Anda di halaman 1dari 48

PANDUAN PRAKTEK KLINIK

RSIA RIZKI BUNDA


Jl. Gajah Mada No.435 A
KSM-ANAK
Lansano
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
2018-2020
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email:
rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Diare Akut
1. Definisi Buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan
darah, yang berlangsung kurang dari satu minggu.
2. Anamnesa  Lama diare berlangsung, frekuensi diare perhari, warna dan konsistensi
tinja, lendir dan darah dalam tinja.
 Muntah : ada atau tidak, frekuensi dan volumenya
 Nyeri perut, demam
 Buang air kecil : biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-8
jam terakhir
 Rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, kejang, kembung,
sesak
 Jumlah cairan yang masuk selama diare
 Makanan dan minuman yang diberikan selama diare
 Penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis media, campak
3. Pemeriksaan fisik  Keadaan umum, kesadaran, tanda vital, berat badan
 Tanda utama dehidrasi : kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen
 Tanda tambahan lainnya : ubun-ubun besar cekung, mata cekung, ada
atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
 Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas
cepat dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemia), kejang
(hipo atau hipernatremia)
 Bising usus
 Perfusi dan refilling kapiler
 Penilaian derajat dehidrasi
4. Kriteria diagnostik Mencret lebih dari 3x sehari,ubun-ubun cekung, mulut/bibir kering, turgor
menurun, nadi cepat, mata cekung, nafas cepat dan dalam, oliguri.
5. Diagnosa Diare Akut
6. Differensial diagnostik Diare Kronik
7. Pemeriksaan Pemeriksaan darah rutin, feces rutin
penunjang
8. Konsultasi Bagian Spesialis Anak
9. Penatalaksanaan  Rehidrasi
Pemberian cairan intravena :
• Dehidrasi ringan-sedang
Pada bayi (0 - 1 tahun)
Cairan Ringer Laktat 70 cc/Kg BB tetesan dibagi rata selama 5 jam.
Selanjutnya untuk rumatan tetesan infus disesuaANAKn dengan
kebutuhan cairan perhari dengan memperhitungkan cairan yang keluar
bersama diare dan muntah.
Pada Anak
Cairan Ringer Laktat 70 cc/Kg BE tetesan dibagi rata selama 2,5 jam,
selanjutnya tetesan infus disesuaANAKn dengan kebutuhan cairan
perhari dengan memperhitungkan cairan yg keluar bersarna muntah
dan diare.
• Dehidrasi berat
Pada Bayi (0 - 1 tahun)
Ringer Laktat 100 cc/Kg BB. 1 jam pertama diberikan 30 cc/Kg BB, 5 jam
berikutnya 70 cc/Kg BB. Untuk rumatan sama dengan dehidrgsi ringan -
sedang.
Pada Anak
Ringer Laktat 100 cc/ Kg BB. 30 cc/Kg BB diberikan dalarn 1/2 jam
pertama sedangkan sisanya (70 cc/Kg BB) diberikan dalam 2,5 jam
berikutnya. Untuk rumatan sama dengan dehidrasi ringan – sedang
 Suplementasi Zinc:
Dosis 10 mg perhari pada anak berusia dibawah 6 bulan, 20 mg perhari
pada anak berusia diatas 6 bulan selama 10-14 hari.
 Probiotik
 Antibiotik
Antibiotik tidak diberikan pada semua kasus diare kecuali bila ada
indANAKsi, yaitu pada diare berdarah, curiga kolera, amebiasis atau
giardiasis.
10. Edukasi  Jelaskan mengenai diagnosis, tatalaksana, dan prognosis pasien
 Pencegahan diare
 Pemberian ASI
 Memperbaiki cara penyapihan
 Menggunakan air bersih
 Mencuci tangan dengan sabun/air mengalir
 Menggunakan jamban tertutup
 Membuang tinja bayi secara baik dan benar
 Imunisasi campak

 Pencegahan dehidrasi
 Bagaimana mencampur oralit
 Bagaimana memberikan oralit
 Cairan rumah tangga yang lain
 Meneruskan pemberian ASI
 Pemberian makanan sebelum dan sesudah diare
 Kapan harus kembali
 Tanda dehidrasi
11. Pencegahan  Sebisa mungkin berikan ASI dibandingkan susu formula
 Ibu mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan sebelum
berinteraksi dengan bayi
 Vaksinasi rotavirus
12. Prognosa Baik
13. Tingkat evidensi III : berdasarkan keilmuan dokter
IV : kesepakatan di RS
14. Tingkat rekomendasi C, D
15. Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
16. Kepustakaan 1. WHO; Diare akut, dalam Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah sakit,
WHO 2009, hal 133-142.
2. Pujiadi, AH dkk: Diare Akut, dalam Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia Jilid I, IDAI 2010, hal 58-62.
3. Karyana IPG dkk : Strategi dalam tatalaksana diare pada anak, dalam
Kumpulan Naskah Lengkap Kongres Nasional IV Badan Koordinasi.
4. Gastroenterologi Anak Indonesia, Medan, 4-7 Desember 2010 hal 18-27
5. Sinuhaji, AB: Terapi cairan parenteral pada bayi dan anak, dalam Naskah
Lengkap Simposium Terapi Cairan Parenteral Pada Bayi dan Anak, Medan
1993, hal; 1 – 10.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak

dr. Rafner Indra, Sp.A dr. Pasca Alfajra, Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Bronkhopneumonia
1. Definisi  Infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstisial.
2. Anamnesa  Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif
dengan dahak purulen.

 Sesak nafas

 Demam

 Kesulitan makan/minum

 Tampak lemah

 Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan


dengan kondisi imuno kompromais, kelainan anatomi
bronkus atau asma.
3. Pemeriksaan fisik  Penilaian keadaan umum anak, frekuensi nafas dan nadi
pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain
seperti kesadaran dan kemampuan makan atau minum.

 Gejala distress pernapasan seperti takipneu, retraksi


subkostal, batuk, krepitasi dan penurunan suara paru.

 Demam dan sianosis.

 Anak dibawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala


pneumonia yang klasik. Pada anak yang demam dan sakit
akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksANAKn ke
abdomen. Pada bayi muda terdapat gejala pernapasan
tidak teratur dan hipopnea.
4. Kriteria diagnostik  Demam, sesak nafas, batuk, nyeri dada (pada anak besar ),
kesulitan minum (pada bayi), takipnu, sianosis, retraksi
dinding dada, ronchi basah.
5. Diagnosa Bronkhopneumonia
6. Differensial diagnostik  Bronkiolitis
7. Pemeriksaan penunjang  Darah rutin
 Foto toraks
8. Konsultasi Bagian Spesialis Anak
9. Penatalaksanaan Ringan (rawat jalan)
 Antibiotika
Berat
 Oxygen
 IVFD tetesan lambat
 Ampicilin/ Amoksisilin 25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM
setiap 6 jam
 Chloramfenicol 25 mg/KgBB /kali setiap 6-8 jam
 Selain gabungan Ampicillin/Amoxisillin-Chloramphenicol
dapat juga diberikan gabungan Ampicillin/Amoxicillin -
Gentamicin (dosis Gentamicin 5-7 mg/KgBB/hari dibagi 2
dosis)
 Bila setelah beberapa hari dernam tidak turun atau sesak
dapat dipertimbangkan penggantian Antibiotika dengan
gologan cefalosporin.
 Ceftriaxon 80-100 mg / kg BB / hari sekali sehari
10. Edukasi
11. Pencegahan Jauhkan anak atau bayi dari orang dewasa yang merokok
12. Prognosa Baik
13. Tingkat evidensi III : berdasarkan keilmuan dokter
IV : kesepakatan di RS
14. Tingkat rekomendasi C, D
15. Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
16. Kepustakaan 1. WHO, Pneumonia, dalam Buku saku Pelayanan Kesehatan
Anak di Rumah sakit, WHO 2009, hal: 86 – 93.
2. Pujiadi, AH dkk: Pneumonia, dalam Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid I, IDAI 2010, hal
250-255.
3. Speert, DP: Pneumonia, in Baldwin GA Handbook of
Pediatric Emergencies, USA 1989 page: 255 – 259.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak

dr. Rafner Indra, SpA dr. Pasca Alfajra, Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur
dr. Atika Rahimah
PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Demam Berdarah Dengue
1. Definisi Suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus genus
Flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai 4 jenis serotipe
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Perantaranya adalah
nyamuk Aedes aegypt atau Aedes albocpitus.
2. Anamnesa - Demam yang terjadi mendadak dan tinggi selama 2-7 hari
- Lesu, tidak mau makan
- Mual dan muntah
- Anak besar dapat mengeluhkan nyeri kepala, nyeri otot dan
nyeri perut
- Perdarahan, yang paling sering dijumpai adalah perdarahan
pada kulit dan mimisan
3. Pemeriksaan fisik 1. Hepatomegali
2. Perbedaan antara Demam Dengue (DD) dengan Demam
Berdarah Dengue (DBD) adalah pada DBD terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan
perembesan plasma, hipovolemia dan syok
3. Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke
dalam rongga pleura dan rongga peritoneal selama 24-48
jam
4. Fase kritis berlangsung sekitar hari ke-3 hingga ke-5
perjalanan penyakit.
5. Perdarahan dapat berupa ptekie, epistaksis, melena
ataupun hematuria
4. Kriteria diagnostik
 Demam <7 hari, ruam kulit, manifestasi perdarahan (uji
torniquet/spontan),( nyeri kepala, nyeri retroorbital,
myalgia, artralgia), leukopenia (<4000mm3), terdapat kasus
dengue dilingkungannya

 Warning sign (penting untuk deteksi dini syok) : tidak ada


Perbaikan klinis saat suhu reda, menolak makan/minum,
muntah berulang, nyeri perut hebat, lethargi/perubahan
perilaku, perdarahan (epistaksis, bab hitam, hematemesis,
menoragia, urine coklat), pucat, ekremitas dingin, diuresis
menurun dalam 4-6 jam.

 Sindrom syok dengue : syok hipovolemik akibat


perembesan plasma

 Darah perifer : leukopenia dan/atau trombositopenia.

 Perawatan rumah sakit apabila :

a. Tersangka DBD secara klinis dengan uji tourniquet positif


apabila :
b. Demam < 3 hari dengan warning sign/syok
c. Demam > 3 hari dengan trombositopenia dan/ atau
leucopenia
Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak

dr. Rafner Indra, SpA dr. Pasca Alfajra,Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur

dr. Atika Rahimah

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Demam Tifoid
Definisi Suatu penyakit sistemik yang secara klasik disebabkan oleh
Salmonella typhi (S.typhi), namun dapat pula disebabkan oleh
S. paratyphi A, S. paratyphi B (Schottmuelleri), dan S. paratyphi
C (Hirscheldii).
Anamnesa  Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu
tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam
terus menerus tinggi.
 Mengigau (delirium), malaise, penurunan kesadaran
(letargi), kejang dan nyeri kepala.

 Nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, kembung,


anoreksia dan ikterus pada demam tifoid berat.
Pemeriksaan fisik Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai yang berat
dengan komplANAKsi. Kesadaran menurun, delirium, sebagian
besar anak memiliki lidah tifoid (dibagian tengah kotor dan
bagian pinggir hiperemis) dan meteorismus. Hepatomegali
lebih sering dijumpai daripada splenomegali. Kadang kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru.
Kriteria diagnostik Demam lebih dari 7 hari, konstipasi atau diare, menggigau,
hepatomegali, splenomegali, penurunan kesadaran
Diagnosa Demam Tifoid
Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang  Darah rutin
 Perneriksaan widal
 Foto thorak ( bila perlu )
Konsultasi Bagian Spesialis Anak
Penatalaksanaan Demam tifoid berat harus dirawat di rumah sakit
- Cairan dan kalori

 Terutama pada demam tinggi, muntah atau diare. Bila


perlu asupan cairan dan kalori diberikan melalui
sonde lambung

 Pada ensefalopati, jumlah kebutuhan cairan dikurangi


menjadi 4/5 kebutuhan dengan kadar natrium rendah

 Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskuler dan


jaringan

 Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik

 Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan


oksigen

 Pelihara keadaan nutrisi

 Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit

- Anti biotik

Lini pertama
 Chloramfenicol 50 – 100 mg/Kg BB/ hari/ peroral/ IV
selama 10 – 14 hari atau sampai 3 hari bebas demam,
atau
 Amoxicillin 100 mg / kg BB / hari, peroral atau IV atau
Ampicillin 100 mg/KgBB/hari IV, selama 10 hari
Lini kedua
 Ceftriaxon 100 mg / kg / BB / hari, dalam 1 atau 2 dosis
selama 5-7 hari (maksimal 4 gram per hari), atau
 Cefixim 10 – 20 mg / kg BB/ hari peroral dibagi dua
dosis selama 10 hari
 Tirah baring
 Pemberian cairan intravena kalau. Diperlukan
 Diet: Makanan lunak
- Antipiretik, diberikan bila demam > 39oC, kecuali pada
pasien dengan riwayat kejang demam dapat diberikan
lebih awal

- Diet

 Makanan tidak berserat dan mudah dicerna


 Setelah demam reda, dapat segera diberikan
makanan yang lebih padat dengan kalori cukup

- Transfusi darah kadang-kadang diperlukan pada


perdarahan saluran cerna dan perforasi usus

Pemantauan
- Evaluasi demam dengan memonitor suhu. Apabila pada
hari ke 4-5 setelah pengobatan demam tidak reda, maka
harus segera kembali dievaluasi adakah komplANAKsi,
sumber infeksi lain, resistensi S. typhi terhadap antibiotik
atau kemungkinan salah menegakkan diagnosis.

Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam


tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, klinis Perbaikan dan
tidak dijumpai komplANAKsi. Pengobatan dapat dilanjutkan
dirumah.
Edukasi  Jelaskan penyakit dan resiko kedepannya
 Jelaskan pemakaian Antibiotika
 Jelaskan indikasi rawatan
Pencegahan  Hindari makanan yang kurang matang
 Menjaga hygiene
Prognosa Baik
Tingkat evidensi III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan  WHO: Demam Tifoid, dalam Buku saku Pelayanan Kesehatan
Anak di Rumah sakit, WHO 2009, hal: 167-168.
 Pujiadi, AH dkk: Demam Tifoid, dalam Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid I, IDAI 2010, hal 47-
50.
 Tumbelaka, AR: Tata laksana demam tifoid pada anak, dalam
Naskah lengkap PendidANAKn Kedokteran Berkelanjutan
Pediatric Update, IDAI jaya 2003, hal 37 -43.
 Mariko R: Tata Laksana Demam Tifoid Dengan KomplANAKsi,
dalam Naskah Lengkap Simposium Tata Laksana Awal
Kegawatan Pediatri, Padang 15-16 Desember 2012, hal 87-
101.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak

dr. Rafner Indra, SpA dr. Pasca Alfajra,Sp.OG


RSIA RIZKI BUNDA
Direktur

dr. Atika Rahimah

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Tetanus Neonatorum
Definisi Merupakan penyakit akut yang ditandai dengan spasme yang
disebabkan oleh tetanoplasmin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani, bakteri gram positif yang bersifat anaerob
obligat dan membentuk spora, yang terjadi pada usia neonatus
Anamnesa Pada neonatus dihubungkan dengan pemotongan dan
perawatan tali pusat yang tidak steril dan ibu yang tidak
mendapat imunisasi tetanus toksoid.
Pemeriksaan fisik  Bayi sadar, terjadi spasme otot berulang
 Mulut mencucu seperti mulut ANAKn ( carper mouth)
 Trismus
 Perut teraba keras (perut papan)
 Opistotonus
 Tali pusat biasanya kotor dan berbau
 Anggota gerak spastic (boxing position)
Kriteria diagnostik  Spastisitas : kapermond (mulut mencucur), kuduk kaku,
opistotonus (perut papan), spastisitas anggota gerak.
 Kejang/spasme dengan rangsangan /spontan dengan
kesadaran tetap baik
 Tanda infeksi : demam, omfalitis
Diagnosa Tetanus Neonatorum
Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang  Darah rutin
Konsultasi  Bagian Spesialis Anak
Penatalaksanaan  Pasang jalur intravena dengan dosis rumatan
 Diazepam initial 10mg/kgBB/IV/24jam atau dengan bolus
intravena setiap 3 jam (0,1-0,2 mg/kg/kali pemberian),
maksimum 40mg/kgBB/hari.
 Bila jalur intravena tidak terpasang, pasang pipa lambung,
berikan diazepam melalui pipa lambung atau melalui
rektum dengan dosis yang sama dengan IV. Bila frekwensi
napas kurang dari 30x permenit, obat dihentikan meskipun
masih spasme.
 Bila bayi mengalami henti napas atau sianosis sentral
berikan oksigen, bila masih belum bernapas lakukan
resusitasi, bila tidak berhasil rujuk ke RS yang punya
fasilitas NICU.
 Berikan Human Tetanus Imunogloblin 500 IU IM (jika ada)
atau ATS 5000 IU IM.
 Tetanus toksoid 0,5 ml IM pada paha sisi yang berbeda
dengan pemberian antitoksin pada hari yang sama.
 Injeksi PP 100. 000 IU/kg BB/hari /IM selama 10 hari atau
Metronidazole 30 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
(oral/parenteral).
 Bila ada infeksi tali pusat berikan obat lokal.
Edukasi  Jelaskan tentang diagnose dan resiko selanjutnya
 Jelaskan tentang terapi yg diberikan
Pencegahan  Vaksinasi TT pada ibu hamil
 Melahirkan di faskes
Prognosa Baik
Tingkat evidensi III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan  Pudjiadi, AH dkk, Tetanus neonatorum, dalam Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia, IDAI 2010,
hal 315-317.
 WHO, Tetanus neonatorum, dalam Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah Sakit, WHO 2009, hal 70-71.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak


dr. Rafner Indra, SpA dr. Pasca Alfajra,Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur

dr. Atika Rahimah

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Tetanus anak
Definisi Tetanus atau disebut juga lockjaw merupakan penyakit akut
yang ditandai dengan spasme yang disebabkan oleh
tetanoplasmin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani, bakteri
gram positif yang bersifat anaerob obligat dan membentuk
spora.
Anamnesa Kebanyakan kasus tetanus pada anak berhubungan dengan
luka paska trauma, ulserasi kulit yang bersifat kronik, abses
gigi, luka bakar, otitis media supuratif kronis dan pasca
pembedahan daerah abdomen yang terkontaminasi dengan
bakteri anaerob Clostridium tetani.
Pemeriksaan fisik  Trismus
 Risus sardonicus
 Opistotonus
 Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut tegang
seperti papan
 Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang umum
Kriteria diagnostik  Demam
 Spastisitas, trismus, rhisussardonikus, kuduk kaku,
opistotonus, perut papan
 spastisitas anggota gerak.
 Kejang/spasme dengan rangsangan / spontan dan
kesadaran yg tetap baik
 Sumber infeksi: luka, otitis media, kronik, caries gigi
Diagnosa  Tetanus Anak
Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang  Darah tepi rutin
 Foto Rontgen untuk konfirmasi penyulit bila dibutuhkan
Konsultasi Bagian spesialis anak
Penatalaksanaan  Human Tetanus Imunoglobulin 3000-6000 IU IM bila
tersedia, atau ATS 50.000 IU/IV dalam 200 mI Nacl 0,9 %
habis dalam 30-45 menit, ATS 50.000 IU (IM).
 Tetanus Toxoid 0,5 ml (I M) pada paha sisi yang
berbeda.
 Metronidazol 15-30 mg/kgBB/hari intravena atau oral
dibagi 4 dosis selama 7-10 hari atau PP 50.000 IU/kgBB/ 12
jam (IM) selama 7-10 hari.
 Diazepam dimulai dengan dosis 0,1-0,3 mg/kgBB setiap
2-4 jam, dosis dapat dinaikkan pelan pelan sampai spasme
otot teratasi, dosis maksimal 600 mg/perhari, hati–hati
terjadinya depresi pernapasan.
 Awasi airway
 Jaga kebutuhan nutrisi dan cairan
Edukasi  Pencegahan tetanus dapat dibagi atas :
 Perawatan luka
 Imunisasi aktif
Pencegahan
Prognosa Baik
Tingkat evidens III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan  Latupeirissa, D: Tetanus, disampaANAKn pada Online
Simposium IDAI, Jakarta, 8 Oktober 2014.
 WHO: Current recommendation for treatment of tetanus
during humanitarian emergencies, WHO 2010.
 Lubis, CP: Tetanus anak, dalam Kumpulan Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak Penyakit Infeksi, bagian I, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK USU 1989, hal 30 – 36.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak


dr. Rafner Indra, SpA dr. Pasca Alfajra,Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur

dr. Atika Rahimah

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Asma Bronkial
Definisi Wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai
berikut : timbul secara episodik dan/atau kronik, cenderung
pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor
pencetus diantaranya aktifitas fisik, bersifat reversibel, baik
secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya
riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga sedangkan
sebab-sebab lain sudah disingkirkan.
Anamnesa  Sesak nafas, kesulitan bernafas
 Wheezing
 Batuk
 Dada rasa tertekan
 Riwayat atopi sebelumnya
 Riwayat atopi pada keluarga
Pemeriksaan fisik Penilaian tergantung derajat serangan
a. Inspeksi : pasien terlihat gelisah, sesak (nafas cuping hidung,
nafas cepat, retraksi substernal, retraksi sela iga, retraksi
supra klavikula), sianosis.
b. Palpasi : biasanya tidak ditemukan kelainan. Pada serangan
berat dapat terjadi pulsus paradoksus.
c. Perkusi : biasanya tidak ditemukan kelainan.
d. Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing, suara lendir.
Kriteria diagnostik Batuk/sesak mengi berulang, ekspirasi memanjang, riwayat
atopi sendiri dan atau keluarga.
Diagnosa Asma Bronkial
Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang Darah rutin, eosinofil total, uji tuberkulin, foto thorak.
Konsultasi Bagian Spesialis Anak
Penatalaksanaan Untuk kasus ringan – sedang
Pemberian Bronchodilator kerja cepat :
 Nebulisasi Salbutamol diberikan setiap 4 jam kemudian
dikurangi setiap 6-8 jam, bila kondisi anak membaik. Bila
diperlukan pada kasus berat dapat diberikan setiap jam
untuk waktu singkat.
Atau, dapat diberikan Epinephrin (1/1 000) 0,01
ml/KgBB/SC maksimal dose 0,3 ml.
 Bila kondisi membaik berikan salbutamol oral 0,05-0,1
mg/KgBB stiap 6-8 jam
 Jika anak mengalami serangan wheezing akut berat berikan
kortikosteroid sistemik metilprednisolon/prednisone 1-2
mg/KgBB/hari 3 kali sehari secara oral atau dexamethason
0,3 mg/kgBB/ kali IV/oral tiga kali sehari selama 3-5 hari.
Asma berat/status Asthmatcus
 O2 : 2 – 5 L/menit
 Kortikosteroid intravena bolus setiap 6-8 jam dengan dosis
0,5-1 mg/kgBB/hari.
 Nebulisasi Beta2 agonis+anti kholinergik dengan oksigen
dilanjutkan tiap 1-2 jam jika dalam 4-6 kali pemberian telah
terjadi Perbaikan klinis jarak pemberian diperlebar menjadi
4-6 jam.
 Aminophyllin intravena
Dosis awal : Jika sebelumnya belum pemah dapat
aminophyllin: 6 mg/Kg BB JIKA sebelumnya sudah pemah
dapat amniphyllin 3 mg / kg BB
Cara pemberian:
Diberikan dalam 30 cc Dextrose 5% selama 20-30 menit.
Dosis rumatan: 0,5-1 mg/Kg BB/jam dalam cairan infus
Dextrose 5%.
 Terapi suportif, pemberian cairan bila ada dehidrasi.
 Bila terjadi Perbaikan klinis nebulisasi diteruskan
tiap 6 jam selama 24 jam. Kortoikosteroid dan aminofilin
dapat diberikan peroral.
 Pemberian anti biotik bila ada infeksi.
Edukasi Hindari faktor resiko
Pencegahan Hindari faktor resiko, aktivitas berat
Prognosa Baik
Tingkat evidens III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan  Rahajoe, N dkk: Tata laksana serangan asma, dalam
Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi PP IDAI
2004 hal; 25 – 33.
 Supriyatno B: Tata Laksana Serangan Asma Berat Pada
Anak, dalam Naskah Lengkap PendidANAKn Kedokteran
Berkelanjutan LXIV ANAK-FKUI, Jakarta 24-25 Maret 2013,
hal 147-155.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak

dr. Rafner Indra, SpA dr. Pasca Alfajra,Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Tuberkulosis
Definisi Penyakit akibat infeksi kuman M. tuberculosis, yang bersifat
sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh,
dengan lokasi tersering di paru, yang biasanya merupakan
lokasi infeksi primer.
Anamnesa Gejala umum dari penyakit tuberkulosis pada anak tidak khas :
 Nafsu makan kurang.

 Berat badan sulit naik, menetap atau malah turun

 Demam subfebris berkepanjangan lebih dari 2 minggu,


keringat malam

 Pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher, aksila,


inguinal atau tempat lain.

 Keluhan respiratorik berupa batuk kronik lebih dari 3


minggu atau nyeri dada.
Keluhan spesifik organ :
 Benjolan di punggung (gibbus), sulit membungkuk, pincang
atau pembengkakan sendi.

 Bila mengenai susunan saraf pusat, dapat terjadi gejala


irritable, kejang, leher kaku, muntah dan kesadaran
menurun.

 Gambaran kelainan kulit yang khas yaitu skrofuloderma.

 Limfadenopati multipel di daerah leher, aksila atau


inguinal.

 Lesi flikten di mata.


Pemeriksaan fisik  Antropometri : gizi kurang atau gizi buruk

 Suhu subfebris.

 Kelainan pada pemeriksaan fisik ditemukan bila


tuberkulosis mengenai organ tertentu :
 Tuberkulosis vertebra : gibbus, paresis, paraparesis atau
paraplegia.

 Tuberkulosis coxae atau tuberkulosis genu : jalan pincang,


nyeri pada pangkal paha atau lutut.

 Pembesaran kelenjar getah bening multipel, tidak nyeri


tekan, atau konfluen.

 Meningitis tuberkulosis : kejang, kaku kuduk dan tanda


ransang meningeal lainnya.

 Skrofuloderma : ulkus kulit dengan skin bridge, terjadi di


daerah leher, aksila atau inguinal.

 Konjungtivitis fliktenularis yaitu bintik putih di limbus


kornea, nyeri.
Kriteria diagnostik Sering demam, batuk, nafsu, makan turun, berat badan tidak
mau naik, kontak dengan TB dewasa, adanya benjolan pada
leher, selangkangan paha kejang, kaku, muntah dan kesadaran
menurun, uji tuberkulin positif, kelainan pada foto toraks,
kelainan pada likuor serebro spinalis.
Diagnosa Tuberculosis
Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang Uji tuberkulin,pomeriksaan darah rutin lengkap, foto toraks,
foto tulang, lutut/pelvis/tulang punggung, funduskopi, biopsi,
jaringan, punksi pleura dan lumbal atas indikasi.
Konsultasi Bagian spesialis anak
Penatalaksanaan Pemberian tuberculostatika
 INH 5 - 15 mg/Kg BB/ hari, dosis maksimal 300 mg /hari
 Rifampicin 10 - 15 mg/KgBB/hari, dosis maksimal 600
mg/hari
 Diberikan selama 6 - 9 bulan
 Pyrazinamida 15 - 40 mg/Kg BB/ hari, dosis maksimal 2
gr/hari
 (Diberikan hanya 2 bulan pertama)
Untuk kasus-kasus berat seperti:
 TB milier
 Meningitis tuberculosa
 Tuberculosis tulang dan sendi, pada tahap intensif minimal
diberikan 4 macam obat ( INH, Rifampicin, Pirazinamid,
Ethambutol atau Streptomycin)
 Pemberian tuberkulostatikaselama 1 tahun
 Steroid diberikan pada kasus meningitis tuberculosa,
Tuberculosis Milier atau Peleuritis dengan efusi.
Edukasi  Pengobatan tuberkulosis berlangsung lama, minimal 6 bulan,
tidak boleh terputus dan harus kontrol setiap 1 bulan.

 Obat rifampisin dapat menyebabkan cairan tubuh (urin,


keringat dan ludah) berwarna merah.

 Secara umum obat sebaiknya diminum dalam keadaan perut


kosong, 1 jam sebelum makan atau minum susu, atau 2 jam
sesudah makan. Khusus untuk rifampisin, harus diminum
dalam keadaan perut kosong.

 Bisa timbul keluhan kuning pada mata, mual dan muntah


Pencegahan Hindari kontak dengan penderita TB
Prognosa Baik
Tingkat evidensi III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan Rahajoe, NN, Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, UKK
Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia 2007.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak

dr. Rafner Indra, Sp.A dr. Pasca Alfajra, Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur
dr. Atika Rahimah

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Kejang Demam
Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh suhu rektal diatas 38 0C akibat suatu
proses ekstrakranial.
Anamnesa  Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang
 Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval,
kesadaran anak paska kejang, penyebab demam di luar
infeksi susunan saraf pusat
 Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi
dalam keluarga
 Menyingkirkan penyebab kejang lain, seperti diare, muntah,
asupan kurang, sesak (kemungkinan gangguan elektrolit,
hipoksemia, hipoglikemia).
Pemeriksaan fisik  Suhu tubuh : apakah terdapat demam di atas 38 0 C saat
kejang
 Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran sebelum
maupun sesudah kejang
 Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Brudzinski I dan II,
Kernique dan Laseque
 Pemeriksaan nervus kranialis
 Tanda peningkatan tekanan intra kranial (ubun-ubun besar
membonjol, papil edema)
 Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat (ISPA, OMA, ISK dll)
 Pemeriksaan neurologis lain : tonus, motorik, refleks
fisiologis, refleks
Kriteria diagnostik Kejang demam sederhana :
Kejang berlangsung singkat ( kurang dari 15 menit ), kejang
bersifat umum (tonik - klonik ) tanpa gerakan fokal, tidak
berulang lam waktu 24 jam
Kejang dernam, kornplek:
Kejang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ), kejang fokal
atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial, kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
Diagnosa Kejang demam
Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang  Pemeriksaan darah rutin
 Punksi lumbal untuk menyingkirkan meningitis (bila
pasti bukan meningitis punksi lumbal tidak diperlukan)
Konsultasi
Penatalaksanaan Menghentikan kejang:
Diazepam rectal :
5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg
10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg
Diazepam juga dapat diberikan intra vena sebanyak 0,2 – 0,5
mg / kg BB diberikan perlahan - lahan.
Diazepam dapat diberikan dua kali dengan jarak 5 menit bila
anak masih kejang
Bila anak tetap masih kejang, berikan fenitoin 20 mg/kgBB/
intra vena dalam 50 ml NaCI 0,9% selama 20 - 30 menit, bila
kejang belum teratasi dapat diberikan tambahan fenitoin 10
mg/kgBB, bila kejang teratasi, lanjutkan pemberian fenitoin
setelah 12 jam kemudian dengan 5 – 7 mg/kbBB/hari dibagi 2
dosis. Bila kejang belum teratasi berikan fenobarbital IV
dengan dosis maksimum 15 – 20 mg/kgBB degan kecepatan
pemberian 100 mg/menit, bila kejang berhenti lanjutkan
pemberian fenobarbital IV rumatan 4 – 5 mg/kgBB/hari setelah
12 jam kemudian dibagi 2 dosis.
Pengobatan rumat
Hanya diberikan pada:
1. Kejang lebih dari l5menit
2. Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum
/sesudah kejang
3. Kejang fokal
4. Ada keluarga sekandung yang menderita epilepsi
Pengobatan rumat dipertmbangkan pada
1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
2. kejang demam pada bayi kurang dari 12 bulan
3. kejang demam 4 kali atau lebih dalam satu tahun
Pengobatan rumat
Fenobarbital 3 - 5 mg / kg BB / hari dibagi dua dosis atau
velproat 15 - 40 mg/kg BB, dibagi 2 - 3 dosis
Lama pemberian : satu tahun
Pengobatan Intermiten
Pengobatan pada saat anak demam (untuk kejang demam
sederhana)
> Paracetamol 10 - 15 mg / kg BB / 4 kali pemberian
> Diazepam 0,5 mg / kg BB / hari dibagi 4 dosis
Edukasi  Kejang demam tidak berbahaya, tidak menyebabkan
kematian
 Faktor risiko berulang jika terdapat riwayat kejang demam
dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan, temperatur yang
rendah pada saat kejang, cepatnya kejang setelah demam.
 Faktor risiko terjadi epilepsi yaitu kelainan neurologis atau
perkembangan jelas sebelum kejang demam pertama,
kejang demam kompleks, riwayat epilepsi pada orang tua
atau saudara kandung.
 Indikasi rawat yaitu :
 Kejang demam kompleks
 Hiperpireksia
 Usia dibawah 6 bulan
 Kejang demam pertama kali
 Terdapat kelainan neurologis.
Pencegahan Bila demam segera kompres intensif
Prognosa Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : bonam
Tingkat evidensi III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan 1. Suharso, Darto dkk, Kejang demam, dalam Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia, jilid I 2010,
halaman 150 – 153.
2. Suharso, Darto dkk, Tatalaksana Kejang Akut dan Status
Epileptikus, dalam Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia, jilid I 2010, halaman 310 - 314.
3. Syarif I; Update Penatalaksanaan Kejang Demam, dalam
Naskah Lengkap Simposium Tata Laksana Awal Kegawatan
Pediatri, Padang 15-16 Desember 2012, hal 158-165.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak

dr. Rafner Indra, SpA dr. Pasca Alfajra,Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur

dr. Atika Rahimah

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Ensefalitis
Definisi Infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai
macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, dan protozoa).
Anamnesa  Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia
 Penurunan kesadaran dengan cepat.
 Anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala, kejang dan
kesadaran menurun.
 Kejang bersifat umum atau fokal, dapat berupa status
konvulsivus.
 Dapat ditemukan sejak awal ataupun kemudian dalam
perjalanan penyakitnya.
Pemeriksaan fisik  Demam, dapat ditemukan hiperpireksia
 Kejang dapat berupa kejang umum, fokal atau status
konvulsivus
 Kesadaran menurun sampai koma
 Defisit neurologis dan gejala serebral lainnya, seperti
kelumpuhan tipe upper motor neuron (spastis, hiperrefleks,
refleks patologis dan klonus), gerakan involunter.
 Gejala peningkatan tekanan intrakranial
Kriteria diagnostik Demam tinggi penurunan kesadaran kejang, ubun - ubun besar
membonjol,ganguan neurologis.
Diagnosa Ensefalitis
Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah rutin, punksi lumbal
Konsultasi
Penatalaksanaan  Oxygen ( kapan perlu) )
 IVFD tetesan lambat
 Kontrol kejang dengan pemberian fonobarbital 2 hari
pertama 8 - 10 mg /kgBB / hari dibagi dua dosis, selanjutnya
4 - 5 mg/ kgBB/hari dibagi 2 dosis
 Steroid ( Dexametason ) dosis awal 0,5 mg/kgBB IV, 8 jam
kemudian 0, 1 - 0,2 mg/kgBB IV tiap 8 jam
 Ampicillin 200 mg/ kg BB / hari IV dibagi 3 atau 4 dosis
 Chloramfenicol 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 3 atau 4 dosis
 Retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan normal
Edukasi  Angka kematian masih tinggi (35-50%)
 Diantara pasien yang hidup, 20-40% mempunyai gejala sisa
berupa paresis, paralisis, gerakan koreoatetoid, gangguan
penglihatan dan kelainan neurologis lain.
 Pasien yang sembuh tanpa kelainan yang nyata, dalam
perkembangan selanjutnya masih mungkin mengalami
retardasi mental, gangguan perilaku dan epilepsi.
Pencegahan
Prognosa Sembuh dengan gejala sisa, meninggal
Tingkat evidensi III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan Speert, DP: Encephalitis, in Baldwin GA Handbook of Pediatric
Emergencies, USA 1989 page: 253 -255.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak


dr. Rafner Indra, SpA dr. Pasca Alfajra,Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur

dr. Atika Rahimah

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Meningitis Bakterialis
Definisi Peradangan selaput jaringan otak dan medula spinalis yang
disebabkan oleh bakteri patogen. Peradangan tersebut
mengenai araknoid, piamater dan cairan serebrospinalis.
Peradangan ini dapat meluas melalui ruang subaraknoid sekitar
otak, medula spinalis dan ventrikel.
Anamnesa  Sering kali didahului infeksi pada saluran napas atas atau
pencernaan seperti demam, batuk, pilek, diare dan muntah.
 Demam < 1 minggu
 Gejala meningitis berupa nyeri kepala, meningismus dengan
atau tanpa penurunan kesadaran, letargi, malaise, kejang dan
muntah
 Pada bayi dapat hanya berupa demam, iritabel, letargi, malas
minum dan high pitched-cry
Pemeriksaan fisik  Demam
 Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan kesadaran atau
iritabilitas
 Dapat ditemukan ubun-ubun besar membonjol, kaku kuduk
atau tanda rangsangan meningeal lain (Brudzinski, Kernig,
Lasseque), kejang dan defisit neurologis fokal. Tanda
rangsangan meningeal mungkin tidak ditemukan pada anak
berusia kurang dari 1 tahun.
 Infeksi di tempat lain (infeksi THT, sepsis atau pneumonia)
Kriteria diagnostik Demam tinggi, penurunan kesadaran, kejang, sakit kepala (pada
anak besar) tanda rangsang meningeal (pada bayi susah dinilai).
Diagnosa Meningitis bakteri
Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang Darah rutin, punksi lumbal
Konsultasi Dokter spesialis anak
Penatalaksanaan  Oxygen ( kapan perlu )
 IVFD tetesan lambat
 Kontrol kejang dengan pemberian phenobarbital 2 hari
pertama : 8 – 10 / kg BB / hari, dibagi 2 dosis
 Hari berikutnya : 4 – 5 mg /kg BB / hari, dibagi 2 dosis
 Sebelum pemberian antibiotik diberikan dexametason dosis
awal : 0,5mg/KgBB/IV, 8 jam kemudian 0,1 – 0,2mg /KgBB/8
jam/IV selama 4 hari

Usia 1-3 bulan :


 Ampicillin 200 -400 mg kg BB hari/ IV, dibagi 4 dosis +
cefotaksim 200 – 300 mg/kgBB/hari/IV dibagi 4 dosis
 Ceftriaxon 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
Usia > 3 bulan :
 Cefotaxim 200 – 300 mg/kgBB/hari dibagi 3 – 4 dosis, atau
 Ceftriaxon 100 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, atau
 Ampicillin 200 – 400 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis +
Khloramfenicol 100 mg / kg BB / hari / IV dibagi 4 dosis.
 Retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan normal
Edukasi 1. Gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dari meningitis
bakterialis terjadi pada 30% pasien
2. Gejala sisa lainnya seperti retardasi mental, epilepsi,
kebutaan, spastisitas dan hidrosefalus.
3. Kemoprofilaksis diberikan pada anak yang kontak erat dengan
pasien meningitis Hib atau meningokokus.
4. Vaksinasi yang telah tersedia adalah vaksinasi Hib,
pneumokokus dan meningokokus
Pencegahan sembuh, sembuh dengan gejala sisa, meninggal
Prognosa Baik
Tingkat evidensi III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan Scheifele, D: Bacterial meningitis, in Baldwin GA Handbook of
Pediatric Emergencies, USA 1989 page: 247 – 253

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak

dr. Rafner Indra, Sp.A dr. Pasca Alfajra,Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur

dr. Atika Rahimah

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


RSIA RIZKI BUNDA
KSM-ANAK
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
2018-2020
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
BBLR
Definisi Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi.
Anamnesa Hari pertama haid terakhir (HPHT) ibu, riwayat persalinan
sebelumnya, paritas, jarak dengan kehamilan sebelumnya,
kenaANAKn berat badan selama hamil, aktivitas, penyakit dan obat-
obat yang diminum selama hamil.
Pemeriksaan fisik  Tanda vital
 Berat badan lahir ditimbang dalam 1 jam setelah lahir atau paling
lambat 24 jam setelah lahir
 Skor Dubowitz atau New Ballard untuk menilai tanda
prematuritas atau tanda cukup bulan (KMK)
Kriteria diagnostik  Bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram.
 Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) jika berat lahir <
1000 gram
 Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) jika berat lahir 1000-1500
gram
 Bayi berat lahir rendah (BBLR) jika berat lahir 1500-2500 gram
Diagnosa BBLR
Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang  Gula darah sewaktu
 Pemeriksaan darah perifer lengkap dan kimia darah sesuai
kebutuhan dan kondisi bayi.
 Bila tersedia tenaga dan fasilitas :
 Retnopathy of prematurity pada umur 4 minggu atau
selambat-lambatnya masa gestasi ≤ 34 minggu dan/atau
berat lahir < 1600 gram, bila berat lahir 1600 sampai ≤ 2100
gram yang membutuhkan suplemen oksigen.
 Pemeriksaan telinga jika berat lahir < 1500 gram atau nilai
apgar ≤ 4 menit 1 atau ≤ 6 pada menit 5, ventilasi mekanik >
4 hari, dimulai usia 3 bulan dan dikoreksi sebelum usia 6
bulan.
 Osteopenia of prematurity jika berat lahir <1500 gram,
diperiksa fosfat serum, alkali fosfatase dan kalsium darah.
 USG kepala untuk penelusuran IVH (intraventricular hemorrhage)
dan PVL (periventricular leucomalacia)
Konsultasi Bagian anestesi
Penatalaksanaan  Oxygen : bila ada gangguan nafas (lihat gangguan nafas pada bayi
baru lahir)
 Rawat incubator, suhu incubator disesuaANAKn dengan berat
badan dan umur bayi
 Vit K1 : 1 mg / IM (satu kali)

Pada BBLSR dan BBLASR


 IVFD : Dextrase 10 % tetesan lambat sampai semua system
pada bayi stabil, bila memerlukan cairan IV lebih lama perlu
ditambahkan elektrolit NaCl, Ca Gluconas atau KCl (bila
diperlukan). Pemberian Kalium bila urine out put bagus.
 Bila bayi sudah stabil : berikan ASI / PASI ( bila ASI tidak
ada ) per NGT dimulai dengan volume kecil 10-15 ml/KgBB/hari,
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai toleransi bayi.
 Kebutuhan cairan total hari ke 1: 60 ml/kgBB, hari ke 2: 90
ml/kgBB, hari ke 3; 120 ml/kgBB.
 Pada keadaan pemberian nutrisi oral tidak memungkinkan
perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi parenteral partial/total
dengan pemberian :
 Asam Amino berikan cairan Asam Amino 5% atau 6 %
dimulai dengan dosis 1g/kgBB/hari dinaikkan setiap hari sampai
mencapai dosis 3-3,5 g/kgBB/hari.
 Bila memerlukan Lipid bisa diberikan preparat Intra Lipid
(jika tersedia) lemak 10% dan 20% dimulai dengan dosis 0,5-1,0
g/kgBB/hari sampai 3,0-4,0 g/kgBB/hari, diberikan secara
perlahan selama 20-24 jam dalam infus terpisah.
Edukasi  Penjelasan tentang perjalananan penyakit, komplANAKsi dan
prognosis.
 Rencana perawatan
Pencegahan
Prognosa Perbaikan, meninggal
Tingkat evidensi III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan 1.Kosim, MS dkk: Bayi berat lahir rendah, dalam Buku Acuan
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar, Depkes RI 2005, hal:
43 -49.
2.Rohsiswatmo R: Parenteral and enteral nutrition of preterm infant,
dalam Naskah Modul Pelatihan Tatalaksana BBLR, pada Pelatihan
BBLR FKUI/RSCM Jakarta 2008.
3.Marnoto, BW dkk: Pemberian nutrisi pada BBLR, dalam Naskah
lengkap Materi Pelatihan Penatalaksanaan BBLR Untuk Pelayanan
Kesehatan Level I-II, Perinasia Jakarta 2014, hal 115-132.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak

dr. Rafner Indra, Sp.A dr. Pasca Alfajra,Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Sepsis Neonatorum
Definisi Sindrom klinik penyakit sistemik disertai bakterimia yang terjadi
pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan.
Anamnesa Faktor risiko :
 Ibu demam ( suhu >37,9 derjat Celcius sebelum atau selama
persalinan )
 Ketuban pecah dini lebih dari 18 jam sebelum persalinan
 Cairan amnion berbau busuk
Pemeriksaan fisik Gejala : malas minum (sebelumnya minum dengan baik),
demam/hipotermia, letargi, aktivitas berkurang, iritabel/rewel,
keluhan saluran cerna (muntah, diare, kembung), sianosis, pucat,
ptekie, ikterik, takipneu, distress pernafasan, penurunan kesadaran,
kejang
Kriteria diagnostik

Diagnosa Sepsis neonatorum


Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang Darah perifer lengkap, CRP (bila tersedia)
Konsultasi Bagian anestesi
Penatalaksanaan a. Antibiotika
 Ampicillin 100-200 mg/kgBB/hari/ intra vena dibagi 2 dosis
 Gentamycin 5 mg/kgBB/hari/intra vena sekali sehari. Pada bayi
kurang bulan dosis dan interval pemberian disesuaANAKn. Bila
tidak ada Perbaikan dalam 48 jam di berikan :
 Cefotaxim 100 mg/kgBB/hari intra vena dibagi dua dosis dan
Gentamycin 5 mg/kgBB/hari sekali sehari, lama pemberian
10-14 hari.
b. Jaga saluran nafas
 Jaga patensi jalan nafas
 Oxygen
c. Pasang jalur intra vena dengan tetesan lambat
d. Terapi nutrisi yang adekuat
Bila bisa menetek, tetap menetek
Bila tidak bisa menetek, diberikan ASI peras atau PASI melalui
sonde lambung
Edukasi  Penjelasan tentang perjalananan penyakit, komplANAKsi dan
prognosis.
 Rencana perawatan
Pencegahan
Prognosa Tergantung dari jenis dan penyebab defek sistem imun
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Tingkat evidensi III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan 1. Pujiadi, AH dkk: Sepsis neonatal, dalam Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid I, IDAI 2010, hal 263-268.
2. WHO: Infeksi bakteri yang berat, dalam Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah sakit, WHO 2009, hal: 58-59.
3. Pusponegoro, TS : Sepsis pada neonatus (sepsis neonatal), Sari
Pediatri, Vol 2, No. 2, Agustus 2000, 90-102
4. Polin, RA : Management of Neonatus with Suspected or Proven
Early onset Bacterial Sepsis, Pediatric 2012 ; 129 : 1006-1015
5. Effendi, SH : Sepsis neonatal ; Penatalaksanaan Terkini serta
berbagai masalah dilematis pada symposium ilmiah dan workshop
Meet The Professor, Bandung 15-16 Juni 2013
6. WHO ; Management of neonatal sepsis in Guidelines on
Maternal , Newborn, Child and Adolescent Health, Geneva, WHO,
2012, page 6
7. Falciqlia, G et al ; Antibiotic Therapy and early onset sepsis,
NeoReviews Vol 13, No 2, Februari 2012.
8. Gomella, TL: Neonatal sepsis, in Neonatologi 2nd edition, Prentice
Hall International Inc 1992, page: 333 – 337.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak

dr. Rafner Indra, Sp.A dr. Pasca Alfajra, Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Asfiksia
Definisi Kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara
spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa
saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia
(asfiksia primer) atau mungkin mengalami asfiksia beberapa
saat setelah lahir (asfiksia sekunder)
Anamnesa Faktor risiko antepartum, intrapartum atau periode postnatal
Pemeriksaan fisik  Stage 1 (mild) : hiperalertness, tonus normal, reflek isap
lemah, reflek moro menurun, miosis, kejang
 Stage 2 (moderate) : letargi, hipotoni ringan, reflek isap
lemah/tidak ada, refelek moro menurun, miosis, kejang fokal
atau multifocal
 Stage 3 (severe) : stupor, tonus lumpuh, deserebrasi
intermiten, reflek isap dan moro tidak ada, respon pupil
terhadap cahaya menurun.
Kriteria diagnostik Laboratorium : darah perifer lengkap. Bila fasilitas tersedia :
analisis gas darah, kultur darah, elektrolit serum, BUN,
kreatinin.
Diagnosa Asfiksia neonatorum
Differensial diagnostik  Tidak ada pernafasan atau nafas megap-megap atau
pemafasan lambat (kurang dari 30 kali per menit)
 Pemafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi
(pelukan dada)
 Tangisan lemah
 Wama kulit pucat dan biru
 Tonus otot lemas atau terkulai
 Denyut jantung tidak ada atau perlahan (kurang dari
100 kali per menit)
Pemeriksaan penunjang
Konsultasi Bagian anestesi
Penatalaksanaan Semua bayi yong rnenunjukkan tanda – tanda asfiksia
memerlukan perawatan dan perhatian segera
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan asfiksia terdiri dari
1. langkah awal
2. langkah resusitasi

Langkah awal:
- Mencegah kehilangan panas dengan jalan menyiapkan
tempat melakukan pertolongan di tempat yang kering dan
hangat.
- Memposisikan bayi dengan baik, yaitu dengan kepala
bayi setengah tengadah ( sedikit ekstensi ) atau mengganjal
bahu bayi dengan kain, kernudian bersihkan jalan nafas
dengan alat penghisap yang tersedia, kemudian
mengeringkan bayi dengan kain yang kering dan hangat dan
diganti kain yang basah dengan yang kering dan hangat
sambil memberikan rangsangan taktil.
- Memposisikan kembali bayi, sambil dinilai : usaha
nafas, denyut jantung dan wama kulit.

Keterangan :
Cara membersihkan jalan nafas bayi
a. Membersihkan jalan nafas dengan ketentuan
1. Bila air ketuban bersih tidak bercampur mekonium,
dihisap melalui mulut kemudian hidung
2. Bila air ketuban bercampur mekonium, bila bayi
menangis nafas teratur, lakukan asuhan bayi baru lahir
normal. Bila bayi mengalami depresi, tidak menangis,
lakukan upaya maksimal untuk membersihkan jalan
nafas dengan membuka mulut lebar-lebar dan
menghisap agak dalam tetapi pelan.
b. Menilai bayi dengan melihat usaha nafas, denyut jantung
dan warna kulitnya
1. Bila bayi menagis, atau sudah bemafas dengan teratur,
wama kulit kemerahan, lakukan asuhan bayi baru
lahir normal
2. Bila bayi tidak menangis atau bernafas megap-megap
atau wama kulit bayi biru atau pucat atau denyut
jantung kurang dari 100 kali per menit lanjutkan
langkah resuitasi dengan melakukan ventilasi tekanan
positif
(Selanjutnya Lihat Langkah Resusitasi
Keterangan
Cara memposisikan bayi dan membersihkan jalan nafas bayi
Memposisikan bayi dan membersihkan jalan nafas bayi
 Posisikan bayi untuk berbaring pada punggungnya
atau miring dengan kepala / leher sedikit diekstensANAKn
untuk membuka jalan nafasnya dan memudahkan aliran
udara. Hindarkan hiperekstensi kepala, atau menekuk
kepala ke arah dada karena kedua manuver ini dapat
menghalangi jalan nafas bayi.
 JIKA belum dilakukan, klem dan potong tali pusat
untuk memungkinkan posisi yang sesuai dengan bayi.
 Gunakan penghisap lendir dan kondisi disinfeksi
tinggi / steril atau bola karet penghisap yang baru dan
bersih untuk menghisap lendir dimulut, kemudian hidung
bayi secara halus dan lembut. Hisap mulut terlebih dulu
untuk memastANAKn tidak ada sesuatu yang dapat
teraspirasi oleh bayi saat hidungnya diisap. Jangan
menghisap jalan nafas dengan kuat atau dalam-dalam
karena hal ini dapat menyebabkan jantung bayi
melambat atau bayl berhentl nafas. Penghisapan lendir
secara hati-hati akan membersihkan cairan dan lendir dari
jalan nafas dan dapat merangsang bayi untuk memulai
bernafas.

Rangsangan taktil
JIKA bayi baru lahir mulai bernafas secara memadai
setelah tubuhnya dikeringkan dan lendirnya dihisap,
berikan rangsangan taktil secara singkat. Pada saat
melakukan rangsangan taktil, pastANAKn bahwa bayi
diletakkan dalam posisi yang benar dan jalan nafasnya
telah bersih.
Rangsangan taktil harus dilakukan secara lembut dan hati-hati
 Dengan lembut, gosok punggung, tubuh, kaki, atau
tangan (ekstremitas) satu atau dua kali.
 Dengan lembut, tepuk atau sentil telapak kaki bayi
satu atau dua kali.
Proses menghisap lendir, pengeringan dan merangsang bayi
tidak berlangsung lebih dari 30 sampai 60 detik dari sejak
lahir hingga proses tersebut selesai. JIKA bayi terus mengalami
kcsulitan bernafas, segera mulai tindakan ventilasi aktif
terhadap, bayi. Meneruskan rangsangan pada bayi yg tidak
memberi memberi respon untuk bernafas hanya akan
membuang waktu yang berharga dan membahayakan
kesehatan dan kenyamanan bayi.
Rangsangan yang kasar, keras atau terus menerus, tidak akan
banyak menolong dan malahan dapat membahayakan bayi.

Langkah Resusitasi:
1. Bila bayi menangis atau bemafas megap-megap atau warna
kulit bayi biru atau pucat atau denyut jantung kurang 100
kali per menit, lakukan langkah resusitasi dengan
melakukan ventilasi tekanan positif
2. Tetapi sebelumnya periksa dan yakinkan bahwa alat
resusitasi berupa balon resusitasi dan sungkup muka telah
tersedia dan berfungsi baik (lakukan tes untuk balon dan
sungkup muka)
3. Cuci tangan dan memakai sarung tangan sebelum
memegang atau memeriksa bayi
4. Selimuti bayi dengan kain yang kering dan hangat kecuali
muka dan dada bagian atas, letakkan pada alas dan
lingkungan yang hangat
5. Periksa ulang posisi bayi dan yakinkan kepala dalam posisi
setengah tengadah (sedikit ekstensi)
6. Letakkan sungkup muka pada wajah bayi dan harus
menutup dagu, hidung dan mulut sehingga terbentuk
semacamt lekatan antara sungkup dan wajah
7. Tekan balon resusitasi yang telah dihubungkan dengan
oksigen dengan dua jari atau dengan seluruh jari tangan
tergantung pada ukuran balon resusitasi
8. Periksa lekatan dengan melakukan ventilasi dua kali dan
periksa gerakan dada
9. Bila lekatan baik (tidak bocor) dan terlihat gerakan dada,
maka lakukan ventilasi dengan menggunakan oksigen, bila
tidak tersedia oksigen gunakan udara ruangan
10.Pertahankan kecepatan ventilasi sekitar 40 – 60 x/menit
dengan tekanan yang tepat dengan melihat gerakan dada,
maik turun selama ventilasi
11.Bila dada naik turun dengan baik berarti ventilasi adekuat
12.Bila dada tidak naik, periksa lekatan sungkup yang tidak
abik, reposisi kepala, periksa sumbatan jalan nafas, isap
lendir.
13.Lakukan ventilasi selama 30 detik : kemudian lakukan
penilaian segera tentang pernafasa, denyut jantung da
warna kulit :
 Bila frekuensi nafas normal (30-60x /menit),
frekuensi jantung > 100x /menit, bayi kemerahan,
hentikan ventilasi, lakukan kontak kulit dengan kulit
ibunya, lakukan asuhan normal bayi baru lahir (menjaga
bayi tetap hangat, mulai pemberian ASI dini dan
pencegahan terhadap infeksi dan pemberian imunisasi)
 Bila bayi belum bernafas spontan atau frekuensi
jantung <100x /menit ulangi lagi ventilasi selama 30
detik, kemudian lakukan penilai ulang
 Bila bayi bernafas, tetapi terlihat cekungan dinding
dada, maka lakukan ventilasi dengan mengupakan
oksigen
 Bila bayi masih tidak bernafas, nafas megap-megap
teruskan bantuan nafas dengan ventilasi tekanan positif
 Bila frekuensi jantung <60x/ menit, teruskan ventilasi,
mulai kompresi dada, pertimbangkan intubasi
endotracheal.
 Lakukan penilaian setiap 30 cetik, dengan menilai
usaha nafas,Denyut jantung dan warna kulit
 JIKA bayi tidak bernafas secaral teratur setelah ventilasi
selama 20 menit,
• Pasang pipa nasogastrik untuk mengurangi atau
mengosongkan udara dalam lambung, bila bayi
kembung
• Segera rencanakan untuk melakukan
penanganan lanjutan
 JIKA tidak ada nafas sama sekali dan tidak ada
Perbaikan denyut jantung bayi setelah ventilasI lama 20
menit, hentikan ventilasi, bayi dinyatakan meninggal
dan beri bantuan emosional pada keluarga
Perawatan pasca resusitasi
Setelah bayi berhasil dilakukan resusitasi, maka segera lakukan
asuhan bayi normal dengan :
a. Menjaga bayi tetap hangat: kontak kulit dengan ibu
atau rawat di incubator
b. Menyusui dengan ASI sedini mungkin
c. Mencegah infeksi dan pemberian imunisasi (bila tersedia)
Edukasi  Penjelasan tentang perjalananan penyakit, komplANAKsi
dan prognosis.
 Rencana perawatan
Pencegahan
Prognosa Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Tingkat evidensi III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan 1. Kosim, MS dkk: Asfiksia pada bayi, dalam Buku Acuan
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar, Depkes RI
2005, hal: 69 – 78.
2. Kattwinkel, J: Penggunaan balon dan sungkup
resusitasi, dalam Buku Panduan Resusitasi Neonatus,
American Acedemic of Pediatric hal: 3-1 s/d 3-20.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Ob gyn dan Anak

dr. Rafner Indra, Sp.A dr. Pasca Alfajra, Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Gangguan napas pada bayi baru lahir
Definisi Gangguan napas pada bayi baru lahir adalah keadaan bayi yang
sebelumnya normal atau bayi dengan asfiksia yang sudah
dilakukan resusitasi dan berhasil, tetapi beberapa saat
kemudian mengalami gangguan nafas.
Anamnesa  Riwayat persalinan
 Riwayat kelahiran apakah normal atau asfiksia
Pemeriksaan fisik  Frekuensi napas bayi lebih dari 60 x / menit, mungkin
menunjukkan satu atau lebih tanda tambahan gangguan
napas
 Frekuensi napas bayi kurang dari 30 x/ menit
 Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir)
 Bayi apnea ( napas berhenti lebih dari 20 detik )
Kriteria diagnostik  Frekuensi napas bayi lebih dari 60 x / menit, mungkin
menunjukkan satu atau lebih tanda tambahan gangguan
napas
 Frekuensi napas bayi baru kurang dari 30 x/ menit
 Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir)
 Bayi apnea ( napas berhenti lebih dari 20 detik )
Diagnosa Gangguan napas pada bayi baru lahir
Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang  Pemeriksaan gula darah
 Analisa gas darah dan elektrolit (bila tersedia)
Konsultasi
Penatalaksanaan Penatalaksanaan :
 Pasang jalur intravena, sesuai dengan kondisi bayi
- Pantau selalu tanda vital
- Jaga patensi jalan napas
- Berikan oksigen nasal
 Bila oksigenasi nasal gagal, berikan oksigen dengan CPAP
(bila alat tersedia), dimulai dengan tekanan 5 cmH2O dan
FiO2 40-60%, setelah Perbaikan kurangi konsentrasi O2
perlahan lahan (10-25%), tiap 8-12 jam, setelah FiO2
sekitar 25% dapat dicoba lepas CPAP, kembali ke oksigen
nasal dengan dipandu oxymeter, pertahankan saturasi
oksigen 88-92%.
 JIKA bayi mengalami apnea
- Lakukan tindakan resusitasi
sesuai tahap yang diperlukan
- Lakukan penilaian lanjut
 Bila ada kejang, atasi kejang segera, periksa gula darah.
 Pemberian nutrisi yang adekuat
 Bila terdapat tanda-tanda sepsis. Berikan antibiotik sesuai
manajemen sepsis.
Edukasi
Pencegahan
Prognosa Baik, meninggal
Tingkat evidensi III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan 1. Kosim, MS dkk: Gangguan nafas, dalam Buku Acuan
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar, Depkes RI
2005, hal: 79 -83.
2. Marnoto, BW: Gangguan pernapasan pada BBLR,
dalam Materi Pelatihan Penatalaksanaan BBLR Untuk
Pelayanan Kesehatan Level I-II, Perinasia, Jakarta 2014, hal
57-75.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Ob gyn dan Anak

dr. Rafner Indra, Sp.A dr. Pasca Alfajra, Sp.OG


RSIA RIZKI BUNDA
Direktur

dr. Atika RAhimah

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Kejang pada neonatus
Definisi Kejang pada neonates adalah suatu kelainan neurologi yang
terjadi pada neonatus akibat gangguan system saraf pusat yang
terjadi sebelum lahir, saat persalinan atau sesudah persalinan
Anamnesa  Kapan terjadi kejang
 Berapa lama kejang berlangsung
 Keadaan umum bayi pada saat kejang
 Hal-hal kusus yang berhubungan dengan penyebab ; riwayat
persalinan, riwayat imunisasi tetanus ibu, riwayat perawatan
tali pusat, riwayat malas minum, adanya factor resiko infeksi,
riwayat ibu mendapat obat, riwayat kuning.
Pemeriksaan fisik Gerakan Abnormal pada wajah, mata, lidah dan ekstremitas
Ekstensi atau Fleksi tonik ekstremitas, gerakan seperti
mengayuh sepeda, mata berkedip, berputar, juling.
Tangisan melengking dengan nada tinggi sukar berhenti.
Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus, ubun-ubun besar
menonjol, suhu tubuh tidak normal.
Kriteria diagnostik Gerakan Abnormal pada wajah, mata, lidah dan ekstremitas
Ekstensi atau Fleksi tonik ekstremitas, gerakan seperti
mengayuh sepeda, mata berkedip, berputar, juling.
Tangisan melengking dengan nada tinggi sukar berhenti.
Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus, ubun-ubun besar
menonjol, suhu tubuh tidak normal.
Diagnosa Kejang pada neonatus
Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang  Darah rutin
 Lumbal Punksi
 Kadar glukosa darah, elektrolit (bila ada), bilirubin (jika
diperlukan)
Konsultasi
Penatalaksanaan 1. Medikamentosa menghentikan kejang
a. Fenobarbital 20 mg / kg BB /IV selama 5 menit, jika
kejang tidak berhenti dapat diulangi dengan dosis 10
mg/KgBB sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit.
JIKA tidak tersedia jalur intra vena dapat diberikan inta
muscular dengan dosis ditingkatkan 10-15%.
b. Bila kejang berlanjut berikan fenitoin 20 mg/KgBB intra
vena dalam NaCl 0,9% dengan kecepatan 1
mg/KgBB/menit.
2. Pengobatan rumatan
a. Phenobarbital 3-5 mg/hari tiap 12 jam IV/oral, sampai 7
hari bebas kejang.
b. Fenitoin 4-8 mg/KgBB/hari IV /oral dengan dosis terbagi 2
atau 3.
3. Bebaskan jalan nafas dan oksigenasi
4. Memasang jalur intravena
5. Pengobatan sesuai penyebab
Edukasi
Pencegahan
Prognosa Sembuh, meninggal
Tingkat evidensi III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan 1. Kosim, MS dkk; Kejang dan spasme pada neonatus, dalam
Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak IDAI, edisi I 2004,
hal 277-281.
2. WHO: Guideline on Neonatal Seizures, WHO 2011.
3. Okumura, A : The Diagnosis and Treatment of Neonatal
Seizure, Chang Gung Med. Journal 2012 ; 35 : 365-72.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Ob gyn dan Anak

dr. Rafner Indra, SpA dr. Pasca Alfajra, Sp.OG


RSIA RIZKI BUNDA
Direktur

dr. Atika Rahimah

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


RSIA RIZKI BUNDA
KSM-ANAK
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414 2018-2020
Telp. (0752) 66364, 66367
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Hiperbilirubinemia Neonatal
Definisi Peningkatan kadar bilirubin total pada minggu pertama
kelahiran. Kadar normal maksimum adalah 12-13 mg %.
Anamnesa  Riwayat ibu melahirkan bayi yang lalu dengan ikterus
 Golongan darah ayah ibu
 Riwayat ikterus hemolitik, defisiensi G6PD atau
inkompatibilitas factor rhesus atau golongan darah ABO
sebelumnya
 Riwayat anemia, pembesaran hati atau limpa pada keluarga.
Pemeriksaan fisik  Bayi tampak berwarna kuning
 Pada hari pertama tekan pada ujung hidung atau dahi
 Pada hari kedua tekan pada lengan atau tungkai
 Pada hari ketiga dan seterusnya tekan pada tangan dan kaki
Kriteria diagnostik  Bayi tampak kuning
 Amati ikterus pada siang hari dengan sinar lampu yang
cukup
 Tekan kulit dengan ringan dengan memakai jari tangan untuk
memastANAKn warna kulit dan jaringan subkutan
Ikterus berat jika :
 Setiap ikterus yang terlihat pada hari pertama
 Ikterus pada lengan dan tungkai pada hari kedua
 Ikterus pada tangan dan kaki.
Diagnosa Hiperbilirubinemia neonatal
Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang  Darah rutin
 Kadar bilirubin darah
Konsultasi
Penatalaksanaan  Terapi sinar pada ikterus berat
 Pada keadaan tertentu membutuhkan transfusi tukar (jika
fasilitas memungkinkan ) atau farmakoterapi
 Terapi suportif
Edukasi Berikan ASI OD
Pencegahan Berikan ASI OD
Prognosa Sembuh, ken ikterus, ikterus berkepanjangan ( prolonged
jaundice), meninggal
Tingkat evidensi III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan 1. Kosim, MS dkk; Hiperbilirubinemia neonatal, dalam Standar
Pelayanan Medis Kesehatan Anak IDAI, edisi I 2004, hal 296-
299.
2. WHO, ikterus, dalam Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah sakit, WHO 2009, hal: 68-69.
3. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline :
Neonatal jaundice : prevention, asscesment and
management. Queensland Government 2010.
4. Moerschel, SK, et al ; A Practical Approach to Neonatal
Jaundice. Am Fam Physician 2008 ; 77 (9) :1255-1262

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak

dr. Rafner Indra, SpA dr. Pasca Alfajra,Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur

dr. Atika Rahimah


PANDUAN PRAKTEK KLINIK
RSIA RIZKI BUNDA
Jl. Gajah Mada No.435 A Lansano
KSM-ANAK
Lubuk Basung, Kab. Agam 26414
Telp. (0752) 66364, 66367
2018-2020
Fax. (0752) 66367
Email: rsia.rizkibunda@yahoo.co.id
Hipoglikemia
Definisi Kondisi bayi dengan kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dl
dapat dengan atau tanpa gejala
Anamnesa  Ibu menderita Diabetes Melitus
 Bayi dengan berat lahir >4000 gram
 Bayi letargi, kejang atau gangguan nafas.
 BBLR / prematuritas
 Stres perinatal
 Penggunaan obat-obat pada ibu : terbutalin, propanolol,
hipoglikemik oral
Pemeriksaan fisik  Iritabilitas, tremor
 High-pitched cry
 Kejang
 Letargi, hipotonia
 Koma
 Sianosis
 Apnu, nafas tidak teratur
 Takipnoe
 Hipotermi, suhu tidak stabil
 Malas minum atau menolak menyusu
Kriteria diagnostik Kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dl dengan atau tanpa
gejala klinis
Diagnosa Hipoglikemia
Differensial diagnostik
Pemeriksaan penunjang  Periksa kadar glukosa darah pada bayi beresiko tinggi
 Periksa elektrolit (bila tersedia)
Konsultasi
Penatalaksanaan  Bila glukosa darah kurang dari 25 mg% atau terdapat tanda
hipoglikemia :
a. Pasang jalur intra vena
b. Berikan glukosa 10% IV bolus pelan dalam 5 menit
c. Infuse glukosa 10% sesuai kebutuhan rumatan
 Periksa kadar glukosa darah 1 jan setelah bolus glukosa. JIKA
kadar glukosa 25-45 mg/dl lanjutkan infus dan ulangi
pemeriksaan glukosa setiap 3 jam sampai kadar glukosa 45
mg/dl atau lebih.
 Bila kadar glukosa darah 25-45 mg/dl tanpa tanda
hipoglikemia :
a. Anjurkan ibu untuk menyusui, bila tidak bisa berikan ASI
peras dengan cara lain
b. Pantau tanda hipoglikemia, bila ada tanda hipoglikemia
tangani seperti diatas.
c. Periksa kadar glukosa darah tiap 3 jam
d. Bila kadar glukosa darah 25-45 mg/dl, tingkatkan
pemberian ASI.
e. Bila kadar glukosa darah kurang dari 25 mg% tangani
seperti diatas.
Edukasi Memberikan ASI
Pencegahan
Prognosa Sembuh, meninggal
Tingkat evidensi III, IV
Tingkat rekomendasi C, D
Penelaah kritis  dr. Rafner Indra, Sp.A
 dr. Delfican, Sp.A.M.Biomed
Kepustakaan 1. Kosim, MS dkk : Hipoglikemia, dalam Standar
Palayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi 1 2004, hal 322 –
324.
2. Marnoto, BW: Hipoglikemia, dalam Materi Pelatihan
Penatalaksanaan BBLR Untuk Pelayanan Kesehatan Level I-II,
Perinasia, Jakarta 2014, hal 133-142.
3. Wight, N et al : Guidelines for Glukosa Monitoring and
Treatment of Hipoglycemia in Breastfed Neonatus, Revision
Juni, 2006. Breastfeeding Medicine volume 1, 3, 2006.

Ketua Komite Medik Ketua KSM Obgyn dan Anak


dr. Rafner Indra, Sp.A dr. Pasca Alfajra, Sp.OG

RSIA RIZKI BUNDA


Direktur

dr. Atika Rahimah

Anda mungkin juga menyukai