Anda di halaman 1dari 24

PANDUAN PRAKTIK KLINIS ANAK

NOMOR 1107/PER/RSI-SA/0I/2021

1
PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020
TENTANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS ANAK
DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM
DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Menimbang a. bahwa penyusunan standar pelayanan kedokteran bertujuan untuk memberikan


jaminan kepada pasien untuk memperoleh pelayanan kedokteran yang
berdasarkan nilai ilmiah sesuai dengan kebutuhan medis pasien serta
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kedokteran yang diberikan
oleh dokter dan dokter gigi;
b. bahwa sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan klinis Anak perlu
penyempurnaan Panduan Praktik Klinis Anak sebagai acuan pelayanan klinis Anak;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf b, perlu
ditetapkan Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung tentang
Panduan Praktik Klinis Anak;

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;


2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 Tentang
Standar Pelayanan Kedokteran;
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755 /Menkes/PER/IV/2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit;
4. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 107/DSN-
MUI/IX/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip
Syariah;
5. Keputusan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Nomor 12/SK/YBW-SA/II/2018
tentang Pengangkatan dr. H. Masyhudi AM, M.Kes sebagai Direktur Utama Rumah
Sakit Islam Sultan Agung Masa Bakti 2018 – 2022;

MEMUTUSKAN

Menetapkan PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG TENTANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS ANAK.

2
Pasal 1

Panduan Praktik Klinis adalah panduan prosedur standar dalam pelayanan dan perawatan kepada
pasien yang harus diketahui dan dijalankan oleh seorang dokter untuk melaksanakan kegiatan
kesehatan secara optimal, professional, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 2

Panduan Praktik Klinis bagi dokter di Rumah Sakit bertujuan untuk memberikan acuan bagi dokter
dalam memberikan pelayanan di Rumah sakit dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan.

Pasal 3

Panduan Praktik Klinis Dokter di Rumah Sakit meliputi pedoman penatalaksanaan terhadap penyakit,
diambil berdasarkan kriteria:
1. Penyakit yang prevalensinya cukup tinggi;
2. Penyakit yang membutuhkan biaya tinggi; dan
3. Penyakit yang risiko tinggi.

Pasal 3

Pada saat Peraturan Direktur Utama ini berlaku, Surat Keputusan Direktur Utama Nomor 3420
/PER/RSI-SA/I/2017 tentang Panduan Praktik Klinik Anak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 4
Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Semarang
Pada tanggal 12 Jumadil Awwal 1441 H
08 Januari 2020 M

DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Dr. H. MASYHUDI AM, M.Kes.

3
PENYUSUN
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
ANAK

1. Dokter Spesialis Anak


dr. Wahyu Bagus Handoko, Sp.A
2. Dokter Spesialis Anak
dr. Vickha Dian Hapsari, Sp.A
3. Dokter Spesialis Anak
dr. Yanuar Nusca Permana, Sp.A

4
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................................................1
Peraturan Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung.................................................................2
Penyusun...............................................................................................................................................4
Daftar Isi................................................................................................................................................5
Kata Pengantar......................................................................................................................................6
Pendahuluan.........................................................................................................................................7
Panduan Praktik Klinis Asfiksia Neonatorum.........................................................................................8
Panduan Praktik Klinik Demam Berdarah Dengue Tanpa Tanda Syok.................................................10
Panduan Praktik Klinis Diare Cair Akut Tanpa Penyulit........................................................................12
Panduan Praktik Klinik Kejang Demam................................................................................................16
Panduan Praktik Klinik Tuberkulosis Anak...........................................................................................19
Penutup...............................................................................................................................................24

5
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Demi kelancaran Pelayanan Medis di Bagian Dokter Anak, maka perlu dibuat Prosedur Tetap
dalam bentuk Panduan Praktik Klinis sebagai acuan dokter anak dalam bertugas. Adanya buku ini
diharapkan menjadi pedoman kerja bagi tenaga medis dan pihak terkait dalam meningkatkan
pelayanan, selain itu juga dapat menjadi bahan referensi.
Pada kesempatan ini disampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua Staf
Medis atas kerjasamanya yang baik dalam menyusun buku prosedur tetap anak ini.
Kami berharap agar keberhasilan yang telah dicapai akan memacu kita semua untuk turut
menambah buku-buku ilmiah yang berguna bagi peningkatan pelayanan anak.
Semoga keberadaan buku Panduan Praktik Klinis ini bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Semarang, 8 Januari 2020

Penyusun

6
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
NOMOR 1107/PER/RSI-SA/I/2020
TENTANG PANDUAN PRAKTIK KLINIS ANAK

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan medis adalah pelayanan kesehatan perorangan; lingkup pelayanan adalah
segala tindakan atau perilaku yang diberikan kepada pasien dalam upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Substansi pelayanan medis adalah pratik ilmu pengetahuan dan
teknologi medis yang telah ditapis secara sosio – ekonomi –budaya yang mengacu pada aspek
pemerataan, mutu dan efsiensi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat
akan pelayanan medis.
Untuk menyelenggarakan pelayanan medis yang baik dalam arti efektif, efisien dan
berkualitas serta merata dibutuhkan masukan berupa sumber daya manusia, fasilitas, prafasilitas,
peralatan, dana sesuai dengan prosedur serta metode yang memadai.
Saat ini sektor kesehatan melengkapi peraturan perundang-undangannya dengan
disahkannya Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada bulan Oktober
2004 yang diberlakukan mulai bulan Oktober 2005. Pengaturan praktik kedokteran bertujuan
untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu
pelayanan medis yang diberikan oleh dokter/dokter Anak, serta memberikan kepastian hukum
kepada masyarakat dan dokter/dokter Anak.
Panduan praktik klinis (Clinical practice guidelines) merupakan panduan yang berupa
rekomendasi untuk membantu dokter atau dokter Anak dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Panduan ini berbasis bukti (berdasarkan penelitian saat ini) dan tidak menyediakan
langkah-pendekatan untuk perawatan dan pengobatan, namun memberikan informasi tentang
pelayanan yang paling efektif. Dokter atau dokter Anak menggunakan panduan ini sesuai dengan
pengalaman dan pengetahuan mereka untuk menentukan rencana pelayanan yang tepat kepada
pasien.

B. Tujuan
1. Meningkatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu
2. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya
3. Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal
4. Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil
5. Mamberikan tata laksana dengan biaya yang memadai

7
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
ASFIKSIA NEONATORUM
1 Pengertian Asfiksia neonatorum : adalah gagal napas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat sesudah lahir.
2 Anamnesis 1. Saat lahir bayi mengalami keadaan tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur atau bayi tidak menangis
2. Tonus otot jelek
3. Bayi prematur
4. Air ketuban keruh bercampur mekonium, bayi tidak bugar
3 Pemeriksaan 1. Bayi lemah, tidak bernapas atau menangis
FISIK 2. Tonus otot lemah/jelek
3. Sianosis
4. Napas megap megap
4 Diagnosis Kerja 1. Menurut AAP (American Academic of Pediatrics) dan AHA (American
Heart Association) : bayi kurang bulan, bayi tidak bernapas spontan/tidak
menangis, tonus otot jelek.
2. Menurut Skor APGAR : yang dihitung sampai dengan menit ke 10:
a. Asfiksia ringan : 7
b. Asfiksia sedang : 4-6
c. Assfiksia berat : 1- 3
3. Menurut hasil AGD ( Analisis Gas Darah ) : pH< 7.25, paO2 < 50 mmHg,
paCO2 > 55 mm Hg,
4. Menurut WHO : Skor Apgar plus gambaran HIE dan defisit neurologis
( Menurut Sarnat and Sarnat )
5 Diagnosis Hipoksia:
Banding Pulmonal :
1. Penyakit Membran Hialin
2. Pneumonia
3. Kelainan kongenital paru
Ekstra pulmonal :
1. Ensefalopati hipoksik iskemik / Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE )
2. Sepsis neonatorum
3. Penyakit Jantung bawaan
Asidosis metabolik dan Gangguan metabolik lain
6 Pemeriksaan 1. Analisis Gas Darah
Penunjang 2. Foto toraks dada
7 Terapi 1. Resusitasi neonatus : mulai dari tahapan sebagai berikut :
a. Langkah awal
b. Ventilasi tekanan positip
c. Kompresi dada
d. Pemberian obat obatan dan cairan pengganti volume
e. Pemasangan pipa endotrakheal setiap ada indikasi (dapat pada setiap

8
tahapan)
2. Bayi yang memberi respons baik (asfiksia ringan) dirawat di Ruang
Perawatan Pasca Resusitasi, setelah stabil dirawat di rawat gabung. Diberikan
injeksi vitamin K 1, vaksinasi Hepatitis B, tetes mata antibiotik (kloramfenikol,
tetrasiklin atau eritromisin) dan ASI ad libitum
3. Bayi dengan asfiksia sedang di rawat di bangsal Perawatan Bayi Risiko
Tinggi, bila ada napas spontan dapat diberi CPAP (Bubble CPAP), diberi infus
ivfd, dengan larutan dekstrose 5% atau 10 % dan asuhan bayi baru lahir.
Nutrisi dengan ASI atau nutrisi parenteral total.
4. Asfiksia berat : dirawat di NICU untuk ventilator mekanik
5. Obat2an bila perlu antibiotik (lini pertama : Ampisilin dan Gentamisin )
8 Edukasi 1. Tentang Asfiksia, penyebab, gejala klinis dan komplikasi
2. Tentang pemberian dan manfaat ASI
9 Prognosis 1. Asfiksia ringan prognosis : ad vitam, ad sanationam, ad fungsionam =
baik.
2. Asfiksia sedang : tergantung pada hasil pengelolaan atau manajemen,
seharus nya ad vitam, ad sanationam, ad fungsionam = baik .
Asfiksia berat : biasanya ad vitam, ad sanationam, ad fungsionam =
dubia.Tergantung kondisi bayi dan respons terhadap ventilator mekanik
10 Kompetensi Dokter Spesialis Anak
11 Indikator 1. Bayi bernapas spontan dan teratur
Medis 2. Bayi tidak sianosis
3. Hasil AGD baik
12 Kepustakaan 1. American Heart Association and American Academy of Pediatrics. Textbook
of neonatal resuscitation. Kattwinkel J, editor. 6th ed. New York: McGraw-Hill;
2011
2. Dharmasetiawani N. Asfiksia dan resusitasi bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, editor. Buku ajar neonatologi.
Jakarta: IDAI; 2008: h 103-25.
3. Snyder E, Cloherty J. Perinatal asphyxia. Dalam: Cloherty J, Stark A, editors.
Manual of neonatal care. 4 ed. Philadelphia: Williams & Wilkins; 2008. h. 518-
27.
4. Kosim M. Gangguan napas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim M, Yunanto A,
Dewi R, Sarosa G, Usman A, editor. Buku ajar neonatologi. Jakarta: IDAI;
2008. h. 126-45.
5. Sills JH. Perinatal asphyxia. In Gomella LG, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE,
Editor. Neonatology, management, procedures, on-call problems, diseases
and drugs. 5th Ed. New York: McGraw-Hill; 2004: 512-2
6. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Masalah masalah bayi
baru lahir dan bayi muda. Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama
di kabupaten /kota. Edisi ke-1.World Health Organization dan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2009. H 58.

9
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DEMAM BERDARAH DENGUE TANPA TANDA SYOK

1 Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus
(Pengertian) Dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypty. Penyakit ini memiliki
manifestasi klinis yang beragam dan terkadang sulit diprediksi. Demam
berdarah dengue ditandai oleh adanya kebocoran plasma dan
hemokonsentrasi.

2 Anamnesis Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari dan terdapat 2 atau lebih kriteria berikut:
1. Mual dan muntah
2. Nyeri perut
3. Nyeri kepala
4. Nyeri retro orbita
5. Ruam kulit
6. Nyeri otot dan tulang
7. Dapat disertai manifestasi perdarahan
3 Pemeriksaaan 1. Tidak ada tanda kegagalan perfusi, tanda vital baik
fisik 2. Terdapat manifestasi perdarahan, ditandai dengan:
a. Uji bendung positif
b. Petekie, ekimosis, purpura
c. Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
d. Hemetemesis dan/atau melena
3. Pembesaran hati
4 kriteria Untuk menegakkan diagnosis Demam Berdarah Dengue diperlukan dua
Diagnosis kriteria klinis dari anamnesis dan/atau pemeriksaan fisik, ditambah satu
kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit). Demam berdarah
dengue tanpa syok dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Derajat I: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya menifestasi
perdarahan adalah uji bendung
2. Derajat II: seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau
perdarahan lain
5 Diagnosa Kerja Demam Berdarah Dengue tanpa syok (derajat I/derajat II)
6 Diagnosa 1. Demam Dengue
Banding 2. Demam Chikungunya
7 Pemeriksaan 1. Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)
penunjang 2. Pemeriksaan x-foto thorax posisi RLD
3. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler
dengan manifestasi, sebagai berikut:
a. Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar

10
b. Penurunan hematokrit ≥20% setelah mendapat terapi cairan
c. Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia
8 Terapi 1. Berikan banyak minum untuk mengganti cairan yang hilang akibat
kebocoran plasma, demam, muntah/diare.
2. Berikan paracetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a. Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
b. Kebutuhan cairan parenteral
1) Berat badan < 15 kg: 7 ml/kgBB/jam
2) Berat badan 15-40 kg: 5 ml/kgBB/jam
3) Berat badan > 40 kg: 3 ml/kgBB/jam
c. Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit, dan hemoglobin) tiap 6 jam
d. Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan
intravena biasanya hanya diperlukan 24-48 jam sejak kebocoran
pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
4. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata
laksana syok.
9 Edukasi
10 Prognosis Dubia ad bonam
11 Kopetensi Tingkat kompetensi SKDI 4A
12 Pustaka 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana
Infeksi Dengue pada Anak. Jakarta: IDAI: 1-80
2. World Health Organization-TDR. 2012. Handbook for Clinical
Management of Dengue. Geneva: WHO: 1-111

11
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
DIARE CAIR AKUT TANPA PENYULIT

1 Definisi Buang air besar lebih dari 3x dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan
(Pengertian) berlangsung kurang dari 1 minggu.
2 Anamnesis 1. Lama diare berlangsung, frekuensi diare, warna dan konsistensi tinja, lendir
dan/ darah dalam tinja.
2. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil
terakhir, demam, sesak, kejang, kembung.
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare.
4. Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengkonsumsi
makanan yang tidak biasa.
5. Penderita diare disekitarnya dan sumber air minum.

3 Pemeriksaaan 1. Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital.


fisik 2. Tanda utama:
a. Keadaan umum gelisah/ cengeng atau lemah/ letargi/ koma
b. Rasa haus
c. Turgor kulit abdomen menurun
3. Tanda tambahan
a. Ubun-ubun besar cekung
b. Kelopak mata cekung
c. Air mata berkurang
d. Mukosa bibir, mulut, dan lidah kering
4. Berat badan
5. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti nafas
cepat dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemia), kejang (hipo
atau hipernatremia)

4 kriteria Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria berikut:


Diagnosis 1.Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)
a. Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
b. Keadaan umum baik dan sadar
c. Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa
mulut dan bibir basah.
d. Turgor abdomen baik, bising usus normal
e. Akral hangat
2.Dehidrasi ringan-sedang/ tidak berat (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
a. Didapatkan 2 tanda utama dan 2 atau lebih tanda tambahan
b. Keadaan umum gelisah atau cengeng
c. Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang,

12
mukosa mulut dan bibir ssedikit kering
d. Turgor kurang, akral hangat
3.Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan)
a. Didapatkan 2 tanda utama dan 2 atau lebih tanda tambahan
b. Keadaan umum lemah, letargi atau koma
c. Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada,
mukosa mulut dan bibir sangat kering
d. Turgor sangat kurang, akral dingin
Pasien harus rawat inap
5 Diagnosa Sesuai klinis dan atau laboratoris.
Kerja
6 Diagnosa -
Banding
7 Pemeriksaan 1. Darah rutin 1 (hb, Leukosit, trombosit, hematocrit)
penunjang 2. Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan, kecuali ada tanda intoleransi
laktosa dan kecurigaan amubiasis
3. Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja:
a. Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau
b. Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasite, bakteri
c. Kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
d. Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut
4. Elektrolit bila dicurigai secara klinis adanya gangguan keseimbangan asam
basa dan elektrolit.
8 Terapi Cairan
1.Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)
Rehidrasi dengan new oralit (Level of Evidence High). 1 sachet oralit
dilarutkan dalam 1 L air matang untuk persediaan 24 jam. Diberikan 5-10
ml/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia: <1 tahun sebanyak 50-100
ml, 1-5 tahun 100-200 ml, >5 tahun semaunya. ASI harus tetap diberikan.
2.Dehidrasi ringan-sedang/ tidak berat (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
a. Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan 75 ml/kgBB dalam 3
jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan sebanyak
5-10 ml/kgBB tiap diare
b. Rehidrasi intravena diberikan bila anak muntah setiap diberi minum.
Cairan intravena yang diberikan berupa RL, KaEn 3B, atau NaCl dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan dan status hidrasi
dievaluasi secara berkala
1) BB 3-10 kg : 200 ml/kgBB/hari
2) BB 10-15 kg : 175 ml/kgBB/hari
3) BB >15 kg : 135 ml/kgBB/hari
3.Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan)
a. Rehidrasi parenteral dengan RL atau ringer asetat 100 ml/kgBB dengan

13
cara pemberian:
1) <12 bulan
a) 30 ml/kgBB dalam 1 jam ke-1
b) 70 ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya
2) >12 bulan
a) 30 ml/kgBB dalam 30 menit ke-1
b) 70 ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya
b. Masukan cairan peroral jika pasien sudah mau dan dapat minum, dimulai
5 ml/kgBB selama proses rehidrasi
Seng (Level of Evidence High)
Diberikan selama 10-14 hari
a. <6 bulan : 10 mg/hari
b. >6 bulan : 20 mg/hari
Nutrisi
ASI dan makan sehat diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan
sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Makan diberikan sedikit-sedikit tapi
sering (6x sehari), rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang.
Pemberian zinc dan probiotik.
Medikamentosa
c. Tidak boleh diberikan anti diare
d. Antibiotic
1) Disentri basiler (diare berdarah) atau kolera
a) Kotrimoksazol : 5-8 mg/kgBB/hari selama 5 hari (Level of
Evidence Moderate)
b) Sefiksim : 5 mg/kgBB/hari PO (Level of Evidence Moderate)
2) Amuba vegetative : metronidazole 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam
3 dosis (Level of Evidence Moderate)
9 Edukasi 1. Edukasi kepada orangtua untuk membawa anaknya kontrol jika: anak
demam, tinja berdarah, makan/ minum sedikit, sangat haus, diare makin
sering, atau belum membaik dalam 3 hari.
2. Edukasi cara menyiapkan oralit secara benar
3. Edukasi langkah promotive/ preventif:
a. ASI tetap diberikan
b. Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan
c. Kebersihan lingkungan, BAB dijamban
d. Imunisasi campak
e. Memberikan makanan penyapih yang benar
f. Penyediaan air minum yang bersih
g. Selalu memasak makanan
10 Prognosis 1. Tanpa atau dengan dehidrasi ringan-sedang, bonam
2. Dehidrasi berat, dubia
11 kompetensi Level IVA

14
12 Pustaka 1. Modul Gastrohepatologi
2. WHO. 2005. The Treatment of Diarrhoea. A manual for physicians and
other senior health workers. Geneva
3. William W., Hay Jr., Myron J.L.,Judith M. 2007. Lange Current Diagnosis &
Treatment in Pediatrics. 18th Edition. America
4. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds.
Nelson Textbook of Pediatrics 17 ed. Saunders. 2004 :1272-6.
5. Suparto P. Sumbangandanperankaumprofesionaldalammendukung
program penyakitsalurancerna di era otonomi.Kumpulan
makalahKongresNasional II BKGAI Bandung. 2003: 17-27.
6. WHO, UNICEF. 2006. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS.
Geneva
7. Gorelick MH, Shaw KN, Murphy KO. Validity and reliability of clinical signs in
the diagnosis of dehydration in children. Pediatrics. 1997;99(5):E6.

15
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KEJANG DEMAM
1 Pengertian Kejang demam didefinisikan sebagai kejang yang terjadi pada anak usia lebih
dari 1 bulan, berhubungan dengan demam (suhu lebih dari 38C rektal), tidak
disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat, tidak ada kejang saat neonatus atau
kejang tanpa provokasi sebelumnya, dan tidak memenuhi kriteria untuk kejang
simptomatik lainnya, termasuk yang sekunder karena ketidakseimbangan
elektrolit akut. (The International League Against Epilepsy (ILAE), 1993)
2 Anamnesis Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Umumnya kejang tonik-
klonik. Selama fase tonik, mungkin disertai henti nafas dan inkontinensia.
Kemudian diikuti fase klonik berulang, ritmik dan akhirnya anak setelah kejang
latergi atau tidur. Saat kejang anak tidak sadar, mata dapat melihat ke atas
dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa
didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Serangan dalam
bentuk absens atau mioklonik sangat jarang.
Pada umumya kejang akan berhenti sendiri, setelah beberapa detik atau menit
anak terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan neurologis.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 5 menit, dan kurang dari 8%
berlangsung lebih dari 15 menit, dan 4% kejang berlangsung lebih dari 30 menit.
Perlu diketahui mengenai pengobatan sebelumnya, ada tidaknya trauma,
perkembangan psikomotor, dan riwayat keluarga dengan epilepsi atau kejang
demam.
Deskripsi lengkap mengenai kejang sebaiknya didapat dari orang yang
melihatnya.
3 Pemeriksaan Dari pemeriksaan fisik, derajat kesadaran baik, tidak ada meningismus, ubun-
Fisik ubun besar tidak tegang atau membonjol, tidak ada tanda rangsang meningeal,
kekuatan dan tonus otot baik.
4 Kriteria 1. Bangkitan kejang
Diagnosis 2. Saat suhu tubuh (suhu rektal) > 38°C
3. Disebabkan oleh proses ekstrakranial
4. Usia 1 bulan – 5 tahun
5. Tidak didapatkan kelainan intrakranial
6. Pemeriksaan cairan serebro spinal dalam batas normal
Bukan kejang demam:
1. Ada riwayat kejang tanpa demam
2. < 1 bulan
3. < 6 bulan atau > 5 tahun : pikirkan infeksi SSP atau epilepsi disertai demam
4. Pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang saat demam
5 DIAGNOSIS Kejang Demam
KERJA
6 Diagnosis Ekstrakranial: Kejang Demam Simpleks, Kejang Demam Kompleks.
Banding Intrakranial: Infeksi susunan saraf pusat, lesi desak ruang otak
7 Pemeriksaan 1. Pemeriksaan laboratorium rutin dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
16
Penunjang infeksi penyebab demam, atau keadaan lain yang dapat menjadi
penyebab kejang. Misalnya pemeriksaan darah perifer, elektrolit (Na, K,
Cl, Ca) dan gula darah.
2. Punksi lumbal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Jika yakin klinis bukan meningitis, maka punksi
lumbal tidak perlu dilakukan.
3. Mengingat manifestasi klinis meningitis sering tidak jelas pada bayi, maka
punksi lumbal pada bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan, pada
bayi usia 12-18 bulan dianjurkan, dan bayi usia lebih dari 18 bulan tidak
rutin dilakukan.
4. EEG tidak direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan risiko epilepsi dikemudian hari. Pemeriksaan
EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak khas, misalnya pada anak
usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.
5. Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti computed tomography
(CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) tidak rutin dilakukan, hanya
dilakukan jika ada indikasi, seperti kelainan neurologik fokal menetap
(misalnya hemiparesis), paresis n.VI (n.abdusens) - bola mata tidak dapat
melirik ke lateral, dan adanya papil edema.
8 Terapi 1. Umumnya kejang berlangsung singkat dan berhenti sendiri.
2. Pengelolaan pertama di rumah diberikan diazepam per rektal dosis 5 mg
untuk berat badan sama atau kurang dari 10 kg, dan dosis 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg. Jika setelah pemberian diazepam per rektal
kejang belum berhenti, dapat diulang dengan dosis sama setelah selang
waktu 5 menit. Jika setelah dua kali pemberian diazepam per rektal masih
belum berhenti, dianjurkan ke rumah sakit.
3. Pengelolaan di rumah sakit, biasanya di ruang gawat darurat, diberikan
diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgbb diberikan dalam waktu 3-5 menit
(kecepatan 2 mg/menit), dosis maksimal 10 mg. Atau diberikan midazolam
intravena 0,2 mg/kgbb, atau lorazepam intravena 0,05-0,1 mg/kgbb. Jika
masih tetap kejang, berikan fenitoin intravena 10-20 mg/kgbb dalam 50 ml
larutan garam fisiologis dengan kecepatan 1 mg/kgbb/menit atau < 50
mg/menit. Jika berhenti maka dosis fenitoin selanjutnya (dosis
pemeliharaan) 4-8 mg/kgbb/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika
kejang masih belum berhenti diberikan fenobarbital intravena 20 mg/kgbb,
dimasukkan perlahan > 10 menit. Jika berhenti maka dosis fenobarbital
selanjutnya 5 mg/kgbb/hari dibagi dalam dua kali pemberian. Jika masih
belum berhenti, maka dinamakan refrakter status epileptikus dan harus
dirawat di ruang intensif, menggunakan obat pelumpuh otot.
4. Saat demam diberikan parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kgbb/kali
diberikan 4 kali sehari. Obat lain: ibuprofen dengan dosis 5-10 mg/kgbb/kali,
3–4 kali sehari.

17
5. Diazepam oral 0,3-0,5 mg/kgbb/hari dibagi tiap 8 jam saat demam.
6. Pengobatan rumat diberikan jika: kejang lama > 15 menit, ada kelainan
neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya paresis Todd,
cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus, dan adanya kejang fokal.
Pengobatan rumat dipertimbangkan jika ada kejang berulang dua kali atau
lebih dalam 24 jam, terjadi pada bayi < 12 bulan, kejang demam ≥ 4
kali/tahun. Pilihan pertama saat ini ialah asam valproat dengan dosis 15-40
mg/kgbb/hari dibagi 2-3 dosis; atau fenobarbital 3-4 mg/kgbb/hari dibagi
dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan sampai 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan.
9 Edukasi 1. Orangtua sering panik menghadapi kejang karena merupakan peristiwa
yang menakutkan.
2. Edukasi antara lain: meyakinkan bahwa kejang demam umumnya
mempunyai prognosis baik, memberitahukan cara penanganan kejang,
memberi informasi tentang risiko kejang berulang, pemberian obat
pencegahan memang efektif tetapi harus diingat risiko efek samping obat.
3. Jika anak kejang, lakukan hal berikut : tetap tenang dan tidak panik,
kendorkan pakaian yang ketat terutama sekitar leher, jika tidak sadar
posisikan anak telentang dengan kepala miring, bersihkan muntahan atau
lendir di mulut dan hidung jika ada. Walaupun ada risiko lidah tergigit,
jangan masukkan apapun ke dalam mulut. Ukur suhu tubuh, catat lama dan
bentuk/sifat kejang, tetap bersama anak selama kejang, berikan diazepam
per rektal. Jangan diberikan jika kejang telah berhenti. Bawa ke dokter atau
rumah sakit jika kejang berlangsung ≥ 5 menit.
10 Prognosis Ad vitam = ad bonam
Ad sanationam = ad bonam
Ad fungsionam = ad bonam
1. Risiko cacat akibat komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat timbul pada sebagian
kecil kasus, yang biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau
kejang berulang. Kematian akibat kejang demam tidak pernah dilaporkan
12 Pustaka 1. Poesponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus kejang demam. UKK
neurologi PP-IDAI. Jakarta : Balai Penerbit IDAI; 2005.
2. Soetomenggolo TS. Kejang Demam dan Penghentian Kejang. In :
Pusponegoro HD, Passat J, Mangunatmadja, Widodo DP, Soetomenggolo
TS, Ismael S, penyunting. Neurologi Anak dalam praktek sehari-hari.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1995. h.
209-21.
3. American Academy of Pediatrics. Practice Parameter: Long-term treatment
of the child with simple febrile seizures. Pediatrics. 1999; 103: 1307-9.

18
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
TUBERKULOSIS ANAK
1 Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB
yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun
2 Anamnesis 1. Riwayat kontak erat dengan penderita TB paru dewasa
2. Demam sub febris lebih dari 2 minggu tanpa penyebab yang jelas
3. Batuk kronik terus menerus (unremitting) lebih dari 3 minggu
4. Nafsu makan menurun/ berat badan tidak naik atau turun lebih dari 2
bulan berturut-turut meski dengan nutrisi yang adekuat
5. Penurunan aktivitas, lemah letih lesu yang berlangsung lama
6. Diare kronik yang penyebabnya tidak diketahui dengan jelas
7. Keluhan lokal seperti pembesaran kelenjar leher, pembengkakan sendi,
kejang, penurunan kesadaran, defisit neurologis dan pada kondisi berat
bisa disertai dengan batuk darah
3 Pemeriksaan 1. Keadaan Umum : umumnya sadar, pada kondisi berat dapat disertai
Fisik dengan penurunan kesadaran, penurunan aktivitas
2. Tanda Vital :
Frekuensi napas, Frekwensi jantung, Laju nadi, suhu & tekanan darah
3. Tanda umum:
a. Demam
b. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik
c. Penurunan aktifitas, letih, lemah dan lesu
d. Anorexia/nafsu makan menurun
4. Tanda khusus (lokal)
a. TB Kelenjar: Pembesaran kelenjar limfe regional (leher, aksiler, atau
inguinal) multiple, Ø >1 cm, tidak nyeri tekan, mudah digerakkan
b. Pembengkakan sendi
c. Gibbus
d. Skrofuloderma
e. Konjungtivitis fliktenularis
f. Meningitis TB
1) Kejang
2) Penurunan kesadaran
3) Defisit neurologis
4 Kriteria Diagnosis tuberkulosis ditegakkan dari klinis TB disertai dengan penunjang
Diagnosis berikut:
1. Riwayat kontak dengan penderita TB dewasa

19
2. Gejala klinis sugestif kearah TB
3. Tuberkulin tes (mantoux test)
4. Gambaran radiologis yang sugestif kearah TB
5. Pemeriksaan bakteriologis: BTA, kultur, GeneXpert
6. Sistem skoring UKK Respirologi IDAI (kombinasi dari klinis dan
pemeriksaan penunjang)
Sistem skoring (terlampir)
1. Riwayat kontak dengan penderita TB dewasa
2. Uji tuberkulin
3. Berat badan/keadaan gizi
4. Demam
5. Batuk
6. Pembesaran kelenjar
7. Pembengkakan sendi
8. Gambaran radiologis
Diagnosis ditegakkan jika skor ≥ 6, pada kondisi skrofuloderma, kavitas, gibbus
diagnosis dapat ditegakkan tanpa menunggu sistem skoring.
Kondisi dan gejala khusus
TB perikarditis; takikardi, gagal jantung
TB skeletal ; gibbus
TB Kulit&kelenjar : skrfuloderma
Pada Meningitis TB dilakukan pungsi lumbal, gambaran pungsi lumbal yang
menunjukkan infeksi tuberkulosis:
1. Makroskopis: xantokrom/kekuningan
2. Protein normal/meningkat
3. Glukosa sangat menurun, 0 - <20% GDS
4. Dominasi sel MN
Pemeriksaan penunjang mikrobiologis dilakukan pada kondisi berikut:
1. Anak berusia >10 tahun
2. Semua anak dengan kecurigaan TB berat (TB ekstra paru, Meningitis TB, TB
Milier)
3. Semua anak yang mampu mengeluarkan sputum
4. Anak dengan HIV (+)
Pemeriksaan mikrobiologis meliputi: BTA, kultur atau GeneXpert
Spesimen didapat melalui: sputum langsung, induksi sputum, atau bilasan
lambung.
5 Diagnosis Kerja Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis Ekstra Paru
1. Meningitis TB
2. TB Milier
3. Spondilitis TB
4. Skrofuloderma

20
5. TB Mata
6. TB Ginjal
7. TB Abdomen
8. Perikarditis TB
6 Diagnosis Infeksi micobacterium atypik
Banding
7 Pemeriksaan Pemeriksaan penunjang:
Penunjang 1. X-Foto Thoraks PA/AP – Lateral
2. Tuberkulin skin test (Mantoux test)
3. IGRA
4. Gene Xpert
5. Pemeriksaan mikrobiologi
Pengecatan BTA, Induksi sputum, bilasan lambung
6. X-Foto Polos abdomen (Peronitis TB)
7. X-Foto tulang belakang
8. CTScan (Meningitis/Encephalitis TB)
9. Histopatologis: biopsi jarum halus kelenjar, biopsi kulit
8 Terapi Suportif
1. Oksigenasi pada keadaan infeksi TB berat atau dengan gangguan
pernapasan
2. Infus cairan maintenance
3. Nutrisi adekuat
Kausatif
1. TB Paru/TB Kelenjar
a.Fase intensif : dosis tunggal selama 2 bulan, kombinasi
Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari
Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari
Pirazinamid 30 – 40 (35) mg/kgBB/hari
b.Fase lanjutan : dosis tunggal selama 4 bulan, kombinasi
Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari
Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari

2. TB dengan efusi pleura


Sama dengan diatas (1) + prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu
kemudian di tappering off bertahap

3. TB Anak dengan BTA (+)


a. Fase intensif : dosis tunggal selama 2 bulan, kombinasi
Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari
Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari
Pirazinamid 30 – 40 (35) mg/kgBB/hari
Ethambutol 15 – 25 (20) mg/kgBB/hari, atau

21
Streptomisin 15 – 45 (25) mg/kgBB/hari
b.Fase lanjutan : dosis tunggal selama 4 bulan, kombinasi
Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari
Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari
4. TB Berat (TB Milier/dengan destroyed lung)
a. Fase intensif : dosis tunggal selama 2 bulan, kombinasi
Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari
Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari
Pirazinamid 30 – 40 (35) mg/kgBB/hari
Ethambutol 15 – 25 (20) mg/kgBB/hari, atau
Streptomisin 15 – 45 (25) mg/kgBB/hari
b.Fase lanjutan : dosis tunggal selama 7-10 bulan, kombinasi
Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari
Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari
c. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu kemudian tappering off

5. Meningitis TB/Peritonitis TB/Perikarditis TB


a. Fase intensif : dosis tunggal selama 2 bulan, kombinasi
Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari
Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari
Pirazinamid 30 – 40 (35) mg/kgBB/hari
Ethambutol 15 – 25 (20) mg/kgBB/hari, atau
Streptomisin 15 – 45 (25) mg/kgBB/hari
b.Fase lanjutan : dosis tunggal selama 10 bulan, kombinasi
Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari
Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari
c. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu kemudian tappering off

6. Spondilitis TB/TB Skeletal/Skrofuloderma/Tb mata


a. Fase intensif : dosis tunggal selama 2 bulan, kombinasi
Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari
Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari
Pirazinamid 30 – 40 (35) mg/kgBB/hari
Ethambutol 15 – 25 (20) mg/kgBB/hari, atau
Streptomisin 15 – 45 (25) mg/kgBB/hari
b.Fase lanjutan : dosis tunggal selama 10 bulan, kombinasi
Isoniazid (INH) 7-15 (10) mg/kgBB/hari
Rifampisin 10 – 20 (15) mg/kgBB/hari
9 Edukasi 1. Mencari sumber penularan dan melakukan pengobatan terhadap sumber
2. Asupan nutrisi ditingkatkan
3. Prognosis penyakit umumnya baik jika penatalaksanaan optimal
4. Meningkatkan pola hidup bersih, cuci tangan, tata kelola lingkungan yang

22
optimal, ventilasi rumah diperbaiki
5. Hindari dari asap rokok
10 Kompetensi Dokter Spesialis Anak
12 Pustaka 1. World Health Organization. - Guidance for national tuberculosis
programmes on the management of tuberculosis in children. WHO; 2006
2. WHO, IUATLD. Guidance for national tuberculosis and HIV programmes on
the management of tuberculosis in HIV-infected children:
Recommendations for a public health approach. 2012
3. Luna JA. A Tuberculosis Guide for Specialist Physicians. IUATLD 2003
4. WHO. Guidance for national tuberculosis programmes on the management
of tuberculosis in children. WHO 2006
5. UKK Respirologi IDAI. Pedoman nasional tuberkulosis anak. Jakarta 2008

23
PENUTUP

Dengan telah tersusunnya Panduan Praktik Klinis ini diharapkan dapat menjadi Standar
Prosedur Operasional bagi dokter spesialis Anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
dan fasilitas pelayanan kesehatan di RSI Sultan Agung.
Melalui panduan ini diharapkan terselenggara pelayanan medis yang efektif, efisien,
bermutu dan merata sesuai sumber daya, fasilitas, pra fasilitas, dana dan prosedur serta metode
yang memadai. Semoga bermanfaat.

DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Dr. H. MASYHUDI AM., M.Kes.

24

Anda mungkin juga menyukai