Anda di halaman 1dari 91

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)

PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN


RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
SYOK ANAFILATIK
1. Pengertian (definisi) Syok yang terjadi akibat reaksi hipersensitivitas I, segera atau
sampai 30 menit setelah terjadi kontak dengan allergen
Yang ditandai dengan adanya gangguan perfusi jaringan
ditandaioleh TDS<90 mmHG, takikardi, takipneu, oliguria dan
kulit yang dingin serta lembab
2. Anamnesis 1. Riwayat alergi obat, makanan, dan lainnya
2. Riwayat pemakaian obat-obatan terutama injeksi.
3. Terdapat gejala umum : lesu, lemah, rasa tak enak dada dan
perut, rasa gatal di hidung dan palatum,
pernafasan : hidung gatal, bersin, tersumbat,
laring : rasa tercekik, suara serak, bronkus : batuk, sesak,
kardio : pingsan
gastrointestinal : mual muntah, diare,
mata : gatal.
SSP: gelisah, kejang
3. Pemeriksaan fisik 1. Tingkatan kesadaran
2. Vital sign : TD : Hipotensi Nadi : Takikardi RR: Nafas cepat
3. Laring : stridor, edema, spasme, Lidah : edem
4. Bronkus : mengi, spasme
5. Kardio : hipotensi, takikardi, aritmia
6. Gastrointestinal : peristalktik meninggi
7. Kulit : urtikaria, angioderma di bibir, muka, ekstremitas
8. Mata : lakrimasi, SS
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Kerja Syok anafilaktik
6. Diagnosis Banding 1. Reaksi Vasovagal
2. Infark Miokard
3. Reaksi Hipoglikemi
4. Asma Bronkiale
5. Rhinitis Alergika
7. Pemeriksaan 1. AGD Analisa Gas Darah)
penunjang 2. Tes Gula Darah
3. Tes Fungsi Ginjal
4. EKG
5. Rontgen Thorax
8. Terapi 1. Menghentikan allergen yang dicurigai segera
2. Menempatkan penderita pada posisi syok (kedua tungkai
diangkat keatas) pada pasien hamil posisi berbaring ke miring
ke kiri dengan kemiringan 15° (mencegah caval kompresi)
3. Mempertahankan jalan nafas dan pemberian oksigen 100%
4. Memperbaiki volume darah, pasang infuse, gunakan cairan
kritaloid (Nacl 0,9%), koloid (HES,Albumin)
5. Memberikan epinefrin dosis 0,3-0,5 mg/kali pemberian pada
dewasa (pengencer 1:1000), dapat diulang setiap 10-15 menit,
dosis maksimum 1mg (sc atau IM) hingga tekanan darah
sistolik mencapai 90-100mmHg. Dosis anak >12 tahun : 0,5
mg/kali pemberian dan 0,3 mg/kali pemberian bila badan anak
terlihat kecil.
6. Terapi sekunder
- Inotropik : dobutamin (1-30µg/kgBB/menit) dopamine (2-
20µg/kgbb/menit) bila pemberian adrenalin tidak menunjukkan
perbaikan.
- Antihistamin : difenhidramin dapat diberikan IM atau IV pelan
dengan dosis 25-50 mg dan dilakukan sekali pemberian.
- Vasopressor : dopamine 2-20 µg/kgbb/menit jika dengan
pemberian adrenalin tidak ada perbaikan
- Kortikosteroid : metilprednisolon 1-2mg/kgbb/menit/hari
diberikan IV
- Atropine : dosis 0,3-0,5 mg IV dapat diulang tiap 10 menit dan
maksimum dosis 2mg
9. Edukasi 1. Catat obat penderita yang menyebabkan alergi
2. Menghindari obat yang menyebabkan syok anafilaktik
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Sumber Pustaka EIMED PAPDI, kegawatdaruratan penyakit dalam 2016
12. Indikator medis - Kesadaran membaik
- Tanda vital membaik
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
ASMA AKUT BERAT
1. Pengertian (definisi) Suatu keadaan darurat medik berupa serangan sesak nafas berat
yang kemudian bertambah berat dan refrakter bila setelah 1-2 jam
pemberian obat tidak ada perbaikan atau malah memburuk
2. Anamnesis 1. Sesak nafas mendadak dan bertambah berat
2. Sudah minum obat sesak tapi tidak membaik
3. Riwayat menderita asama yang lama
4. Pernah mengalami serangan asama sejenis sebelumnya
5. Riwayat menngunakan terapi steroid jangka panjang
3. Pemeriksaan fisik Asma akut berat yang berpotensial mengancam jiwa :
1. Sesak nafas berat disertai bising mengi
2. Sesak nafas hingga tidak mampu menyelesaikan satu
kalimat dalam sekali nafas
3. Terlihat retraksi otot bantu nafas
4. Frekuensi nafas >25x/menit
5. Takikardi (>110x/menit)
6. Pulsus paradoksus (penurunan tek.darah sistolik pada saat
inspirasi >10mmhg)
7. APE < 50% dari nilai dugaan
Asma akut berat yang sudah mengancam jiwa:
1. Suara nafas melemah (silent chest)
2. Sianosis
3. Bradikardi/Hipotensi
4. Kelelahan, bingung, gelisah, kesadran menurun
5. APE <33% dari nilai terbaik
4. Kriteria Diagnosis 1. Sesak nafas berat disewrtai bising mengi
2. Tidak bisa menyelesaikan kalimat dalam 1 kali nafas
3. RR>25x/mnt, takikardi >110x/menit
4. Retraksi otot-otot bantu nafas
5. Riwayat gejala berulang
5. Diagnosis Kerja Asma akut berat/ status asmatikus
6. Diagnosis Banding 1. Bronkitis kronis
2. Emfisema paru
3. Emboli paru
4. Gagal jantung kiri akut
7. Pemeriksaan 1. Analisis gas darah arteri
penunjang 2. APE/Flowmeter
3. Foto thorax
4. EKG
8. Terapi 1. O2 dosis tinggi 4-6 ltr/mnt untuk mencegah hipoksemia
2. Bronkodilator (disesuaikan dengan obat yang ada
a. Inhalasi agonis β2 dosis tinggi, seperti salbutamol 2,5-
5mg / terbutalin 2,5-5mg secara nebulisasi, dapat diulang
@20 menit dalam 1 jam
b. Injeksi adrenalin 1/1000, subcutan 0,2-0,5 cc dapat
diulang sampai 2-3x dengan interval 30-60 menit. Harus
diberikan dengan sangat hati-hati, kecuali ada
kontraindikasi terhadap obat tersebut (penderita
hipertensi hipertiroid, kelainan jantung, usia lanjut >40th)
c. Aminophilin injeksi 5-6 mg / kgBB diencerkan dalam
dext 5% sama banyak. Secara intravena, bolus perlahan
dalam 10-15 menit dalam infus nacl 100cc Dext 5%,
Nacl 0,9% dalam waktu 20 menit
d. Antikolinergik : Ipatropium bromid dapat digunakan
sendiri atau kombinasi dengan agonis β2 melalui inhalasi
dengan nebulisasi. Penambahan ini tidak diperlukan bila
respon dengan agonis β2sudah cukup baik.
3. Kortikosteroid sistemik dosis tinggi harus segera diberikan
pada serangan asma berat yaitu hidrokortison 200mg iv atau
metilprednisolon injeksi/tablet 30-60mg atau keduanya
4. Setelah dilakukan pengobatan awal dengan bronkodilator
dan steroid dilakukan evaluasi @ 15 menit terhadap klinis
penderita. Setlah 30 menit evaluasi, jika tidak membaik
maka penderita indikasi dilakukan intubasi dan dirawat di
ICU
9. Edukasi 1. Penderita dianjurkan untuk control ke poliklinik interna/
dokter yang biasa merawat (pada pasien yang
dipulangkan)
2. Penderita menghindari allergen yang dapat memicu
timbulnya asma
3. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat yang
normal termasuk dalam melakukan exercise
4. Menghindari efek samping obat asma untuk mencegah
obstruksi jalan nafas yg irreversibel
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka EIMED PAPDI, kegawatdaruratan penyakit dalam 2016
12. Indikator medis 1. Sesak nafas berkurang
2. Respiratory rate kembali normal
3. Retraksi dinding dada berkurang
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
SYOK HIPOVOLEMIK
1. Pengertian (definisi) Salah satu jenis syok yang disebabkan oleh inadekuatnya volume
intravaskuler dengan volume darah di vaskuler
2. Anamnesis 1. Adanya riwayat trauma yang menyebabkan perdarahan,
misalnya trauma thorax, dan trauma abdomen
2. Adanya riwayat kehamilan ektopik terganggu
3. Adanya riwayat trauma yang menyebabkan fraktur pada tulang
besar, misalnya fraktur femur dan fraktur humerus.
4. Adanya luka bakar luas
5. Adanya riawayat gangguan gastrointestinal, misalnya pada
peritonitis dan gastroenteritis (diare lama atau muntah yang
frekuens.)
6. Adanya riwayat demam lama
3. Pemeriksaan fisik 1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan
pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya
perfusi jaringan
2. Takhikardia : peningkatan laju jantung dan kontraktilitas
adalah respon homeostasis penting untuk hipovolemia,
peningkatan kecepatan aliran darah ke mikorsirkulasi
berfungsi mengurangi asidosis jaringan
3. Hipotensi : karena tekanan darah adalah produk resisitensi
pembuluh darah sistemik dan curah jantung. Vasokontriksi
perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan
tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah
70mmHg
4. Oliguria : produksi urin umumnya akan berkurang pada syok
hipovolemik. Oligouria pada orang dewasa terjadi jika jumlah
urin kurang dari 30ml/jam
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamneis
2. Tanda-tanda dehidrasi
3. Takikardi
4. Hipotensi
5. Oliguria
5. Diagnosis Kerja Syok hipovolemik
6. Diagnosis Banding 1. Syok kardiogenik
2. Syok septic
3. Syok neurogenic
7. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, BUN, kreatinin, GDS.
penunjang Pemeriksaan rontgen sesuai indikasi
8. Terapi A. Primary Survey
a. Airway
Menilai jalan nafas bebas, apakah pasien dapat
berbicara dan bernafas dengan bebas?
Jika ada obstruksi lakukan :
- Chin lift/ jaw thurust
- Suction
- Guedel airway
- Intubasi trakea
b. Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai lakukan : berikan
oksigen 3-4 L/menit
c. Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah
o hentikan perdarahan external jika ada
o segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar
(14-16G)
o beri infus cairan
- mulai 500-1000ml cairan kristaloid atau 300-
500ml cairan koloid dalam waktu 30 menit.
- Diulangi sesuai respon hemodinamik (evaluasi
TD dan urin tiap 30 menit)
- Target TD ≥90/60 mmHg frekuensi denyut
jantung < 100x/menit, urin 60-100ml / jam
o Evaluasi tanda-tanda edem paru
o Pasang katater urin
B. secondary survey
d. Disability
- Nilai kesadaran dengan menilai GCS
- Nilai pupil (diameter, simetris, RC)
e. Exposure
Periksa bagian tubuh lain secara cepat (nyeri jejas di
dada, perut, tungkai, panggul, leher)

9. Edukasi Informasikan kepada keluarga tentang kodnisi pasien. Bahwa


keadaan syok hipovolemik merupakan keadaan yang emergency
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Sumber Pustaka
12. Indikator medis 1. Keadaan umum membaik
2. Tanda-tanda syok menghilang (TD ≥90mmHg, denyut nadi
≤120x/menit)
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
SYOK SEPTIK
1. Pengertian (definisi) Sindrom klinik yang dicetuskan oleh masuk dan menyebarnya
produk organism ke dalam system vascular, sehingga menyebabkan
terjadinya hipotensi yang tidak membaik dengan resusitasi cairan,
kegagalan pada mikrosirkulasi, penurunan perfusi jaringan dan
gangguan metabolism selular
2. Anamnesis 1. Adanya riwayat fokal infeksi
2. Adanya riwayat demam
3. Adanya riwayat dirawat di RS dalam jangka waktu yang lama
3. Pemeriksaan fisik 1. Febris dengan suhu >39 c
2. Takipnea dengan alkalosis respiratorik
3. Tanda-tanda syok

Tanda SIRS (Inflammatory response syndrome)


1. Temperatur >38c atau <36c
2. HR >90x/menit
3. Pernafasan >20x/menit atau PaCO2 < 32mmHg
4. Lekosit >12.000, <4.000, atau 10% bentuk immatur

4. Kriteria Diagnosis 1. Adanya tanda-tanda syok


2. Tanda-tanda sepsis :
- Suhu : febris >38 c atau hipotermia <36 c
- Denyut jantung >90 x/menit
- Respirasi >20x/mnt atau PaCO2 <32 mmHg
- Leukosit > 12.000 atau >10% bentuk sel muda (band
form)
- Takipnea
- Penurunan status mental
- Hiperglikemia pada pasien yg tidak menderita DM
3. Gejala dan tanda menetap walaupun telah dilakukan terapi
cairan yang adekuat
5. Diagnosis Kerja Syok septik
6. Diagnosis Banding 1. Syok hipovolemik
2. Syok kardiogenik
3. Syok neurogenic
7. Pemeriksaan Laboratorium darah
penunjang kultur urin
kultur sputum
ureum
ceratinin
electrolit
Arterial blood gas
8. Terapi A. Airway
Menilai jalan nafas bebas, apakah pasien dapat berbicara
dan bernafas dengan bebas?
Jika ada obstruksi lakukan :
- Chin lift/ jaw thurust
- Suction
- Guedel airway
- Intubasi trakea
B. Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai lakukan : berikan oksigen
3-4L/menit
C. Circulation
 Menilai sirkulasi
 Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (18-
20G)
 Lakukan resusitasi cairan (kristaloid) seperti salin
normal atau laktat ringer 20-40cc/kgbb.
 Jika dengan resusitasi cairan tidak respons bisa
diberikan vasoactive agent support
- Noradrenalin dimulai dosis 1µg/kg/min
- Dopamine dimulai dosis 5-20µg/kg/min
 Terapi inotropik :
Dobutamin (1-30µg/kg/min)
D. Disability
- Nilai kesadaran dengan menilai GCS
- Nilai pupil (diameter, simetris, RC)
E. Exposure
Periksa bagian tubuh lain secara cepat (nyeri/jejas di dada,
perut, tungkai, panggul, leher)
- Pemberian antibiotik intravena yang adekuat
- Terapi simtomatik : antipiretik, antiemetik.
- Pasang kateter
- Setelah dilakukan resusitasi dan kondisi stabil awasi tekanan
darah, pernafasan, nadi, urine output
9. Edukasi Dokter menejalsakan kondisi pasien kepada keluarga
Edukasi keluarga tentang kondisi terkini pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Sumber Pustaka Guide to the essentials in Emergency Medicine, second edition,
2014
12. Indikator medis Perbaikan kondisi pasien
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
SYOK KARDIOGENIK
1. Pengertian (definisi) Adalah sindrom klinik akibat gagal perfusi yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jantung; ditandai
dengan nadi lemah, penurunan tekanan rerata arteri
(MAP) <65 mmHg.
Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh sindrom koroner akut
dan komplikasi mekanik yang ditimbulkannya (seperti
ruptur chordae, rupture septum interventrikular (IVS), dan
rupturdinding ventrikel), kelainan katup jantung, dan gagal
jantung yang berat pada gangguan miokard lainnya.
2. Anamnesis - Sesak nafas, bengkak, riyawat hipertensi
- Gangguan kesadaran mulai dari kondisi ringan
hingga berat
- Penurunan diuresis
- Dapat disertai keringat dingin
- Nadi lemah
3. Pemeriksaan fisik  Terdapat tanda-tanda hipoperfusi seperti (perabaan
kulit ekstremitas dingin, takikardi, nadi lemah,
hipotensi, bising usus berkurang, oliguria)
 Terdapat tanda-tanda peningkatan preload seperti
JVP meningkat atau terdapat ronki basah di basal
 Profil hemodinamik basah dingin (wetand cold)
4. Kriteria Diagnosis 1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. Pemeriksaan EKG untuk menentukan kemungkinan infark
miokard dan gangguan irama jantung.
3. Diuresis <0,5 CC/KgBB/jam
5. Diagnosis Kerja Syok kardiogenik
6. Diagnosis Banding Syok hipovolemik
Syok obstruktif
Syok distributive
7. Pemeriksaan penunjang 1. EKG
2. Darah lengkap
3. BUN, keratinin
4. GDS
8. Terapi Fase Akut di UGD
a. Bedrest total
b. Lakukan resusitasi jantung jika terjadi cardiac arrest
c. Sedasi dengan midazolam, propofol atau morfin
d. Oksigen support (NRM, intubasi jika terjadi gagal
napas)
e. Pemasangan IVFD
f. Jika terjadi gangguan irama seperti taki/bradi-
aritmia atasi segera dengan pemberian preparat
anti-arimia atau kardioversi
g. Jika preload rendah maka diberikan fluid challenge 1-
4 cc/kgBB/10 menit hingga dipastikan preload
cukup.
h. Bila ditemukan adanya gangguan pompa
o TDS <70 mmHg
Epinefrin 30mg dalam 250 ml NS kecepatan
100ml/jam
o TDS 70-100 mmHg dengan klinis syok
Dopamin 2-20 µg/kg/min
o TDS 70-100 mmHg tanpa klinis syok
Dobutamin 2-20 µg/kg/min
i. Dopamin dosis rendah dapat diberikan pada kondisi
oliguria.
j. Bila ditemukan adanya kongesti cairan yang berlebihan :
- Penanganan seperti pada gangguan pompa
- Ditambah penanganan gagal jantung kongestif
dengan edema paru
k. Bila ditemukan adanya gangguan irama jantung :
- Tentukan adanya takikardi atau bradikardi
- Penanganan sesuai gangguan yg ada
l. Semua pasien syok kardiogenik harus dirawat di
ruang ICU
m. Pasang kateter urin dan evaluasi tiap 4-6jam
9. Edukasi 1. Edukasi gizi dan pola makan
2. Edukasi faktor risiko
3. Edukasi gaya hidupsehat
4. Edukasi obat-obatan
10. Prognosis Mortalitas 55-65 %
11. Sumber Pustaka Panduan praktek klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit
jantung dan pembuluh darah,perhimpunan dokter spesalis
kardiovaskular indonesia;2016
12. Indikator medis  80% pasien syok kardiogenik mendapat
preparat inotropik atau vasoaktif
 80% pasien syok kardiogenik dilakukan
monitoring hemodinamik
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
HIPOGLIKEMI
1. Pengertian (definisi) Adalah keadaan dengan glukosa darah < 70 mg/dL atau kadar gula
darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis
2. Anamnesis  Menggunakan obat hipoglikemi oral atau insulin, kapan,
berapa dosisnya
 Makan terakhir, jumlah asupan gizinya
 Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
 Lama menderita DM dan komplikasi
 Riwayat penyakit penyerta
3. Pemeriksaan fisik  Tanda vital (penurunan tekanan darah)
 Frekuensi denyut jantung meningkat
 Pucat
 Penurunan kesadaran
 Defisit neurologi fokal
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya
dan hasil pemeriksaan kadar gula darah.
Trias whipple untuk hipoglikemia secara umum :
1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia
2. Kadar glukosa plasma rendah
3. Gejala mereda setalah kadar glukosa meningkat
5. Diagnosis Kerja Hipoglikemi
6. Diagnosis Banding  Synkope
 Stroke
7. Pemeriksaan  Kadar glukosa darah
penunjang  Tes fungsi ginjal
 Tes fungsi hati
8. Terapi  Stadium permulaan :
 Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan gula dalam
200ml air) atau sirup/permen gula murni dan makanan yang
mengandung karbohidrat
 Hentikan obat hipoglikemi sementara
 Pantau gula darah sewaktu
 Pertahankan gula darah diatas 100 mg/dL
 Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan
curiga hipoglikemia) :
 Berikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon 50 ml
bolus intra vena
 Diberikan cairan dektrosa 10% perinfus, 8 jam perkolf bila
tanpa komplikasi
 Hipoglikemia
Bila GD < 35 mg/dl dektrosa 40% 3 Flash
35 – 50 mg/dl dektrosa 40% 2 Flash
50 – 70 mg/dl dektrosa 40% 1 Flash
Cek GD setiap 15 menit setelah memberi dektrosa 40% dan
infus Dx 10% 8 jam/kolf
pemantauan GDs setiap 2 jam dengan protocol sesuai diatas.
Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan mengganti infus
dengan dektrosa 5% atau NaCl 0,9%
 Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut
masing-masing selang 2 jam, pemantauan GDs setiap 4
jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dL
dipertimbangkan menggantikan infus dengan dektrosa 5%
atau NaCl 0,9 %
 Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut
masing-masing selang 4 jam, pemeriksaan GDs dapat
diperpanjang sesuai kebutuhan sampai efek obat penyebab
hipoglikemia diperkirakan sudah habis dan pasien sudah
dapat makan seperti biasa.
 Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan
pemberian antagonis insulin, seperti : glucagon 0,5-1 mg IV
/ IM atau kotison, adrenal
 Bila pasien belum sadar, sementara hipoglikemia sudah
teratasi, maka cari penyebab lain atau sudah terjadi brain
damage akibat hipoglikemia berkepanjangan
9. Edukasi Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama
penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa
karena efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang
konsisten.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka  Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I , Simadibrata M, Setiati S , editors
. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4t h ed . Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006
 American Diabetes Association. Hypecrisis in diabetes.
Diabetes Care;2004
12. Indikator medis Kondisi pasien membaik
Kadar gula darah stabil
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
KETOASIDOSIS DIABETIK
1. Pengertian (definisi) Kedaan dekompensasi kekacuan metabolik yang ditandain oleh
Trias : hiperglikemia, asidosis (arterial pH <7,3 , bicarbonat <15
mmol/l), dan ketosis (ketonaemia atau ketonuria), terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.
2. Anamnesis - Pasien sesak napas dan gelisah
- Napas cepat
- Penurunan kesadaran
- Keluhan poliuri, polidipsi
- Riwayat berhenti menyuntik insulin
- Demam / infeksi
- Muntah
- Nyeriperut
3. Pemeriksaan fisik - Kesadaran : komposmentis, delirium, koma
- Turgor kulit yang menurun, bibir dan lidah kering
- Respirasi kusmul
- Takikardi
- Hipotensi
- Dapat disertai Syok hipovolemik
4. Kriteria Diagnosis Langkah pertama yang harus diambil pada pasien KAD
terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti
terutama memperhatikan patensi jalan napas, status mental, status
ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah ini harus
dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus
segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai
tanpa adanya penundaan.
Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol mungkin tampak
dalam beberapa hari, perubahan metabolik yang khas untuk KAD
biasanya tampak dalam jangka waktu pendek (<24jam).
Umumnya penampakan seluruh gejala dapat tampak berkembang
lebih akut dan pasien dapat tampak menjadi KAD tanpa gejala
atau tanda KAD sebelumnya.
Parameter KAD
Ringan sedang berat
Gula darah (mg/dl) >250 >250 >250
pH arteri 7,25-7,30 7,00-7,24 <7,00
Serum 15-18 10-(<15) <10
bikarbonat/HCO3-
(mEq/l)
Keton urine + +
Keton serum + +
Osmolalitas serum Variable variabel Variabel
efektif
Anion gap >10 >12 >12
Perubahan sensorial Alert Alert/drow Stupor /
atau mental sy coma
obtundation

5. Diagnosis Kerja KAD


6. Diagnosis Banding HHS
Asidosis uremikum
Ketosis alkoholik
Ketosis hipoglikemia
7. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan cito : gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton
darah, urin rutin, analisis gas darah, EKG.
Pemantauan :
 Gula darah : tiap jam
 Na+, K+, Cl- : tiap 6 jam selama 24 jam,
selanjutnya sesuai keadaan.
 Analisis gas darah : bila pH < 7 saat masuk diperiksa
setiap 6 jam s.d. pH > 7,1.
Selanjutnya setiap hari sampai stabil.
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi) :kultur darah, kultur urin, kultur
pus.
8. Terapi 1. Terapi cairan
Prioritas utama dalam penatalaksanaan KAD adalah terapi
cairan. Terapi insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada
tahap awal terapi dan hanya dengan terapi cairan saja akan
membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah. Studi
menunjukan bahwa 80% penurunan kadar gula darah disebabkan
oleh rehidrasi.
Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif.
Targetnya adalah penggantian cairan sebesar 50% dari kekurangan
cairan dalam 8-12 jam pertama dan sisanya dalam 12-16 jam
berikutnya.
Kebanyakan ahli menyarankan pemakaian cairan fisiologis
(NaCl 0,9%) sebagai terapi awal untuk resusitasi cairan. Cairan
Nacl 0,9% diberikan dengan kecepatan 15-20ml/kgBB/jam atau
lebih selama jam pertama (± 1- 1,5 liter). Sebuah sumber
memberikan petunjuk praktis pemberian cairan sebagai berikut :
±1-2 liter pada jam pertama, ±1 liter dalam 2 jam berikutnya,
kemudian ±0.5 liter pada 3- 4 jam.sampai pasien terrehidrasi.
Pada pasein dengan kelainan ginjal, jantung, hati, terutama
orang tua, harus dilakukan pemantauan osmolalitas serum dan
penilaian fungsi jantung, ginjal, dan status mental yang
berkesinambungan selama resusitasi cairan untuk menghindari
overload cairan iatorgenik.
 Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L.
 Jika Na+> 155 mEq/L ganti cairan dengan NaCl 0,45%.
 Jika GD < 200mg/L ganti cairan dengan Dextrose 5%.

2. Insulin (reguler insulin)


 Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
 RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan :
 RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%
 Jika GD stabil 200-300 mg/dL selama 12 jam RI drip
1-2 U/jam IV, disertai sliding scale setiap 6 jam :
GD RI
(mg/dL) (Unit,subkutan)
< 200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
> 350 20
 Jika kadar GD < 100 mg/dL : drip RI dihentikan
 Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat dieprhitungkan
kebutuhan insulin sehari dibagi 3 dosis sehari
subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan).
3. Penangan hipokalemia
 Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI,
dengan dosis 50 mEq/ 6 jam. Syarat: tidak ada gagal
ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan
tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat.
 Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :
<3,5 drip KCl 75 mEq/ 6 jam
3,0-4,5 drip KCl 50 mEq/ 6 jam
4,5-6,0 drip KCl 25 mEq/ 6 jam
>6,0 drip dihentikan
 Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu.
4. Terapi Bikarbonat
1. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal
resusitasi.Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada
KAD yang berat.
2. Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:
o Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2
yang dilepas bikarbonat.
o Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan
o Hipertonis dan kelebihan natrium
o Meningkatkan insidens hipokalemia
o Gangguan fungsi serebral
o Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari
asam keton.
5. Terapi Fosfat
6. Terapi Magnesium
9. Edukasi 1. Pengaturan diet sesuai kondisi pasien
2. Upaya pencegahan terjadinya komplikasi
3. Penggunaan obat sesuai anjuran
10. Prognosis Dubia add malam
11. Sumber Pustaka  Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I , Simadibrata M, Setiati S , editors
. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4t h ed . Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006
 American Diabetes Association. Hypecrisis in diabetes.
Diabetes Care;2004
12. Indikator medis Kadar gula stabil
Kondisi pasien stabil
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
STATUS KONVULSI / EPILEPTIKUS
1. Pengertian (definisi) Status konvulsi adalah keadaan dimana terjadinya dua atau lebih
rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara
kejang, atau serangan yang berlangsung teru menerus selama 30
menit atau lebih
2. Anamnesis - Lama kejang
- Sifat kejang (lokal, umum, tonik/klonik)
- Tingkat kesadaran diantara kejang
- Riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam keluarga
- Riwayat epilepsi dan pengobatannya
- Panas, trauma kepala
- Riwayat persalinan, timbuh kembang
- Penyakit yang sedang diderita
3. Pemeriksaan fisik - Tingkat kesadaran
- Pupil
- Refleks fisiologis dan patologis
- Tanda-tanda perdarahan
- Lateralisasi
- Aktivitas susunan saraf simpatis : takikardi, hipertensi, keringat
berlebihan, hipersalivasi
- Papiledema, tanda peningkatan tekanan intrakranial
- Fitur neurologis juga tampak seperti tonus yang meningkat dan
refleks asimetris
4. Kriteria Diagnosis - Dua atau lebih rangkaian kejang yang berurutan, dimana tidak
ada pemulihan kesadaran diantara kejang
- Atau aktifitas kejang yang terus menerus selama lebih dari 30
menit
5. Diagnosis Kerja Status konvulsi / epileptikus
6. Diagnosis Banding 1. Ensefalitis
2. Heat stroke
3. Gangguan elektrolit ( Hipernatremi, Hipokalsemi,
Hipoglikemi)
4. Sindrom Neuroleptik Maligna
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Laboratorium
penunjang a. Kimia darah rutin
b. Lumbal punksi
c. Kadar obat antikonvulsan
2. EEG
3. Brain Imaging ( CT Scan)
8. Terapi Stadium 1 (0-10 menit)
- Memperbaiki fungsi kardio – respiratorik
- Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi
Stadium 2 (0-60 menit)
- Memasang infus pada pembuluh darah besar
- Mengambil darah untuk pemeriksaan laborat
- Pemberian obat OAE emergensi : Diazepam 10-20 mg iv
(kecepatan pemberian < 2,5 mg/menit atau rectal dapat
diulang 15 menit kemudian.
- Memasukkan 50cc glukosa 40% dengan atau tanpa
thiamin 250mg intravena
- Menangani asidosis
Stadium 3 (0-60-90 menit)
- Menentukan etiologi
- Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian
diazepam pertama, beri phenytoin iv 15-18 mg/kgbb
dengan kecepatan 50mg/menit
- Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
- Mengoreksi komplikasi
9. Edukasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Sumber Pustaka
12. Indikator medis 1. Tingkat kesadaran membaik
2. Kejang berhenti
3. Tanda-tanda vital membaik
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
DIARE AKUT
1. Pengertian (definisi) Diare akut adalah buang air besar yang ditandai dengan perubahan
frekuensi lebih dari biasanya (>3x sehari) yang disertai dengan
perubahan konsistensi dengan / tanpa darah dan / atau lenidir yang
terjadi dengan onset mendadak dan berlangsung kurang lebih 7 hari
2. Anamnesis Adanya perubahan pola defekasi dan perubahan konsistensi yang
terjadi mendadak dapat disertai dnegan darah maupun lendir
3. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum biasanya bervariasi dari baik sampai buruk
(pada kondisi dehidrasi berat)
2. Suara bising usus meningkat
3. Pada keadaan yang berat terdpat tanda – tanda dehidrasi
- Kehilangan turgor kulit
- Denyut nadi melemah
- Takikardi
- Mata cekung ubun-ubun besar cekung (pada
bayi)
- Suara parau
- Kulit dingin
- Sianosis jari
- Selaput lendir kering
- anuria

4. Kriteria Diagnosis 1. Peningkatan frekuensi BAB


2. Perubahan konsistensi feses yang yang disertai atau tanpa
disertai darah/lendir
3. Pada keadaan berat terdapat tanda-tanda dehidrasi, tentukan
derajat dehidrasi dari pemeriksaan fisik
4. Tentukan rencana terapi:
- Tanpa dehidrasi (kehilangan <5% BB)
- Dengan dehidrasi ringan sedang (kehilangan 5-
10% BB)
- Dehidrasi berat ( kehilangan >10%)
5. Diagnosis Kerja Diare akut
6. Diagnosis Banding 1. Diare kronik
2. Diare presisten
3. Disentri
7. Pemeriksaan -Pemeriksaan feses lengkap
penunjang - pada dehidrasi berat dilakukan pemeriksaan elektrolit serum,
ureum keratinin, kadar gula darah, analisis gas darah
8. Terapi A. Penggantian cairan dan elektrolit
Dapat dilakukan rehidrasi oral yang harus dilakukan pada
semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang
memerlukan secara parenteral (cairan pilihan ringer laktat)
B. Antibiotik
Pemberian antibiotik diperuntukan pada gejala dan tanda
infeksi seperti demam, feces berdarah, dan pasien
imunokompromsed. Sebagai pilihan adalah kotrimoksasol,
amoksisilin, dan atau sesuai hasil uji sensitifitas
Antiparasit : metronidazol
C. Obat-obat anti diare
D. Pemberian tablet seng selama 10-14 hari
E. Pemberian probiotik sebagai terapi suportif
F. Bila terdapat tanda-tanda dehidrasi berat, lakukan resusitasi
cairan
9. Edukasi 1. Monitoring tanda dehidrasi pada pasien dirumah
2. Jaga kebersihan lingkungan dan perorangan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2010. Hal 548-56
12. Indikator medis - Frekunesi defekasi berkurang hingga normal
- Konsistensi feses membaik / memadat
- Tanda-tanda dehidrasi membaik
- Bising usus kembali normal
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
ANGINA PECTORIS
1. Pengertian (definisi) Adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh ketidak-
seimbangan antara kebutuhan (demand) dan suplai aliran arteri
koroner.
Klasifikasi derajat angina sesuai Canadian Cardiovascular
Society (CCS)
 CCS Kelas 1: Keluhan angina terjadi saat aktifitas berat
yang lama
 CCS Kelas 2: Keluhan angina terjadi saat aktifitas yang
lebih berat dari aktifitas sehari-hari
 CCS Kelas 3: Keluhan angina terjadi saat aktifitas sehari-
hari
 CCS Kelas 4: Keluhan angina terjadi saat istirahat
2. Anamnesis  Nyeri dada
o Substernal saat aktifitas
o Dapat menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang,
dan ulu hati
 Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko: kencing
manis, kolesterol, darah tinggi, dan keturunan.
3. Pemeriksaan fisik Umumnya dalam batas normal, kecuali ada komplikasi dan
atau komorbiditi.
4. Kriteria Diagnosis Memenuhi kriteria anamnesis
5. Diagnosis Kerja Angina Pektoris Stabil (APS), angina prinzmetal.
6. Diagnosis Banding GERD, pleuritic pain, nyeri tulang, nyeri otot.
7. Pemeriksaan penunjang ECG,
Laborat : GOT, LDH, CKMB

8. Terapi Medikamentosa
o Aspilet1x80-160mg
o Simvastatin1x20-40 mg atau Atorvastatin 1x 20-40 mg
atau Rosuvastatin1x10-20mg
o Betabloker: Bisoprolol 1x5-10 mg/ Carvedilol 2x25 mg/
o Atau Metoprolol 2x50mg, Ivabradine 2x5mg jika pasien
intoleran dengan beta bloker
o Isosorbid dinitrat 3x 5-20mg atau Isosorbid mononitrat 2x
20mg
9. Edukasi o Edukasi gizi dan pola makan
o Edukasi faktor risiko
o Edukasi gaya hidup sehat
o Edukasi obat-obatan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka Panduan praktek klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit
jantung dan pembuluh darah,perhimpunan dokter spesalis
kardiovaskular indonesia;2016
12. Indikator medis 80% pasien dengan angina pectoris stabil dilakukan pemeriksaan
Stress Test atau angiografi koroner
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
SINDROM KORONER AKUT TANPA ELEVASI ST SEGMEN
UNSTABLE ANGINA PECTORIS (NSTEMI)
1. Pengertian (definisi) Adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh oklusi parsial atau
emboli distal arteri koroner,tanpa elevasi segmen ST pada
gambaran EKG.
2. Anamnesis o Nyeri dada substernal
o Lama lebih dari 20 menit
o Keringat dingin
o Dapat disertai penjalaran kelengan kiri, punggung,
o rahang dan ulu hati
o Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko: kencing
o manis, kolesterol, darah tinggi, keturunan
3. Pemeriksaan fisik Umumnya dalam batas normal, kecuali ada komplikasi dan atau
komorbiditi
4. Kriteria Diagnosis 1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. Pemeriksaan EKG:
 Tidak ada elevasi segmen ST
 Ada perubahan segmen ST atau gelombang T
3. Terdapat peningkatan abnormal enzim CKMB dan/atau
Troponin
5. Diagnosis Kerja Sindrom Koroner Akut ( SKA) tanpa elevasi segmen ST.
6. Diagnosis Banding 1. Stroke
2. Gagal jantung
7. Pemeriksaan penunjang o EKG
o Laboratorium: Hb, Ht,Leko, Trombo, Natrium, Kalium,
o Ureum, Kreatinin, Gula darah sewaktu, SGOT, SGPT,
o CK-MB, dan hs Troponin atau Troponin
o Rontgen Thoraks AP
8. Terapi 1. Fase Akut di UGD
a. Bed rest total
b. Oksigen 2-4L/menit
c. Pemasangan IV FD
d. Obat-obatan :
o Aspilet 160mg kunyah
o Clopidogrel (untuk usia <75 tahun dan tidak rutin
mengkonsumsi clopidogrel) berikan 300 mg atau
Ticagrelor 180mg
o Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai (tiga) kali
jika masih ada keluhan, dilanjutkan Nitrat iv bila keluhan
persisten
o Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
e. Monitoring jantung
f. Stratifikasi risiko di IGD untuk menentukan strategi
invasif.
o Pasien risiko sangat tinggi sebaiknya dikerjakan PCI dalam
2 jam dengan mempertimbangkan ketersediaan tenaga dan
fasilitas cathlab. Kriteria risiko sangat tinggi bila terdapat
salah satu kriteria berikut:
 Angina berulang
 Syok kardiogenik
 Aritmia malignant (VT, VF,TAVB)
 Hemodinamik tidak stabil
o Pasien dengan peningkatan enzim jantung namun tanpa
kriteria risiko sangat tinggi di atas, dirawat selama 5 hari
dan dapat dilakukan PCI saat atau setelah pulang dari
rumah sakit dengan mempertimbangkan kondisi klinis dan
ketersediaan tenaga dan fasilitas cathlab.
o Pasien tanpa perubahan EKG dan kenaikan enzim,
dilakukan iskemik stress test: Treadmil ltest,
Echocardiografi Stress test, Stress test perfusion scanning
atau MRI. Bilai skemik stress test negatif, boleh
dipulangkan.
2. Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam):
a. Obat-obatan:
 Simvastatin 1x20-40mg atau Atorvastatin 1x20-40mg atau
rosuvastatin 1 x 20 mg jika kadar LDL di atas target
 Aspilet 1x80-160 mg
 Clopidogrel 1x75mg atau Ticagrelor 2x90mg
 Bisoprolol 1x5-10mg jika fungsi ginjal bagus, atau
Carvedilol 2x 12,5 mg jika fungsi ginjal menurun, dosis
dapat di uptitrasi; diberikan jika tidak ada kontra indikasi
 Ramipril1 x 10 mg atau Lisinopril 1x 10,Captopril 3x25mg
atau jika LV fungsi menurun EF <50% dan diberikan jika
tidak ada kontra indikasi
 Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan
obat golongan ARB: Candesartan 1 x 16, Valsartan 2x80
mg
 Obat pencahar 2xIC
 Diazepam 2x5 mg
 Heparinisasi dengan:
 UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit,
dilanjutkan dengan dosis rumatan 12 unit/kgBB maksimal
1000 Unit/jam atau Enoxaparin 2x60 mg SC (sebelumnya
dibolus 30mg iv di UGD) atau Fondaparinux 1x2,5 mg SC.
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
d. Diet jantung I 25-35 kkal/KgBB/24jam
e. Totalcairan 25-35 cc/KgBB/24jam
f. Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL,
trigliserid) dan asam urat
3. Fase perawatan biasa
a. Sama dengan langkah 2 a-f (diatas)
b. Stratifikasi Risiko untuk prognostic sesuai skala prioritas
pasien (pilih salah satu) : Treadmill test, Echocardiografi
Stress test, Stress test perfusion scanning atau MRI
c. Rehabilitasi dan Prevensi sekunder
9. Edukasi 1. Edukasi gizi dan pola makan
2. Edukasi faktor risiko
3. Edukasi gaya hidup sehat
4. Edukasi obat-obatan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka Panduan praktek klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit
jantung dan pembuluh darah,perhimpunan dokter spesalis
kardiovaskular indonesia;2016
12. Indikator medis 80% Pasien dengan NSTEMI mendapatkan heparinisasi
dan dual antiplatelet.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
SINDROM KORONER AKUT DENGAN ELEVASI ST SEGMEN (STEMI)
1. Pengertian (definisi) Adalah kejadian oklusi mendadak di arteri koroner epikardial
dengan gambaran EKG elevasi segmen ST
2. Anamnesis 1. Nyeri dada:
o Substernal
o Lama > 20 menit
o Disertai keringat dingin
o Dapat menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang, ulu hati
2. Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko: kencing manis,
kolesterol, darah tinggi, keturunan
3. Pemeriksaan fisik Secara umum dalam batas normal kecuali disertai komplikasi
dan atau komorbiditi
4. Kriteria Diagnosis 1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. EKG :
o Elevasi segmen ST> 1 mm di minimal dua lead yang
berdekatan,
o Terdapat evolusi pada EKG 1 jam kemudian
5. Diagnosis Kerja Sindrom Koroner Akut Dengan Elevasi Segmen ST
6. Diagnosis Banding 1. Angina prinzmetal
2. LV aneurisma
3. Perikarditis
4. Brugada
5. Early repolarisasi
6. Pacemaker
7. LBBB lama
7. Pemeriksaan penunjang 1. EKG
2. Laboratorium: Hb, Ht, Leko, Trombo, Natrium, Kalium,
Ureum, Kreatinin, Gula darah sewaktu, SGOT, SGPT,
CK-MB, hsTroponin
3. Rontgen Thoraks AP
4. Ekokardiografi
8. Terapi 1. Fase Akut di UGD
a. Bed rest total
b. Oksigen 2-4 liter/menit
c. Pemasangan IVFD
d. Obat-obatan :
 Aspilet 160-320mg kunyah
 Clopidogrel (untuk usia<75 tahun dan tidak rutin
mengkonsumsi clopidogrel) berikan 300 mg jika pasien
mendapatkan terapi fibrinolitik atau
 Clopidogrel 600mg atau Ticagrelor1 80mg jika pasien
mendapatkan primary PCI
 Atorvastatin 40mg
 Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali
jika masih ada keluhan, dan dilanjutkan dengan nitrat iv
bila keluhan persisten
 Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
e. Monitoring jantung
f. Jika onset < 12jam:
 Fibrinolitik (di IGD) atau
 Primary PCI (di Cathlab) bila fasilitas dan SDM di cathlab
siap melakukan dalam 2 jam
2. Fase Perawatan Intensif di CVC (2x24 jam)
a. Obat-obatan
 Simvastatin 1x20 atau Atorvastatin 1x20 mg atau 1x40
mg jika kadar LDL di atas target
 Aspilet 1 x 80mg
 Clopidogrel 1 x 75 mg atau Ticagrelor 2 x 90mg
 Bisoprolol 1x1.25 mg jika fungsi ginjal bagus, Carvedilol
2x3,125 mg jika fungsi ginjal menurun, dosis dapat di
uptitrasi; diberikan jika tidak ada kontra indikasi
 Ramipril 1 x 2,5 mg jika terdapat infark anterior Panduan
Praktik Klinis & Clinical Pathway Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah | 15 atau LV fungsi menurun EF <50%;
diberikan jika tidak ada kontra indikasi
 Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan
obat golongan ARB: Candesartan 1 x 16 mg, Valsartan
2x80mg
 Obat pencahar 2 x 1 sendok makan
 Diazepam2 x 5 mg
 Jika tidak dilakukan primary PCI diberikan heparinisasi
dengan:
o UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit,
dilanjutkan dengan dosis rumatan 12 Unit/kgBB
maksimal 1000 Unit/jam atau
o Enoxaparin 2 x 60mg (sebelumnya dibolus 30mg iv) atau
o Fondaparinux 1 x 2,5 mg
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
d. Diet Jantung I1800 kkal/24 jam
e. Total cairan 1800 cc/24 jam
f. Laboratorium: profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL,
trigliserid) dan asam urat
3. Fase perawatan biasa
a. Sama dengan langkah 2 a-f(diatas)
b. Stratifikasi Risiko untuk prognostik sesuai skala prioritas
pasien (pilih salah satu) : 6 minutes walk test, Treadmill
test, Echocardiografi Stress test, Stress test perfusion
scanning atau MRI
c. Rehabilitasi dan Prevensi sekunder
9. Edukasi 1. Edukasi gizi dan pola makan
2. Edukasi faktor risiko
3. Edukasi gaya hidup sehat
4. Edukasi obat-obatan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka Panduan praktek klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit
jantung dan pembuluh darah,perhimpunan dokter spesalis
kardiovaskular indonesia;2016
12. Indikator medis 80% Pasien dengan elevasi segmen ST kurang dari 12 jam
dilakukan reperfusi primer (PCI/ Fibrinolitik)
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
KRISIS HIPERTENSI
1. Pengertian (definisi) Adalah sejumlah kondisi kelainan klinis dengan atau tanpa
kelainan organ lain, yang disebabkan oleh hipertensi arterial.
2. Anamnesis - Pusing, kepala berat
- Nyeri dada
- Cepat lelah
- Berdebar-debar
- Sesak nafas
- Tanpa keluhan
- Kelemahan atau kelumpuhan sebagian atau seluruh anggota
tubuh
- Kejang
- Riwayat penyakit komorbid , penyakit kardiovaskuler, ginjal
dan serebrovaskular
3. Pemeriksaan fisik TD sistolik > 180 mmHg atau TD diastolic 110 mm
4. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan fisik: Sesuai criteria JNC VII
2. Fototoraks : Kardiomegali
3. ECG : LVH, perubahan segmen ST
4. Echocardiografi :LVH, disfungsi diastolik + sistolik
5. Diagnosis Kerja Krisis hipertensi (emergensi/urgensi)
6. Diagnosis Banding 1. Cephalgia
2. Anxietas
3. CKD
4. Sindroma koroner akut
5. CVD
7. Pemeriksaan penunjang 1. EKG
2. Rontgen dada
3. Lab.: Hb, Ht, Leuko, Cr, Ur, GDS, Na+, K+,), OGTT (bila
belum diketahui DM), urinalisa
4. Skrining hipertensi endokrin
5. USG abdomen: ginjal
6. Echocardiografi
7. CT- scan kepala
8. Terapi 1. Nitrat(IV)
2. CCB (IV)
3. ACE inhibitor/ARB
4. Diuretik: Tiazid
5. Beta blocker
6. Calcium channel blocker
7. Alpha blocker
8. Central blocker
9. MRA
10. Vasodilator direk
9. Edukasi 1. Edukasi jenis penyakit dan perjalanannya
2. Edukasi pengobatan
3. Edukasi Nutrisi/pola hidup
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Sumber Pustaka Panduan praktek klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit
jantung dan pembuluh darah,perhimpunan dokter spesalis
kardiovaskular indonesia;2016
12. Indikator medis 80% pasien dirawat mencapai target MAP 25-30%
dengan menggunakan anti hipetensi intravena
Algoritma Krisis Hipertensi

Krisis hipertensi

Kegawatan hipertensi Kedaruratan


hipertensi
OAH intravena

MAP ≤ 25%
Diuretik loop
Penyekat beta
Dalam 2 jam ACEI
MAP ≤25% Agonis Alfa 2
Dalam 2-6 jam Antagonis kalsium

TD 160/100 mmHg

Dalam 6-24 jam

TD < 140/90 mmHg


PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
GAGAL JANTUNG AKUT
1. Pengertian (definisi) adalah sindrom klinis disfungsi jantung yang berlangsung cepat
dan singkat (dalam beberapa jam dan atau hari )
2. Anamnesis - Sesak nafas: mendadak, pada posisi tidur terlentang,
terutama malam hari
- Rasa lelah dapat terjadi saat aktivitas maupun istirahat
- Batuk-batuk tidak produktif, terutama posisi baring
- Progresivitas perburukan dalam hitungan hari.
3. Pemeriksaan fisik - Pernafasan cepat, lebih dari 24 x/menit (takipnoe)
- Nadi cepat (takikardi) dan lemah ( >80 x/menit )
- Tekanan vena jugular meningkat
- Ronki basah halus
- Gallop
- Waktu Pengisian kapiler memanjang (> 2 detik)
4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai anamnesis
2. Sesuai tanda-tanda pada Pemeriksaan Fisik
5. Diagnosis Kerja Gagal Jantung Akut meliputi :
- Acute Systolic (congestive) Heart Failure
- Acute on Chronic Systolic (congestive) Heart Failure
- Acute Diastolic (congestive) Heart Failure
- Acute onChronic Diastolic (congestive) Heart Failure
- Acute Combine Systolic (congestive) and Diastolic
(congestive) Heart Failure
- Acute on Chronic Combine Systolic (congestive) and
Diastolic (congestive) Heart Failure
6. Diagnosis Banding 1. Pneumonia
2. Asthma bronchial akut
3. PPOK dengan eksaserbasi akut
7. Pemeriksaan penunjang 1. EKG
2. Rontgen dada PA
3. Lab. : Hb, Ht, lekosit, kreatinin, GDs, Na+,K+, CKMB, hs
Troponin T, natriuretic peptide, analisagas darah pada
kondisi yang berat
4. Pulseoxymetry
5. Echocardiografi (NT pro BNP jika tersedia)
8. Terapi Terapi pada fase akut meliputi:
a. Terapi Oksigen
- Berikan O2 nasal 2-4L/menit, disesuaikan dengan hasil
pulseoxymetry. Bila diperlukan, O2 dapat diberikan
dengan masker non-rebreathing atau rebreathing bila
tidak membaik dalam waktu 1/2 jam
- Bila saturasi oksigen tetap rendah dengan mask atau ada
distress pernafasan, digunakan CPAP.
- Bila distress pernafasan tidak membaik dan atau tidak
toleran dengan CPAP dilakukan intubasi
b. Obat-obatan
- Furosemid intravena: Bolus 40 mg (bila tidak dalam
pengobatan diuretic sebelumnya), 2,5x dosis sebelumnya
(bila sebelumnya sudah minum diuretik)
- Nitrogliserin infus Dimulai dari 5 microgram/menit, bila
tekanan darah sistolik >110 mmHg, atau ada kecurigaan
sindroma koroner akut.
- Morphin Sulfat injeksi, 2 sd4 mg bila masih takipnoe
- Dobutamin mulai 5 mcg/kgBB/menit bila tekanan darah
<90 mmHg
- Dopamine mulai dari 5 mcg/kgbb/menit bila TDs <80
mmHg
- Noradrenaline mulai dari 0.02 mcg/kgbb/mnt bila TDs
<70 mmHg
- Digoksin IV 0,5 mg bolus bila fibrilasi atrium respon
cepat, bias diulang tiap 4 jam hingga maksimal 1mg
- Captopril mulai dari6.25mg bila fase akut telah teratasi.
9. Edukasi 1. Edukasi kepatuhan terhadap pengobatan
2. Edukasi pembatasan cairan dan garam
3. Edukasi pengaturan aktivitas fisik
4. Edukasi pengendalian faktor risiko
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka Panduan praktek klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit
jantung dan pembuluh darah,perhimpunan dokter spesalis
kardiovaskular indonesia;2016
12. Indikator medis 80% pasien dengan gagal jantung akut teratasi dalam
jangka waktu7 hari
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
GAGAL JANTUNG KRONIS
1. Pengertian (definisi) adalah sindrom klinis ditandai gejala dan tanda abnormalitas
struktur dan fungsi jantung, yang menyebabkan kegagalan
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen metabolism tubuh.
2. Anamnesis - Cepat lelah bila beraktifitas ringan (mandi, jalan >300m,
naik tangga)
- Sesak nafas saat terlentang, malam hari atau saat beraktifitas,
tidur lebih nyaman bila menggunakan bantal yang tinggi ( 2-3
bantal)
- Bengkak pada tungkai bawah dekat mata kaki
- Riwayat menderita penyakit jantung atau dirawat dengan
gejala diatas
3. Pemeriksaan fisik - Sesak nafas, frekuensi nafas >24x/menit saat istirahat
- Frekuensi nadi > 100 x/mnt, nadi kecil dan cepat
- Iktus cordis bergeser ke lateral pada palpasi
- Peningkatan tekanan vena jugularis
- Hepato megali / hepato jugular reflux (+)
- Edema tungkai biasanya dekat mata kaki
- Ascites.
4. Kriteria Diagnosis 1. Mayor
- Sesak saat tidur terlentang (Orthopnoe)
- Sesak terutama malam hari (Paroxysmal Nocturnal
Dyspnoe)
- Peningkatan Tekanan Vena Jugularis
- Ronki basah halus
- Pembesaran Jantung
- Edema Paru
- Gallop S3
- Waktu sirkulasi memanjang>25 detik
- Refluks hepato jugular
- Penurunan berat badan karena respons dengan pengobatan
2. Minor
- Edema tungkai bawah (biasanya dekat mata kaki)
- Batuk-batuk malam hari
- Sesak nafas saat aktifitas lebih dari sehari hari
- Pembesaran hati
- Efusi Pleura
- Takikardia
Bila terdapat 1 gejala mayor dan 2 minor atau 3 gejala minor,
sudah memenuhi kriteria diagnostic gagal jantung
5. Diagnosis Kerja Gagal jantung kronik
6. Diagnosis Banding 1. Asma bronchial
2. PPOK
3. Uremia
4. Volume overload
7. Pemeriksaan penunjang 1. EKG
2. Fotopolosdada
3. Lab.: Hb, Leko, Ureum, Creatinin, BNP/NT-pro BNP, GDs,
Ht, Na+, K+
4. Ekokardiografi transtorakal
8. Terapi 1. Diuretik: Furosemidoral / IV bila tanda dan gejala kongesti
masih ada, dengan dosis 1 mg/kg BB atau lebih
2. ACE inhibitor (atau ARB bila batuk) bila tidak ada kontra
indikasi; dosis dinaikan bertahap sampai dosis optimal tercapai
3. Beta blocker dosis kecil bila tidak ada kontra indikasi, dosis
naik bertahap Bila dosis sudah optimal tetapi laju nadi
masih cepat (>70x/menit), dengan:
- Irama sinus, dapat ditambahkan Ivabradin mulai dosis
kecil 2x2,5mg, maksimal 2 X 5mg.
- Irama atrialfibrilasi - respons ventrikel cepat serta fraksi
ejeksi rendah, tetapi fungsi ginjal baik, berikan digoxin
dosis rumat 0,25mg pagi.
4. Mineralocorticoid Receptor Blocker (AldosteroneAntagonist)
dosis kecil bila tidak ada kontra indikasi.
9. Edukasi 1. Edukasi kepatuhan minum obat
2. Edukasi kepatuhan diet rendah garam, rehabilitasi jantung,
3. Edukasi cara mengatasi bila terjadi perburukan sesak nafas
4. Edukasi timbang berat badan dan lingkar perut, ukur jumlah
cairan masuk dan keluar agar seimbang
5. Edukasi control tekanan darah, nadi dan pemeriksaan fisik ke
Puskesmas terdekat.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka Panduan praktek klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit
jantung dan pembuluh darah,perhimpunan dokter spesalis
kardiovaskular indonesia;2016
12. Indikator medis 80% pasien telah mendapat obat Beta blocker, ACE
Inhibitor dan ARB
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
SUPRA VENTRIKULAR TAKIKARDIA (SVT) (ICD 10: I47.1)
ATRIO VENTRICULAR NODAL REENTRANT TACHYCARDIA (AVNRT)
ATRIO VENTRICULAR RECIPROCAL TACHYCARDIA (AVRT) (ICD 10:
I47.1)
WOLF PARKINSON WHITE (WPW) (ICD 10: I45.6)
1. Pengertian (definisi) AVNRT adalah takikardia dengan QRS sempit, sangat reguler,
dengan laju jantung berkisar antara 150-240x/mnt. Sebagian
besar gelombang pada di dalam kompleks QRS. QRS dapat lebar
bila dengan aberansi, walaupun sangat jarang, dapat disertai blok
ke ventrikel atau ke atrium.

AVRT adalah kelainan EKG yang disebabkan oleh adanya


jalur aksesori; ditandai dengan interval PR yang pendek dan
gelombang delta pada pasien asimtomatik.

Sindrom WPW merupakan kelainan EKG pola WPW yang


disertai takikardia (biasanya takikardia dengan QRS sempit,
reguler, dengan laju jantung berkisar antara 150-240x/mnt.
Interval RP biasanya >70 mdet. QRS dapat lebar bila dengan
aberansi, walaupun sangat jarang, dapat disertai blok ke ventrikel
atau ke atrium).

2. Anamnesis - Berdebar
- Dizziness
- Awitan dan terminasi mendadak
- Near syncope/ syncope
3. Pemeriksaan fisik - Laju nadi teraba cepat dan regular
- Tanda-tanda hipoperfusi (akral dingin, pucat) (tidak selalu)
4. Kriteria Diagnosis Ekg 12 sadapan
AVNRT AVRT/WPW
- QRS sempit, sangat - QRS sempit, reguler, laju
reguler, laju QRS berkisar QRS berkisar antara150-
antara150-240x/ menit 240x/mnt
- Sebagian besar gelombang - Interval RP biasanya >70
Pada di dalam kompleks mdet.
QRS.

Studi elektrofisiologis
AVNRT AVRT/WPW
- Takikardia dengan cycle - Takikardia dengan cycle
length 250-400mdet length 250-400 mdet
- Interval VA pendek - Interval VA panjang (>70
(<70mdet), kecuali pada mdet)
AVNRT atipikal - Aktivasi retrograde
- Tidak ada reset pada Aeksentrik
pemacuan ventrikel saat - Reset pada pemacuan
refrakter His ventrikel saat refrakter His
- Interval VA saat - Retrograde Apaling awal
takikardia–interval saat menentukan lokasi jalur
takikardia: >80 mdet aksesori
- Pola VAV saat terminasi - Pola VAV saat terminasi
ventrikel kanan dengan ventrikel kanan dengan
takikardia masih takikardia masih
berlangsung. berlangsung
5. Diagnosis Kerja
AVNRT AVRT/WPW
6. Diagnosis Banding
AVNRT AVRT/WPW
1. AVRT (WPW) 1. AVNRT
2. Atrial takikardia 2. Atrial takikardia
3. Atrial flutter dengan 3. Atrial flutter dengan
konduksi 1:1 konduksi 1:1

7. Pemeriksaan penunjang 1. Elektrokardiografi (EKG)


2. Laboratorium darah: hematologi rutin, factor koagulasi,
fungsi tiroid, HbsAg, HCV, HIV, fungsi ginjal
3. Ekokardiografi
4. Foto rontgen toraks
5. Holter monitoring
6. Elektrofisiologi
7. Terapi 1. Pada keadaan akut
a. Manuver valsava
b. Adenosin i.v. (obat pilihan utama): ATP 10mg–20mg
c. Verapamil i.v.: 2,5–5 mg perlahan; q 3x (bila tidak ada
gagal jantung)
d. Diltiazemiv: 0,25-0,35 mg/kg (bila tidak ada gagal
jantung)
e. Digitalis i.v.: 0,5mg
f. Metoprolol iv: 5-15 mg; propranolol 1-2 mg iv, q 4mnt
g. Kardioversi listrik bila hemo dinamik tidak stabil
2. Terapi definitif:
AVNRT: ablasi radio frekuensi slow path way dari nodus
AV
AVRT: ablasi radio frekuensi jalur aksesori
2. Edukasi 1. Edukasi mengenali tanda dan gejala secara mandiri. Ajarkan
cara menghitung nadi yang cepat, mengukur tekanan
darah, mengelah berdebar, rasa melayang seperti akan
pingsan, keringat dingin, lemas
2. Edukasi tindakan awal yang harus dilakukan ketika timbul
tanda dan gejala, seperti: istirahat, bila keluhan tidak hilang
harus segera ke pelayanan kesehatan terdekat
3. Edukasi tindakan lanjut / terapi definitif : Radio Frekuensi
Ablasi
4. Edukasi eassurance: meyakinkan pasien kondisinya tidak
berbahaya.
3. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
4. Sumber Pustaka Panduan praktek klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit
jantung dan pembuluh darah,perhimpunan dokter spesalis
kardiovaskular indonesia;2016
5. Indikator medis >50 % pasien AVNRT atau AVRT konversi ke irama sinus
pada fase akut <3% tingkat frekurensi pasien AVNRT atau
AVRT dengan terapi definitive.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
EKSTRA SISTOL VENTRIKEL (VES)
1. Pengertian (definisi) Adalah kelainan irama yang ditandai dengan timbulnya
kompleks QRS lebar (LBBB atau RBBB) yang datang lebih
awal dari pada interval irama dasarnya.
2. Anamnesis 1. Berdebar
2. Kehilangan denyut (skip pedbeat)
3. Nyeri dada
4. Denyut yang tiba-tiba terasa keras
5. Sesak nafas
6. Dizziness
3. Pemeriksaan fisik Laju nadi teraba ireguler dengan adanya pause kompensatoar
4. Kriteria Diagnosis 1. EKG 12 sadapan:
a. QRS lebar yang datang lebih awal, kadang disertai
pause kompensatoar
b. Dengan melihat morfologi kompleks QRS, dapat
diketahui dimana sumber ekstra sistol, misalnya :
- Morfologi sebagai LBBB, aksis inferior, lokasi di right
ventrikular outflow tract.
- Morfologi sebagai RBBB berasal di ventrikel kiri
2. EKG Holter
a. Menilai seberapa sering timbulnya ekstra sistol
(arrhythmic burden)
b. Menilai adanya takikardia
c. Kriteria VES benigna vs maligna:
- 6 dalam 1 menit (10% dalam 24 jam)
- R on T
- Infarkmiokard
- Polimorfik
- Repetitif dan konsekutif (bigeminy, couplet, triplet)
3. Uji latih jantung dengan beban
a. Iskemia sebagai pencetus
b. Mencetuskan takikardia ventrikel
5. Diagnosis Kerja Ekstra Sistol Ventrikel (VES)
6. Diagnosis Banding 1. Extrasistol atrial dengan aberans
2. Artefak
7. Pemeriksaan penunjang 1. EKG
2. Lab.: Elektrolit, hematologirutin, factor koagulasi, fungsi
tiroid, fungsi ginjal, Hbs Ag, anti HCV dan HIV
3. Foto rontgen toraks
4. Pemantauan Holter
5. Uji latih jantung dengan beban (TMT)
6. Ekokardiografi
7. Studi elektrofisiologi
8. Terapi 1. Asimtomatik
a. Observasi
b. Pada penderita dengan jantung yang normal, hanya perlu
reassurance dan tidak perlu obat-obatan.
c. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner, perlu
dilakukan disingkirkan kemungkinan iskemia, dan dinilai
risiko terjadinya VT.
2. Simtomatik:
a. Farmakologis dengan beta bloker, nondihydropiridin
calcium channel blocker, amiodaron; atau kombinasi
b. Koreksi elektrolit, terutama magnesium dan kalium
c. Terapi definitif: ablasi radio frekuensi (konvensional
atau 3-dimensi)
9. Edukasi 1. Edukasi mengenali tanda dan gejala secara mandiri. Ajarkan
cara menghitung nadi, mengukur tekanan darah, mengelah
berdebar, rasa melayang seperti akan pingsan, keringat
dingin,lemas
2. Edukasi tindakan awal yang harus dilakukan ketika timbul
tanda dan gejala, seperti: istirahat, bila keluhan tidak hilang
harus segera ke pelayanan kesehatan terdekat
3. Edukasi tindakan lanjut / terapi definitif: Radio Frekuensi
Ablasi
4. Edukasi reassurance: meyakinkan pasien kondisinya tidak
berbahaya.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka Panduan praktek klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit
jantung dan pembuluh darah,perhimpunan dokter spesalis
kardiovaskular indonesia;2016
12. Indikator medis <10% tingkat rekurensi pada terapi definitif pada
pasien Ekstrasistol ventrikel
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
TAKIKARDI/FIBRILASI VENTRIKULAR
1. Pengertian (definisi) Gangguan irama jantung yang diakibatkan oleh cetusan implus
dari ventrikel
2. Anamnesis 1. Berdebar
2. Kehilangan denyut (skip pedbeat)
3. Nyeri dada
4. Denyut yang tiba-tiba terasa keras
5. Sesak nafas
6. Dizziness
7. Hampir sinkop sampai sinkop
3. Pemeriksaan fisik Laju nadi teraba cepat dan regular
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
- Adanya riwayat penyakit jantung pada VT berkas cabang
- Adanya riwayat serangan jantung/penyakit jantung
koroner dan disfungsi ventrikel kiri pada VT iskemik
2. EKG 12 sadapan
5. Diagnosis Kerja Takikardia Ventrikular
6. Diagnosis Banding SVT dengan aberans dan antar bentuk VT diatas
7. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium darah: Elektrolit, hematologi rutin, faktor
koagulasi, fungsi tiroid, fungsi ginjal, HbsAg, anti HCV dan
HIV
2. Foto rontgen toraks
3. Eckokardiografi

8. Terapi 1. Tatalaksana umum: koreksi elektrolit, terutama magnesium


dan kalium
2. Terapi obat :
Bila didapatkan tanda-tanda gagal jantung kongestif
 Injeksi amiodaron 150mg iv (10 menit) lanjut 360 mg
iv tiap 6 jam
 Terapi gagal jantung kongestif
 Pasang kateter urin
 Retriksi cairan dan garam
Bila tidak didapatkan tanda-tanda gagal jantung kongestif
 Amiodaron 3x200mg
Bila interval QT memanjang (≥0.48detik)
 Lacak kemungkinan penyebab (pemeriksaan kadar
elektrolit)
Bila interval QT normal (≤0,48detik)
 Amiodaron 3x200mg

9. Edukasi 1. Edukasi mengenali tanda dan gejala secara mandiri. Ajarkan


cara menghitung nadi, mengukur tekanan darah, mengelah
berdebar, rasa melayang seperti akan pingsan, keringat dingin,
lemas
2. Edukasi tindakan awal yang harus dilakukan ketika timbul
tanda dan gejala, seperti: istirahat, bila keluhan tidak hilang
harus segera ke pelayanan kesehatan terdekat
3. Edukasi tindakan lanjut / terapi definitif: Radio Frekuensi
Ablasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka Panduan praktek klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit
jantung dan pembuluh darah,perhimpunan dokter spesalis
kardiovaskular indonesia;2016
12. Indikator medis - 50 % pasien VT konversi ke irama sinus
- <10 % tingkat rekurensi pasien VT berbagai jenis
termasuk TdP yang diterapi dengan ablasi,
kecuali VT Iskemik yang frekurensinya >50%
sehingga perlu dipasang ICD.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
TAMPONADE JANTUNG
1. Pengertian (definisi) Salah satu kegawatan dibidang kardiologi dimana terjadi
gangguan hemodinamik akibat akumulasi cairan berlebihan
didalam kantong perikard (efusi perikard) yang ditandai dengan
peningkatan tekanan intraperikardium yang menyebabkan
pembatasan pengisian ventrikel dan berdampak pada penurunan isi
sekuncup dan curah jantung.
Akumulasi dari isi rongga perikardium bisa berupa cairan serosa,
darah, pus, dan dalam keadaan jarang gas yang dapat
menyebabkan temponade akut pada kasus bedah dan temponade
kronis pada kasus penyakit dalam
2. Anamnesis Gejala bervariasi dengan penyebab dasar dan kejadian mendadak
dari tamponade. Penderita dengan tamponade akut akan datang
dengan sesak napas, takikardi, dan takipnea.
Sesak napas merupakan keluhan subjektif yang paling menonjol
yang dikeluhkan oleh 87-88% pasien, sementara gejala – gejala
lain seperti nyeri dada, batuk, demam, lemas, dan palpitasi
dilaporkan hanya mempunyai sensitivitas tidak sampai 25%.

3. Pemeriksaan fisik Trias beck (temponade akut) terdiri


- Hipotensi
- Suara jantung halus
- Peningkatan tekanan vena central
Trias temponade kronis terdiri
- Peningkatan tekanan vena central
- Asites
- Suara jantung yang halus
Pulsus paradokus yaitu penurunan tekanan darah sistolik yang
abnormal (>10mmHg) dengan insprirasi .
4. Kriteria Diagnosis Efusi perikard jarang terdiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik
semata, apalagi jumlahnya tidak bermakna. Sebaliknya, kita harus
mendiagnosis tamponade dengan kriteria klinis. Hanya saja gejala
dan tanda tamponade tidak selalu berkolerasi dengan jumlah efusi

Tipe temponade berdasarkan suatu satuan waktu:


- Temponade akut dengan onset mendadak, biasanya merupakan
kasus bedah, misalnya ruptur miokardium atau deseksi aorta,
atau komplikasi dari prosedur diagnostik dan intervensi
kardiovaskular
- Temponade subakut biasanya dikaitkan denga neoplastik,
uremik atau perikarditis
- Variasi lain tamponade jantung seperti tamponade regional dan
tamponade dengan tekanan rendah
5. Diagnosis Kerja Temponade jantung
6. Diagnosis Banding Perikarditis
Tension peneumotorak
7. Pemeriksaan penunjang Radiologis : foto toraks, ekokardiografi, Ctscan
8. Terapi Pada kenyataannya terapi temponade hanya satu terapi yakni
“Drainase efusi perikard dan mengurangi tekanan intraperikard”

Terapi konservatif dengan ekspansi volume plasma dan


medikamentosa seperti pemberian vaopresor umumnya bersifat
suportif dan optimilasi fungsi jantung. Stelah kegawatan teratasi
baru mencari penyebab etiologinya

Terapi medikamentosa
Berbagai modalitas terapi seperti dukungan ionotropik,vasodilator,
dan resusitasi cairan mempunyai tempat yang terbatas pada
temponade jantung yang normovolemik atau hipervolemik karena
pemberian isotonis akan menurunkan tekanan transmural dan
justru akan memperburuk hemodinamik.

Perikardiosentesis
Tatalaksana definitif tamponade jantung yaitu drainase cairan
melalui beberapa metode seperti perikardiosentesis perkutaneus,
perikardiotomi balon, atau pembuatan perikardial window.
Indikasi perikardiosintesis atau drainase perikard adalah untuk
terapi definitf dan untuk keperluan diagnostik.
9. Edukasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka EIMED PAPDI, Kegawatdaruratan Penyakit Dalam, perhimpunan
dokter spesalis penyakit dalam indonesia,2016
12. Indikator medis
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
TENGGELAM
1. Pengertian (definisi) Proses terjadinya gangguan pernafasan akibat jalan napas
terendam air (submersion) atau terguyur diseluruh wajah
(immersion)
2. Anamnesis Anamnesa dapat dilakukan pada orang yang menemukan, atau
menyaksikan kejadian tenggelam, keluarga korban atau korban
tenggelam setelah tindakan resusitasi dan stabilisasi hemodinamik
selesai dilakukan.
3. Pemeriksaan fisik - Periksa respon kesadaran terhadap panggilan dan nyeri
- Periksa Airway, Breathing, Circulation
- Apakah ada suara ronki di paru (edema paru akut)
- Hipotensi atau syok
- Takikardi yang diikuti bradikardi
- Apnea
4. Kriteria Diagnosis Lama tenggelam dan risiko kematian atau gangguan neurologis
berat setelah pulang dari rumah sakit :
- Tenggelam 0 – 5 menit mortalitas / morbiditas 10%
- Tenggelam 6-10 menit mortalitas / morbiditas 56%
- Tenggelam 11-25 menit mortalitas / morbiditas 88%
- Tenggelan >25 menit mortalitas / morbiditas hampir 100%
5. Diagnosis Kerja Tenggelam
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan penunjang Laborat darah rutin dan kimia darah
EKG
Foto toraks
8. Terapi - Evaluasi patensi jalan napas, berikan oksigen, hemodinamik
stabil
- Pasang NGT, selimut untuk mencegah hipotermia
- Anamnesis : tindakan resusitasi, riyawat penyakit sebelumnya
- Foto toraks
- Analisa gas darah : asidosis metabolik
- Pemeriksaan toksikologi dan CT scan kepala dan leher
dilakukan bila pasien tetap tidak sadar
- Korban yang pO2 arteri bagus tanpa terapi dan tidak ada
kelainan lain dapat dipulangkan
- Korban dirawat bila termasuk kategori derajat 2-6; pada
korban derajat 2 yang perbaikan setelah 6-8jam dapat
dipulangkan, bila ada perburukan maka korban dirawat
diruang intermediet.
- Pada korban derajat 3-6 yang umumnya memerlukan intubasi
dan ventilasi mekanik dirawat di unit perawatan intensif (ICU)

9. Edukasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Sumber Pustaka EIMED PAPDI, Kegawatdaruratan Penyakit Dalam, perhimpunan
dokter spesalis penyakit dalam indonesia,2016
12. Indikator medis Pada korban yang selamat dapat terjadi komplikasi acute
respiratory distress syndrome (ARDS), pneumonia (12%),
kerusakan neurologis permanen, sepsis
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
KERACUNAN INSEKTISIDA
1. Pengertian (definisi) Racun (poison) adalah setiap zat / bahan yang mempunyai
kemampuan untuk menimbulkan efek yang merugikan pada
makhluk hidup.
Kematian karena keracunan, 60% nya karena keracunan pestisida.
Dimana 2/3 nya disebabkan oleh organofosfat.
WHO menggolongkan pestisida dalam golongan Ia (extermely
hazardous), golongan Ib (highly hazardous), golongan II
(moderetely hazardous).
2. Anamnesis Bertujuan untuk mencari kemungkinan kontak dengan insektisida,
mulai dari pekerjaan, penggunaan insektisida sampai dengan
kemungkinan kecelakaan/ tercemar dengan insektisida.
3. Pemeriksaan fisik Gejala gejala keracunan insektisida dapat digolongkan sebagai
berikut :
- Overstimulasi muscarinic : bradikardi, bronchorrhea,
bronchospasm, diarhea, hipotensi, lacrimasi, miosis,
hipersalivasi, urinasi, vomiting
- Overstimulasi nicotinic pada saraf perifer : hipotensi,
midriasis, berkeringan dan takikardi
- Overstimulasi nicotinic pada saraf pusat : agitasi, coma,
confusion, dan gagal pernafasan
- Overstimulasi nicotinic pada neuromuskular junction :
fasiculasi, kelemahan otot dan paralise

4. Kriteria Diagnosis Diagnosis pasti ialah pengukuran butirilkolinestase atau


asetilkolinesterase di darah / plasma atau lebih akurat eritrosit
asetilkolinesterase. EKG dibuat untuk mendeteksi adanya aritmia,
prolong QT interval
5. Diagnosis Kerja Keracunan insektisida
6. Diagnosis Banding Keracunan carbamate
7. Pemeriksaan penunjang Laborat darah rutin, elektrolit, GDS, BUN dan keratinin, SGOT,
SGPT
Urinalisa
EKG
8. Terapi - Tindakan supportif berupa ABC : pemberian oksigen dan
kalau perlu bantuan ventilasi, pertahankan jalan nafas dan
mengatasi gangguan hemodinamik dan gangguan aritmia.
- Decontaminasi gastrointestinal dengan melakukan kumbah
lambung atau pemberian actifated charcoal (arang aktif), atau
melalui tindakan endoskopi/atau tindakan operatif.
- Lavage lambung (bilas lambung), memberikan 5ml
cairan/kgBB dengan sonde lambung no 40 dewasa dan no 28
pada anak, akan menurunkan absorpsi 52% bila dilakukan
dalam waktu 5 menit, 26% bila dilakukan dalam 30 menit dan
hanya 16% bila dilakukan 1 jam setelah minum bahan toksik.
Komplikasi aspirasi 10% dan perforasi salah masuk (1%)
- Arang aktif, diberikan dalam larutan secara oral, dosis 1
gr/kgBB. Menurunkan absorpsi 73% bila diberikan dalam 5
menit, 51% bila dalam waktu 30 menit, 36% bila diberikan
dalam waktu 1 jam. Efek samping mual,muntah, dan diare atau
konstipasi.
- Pada keadaan berat prinsip penanganan adalah resusitasi,
pemberian oksigen, pemberian atropin, cairan dan
asetilkolinerase reactivator (oxime). Atropin (iv) dosis 0,02-
0,08 mg/kg per jam atau 70 mg per infus selama 30 menit atau
dosis intermiten 2 mg tiap 15 menit sampai hipersekresi
terkendali. Efek takikardi dihindari dengan pemberian
diltiazem atau propanolol.
- Pengobatan lain ialah pemberian magnesium sulfate atau
pemberian sodium bicarbonate untuk melakukan alkanisasi
urin dalam rangka eliminasi bahan racun.
- Diazepam iv, bila kejang atau terjadi delirium
9. Edukasi Mencegah kontak selanjutnya dengan bahan racun
Melakukan eliminasi bahan racun
Pemberian antidotum
Pencegahan terhadap keracunan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka EIMED PAPDI, Kegawatdaruratan Penyakit Dalam, perhimpunan
dokter spesalis penyakit dalam indonesia,2016
12. Indikator medis GCS 15 risiko kematian <5%
GCS <10 risiko kematian 60%
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
KERACUNAN MAKANAN
1. Pengertian (definisi) Istilah keracunan makanan digunakan untuk menggambarkan
semua keadaan atau penyakit yang disebabkan oleh masuknya
makanan atau minuman yang mengandung toxin atau
kuman.istilah yg lebih tepat adalah food borne infection
2. Anamnesis - Dimana, kapan, dan apa yang dimakan
- Berapa lama waktu setelah makanan masuk dengan gejala
pertama muncul
- Lamanya sakit
- Apakah makanannya berbau atau berubah rasa dari biasanya?
- Apakah ada orang lain yang makan makannan yang sama?
- Apakah oarang lain tersebut juga mengalami hal yang sama?
- Apakah ada sisa makanan yang bisa di periksa?
3. Pemeriksaan fisik - Status kesadaran
- Pemeriksaan jalan nafas
- Ventilasi yang bagus
- Tanda vital
- Ukuran dan refleks pupil
4. Kriteria Diagnosis Jenis bakteri dan gejala klinis berdasarkan masa inkubasinya
Periode inkubasi organisme Tanda dan gejala
1-6 jam - Staphylococcus Mual, muntah,
aureus diare
- Bacillus cereus
8-16 jam - Clostridium Kram perut, diare,
perfingens muntah jarang
- Baciullus
cereus
>16 jam - enterotoxin E.coli - diare encer
- V.cholerae - diare encer
- Shigella spp - disentri
- Enterohemoragic - disentri
- E.coli - diare inflamatorik
- Salmonella spp
5. Diagnosis Kerja Keracunan makanan
6. Diagnosis Banding Gangguan kesadaran penyebab lain
Perdarahan / massa intrakranial
Infeksi / sepsis
Hipotermia
Hipoksia
Psikogenik
7. Pemeriksaan penunjang Darah rutin, kimia darah, pemeriksaan laborat sisa makan jika
ada,tes toksikologi, pemeriksaan lingkungan keracunan.
8. Terapi Tergantung identifikasi penyebab, kuman, toksin, atau bahan
kimia. Tatalaksana yang dapat dilakukan diantaranya (mneumonic
“SAGE”)
- S suppotif : ABC dan “coma coctail”
- A Antidote
- G Gastric dekontaminasi
- E Enchaned eliminasi : dialisis, hemofiltrasi
9. Edukasi Menurut WHO ada sepuluh aturan dalam hal penyiapan makanan
yang aman dan dikenal dengan istilah “The Ten Golden Rules”
1. Memilih proses pengolahan makanan yang aman
2. Memasak makanan secara sempurna
3. Makan makan yang telah dimasak segera, jangan disimpan
lama kemudian dimakan
4. Simpan makanan ditempat yang bersih dan aman
5. Panaskan ulang makanan secara sempurna
6. Hindari mencampur masakan yang telah matang dengan
masakan yang mentah
7. Cuci tangan sesering mungkin
8. Dapur harus senantiasa bersih
9. Lindungi makanan dari serangga, tikus dan binatang
lainnya
10. Gunakan air mengalir yang bersih
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka EIMED PAPDI, Kegawatdaruratan Penyakit Dalam, perhimpunan
dokter spesalis penyakit dalam indonesia,2016
12. Indikator medis
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
EFUSI PLEURA
1. Pengertian (definisi) Penimbunan cairan di dalam rongga pelura akibat transudat atau
eksudat yang berlebihan dari permukaan pleura.
2. Anamnesis - Nyeri dada : rasa nyeri membuat penderita membatasi
pergerakan rongga dada sehingga pernafasan dangkal atau
tidur miring di sisi yang sakit
- Sesak : sesak nafas bisa ringan atau berat tergantung pada
pembentukan efusi, jumlah efusi pleura, dan kelainan yang
mendasari timbulnya efusi.
- Riyawat penyakit dahulu : keganasan, infeksi, penyakit
sistemik.
3. Pemeriksaan fisik Keadaan umum:
sesak nafas dengan napas dangkal
Inspeksi:
hemitoraks yang sakit => ruang sela iga yang melebar,
mendatar dan tertinggal pada saat pernapasan.
Medistinum terdorong ke arah kontra lateral
Palpasi:
Fremitus suara lemah/ menghilang
Perkusi
terdengar suara redup di daerah tempat efusi
Auskultasi
suara pernafasan menjadi lemah sampai menghilang
pada daerah efusi pleura.
4. Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik disertai dengan
pemeriksaan penunjang yang mendukung.
5. Diagnosis Kerja Efusi pleura
6. Diagnosis Banding - Gagal jantung kongestif
- Edema paru
- Trauma diafragma
- Robekan atau ruptur esofagus
- Hipotiroidisme
- Karsinoma paru
- Pankreatitis
- Artritis reumatoid
7. Pemeriksaan penunjang RO Toraks PA dan Lateral
USG Toraks
CT Scan Toraks
8. Terapi Penanganan paliatif pada efusi pleura keganasan dapat
berupa aspirasi cairan, pleurodesis, dan pembedahan. Tujuan
tindakan ini adalah mengurangi dan mecegah penimbunan kembali
cairan pleura, menghindari komplikasi akibat efusi pleura, dan
mengembalikan fungsi normal paru.
Ciran yang dikeluarkan sebaiknya tidak melebihi 1500ml
untuk mencegah terjadinya edema paru karena perubahan
pengembangan paru yang secara mendadak.selain itu
pengeueluaran cairan yg terlalu besar bisa merangsang refleks
vagal berupa batuk-batuk, bradikardi, aritmia yang berat, dan
hipotensi. Jika cairan terllau banyak sebaiknya diapasang selang
toraks di hubungkan WSD, sehingga cairan dikeluarkan lambat
namun aman dan sempurna.
WSD perlu diawasi tiap hari, jika sudah tidak ada undulasi
pada selang, maka cairan mungkin sudah habis, dan jaringan paru
sudah mengembang. Untuk memastikan bisa dilakukan foto toraks
ulang.

9. Edukasi Menjelaskan kondisi pasien ke keluarga


Menjelaskan penyebab terjadinya efusi ke keluarga
10. Prognosis Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia
11. Sumber Pustaka EIMED PAPDI, Kegawatdaruratan Penyakit Dalam, perhimpunan
dokter spesalis penyakit dalam indonesia,2016
12. Indikator medis
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
KOLIK ABDOMEN
1. Pengertian (definisi) Otot polos saluran cerna atau saluran kencing mengalami spasme
hilang timbul sehingga penderita merasakan sakit perut hilang
timbul
2. Anamnesis 1. Bagaimana sifat nyeri
2. Lokasi nyeri menyebar atau tidak
3. Apakah disertai muntah? Disertai demam?
4. Apakah disertai sesak nafas
5. Apakah disertai berdebar-debar
6. Adakah tanda-tanda kehamilan (untuk KET)
7. Adakah riwayat gastritis / dispepsia
8. Bagaimana BAK dan bagaimana BAB? Apakah bisa
kentut?
3. Pemeriksaan fisik 1. Tanda –tanda vital
2. Pemeriksaan abdomen : lokasi nyeri, adakah nyero
tekan/nyeri tekan lepas? Adakah pembesaran hati? Adakah
teraba masa? Distensi abdomen? Suara usus hiperaktif ?
3. Pemeriksaan rektal : lokasi nyeri pada jam berapa, adakah
feses, adakah darah?
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesa : nyeri perut berupa kram pada abdomen,
kadang muntah
2. Pemeriksaan fisik : distensi abdomen, nyeritekan abdomen,
peningkatan bising usus?
5. Diagnosis Kerja Kolik abdomen
6. Diagnosis Banding Kanan atas :
1. kolesistitis akut
2. pankreatitis akut
3. hepatitis akut
4. abses hati
5. pneumoni dengan reaksi pleura
6. kongestif hepatomegali akut
kiri atas :
1. persorasi lambung
2. pankreatitis akut
3. perforasi kolon
4. pneumonia dengan reaksi pleura
5. infark miokard
6. pielonefritis akut
Peri umbilikalis
1. obstruksi
2. apendisitis
3. pankreatitis akut
4. hernia strangulasi
5. divertikulitis
kanan bawah :
1. apendisitis
2. adneksitis
3. pankreatitis akut
4. hernia strangulasi
5. divertikulitis
kanan bawah :
1. apendiksitis
2. adneksitis
3. endrometriosis
4. KET
5. Divertikulitis
6. Perforasi caecum
7. Batu ureter
8. Hernia
9. Abses psoas
Kiri bawah :
1. Divertikulitis
2. Adneksitis
3. Perforasi kolon
4. Batu ureter
5. Hernia
6. Abses psoas
Kiri bawah
1. Divertikulitis
2. Adneksitis / endrometriosis
3. Perforasi kolon sigmoid
4. Batu ureter
5. Hernia
6. Abses psoas
7. Pemeriksaan penunjang Laborat : darah rutin, urin rutin fese
Radiologi : BNO, USG abdomen
8. Terapi 1. Berikan anti nyeri peroral dan anti nyeri intravena atau
intramuskular, atau supositorian
2. Untuk kolik internal dan nyata peristaltic meningkat bisa
diberikan injeksi buscopan
3. Bila nyeri hilang berikan resep obat oral anti nyeri dan
spasmalitik

9. Edukasi 1. Istirahat yang cukup


2. Lingkungan yg tenang
3. Cukup makan dan minum
4. Menjaga personal higien yg baik
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka Sjamsuhidayat,R, Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah,
Edisi brevisi EGC, Jakarta
12. Indikator medis 1. Berkurangnya kolik setelah pemberian anti nyeri
2. Pasien terlihat tidak gelisah
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS
(HEMATEMESIS & MELENA)
1. Pengertian (definisi) Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan
saluran makanan proksimal dari ligamentum Treits meliputi
hematemesis dan atau melena.
Hematemesis :
Muntah darah berwarna merah dalam bentuk darah segar ataupun
kecoklatan akibat bercampur dengan asam lambung
Melena :
Keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal dengan bau
yang khas
Penyebab SCBA harus diketahui anatara varises atau non
varises,karena penangannya akan berbeda.
2. Anamnesis Badan lemes, pucat, BAB warna hitam, dan muntah darah
Riwayat penyakit hati kronis, riwayat konsumsi NSAID, riyawat
penyakit hati kronis, dispesisa, konsumsi alkohol.
3. Pemeriksaan fisik  Tanda+tanda syok : takikardi, akral dingin, dan lembab,
takipnu, oliguria, penurunan kesadaran, hipotensi
ortostatik, JVP meningkat
 Tanda –tanda penyakit hati kronis dan sirosis : hipertensi
portal (pecahnya varises esofagus, asites, splenomegali).
Ikterus, edem tuhngkai dan sakral, spider nevi, eritema
palmarum, ginekomastia, venektasi dinding perut (caput
medusa), asteriksis.
 Tanda-tanda anemia : pucat, koilonikia,telangiektasis
 Tanda sindrom Peutz-Jegher : bintik-bintik coklat pada
kulit mukosa pipi dan muka
 Koagulopati : purpura, memar, epistaksis
 Tanda-tanda keganasan : limfadenopati, organomegali
(hepatomegali, splenomegali), penurunan berat badan,
anoreksia, lemah
 Pemeriksaan abdomen : nyeri epigastrium, masa abdomen
4. Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang
5. Diagnosis Kerja Perdarahan SCBA
Hematemesis
Melena
6. Diagnosis Banding Perdarahan SCBB
7. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan endoskopi merupakan gold standart
Laborat darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah,
elektrolit,
EKG
8. Terapi  Perhatikan ABC
 Pasang IV line ukuran paling besar dengan 2 jalur.
- Infus pertama untuk hidrasi dan resusitasi cairan
- Infus ke dua untuk transfusi PRC
 Oksigen sungkup/kanul. Bila ada gangguan A-B perlu
dipasang ETT
 Mencatat intake output, harus dipasang kateter urine
 Memonitor tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan
keadaan komorbid yang lain
 Pasang NGT untuk bilas lambung dan untuk evaluasi
perdarahan
 Terapi : pemberian vitamin K (10mg/12jam), obat penekan
sintesis asam lambung (PPI: omeprazol/pantoprazol / 12
jam) , terapi lainnya sesuai komorbid.
 Pada varises gastroesofageal bisa diberikan
medikamentosa vasopressin, somatostatin, oktreotid bolus
50 µg dilanjutkan dengan drip 50 µg tiap 4 jam
Terapi mekanik dengan balon sengstaken blackmore atau
minesota
Terapi endoskopi
9. Edukasi Hindari penggunaan NSAID jangka panjang, alkohol
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Sumber Pustaka Management and prevention of upper bleeding. PSAP
gastroenterology and nutrition 2012
12. Indikator medis Perdarahan berhenti dan hemodinamik stabil, resiko ulang
perdarahan rendah.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
GIGITAN ULAR
1. Pengertian (definisi) Gigitan ular (vulnus morsum serpentis) adalah gigitan ular berbisa
yang dapat menimbulkan gejala seperti syok, edema tempat
gigitan, tanda perdarahan, tanda gangguan metabolik, gangguan
pernafasan, gangguan jantung, yang apabila tidak ditangani
dengan benar dapat menimbulkan gejala
2. Anamnesis Pada korban pagutan ular perlu ditanyakan kapan pagutan terjadi,
jenis ular teurtama warna dan bentuk dapat sangat membantu
mengenalinya dan bahkan bila ular tersebut dapat ditangkap.
Selain itu, pertolongan pertama yang sudah dilakukan.
3. Pemeriksaan fisik Gejala dan tanda-tanda gigitan ular berbisa akan bervariasi sesuai
spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan
pada korban.
Gejala Lokal
Gejala dan tanda-tanda lokal antara lain adalah:
- Nyeri gigitan taring
- Nyeri lokal,
- Perdarahan lokal,
- Memar
- Limfangitis,
- Pembengkakakn kelenjar getah bening,
- Melepuh, infeksi lokal,
- Abses, nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari
famili Viperidae).
- Gejala edema, kemerahan, nekrosis pada tempat pagutan
disebabkan juga oleh pengaruh enzim proteolitik seperti
metalloproteinase, hideolase dan sitotoksin.
Gejala Sistemik
Gejala sistemik yang sering dijumpai adalah mual, muntah,
nyeri perut, pusing, dan lemah badan.
Akibat bisa ular viperidae terjadi kelainan yang melibatkan
sistem kardiovaskular seperti gangguan penglihatan, pusing,
mengantuk, pingsan, syok, hipotensi, aritmia jantung, edema paru
dan edema konjungtiva.
Terjadi pula gangguan perdarahan berupa perdarahan pada
luka pagutan, perdarahan gusi, epistaksis, peradarahan mata,
perdarahan intrkranial, hemoptisis, hematemensis dan melena,
perdarahan mukosa dan kulit, perdarahn vagina, perdarahaan
antepartum pada wanita hamil, dan bentuk perdarhan lainnya.
Trombosis arteri serebral sering ditemukan pada pagutan
Dobola russel sehingga terjadi stroke, aprestesia, gangguan
pengecap, ptosis berat. Kelainan neurologi lain yang dapat
dijumpai adalah oftalmoplegi eksternal, paralisis fisialis, afpnia,
kesulitan menelan, paralisis otot pernapasan.
Kelainan ginjal dapat berupa hematuri, hemoglobinuri,
mioglobinuri sampai anuri dan gagal ginjal akut. Kelainan
endokrinoun mungkin terjadi, berupa insufi-siensi adrenal, syok,
hipoglikemi.
Kelainan endokrin ini dapat berlangsung kronis berupa
kelelahan kronik, kerontokan rambut seksual sekunder, penurunan
libido, amenore, atrofi testis dan hipotiroidisme.
4. Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang ada.
5. Diagnosis Kerja Snake bite (gigitan ular)
6. Diagnosis Banding Sengatan binatang berbisa lain dapat memberikan gejala yang
hampir sama
7. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah
pemeriksaan darah tepi, biasanya hitung lekosit dapat meningkat,
hemoglobin menurun akibat adanya perdarahan, hitung trombosit
dapat menurun.
Perlu dilakukan pemeriksaan faal hemostasis, dan yang
sederhana serta dapat dengan cepat dilakukan adalah dengan
pemerksaan whole blood clotting test (WBCT).
8. Terapi 1. Identifikasi ular penyebab. Deskripsi yang disampaikan
saksi, foto ular, atau jika memungkinkan ular dapat dibawa
ke IGD Rumah Sakit
2. Jika ular yang dimaksud berbisa atau tidak yakin, pasien
dapat dirawat inap untuk observasi ketat
3. Pertolongan pertama: imobilisasi dengan pembidaian dan
elastic bandage (tidak dianjurkan menggunakan
tensocrepe).
4. Bebaskan airway dan breathing, terutama pada gigitan ular
dengan bisa yang mengandung neurotoxin penyebab
paralisis.
5. Ambil sampel darah pasien untuk
- Pemeriksaan Darah lengkap
- Pemeriksaan Faal hemostasis (aPTT, PPT, INR, 20 min
whole blood clotting time) tiap 6 jam
- Fungsi ginjal
- Elektrolit
6. Periksa EKG untuk mendeteksi kelainan jantung
7. Kasih tanda luas pembengkakan jaringan tiap 2 jam
(RPPT)
8. Indikasi pemberian Serum Anti-Bisa Ular (SABU)
- Gangguan hemostasis : perdarahan spontan, koagulopati,
dan trombositopeni < 100.000/mmᶾ
- Neurotoxin (ptosis, paralysis, oftalmologi eksternal)
- Gangguan kardiovaskular : Hipotensi, syok, aritmia
- AKI failure
- Hemoglobinuria atau mioglobinuria
- Edema berat (> 1/2 ekstrimitas yg tergigit) atau bengkak
yang cepat membesar setelah pagutan pada jari-jari
(kaki, terutama tangan), pembengkakan yang progresif
- Limfadenitis di sistem limfatik regional bekas gigitan
9. Terapi suportif lainnya seperti cairan, neostigmin atropin,
hingga ventilator untuk yang gagal nafas.
10. Serum anti bisa ular yang diproduksi oleh PT Biofarrna
dapat menetralisir bisa ular tanah (Ankystrodon
rhodostoma), bisa ular belang (Bungarus faciatus), bisa
ular kobra (Naja sputarix)
11. Berikan ABU 2 vial @5ml dalam 500ml NaCl 0,9%, RL
atau dextrose 5% dengan kecepatan tetesan 40-80 tetes
permenit. Pemberian dapat diulang setiap 6 jam, apabila
diperlukan antiserum dapat diberikan setiap 24 jam sampai
dosis maksimal (80-100ml)
Serum bisa ular tidak disarankan untuk diberikan sebagai
profilaksis.
9. Edukasi Edukasi keluarga untuk penanganan awal gigitan ular sebelum ke
RS adalah menenangkan korban yang cemas, imobilisasi bagian
tubuh yang tergigit agar tidak terjadi kontraksi otot yang dapat
menyebabkan peningkatan penyerapan di darah dan getah bening
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka EIMED PAPDI, Kegawatdaruratan Penyakit Dalam, perhimpunan
dokter spesalis penyakit dalam indonesia,2016
12. Indikator medis Gejala sistemik yang berat membaik
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
TETANUS
1. Pengertian (definisi) Tetanus adalah kelainan neurologik yang ditandai oleh
peningkatan tonus dan spasme otot yang disebabkan oleh
neurotoxin tetanospasmin yang dihasilkan oleh Cloatridium tetani
2. Anamnesis 1. Ada keluhan anggota tubuh yang terasa kaku, dapat berupa
a. Tenatun lokal : kaku persisten pada otot disekitar luka
b. Tetanus sefalika : terjadi fenomena motorik sesuai
dengan serabut saraf kepala
c. Tetanus umum : gangguan membuka mulut(trismus),
kaku kuduk, kaku leher dan kaku punggung
(opistotonus), dinding perut menjadi kaku dan tampak
pula risus sardonikus karena kaku otot wajah
d. Tetanus neunatorum : kekauan pada bayi baru lahir
disebabkan adanya infeksi tali pusat, gejala yg timbul
ketidakmampuan menetek, kelemahan, iritable,
diikuti oleh kekauan dan spasme
2. Keluhan diatas biasanya timbul pada pasien denga riwayat
tertusuk paku, pasien dengan higenisitas mulut yang buruk,
serta riwayat keluar cairan dari telinga.
3. Pemeriksaan fisik  Masa inkubasi 5 hari-15 minggu, rata-rata 8-12 hari
 Gejala awal nyeri daerah inokulasi, diikuti kekauan otot
sekitarnya.
 Trismus, disfagi, nyeri/kaku kuduk, bahu dan otot belakang
badan, kekakuan perut dan otot extremitas proksimal
 Rhisus sardonicus dan epistotonus, kemungkinan apneu
atau laringospasme
 Tingkat kesakitan ringan (rigiditas otot, sedikit/tanpa
spasme) sedang (trismus, disfagi, rigiditas, dan spasme),
berat (serangan hebat berulang dan sering)
4. Kriteria Diagnosis Derajat tetanus :
Menurut modifikasi dari klasifikasi Albleet’s
1. Derajat 1
Masa inkubasi >14 hari, trismus ringan, disfagia, spasme
ringan, tidak terdapat gangguan nafas
2. Derajat 2
Masa inkubasi 10-14 hari, trismus mencolok, disfagia, spasme
mencolok, gangguan pernafasan ringan
3. Derajat 3
Masa inkubasi <10 hari, trismus berat, disfagia berat, spasme
disertai kejang umum frekuen dan gangguan pernapasan yang
mencolok dengan takipneu, takikardi.
4. Derajat 4
Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat,
sering kali menyebabkan “autonomic storm”
5. Diagnosis Kerja Tetanus
6. Diagnosis Banding Meningoensefalitis, poliomielitis, rabies, lesi orofaringeal,
tonsilitis berat, peritonitis
7. Pemeriksaan penunjang Tidak ada pemeriksaan penunjang yang khas untuk tetanus
8. Terapi  Menyediakan ruang isolasi (terpisah, pencahayaan tak
terang, tenang)
 Perhatikan ABC (airway, breathing, circulation)
 Manajemen luka : pasien tetanus yang diduga menjadi port
de entry masuknya kuman C.tetani harus mendapatkan
perawatan luka.
 Antikonvulsan diberikan secara titrasi, sesuai kebutuhan
dan respon klinis. Diazepam 6-8mg/hari. Bila penderita
datang dalam keadaan kejang diberikan diazepam 0,5
mg/kkgBB/kali I.V perlahan dengan dosis optimum
10mg/kali diulang setiap kali kejang. Bila spasme berat
diazepam 50-100mg dalam 500cc D5% dengan kecepatan
40mg/jam. Jika spasme ringan 5-10mg peroral 4-6 jam
bila perlu
 Pemberian antibiotik frist line :
- Penisilin adalah drug of choice. Berikan penisilin
1,2 juta unit IM atau IV setiap 6 jam selama 10 hari
- Bila ada kecurigaan adanya mixed infection dapat
ditambahakan antibiotik spectrum luas seperti Infus
metronidazole 500mg/6-8jam
 Pemberian anti tetanus
Human TIG (Tetagram) 3000-6000 (5000IU) IM, dalam
dosis terbagi
9. Edukasi Motivasi untuk dilakukan vaksinasi penyuntikan anti tetanus
serum.Motivasi keluarga pasien agar tidak banyak rangsangan
yang datang ke pasien untuk menghindari kejang yang berlebihan.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Sumber Pustaka Kelompok studi neuroinfeksi, tetanus dalam infeksi pada sistem
saraf.Perdossi 2012.
Ismanoe, Gatot.2006. Buku ajar penyakit dalam. Jilid 1 edisis ke
4. Jakarta : FKUI.
12. Indikator medis Mencegah komplikasi akibat spasme dan kejang (fraktur,vartebra,
obstruksi nafas, robekan otot)
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019
PATAH TULANG TERBUKA
1. Pengertian (definisi) Suatu diskontunitas tulang yang terjadi luka terbuka pada kulit
yang terhubung dengan dunia luar dan jaringan lunak
2. Anamnesis Adanya riwayat trauma
3. Pemeriksaan fisik - Perhatikan ABC
- Pemeriksaan tanda-tanda vital.
- Adanya luka didaerah patah tulang, adanya darah yang
keluar dari luka berwarna agak kehitaman (darah dari
intramedular)
- Adanya fat bubble sign adanya cairan dari intramedular
yang mengandung fat globule sehingga berwarna kuning
keemasan seperti minyak.
(Dua tanda diatas merupakan tanda pasti dari adanya patah
tulang terbuka)
4. Kriteria Diagnosis Patah tulang terbuka diklasifikasikan menjadi 3 grade menurut
Gustillo dan Anderson yaitu :
1. Tipe 1 : luka biasanya kecil ukuran kurang dari 1 cm
dengan kerusakan jaringan lunak yang minimal dan
konfigurasi patah tulang yang simpel
2. Tipe 2 : luka lebih dari 1 cm dengan kerusakan jaringan
lunak sedang dan patah tulang sedikit kominutif
3. Tipe 3 : luka yang cukup besar bisa mencapai 10 cm
dengan kerusakan jaringan lunak yang berat dan patah
tulang yang kominutif, bisa disertai cedera neurovaskuler
Tujuan dibuatnya klasifikasi ini adalah untuk mempermudah
komunikasi antara tenaga medis dan berhubungan dengan
tatalaksana dan prognosisnya.
5. Diagnosis Kerja Patah tulang terbuka
6. Diagnosis Banding Vulnus laceratum
7. Pemeriksaan penunjang Darah rutin, GDS, CT,BT
Rontgen
8. Terapi 1. Survei primer ABCDE (Airway Breathing, circulation,
Disability, Exposure)
2. Identifikasi cidera yang bisa mengancam nyawa
3. Setelah pasien stabil dapat dilakukan pemeriksaan dari
kepala sampai kaki untuk menemukan cidera dilokasi lain
4. Status neurovaskuler juga harus diperiksa seksama
5. Tidak dianjurkan melakukan ekplorasi luka di IGD karena
Akan memperburuk kontaminasi. Irigasi dengan normal
salin boleh dilakukandi IGD bila operasi debridement akan
tertunda
6. Menurut Appley ada 4 prinsip dasar penanganan patah
tulang terbuka :
a. Antibiotik profilaksis
b. Debriment luka dan fraktur dengan segera diruang
operasi
c. Stabilisasi fraktur
d. Penutupan luka segera diruang operasi
9. Edukasi Motivasi kelurga untuk dilakukan operasi segera
10. Prognosis Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia
11. Sumber Pustaka Gawat darurat medis dan bedah, Rumah Sakit Universitas
Airlangga.2018
12. Indikator medis Kondisi pasien stabil.
Tidak terjadi komlpikasi infeksi dan sepsis
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019

1. Pengertian (definisi)
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan penunjang
8. Terapi
9. Edukasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka
12. Indikator medis

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019

1. Pengertian (definisi)
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan penunjang
8. Terapi
9. Edukasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka
12. Indikator medis

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


PENANGANAN KASUS KEGAWAT DARURATAN
RUMAH SAKIT ISLAM PATI
2018/2019

1. Pengertian (definisi)
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan penunjang
8. Terapi
9. Edukasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Sumber Pustaka
12. Indikator medis

Anda mungkin juga menyukai