pemberian nutrisi yang baik dan pengobatan optimal penyakit yang
mendasarinya. Pengobatan harus dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan untuk efek terapi yang optimal.
10 Prognosis Prognosis sangat bervariasi dan tergantung pada faktor penyebab efusi
walau prognosis secara keseluruhan kurang baik. Pasien yang mencari
pertolongan medis lebih dini karena penyakitnya dan dengan diagnosis
yang tepat serta penatalaksanaan yang tepat pula memiliki angka
komplikasi yang lebih rendah.
11 Kompetensi Spesialis paru : 4
12 Indikator medis EVALUASI EFUSI PLEURA
No. Konten Ya Tidak Keterangan
1. Penegakan Diagnosis
2. Pungsi pleura sesuai indikasi
dan soap
3. Pemasangan water seal
drainage (WSD) sesuai
indikasi dan soap
13 Kriteria pasien Pasien dapat dipulangkan bila tidak terdapat keluhan, tindakan pasca
pulang rawat pungsi baik
inap
14 Kepustakaan Q. Ashton Acton, Pleural deases advances in research and treatment.
Tahun 2009
Richard W Light, Pleural Diseases 5th edition. Tahun 2007
Wibisono, M Yusuf, Wihariani, Hariadi, Slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Paru. Penerbit FK UNAIR. Surabaya. tahun 2010

12
PANDUAN PRAKTIK KLINIS PNEUMONIA KOMUNITAS

1 Definisi Peradangan/ inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
(Pengertian) mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia
yang dimaksud disini tidak termasuk dengan pneumonia yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis.
2 Anamnesis 1. batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai
darah
2. sesak napas
3. demam tinggi
4. nyeri dada
3 Pemeriksaaan 1. Pasien tampak sakit berat, kadang disertai sianosis
fisik 2. Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat.
3. Respirasi meningkat tipe cepat dan dangkal.
4. Sianosis.
5. Nafas cuping hidung.
6. Retraksi interkostalis disertai tanda pada paru, yaitu:
a. Inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas.
b. Palpasi fremitus dapat meningkat,
c. Perkusi redup,
d. Auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial
yang mungkin
e. disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar
pada stadium resolusi
4 Pemeriksaan 1. Thorax foto PA terlihat perselubungan pada daerah yang terkena.
penunjang 2. Laboratorium
a. Leukositosis dengan hitung jenis pergeseran ke kiri
b. Analisa sputum adanya jumlah leukosit bermakna bila diperlukan
c. Gram Sputum bila diperlukan
d. Kultur sputum bila diperlukan
e. Kultur darah bila diperlukan
5 kriteria Diagnosis Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Untuk diagnosis defenitif dilakukan pemeriksaan penunjang.
Kriteria diagnosis klinis pneumonia dengan Trias Pneumonia, yaitu:
1. Batuk
2. Demam
3. Sesak
6 Diagnosa Kerja Pneumonia Komunitas
7 Diagnosa Banding 1. Bronkitis Akut

13
2. Pleuritis eksudatif karena TB
3. Ca paru
4. Infark paru
8 Terapi 1. Pengobatan suportif seperti istirahat di tempat tidur dan minum
secukupnya untuk mengatasi dehidrasi.
2. Terapi definitif dapat dilakukan menggunakan antibiotik sebagai berikut:
a. Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP), yaitu: Penisilin V,
4x250-500 mg/hari atau amoksisilin 3x250-500 mg/hari atau
sefadroksil 500-1000 mg dalam 2 dosis.
b. Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP),yaitu:
1) Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan), Sefotaksim,
Seftriakson dosis tinggi
2) Makrolid: azitromisin 1x500 mg selama 3 hari atau
Fluorokuinolon respirasi: siprofloksasin 2x500 mg/hari
9 Edukasi Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga mengenai pencegahan
rekurensi dan pola hidup sehat, termasuk tidak merokok
10 Prognosis Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.
Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis
penyakit pada penderita yang dirawat
11 Kompetensi Spesialis Paru : 4
12 Indikator medis EVALUASI PNEUMONIA KOMUNITAS
No. Konten Ya Tidak Keterangan
1. Penegakan Diagnosis
2. Terapi supportif
3. Terapi definitif
13 Kriteria pasien Apabila dalam 24 jam sebelum pulang tidak ditemukan :
pulang rawat 1. Suhu 37,80C
inap 2. Frekuensi jantung > 100/menit
3. Frekuensi napas > 24/ menit
4. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg
5. Saturasi oksigen < 90%
6. Dapat makan peroral
14 Kepustakaan American Thoracic Society. Guidelines for management of adults with
community-acquired pneumonia. Diagnosis, assesment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit Care Med 2001; 163:
1730-54
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Jakarta: PDPI, 2014.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Jakarta: PDPI, 2003.

14
PANDUAN PRAKTIK KLINIS PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

1 Definisi Penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan
(Pengertian) keterbatasan aliran udara yang progresif dan berhubungan dengan
peningkatan respon inflamasi kronik pada saluran napas dan paru
terhadap gas atau partikel berbahaya lainnya.
Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi pada keparahan penyakit pada
pasien
2 Anamnesis Umumnya terjadi pada usia diatas 40 tahun
Gejala pernapasan berupa sesak umumnya terus menerus, progresif
seiring waktu, memburuk terutama selama latihan atau aktivitas.
Gejala batuk kronik dengan produksi sputum, dan disertai dengan suara
mengi, namun mungkin batuk hilang timbul dan tidak produktif.
Riwayat terpapar partikel dan gas beracun (terutama asap rokok dan
biomass fuel)
Riwayat keluarga dengan PPOK, atau kondisi saat masih anak-anak, seperti
berat badan lahir rendah, infeksi saluran napas berulang
3 Pemeriksaaan Adanya tanda-tanda hiperinflasi
fisik Adanya tanda-tanda insufisiensi pernapasan
Abnormalitas pada auskultasi (wheezing dan/atau crackle)
4 Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang dilakukan bila perlu
penunjang Umum:
1. Foto toraks PA
2. Laboratorium (analisa gas darah arteri, hematologi rutin: eosinofil
darah)
Khusus :
1. Arus puncak ekspirasi (APE)
2. Spirometri
3. Bodyplethismograph
4. CT dan ventilation-perfusion scanning
5. Skrining Alpha-1 antitrypsin deficiency
6. Exercise testing
7. Sleep studies
5 kriteria Diagnosis 1. Adanya gejala dan tanda sesuai dengan PPOK
2. Konfirmasi dengan spirometri bila perlu, dimana keterbatasan aliran
udara menetap dengan rasio VEP1/KVP < 0,70 setelah terapi
bronkodilator.
3. Pemeriksaan spirometri untuk menentukan beratnya hambatan aliran
udara pernapasan dengan membandingkan nilai VEP1 pasien dengan
nilai prediksi.

15
GOLD 1 >= 80%
GOLD 2 = 50-79%
GOLD 3 = 30-49%
GOLD 4 < 30%
4. Penilaian risiko dan berat eksaserbasi
a. mMRC untuk menentukan skala sesak napas dengan nilai 0-4
b. CAT (COPD Assesment Test) untuk menilai gejala harian meliputi
keluhan batuk, jumlah dahak, gejala sesak, kemampuan aktivitas,
gangguan tidur dan kelemahan fisik)
6 Diagnosa Kerja 1. Berdasarkan Populasi
a. PPOK Populasi A
Tidak pernah ekaserbasi atau hanya 1 kali kunjungan ke rumah sakit
karena eksaserbasi berat selama 1 tahun dengan nilai mMRC 0-1 dan
CAT < 10 (dapat dilakukan rujuk balik untuk pasien jkn/ bpjs)
b. PPOK Populasi B
Tidak pernah atau hanya 1 kali kunjungan ke rumah sakit karena
eksaserbasi berat selama 1 tahun
tetapi nilai mMRC >= 2 dan CAT >= 10
c. PPOK Populasi C
>= 2 kali eksaserbasi atau >= 1 kali kunjungan ke rumah sakit karena
eksaserbasi berat selama 1 tahun dengan nilai mMRC 0-1 dan CAT <
10
d. PPOK Populasi D
e. >= 2 kali eksaserbasi atau >= 1 kali kunjungan ke rumah sakit karena
eksaserbasi berat selama 1 tahun dengan nilai mMRC >= 2 dan CAT
>= 10
7 Diagnosa Banding 1. Asma Bronkial
2. Gagal jantung kongestif
3. Bronkiektasis
4. Tuberkulosis
5. Bronkiolitis obliteratif
6. Panbronkiolitis difus
8 Terapi 1. Medikamentosa
a. Bronkodilator inhalasi
Agonis 2 (SABA, LABA) dan antikolinergik inhalasi (SAMA, LAMA)
b. Antiinflamasi
Kortikosteroid inhalasi (ICS), PDE4 inhibitor,
c. Antibiotik bila perlu
Azithromycin dan Erythromycin
d. Mukolitik bila perlu
N-Acetyl Cystein dan Carbocystein
16
Populasi A: Pemberian bronkodilator berdasarkan efek terhadap
gejala sesak. Dapat diberikan bronkodilator kerja cepat (SABA,
SAMA) ataupun bronkodilator kerja lama (LABA, LAMA)

Populasi B: Terapi awal dengan bronkodilator kerja lama. Untuk


pasien dengan sesak menetap dengan monoterapi,
direkomendasikan penggunaan dua bronkodilator.

Polpulasi C: Terapi awal dengan satu bronkodilator kerja lama.


Direkomendasikan penggunaan LAMA. Pada eksaserbasi
persisten, direkomendasikan penggunaan kombinasi
bronkodilator kerja lama atau kombinasi LABA dengan ICS.

Populasi D: Direkomendasikan memulai terapi dengan kombinasi


LABA dan LAMA. Apabila masih mengalami eksaserbasi
direkomendasikan kombinasi LAMA, LABA dan ICS. Pertimbangan
pemberian Roflumilast untuk pasien dengan FEV1< 50% prediksi
dan bronkitis kronis. Makrolid (Azithromycin) pada bekas perokok.
2. Nonmedikamentosa
a. Disarankan vaksinasi influenza untuk semua pasien PPOK,
vaksinasi pneumokokal untuk usia > 65 tahun atau usia lebih
muda dengan komorbid penyakit jantung dan paru kronik.
b. Oksigen
Penggunaan Long-term oxygen therapy pada pasien hipoksemia
berat.
c. Ventilasi mekanis
Penggunaan long-term non-invasive ventilation pada hiperkapnia
kronik berat
d. Nutrisi adekuat untuk mencegah kelaparan dan menghindari
kelelahan otot pada pasien malnutrisi.
e. Rehabilitasi dengan aktivitas fisik dan latihan pernapasan untuk
mengurangi disabilitas bila perlu
9 Edukasi 1. Berhenti merokok
2. Aktivitas fisik
3. Tidur yang cukup
4. Diet sehat
5. Strategi managemen stres
6. Mengenali gejala eksaserbasi
7. Penggunaan obat yang tepat
8. Kontrol teratur
17
10 Prognosis Quo ad vitam: Bonam
Quo ad functionam: Dubia
Quo ad sanasionam: Dubia
11 Kompetensi Spesialis paru : 4
12 Indikator medis EVALUASI PPOK
No. Konten Ya Tidak Keterangan
1. Penegakan Diagnosis
2. Terapi bronkodilator
3. Rujuk balik PPOK populasi A
13 Kriteria pasien 1. Sesak berkurang atau hilang
pulang rawat 2. Dapat mobilisasi
inap 3. Perbaikan kondisi klinis dan pemeriksaan lain
4. Penyakit penyerta tertangani
5. Mengerti pemakaian obat
14 Kepustakaan Penyakit Paru Obstruksi Kronik, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2016.
Global Initiative for Chronic obstructive Lung Disease (GOLD). 2018.

18
PANDUAN PRAKTIK KLINIS TUBERCULOSIS

1 Definisi penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium


(Pengertian) tuberculosis (MTb). Sebagian besar kuman MTb menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya
2 Anamnesis Terdapat gejala utama Batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih, batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu : dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari 1 bulan.
Pada pasien dengan HIV positif, batuk seringkali bukan merupakan gejala
TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu
atau lebih.
Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang
dengan faktor risiko seperti kontak erat dengan pasien TB, tinggal di
daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang
yang bekerja dengan bahan kimia yang berisiko menimbulkan paparan
infeksi paru.
3 Pemeriksaaan Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama
fisik daerah apeks dan segmen posterior (S1 & S2) , serta daerah apeks lobus
inferior (S6) berupa suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah,
ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher, kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran
kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.
4 Pemeriksaan 1. Pemeriksaan TCM (Tes cepat molekuler) dengan metode Xpert
penunjang MTB/RIF. TCM merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun
tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.
2. Dahak miksroskopis langsung dengan mengumpulkan dua contoh uji
dahak yang dikumpulkan berupa dahak sewaktu dan pagi.
Pemeriksaan dahak digunakan untuk menentukan potensi penularan
dan menilai keberhasilan pengobatan (evaluasi) dilakukan akhir bulan
ke-2 pengobatan dan akhir bulan ke-5 pengobatan.
3. Laboratorium: anti HIV. Bila perlu dilakukan pemeriksaan Darah Rutin
2, ureum, creatinine, enzim transaminase, gula darah sewaktu,
HbsAg.

19
4. Radiologi: Foto thoraks pada awal diagnose dan akhir pengobatan.
5. Pemeriksaan lain: analisis cairan pleura, atau pemeriksaan
histopatologi jaringan pada kasus yang dicurigai TB ekstra paru.
6. Pemeriksaan uji kepekaan obat. Uji kepekaan obat bertujuan untuk
menentukan ada tidaknya resistensi M.tb terhadap OAT. Dilakukan
bila terdapat indikasi.
5 kriteria Diagnosis Sesuai dengan alur diagnosa TB dari permenkes 67 tahun 2016 (terlampir)
6 Diagnosa Kerja Tuberkolosa paru terkonfirmasi bakteriologi / histopatologi/ klinis
7 Diagnosa Banding 1. Jika BTA negatif masih mungkin pneumonia, tumor/keganasan paru,
jamur paru, penyakit paru akibat kerja
2. Jika BTA positif masih mungkin mycobacterium Other Than
Tuberculosa (MoTT)
8 Terapi 1. Oksigenasi
2. Perbaikan keadaan umum
3. Pemberian obat simtomatis (sesuai keadaan pasien)
4. OAT lini pertama :
a. Rifampisin (R)
b. Isoniazid (H)
c. Pyrazinamid (Z)
d. Etambutol (E)
e. Streptomycin (S)
5. Pemberian Obat Anti Tuberkulosis berdasarkan kategori penderita
dengan dosis dibawah ini :
a. OAT kategori I : 2 RHZE/4R3H3
b. OAT kategori II : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau 2 (HRZE)S/
(HRZE)/5(HR)E.
Tabel dosis

9 Edukasi 1. Etika batuk: tidak buang dahak sembarangan


2. Istirahat dengan nutrisi yang adekuat
3. Minum obat teratur, tidak boleh putus
10 Prognosis Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.
Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis
penyakit pada penderita yang dirawat
11 Kompetensi Spesialis Paru : 4

20
12 Indikator medis EVALUASI TUBERCULOSIS
No. Konten Ya Tidak Keterangan
1. Penegakan Diagnosis
2. Pemeriksaan anti HIV
3. Pemberian OAT
13 Kriteria pasien Komplikasi dan efek samping telah teratasi
pulang rawat inap
14 Kepustakaan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 67 tahun 2016
tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB)
PDPI. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia

LAMPIRAN

21
PENUTUP

Dengan telah tersusunnya Panduan Praktik Klinis ini diharapkan dapat menjadi Standar
Prosedur Operasional bagi dokter spesialis paru yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
dan fasilitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Islam Sultan Agung.
Melalui panduan ini diharapkan terselenggara pelayanan medis yang efektif, efisien,
bermutu dan merata sesuai sumber daya, fasilitas, pra fasilitas, dana dan prosedur serta metode
yang memadai. Semoga bermanfaat.

DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Dr. H. MASYHUDI AM, M.Kes.

22

Anda mungkin juga menyukai