Anda di halaman 1dari 92

PANDUAN PRAKTEK KLINIK

ANAK

RSUD ”NGUDI WALUYO” WLINGI


KABUPATEN BLITAR
TAHUN 2019
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Kuasa senantiasa kami


panjatkan atas limpahan rahmatNya sehingga kami dapat
menyelesaikan Panduan Praktek Klinik Anak di RSUD “Ngudi Waluyo”
Wlingi ini.
Dengan tersusunnya Panduan ini kami juga menyampaikan
ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas dukungan berbagai pihak
teman-teman sejawat dokter umum maupun dokter spesialis.
Semoga dengan tersusunnya Panduan Praktek Klinik Anak ini
dapat bermanfaat dan dapat menjadi acuan dalam penyelenggaraan
pelayanan di lingkungan RSUD “Ngudi Waluyo” Wlingi agar tercipta
profesionalisme kinerja staf medis yang baik dan akuntabel.

Wlingi, Juli 2019


iii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
PERATURANDIREKTUR ......................................................................................... 1
ANAFILAKSIS (ICD 10: T78.2)............................................................................. 4
ASFIKSIA NEONATORUM KODE ICD 10 : P21.1......................................... 6
ASMA (ICD 10: J45.9) ............................................................................................. 9
BAYI BERAT LAHIR SANGAT RENDAH KODE ICD 10 : P07.0 ............ 12
BAYI BERAT LAHIR RENDAH KODE ICD 10 : P07.1 .............................. 14
DEMAM REUMATIK AKUT (DRA) ..................................................................... 16
DIARE AKUT ( ICD 10: A09.9 ) .......................................................................... 20
EPILEPSI (ICD 10: G40.9) ................................................................................... 24
GAWAT NAPAS (ICD 10: J96.9)......................................................................... 26
HIPOGLIKEMI NEONATAL KODE ICD 10 : P70.4 ..................................... 31
INFEKSI SALURAN KEMIH ( ICD 10 : N39.0 ) ............................................ 34
KEJANG DEMAM (ICD 10: R56.0) ................................................................... 36
NEONATUS ATERM ................................................................................................ 39
PNEUMONIA (ICD 10: J18.9).............................................................................. 41
CAMPAK (ICD 10: B05.0-B05.9) ....................................................................... 44
DEMAM DENGUE (ICD 10: A90) ....................................................................... 46
DEMAM TIFOID (ICD 10 : A01.0) ..................................................................... 48
DIFTERI (ICD 10: A36.0-A36.9)........................................................................ 50
INFEKSI BAKTERIAL BERAT (SBI) ................................................................. 53
SEPSIS (ICD 10: A41.9), DAN SYOK SEPTIK (ICD 10: R57.2) ............. 53
DISENTRI BASILER (ICD 10: A03.9) .............................................................. 57
GIZI BURUK MARASMUS (ICD 10: E41) ........................................................ 59
GLOMERULONEFRITIS AKUT PASKA STREPTOKOKUS ....................... 62
SEPSIS NEONATAL KODE ICD 10 : P36.8 ................................................... 65
STATUS EPILEPTIKUS (ICD 10: G41.9) ........................................................ 69
SYOK HIPOVOLEMIK (ICD 10: R57.1) ........................................................... 73
TB PARU (ICD 10: A15.0-A16.9) ....................................................................... 83
THALLASEMIA (ICD 10: D56.0-D56.9) .......................................................... 86
PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH “NGUDI WALUYO” WLINGI
Jalan. Dr. Soecipto No. 5 Wlingi Telp. (0342) 691006 Fax. (0342) 691040

PERATURAN
DIREKTUR RSUD “NGUDI WALUYO” WLINGI
NOMOR : 188/579/409.206/PER/VII/2019

TENTANG

PANDUAN PRAKTEK KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK


RSUD ”NGUDI WALUYO” WLINGI

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH “NGUDI WALUYO” WLINGI

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas dan


keamanan pelayanan di Poli dan Ruang Anak,
maka perlu disusun Panduan Praktek Klinik Ilmu
Penyakit Anak sebagai acuan dalam pelaksanaan
pelayanan bidang Penyakit Anak;
b. bahwa sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu
ditetapkan Peraturan Direktur RSUD ”Ngudi
Waluyo” Wlingi tentang Panduan Praktek Klinik
Ilmu Penyakit Anak di RSUD “Ngudi Waluyo” Wlingi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan;
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standart
Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
2

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1438/Menkes/PER/2010 Tentang Standar
Pelayanan Kedokteran;
6. Keputusan Bupati Blitar Nomor
188/255/409.012/KPTS/2008 tentang Penetapan
RSUD ”Ngudi Waluyo” Wlingi Kabupaten Blitar
sebagai Badan Layanan Umum Daerah;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU : Dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
“Ngudi Waluyo” Wlingi ditetapkan Panduan Praktek
Klinik Ilmu Penyakit Anak di RSUD “Ngudi Waluyo”
Wlingi, sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan ini.

KEDUA Panduan sebagaimana dimaksud Diktum KESATU


sebagai acuan dalam penatalaksanaan pelayanan di
bidang Penyakit Anak.

KETIGA : Akan dilakukan pembetulan sebagaimana mestinya


apabila terdapat kekeliruan dalam penetapan peraturan
ini.
3

KEEMPAT : Peraturan Direktur ini mulai berlaku sejak tanggal


ditetapkan.

Ditetapkan di : WLINGI
pada tanggal : 05 Juli 2019

SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada Yth.:


Sdr.1.Wadir/ Kabid/ Kabag/ Kasubbid/ Kasubbag./ Ka.Instalasi/ Ka.
Ru./Ketua Komite;
2. Dokter / Dokter Gigi / Dokter Spesialis yang bersangkutan.
4

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR


RSUD “NGUDI WALUYO” WLINGI
NOMOR : 188/579/409.206/PER/VII/2019
TANGGAL : 05 JULI 2019

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

ANAFILAKSIS (ICD 10: T78.2)


1. Pengertian Reaksi hipersensitivitas generalisata atau sistemik yang berat
(Definisi) dan mengancam kehidupan
2. Anamnesis a. Adanya riwayat penggunaan obat, makanan, gigitan
serangga atau transfusi
b. Gatal
c. Kemerahan yang meninggi pada kulit
d. Muntah, diare
e. Nyeri perut
f. Pusing
g. Sesak napas
h. Tidak sadar

3. Pemeriksaan a. Urtikaria dan angioedema


Fisik b. Pruritus
c. Edema periorbita
d. Dispnoe
e. Wheezing
f. Edema jalan napas
g. Bronkospasme
h. Hipotensi
i. Takikardia
j. Aritmia jantung
k. Syok
l. Koma

4. Kriteria Riwayat penggunaan obat, makanan, gigitan serangga atau


Diagnosis transfusi

5. Diagnosis Kerja Anafilaksis (ICD 10: T78.2)


5

6. Diagnosis a. Urtikaria dan Angioedema ( ICD 10: T78.3 )


Banding b. Reaksi Vasovagal ( ICD 10: F48.9 ) dan Serangan Sinkop
( ICD 10: R55)
c. Infark miokard ( ICD 10: I21.9 )
d. Reaksi histeris ( ICD 10: F44.9 )
e. Reaksi insulin ( ICD 10 :T78.4)
7. Pemeriksaan a. Darah tepi
Penunjang b. Serum elektrolit
c. Gula darah
d. Analisa gas darah
e. SGOT/SGPT
f. Ureum dan kreatinin
g. Foto polos thorak dan abdomen

8. Terapi a. Menghentikan atau mengatasi faktor penyebab


b. Resusitasi kardiopulmonal
c. Adrenalin 0,01 mg/kgBB maksimal 0,3 mg (larutan 1:1000),
intramuskular atau subkutan di lengan atas atau paha,
dapat diulangi dengan jarak 5 menit
d. Infus NaCl atau RL atau cairan koloid 20cc/kgBB secepatnya
e. Bronkodilator jika didapatkan gejala asma, dengan aminofilin
4-7 mg/kgBB, intravena selama 15-20 menit
f. Antihistamin dengan difenhidramin 1-2 mg/kgBB, intravena,
intramuskular, 5 mg/kgBB per oral setiap 6 jam
g. Kortikosteroid dengan hidrokortison dosis awal 7-10
mg/kgBB intravena, dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB setiap 6
jam

9. Edukasi 1. Melakukan pencegahan terhadap bahan-bahan yang


menyebabkan anafilaksis
2. Segera mencari pengobatan jika terjadi gejala atau keluhan
yang yang sama
10. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam

11. Tingkat Evidens


IV

12. Tingkat
A
Rekomendasi
6

13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.


b.dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d.dr. Hidayati Utami Dewi, SpA

14. Indikator Medis


80% pasien dengan anafilaksis dapat teratasi dalam 5 hari

15. Kepustakaan 1. Lieberman P, Kemp SF, Oppenheimer J, Lang DM,


Bernstein L, Nicklas RS et al. The diagnosis and
management of anaphylaxis: an update practice
parameter. J Allergy Clin Immunol 2005; 115:S483-523
2. Williams PM, Arnold JJ. Anaphylaxis: recognation and
management. Am Fam Physician 2011; 84(10): 1111-1118
3. Rachman O, Soepriadi M, Setiabudiawan B.
Anafilaksis.Dalam: Akib A, Munasir Z, Kurniati N,
penyunting. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak: edisi ke-2.
Jakarta: IDAI 2010; Pp. 205-223

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI - BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

ASFIKSIA NEONATORUM KODE ICD 10 : P21.1

1. Pengertian Kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir
(Definisi) atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan
PaO2 didalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (PaCO2
meningkat), dan asidosis.
Adalah kondisi gangguan pertukaran gas karbondioksida
dengan oksigen ang menyebabkan hipoksemia dan hiperkarbia
ypada janin sehinggamenyebabkan asidos.
7

2. Anamnesis 1. Gangguan atau kesulitan waktu lahir.


2. Bayi tidak bernapas spontan dan adekuat setelah atau
sesaat setelah lahir.
3. Air ketuban bercampur mekonium.
3. Pemeriksaan 1. Bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap.
Fisik 2. Denyut jantung kurang dari 100X/menit.
3. Kulit sianosis, pucat.
4. Tonus otot menurun
5. Tidak ada respon terhadap rangsangan
4. Kriteria 1. Anamnesa: ditemukan salah satu tanda di atas
Diagnosis 2. Pemeriksaan Fisik: ditemukan ke 4 tanda di atas.
3. Adanya gangguan fungsi multi organ segera pada waktu
perinatal.
5. Diagnosis Kerja 1. Asfiksia Sedang ( APGAR Score menit pertama 4 – 6)
2. Asfiksia Berat ( APGAR Score menit pertama 0 – 3)
6. Diagnosis ASFIKSIA KODE ICD 10 : P21.1
Banding
7. Pemeriksaan 1. Foto polos dada
Penunjang 2. Laboratorium: darah perifer lengkap, serum elektrolit
8. Terapi 1. Resusitasi (sesuai bagan)
- Langkah awal resusitasi : jika terdapat salah satu
jawaban tidak dari pertanyaan bugar dan usaha napas yg
baik.
- Ventilasi tekanan positif : jika bayi apneu atau megap-
megap, djj kurang dari100x/menit. Pemberian dimulai
dengan oksigen 21% dan bisa ditingkat sampai 100% jika
belum membaik.
- Ventilasi tekanan positip dan kompresi dada: djj masih
kurang dari 60x/menit setelah diberikan 30 detik VTP
efektif.
2. Medikamentosa:
a. Epinefrin; jika denyut jantung < 60X/men dengan
ventilasi adekuat selama 30 detik. Dosis 0,1-0,3 ml/kgBB
dalam lurutan 1:10.000 (0,01-0,03 mg/kgBB) secara iv
8

atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila


perlu.
b. Cairan NaCl 0,9%, ringer laktat; jika bayi mengalami
hipovolemia. Dosis awal 10 ml/kgBB iv pelan selama 5-10
menit, diulang sampai menunjukkan respon klinis
c. Bikarbonat; jika terjadi asidosis metabolik. Dosis 1-2
mEq/kgBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB
(7,4%), diencerkan dengan dextrose 5% sama banyak
diberikan intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
3. Suportif (jaga kehangatan, petensi jalan nafas, koreksi
gangguan metabolik misalnya; cairan, glukosa darah, dan
elektrolit ).

9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit dan komplikasi


2. Penjelasan rencana perawatan
3. Penjelasan pencegahan

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam tergantung beratnya asfiksia


dan komplikasi yang diakibatkan.
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam tergantung beratnya
asfiksia dan komplikasi yang diakibatkan.
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam tergantung beratnya
asfiksia dan komplikasi yang diakibatkan.
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA

14. Indikator Medis 80% pasien asfiksia sedang yang dirawat membaik dalam 10-14
hari.
15. Kepustakaan 1. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 2004
9

3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan


Anak RSU DR. Soetomo Surabaya 2008.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

ASMA (ICD 10: J45.9)

1. Pengertian Gejala batuk dan / atau mengi berulang, terutama malam hari,
(Definisi) dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan, dan biasanya
terdapat atopi pada pasien dan atau keluarganya.
2. Anamnesis 1. Adanya batuk dan / atau mengi berulang, terutama malam
hari, dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan
2. Adanya atopi pada pasien dan atau keluarganya
3. Penurunan nafsu makan
4. Posisi tidur : berbaring/ duduk/ duduk bertopang lengan
5. Berbicara : kalimat/penggal kalimat/kata-kata
6. Gelisah/bingung
3. Pemeriksaan a. Kesadaran : rewel/gelisah/bingung
Fisik b. Pernafasan cuping hidung, sianosis, retraksi
c. Wheezing saat ekspirasi
d. Frekuensi nafas (pada anak sadar)
e. Frekuensi nadi
f. Pulsus paradoksus bervariasi 10->20 mmHg
g. Saturasi <90 – 95%
4. Kriteria a. Anamnesis : batuk dan / atau mengi berulang, terutama
Diagnosis malam hari, dapat sembuh spontan atau dengan
pengobatan, riwayat atopi pada pasien dan keluarganya.

b. Radiologis Rontgen Thoraks : gambaran emfisematous


10

c. Radiologis rontgen sinus paranasal : sinusitis

5. Diagnosis Kerja Asma episodik jarang/sering/persisten


Asma serangan sedang/berat
6. Diagnosis 1. GERD (ICD 10: K21.9)
Banding 2. Rinosinobronkitis ( ICD 10: J00)
3. OSAS(ICD 10: R06.0)
7. Pemeriksaan a. Radiologis Rontgen Thoraks : gambaran emfisematous
Penunjang b. Radiologis rontgen sinus paranasal

8. Terapi 1. Asma serangan sedang

a. Oksigenasi nasal/ masker


b. Nebulisasi (93.94) β agonis 2 x dengan respon parsial
(salbutamol/ terbutalin)
c. Nebulisasi ketiga :β agonis dan antikolinergik (salbutamol
/ ipratropium bromide) tiap 2 jam sampai 12 jam
kemudian evaluasi ulang, jika sudah stabil tiap 4-6 jam
d. Pasang jalur intravena : cairan sesuai umur
e. Steroid oral
 Metilprednisolon 0,5-1 mg/kg/hr tiap 6 jam
 Prednison 0,5-1 mg/kg/hr tiap 6 jam
 Deksametason 1 mg/kg/hr tiap 6-8 jam
f. Asma yang disertai rhinitis alergika : antihistamin
setirizine atau ketotifen

2. Asma serangan berat


a. Rawat inap intensif
b. Oksigenasi nasal /masker/ETT-Jackson Reese/
ventilator(93.90)
c. Infus cairan maintenance (sesuai usia)
d. Aminofilin Intravena atau oral jika sudah stabil, 6-8
mg/kg dilarutkan dengan dekstrose atau garam fisiologis
20 ml diberikan dalam 20-30 menit. Dilanjutkan dosis
rumatan 0,5-1 mg/kg/jam, jika sudah stabil dilanjutkan
peroral.
11

e. Steroid intravena tiap 6-8 jam atau oral jika sudah stabil
 Deksametason 0,5-1 mg/kg bolus selanjutnya 1
mg/kg/hr diberikan tiap 6-8 jam
 Metilprednisolon suksinat 30 mg dalam 30 menit tiap
6 jam
f. Nebulisasi β agonis dan antikolinergik (salbutamol /
ipratropium bromide) tiap 2 jam sampai 12 jam kemudian
evaluasi ulang, jika sudah stabil dapat diberikan tiap 4-6
jam
g. Asma yang disertai rhinitis alergika : antihistamin
setirizine atau ketotifen

9. Edukasi a. Mengenal tanda-tanda serangan asma, cara pencegahan


dan penanganan awal kepada pasien dan keluarga
b. Memberikan pemahaman tentang terapi yang harus
diberikan kepada pasien dan keluarga
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat A
Rekomendasi

13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.


b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis a. 80% pasien asma serangan sedang dirawat selama 5 hari
b. 80% pasien asma serangan berat dirawat selama 7 hari
15. Kepustakaan a. UKK Pulmonologi-PP IDAI. Pedoman Nasional Asma Anak,
2004
b. Lenfant C,Khaltaev N. Global Initiative for Asthma.
NHLBI/WHO Workshop Report 2002
12

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI - BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

BAYI BERAT LAHIR SANGAT RENDAH KODE ICD 10 : P07.0

1. Pengertian Bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram tanpa
(Definisi) memandang usia gestasi
2. Anamnesis 1. Umur ibu
2. Hari pertama haid terakhir (HPHT)
3. Riwayat persalinan sebelumnya
4. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
5. Kenaikan berat badan selama hamil
6. Aktivitas, penyakit yang diderita, dan obat-obatan yang
diminum selama hamil
3. Pemeriksaan 1. Berat badan < 1500 gram
Fisik 2. Tanda prematuritas (bila bayi kurang bulan)
3. Tanda bayi cukup bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan, meskipun jarang
4. Kriteria 1. Anamnesa: semua di atas
Diagnosis 2. Pemeriksaan Fisik: 1 dan 2 atau 1 dan 3 dari kriteria di
atas
5. Diagnosis Kerja 1. Bayi berat lahir sangat rendah dengan prematur (SMK) atau
2. Bayi berat lahir sangat rendah dengan dengan cukup
bulan/lebih bulan (KMK).
6. Diagnosis Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) KODE ICD 10 : P05.9
Banding

7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan skor Ballard


Penunjang 2. Tes kocok (shake test lihat lampiran), untuk bayi kurang
bulan
13

3. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu elektrolit


4. Foto rontgen jika ada tanda prematuritas dan sindroma
gangguan nafas (RDS/HMD)
8. Terapi 1. Vitamin K1 1mg im sekali pemberian
2. Mepertahankan suhu tubuh normal
3. Inkubator, pemancar panas, perawatan metode kanguru
(PMK) jika sudah stabil
4. Terapi suportif (jaga dan pantau kehangatan dan patensi
jalan nafas), jika diperlukan pasang Nasal CPAP dan pantau
saturasi oksigen.
5. Jika terjadi gangguan nafas berat dan kemungkinan gagal
nafas  RUJUK
6. Pantau kecukupan nutrisi, cairan, dan elektrolit. Jika
diperlukan dapat diberikan parenteral nutrisi.
7. Jika sudah stabil pemberian minum (pilihan utama ASI
perah atau PASI BBLR, pemberian minum berdasarkan BB
bayi), seperti terlampir.
8. Bila terjadi penyulit, kelola sesuai penyulit yang timbul
(mis. Hipotermi, kejang, gangguan nafas,
hiperbilirubinemia, perdarahan, sepsis dll)
9. Bila keadaan bayi membaik, tidak ada gangguan nafas, ajari
ibu meneteki dengan PMK
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit dan komplikasi
2. Penjelasan rencana perawatan
3. Penjelasan pencegahan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam tergantung umur
kehamilan, berat badan lahir, dan komplikasinya
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam tergantung umur
kehamilan, berat badan lahir, dan komplikasinya
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam tergantung umur
kehamilan, berat badan lahir, dan komplikasinya
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
14

Rekomendasi

13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.


b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 30% pasien yang dirawat dengan BBLSR dipulangkan setelah 3-
4 minggu
15. Kepustakaan a. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
b. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 2004
c. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan
Anak RSU DR. Soetomo Surabaya 2008.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI - BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

BAYI BERAT LAHIR RENDAH KODE ICD 10 : P07.1

1. Pengertian Bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa
(Definisi) memandang usia gestasi (Sesuai Masa Kehamilan/SMK atau
Kecil Masa Kehamilan/KMK)
2. Anamnesis a. Umur ibu
b. Hari pertama haid terakhir (HPHT)
c. Riwayat persalinan sebelumnya
d. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
e. Kenaikan berat badan selama hamil
f. Aktivitas, penyakit yang diderita, dan obat-obatan yang
diminum selama hamil
3. Pemeriksaan a. Berat badan < 2500 gram
Fisik b. Tanda prematuritas (bila bayi kurang bulan)
15

c. Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil
untuk masa kehamilan)
4. Kriteria a. Anamnesa: semua di atas
Diagnosis b. Pemeriksaan Fisik: 1 dan 2 atau 1 dan 3 dari kriteria di
atas
5. Diagnosis Kerja 1. Bayi berat lahir rendah dengan prematur (SMK) atau
2. Bayi berat lahir rendah dengan dengan cukup bulan/lebih
bulan (KMK).
6. Diagnosis Intra Uterine Growth Restriction (IUGR) KODE ICD 10 : P05.9
Banding

7. Pemeriksaan a. Pemeriksaan skor Ballard


Penunjang b. Tes kocok (shake test lihat lampiran), untuk bayi
kurang bulan
c. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu elektrolit
d. Foto rontgen jika ada tanda prematuritas dan sindroma
gangguan nafas (RDS/HMD)
8. Terapi a. Vitamin K1 1mg im sekali pemberian
b. Mepertahankan suhu tubuh normal
c. Inkubator, pemancar panas, perawatan metode kanguru
(PMK), atau ruangan hangat (sesuai tabel)
d. Pemberian minum (pilihan utama ASI, pemberian minum
berdasarkan BB bayi), seperti terlampir.
e. Terapi suportif (jaga dan pantau kehangatan dan patensi
jalan nafas)
f. Pantau kecukupan nutrisi, cairan, dan elektrolit
g. Bila terjadi penyulit, kelola sesuai penyulit yang timbul
(mis. Hipotermi, kejang, gangguan nafas,
hiperbilirubinemia, perdarahan, sepsis dll)
h. Bila keadaan bayi membaik, tidak ada gangguan nafas,
ajari ibu meneteki dengan PMK
9. Edukasi a. Penjelasan perjalanan penyakit dan komplikasi
b. Penjelasan rencana perawatan
c. Penjelasan pencegahan
16

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam tergantung umur


kehamilan, berat badan lahir, dan komplikasinya
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam tergantung umur
kehamilan, berat badan lahir, dan komplikasinya
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam tergantung umur
kehamilan, berat badan lahir, dan komplikasinya
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 60% pasien yang dirawat dengan BBLR dipulangkan setelah 2
minggu
15. Kepustakaan 1. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 2004
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan
Anak RSU DR. Soetomo Surabaya 2008.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

DEMAM REUMATIK AKUT (DRA)


( ICD 10 : I00 )
DAN
PENYAKIT JANTUNG REUMATIK (PJR)
( ICD 10 : I09.8 )

1. Pengertian Demam Reumatik Akut: Penyakit inflamasi akut yang


17

(Definisi) timbul setelah infeksi tenggorokan oleh Streptococcus


betahemolicus grup A, cenderung kambuh, dan dapat
menyebabkan gejala sisa pada katup jantung.
Penyakit Jantung Reumatik: gejala sisa pada katup
jantung yang disebabkan oleh inflamasi yang timbul
setelah infeksi tenggorokan oleh Streptococcus
betahemolicus grup A
2. Anamnesis 1. Riwayat infeksi saluran nafas atas (radang tenggorokan)
2. Demam
3. Sesak
4. Nyeri dada
5. Nyeri sendi
6. Bercak kemerahan dikulit
7. Kornea: gerakan yang tidak terkoordinasi dan tidak
bertujuan
3. Pemeriksaan Fisik 1. Karditis: Bising jantung organik, perikarditis,
kardiomegali, gagal jantung kongestif.
2. Poli artritis migran: nyeri, pembengkakan, merah dan
panas pada sendi yang kadang berpindah
3. Eritema marginatum: ruam makular, tidak gatal, tepi
eritema yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain
mengelilingi kulit yang tampak normal, diameter 2,5
cm, lokasi ditubuh, tungkai proksimal dan tidak
melibatkan muka
4. Nodul subkutan: nodulus ukuran bervariasi 0,5 sampai
2 cm, tidak nyeri, dapt digerakkan secara bebas, kulit
yang menutupi tidak pucat atau meradang, dan
menghilang dengan cepat,
5. Korea: gerakan yang tidak terkoordinasi dan tidak
bertujuan
6. Demam
7. Artralgia: nyeri sendi tanpa disertai tanda-tanda obyektif
pada sendi, tidak dapat menggerakkan sendi.
4. Kriteria Diagnosis 1. Manifestasi Mayor:
18

Karditis, poliartritis migran, korea, eritema marginatum,


nodul subkutan,
2. Manifestasi Minor:
Klinis: Demam, artralgia, riwayat demam rematik atau
jantung rematik
Laboratorium: Peningkatan LED, Lekositosis, CRP,
didapatkan pemanjangan interval P-R pada
pemeriksaan EKG
Ditambah adanya bukti infeksi streptococcus :
 Titer ASTO atau titer antibodi terhadap streptococcus
yang meningkat
 Kultur hapusan tenggorokan positif streptococcus
grup A
 Demam skarlatina
Kriteria demam reumatik akut:
 Sangat mungkin: 2 mayor atau 1 mayor + 2 minor
disertai dengan bukti infeksi streptococcus beta
hemolyticus grup A, ASTO meningkat, kultur positif.
 Bila dijumpai Korea Sydenham tidak diperlukan
kriteria mayor lainnya atau bukti infeksi
streptococcus beta hemolyticus grup A.
 Bila dijumpai penyakit jantung rematik (Stenosis
mitral murni atau kombinasi insufisiensi mitral
dan/atau gangguan katub aorta) tidak diperlukan
kriteria lain untuk mendiagnosis PJR

5. Diagnosis Kerja Demam Reumatik Akut


Penyakit Jantung Rematik
6. Diagnosis Banding 1. Artritis reumatoid ( ICD 10: M06.9)
2. Artritis virus ( ICD 10: M06.9)
3. Miokarditis virus ( ICD 10: M06.9)
4. Kelainan jantung bawaan( ICD 10: I24.9)
5. Lupus eritematous sistemik ( ICD 10: L93.0)
6. Reaksi alergi ( ICD 10: T78.4)
7. Miokarditis bakterial ( ICD 10: I40.0)
19

7. Pemeriksaan 1. Laboratorium: Darah lengkap, CRP, LED, ASTO


Penunjang 2. Foto thorax (87.49)
3. EKG (89.52): Pemanjangan interval P-R
4. Swab (90.31) dan kultur tenggorok untuk menemukan
kuman streptococcus

8. Terapi 1.Tirah baring


Status Penatalaksanaan
jantung
Tanpa Tirah baring selama 2 minggu dan
karditis mobilisasi bertahap selama 2 minggu
Karditis Tirah baring selama 4 minggu dan
tanpa mobilisasi bertahap selama 4 minggu
kardiomegali
Karditis Tirah baring selama 6 minggu dan
tanpa mobilisasi bertahap selama 6 minggu
kardiomegali
Karditis Tirah baring selama dalam keadaan gagal
tanpa jantung dan mobilisasi bertahap selama 3
kardiomegali bulan

2. Antibiotik:
Penicillin benzatin:
BB: <30 kg Benzatin penicillin 600.000 U
BB: >30 kg Benzatin penicillin 1,2 juta U
Penicillin oral: 4x250mg/hr untuk anak besar dan
4x125mg/hr bila BB < 20kg diberikan selama 10 hari
Pada penderita alergi penicillin dapat diberikan
erythromycin 50mg/kgBB/hr selama 10 hari
3. Analgetik dan anti-inflamasi:
 Artralgia: Salicylat 75-100mg/kgBB/hari
 Artitis saja, dan atau karditis tanpa kardiomegali:
Salicylat 100mg/kgBB/hr selama 2 mg, dilanutkan
dengan 75mg/kgBB selama 4-6 mingggu
20

 Karditis dengan kardiomegali atau gagal jantung:


prednisone 2 mg/kgBB/hr selama 2mg, dikurangi
bertahap selama 2 minggu ditambah salicylate
75mg/kgBB selama 6 mg
9. Edukasi a. Menjelaskan tentang penyakit demam reumatik
b. Menjelaskan mengenai perlunya tirah baring selama
terjadi DRA
c. Menjelaskan mengenai tatalaksana jangka panjang atau
seumur hidup tergantung derajat karditisnya
d. Monitor ekokardiografi berkala
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 80% pasien sembuh dalam waktu 14 hari
15. Kepustakaan Park, MK. Pediatric cardiology for pediatrician. Edisi ke 5.
St Louis. 2007

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI - BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

DIARE AKUT ( ICD 10: A09.9 )

1. Pengertian Buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan
(Definisi) konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu.
21

2. Anamnesis 1. Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari,


warna dan konsentrasi tinja, lendir dan/darah
dalam tinja.
2. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran
menurun, buang air kecil terakhir, demam, sesak,
kejang, kembung.
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare.
4. Jenis makanan dan minuman yang diminum
selama diare, mengkonsumsi makanan yang tidak
biasa.
5. Penderita diare di sekitarnya dan sumber air
minum.
3. Pemeriksaan Fisik 1 Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital.
2 Tanda Utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau
lemah/letargi/koma, rasa haus, turgor kulit abdomen
menurun.
3 Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air
mata, mukosa bibir, dan lidah.
4 Berat badan.
5 Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit.
6 Penilaian derajat dehidrasi.
4. Kriteria Diagnosis 1. Dehidrasi ringan sedang/tidak berat (kehilangan cairan
5-10% berat badan):
a. Didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih
tanda tambahan
b. Keadaan umum gelisah atau cengeng.
c. Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit
cekung, air mata kurang, mukosa mulut dan bibir
sedikit kering.
d. Turgor kurang.
e. Akral hangat.
2. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan):
a. Didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau
22

lebih tanda tambahan.


b. Keadaan umum lemah, letargi atau koma.
c. Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air
mata tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat
kering.
d. Turgor sangat kurang.
e. Akral dingin.
5. Diagnosis Kerja Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang
Diare akut dengan dehidrasi berat
6. Diagnosis Banding a. Appendicitis Acut ( ICD 10: K35.8)
b. Intususepsi ( ICD 10: K56.1)
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan tinja (tidak rutin), yang dinilai;
Penunjang a. Makroskopis: konsistensi, warna, lendir, darah, bau
b. Mikroskopis: lekosit, eritrosit, parasit, bakteri
c. Elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya gangguan
elektrolit.
2. Pemeriksaan darah perifer lengkap, jika curiga ada
infeksi.
Terapi Rehidrasi pada dehidrasi ringan-sedang
Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar 75ml/kgBB dalam
3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah
terjadi
Rehidrasi parenteral (intravena), jika anak muntah terus.
Jenis cairan: ringer laktat, KaEN3B, NaCl, berdasar
hitungan
+Berat badan 3-10 kg : 200ml/kgBB/hari
+Berat badan 10-15 kg : 175 ml/kgBB/hari
+Berat badan >15 kg: 135 ml/kgBB/hari
Rehidrasi pada dehidrasi berat ringer laktat atau ringer
asetat 100 ml/kgBB, dengan cara pemberian;
+ Umur < 12 bln : 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama,
dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 5 jam berikutnya
+ Umur > 12 bln : 30 ml/kgBB dalam ½ jam pertama,
dilanjutkan 70 ml/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya
+ Cairan peroral 5ml/kgBB selama proses rehidrasi, jika
tidak muntah dan mau minum.
Perkecualian :
A. Neonatus ( < 3 bulan )
D10%/0,18NaCl 30 ml/kg.BB 2 jam
D10%/0,18NaCl 70 ml/kg.BB 6 jam
B.Penyakit Penyerta (Broncopneumonia, Malnutrisi berat,
dsb)
23

HSD 30 ml/kg.BB 2 jam


HSD 70 ml/kg.BB 6 jam
C. Hipernatremia :
HSD 320 ml/kg.BB 48 jam
Setelah melewati resusitasi cepat (1-2 jam) diberikan
cairan HSD secara lambat.
Defisit (70 ml) + rumatan (100 ml) + 2 hari ongoing losses
: ± 320 mi/kg dalam waktu 48 jam (2-3 tetes/kg/menit).
Jika ada gangguan elektrolit, koreksi
Seng diberikan selama 10-14 hari
Umur < 6 bulan : 10 mg per hari
Umur > 6 bulan : 20 mg per hari
Antibiotika diberikan jika ada indikasi.
Desentri basiler: lini pertama kotrimoksasol, lini kedua
amoksisilin, lini ketiga sefiksim.
Antiparasit: metronidazol 50mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis,
untuk amuba vegetatif.
Nutrisi: ASI dan makanan dengan menu sesuai umur tetap
diberikan secara sedikit-sedikit tetapi sering, dan rendah
serat, jika ada buah pisang tetap diberikan (tidak boleh
dipuasakan).
8. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit dan komplikasi
2. Penjelasan rencana perawatan
3. Penjelasan pencegahan dan penularan
9. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam, tergantung
derajat dehidrasi dan komplikasi.
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam, tergantung
derajat dehidrasi dan komplikasi.
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam, tergantung
derajat dehidrasi dan komplikasi.
10. Tingkat Evidens IV
11. Tingkat C
Rekomendasi
12. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
13. Indikator Medis 80% pasien diare akut yang dirawat sembuh dalam 5 hari.
14. Kepustakaan 1. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia
2. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 2004
24

3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu


Kesehatan Anak RSU DR. Soetomo Surabaya 2008.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI
JAWA TIMUR
2019 – 2022

EPILEPSI (ICD 10: G40.9)


1. Pengertian Kejang berulang tanpa provokasi yang berasal dari medial
(Definisi) atau lateral lobus temporalis, biasanya berupa kejang
parsial sederhana tanpa gangguan kesadaran, dengan atau
tanpa aura, dan dapat berupa kejang parsial kompleks
dengan gangguan kesadaran. (ILAE-1985)
Bangkitan epilepsi: manifestasi klinis lepasnya muatan
listrik yang berlebihan dan bersamaan di sel neuron
susunan saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh karena
adanya gangguan fisiologis, biokimia, anatomis atau
gabungan faktor tersebut.
2. Anamnesis Aura dijumpai pada 80% penderita epilepsi lobus
temporalis. Aura yang timbul dapat berupa gejala
penciuman, ilusi, halusinasi penglihatan dan halusinasi
pendengaran. Kadang ditemukan adanya distorsi menilai
ukuran benda dan jarak penderita dengan obyek.
Pnenomena psikis yang dapat timbul adalah dejavu,
depersonalisasi dan derealisasi. Juga dapat disertai
dengan perasaan cemas dan takut.
3. Pemeriksaan Fisik Penderita menjadi diam
Mata melebar, pupil dilatasi
Otomatisasi gerak bibir, gerakan mengecap, mengunyah
atau menelan berulang
Postur distonik unilateral tungkai
4. Kriteria Diagnosis 1. Kejang: Berupa gangguan kesadaran, tingkah laku,
25

emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom.


2. Secara konvensional, penegakan diagnosis epilepsi
memerlukan adanya dua kejang tanpa provokasi
5. Diagnosis Kerja Epilepsi (ICD 10: G40.9)
6. Diagnosis Banding 1. Epilepsi lobus frontalis (ICD 10: G40.9)
2. Narkolepsi ( ICD 10: G47.4)
7. Pemeriksaan
Dirujuk
Penunjang
8. Terapi 1. Carbamazepine dosis awal 5 mg/KgBB/hari PO,
kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 15-20
mg/KgBB/hari PO, atau Phenytoin dosis awal 5-7
mg/KgBB/hari PO, kemudian dilanjutkan dengan dosis
rumatan 5-7 mg/KgBB/hari PO
2. Asam valproat. Dosis inisial 15-20 mg/kgBB/hari dalam
2-4 dosis (masa paruh 6-15 jam) untuk mencapai kadar
terapeutik (40-150 µg/ml) dalam 1-4 hari dan disusul
dengan dosis rumatan 30-60 mg/kgBB/hari (tanpa
loading dose)
9. Edukasi 1. Penanganan awal saat terjadi epilepsi: tidak panik,
bebaskan jalan nafas, pemberian obat epilepsi
2. Pentingnya pengobatan secara teratur disertai kontrol
dengan baik
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam / malam
Ad sanationam : dubia ad bonam / malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam / malam
11. Tingkat Evidens
I / II / III / IV

12. Tingkat
A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Agustien Ratnawati, SpA
2. dr. Mochamad Chabibi, SpA
3. dr. Sri Sumei, SpA
4. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis
26

15. Kepustakaan 1. Hardiono D. Pusponegoro, Taslim S. Soetomenggolo,


Sofyan Ismael. Sindrom epilepsi pada bayi dan anak,
dalam buku Ajar Neurologi Anak. IDAI 1999
2. Acharya V, Acharya J, Luders H, Olfactory epilepsy aura.
Neurology 1998 Jul; 51 (1) : 56-61.
3. Foldvary N, Nashold B, Mascha E, Seizures outcome after
temporal lobectomy for temporal lobe epilepsy : A Kaplan-
Meier survival analysis. Neurology 2000 Feb. 8; 54 (3) :
630-4.
4. Gollham R, Kane K, Bryant-Comstock L. : A double-blind
comparison of lamotrigine and carbamazepine in newly
diagnosed epilepsy with health-related quality of life as an
outcome measure. Seizures 2000 Sept.; 9 (6) : 375-9.
5. Harvey AS, Berkovic SF, Wrennall JA : Temporal lobe
epilepsy in childhood, clinical EEG and neuroimaging
findings and syndrome classification in a cohort with new
onset seizures. Neurology 1997 Oct; 49 (4) : 960-8.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

GAWAT NAPAS (ICD 10: J96.9)


1. Pengertian Suatu kondisi yang merupakan cerminan dari kekurangan
(Definisi) oksigenasi akibat gangguan pada jalan nafas, paru, otot
nafas, yang selanjutnya menyebabkan gangguan
oksigenasi dan gangguan pengeluaran karbondioksida
(ventilasi) dan akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia
dan asidosis respiratorik
2. Anamnesis 1. Demam
2. Batuk, pilek
3. Riwayat alergi
27

4. Sesak nafas
3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : agitasi atau penurunan kesadaran
Gambaran klinis :
a. Peningkatan work of breathing (nafas cuping hidung,
retraksi suprasternal, interkostal, supraclavicular dan
epigastrik, takipneu, pernafasan paradoks)
b. Dalam keadaan lanjut bradipneu
c. Sianosis
d. Diaphoresis, takikardia, hipertensi, dan gejala lain
akibat peningkatan sekresi katekolamin
28

4. Kriteria Diagnosis
Acceptab Gawat Gagal
le range Nafas Nafas
Mechanic -RR 12-15 25-35 >35
of (X/menit) 70-30 30-15 <15
Breathin -Kapasitas 100-50 50-25 <25
g Vital (ml/Kg)
-Inspiratory
force (cm
H2O)
Oksigena -AaDO2 50-200 200-350 >350
si (mmHg)* 100-75 200-70 <70
-PaO2 (room (On (On mask
(mmHg) air) mask O2)
O2)
Ventilasi -VD/VT 0,3-0,4 0,4-0,6 >0,6
-PaCO2 35-45 45-60 >60^
(mmHg)
Terapi - -
Fisiotera Intubatio
pi n-
dada tracheoto
- my
Oksigena ventilatio
si n
-Close
monitori
ng
Kriteria Gagal nafas menurut Ponttopidan
Kriteria Gagal Nafas menurut Shapiro (Rule of Fifty)
Tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) < 50 mmHg dan,
- Tekanan parsial CO2 arteri (PaCO2) > 50 mmHg.
Kriteri Gagal Nafas menurut Petty
- Acute Respiratory failure:
29

PaO2 < 50, tanpa atau disertai kenaikan PaCO2


- Acute Ventilatory Failure:
PaCO2 > 50 mmHg
5. Diagnosis Kerja Gagal Napas (ICD 10: J96.9)
6. Diagnosis
Banding -

7. Pemeriksaan a. Darah lengkap, hapusan darah


Penunjang b. Kultur darah, urine, feces, LCS
c. SGOT, SGPT,
d. Albumin
e. Ureum, Creatinin,
f. Serum elektrolit: Na, K, Cl, Ca serum.
g. Gula darah acak
h. Faal hemostasis
i. Analisa Gas Darah arteri dan vena
j. Golongan darah
k. T3, T4, TSH
l. Foto torak
m.EKG
n. Echocardiografi
o. Ultrasonografi
8. Terapi 1. Atasi hipoksemia : terapi oksigen
2. Atasi hiperkarbia : perbaiki ventilasi, perbaiki jalan
nafas, bantuan ventilasi : face mask, ambu bag,
ventilasi mekanik
3. Fisioterapi dada
9. Edukasi 1. Penjelasan tentang penyakit yang diderita oleh pasien
pada keluarga
2. Penjelasan tentang tatalaksana pasien pada keluarga
3. Penjelasan prognosis penyakit pada keluarga
4. Penjelasan tentang komplikasi penyakit pada pasien
dan keluarga
30

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad malam


Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam

11. Tingkat Evidens I / II / III / IV


12. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, SpA
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 1. Klinis:
a. Kesadaran membaik
b. Frekuensi nafas normal
c. Retraksi dinding dada berkurang
d. Saturasi oksigen (SpO2) 92-100%
e. Delivery oxygen index (DO2I) >750 mL/mnt/m²
2. Laboratoris:
a. Saturasi vena sentral (vena cava superior) >70%
15. Kepustakaan 1. Chiumello D, Barbas CSV, pellosi P. Pathophysiology of
ARDS. Respiratory system and Artificial Ventilation.
Springer-verlag 2008.101-14
2. Ventre KM, Arnold JH. Acute lung injury and acute
respiratory distress syndrome. Rogers’ textbook of
pediatric intensive care. Edisi ke-4. Philadelphia;
lppincot Williams and wilkins 2008. 731-51
3. Vish M, Shanley TP. Acute lung injury and acute
respiratory distress syndrome. The respiratory tract in
pediatric critical illness and injury. Springer-verlag
2009.169-83
4. Shapiro BA and Peruzzi WT.1994. Physiology of
respiration. In Shapiro BA and Peruzzi WT (Ed) Clinical
Applicattion of Blood Gases Mosby Baltimore.p 13-24
31

5. Wijoatmodjo, K. 2000. Gawat Nafas akut: Modul Dasar


anestesiologi dan Reanimasi, DIKTI,DEPNAS, 2000, hal
26-34

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI - BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

HIPOGLIKEMI NEONATAL KODE ICD 10 : P70.4


1. Pengertian a. Bayi dengan kadar glukosa darah < 45 mg/dL (2,6
(Definisi) mmol/L).
b. Dapat memberikan gejala atau tidak
(symptomatis/asymptomatis)
c. Sangat berbahaya terutama jika kadar glukosa darah <
25 mg/Dl

2. Anamnesis 1. Riwayat ibu penderita diabetes.


2. Bayi dengan Berat Badan Lahir besar/BMK (BBL >
3800g)
3. Bayi dengan kelainan kongenital berat, defisiensi
endokrin.
4. Riwayat ibu mendapat terapi tokolitik seperti;
terbutalin, klorpropamid, thiazid (diuretik).
5. Bayi prematur, IUGR (KMK), asupan kalori
kurang/muntah, sulit/gangguan minum, penundaan
pemberian minum/susu.
6. Bayi dengan sepsis, syok, asfiksia, hipotermi,
respiratory distress, pasca resusitasi.

3. Pemeriksaan Fisik 1. Berat Lahir > 3800 gram


2. Beberapa saat setelah lahir menunjukkan gejala lemas
atau letargi, apatis, kejang, atau gangguan nafas.
32

3. Tremor, jitteriness (gerakan tidak beraturan),


iritabilitas.
4. Menangis melengking (high pitched cry)
5. Sianosis, apnea.
6. Dijumpai kelainan kongenital seperti sex disorders
(jenis kelamin tidak jelas).

4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesa: salah satu kriteria harus terpenuhi.


2. Pemeriksaan Fisik: meliputi salah satu dari kriteria di
atas
5. Diagnosis Kerja Hipoglikemi Neonatal

6. Diagnosis Banding 1. Sepsis kode icd 10 : P36.8


2. Aspixia kode icd 10 : P21.1
3. Insufiensi adrenal kode icd 10 : P54.4
7. Pemeriksaan a. Secepatnya dengan glucose stick (hasilnya 15% lebih
Penunjang rendah dari kadar dalam plasma), atau darah vena
dikirim ke laboratorium.
b. Bayi dengan resiko (ibu DM, BMK); GDA 1-2 jam
setelah lahir, kemudian 6 jam, kemudian setiap 12 jam
sampai umur 48 jam.
c. Kadar serum elektrolit jika diperlukan.
d. Jika ditemukan hipoglikemi refrakter atau berat atau
jika telah diinfus glukosa > 1 minggu tidak membaik 
RUJUK
8. Terapi 1. Periksa kadar glukosa darah dalam usia 1 – 2 jam
untuk bayi yang mempunyai faktor resiko
hipoglikemi, dan pemberian minum diberikan setiap 2
– 3 jam.
2. Pemberian ASI segera kalau perlu dikombinasi susu
formula.
3. Jika Hipoglikemia Symptomatis ; terapi darurat bolus
dextrose 10% 2cc/kgBB diberikan iv selama 5 menit
dan diulang sesuai keperluan.
4. Terapi lanjutan atau jika hipoglikemi asymtomatis
33

dengan pemeriksaan GDA 36 - <47mg/dL, hitung


Glucose Infusion Rate (GIR), yaitu
Kec cairan(ml/kg/hr)Xkonstr Dextr(%)
GIR (mg/kg/men) = ------------------------------------
6 X BB
5. Berikan 6-8mg/kgBB/menit untuk mencapai gula
darah maksimal. Dapat dinaikkan 2mg/kgBB/menit
sampai maksimal 10-12mg/kgBB/menit.
6. Jika dibutuhkan >12mg/kgBB/menit,
dipertimbangkan diberikan kortikosteroid dan
direncanakan diRUJUK
7. Jika 2 kali berturut-turut GDA>47mg/dL setelah 24
jam infus glukosa, diturunkan bertahap 2
mg/kgBB/menit setiap 6 jam
8. Periksa GDA setiap 6 jam, dan minum ditingkatkan.

9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit dan komplikasi


2. Penjelasan rencana perawatan

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam tergantung komplika


-si yang terjadi, dan etiologi hipoglikemi
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam tergantung
komplika -si yang terjadi, dan etiologi hipoglikemi
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam tergantung
komplika -si yang terjadi, dan etiologi hipoglikemi

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA

14. Indikator Medis 90% pasien hipoglikemi yang di rawat akan sembuh
dalam 3 – 7 hari, tergantung etiologi.
34

15. Kepustakaan 1. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak


Indonesia
2. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 2004
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU DR. Soetomo Surabaya 2008.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI - BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

INFEKSI SALURAN KEMIH ( ICD 10 : N39.0 )

1. Pengertian Infeksi saluran kemih adalah ditemukan mikroba


(Definisi) bermakna pada saluran air kemih dari sampel urin;
a. Suprapubik berapapun jumlah kuman
b. Kateterisasi uretra > 5X105
c. Porsi tengah > 105
2. Anamnesis 1. Gejala klinis tidak spesifik
2. Infeksi saluran kemih atas dengan gejala panas,
gangguan sistemik
3. Gejala infeksi saluran kemih berdasarkan umur
penderita adalah sebagai berikut;
a. 0-1bulan : Panas/hipotermi, gejala sistemik,
ikterus(sepsis)
b. 1bln-2th : Panas/hipotermi, gejala sistemik, nyeri
perut/ pinggang.
c. 2 – 6 th : Panas/hipotermi, gejala sistemik, tidak
dapat menahan kencing, polakisuria, disuria,
enuresis.
d. 6 – 18 th : Nyeri perut/pinggang, panas, tidak
dapat menahan kencing.
35

3. Pemeriksaan Fisik Tidak spesifik tergantung usia dan lokasi infeksi saluran
kemih :
a. Panas/hipotermia
b. Nyeri ketok pinggang
4. Kriteria Diagnosis 1. Gejala klinis sesuai usia penderita
2. Biakan air kemih merupakan baku emas
3. Pemeriksaan air kemih ada kuman (gram), piuri, torak,
lekosit
4. USG ginjal bila diperlukan
5. Diagnosis Kerja Infeksi Saluran Kemih ( ICD 10: N39.0 )
6. Diagnosis Banding Penyakit dengan panas yang tidak diketahui sebabnya
( ICD 10: R50.9 )
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan air kemih
Penunjang 2. Biakan air kemih
3. USG ginjal pada kasus ISK atas, komplek, atipik.
8. Terapi Supportif Pemberian nutrisi adekwat, kebersihan urogenital,
mencegah konstipasi. Medikamentosa
Pemberian antibiotik intravena
1. Neonatus: amikasin 15mg/kg sekali sehari dan ampisilin
100mg/ kg/hari, diberikan 3 kali sehari.
2. Sefotaksim 100-150 mg/kg/hari
3. Amikasin 15 mg/kg/hari

Kriteria Rujukan:
1. ISK kompleks
2. Ada tanda-tanda resistensi terhadap antibiotika yang ada.
3. Adanya panas yang berkepanjangan (>10 hari).
4. Adanya kelainan anatomi organ urinary tract.
9. Edukasi 1. Berobat secara teratur
2. Menjaga kebersihan daerah genetalia
3. Pemakaian popok atau pempers harus diganti setiap
buang air kemih atau buang air besar
4. Buang air besar secara teratur

10. Prognosis Infeksi saluran kemih sederhana


36

Ad vitam : dubia ad bonam.


Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam.
Infeksi saluran kemih kompleks
Ad vitam : dubia ad malam.
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fumgsionam : dubia ad malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 80% pasien akan sembuh dalam waktu 15 hari
15. Kepustakaan 1. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 2004
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU DR. Soetomo Surabaya 2008.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI - BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

KEJANG DEMAM (ICD 10: R56.0)

1. Pengertian Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh


(Definisi) (suhu rektal di atas 38 ⁰C) tanpa adanya infeksi susunan
saraf pusat, gangguan elektrolit, atau metabolik lain.
2. Anamnesis 1. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, dan lama
kejang.
37

2. Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam,


interval, keadaan anak pasca kejang.
3. Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan
epilepsi dalam keluarga.
4. Singkirkan penyebab kejang yang lain (gangguan
elektrolit, hipoksemia, hipoglikemia).
3. Pemeriksaan Fisik 1. Suhu tubuh: panas/demam
2. Kesadaran: penurunan kesadaran
3. Tanda rangsangan meningeal: Kaku kuduk, Bruzinki I
dan II, Kernique, Laseque.
4. Pemeriksaan nervus kranial,
5. Tanda peningkatan tekanan intra kranial, Ubun-ubun
besar (UUB) membonjol, papil edema.
6. Tanda infeksi diluar SSP: ISPA, OMA, ISK.
7. Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, refleks
fisiologis, refleks patologis.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesa: semua anamnesa di atas.
2. Pemeriksaan Fisik: semua pemeriksaan fisik di atas.
5. Diagnosis Kerja 1.Kejang demam sederhana
2.Kejang demam kompleks
6. Diagnosis Banding 1. Meningitis. ( ICD 10: G03.9)
2. Ensefalitis. ( ICD 10: G04.9)
3. Abses otak. ( ICD 10: G06.0)
7. Pemeriksaan 1. Darah perifer lengkap, urinalisis, gula darah,
Penunjang elektrolit, dan biakan darah, urine atau faeces.
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal, jika yakin bukan
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal. Mengenai pungsi lumbal:
 umur < 12 bulan : sangat dianjurkan
 umur 12 – 18 bulan : dianjurkan
 umur >18 bulan : tidak rutin dilakukan.
3. EEG, dipertimbangkan jika kejang demam kompleks
pada anak umur > 6 tahun atau kejang demam fokal.
(Rujuk)
38

4. CT-Scan atau MRI kepala, hanya atas indikasi;


(Rujuk)
a.Kelainan neurologi fokal yang menetap
(hemiparesis) atau lesi struktural di otak
(mikrosefali, spastisitas)
b. Peningkatan tekanan intrakranial.

8. Terapi 1. Anti kejang


Diazepam oral 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau
diazepam rektal 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam saat suhu
tubuh > 38,5⁰C.
2. Antipiretik
a. Parasetamol 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak lebih 5 kali.
b. Ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari.
3. Pengobatan jangka panjang/rumatan, diberikan jika
terjadi salah satu :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah
kejang
c. Kejang fokal
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:
d. Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 Jam
e. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12
bulan
f. Kejang demam > 4 kali per tahun
g. Obat yang diberikan; fenobarbital 3-4
mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis, atau valproat 15-40
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis. Pengobatan
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, dihentikan
bertahap selama 1-2 bulan.
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit dan komplikasi
2. Penjelasan rencana perawatan
3. Penjelasan pencegahan dan penularan
39

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam tergantung lama


kejang, jenis kejang dan komplikasi yang terjadi.
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam tergantung lama
kejang, jenis kejang dan komplikasi yang terjadi.
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam tergantung lama
kejang, jenis kejang dan komplikasi yang terjadi.
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 80% pasien kejang demam yang dirawat sembuh dalam 7
hari
15. Kepustakaan 1. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia
2. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 2004
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU DR. Soetomo Surabaya 2008.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI - BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

NEONATUS ATERM
(LAHIR DI RSU KARENA IBU RESIKO TINGGI DAN RUJUKAN BIDAN)
BAYI BARU LAHIR CUKUP BULAN KODE ICD 10: P00.8

1. Pengertian a. Bayi lahir dengan masa gestasi cukup bulan: 37 – 40


(Definisi) minggu.
b. Berat lahir 2500-4000 gram
40

2. Anamnesis 1. Riwayat perawatan antenatal yang teratur.


2. Riwayat HPHT (hari pertama haid terakhir).
3. Riwayat kehamilan ibu baik: DM,
preeklamsia/eklamsia, hipertensi, perdarahan ante
partum.
4. Riwayat persalinan normal/tindakan

3. Pemeriksaan Fisik 1. Berat Lahir: 2500-4000 gram


2. Tidak dijumpai tanda-tanda prematuritas.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesa: kriteria masa gestasi harus terpenuhi
2. Pemeriksaan Fisik: gerak tangis aktif dan kuat.
Ditemukan tanda-tanda bayi cukup bulan.
5. Diagnosis Kerja Neonatus Aterm (bayi baru lahir cukupbulan/BBLCB)

6. Diagnosis Tidak ada.


Banding
7. Pemeriksaan Tidak diperlukan, kecuali dalam keadaan ragu dan atau
Penunjang untuk menghitung masa gestasi, maka dapat dilakukan
pemeriksaan Skor Ballard atau Dubowitz.

8. Terapi 1. Perawatan neonatal esensial pasca persalinan yang


bersih dan aman, serta inisiasi pernafasan spontan
(resusitasi).
2. Melakukan inisiasi menyusu dini (IMD), jika
memungkinan
3. Vitamin K1 (phytomenadion) 1 mg intramuskular.
4. Perawatan mata dengan memberikan tetes mata
antibiotika tetrasiklin atau kloramfenikol.
5. Perawatan tali pusat, dengan menjaga kebersihan dan
menjaga agar tali pusat kering tidak lembab.
6. Memandikan bayi minimal 6 jam setelah kelahiran.
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit dan komplikasi
2. Penjelasan rencana perawatan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
41

Ad fungsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 90% pasien neonatus aterm dengan ibu resiko yang di
rawat akan sembuh dalam 4 hari.
15. Kepustakaan 1. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia
2. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 2004
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU DR. Soetomo Surabaya 2008.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022
PNEUMONIA (ICD 10: J18.9)
1. Pengertian Infeksi akut pada parenkim paru pada penderita yang
(Definisi) mendapat infeksi di masyarakat. CAP (Community Acquired
Pneumonia) sering terjadi dan dapat menyebabkan
keadaan yang serius dengan morbiditas yang besar.
2. Anamnesis 1. Demam
2. Batuk
3. Sesak
4. Nyeri dada
5. Pada bayi, gejala tidak khas dapat berupa kesulitan
minum (feeding difficulty) dan gelisah
6. Terkadang dapat disertai nyeri perut atau kekakuan
42

belakang leher
3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum :
Kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan,
kemampuan untuk makan atau minum, kemampuan
berbicara, dan apakah anak dapat ditenangkan. Tingkat
kesadaran dan adanya sianosis dapat dinilai pada
semua anak
Tanda Vital:
 Demam merupakan manifestasi yang sering pada
anak yang menderita pneumonia. Tetapi adanya
demam ini tidak spesifik, dan terdapat variasi. Bisa
saja anak yang menderita pneumonia tidak demam.
Dilain pihak dapat juga anak dengan demam tinggi (>
39oC) tanpa gejala respirasi, tetapi secara radiologis
tampak gambaran pneumonia.
 Takipnea merupakan tanda yang paling sensitif dan
spesifik. Laju nafas harus dihitung dalam 60 detik
penuh.
 Usia 0-2 bulan > 60 X / menit
 Usia 2-12 bulan > 50 X / menit
 Usia 1-5 tahun > 40 X / menit
 Usia > 5 tahun > 20 X / menit
Derajat Distres Nafas:
Meliputi takipnea, hipoksemia dan peningkatan work of
breathing (retraksi intercostals, subcostal dan supra
sterna, pernafasan cuping hidung, merintih dan
pemakaian otot-otot nafas tambahan). Anak dengan
hipoksemia bias saja tidak tampak sianosis. Saturasi
oksigen harus diukur pada anak dengan peningkatan work
of breathing.
Pemeriksaan Paru:
Crackles (ronkhi basah)
Gambaran yang sesuai dengan konsolidasi paru:
 Penurunan suara nafas
43

 Suara nafas bronkial egophony (E to A


change)
 Bronkofoni
 Whispered pectoriloquy
 Perkusi yang pekak
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menunjukkan
proses infeksi akut dengan gejala dan tanda distress
nafas
2. Atau temuan radiologis yang menunjukkan infiltrate
paru akut.
5. Diagnosis Kerja Pneumonia (ICD 10: J18.9)
6. Diagnosis Banding 1. Bronchiolitis ( ICD 10: J21.9 )
2. TB Paru anak ( ICD 10: A16 2 )
3. Aspirasi benda asing (Blm Spesisik)
4. Gagal jantung ( ICD 10: I50.9 )
7. Pemeriksaan 1. Foto Thorax PA atau AP
Penunjang 2. Pemeriksaan Darah perifer Lengkap (DL), BGA
3. Pulseoxymetri
4. Kultur Darah (pada pneumonia berat yang dicurigai
disebabkan bakteri)
5. Pemeriksaan sputum
8. Terapi 1. Terapi oksigen (pada penderita dengan saturasi O2<
94% pada udara ruangan; untuk mempertahankan
saturasi O2 > 94%)
2. Terapi cairan (larutan kristaloid) sesuai kebutuhan
anak
3. Antipiretik / analgetik berupa metampiron intravena
atau parasetamol oral bila intake per oral
memungkinkan
4. Antibiotik empiris diberikan segera sejak penderita
masuk rumah sakit, pilihan berdasarkan kelompok
usia dan beratnya penyakit
5. Nebulisasi dengan frekuensi tiap 2-4-6-8 jam
44

9. Edukasi Menjelaskan tentang penyebab penyakit, penyakit,


komplikasi yang dapat terjadi, rencana pengobatan kepada
keluarga pasien
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens
I / II / III / IV

12. Tingkat
A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 80% sembuh dalam waktu 15 hari
15. Kepustakaan 1. Omar A, Zainudin NM, Clinical Practical Guidelines on
Pneumonia and Respiraory Tract Infection.
2. UKK Respirologi. Buku Ajar Respirologi

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

CAMPAK (ICD 10: B05.0-B05.9)

1. Pengertian Penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak


(Definisi)
2. Anamnesis a. Demam tinggi terus menerus
b. Batuk pilek, nyeri telan, mata merah, fotofobia, diare
c. Nafsu makan menurun
d. Hari ke-4,5, timbul ruam kulit
45

3. Pemeriksaan Fisik a. Stadium prodromal


Demam, batuk, pilek, faring merah, nyeri telan,
stomatitis, konjungtivitis, bercak koplik (2-4 hari)
b. Stadium erupsi
Ruam makulopapular (5-6 hari)
c. Stadium konvalesens
Ruam menghilang, kehitaman, mengelupas (1-2
minggu)
4. Kriteria Diagnosis a. Demam tinggi
b. Bercak koplik
c. Batuk pilek, konjungtivitis
d. Ruam makulopapular
5. Diagnosis Kerja Campak (ICD 10: B05.0-B05.9)
6. Diagnosis Banding a. Atipikal measles ( ICD 10: B05.9 )
b. Rubella ( ICD 10: B06.9 )
c. Demam skarlatina ( ICD 10: R50.9 )
d. Ruam karena obat ( ICD 10: L23.9 )
e. Eksantema subitum ( ICD 10: B08.2 )
f. Infeksi stafilokokus ( ICD 10: A49.0 )
7. Pemeriksaan a. Darah tepi
Penunjang b. Komplikasi : analisis LCS, elektrolit, BGA, FL, rontgen
thorak
8. Terapi a. Cairan cukup
b. Suplemen nutrisi
c. Antibiotic utk infeksi sekunder
d. Antikonvulsi bila kejang
e. Vitamin A 100.000 IU
f. Tirah baring
9. Edukasi a. Isolasi pasien
b. Pengenalan tanda bahaya komplikasi (sesak, kejang,
penurunan kesadaran, dehidrasi)
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
46

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis Lama perawatan campak tanpa komplikasi 5-7 hari, bila
terjadi komplikasi maka pasien masuk dalam clinical
pathway sesuai komplikasi
15. Kepustakaan 1. Pedoman pelayanan Medis IDAI jilid 1. 2010
2. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, IDAI, 2008

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

DEMAM DENGUE (ICD 10: A90)

1. Pengertian Demam dengue adalah suatu penyakit demam akut yang


(Definisi) disebabkan oleh virus genus Flavivirus, family Flaviviridae
yang mempunyai 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3
dan DEN 4 melalui perantara nyamuk aedes aegypti atau
Aedes albopticus. Den-3 merupakan serotype dominan dan
berhubungan dengan kasus yang berat.
2. Anamnesis a. Demam
b. Lesu, anoreksia, mual, muntah
c. Nyeri kepala, nyeri otot, nyeri perut
d. Kadang diare
e. Perdarahan paling sering yaitu perdarahan kulit dan
mimisan
47

3. Pemeriksaan Fisik a. Demam (mendadak tinggi)


b. Facial Flush
c. Muntah, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri
tenggorok dengan faring hiperemis
d. Nyeri lengkung iga kanan
e. Pembesaran dan kelainan fungsi hati pada DBD
f. Ascites dan efusi pleura pada DBD
g. Uji bendung positif, petekie, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan melena
h. Syok pada DBD
4. Kriteria Diagnosis Minimal 2 atau lebih dari gejala berikut :
a. Demam mendadak tinggi 2-7 hari
b. Anoreksia, malaise, muntah
c. Cefalgia, mialgia, nyeri perut
d. Perdarahan kulit, epistaksis, hematemesis dan melena
e. Hepatomegali
f. Ascites dan efusi pleura
g. Trombositopenia (100.000/L atau kurang)
h. Hemokonsentrasi , meningkat 20% (menurut standart
umur dan jenis kelamin)
5. Diagnosis Kerja Demam Dengue (ICD 10: A90)
6. Diagnosis Banding a. Exantema subitum ( ICD 10: B08.2 )
b. German measles ( ICD 10: B06.9 )
c. Chikungunya ( ICD 10: A92.0 )
d. Demam berdarah dengue grade I dan II
( ICD 10 : A91 )
7. Pemeriksaan Darah lengkap termasuk hitung jenis
Penunjang

8. Terapi a. Antipiretik : parasetamol 10 mg/kgBB/kali, 4- 6 x/hari


b. Kebutuhan cairan harus dipenuhi (sesuai usia dan BB
berikut insensible water loss)
9. Edukasi Mengenal tanda-tanda bahaya yaitu nyeri abdomen,
anoreksia, malaise, muntah, epistaksis, akral dingin
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
48

Ad sanationam : dubia ad bonam


Ad fumgsionam : dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi

13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.


b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 80% pasien dirawat selama 3-5 hari bila tanpa komplikasi;
bila terjadi kasus Demam Dengue dengan manifestasi tidak
lazim atau berkembang menjadi DBD (dengan atau tanpa
komplikasi) maka lama perawatan dapat 7- 10 hari
15. Kepustakaan Pedoman pelayanan Medis IDAI jilid 1. 2010

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

DEMAM TIFOID (ICD 10 : A01.0)

1. Pengertian Penyakit endemis di Indonesia yang disebabkan oleh


(Definisi) infeksi Salmonella thyphi
2. Anamnesis a. Demam remitten lebih dari 1 minggu
b. Delirium, malaise, nyeri kepala, nyeri perut, diare,
konstipasi, muntah, kembung
c. Berat: penurunan kesadaran, kejang, ikterus
3. Pemeriksaan Fisik 1. Kesadaran menurun, delirium
2. Lidah tifoid
49

3. Meteorismus
4. Hepatomegali
5. Ronki

4. Kriteria Diagnosis a. Demam berkepanjangan


b. Gangguan fungsi usus
c. Keluhan SSP
5. Diagnosis Kerja Demam tifoid (ICD 10: A01.0)
6. Diagnosis Banding a. Influenza ( ICD 10: J11 )
b. Bronchitis ( ICD 10: J20.9 )
c. Bronchopneumonia ( ICD 10: J18.0 )
d. Gastroenteritis ( ICD 10: A09.9 )
e. TB ( ICD 10: A16.2 )
f. Malaria ( ICD 10: B54 )
g. Sepsis ( ICD 10: A41.9 )
h. ISK ( ICD 10: N39.0 )
i. Keganasan (leukemia, limfoma)
( ICD 10: C95.9 )
7. Pemeriksaan a. Darah tepi
Penunjang b. Widal
8. Terapi a. Kloramfenikol 50-100 mg/kg/hari dibagi 4 selama 10-
14 hari
b. Komplikasi: Ceftriakson 80- 100 mg/kgBB 1 sehari IV
selama 5-10 hari, golongan quinolon intravena
c. Kortikosteroid metode Hoffmann pada gangguan
kesadaran
d. Bedah bila ada perforasi usus
e. Tirah baring
f. Kebutuhan kalori dan cairan dipenuhi
9. Edukasi a. Komplikasi
b. Imunisasi
c. Hygiene
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
50

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis Lama perawatan demam tifoid klasik 5 – 10 hari, bila ada
komplikasi maka pasien dirawat menurut clinical pathway
komplikasi
15. Kepustakaan Pedoman pelayanan Medis IDAI jilid 1. 2010

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

DIFTERI (ICD 10: A36.0-A36.9)

1. Pengertian Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat


(Definisi) menular disebabkan oleh Corynebacterium diphtheria
dengan tanda pembentukan pseudo-membran pada kulit
dan atau mukosa
2. Anamnesis a. Demam
b. Pilek (serosa sampai mukopurulen)
c. Membran putih pada mukosa (hidung,tonsil, faring)
d. Anoreksia
e. Malaise
f. Sakit menelan
g. Pembengkakan jaringan lunak leher (bullneck)
h. Dapat terjadi suara parau atau batuk kering (stridor)
i. Dapat terjadi tukak pada kulit dan kemerahan pada
51

konjungtiva
j. Riwayat imunisasi difteri tidak lengkap
k. Pada difteri dengan komplikasi: sesak, biru, tidak sadar,
nafas ngorok, lemas, tidak BAK, BAK berdarah
3. Pemeriksaan Fisik a. Demam (sampai dengan 38,9oC)
b. Membran putih pada mukosa (hidung, tonsil, faring)
c. Pembengkakan jaringan lunak leher (bullneck)
d. Dapat terjadi stridor (croup)
e. Dapat terjadi gejala radang pada konjungtiva
(konjungtivitis)
f. Dapat terjadi radang telinga (otitis eksterna) dengan
sekret purulen dan berbau
g. Difteri dengan komplikasi: stridor berat, retraksi dada
(suprasternal, intercostal, subcostal), cyanosis, gagal
jantung, takikardia berat, bradikardia berat, syok,
hematuria
4. Kriteria Diagnosis a. Segera ditegakkan berdasar kriteria klinis (anamnesis
dan pemeriksaan fisik)
b. Swab Tenggorokan dan Hidung (90.
c. EKG (89.52)
d. Foto Thorax (87.49)
5. Diagnosis Kerja Difteria (Hidung,Tonsil-faring, Laring, Kulit, Vulvovaginal,
Telinga)
Dengan atau tanpa komplikasi
Komplikasi difteri: miokarditis, nefritis, neuritis, gagal
nafas, syok
6. Diagnosis Banding a. Common cold (rhinorrhea) ( ICD 10: J00 )
b. Radang tonsil akut (tonsillitis akuta) ( ICD 10: J03.9 )
c. Infectious croup ( ICD 10: B99 )
d. Impetigo ( ICD 10: L01.0 )
7. Pemeriksaan a. Pemeriksaan swab tenggorok dilakukan minimal 3 kali
Penunjang (hari pertama dirawat, hari ke 7 pengobatan, hari ke 14
pengobatan)
b. Bila pada hari ke 14 pengobatan masih didapatkan
kuman C. dipththeriae maka dilakukan swab ulang pada
52

hari ke 21
8. Terapi a. Umum :
i. Pasien diisolasi selama 2-3 minggu sampai hapusan
tenggorok negatif 2 kali berturut-turut
ii. Pemberian cairan dan diit yang adekuat
iii. Khusus pada penderita difteri laring, dapat
menggunakan humidifier
b. Khusus :
i. Anti diphtheria serum (ADS)
ii. Antibiotik :
Penisilin Prokain 50.000-100.000 IU/KgBB/hari
selama 10 hari.
Eritromisin 50 – 100 mg/kgBB/hari selama 10 hari
(intravena bila difteri berat dan alergi gol penisilin)
Dilanjutkan dengan eritromisin 40 mg/kgBB/hari
peroral sampai dengan swab tenggorok dan kultur
negatif
Bila terjadi resistensi maka diberikan antibiotika
sesuai dengan hasil uji kepekaan antibiotika
terhadap kuman
iii. Kortikosteroid : Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2
minggu (kemudian dosis diturunkan bertahap)
dapat diberikan pada kasus :
 obstruksi saluran nafas bagian atas (bullneck)
 bila terdapat penyulit myokarditis dll
Ventilator mekanik pada kasus gagal nafas
Imunisasi DT atau DPT atau DTaP atau dT (sesuai
dengan usia).
c. Pengobatan dan imunisasi kontak dan karier
9. Edukasi a. Mengenal tanda-tanda difteria
b. Memamahi pengobatan dan perawatan penyakit difteria
c. Memahami pengobatan pada penyulit, kontak, dan
karier
d. Memahami dan menjelaskan mengenai pencegahan
53

penyakit difteri
10. Prognosis Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fumgsionam : ad bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis a. Difteri tanpa komplikasi dirawat 10 – 14 hari
b. Difteri dengan komplikasi dirawat 14 – 21 hari
Catatan : pasien dapat datang pascainfeksi difteri dan
memerlukan rawat inap meskipun tidak memerlukan
ADS.
15. Kepustakaan Sumarmo, Herry Garna, Sri Rezeki, Hindra Irawan, Buku
ajar infeksi dan pediatri tropis, edisi dua, IDAI,2012

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

INFEKSI BAKTERIAL BERAT (SBI)


(ICD 10: B34.9),
SEPSIS (ICD 10: A41.9), DAN SYOK SEPTIK (ICD 10: R57.2)

1. Pengertian Infeksi bakterial berat (SBI/Serious bacterial infection) adalah


(Definisi) keadaan infeksi dengan atau tanpa fokus yang disebabkan
oleh bakteri atau diduga disebabkan oleh bakteri

Sepsis adalah keadaan ditemukannya gejala klinis terhadap


54

suatu penyakit infeksi yang berat disertai dengan


ditemukannya respon sistemik yang dapat berupa hipotermia,
hipertermia, takikadia, hiperventilasi, dan letargi

Syok septik adalah sindroma septik yang disertai dengan


hipotensi tetapi masih meberikan respons terhadap
pengobatan cairan dan farmakologik
2. Anamnesis a. Demam sebelumnya (pada umumnya > 7 hari)
b. Hipotermia
c. Hipertermia
d. Gangguan kesadaran (letargia)
e. Didahului penyakit lain
f. Nafsu makan dan aktivitas menurun
g. Kejang
h. Teraba dingin
3. Pemeriksaan Fisik a. Hipotermia
b. Hipertermia
c. Takikardia
d. Hiperventilasi, dispneu atau apneu
e. Letargia atau gelisah
f. Gangguan perfusi
g. Nadi lemah
h. Capillary refill time memanjang (>2 detik)
i. sianosis
j. Gangguan respiratologi dan atau kardiologi
k. Dapat disertai dengan disfungsi organ lain
4. Kriteria Diagnosis a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
c. Lab hematologi lekositosis atau lekopenia
d. Dugaan fokus infeksi
5. Diagnosis Kerja Infeksi Bakterial Berat (ICD 10: B34.9)
(selulitis, osteomielitis, gangren, meningoensefalitis,
mastoiditis, pnemoni, dll)
Sepsis (ICD 10: A41.9)
Syok Septik (ICD 10: R57.2)
6. Diagnosis Banding a. Sindroma Kawasaki ( ICD 10: M30.3 )
55

b. Syok anafilaksis ( ICD 10: T78.2 )


c. Penyakit Lyme ( ICD 10: A69.2 )
d. Rocky mountain spotted fever ( ICD 10: A77.0 )
7. Pemeriksaan a. Laboratoris: Darah lengkap, Urinalisis, analisis gas darah,
Penunjang lain-lain bila diperukan (AST/ALT, Ureum/kreatinin,
Serum elektrolit, kadar gula darah)
b. Biakan darah, urine, feses
c. EKG
d. Radiologi (thorax, abdominal, mastoid, tulang belakang)
e. Tanda DIC (Disseminated Intravasular Coagulation);
f. Pungsi lumbal: analisis likuor
g. Uji kepekaan kuman terhadap antibiotika untuk masing-
masing specimen
h. EKG
i. Ekokardiografi
j. USG abdomen et thorax
k. Biakan dari specimen spesifik (luka, sputum, ujung ETT,
ujung kateter urin, ujung kateter vena, ujung alat-alat
invasif lain, swab protese bila ada)
l. Foto tulang dan sendi-sendi
8. Terapi a. Pengendalian infeksi :
i. Antibiotik inisial (broad spektrum (gram positif dan
atau negatif) ;
Ampisilin (200mg/kg/hr) + Gol. Aminoglikosida
(Garamicyn 5-7 mg/kg/hr atau Amikasin 15-20
mg/kg/hr atau netilmisin 5-6 mg/kg/hr)
Ampisilin + sefotaksim (100mg/kg/hr)
Metronidazole atau klindamisin (untuk infeksi bakteri
anaerob) + antibiotic gram negatif lain.
Cloxacilin 30 – 50 mg/kgbb/hari intravena 7-14 hari
ii. Antibotik sesuai hasil biakan dan uji kepekaan
iii. Switching antibiotika peroral menggunakan
amoksisilin, amoksisilin klavulanat, cefiksim,
cefadroksil, cloksasilin
b. Memperbaiki perfusi jaringan :
i. Resusitasi cairan
56

ii. Koreksi asam-basa


iii. Obat-obatan inotropik (ada syok) ; Dopamin,
Dobutamin, Epinefrin, Norepinefrin (diberi selama
kondisi syok ditemukan, diberi secara titrasi bertahap)
c. Mempertahankan fungsi respirasi
i. Pemberian oksigen
ii. Ventilator (bila diperlukan)
d. Renal support (Pemeriksaan, Ureum / kreatinin,
urinalisis, pemantauan balans cairan dan produksi urine)
e. Kortikosteroid (pada stadum dini sepsis)
Metilprednisolon 30 mg/kg/dosis (IV)
Deksametason 3 mg/kg/dosis (IV)
Imunoglobulin intravena
Transfusi komponen (TC, PRC, FFP)
6. Fisioterapi
9. Edukasi a. Mengenal tanda-tanda sepsis da syok septik
b. Memamahi pengobatan dan perawatan sepsis dan syok
septik
c. Memahami pemantauan atau observasi atas kondisi
sepsis dan syok septik (tanda-tanda perbaikan,
perburukan, efek samping obat)
d. Memahami dan menjelaskan mengenai penyulit daripada
sepsis dan syok septik
10. Prognosis Ad vitam : ad dubia
Ad sanationam : ad dubia
Ad fungsionam : ad dubia

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis Lama rawat inap tidak dapat ditentukan, minimal 14 hari
perawatan sampai dengan rehabilitasi
57

15. Kepustakaan Sumarmo, Herry Garna, Sri Rezeki, Hindra Irawan, Buku
ajar infeksi dan pediatri tropis, edisi dua, IDAI,2012

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI
JAWA TIMUR
2019 – 2022

DISENTRI BASILER (ICD 10: A03.9)

1. Pengertian Shigellosis merupakan penyakit infeksi saluran


(Definisi) pencernaan yang ditandai dengan diare cair akut
dan/atau disentri (tinja bercampur darah, lendir, dan
nanah), pada umumnya disertai demam, nyeri perut, dan
tenesmus.
2. Anamnesis a. Diare mendadak disertai darah dan lendir dalam tinja
b. Panas tinggi
c. Muntah-muntah
d. Kram di perut dan di anus saat BAB
e. Kejang
f. Sakit kepala
g. Letargi
h. Tidak mau makan
3. Pemeriksaan Fisik a. Tanda dehidrasi : kesadaran, mata cowong, rasa haus,
turgor kulit
b. Kekakuan abdomen pada palpasi
4. Kriteria Diagnosis Pada feses lengkap didapatkan lekosit dan adanya bakteri
5. Diagnosis Kerja Disentri Basiler (ICD 10: A03.9)

6. Diagnosis Banding Amoebiasis ( ICD 10: A06.9 )


7. Pemeriksaan a. Darah lengkap
Penunjang b. Feses lengkap
58

c. Urinalisa
d. Kultur feses
e. BNO atas indikasi.
8. Terapi a. Koreksi cairan dan elektrolit
b. Pemberian makanan dilanjutkan
c. Antibiotika (menurut anjuran WHO) :
 Kotrimoksazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan
sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2
dosis, selama 5 hari.
 Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
 Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
 Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau
IM
 Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4
dosis.
9. Edukasi Anjuran mencuci tangan setelah membersihkan tinja
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 80 % kasus sembuh dalam 7 hari

15. Kepustakaan a. Behrman, et al. Nelson Textbook of Pediatrics 17th


edition. UK : Saunders; 2004
b. Noerasid H, Suraatmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis
(Diare) Akut. Dalam: Suharyono, Boediarso A, Halimun
EM, penyunting. Gastroenterologi Anak Praktis. Edisi
ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1994. h.51.
59

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

GIZI BURUK MARASMUS (ICD 10: E41)


1. Pengertian Gizi Buruk Marasmus adalah Gangguan gizi yang
(Definisi) disebabkan oleh karena kekurangan kalori.
2. Anamnesis 1. Pola makan
2. Kualitas dan kuantitas makan
3. Riwayat penyakit
4. Sosial ekonomi
5. Diare
6. Muntah
7. Pucat
3. Pemeriksaan a. Pemeriksaan Fisik
Fisik 1. Sangat kurus
2. Muka seperti orang tua (Old Man Face)
3. Kulit keriput
4. Jaringan subkutan tidak ada/minimal
5. Perut cekung
6. Iga gambang
7. Baggy pant
b. Status antropometri (%BBI < 70 %, BB//PB < -3 SD
ataU < P5,LLA < -3 D atau < P5)
c. Skor Mc Laren 0-3
4. Kriteria 1. Anamnesa dan Klinis gizi buruk
Diagnosis 2. Status antropometri
3. Skor Mc Laren
5. Diagnosis Kerja Gizi Buruk Marasmus (ICD 10: E41)
60

6. Diagnosis -
Banding

7. Pemeriksaan 1. Darah Lengkap


Penunjang 2. Albumin
3. Gula darah
4. Ferritin.
5. Foto thorax
6. Mantoux tes
7. UL
8. SE
8. Terapi 1. Cegah dan atasi hipoglikemia
2. Cegah dan atasi hipotermi
3. Cegah dan atasi dehidrasi
Pada pasien dengan dehidrasi ringan sedang di berikan
Resomal 5ml/kgbb setiap 30 menit selama 2 jam,
kemudian diikuti pemberian F75 10ml/kgbb dan
resomal 10ml/kgbb selang-seling tiap jam sampai
dengan 10 jam
4. Koreksi gangguan elektrolit
5. Cegah dan atasi infeksi
Pemberian antibiotik spektrum luas seperti Ampicillin
atau amoxicillin
6. Koreksi defisiensi mikronutrien
 Pemberian Vitamin A: umur > 1 tahun: 200.000
SI/kali; umur 6-12 bulan: 100.000 SI/kali; umur 0-5
bulan: 50.000 SI/kali
 Minimal selama 2 minggu di berikan multivitamin,
folic acid 1 mg/hari (berikan 5 mg pada hari I), Zinc 2
mg/kgBB/hari, Copper 0.3 mg/kgBB/hari, Fe 3
mg/kgBB/hari setelah berat badan naik.
7. Mulai pemberian makanan
 Fase stabilisasi : Menggunakan F75 dengan porsi
kecil dan frekuensi sering dengantarget 100
kcal/kgbb/hari dan protein 1-1,5 gram/kgbb/hari
61

8. Fasilitasi tumbuh kejar


 Fase transisi : Menggunakan F100 dan makanan
padat dengan target 100-150 kkal/kgbb/hari dan
protein 2-3 gram/kgbb/hari
 Fase Rehabilitasi : Menggunakan F135 dan
makanan padat dengan target 150-200
kkal/kgbb/hari dan protein 4-6 gram/kgbb/hari.
9. Melakukan stimulasi sensoris danperbaikan mental
 Terapi bermain 15-30 menit/hari
 Aktivitas fisik segera mungkin jika kondisi cukup
baik
 Peran aktif orang tua jika memungkinkan
10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
 Mengajarkan cara pembuatan makanan selama di
rumah
 Memberikan penjelasan tentang terapi bermain bagi
anak selama di rumah
 Disarankan untuk membawa anak kontrol secara
teratur
 Memastikan boster imunisasi diberikan
 Memastikan vitamin A diberikan setiap 6 bulan.
9. Edukasi 1. Menjelaskan tentang Gizi Buruk Marasmus
2. Menjelaskan tentang penatalaksanaan selama di rumah
3. Menjelaskan bahwa penyakit ini bisa diobati
4. Menjelaskan bahwa keadaan ini membutuhkan
kesabaran dan membutuhkan perawatan yang lama
serta dukungan fisik dan moral dari seluruh anggota
keluarga
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam / malam
11. Tingkat Evidens I / II / III / IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
62

13. Penelaah Kritis 1. dr. Agustien Ratnawati, SpA


2. dr. Mochamad Chabibi, SpA
3. dr. Sri Sumei, SpA
4. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis Pasien Gizi Buruk Marasmus minimal membutuhkan
rawat inap 10 hari
15. Kepustakaan 1. WHO. 2003. Guidelines for inpatient treatment of
severely malnourished children.
2. Devaera, yoga. 2011. Defisiensi Mikronutrien Khusus.
Dalam: Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit
Metabolik Jilid 1. Jakarta

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

GLOMERULONEFRITIS AKUT PASKA STREPTOKOKUS


(ICD 10: N00.8)

1. Pengertian Glomerulonefritis akut paska-streptokokus (GNAPS) adalah


(Definisi) suatu proses radang non-supuratif yang mengenai
glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain.
2. Anamnesis a. Sembab periorbita pada pagi hari (75%)
b. Malaise, sakit kepala, muntah, panas dan anoreksia
c. Air kemih merah seperti air daging, oliguria, kadang-
kadang anuria
3. Pemeriksaan Fisik a. Asites (kadang-kadang)
b. Takikardia, takipnea, rales pada paru, dan cairan
dalam rongga pleura
c. Hipertensi (tekanan darah > 95 persentil menurut
umur) pada > 50% penderita
63

4. Kriteria Diagnosis a. Sembab preorbita pada pagi hari (75%)


b. Malaise, sakit kepala, muntah, panas dan anoreksia
c. Asites (kadang-kadang)
d. Takikardia, takipnea, rales pada paru, dan cairan
dalam rongga pleura
e. Hipertensi (tekanan darah > 95 persentil menurut
umur) pada > 50% penderita
f. Air kemih merah seperti air daging, oliguria, kadang-
kadang anuria
g. Pada pemeriksaan radiologik didapatkan tanda
bendungan pembuluh darah paru, cairan dalam rongga
pleura, dan kardiomegali
h. Pemeriksaan darah :
 ASTO > 100 Kesatuan Todd
 C3 < 50 mg/dl (Rujuk)
5. Diagnosis Kerja
Glomerulonefritis Akut Paska Streptokokus
(ICD 10: N00.8)
6. Diagnosis Banding Sindroma nefrotik ( ICD 10: N04.9 )
Nefritis Lupus ( ICD 10: M32.1+N08.5* )
Glomerulonefritis non streptokokus
(ICD 10: N05.9 )
HSP ( ICD 10: D69.0 )
7. Pemeriksaan a. Air kemih :
Penunjang  Proteinuria ringan (pemeriksaan urine rebus)
 Hematuria makroskopis/mikroskopis
 Torak granular, torak eritrosit
b. Darah
 BUN ,serum kreatinin
 ASTO
 EKG
 Ekokardiografi
 Foto thoraks
8. Terapi
Terapi Medikamentosa
64

Antibiotik bila didapatkan tanda-tanda infeksi


Golongan penisilin dapat diberikan untuk eradikasi
kuman, dengan amoksisilin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis
selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin,
diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3
dosis.
Ceftriaxone,Cefotaxime
Furosemid 1-2 mg/kg BB
Pemberian cairan sesuai fungsi ginjal
9. Edukasi a. Mengenal tanda-tanda GNAPS
b. Memberikan pemahaman tentang terapi yang harus
diberikan secara teratur & komplikasi yang dapat
terjadi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 80 % kasus sembuh dalam 15 hari
15. Kepustakaan 1. Noer MS . Glomerulonefritis, 2002. In Alatas H,
Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku Ajar
Nefrologi Anak. 2nd .Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 323-361.
2. Smith JM, Faizan MK, Eddy AA, 2003. The child with
acute nephritic syndrome. In Webb NJA, Postlethwaite
RJ ed, Clinical Paediatric Nephrology 3rd ED. Great
Britain : Oxford University Press, 197-225.
3. Noer MS, 2011. Glomerulonefritis Akut pasca
Streptokokus. In: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah
65

K, editors. Kompendium Nefrologi Anak, Jakarta : UKK


IDAI, pp 57-62

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI - BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

SEPSIS NEONATAL KODE ICD 10 : P36.8

1. Pengertian Merupakan sindrom klinis penyakit sistemik akibat infeksi


(Definisi) yang terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan
2. Anamnesis 1. Riwayat ibu mengalami infeksi intra uterin, demam
dengan kecurigaan infeksi berat atau ketuban pecah
dini
2. Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan,
lingkungan persalinan yang kurang higienis
3. Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat
lahir rendah
4. Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur
mekonium
5. Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat
memberat
6. Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk aktivitas
berkurang atau iritabel/rewel, muntah, perut
kembung, tidak sadar, kejang
3. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum
a. Suhu tubuh tidak normal/ tidak stabil (lebih sering
hipotermi)
b. Letargi atau lunglai, mengantuk atau aktivitas
berkurang
c. Malas minum setelah sebelumnya minum dengan
baik
66

d. Iritabel atau rewel


e. Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis

2. Gastrointestinal
a. Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali
b. Tanda mulai muncul sesudah hari keempat
3. Kulit
Perfusi kulit kurang ( CRT >3detik), sianosis, petekie,
ruam, sklerema, ikterik
4. Kardiopulmonal
Takipnu, distres respirasi (nafas cuing hidung,
merintih, retraksi) takikardi, hipotensi.
5. Neurologis
Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun
membonjol, kaku kuduk sesuai dengan meningitis.

4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesa: salah satu dari riwayat anamnesa di


atas
2. Pemeriksaan Fisik: gejala dari minimal 3 organ yang
terlibat
Dugaan Sepsis
1 kategori A dan 1 atau 2 kategori B
Kecurigaan besar Sepsis
-Bayi umur sampai dengan 3 hari: Ibu dengan infeksi
rahim, demam dengan kecurigaan infeksi berat, atau
ketuban pecah dini. Bayi mempunyai >2 kategori A, atau
>3 kategori B
Bayi umur lebih dari 3 hari: Bayi mempunyai >2 temuan
kategori A atau >3 temuan kategori A

5. Diagnosis Kerja Sepsis Neonatal

6. Diagnosis Banding
Sepsis Neonatal Kode Icd 10 : P36.8
67

7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan jumlah lekosit dan hitung jenis secara


Penunjang serial untuk menilai perubahan akibat infeksi, adanya
lekositosis atau lekopeni, neutropeni, peningkatan rasio
netrofil imatur/total > 0,2
2. Pengecatan Gram pada sampel darah, urin, dan cairan
serebrospinal serta uji kepekaan kuman
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal (dengan ijin orang
tua) ditemukan peningkatan lekosit terutama PMN,
jumlah lekosit >20/mL (umur < 7 hari) atau >10/mL
(umur > 7 hari), peningkatan kadar protein, penurunan
kadar glukosa, serta ditemukan kuman pada
pengecatan Gram.
4. Gangguan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi
5. Peningkatan kadar bilirubin
6. Foto toraks, jika ada distres pernafasan: pnemonia
(jika bayi transportable)
7. CT scan kepala: obstruksi aliran cairan serebrospinal,
infark atau abses (RUJUK)
8. USG kepala: ventrikulitis (RUJUK)
9. Pemeriksaan lain sesuai penyakit yang menyertai
8. Terapi 1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin
dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk
neonatus umur < 7 hari, untuk neonatus umur > 7
hari dibagi 3 dosis), dan Gentamisin (Amino glikosida)
dosis 5-8 mg/kg BB/per hari i.m/i.v single dosis (hati-
hati penggunaan gentamisin dan Aminoglikosida yang
lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan waktu
pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Jika gejala klinik memburuk dan atau hasil
laboratorium menyokong infeksi, maka diberikan
Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau
Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v
dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg BB/per hari i.v
i.m (atas indikasi khusus). Lama pemberian antibiotika
68

10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian


antibiotika minimal 21 hari.
3. Jika disertai meningitis, terapi antibiotik sesuai dosis
meningitis diberikan selama 14 hari untuk Gram
positif, dan 21 hari untuk kuman Gram negatif.
4. Respirasi : pemberian oksigen, pada kasus tertentu
perlu ventilator mekanik (RUJUK)
5. Kardiovaskuler: Pasang jalur iv, pada syok berikan
(NaCl fisiologis, darah, atau albumin) sebanyak 10
ml/kgBB dalam waktu setengah jam, dapat diulang 1-2
kali.
Jika diperlukan dapat diberikan inotropik: dopamin
atau dobutamin.
6. Hematologi: transfusi komponen darah jika diperlukan.
7. Tunjangan nutrisi adekuat
8. Manajemen khusus:
-Pengobatan terhadap tanda khusus, atau penyakit
penyerta serta komplikasi yang terjadi (mis. Kejang,
gangguan metabolik, hematologi, respirasi,
gastrointestinal, kardiorespirasi, hiperbilirubin).
9. Bedah: mis. Hidrosefalus, enterokolitis nekrotikan
(NEC)RUJUK
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit dan komplikasi
2. Penjelasan rencana perawatan
3. Penjelasan pencegahan dan penularan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam tergantung beratnya
penyakit dan komplikasi yang ditimbulkannya.
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam tergantung
beratnya penyakit dan komplikasi yang ditimbulkannya.
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam tergantung
beratnya penyakit dan komplikasi yang ditimbulkannya.

11. Tingkat Evidens IV


69

12. Tingkat C
Rekomendasi

13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.


b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 50% pasien sepsis neonatal yang dirawat sembuh dalam
14 hari
15. Kepustakaan 1. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia
2. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 2004
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU DR. Soetomo Surabaya 2008.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022
STATUS EPILEPTIKUS (ICD 10: G41.9)
1. Pengertian Bangkitan kejang yang berlangsung selama 30 menit atau
(Definisi) lebih, baik secara terus menerus atau berulang tanpa
disertai pulihnya kesadaran di antara kejang.
2. Anamnesis Lama kejang, sifat kejang (fokal, umum, tonik/klonik)
Tingkat kesadaran diantara kejang
Riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam
keluarga
Panas, trauma kepala
Riwayat persalinan, tumbuh kembang
Penyakit yang sedang diderita dan riwayat penyakit
dahulu
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan neurologi yang lengkap, yang meliputi:
a. Tingkat kesadaran
70

b. Pupil
c. Refleks fisiologis dan patologi
d. Ubun-ubun besar
e. Tanda-tanda perdarahan
f. Lateralisasi
4. Kriteria Diagnosis a. Kejang berlangsung terus-menerus atau berulang
selama 30 menit atau lebih
b. Tidak didapatkan pemulihan kesadaran
5. Diagnosis Kerja Status Epileptikus (ICD 10: G41.9)
6. Diagnosis Banding a. Reaksi konversi ( ICD 10: F44.9 )
b. Sinkop ( ICD 10: R55 )
7. Pemeriksaan a. Darah lengkap dan pemeriksaan darah tepi, diff count
Penunjang b. Serum elektrolit
c. Gula darah sewaktu
d. Faal Hemostasis
e. Pungsi lumbal
f. Bila dicurigai adanya meningitis bakterial: kultur
darah, kultur cairan LCS. Bila dicurigai adanya
ensefalitis: PCR terhadap virus herpes simpleks
8. Terapi Prinsip penatalaksanaan penderita dengan status
epileptikus adalah sebagai berikut :
1. Tindakan suportif.
Merupakan tindakan awal yang bertujuan
menstabilisasi penderita (harus tercapai dalam 10
menit pertama), yaitu ABC :
1. Airway : Bebaskan jalan nafas
2. Breathing : Pemberian pernafasan
buatan/bantuan nafas
3. Circulation: Pertahankan/perbaiki sirkulasi,
bila perlu pemberian infus atau transfusi jika
terjadi renjatan.
2. Hentikan kejang secepatnya*.
Dengan memberikan obat anti kejang, dengan
urutan pilihan sebagai berikut (harus tercapai
71

dalam 30 menit pertama) :


a. Pilihan I : Golongan Benzodiazepin
(Lorazepam, Diazepam)
b. Pilihan II : Phenytoin
c. Pilihan III : Phenobarbital
1. Pemberian obat anti kejang lanjutan*
2. Cari penyebab status epileptikus
3. Penatalaksanaan penyakit dasar
4. Mengatasi penyulit
5. Bila terjadi refrakter status epileptikus atasi
dengan* :
a. Midazolam, atau
b. Barbiturat (thiopental, phenobarbital,
pentobarbital) atau
c. Inhalasi dengan bahan isoflurane
6. Penggunaan ventilator dan pemantauan
hemodinamik bila didapatkan gagal nafas
9. Edukasi 1. Penjelasan tentang penyakit pasien pada keluarga
2. Pentingnya pengobatan secara teratur disertai kontrol
dengan baik
3. Kemungkinan komplikasi yang mungkin dapat terjadi:
a. Asidosis
b. Hipoglikemia
c. Hiperkarbia
d. Hipertensi pulmonal
e. Edema paru
f. Hipertermia
g. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
h. Gagal ginjal akut
i. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
j. Edema otak
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
72

11. Tingkat Evidens I / II / III / IV

12. Tingkat A/B/C


Rekomendasi
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, SpA
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 1. Kejang berhenti
2. Hemodinamik stabil sesuai dengan PPK hemodinamik
15. Kepustakaan 1. Irawan Mangunatmadja. Status epileptikus
konvulsivus pada anak, dalam Tatalaksana berbagai
keadaan gawat darurat pada anak. Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan LXIV. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 2013.
2. Young GM. Pediatrics, status epilepticus. eMedicine
Journal, March 7, 2002.
http://www.emedicine.com/emerg/topic404.htm
3. de Menezes MS. Status epilepticus. eMedicine jounal
July 23, 2002.
http://www.emedicine.com/ped/topic205.htm
4. Hanhan UA, Fialos MR, Orlowski JP. Status
Epilepticus. Ped Clin North Am 2001; 48 (3) : 683-94.
5. Appleton R, Choonara I, Martland T, Philips B, Scott R,
Whitehouse W. The Treatment of Convulsive status
epilepticus in children. Arch Dis Child 2000; 83 : 415-
9.
6. Smith BJ. The treatment of status epilepticus. Neurol
Clin 2001; 19 (2) : 347-69
73

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

SYOK HIPOVOLEMIK (ICD 10: R57.1)


1. Pengertian Sindroma klinis akibat dari kehilangan cairan
(Definisi)
intravaskuler

2. Anamnesis 1. Syok hipovolemik hemoragik: riwayat perdarahan


saluran cerna, riwayat post operasi, trauma jaringan
lunak, rupture lien atau hepar, cidera pembuluh darah
besar, perdarahan intracranial, fraktura tulang
panjang, kelainan hematologi
2. Syok hipovolemik non hemoragik:
a. Kehilangan cairan dan elektrolit: muntah, diare,
diabetic ketoasidosis, diabetes insipidus, adrenal
insufisiensi, pemakaian diuretic berlebihan
b. Konsumsi cairan menurun: stomatisis,
faringitis, hiperpireksia
c. Perpindahan cairan tubuh ke dalam ruang
ketiga cairan: obstruksi usus halus, peritonitis,
pancreatitis akut, luka bakar, asites, sindroma
nefrotik, demam berdarah dengue, inflamasi,
sepsis, anafilaksis
3. Pemeriksaan Fisik 1. Tanda – tanda vital :
a. Suhu tubuh inti < 36 C
b. Takikardia, detak jantung > 2SD di atas nilai
normal sesuai usia dimana tidak ada stimulus
dari luar , obat – obatan kronis, atau
rangsangan nyeri atau ada peningkatan yang
menetap tanpa sebab yang bisa dijelaskan lebih
74

dari ½ s/d 4 jam atau untuk anak < 1 tahun ;


bradikardia, detak jantung < persentil ke 10
nilai normal sesuai usia dimana tidak ada
stimulus vagal dari luar, obat – obatan B-bloker
atau kelainan jantung bawaan ; atau ada
penurunan yang menetap tanpa sebab yang bisa
dijelaskan lebih dari ½ jam.

Tabel definisi takikardia sesuai usia

Umur Denyut
jantung/nadi

0 hari – 1 >180
mgg

1 mgg – 1 >180
bln

1 bln – 1 th >180

2 – 5 th >140

6 – 12 th >130

13 - <18 th >110

c. Frekuensi nafas rata – rata >2SD di atas nilai


normal sesuai usia atau menggunakan
ventilator mekanik karena proses akut yang
tidak berhubungan dengan penyakit dasar
neuromuscular atau mendapat anestesi umum.
2. Gangguan perfusi, meliputi 3 dari tanda: Kualitas nadi
sentral lebih besar dari perifer, ekstremitas dingin,
pucat, atau mottled, waktu pengisian kapiler atau
capillary refill time (CRT) >2 detik, penurunan tekanan
nadi <20 mmHg, diuresis <1 ml/kg/jam untuk berat
badan <30 kg; atau <0,5 mlkg/jam untuk BB >30 kg,
75

penurunan kesadaran atau perubahan status mental.

4. Kriteria Diagnosis Terdapat 3 stadium pada syok hipovolemik, yaitu:


1. Stadium kompensasi: takikardia, denyut nadi
perifer lebih lemah dibandingkan nadi sentral, kulit
pucat, mottled, akral dingin, pengisian kapiler >2
detik, tekanan nadi menyempit, penurunan
kesadaran
2. Stadium dekompensasi: takikardia semakin nyata,
takipneu, tekanan darah menurun (hipotensi),
oliguria/anuria, dan tingkat kesadaran semakin
menurun.
3. Stadium ireversibel: nadi perifer tidak teraba,
tekanan darah tidak terukur, gagal multiorgan
5. Diagnosis Kerja Syok Hipovolemik (ICD 10: R57.1)
6. Diagnosis 1. Syok hipovolemik hemoragik ( ICD 10: R57.1 )
Banding 2. Syok hipovolemik non hemoragik ( ICD 10: R57.1 )
7. Pemeriksaan a. Darah lengkap, hapusan darah
Penunjang b. Kultur darah, urine, feces, LCS
c. SGOT, SGPT,
d. Albumin
e. Ureum, Creatinin,
f. Serum elektrolit: Na, K, Cl, Ca serum
g. Gula darah acak
h. Faal hemostasis
i. Analisa Gas Darah arteri dan vena
j. Golongan darah
k. T3, T4, TSH
l. Foto toraks
m.EKG
n. Echocardiografi
o. Ultrasonografi
76

8. Terapi 1. Oksigenasi dengan nasal kanul, NCAP, masker atau ETT


dan ventilator
2. Resusitasi cairan 20 ml/kgBB dalam 5-10 menit, bisa
diulang sampai dengan total 60 ml/kgBB menggunakan
cairan kristaloid (Ringer asetat, Ringer laktat, NaCl
0,9%, atau koloid (gellatin, Starch, Albumin)
3. Bila terdapat hipoglikemia yaitu bila gula darah kurang
dari 40 mg/dl koreksi dengan dextrose (D10% atau D
40%) 0,5 g /kgBB bolus IV atau IO.
4. Bila terdapat hipokalsemia, yaitu:
a. usia 1 – 12 bulan : Ca serum < 9,0 mg/dl atau
ion Ca (iCa) < 1,05 mmol/L
b. usia > 1 tahun : Ca serum < 8,8 mg/dl atau iCa
< 1,1 mmol/ L
5. koreksi dengan Ca glukonas 10% 50-100 mg/kgBB (
0,5- 1 ml/kgBB) IV atau IO selama 5 – 10 menit.
6. Pada kasus syok refrakter cairan lakukan pemasangan
kateter vena sentral (CVC).
7. Penggunaan obat-obatan vasoaktif berdasarkan:

Low output – high resistance + hipotensi:


a. Titrasi Dopamin mulai 5 mcg/kg/mnt, sampai dosis
maksimal 10 mcg/kg/mnt, atau
b. Titrasi Dobutamin mulai 5 mcg/kg/mnt, sampai
dosis maksimal 20 mcg/kg/mnt, atau
c. Titrasi Epinefrin mulai 0,05 mcg/kg/mnt, sampai
dosis maksimal 0,3 mcg/kg/mnt
Kombinasi dengan:

Titrasi cairan 5-10 ml/kg selama 10-15 menit bila


terdapat penurunan nadi setelah passive leg raising
(PLR) atau diameter vena cava inferior (IVC) kolap
>40%
77

Catatan: PLR dilakukan dengan cara menaikkan kedua tungkai dengan


sudut 45 selama 5 menit
1.

Low output – high resistance + normotensi:

a. Titrasi Dopamin mulai 5 mcg/kg/mnt, sampai


dosis maksimal 10 mcg/kg/mnt, atau
b. Titrasi Dobutamin mulai 5 mcg/kg/mnt, sampai
dosis maksimal 20 mcg/kg/mnt, atau
c. Titrasi Epinefrin mulai 0,05 mcg/kg/mnt, sampai
dosis maksimal 0,3 mcg/kg/mnt

Kombinasi dengan

a. Milrinon: loading dose 75 mcg/kg selama 15


menit, dilanjutkan titrasi mulai dosis 0,5
mcg/kg/mnt, sampai dosis maksimal 0,75
mcg/kg/menit, atau
b. Titrasi Sodium nitroprusid mulai 0,5
mcg/kg/mnt, sampai dosis maksimal 4
mcg/kg/mnt
Kombinasi dengan:

Titrasi cairan 5-10 ml/kg selama 10-15 menit bila


terdapat penurunan nadi setelah passive leg raising
(PLR) atau diameter vena cava inferior (IVC) kolap
>40%

High output – low resistance:

a. Titrasi Norepinefrin mulai 0,05 mcg/kg/mnt,


sampai dosis maksimal 1 mcg/kg/mnt
b. Titrasi Dopamin mulai 10 mcg/kg/mnt, sampai
dosis maksimal 20 mcg/kg/mnt, atau
c. Titrasi Epinefrin mulai 0,3 mcg/kg/mnt, sampai
78

dosis maksimal 1 mcg/kg/mnt

Low output – low resistance:

a. Titrasi Epinefrin mulai 0,05 mcg/kg/mnt, sampai


dosis maksimal 0,3 mcg/kg/mnt
b. Titrasi Dopamin mulai 5 mcg/kg/mnt, sampai
dosis maksimal 10 mcg/kg/mnt, atau
c. Titrasi Dobutamin mulai 5 mcg/kg/mnt, sampai
dosis maksimal 20 mcg/kg/mnt
Kombinasi dengan

Titrasi Norepinefrin mulai 0,05 mcg/kg/mnt, sampai


dosis maksimal 1 mcg/kg/mnt

Kombinasi dengan:

Titrasi cairan 5-10 ml/kg selama 10-15 menit bila


terdapat penurunan nadi setelah passive leg raising
(PLR) atau diameter vena cava inferior (IVC) kolap
>40%

8. Berikan antibiotik spectrum luas pada 1 jam pertama


setelah dilakukan pengambilan kultur darah.
Clindamycin dan terapi antitoksin atau IVIG diberikan
pada toxic shock syndrome dengan hipotensi refrakter.
Colitis akibat Clostridium defficille segera diterapi
dengan antibiotik enteral (Vancomycin oral pada
penyakit yang berat). Harus segera dilakukan
pengendalian sumber infeksi (source control) secara dini
dan agresif.

Antibiotic yang digunakan adalah:


a. Lini pertama: golongan Penisillin (Ampicillin-
sulbactam) atau golongan Cephalosporin
(Cefotaxim atau Ceftriaxone) yang
dikombinasikan dengan golongan Aminoglikosida
79

(Gentamycin)
b. Lini kedua: antibiotic lini kedua ini diberikan bila
dalam evaluasi klinis selama 3 hari tidak
didapatkan adanya perbaikan dan belum
didapatkan hasil kultur atau hasil kultur
didapatkan kuman MRSA maka diberikan
golongan Carbapenem (Meropenem, Imimpenen)
yang dikombinasi dengan golongan
Aminoglikosida (Amikacin).
c. Lini ketiga: antibiotic lini ketiga ini digunakan
apabila dengan pemberian antibiotic lini kedua
tidak didapatkan perbaikan klinis dalam 3 hari
dan belum didapatkan hasil kultur. Antibiotic
yang digunakan sebagai antibiotic lini ketiga
adalah Cefazolin atau Ceftazidim yang
dikombinasi dengan Vancomycin
d. Antijamur seperti Flukonazole atau Micafungin
diberikan bila didapatkan adanya tanda-tanda
infeksi jamur sistemik.
e. Bila didapatkan hasil kultur dan sensitifitas
antibiotic maka antibiotic yang digunakan adalah
antibiotic sesuai hasil kultur
f. Antibiotic lain yang dapat digunakan sebagai
antibiotic lini pertama sesuai indikasi adalah
golongan Makrolite (Erithromycin, Azithromycin,
Clrithromycin, Vancomycin), golongan Quinolon
(Ciprofloxacin, Levofloxacin, Movifloxacin)
9. Pada pasien yang tetap menunjukkan gejala syok
seperti kriteria diagnosis setelah pemberian epinefrin
dan norepinefrin, dianggap suatu syok resisten
katekolamin. Pada kondisi ini, berikan Hidrokortison
loading dose 2 mg/kgBB, dilanjutkan maintenance dose
2 mg/kgBB selama 24 jam.
10. Transfusi darah (PRC) dilakukan bila kadar Hb < 10
80

g/dL dan SaO2 <70%. Target adalah kadar Hb minimal


10 g/dL dan SaO2 >70%. Cara pemberian adalah
sebagai berikut :
a. Perhitungan kebutuhan : (80x BB x selisih Hb)/
20%.
b. Volume pemberian : 10 – 20 ml/kgBB / hari.
11. Transfusi trombosit diberikan bila hitung trombosit
a. <10.000/mm3 tanpa adanya perdarahan
b. <20.000/mm3 dengan risiko perdarahan
bermakna
c. <50.000/mm3 dengan adanya perdarahan aktif,
tindakan pembedahn atau tindakan invasif.
12. Transfusi plasma atau FFP diberikan pada:
a. Sepsis induced thrombotic purpura disorder
b. Progressif Disseminated intravascular
coagulation (DIC)
c. Secondary thrombotic microangiopaty
d. Thrombotic thrombocytopeni purpura
13. Dapat diberikan sedasi pada pasien dengan ventilasi
mekanis
14. Pertahankan kadar gula darah (GD) 50 – 180
mg/dL.
a. Bila gula darah > 180 mg/dL, turunkan glucose
infusion rate (GIR) sampai dengan 4
mg/kg/menit.
b. Bila gula darah lebih dari 180 mg/dL dengan
GIR 4 mg/kg/menit maka :
i. Pertahankan GIR
ii. Titrasi insulin (50 IU Rapid acting
insulin dalam 50 ml NaCl0,9%) mulai
0,05 iu/kgBB sampai maksimal 0,1
iu/kgBB.
iii. Monitor gula darah tiap 30 menit
hingga target gula darah stabil antara
81

60 – 180 mg/dL.
15. Gunakan diuretik bila terjadi overload cairan bila
syok telah tertangani.
16. Lakukan evaluasi dan penyesuaian terapi tiap 15-30
menit hingga mencapai sasaran terapi klinis,
laboratoris, dan hemodinamis (lihat poin
sasaran/indikator medis).
17. Segera setelah syok tertangani dapat diberikan
nutrisi enteral atau parenteral bila ada kontraindikasi
pemberian nutrisi enteral.

9. Edukasi 1. Penjelasan tentang penyakit yang diderita oleh pasien


pada keluarga
2. Penjelasan tentang tatalaksana pasien pada keluarga
3. Penjelasan prognosis penyakit pada keluarga
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat Evidens a. Oksigenasi: 2
b. Resusitasi cairan: 2
c. Pemberian inotropik/vasopressor: 2
d. Pemberian kortikosteroid: 1
e. Pemberian transfusi PRC: 1
f. Pemberian transfusi TC dan plasma: 2
g. Pemberian sedasi: 1
h. Kontrol gula darah: 2
i. Pemberian diuretik dan terapi sulih ginjal: 2
j. Terapi nutrisi: 2
12. Tingkat 1. Oksigenasi: C
Rekomendasi 2. Resusitasi cairan: C
3. Pemberian inotropik/vasopressor: C
4. Pemberian kortikosteroid: A
5. Pemberian transfusi PRC: B
6. Pemberian transfusi TC dan plasma: C
82

7. Pemberian sedasi: D
8. Kontrol gula darah: C
9. Pemberian diuretik dan terapi sulih ginjal: C
10. Terapi nutrisi: C
13. Penelaah Kritis 1. dr. Agustien Ratnawati, SpA
2. dr. Mochamad Chabibi, SpA
3. dr. Sri Sumei, SpA
4. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 1. Klinis:
a. Frekuensi denyut jantung/nadi menurun
b. Kualitas nadi sentral dan perifer sama
c. Akral hangat, pengisian kapiler <2 detik
d. Diuresis >1 ml/kg/jam
e. Kesadaran membaik
f. Tekanan sistolik >P5
g. Saturasi oksigen (SpO2) 92-100%
2. Laboratoris:
a. Saturasi vena sentral (vena cava superior) >70%
b. Penurunan base deficit <3 (atau base excess >-3)
c. Penurunan anion gap (AG) <16

Catatan: AG= [(Na + K) – (Cl – HCO3)] – [0,25x(44-albumin dalam g/L)]

d. Kadar glukosa 80-150 g/dL


e. Kadar kalsium ion >1,1 meq/L
15. Kepustakaan 1. Fisher JD, Nelson DG, Beyersdorf H, Satkowiak LJ.
Clinical spectrum of shock in the pediatric emergency
department. Pediatr Emer Care 2010;26: 622-5.
2. Han YY, Carcillo JA, Dragotta MA, et al. Early reversal
of pediatric-neonatal septic shock by community
physicians is associated with improved outcome.
Pediatrics 2003;112:793–9.
4. Carcillo JA, Han K, Lin J, Orr R. Goal-directed
management of pediatric shock in the emergency
department. Clin Ped Emerg Med 2007;8:165-75.
83

5. McKiernan CA, Lieberman SA. Circulatory shock in


children: an overview. Pediatr Rev 2005;26:451-60.
6. Ceneviva G, Paschall JA, Maffei F, Carcillo JA.
Hemodynamic support in fluid-refractory pediatric
septic shock. Pediatrics 1998;102:e19.
7. Dhanani S, Barrowman NJ, Ward RE, Murto KT. Intra-
and inter-observer reliability using a noninvasive
ultrasound cardiac output monitor in healthy
anesthetized children. Pediatr Anesth 2011;21:858–64.
8. Antonelli M, Levy M, Andrews PJD, et al. Hemodynamic
monitoring in shock and implications for management.
Intensive Care Med 2007;33:575-90.
9. Allen M. Lactate and acid base as a hemodynamic
monitor and markers of cellular perfusion. Pediatr Crit
Care Med 2011;12[Suppl.]:S43–S9.
10. Duke T. Dysoxia and lactate. Arch Dis Child
1999;81:343–50.
19. Bonanno FG. Shock - a reappraisal: the holistic
approach. J Emerg Trauma 2012;5:167-77.
20. Tobias JD. Shock in children: the first 60 minutes.
Pediatr Ann 1996;25:330-8.
21. Carcillo JA. Capillary refill time is a very useful clinical
sign in earlyrecognition and treatment of very sick
children. Pediatr Crit Care Med 2012;13:210-2.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI-BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022
TB PARU (ICD 10: A15.0-A16.9)
1. Pengertian (Definisi) Penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis pada paru yang menjadi lokasi infeksi primer
2. Anamnesis a. Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas
84

b. Berat badan turun/malnutrisi tanpa sebab yang jelas


atau tidak naik dalam 1
c. Bulan dengan penanganan gizi
d. batuk lama lebih dari 3 minggu
e. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal
tumbuh dan berat badan
f. Tidak bertambah (failure to thrive) dengan adekuat
g. Pembesaran kelenjar limfe multiple, tidak nyeri, paling
sering di keher, axilla,
h. Dan inguinal
i. Kontak dengan penderita TB dewasa
3. Pemeriksaan Fisik a. Demam
b. Malnutrisi
c. Pembesaran kelenjar limfe
4. Kriteria Diagnosis a. Demam lama
b. Berat badan turun/malnutrisi
c. Batuk lama
d. Anoreksia
e. Pembesaran kelenjar limfe
f. Mantoux test positif (indurasi ≥ 10mm) (gizi buruk ≤ 5)
5. Diagnosis Kerja TB Paru

6. Diagnosis Banding a. Pneumonia ( ICD 10: J18.9 )


b. Alergi ( ICD 10: R05 )
7. Pemeriksaan a. DL, LED
Penunjang
b. Ro thorax AP/lateral kanan
c. Mantoux test
d. Pemeriksaan BTA : induced sputum, bilasan lambung,
kultur sputum
e. TCM ( Tes Cepat Moleculer)
8. Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1.Isoniazid (INH) diberikan selama 6-12 bulan
Dosis : 5-10 mg/kgBB/hari 1x sehari
Dosis profilaksis : 5-10 mg/kgBB/hari 1x sehari
Dosis maksimum : 300 mg/hari
85

2.Rifampicin (R) diberikan 6-12 bulan


Dosis : 10-20 mg/kgBB/hari 1x sehari
Dosis maksimum : 600 mg/hari
3. Pirazinamid (Z) diberikan 2 bulan pertama
Dosis : 25-35 mg/kgBB/hari 1x sehari
Dosis maksimum : 2 gram/hari
Pada TBC berat (TBC milier) juga diberikan :
4.Etambutol (E) diberikan selama 2 bulan pertama
Dosis : 15-20 mg/kgBB/hari 1x sehari
Dosis maksimum : 1250 mg/hari
5.Streptomisin (S) diberikan selama 1-2 bulan pertama
Dosis : 15-40 mg/kgBB/hari 1x sehari intramuscular
Dosis maksimum : 1 gram/hari
Kortikosteroid diberikan pada TBC milier (Prednison 1-2
mg/kgBB/hari selama 1-2 bulan)
9. Edukasi 1.Memberikan pemahaman tentang pentingnya
keteraturan minum obat sesuai
anjuran
2.Melakukan skrining TB pada keluarga dekat pasien
3.Perbaikan gizi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat
Rekomendasi C

13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.


b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 80% pasien TB dirawat selama 30 hari

15. Kepustakaan 1. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, UKK Respirologi


IDAI 2008
86

2. Guideline WHO terapi TB

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


“ILMU KESEHATAN ANAK”
RSUD NGUDI WALUYO WLINGI - BLITAR
JAWA TIMUR
2019 – 2022

THALLASEMIA (ICD 10: D56.0-D56.9)


1. Pengertian (Definisi) Merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
disebabkan oleh defek genetik pada pembentukan
rantai globin.
2. Anamnesis 1. Pucat yang lama (kronis)
2. Terlihat kuning
3. Mudah infeksi
4. Perut membesar akibat hepatoslenomegali
5. Pertumbuhan terhambat/pubertas terlambat
6. Riwayat transfusi berulang
7. Riwayat keluarga yang menderita talasemia
3. Pemeriksaan Fisik 1. Anemia/pucat
2. Ikterus
3. Facies cooley
4. Hepatosplenomegali
5. Gizi kurang/buruk
6. Perawakan pendek
7. Hiperpigmentasi kulit
8. Pubertas terlambat
4. Kriteria Diagnosis a. Anamnesa: pucat (anemia) dan 3 anamnesa di atas
b. Pemeriksaan Fisik: anemia/pucat dan 3 kriteria
fisik di atas
5. Diagnosis Kerja Talasemia (ICD 10: D56.0-D56.9)
6. Diagnosis Banding Talasemia minor :
a. Anemia kurang besi ( ICD 10: D50.9 )
87

b. Anemia karena infeksi menahun ( ICD 10: D64.9 )


c. Anemia karena keracunan timah hitam (Pb)
( ICD 10: D64.9)
d. Anemia sideroblastik ( ICD 10: D64.3)
7. Pemeriksaan 1. Darah tepi lengkap :
Penunjang  Hemoglobin
 Sediaan apus darah tepi (mikrositer, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel eritrosit
muda/normoblas, fragmentosis, sel target)
 Indeks eritrosis: MCV, MCH, dan MCHC
menurun, RDW meningkat. Bila tidak
menggunakan cell counter, dilakukan uji
resistensi osmotik I tabung (fragilitas)
2. Konfirmasi dengan analisis hemoglobin
menggunakan:
 Elektroforesis hemoglobin: tidak ditemukan
HbA dan meningkatnya HbA2 dan HbF (Rujuk
ke fasilitas yang lebih lengkap)
8. Terapi 1. Transfusi darah
Transfusi darah yang pertama kali diberikan bila:
a. Hb <7g/dL yang diperiksa 2 kali berturutan
dengan jarak 2 minggu.
b. Hb >7g/dL disertai gejala klinis:
 Perubahan muka/facies cooley
 Gangguan tumbuh kembang
 Fraktur tulang
c. Curiga adanya hematopoietik
ekstrameduler, antara lain massa
mediastinum
2. Indikasi rawat inap : bila Hb < 8 g/dL dan
penanganan selanjutnya, transfusi darah PRC
(99.04) sampai kadar Hb 10-11 g/dL.
Bila tersedia, transfusi darah diberikan PRC
rendah leukosit (leucodepleted)
88

3. Medikamentosa
a. Asam folat: 2 x 1 mg/hari
b. Vitamin E: 2 x 200 IU/hari
c. Vitamin C: 2-3 mg/kg/hari (maksimal 50 mg
pada anak < 10 tahun dan 100 mg pada
anak > 10 tahun, tidak melebihi 200
mg/hari) dan hanya diberikan saat
pemakaian deferioksamin (DFO), TIDAK
dipakai pada pasien dengan gangguan
fungsi jantung.
Kelasi besi
 Dimulai bila Feritin >1000 ng/mL, bila
pemeriksaan feritin tidak tersedia
digantikan dengan pemeriksaan saturasi
transferin > 55%.
 Bila tidak ada pemeriksaan
laboratorium, digunakan kriteria sudah
menerima transfusi 3-5 liter atau 10-20
kali transfusi.
Deferiprone tablet 500mg, dosis;
 BB = 20 kg : 3 kali 1 tablet (500mg)
 BB = 30 kg : 3 kali 1 1/2 tablet (750mg)
 BB = 40 kg : 3 kali 2 tablet (1000mg)
 BB = 50 kg : 3 kali 2 1/2 tablet (1250mg)
 BB = 60 kg : 3 kali 3 tablet (1500mg)
Monitoring efek samping deferiprone:
 Darah tepi dan hitung jenis, setiap
minggu
 SGOT dan SGPT per bulan selama 3-6
bulan, selanjutnya setiap 6 bulan
 Feritin, setiap 3 bulan
4. Konsul ke RS Syaiful Anwar tiap 3 – 6 bulan
sekali sesuai yang direkomendasikan
9. Edukasi 1. Penjelasan perjalanan penyakit dan komplikasi
89

2. Penjelasan rencana perawatan


3. Penjelasan pencegahan

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam tergantung


komplikasi yang timbul
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam tergantung
komplikasi yang timbul
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam tergantung
komplikasi yang timbul
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis a. dr. Agustien Ratnawati, Sp.A.
b. dr. Mochamad Chabibi, SpA
c. dr. Sri Sumei, SpA
d. dr. Hidayati Utami Dewi, SpA
14. Indikator Medis 80% pasien talasemia yang dirawat dipulangkan
dalam 4 hari
15. Kepustakaan 1. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia
2. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi
2004
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU DR. Soetomo Surabaya
2008.

Anda mungkin juga menyukai