Anda di halaman 1dari 84

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

KSM ILMU KESEHATAN ANAK


RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

ANAFILAKSIS

No.ICD 10 T78.0 (Anaphylatic reaction)


Sindrom klinis sistemik yang terjadi sangat akut dan mengancam
nyawa akibat pelepasan masif mediator inflamasi dari sel mast
Pengertian
dan basofil setelah pajanan alergen pada individu yang sudah
tersensitisasi
1. Mula gejala mendadak (dalam menit sampai beberapa
jam) setelah pajanan alergen. Pasien sudah
pernahterpajandengan alergen tersebut sebelumnya,
baik dengan rute, dosis, dan indikasi yang sama atau
berbeda dengan pajanan terakhir
2. Jenis gejala :
a. Kulit : bentol, gatal, kemerahan, bengkak pada
kelopakmata, bibir dan lidah
b. Saluranpernafasan atas atu bawah : sesak, mengi,
suara serak
c. Saluran cerna : mual, muntah, diare
d. Kardiovaskular/sistemik : berdebar, badan dingin,
pingsan, gelisah atau mendadak tidak sadar
Anamnesis
3. Pencetus gejala:
a. Alergen yang sudah diidentifikasi atau yang seting
dilaporkan (makanan, obat-obatan, sengatan
serangga, bahan kimia, lateks)
b. Pencetus non-imunologis (panas atau dingin yang
ekstrim, aktivitas fisik terutamasetelah makan, obat-
obatan(opioid), dan sinar matahari/radiasi ultraviolet
4. Riwayat sebelumnya
a. Riwayat penyakit alergi dan obat yang digunakan
sebelumnya
b. Gejala yang mirip dengan episode sakit ini
c. Riwayat atopi pada pasien atau keluarga

1. Kulit dan mukosa : urtikaria, angioedeme pada kelopak


mata, bibir, lidah, tau uvula, pruritus, eritema
2. Saluran nafas : sesak, rinore, bersin, hidung tersumbat,
mengi/bronkospasme,stidor,suara parau, disfonia,
hipoksemia
Pemeriksaan 3. Saluran cerna : nyeri perut kram, muntah, dan diare
Fisik 4. Kardiovaskular : takikardia hingga nadi tidak teraba,
aritmia, hipotensi, tekanan nadi menyempit dan gejala
yang berhubungan (hipotonia, kolaps, sinkop, dalat
terjadikejang)
5. Tanda kegawatan : syok, edema jalan nafas atas, dan
obstruksi bronkial

1
Salah satu dari 3 kriteria berikut :
1. Onset akut (dalam menit sampai beberapa jam)
keterlibatan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya
(contohnya : pruritus, eritema, urtikaria, edema pada
kelopak mata, bibir, lidah, uvula) dan minimal 1 dari hal
berikut :
a. Gejala respirasi: sesak, mengi/bronkospasme, stidor,
suara parau, disfonia, penurunan PEF, hipoksemia
b. Penurunan tekanan da rah atau gejala yang
berhubungan (hipotonia, kolaps, ainkope)
2. Dua atau lebih gejala berikut ini yang terjadi secara cepat
(dalam menit sampai beberapa jam) setelah pajanan
alergen :
Kriteria a. Keterlibatan jaringan kulit-mukosa :pruritus, eritema,
Diagnosis urtikaria, edema pada kelopak mata, bibir, lidah, uvula
b. Gejala respirasi: sesak,
mengi/bronkospasme,stidor,suara parau, disfonia,
penurunan PEF, hipoksemia
c. Penurunan tekanan darah atau gejala yang
berhubungan (hipotonia, kolaps, sinkop)
d. Gejala persisten saluran cerna (kram abdomen,
muntah)
3. Penurunan tekanan darah segera (dalam menit sampai
beberapa jam) setelah pajanan alergen, dapat berupa
tekanan darah sistolik yang rendah (sesuai umur) atau
penurunan tekanan darah sistolik >30%

1. Obstruksi jalan nafas karena benda asing


2. Heat stroke
3. Sinkop akibat penyebab lain
4. Syok akibat penyebab lain
5. Disfungsi pita suara
Diagnosis
6. Serangan panik
Banding
7. Refleks vasovagal
8. Flushing episode pada penggunaan obat -obatan tertentu,
alkohol, tumor gastrointestinal, tumor tiroid,
pheochromoxytoma, hiperglikemia, red man syndrom,
sindrom post prandial
1. Darah rutin
Pemeriksaan 2. Analisis gas darah dan elektrolit bila didapatkan tanda
Penunjang gagal napas atau syok
3. Pulse oxymetry
Konsultasi Subbagian ERIA

Perawatan
Rawat inap
Rumah Sakit
Prinsip tata laksana anafilaksis harus dilakukan segera dan
Terapi /Tindakan
simultan antara terapi dan evaluasi

2
1. Perawatan umum
a. Hentikan atau hindarkan pajanan
b. Bebaskan jalan napas
c. Evaluasi nadi dan tekanan darah
d. Pasien dibaringkan dengan tungkai leboh tinggi
e. Oksigen nasal kanul 2L/menit
f. Pasang torniquet di proksimal sengatan apabila
penyebabnya sengatan serangga dan buka torniquet
setiap 10-15 menit
g. Semua petawatan umum harus diberikan secara
simultan dengan pemberian epinefrin
2. Efinefrin/adrenalin 1:1000, dosis 0,01 mg/kgbb/kali, (dosis
maksimal 0,3 mg/kali) intramuskular di anterolateral paha,
1/3 medial. Dosis yang sama dapat diulangi dengan jarak
5-15 menit sampai 2-3 kali bila masih didapatkan
anagilaksis setelah pemberian epineprin sebelumnya.
Obat lain diberikan setelah pasien stabil dengan epineprin :
1. Infus kriataloid 20-30 ml/kgbb dalam 1 jam pertama
2. Salbutamol nebulisasi (dosis 0,1 mL/kgbb/kali dalam
NaCL 0,9%) tiap 8 jam, selama 3-7 hari,bila masih
terdapat wheezing setelah pemberian epinefrin
3. Difenhidramin 1 mg/kgbb/kali (dosis maksimal 50 mg/kali)
intramuskular atau intravena diberikan setiap 4-6 jam
selama 3-7 hari
4. Ranitidin 1 mg/kgbb/kali intravena tiap 8 jam, selama 3-7
hari, hanya diberikan bersama dengan difenhidramin
5. Metilprednisolon 1-2 mg/kgbb/hari intravena tiap 8-12
jam, selama 3-7 hari
6. Observasi kemungkinan anafilaksis bifasik
Tempat 1. Ruang rawat inap
Pelayanan 2. Ruang rawat intensif
Kegagalan organ
Pemyulit
Inform Consent Lisan dan tertulis
Lama
3-7 hari (dapat lebih lama bila anafilaksis berulang)
Perawatan

Masa
3-7 hari
Pemulihan

Hasil Anafilaksis teratasi

Patologi Tidak ada

Otopsi Tidak ada

1. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosia 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : subia ad bonam

3
1. Kontrol poliklinik
2. Nilai perbaikan klinis dan kebutuhan obat
3. Berikan kartu alergi
Tindak Lanjut
4. Nilai resiko alergi untuk anggota keluarga lain
(pencegahan primer untuk anak yang akan dilahirkab
berikutnya)
Tingkat
Evidens dan Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
Rekomendasi
1. Tidak ada lesi kulit (urtikaria dan angiodema), keluhan
pada saluran pernapasan (sesak, stidor), keluham pada
Indikator Medis
saluran pencernaan (kram, muntah) dalam 3x24 jam
2. Tanda vital normal
1. Diagnosis, tata laksana dan prognosis
2. Bahan yang menyebabkan anafilaksis wajib dihindari
seterusnya
Edukasi 3. Bila penyebabnya aktifitas, bila berolahraga pasien
didampingi
4. Hindari melakukan aktivitas sehabis makan bagi yang
mengalami alergi makanan
1. Wang J, Sicherer SH. Guidance on completing a written
allergy and anaphylaxis emergency plan. Pediatrocs
2017;139:1-9
2. Lieberman P, Niclas RA, Oppenheimer J, dkk.
Kepustakaan
3. Campbell L, James TC, Nicklas AR. Emeegency
department diagnosis and treatment of anaphylaxis : a
practice parameter. Ann Allergy Asthma Immunol
2014;113:599-608

4
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

ANEMIA DEFISIENSI BESI

No.ICD 10 D50.9 Iron deficiency anemia, unspecified

Anemia yang diakibatkan oleh kurangnya besi yang diperlukab


Pengertian
untuk sintesis hemoglobin

a) Pucat berlangsung lama tanpa perdarahan


Anamnesis b) Lelah, lemas, napsu makan menurun, daya tahan tubuh
menurun, serta gangguan perilaku dan prestasi belajar

Pemeriksaan Pucat, tidak ada organomegali, koilonikia, glositis, stomatitis


Fisik angularis
a. Kadar hemoglobin (Hb) kurang dari normal menurut
usia
Kriteria
b. Kadar serum Fe <50 ng/dL
Diagnosis
c. Kadar Total Iron Binding Capacity (TIBC) >350 ng/dL
d. Kadar ferritin <12 ng/mL
1. Anemia karena penyakit kronis
Diagnosis
2. Talasemia minor
Banding
3. Anemua sideroblastik
1. Darah rutin
Pemeriksaan 2. Hapusan darah tepi
Penunjang 3. Serum Fe, TIBC, serum ferritin
4. Retikulosit
Konsultasi Subbagian Nutrisi dan Penyakit Metabolik

Perawatan Rawat inap bila :


Rumah Sakit 1. Hb < g/dL
2. Kelainan karfiopulmonal
1. Besi elementer 3-6 mg/kgbb/hari oral tiap 8 jam
2. Transfusi packet red cell (PRC) bila Hb <5 g/dL atau
Tata Laksana
terdapat keterlibatan kardiopulmonal

Tempat
Ruang rawat inap
Pelayanan
Gagal jantung, malnutrisi berat
Penyulit
Inform Consent Lisan dan tertulis
Lama
3-5 haru
Perawatan

5
Masa 3 bulan setelah Hb normal atau kadar feritin > 12 ng/dL dan
Pemulihan tanpa adanya penyulit

Hasil Anemia teratasi dengan peningkatan kadar hemoglobin

Patologi Tidak ada

Otopsi Tidak ada

Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Tindak Lanjut Kontrol poliklinik

Tingkat
Evidens & Tingkat evidens 1b, rekomendasi A untuk Terapi
Rekomendasi

Indikator Medis Kadar hemoglobin normal sesuai umur

Edukasi Diagnosis, tata laksana dan prognosis

1. Lanzkowsky P. Irondeficiency anemia. Dalam: Lanzkowsky P,


Lipton JM, Fish JD, penyunting. Lanzkowsky's manual of
pediatrics hematology and oncology. Edisi keenam. London:
Elsevier; 2016.h.69-83
2. Raspati H, Reniarti L, Susanah S. Anemia defisiensi besi.
Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E,
Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar hemati-onkologi anak.
Kepustakaan Edisi keempat. Jakarta: BP IDAI; 2012.h.a30-43
3. Schwart E. Iron deficiency anemia. Dalam: Berhman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi kesembilanbelas. Philadelpia. Saunders;
2011.h.1469-71
4. Baker RD, Greer FR. Diagnosis amd prevention of oron
deficiency and iron-deficiency anemia in infants and young
children (0-3 years of age). Pediatrics 2010;126:1040-50

6
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

ASMA

J45.0 Preominantly allergic asthma


J45.1 Nonallergic asthma
No.ICD 10 J45.8 Mixed asthma
J45.9 Asthma, unspecified
J46 Status asthmaticus

Pengertian Spasme akut bronkus akibat reaksi alergi atau hipersensitivitas

Sesak, batuk dan mengi yang bersifat :


1. Timbul berulang (episodisitas)
2. Gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal)
3. Variasi gejala dalam 1 haru sangat besar (variabilitas)
4. Timbul setelah berolahraga, aktivitas fisik, menangis,
atau tertawa berlebihan atau perubahan cuaca/suhu
Anamnesis
5. Timbul bila ada faktor pencetus inhalan (hirupan) atau
digestan (makanan)
6. Gejala klinis membaik setelah pemberian obat asma
(reversibilitas)
7. Riwayat atopi pada pasien dan/atau keluarga lini
pertama
1. Kesadaran dan tanda vital
2. Mempertahankan posisi duduk
3. Kemampuan mengucapkan kalimat lengkap atau
hanya beberapa patah kata
Pemeriksaan
4. Kesulitan minum/makan pada anak kecil
Fisik
5. Sesak napas pada fase inspirasi
6. Retraksi toraks : suprasternal, interkostal, epigastrium
7. Mengi
8. Sianosis
Pembagian serangan asma :
1. Ringan sedang :
a. Mengucapkan kalimat
b. Lebih memilih duduk dibandingkan berbaring
c. Tidak ada agitasi
d. Takipnea
e. Tidak ada kontraksi otot bantu napas
Kriteria f. Laju nadi 100-120 kali/menit
Diagnosis g. Saturasi O2 pada udara kamar 90-95%
2. Berat :
a. Mengucapkan kata
b. Duduk condong ke depan
c. Agitasi
d. Laju napas >30 kali/menit
e. Kontraksi otot bantu napas
f. Laju nadi>120kali/menit

7
g. Saturasi O2<90%
3. Mengancam nyawa :
a) Kesadaran menurun atau berubah
b) Suara napas menurun

1.Pneumonia
Diagnosis 2.Bronkiolitis
Banding 3.Pneumonia aspirasi
4.Aspirasi benda asing
1.Pulse oximetry
Pemeriksaan 2.Analisis gas darah bila serangan berat dan mengancam
Penunjang nyawa
3. Foto toraks AP bila serangan berat
Konsultasi Subbagian ERIA

Perawatan
Rumah Sakit Rawat inap pada asma serangan sedang hingga berat
Tata Laksana Sesuai alur tata laksana serangan asma
Tempat a) Ruang rawat inap
Pelayanan b) Ruang rawat intensif
Atelektasis, pneumotoraks, gagal napas
Penyulit
Inform Consent Lisan dan tertulis
Lama Asma serangan sedang : 2-3 hari
Perawatan Asma serangan berat : 3-5 hari

Masa Asma serangan sedang : 2 hari


Pemulihan Asma serangan berat : 3 hari

Hasil Serangan asma teratasi dan terkendali

Patologi Tidak ada

Otopsi Tidak ada

1. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam

Tindak Lanjut Kontrol poliklinik

Tingkat
Evidens & Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
Rekomendasi
1. Gejala dan tanda asma menghilang
Indikator Medis
2. Asupan obat oral adekuat

8
Penjelasan tentang penyakit, rencana pemeriksaan diagnostik,
Edukasi pengobatan, kemungkinan serangan ulang, komplikasi, dan
upaya pencegahan serangan
a. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma
management and prevention. NIH 2016. Diunduh pada 3
Maret 2017. Didapat dari : URL:http:/www.ginasthma.org.
b. Liu AH, Covar RA, Spahn JD, Sicherer SH. Childhood Asthma.
Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St Geme III JW, Schor NR,
Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
keduapuluh. Philadelpia: WB Saunders Co; 2016.h.1095-115
c. UKK Reapirologi IDAI. Pedoman Nasional Asma Anak.
Jakarta:BP IDAI; 2015
d. National Asthma Council Australia. Australian Asthma
Handbook-Quick Referance Guide, Version 1.0. National
Kepustakaan Asthma Council Australia, Melbourne. 2014. Diunduh pada 14
Nopember 2017. Didapat dari :
URL:http://www.asthmahandbook.org.au.
e. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, dkk. Japanese guideline
for childhood asthma 2014. Allergol Int 2014;63:335-56
f. Kercsmar CM. Wheezing in older children: asthma. Dalam:
Chernick V, Kendig EL, penyunting. Kendig's disorders of
respiratory tract in children. Edisi kedelapan. Philadelphia: WB
Saunders Co; 2012.h.699-735

Lampiran SERANGAN ASMA

 Nilai derajat serangan asma


 Cari riwayat asma ewsiko tinggi

RINGAN SEDANG BERAT ANCAMAN HENTI NAFAS


 Bicara dalam kalimat  Bicara dalam kata Kriteria asma serangan
 Lebih senang duduk  Duduk bertopang berat terpenuhu,
daripada berbaring lengan ditambah :
 Tidak gelisah  Gelisah  Mengantuk/Letargi
 Frekuensi nafas  Frekuensi nafas  Suara nafas tak
meningkat meningkat terdengar
 Frekuensi nadi  Frekuensi nadi  Gelisah
meningkat meningkat
 Retraksi minimal  Retraksi jelas
 SpO2 (udara kamar) 90-  SpO2 (udara kamar)
95% <95%

9
TIDAK RESPONS
Mulai terapi awal SEGERA
 Berikan oksigen 1-2L/menit jika SpO2
<94% Atau MEMBURUK
 Agonis B2 kerja pendek :
o Via nebulizer atau via MDI dan spacer
Bila di IGD Rumah Sakit :
(4-10 semprot)
 Lanjutkan tata laksana sesuai derajat
o Nebulisasi dapat diulang sampai 3 kali
serangan
tiap 20 menit dalam 1 jam
Bila di fasyankes primer, segera rujuk ke
 Untuk nebulisasi ketiga pertimbangan
rumah sakit, sambil menunggu lakukan terapi
kombinasi agonis 82 kerja pendek dan
 Nebulisasi agonis 82 kerja pendek dan
ipratropium bromide
ipratropium bromide
 Pada saat serangan : Steroid sistemik
 Steroid sistemik (prednisolone/prednisone)
(prednisilone/prednisone) : 1-2
: 1-2 mg/kgbb/hari, maksimal 40 mg IV
mg/kgbb/hari, maksimal 40 mg peroral
 Berikan oksigen 2L.menit
(bila tidak memungkinkan (V). Hati – hati
dalam penggunaan steroid sistemik

TIDAK RESPONS
Lanjutkan terapi dengan agonis 82 kerja pendek jika diperlukan
nilai respon terapi dalam 1 jam berikutnya {atau lebih cepat}
Atau MEMBURUK

Membaik Siapkan untuk rawat jalan


 Obat pereda : lanjut sampai
Penilaian sebelum dipulangkan gejala reda / hilang
 Gejala : membaik  Obat pengendali : dimulai,
 SpO2 >94% (udara kamar) dilanjutkan, dinaikkan sesuai
 PEF membaik, dan 60-80 % nilai prediksi dengan derajat kekerapan asma
terbaik  Steroid oral : Lanjutkan 3-5 hari
 Kunjungan ulang ke RS dalam 3-
5 hari

*
Tindak Lanjut :
 Obat Pereda : Diberikan jika perlu
 Obat pengendali : Lanjutkan dengan dosis yang sesuai
 Evaluasi factor resiko : Identifikasi dan modifikasi Faktor Resiko bila memungkinkan

Bila tidak tersedia obat – obatan lain, gunakan ADRENALIN untuk asma yang
berhubungan dengan anafilaksis dan angioderma, dosis 10 ug?kg (0,01 ml/kg
adrenalin 1;1000), maksimal 500 mg ug (0,5ml)

*
Pasien dengan asma serangan berat atau ancaman henti nafas yang irujuk ke rumah sakit

Penilaian Awal :
A : Airway B : Breathing C : Circulation
Apakah ada :
Mengantuk, Letargi, Suaru paru tak terdengar

10
TIDAK YA

BERAT ANCAMAN HENTI NAFAS


 Bicara dalam kata Siapkan Perawatan ICU
 Duduk bertopang lengan  Inhalasi agonis 82 kerja pendek
 Gelisah  Oksigen
 Frekuensi nafas meningkat  Siapkan intubasi bila perlu
 Frekuensi nadi meningkat
 Retraksi jelas
 SpO2 (udara kamar) <90%
 PEF <50% prediksi atau terbaik

MULAI TERAPI
 Inhalasi agronis 82 kerja pendek + ipratropium bromide
 Steroid IV
 Oksigen untuk menjaga SpO2 94-98%
 Berikan aminofilin IV

Jika memburuk kelola sebagai serangan asma dengan


ancaman henti nafas dan pertimbangkan rawat ICU

Nilai kondisi klinis secara berkala


Periksa spirometri/PEF (satu jam setelah terapi awal)

FEV atau 60-80% dan FEV atau PEF <60 dan tidak
terdapat perbaikan gejala terdapat perbaikan gejala
SEDANG BERAT
Pertimbangkan rawat jalan Lanjutkan tata laksana dan
evaluasi berkala

11
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

GANGGUAN SPEKTRUM AUTISME

No. ICD 10 F84.0 (Childhood autism)


Pengertian Gangguan komunikasi social atau interaksi social adanya
perilaku restriktif (terbatas) dan repetitip (berulang-ulang)

Anamnesis 1. Adanya red flag anak meliputi babbling pada usia 12


bulan, tidak ada satu kata yang diucapkan dalam usia 12
bulan, tidak ada dua kata spontan pada usia 24 bulan,
dan kehilangan kemampuan bahasa dan kemampuan
social pada usia berapapun.

2. Riwayat prenatal, intranatal, dan antenatal.

Pemeriksaan Lingkar kepala, adanya gambaran dismorfik, menilai fungsi


Fisis pengelihatan dan pendengaran, dan pemeriksaan neurologis
untuk mengidentifikasi gangguan neurologi.
Kriteria Berdasarkan kriteria DSM-5 :
Diagnosis
1. kurangnya komunikasi dan interaksi sosial yang bersifat
menetap pada berbagai konteks, yang di manifestasikan
pada tanda dibawah ini, baik pada saat ini atau dari
riwayat sebagai berikut :

a. kurangnya kemampuan komunikasi sosial dan


emosional

b. terganggunya perilaku komunikasi nonverbal


yang digunakan untuk interaksi sosial

c. kurangnya mengembangkan, mempertahankan


dan mengerti hubungan.

2. perilaku yang terbata, pola perilaku yang repetitif,


ketertarikan atau aktivitas yang bermanifestasi minimal
dua dari perilaku berikut :

a. pergerakan motor repetitive atau stereitipi,


penggunaan objek atau bahasa

b. perhatian yang berlebihan pada kesamaan,


rutinitas yang kaku atau pola perilaku verbal atau
noverbal yang diritualkan

c. sangat terbatas, terpaku pada ketertarikan

12
dengan intensitas atau focus yang tidak normal.

d. Hiperaktivitas/hipoaktivitas pada masukan


sensoris atau ketertarikan yang tidak biasa pada
aspek sensoris pada lingkungan.

3. gejala harus muncul pada periode perkembangan awal


(tapi mungkin tidak bermanifestasi secara penuh sampai
tuntunan sosial melebihi kapasitas yang terbatas, atau
mungkin tertutupi dengan strategi belajar dalam
kehidupannya)

4. gejala menyebabkan gangguan yang signifikan pada


kehidupan sosial, pekerjaan atau hal penting lain dalam
kehidupan.

5. Gangguan ini tidak disebabkan oleh disabilitas intelektual


atau keterlambatan perkembangan global. Disabilitas
inteltual, kemampuan komunikasi sosial harus dibawah
kemampuan rerata anak seusianya.

Diagnosis 1. gangguan pendengaran


Banding 2. delayed speech
3. gangguan komunikasi sosial (pragmatis)
4. disabilitas intelektual disertai gangguan perilaku
Pemeriksaan M-CHAT-revised dan M-CHAT floow up
Penunjang
Tata Laksana 1. terapi nonmedikamentosa
a. terapi sensori dan integrasi
b. terapi okupasi
c. terapi wicara dan bahasa
d. terapi perilaku (psikolog)
2. terapi medikamentosa
a. risperidon 0,5-3 mg/hari (oral) tiap 8-12 jam, dapat
dinaikan 0,25 mg setiap 3-5 hari sampai dosis
inisial tercapai 1-2 mg/hari dalam 4-6 minggu
b. metilfenidat diberikan untuk hiperaktifitas/
gangguan perhatian 0,3 mg/kgbb/hari (oral) tiap 12
jam dengan lama pemberian sesuai kondisi klinis.
Edukasi Diperlukan usaha dari keluarga, petugas medis, kerjasama
multidisiplin untuk membantu anak agar dapat tumbuh dan
berkembang optimal.
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

13
Tingkat Evidens Tingkat evidens 1a

Tingkat Rekomendasi A untuk terapi


Rekomendasi
Penelaah Kritis KSM anak

Indikator Perbaikan hubungan sosial, perhatian, dan gejala obsesif.

Kepustakaan 1. Windiani IGAT, Soetjiningsih, Adnyana IGANS Lestari KA.


Indonesian modified checklist for autism in toddler, revised
with follow-up (M-CHAT-R/F) for autism screening in children
at Sanglah general hospital, Bali-Indonesia. Bali Med J
2016;5:133-7.
2. Windiani IGAT, Soetjiningsih, Adnyana IGANS. Pedoman
pelatihan deteksi dini dan diagnosis gangguan spektrum
autisme (GSA). Denpasar : unit kerja koordinasi tumbuh
kembang-pediatri sosial bagia/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK
Unud RSUP Sanglah; 2015.
3. American Psychiatric Association. Daignostik and statistic
manual of mental dissorder DSM-5. Edisi kelima. Washington
DC: APA publishing; 2013.h.50-9.
4. Werren Z, Melissa L, Sathe N. A systematic review of early
intensive intervention for autism spectrum disorders. Pediatric
2011;127:1303-11.

14
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

BRONKIOLITIS

J21.0 Acute Bronchiolitis due respiratory syncytial virus


No.ICD 10 J21.8 Acute Bronchiolitis due other specified organism
J21.9 Acute Bronchiolitis unspecified

Pengertian Inflamasi pada bronkiolus

1. Usia <2 tahun


2. Pilek, batuk dan demam subfebris
Anamnesis 3. Sesak nafas, takipneu, retraksi dinding dada dan mengi
dalam 1-2 hari setelah onset gejala
4. Rewel, kesulitan munum dan muntah
1. Takipnea dengan fase ekspirasi memanjang
2. Retraksi dinding dada (subkostal, interkostal,
suprasternal, dan supraklavikula)
Pemeriksaan 3. Mengi dan ronki basah halus pada seluruh lapang apru
Fisik 4. Pada bronkiolitis berat, terdapat tanda dehidrasi, distress
nafas berat (laju nafas >60 kali /menit, retraksi hingga
suprasternal, head nodding, nafas cuping hidung) dsn
gsgsl nspsd Z(sianosis hingga apnea)

Kriteria
Klinis berdasarkan diagnosis dan pemerikan fisik
Diagnosis

1. Pneumonia
2. Pneumonia aspirasi
3. Asma
Diagnosis
4. Croup
Banding
5. Gagaj jantung
6. Aspirasi benda asing
7. Pertusis
1. Pulse oximetry
Pemeriksaan 2. Foto toraks AP bila diagnosis meragukan
Penunjang 3. Analisis gas darah pada bronkiolitis sangat berat
4. Darah rutin pada bronkiolitis berat atau atipikal
Konsultasi Subbagian ERIA

Perawatan Indikasi rawat inap :


Rumah Sakit 1. Sianosis
2. Saturasi oksigen <92%
3. Frekuensi nafas >60 kalu/menit pada bayi dan > 50 kali/
menit pada anak
4. Distres pernapasan, apnea intermiten atau grunting
5. Penurunan kesadaran

15
6. Terdapat tanda dehidrasi
7. Tidak mau minum/melek pada bayi
1. Oksigen 1-2 liter per menit nasal prong sesuai PPK
ARDS
2. D5 0,225 NS pada anak berusia < 2 tahun dan D5 0,45
NS pada anak usia ≥2 tahun sesuai derajat dehidrasi dan
kebutuhan rumatan
3. Salbutamol inhalasi 0,05-0,1 mg/kgbb/kali ditambah
Tata Laksana
NaCL 3% hinggal 4mL tiap 6-8 jam selama 5 hari
4. Deksametasone intravena bolus 1 mg/kgbb/hari,
dilanjutkan 6 jam kemudian dengan dosis 0,05 -1
mg/kgbb/hari dibagi tiga selama 5 hari
5. Nasal suction bila sekret berlebih
6. Fisioterapi dada bila terdapat atelektasis
1. Ruang rawat inap
2. Ruang rawat intensif bila :
Tempat a. Saturasi oksigen <92% dengan terapi oksigen
Pelayanan b. Perburukan status respiratori berupa peningkatan
distress napas dan/atau kelelahan
c. Apnea berulang
1. Gagal napas
Penyulit 2. Pneumotoraks

Inform Consent Lisan dan tertulis


Lama
3-5 hari
Perawatan

Masa
2 hari
Pemulihan

Hasil Sembuh

Patologi Tidak ada

Otopsi Tidak ada

1. Ad vitam : dubia d bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam

Tindak Lanjut Kontrol Poliklinik

Tingkat
Evidens & Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
Rekomendasi
1. Gejala dan tanda bronkiolitis berkurang
Indikator Medis
2. Asupan oral adekuat

16
Edukasi Penjelasan tentang diagnosis, tata laksana dan prognosis

1. Hampton E, Abramson E. Kess is more: evidence-based


management of bronchiolitis. Pediatr Ann 2017:46:252-6
2. Coates BM, Camarda LE, Goodman DM. Wheezing in
infant: bronchiolitis. Dalam : Kliegman RM, Stanton BF, St
Geme III JW, Schor NR, Berhman RE, penyunting.
Nelson tektbook of pediatrics. Edisis ke
duapuluh.Philadelphia: WB Saunders Co: 2016.h. 2044-8
3. Meissner HC. Viral Bronchiolitis in children. N Eng J Med
Kepustakaan
2016;374:62-72
4. Nagakumar P, Doull l. Current therapy for bronchiolitis.
Arch Dis Child 2012;97:827-30

5. Ali S, Klassen TP. Bronchiolitis. Dalam: Chernick V,


Kendig EL, penyunting. Kendig’s disorders of respiratory
tract in children. Edisi kedelepan.Philadelphia: WB
Saunders Co; 2012.h. 443-52

17
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

GROUP

J05.0 Acute obstructive laryngitis


No.ICD 10
J05.1 Acute epiglotittis
Inflamasi pada laring, infra/subglotis,trakea dan bronkus yang
Pengertian
disebabkan oleh virus
1. Batuk ringan kemuadian menjadi batuk nyaring dang
menggonggong
2. Suara serak
3. Sesak napas
Anamnesis
4. Demam
5. Nyeri menelan
6. Hidung berair
7. Tampak lemah/malaise,tapi tidak tampak toksis
a. Kesadaran normal hingga menurun
b. Kemampuan makan dan minum baik hingga menurun
Pemeriksaan c. Demam
Fisik d. Takipnea, takikardia
e. Stridor inspirasi
f. Retraksi suprasternal dan epigastrium

Sesuai klinis :
Kriteria a. Sedang bila terdengar stridor inspirasi saat istrirahat
Diagnosis b. Berat bila juga terdengar stridor ekspirasi dan napas
cuping hidung

1. Epiglotitis akut
2. Trakeitis bakterial
3. Abses retrofaring
Diagnosis 4. Laringitis difteri
Banding 5. Laringotrakeitis akut
6. Aspirasi benda asing
7. Edema angioneurotik akut
8. Croup spasmodik
1. Foto polos jaringan lunak leher lateral saluran
Pemeriksaan respiratori atas bila tidak terdapat respon setelah
Penunjang pemberian terapi awal yang adekuat
2. CT-scan leher bila terdapat kecurigaan massa
Konsultasi 1. Subbagian ERIA
2. SMF THT-KL

Perawatan Rawat inap bila terjadi salah satu gejala berikut :


Rumah Sakit a) Usia di bawah 6 bulan
b) Stridor yang progresif atau terdengar saat istirahat
c) Tanda gawat napas
d) Hipoksemia/sianosis

18
e) Gelisah atau gangguan kesadaran
f) Demam tinggi
g) Anak tampak toksik
h) Tidak ada respons terhadap terapi awal adekuat
1. Oksigen 1-2L/menit nasal kanul
2. Infus D5 0,225 NS untuk anak <2 tahun dan D5 0,45 NS
untuk anak >2 tahun sesuai kebutuhan rumatan
3. Nebulisasi adrenalin/epinefrin 1:1000 dosis 0,5 mL/kgbb/kali
maksimal 5 mL dapat diulang tiap 4-6 jam bila masih
terdengar stridor
Tata Laksana
4. Deksametason 0,3 mg/kgbb/kali setiap 8 jam intravena
selama 2-3 hari
5. Intubasi : pada obstruksi berat dan tidak responsif terhadap
terapi lain
6. Sefotaksim 50 mg/kgbb/kali setiap 8 jam intravena selama 3-
5 hari bila tampak toksik
Tempat c) Ruang rawat inap
Pelayanan d) Ruang rawat intensif
Gagal napas akibat obstruksi laring berat
Penyulit
Inform Consent Lisan dan tertulis
Lama
2-5 hari
Perawatan

Masa
1 minggu
Pemulihan

Hasil Sembuh

Patologi Tidak ada

Otopsi Tidak ada

5. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 6. Ad fungsionam : dubia ad bonam
7. Ad sanationam : dubia ad bonam

Tindak Lanjut Kontrol poliklinik

Tingkat
Evidens & Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
Rekomendasi
7. Gejala dan tanda croup menghilang
Indikator Medis
8. Asupan oral adekuat

Edukasi Diagnosis, tata laksana dan prognosis

19
a. Roosevelt GE. Acute inflammatory upper airway obstruction
(Croup, epiglottitis, laryngitis, and bacterial tracheitis). Dalam:
Kliegman RM, Stanton BF, St Geme III JW, Schor NR,
Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics.
Edisi keduapuluh. Philadelphia: WB Saunders Co;
2016.h.2031-6
b. Bjornson CL, Johnson Dw. Croup in children. CMAJ open.
2013;185:1317-23
Kepustakaan
c. Balfour-Lynn IM, Davies JC. Acute infections that produce
upper airway obstruction. Dalam: Chernick V, Kendig EL,
penyunting. Kendig's disorders of the respiratory tract in
children. Edisi kedelapan. Philadelphia:WB Saunders Co;
2012.h.424-36
d. The Royal Children Hospital Melbourne. Croup
(laryngotracheobronchitis).
2011.www.rch.org.au/clinicalguide.

20
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

DELAYED SPEECH

No. ICD 10 F80.9 (Development disorder of speech and language


unspecified)
Pengertian Keterlambatan bicara dan bahasa dibandingkan dengan usia
perkembangannya.

Anamnesis a. riwayat perkembangan bahasa yang terlambat


b. riwayat penyakit ibu selama kehamilan; infeksi intrauterine
(rubella, toksoplasmosis, sitomegalovirus, hipotiroid
maternal), riwayat penggunaan obat-obatan terlarang
pada ibu atau mengkonsumsi alcohol.
c. Riwayat perinatal; prematuritas, hipoksia, trauma lahir,
perdarahan intracranial, kernicterus, kesulitan makan.
d. Riwayat penyakit sebelumnya; ensefalitis, dan meningitis,
otitis media akut yang berulang, hipotiroid, sindrom down,
trauma kepala dan kejang.
e. Riwayat psikososial : stress psikologis, masalah dalam
keluarga, gangguan perilaku social, tidak ada empati,
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain.
f. Riwayat keluarga: terlambat bicara dalam keluarga,
kelainan kromosom

Pemeriksaan Lingkar kepala, deformitas telinga, adanya gejala otitis media


Fisis akut atau otitis media perforasi.
Kriteria Berdasarkan hasil pemeriksaan CAT CLAMS: anak tidak dapat
Diagnosis melakukan tugas sesuai usia kronologisnya, dengan hasil FSDQ
dibawah 85 .

Diagnosis Global developmental delay


Banding
Pemeriksaan 1. Denver II
Penunjang 2. CAT CLAMS

Tata Laksana a. terapi wicara


b. stimulasi lingkungan

Edukasi 1. rutin melakukan stimulasi pada anak di setiap


kesempatan dan melakukan skrining pertumbuhan dan
perkembangan berkala.
2. Menjaga kondisi lingkungan yang mendukung dengan
membatasi screetime
3. Tidak menggunakan bahasa bilingual.

21
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Tingkat Evidens Tingkat evidens 1a

Tingkat Rekomendasi A untuk diagnosis


Rekomendasi
Penelaah Kritis KSM anak

Indikator CAT CLAMS anak dapat melakukan tugas sesuai usia


perkembangnnya.
Kepustakaan 1. Dorothy AM. Speech and language disorders. Dalam:
Behrman RE, Vaughan SC, penyunting. Nelson textbook
of pediatri. Edisi keduapuluh. Philadelpia; Saunders;
2016.h.98-101.
2. Wallace IF, Berkman ND, Watson LR. Screening for
speech and language delay in children 5 years old and
younger; a systematic review. Pediatrics 2015;136:449-
62.
3. Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa. Dalam:
Soetjiningsih, Ranuh IGNG, penyunting. Tumbuh
kembang anak. Edisi kedua . Jakarta: EGC; 2013.H.309-
24.

22
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

DEMAM DENGUE

No.ICD 10 A90 Dengue Fever

Infeksi yang disebabkan oleh virus dengue serotipe DEN 1-4


Pengertian
tanpa disertai adanya kebocoran plasma.
1. Demam tinggi, mendadak, terus menerus, kadang naik
turun, selama 2-7 hari
Anamnesis 2. Disertai salah satu gejala : muka kemerahan, anoreksia,
mialgia dan artalgia, nyeri epigastrik, mual, muntah, nyeri
kepala
1. Demam
Pemeriksaan
2. Uji toumoqet positif (> 10 petekie dalam luas 1 inci)
Fisik
atau perdarahan spontan
Kriteria
Sesuai lampiran tabel 1
Diagnosis
Diagnosis
Banding
Pemeriksaan 1. Darah rutin
Penunjang 2. Uji serologi : IgM dan IgG anto dengue pada hari ke 7
Konsultasi Tidak ada

Perawatan Rawat inap bila trombosit <100.000 sel/uL, anak tidak mau
Rumah Sakit minum, anak dengan dehidrasi, muntah - muntah persisten, nyeri
perut, anak gelisah, tidak BAK selama 4-6 jam, ada perdarahan
1. Sesuai alur tata laksana demam dengue pada lampiran
gambar 1
Tata Laksana
2. Parasetamol 10mg/kgbb/kali tiap 4 jam oral bila suhu
aksita lebih besar sama dengan 38°C
Tempat
Ruang rawat inap
Pelayanan
a) Dehidrasi
b) Kejang
Penyulit
c) Perdarahan

Inform Consent Lisan dan tertulis


Lama
3-5 hari
Perawatan

Masa
7 hari
Pemulihan

Hasil Sembuh

23
Patologi Tidak ada

Otopsi Tidak ada

i) Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis j) Ad fungsionam : dubia ad bonam
k) Ad sanationam : dubia ad bonam

Tindak Lanjut Kontrol poliklinik

Tingkat
Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk pemberian cairan
Evidens &
kristaloid
Rekomendasi
3. Tidak demam tinggi minimal 24 jam tanpa terapi
antipiretik
Indikator Medis 4. Napsu makan membaik
Pulang 5. Perbaikan klinis jelas
6. Jumlah urin cukup
7. Jumlah trombosit >50.000/uL

Edukasi Penjelasan tentang diagnosis, tata laksana, dam prognosis

4. Alejandria MM. Dengue haemorrhagic fever or dengue


shock syndrome in children. BMJ Clin Evid 2015;04:1-25
Kepustakaan 5. UKK Infeksi dan Penyakit Tropik. Pedoman diagnosis dan
tata laksana infeksi virus dengue pada anak. Jakarta:BP
IDAI; 2014
Tabel 1. Kriteria diagnosis menurut WHA 2011

Gejala dan Tanda Laboratorium

Demam yang diikuti oleh a. Leukopenia (leukosit


minimal 2 gejala berikut : ≤5000 sel/µL)
b. Trombositopenia
1. Nyeri kepala (jumlah plelet
2. Nyeri Retroorbital <150.000 sel/µL)
3. Mialgia c. Peningkatan
4. Atralgia/nyeri tulang hematokrit (5-10%)
Lampiran 5. Rash d. Tidak ada bukti
6. Manifestasi adanya kebocoran
perdarahan plasma

Konfirmasi diagnosis dengan pemeriksaan serologis IgM anti


dengue dan atau IgG anti dengue yang positif

Demam Dengue

Gejala dan Tanda Laboratorium

Demam yang diikuti oleh e. Leukopenia (leukosit

24
minimal 2 gejala berikut : ≤5000 sel/µL)
f. Trombositopenia
7. Nyeri kepala (jumlah plelet
8. Nyeri Retroorbital <150.000 sel/µL)
9. Mialgia g. Peningkatan
10. Atralgia/nyeri tulang hematokrit (5-10%)
11. Rash h. Tidak ada bukti
12. Manifestasi adanya kebocoran
perdarahan plasma

 Pasien tidak dapat minum, ada dehidrasi


 Ada muntah persisten, nyeri perut, anak gelisah, tidak
BAK selama 4-6 jam, ada perdarahan
 Jumlah platelet <100.000 sel/mm3

TIDAK ADA YA

Pasang Infus
RAWAT JALAN Berikan cairan kristaloid (D5 ½
NS atau Ringer Laktat) sesuai
 Beri minuman sebanyak 1-2 kebutuhan rumatan
liter/hari atau satu sendok
makan tiap 5 menit
 Jenis minuman : the manis,
sirup, jus buah, susu, oralit Pantau gejala klinis dan
 Bila suhu >380C beri laboratorium
paracetamol Perhatikan tanda – tanda syok
 Waspadai adanya warning sign : Palpasi hati setiap hari
Muntah persisten, nyeri perut, Ukur dieresis setiap hari
tangan dan kaki dingin, anak Awasi tanda perdarahan
gelisah, tidak BAK selama 4-6 Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 12 –
jam, ada perdarahan 24 jam
 Bila ada warning sign segera di
bawa ke rumah sakit

Perbaikan klinis dan laboratorium Peningkatan hematokrit


≥20%

PULANG Tatalaksana Demam


(Sesuai kriteria indikator pulang) Berdarah Dengue

Gambar 1. Tata laksana kasus demam dengue

25
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

DEMAM TIFOID

No.ICD 10 A01.0 Typhoid Fever

Pengertian Infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhii

1. Demam terus menerus selama minimal 7 hari


2. Disertai keluhan diare atau obstipasi
Anamnesis 3. Nyeri kepala dan/atau malaise dan/atay anoreksia
dan/atau nausea dan/atau moalgia dan/atau nyeri
perut dan/atau radang tenggorokan
1. Demam
2. Iritabel atau gelisah atau apatus atau delirium
Pemeriksaan
3. Lidah tifoid
Fisik
4. Meteorismus dan/atau hepatomegali dan/atau
splenomegali
1. Demam selama 7 hari atau lebih
2. Diare atau obstipasi
Kriteria
3. Gelisah atay apatis atau delirium
Diagnosis
4. Pemeriksaan IgM anti Salmonela atau biakan darah
positif Salmonella typhii
1. Demam berdarah dengue
2. Malaria
Diagnosis
3. Sepsis
Banding
4. Infeksi intrakranial
5. Keganasan
1. Darah rutin
Pemeriksaan
2. IgM anti salmonela
Penunjang
3. Kultur darah
Konsultasi Subbagian lain yang terkait

Perawatan
Rawat inap pada demam tifoid dengan penyulit
Rumah Sakit
1. Anribiotik
l) Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgbb/hari
intravena atau oral dibagi dalam 4 dosis selama 10-14
hari. Pemberian oral diberikab bila pasien mampu
Tata Laksana minun obat
m) Seftriakson 80 mg/kgbb/hari, intravena, sekali seharu
5 haru bila dalam 72 jam tidak ada perbaikam klinis
dengan kloramfenikol
2. Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari intravena dibagi 3 dosis

26
selama 5 harj diberikan pada kasus dengan gangguan
kesadaran
3. Suportif
e) Tirah baring
f) D5 0,45 NS sesuai kebutuhan rumatan
g) Parasetamol dosis 10mg/kgbb/kali diberikan bila
demam >38,5°C
h) Nutrisi rendah serat
1. Ruang rawat inap
Tempat
2. Ruang rawat intensif untuk demam tidoid dengan
Pelayanan
penurunan kesadaran dan syok septik
1. Perforasi usus
2. Perdarahan saluran cerna
Penyulit 3. Tifoid ensefalopati
4. Syok septik

Inform Consent Lisan dan tertulis


Lama
5-7 hari
Perawatan

Masa
7-14 hari
Pemulihan

Hasil Sembuh

Patologi Tidak ada

Otopsi Tidak ada

1. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam

Tindak Lanjut Kontrol poliklinik

Tingkat
Tingkat evidens 2b, rekomendasi B untuk pemberian
Evidens &
kloramfenikol sebagai pilihan terapi pertama
Rekomendasi
Indikator Medis Tidak demam selama 2x24 jam tanpa antiporetij, napsu makan
Pulang membaik, klinis perbaikab dan tidak dijumpai komplikasi

Edukasi Penjelasan tentang doagnosis, tata laksana, dan prognosis

1. Storey HL, Huang Y, Crudder C, Golden A, Santos T,


Howkins. A meta-analysis of typhoid diagnostic accuraccy
Kepustakaan studies : a recommendation to adopt a standarized
composite referrence. PLoS One 2015;10:1-24
2. Rampergan NH. Antibiotik terapi demam tifoid tanoa

27
komplikasi pada anak. Sari pediatru 2013;14:271-6
3. Naveed A, Ahmed Z. Treatment of typhoid fever in children:
comparison of efficacy of ciprofloxacib with ceftriaxone. Elem
Sch J 2016;12:346-55
4. Bhutta ZA. Salmonella. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St
Gene JW, Schor NF, penyunting. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi keduapuluh. Philadelpia: Elsevier, 2016;.h.
1382-92

28
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

DIARE AKUT OLEH KARENA VIRUS

A08.2 Adenoviral enteritis


No.ICD 10
A08.0 Rotaviral EnteritisAo8.3 Other viral enteritis
Bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (≥3 kali/24
jam) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan /
Pengertian
tanpa darah an/atau lender dan berlangsung kurang dari 1
minggu
1. Lama diare, frekuensi diare sehari, volume setiap kali
diare, warna dan konsentrasi tinja, lender dan atau darah
dalam tinja
2. Muntah, rasa haus, rewrl, anak lemah, kesadaran
menurun, buang air kecil terakhir, demam, sesak, kejang
Anamnesis
dan kembung
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare
4. Jenis makanan dan minuman yang diminum selama
diare, mengkonsumsi makanan yang tidak biasa
5. Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum
1. Keadaan umum, keasadaran dan tanda vital
2. Tanda utama : keadaan umum gelisah atau
lemah/letargi/koma, rasa haus, turgor kulit abdomen
menurun
3. Tanda tambahan : pemeriksaan ubun – ubun besar,
Pemeriksaan
kelopak mata, air mata, mukosa bibir, mulut dan lidah
Fisik
4. Berat badan
5. Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elktrolit,
seperti napas cepat dan dalam (asidosis metabolic),
kembung (hipokalemia), kejang (hiponatremis atau
hipernatremia)
1. Buang air besar 3 kali atau lebih selama 24 jam dengan
konsentrasi cair tanpa disertai lender/darah
2. Berlangsung kurang dari 1 minggu
3. Dari pemeriksaan feses ditemukan leukosit ≤10lbp
Penilaian derajat dehidrasi :
1. Dehidrasi ringan sedang
a. Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 tau
lebih tanda tambahan
Kriteria b. Keadaan umum gelisah atau cengeng
Diagnosis c. Ubun – ubun besar sedikit cekung, mata sedikit
cekung, air mata ada, mukosa mulut dan bibir sedikit
kering
d. Turgor kurang, akral hangat
2. Dehidrasi berat ( kehilangan cairan >10% berat badan )
a. Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2
atau lebih tanda tambahan
b. Keadaan umum lemah, letargi atau koma
c. Ubun – ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air

29
mata tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering
d. Turgor sangat kurang dan akarl dingin

Diagnosis 1.Intoleransi makanan


Banding 2.Keracunan makanan
1.Tinja rutin makroskopis dan mikroskopis
Pemeriksaan 2.pH tinja pada kasus kecurigaan pada intoleransi laktosa
Penunjang 3.Pada kasus dehidrasi berat : analisis gas darah dan
elektrolit serum (natrium, kalium, kalsium, klorida)
Konsultasi Subbagian ERIA

Perawatan
Rawat Inap
Rumah Sakit
Lintas diare : (1) Cairan, (2) Zinc, (3) Nutrisi, (4) Edukasi
Pengobatan cairan / elektrolit

Dehidrasi ringan sedang


1. Upaya rehidrasi oral (URO) dengan larutan oralit
osmolaritas rendah 75 mL/kgbb dalam 3 jam untuk
mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan 5-10
mL/kgbb setiap diare cair
2. Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak
muntah, setiap diberi minum walaupun telah diberikan
dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa
nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan adalah
Ringer Laktat dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan
berat badan : 70 mL/kgbb dalam 3-5 jam. Status hidrasi
dievaluasi secara berkala
Dehidrasi Berat
Mulai diberi cairan intravena segera. Beri 100 mg/kgbb cairan
Ringer Laktat (atau NaCL 0,9% dibagi sesuai umur:
Tata Laksana
Umur Pemberian I : Kemudian

30 mL/kgbb dalam 70 mL/kgbb dalam

Bayi <12 bln 1 jam * 5 jam

Anak > 1 thn ½ - 1 jam * 2½ - 3 jam

*Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba


1. Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum
tercapai percepat tetesan intravena
2. Segera berikan oralit 5 mL/kgbb/jam bila penderita bisa
minum; biasanya setelah 3-4 jam atau 1-2 jam (anak)
3. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi penderita
menggunakan kriteria dehidrasi

30
Pemberian preparat zinc selama 10 – 14 hari
1. Anak di bawah 6 bulan dengan dosis 10mg/hari
2. Anak di atas 6 bulan dengan dosis 20 mg/hari

Nutrisi
ASI.makanan sebelum sakit dilanjutkan. Beri makanan yang
mudah dicerna, rendah serat dan tidak merangsang

Tempat 1. Raung Rawat Inap


Pelayanan 2. Ruang Intensif Anak untuk kasus dehidrasi berat
1. Imbalans Elektrolit
Penyulit 2. Ensefalopati metabolic

Inform Consent Lisan dan tertulis


Lama
Perawatan

Masa
3 – 5 hari
Pemulihan

Hasil Sembuh

Patologi Tidak Ada

Otopsi Tidak Ada

1. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia da bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam

Tindak Lanjut Kontrol ke poliklinik

Tingkat
Evidens & Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk pemberian Zinc
Rekomendasi
1. Konsistensi fesef mengalami perbaikan
Indikator Medis 2. Tidak didapatkan komplikasi
3. Asupan oral (makan dan minum) membaik
1. Penjelasan diagnosis, tata laksana dan prognosis
2. ASI, sus formula serta makanan harus dilanjutkan selama
Edukasi diare dan diingkatkan setelah diare sembuh
3. Menjaga kebersihan diri maupun penyiapan makanan
4. Melanjutkan penggunaan obat sesuai petunjuk
1. Galloway DP, Cohen MP. Infectious diarrhea. Dalam:
Wylie R, Hyams JS, Kay M, penyunting. Pediatric
gastrointestinal and liver disease. Edisi kelima. United
Kepustakaan
states: Elsevier: 2016.h. 1-10
2. Guarino A, Bruzzese E, vial Diarrhea . Dalam : Guandalini
S, Dhawan A, Branski D, penyunting. Textbook of

31
pediatric gastroenterology heaptology and nutrition. A
comprehensive guide to practice. Edisi
pertama.Switzerland: Springer; 2016.h. 127-35
3. Florez ID, Al-Khalifah R, Sierra JM, dkk. The
effectiveness and safety of treatments used for acute
diarrhea and acute gastroenteritis in children : protocol
for a systematic revie and network meta-analysis . Syst
Rev 2016; 5:1-14
4. Lazzerini M, Wanzira H. Oral zinc for treating diarrhoea in
children. Cochrane Database o Syst Rev 2016;6:1-101

32
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

EPILEPSI PADA ANAK

No.ICD 10 G40.0 – G40.9 Epilepsy and recurrent seizure


Bangkitan kejang berulang tanpa provokasi dua kali atau lebih,
Pengertian dengan interval >24 jam antara kejang pertama dengan kejang
berikutnya
1. Pastikan pasien memang mengalami kejang, Singkirkan
kemungkinan gerakan yang menyerupai kejang seperti
breath holding spell, sinkop,tik, self-stimulation
2. Kalau memang kejang, harus tentukan tipe kejangnya
3. Lamanya kejang berlangsung (tidak mudah menentukan
karena lebih sering dokter tidak melihat kejadian
kejangnya)
4. Frekuensi kejang dan riwayat kejang sebelumnya
Anamnesis 5. Adanya aura sebelum kejang seperti : rasa takut, mual,
rasa berputar, kesemutan atau mati rasa pada jari,
cahaya terang pada salah satu lapang pandang
6. Jika ada, tanyakan obat anti epilepsy yang pernah
diminum sebelumnya, jenis obat, dosisnya dan lama
minumnya obat tersebut
7. Riwayat kelahiran, tumbuh kembang anak dan prestasi di
ssekolah
8. Riwayat epilepsy dalam keluarga
Pemeriksaan fisik pada umumnya normal kecuali terdapat
Pemeriksaan
penyakit lain yang mendasari
Fisik

Kriteria
Gejala Klinis
Diagnosis
1. Tik
2. Tremor
Diagnosis 3. Jittemess
Banding 4. Sinkope
5. Breath holding spell
6. Self stimulation
1. Elektroensefalografi (EEG)
2. Darah rutin
3. Gula darah
4. Elektrolit serum (Natrium, Kalium, Kalsium)
Pemeriksaan
5. SGOT dan SGPT
Penunjang
6. MRI kepala apabila dicurigai adanya focus epileptogenik
atau pada epilepsy yang disertai kelainan neurologis yang
nyata, seperti: mikrosefali, palsi selebral, hidrosefalus,
keterlambatan tumbuh kembang
Konsultasi 1. Subbagian ERIA

33
2. Instalasi Rehabilitasi Medik

Perawatan Rawat inap bila pasien baru, adanya status epileptikus dengan
Rumah Sakit penyulit lainnya
1. Anti kejang diberikan jika pasien datang dalam keadaan
kejang, hentikan kejang secepatnya (sesuai lampiran
Gambar 1)
2. Obat anti epilepsi (OAE) sesuai jenis epilepsinya selama
2-3 tahun bebas kejang dan dihentikan secara bertahap
dalam 3-4 bulan
3. Pada awal terapi :
a. OAE lini pertama yang dapat dipilih salah satu (lihat
Tabel 1)
1. Fenobarbital 3-5 mg/kgbb/hari oral tiap 12 jam
2. Asam valproat 15-40 mg/kgbb/hari oral tiap 12 jam
3. Karbamasepim 10-30 mg/kgbb/hari oral tiap 12
jam
4. Feniton 5-7 mg/kgbb/hari oral tiap 12 jam
b. OAE lini kedua dapat dipilih bila dengan kombinasi
OAE lini pertama gagal mengontrol kejang : topiramat
1-5 mg/kgbb/hari oral tiap 12 jam
Prinsip pengobatan epilepsi :
1. Mulai dengan monoterapi lini pertama. Monoterapi lini
Tata Laksana pertama sangat menentukan keberhasila terapi epilepsi
2. Jika monoterapi lini pertama sampai dosis maksimal
gagal mengontrol kejang, mulailah monoterapi lini kedua.
Jika monoterapi lini kedua berhasil, hentikan monoterapi
lini pertama secara tepat
3. Jika dua kali monoterapi sampai dosis maksimal gagal,
mulailah politerapi dengan 2-3 macam OAE, boleh
diberikan OAE lini kedua
4. Pada epilepsi intraktabel, dapat diberikan diet ketogenik
sebagai terapi adjuvan pada epilepsi intraktabel
Lama pemberian OAE :
1. Kejang umum klonik tonik selama 2 tahun bebas kejang :
a. Bebas kejang dengan EEG normal : selama 2 tahun
bebas kejang, dilanjutlan tapp off 3-4 bulan
b. Bebas kejang dan EEG masih abnormal : selama 3
tahun bebas kejang
2. Kejang partial atau partial umum : selama 3 tahun bebas
kejang
3. Abans : Selama 2 tahun bebas serangan
4. Juvenile Myoclonic : seumur hidup
Tempat
Poliklinik dan rawat inap
Pelayanan
Ketidakpatuhan minum obat, epilepsy resisten obat
Penyulit
Inform Consent Lisan dan tertulis
Lama
-
Perawatan

34
Masa
2-3 tahun bebas kejang tergantung jenis epilepsy
Pemulihan
1. Kejang terkontrol
Hasil 2. Tidak ada serangan kejang
3. EEG normal

Patologi Tidak ada

Otopsi -

1. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam
1. Kontrol poliklinik
2. Pemantauan efek samping obat dengan pemeriksaan
laboratorium:
a. Darah rutin
Tindak Lanjut
b. SGOT dan SGPT
c. Elektrolit (natrium, kalium, klorida, kalsium) secara
berkala setiap 3-6 bulan, disesuaikan dengan kondisi
pasien
Tingkat
Evidens & Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
Rekomendasi

Indikator Medis -

Edukasi Diagnosis, tata laksana dan prognosis

1. Mangunatmaja I, Hadryastuti S, Risan NA, peyunting.


Epilepsy pada anak. Jakarta: BP IDAI ;2016.h. 1-74
2. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Rekomendasi penatalaksanaan status
epileptikus. Jakarta: BP IDAI;2016.h. 1-7
3. National Institut for Health and Care Excellance. The
epilepsies: the diagnosis and management of epilepsies
Kepustakaan
in adults and children in primary and secondary care.
United kingdom:NICE;2015.h.162-70
4. Conway JM, Leppik IE, Birnbaum AK. Antiepileptic drug in
children. Edisi kelima. USA:Moshby Elsevier:2012.h. 811-
35

35
Tabel 1. Obat Anti Epilepsi

Nama Obat Indikasi Kontra Indikasi

Fenobarbital Epilepsi umum Absans

Epilepsi fokal

Fenitoin Epilepsi umum Mioklonik

Epilepsi fokal Absans


Lampiran
Asam valproat Epilepsi umum -

Epilepsi fokal

Mioklonik

Absans

Karbamazepin Epolepsi Fokal Mioklonik

Absans

36
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

GLOBAL DEPVELOPMENTAL DELAY

No. ICD 10 F88 (Other disorders of psychological development)


Pengertian Keterlambatan perkembangan global mencakup adanya
keterlambatan pada dua atau lebih aspek perkembangan.

Anamnesis 1. Pada anamnesis digali mengenai riwayat


milestone perkembangan bahasa, motoric kasar,
motorik halus, atau personal sosial yang terlambat
2. pada anamnesis juga digali mengenai riwayat
penyakit ibu selama kehamilan yang meliputi
infeksi intrauterine (rubella, toksoplasmosis,
sitomegalovirus, hipotiroid maternal), riwayat
penggunaan obat-obatan terlarang pada ibu atau
mengkonsumsi alcohol.
3. Riwayat perinatal meliputi prematuritas, hipoksia,
trauma lahir, perdarahan intracranial,
hiperbilirubinemia, kern icterus, kesulitan makan.
4. Riwayat penyakit sebelumnya; ensefalitis dan
meningitis, OMA yang berulang, hipotiroid, trauma
kepala dan kejang.
5. Riwayat psikososial: stress psikologis, masalah
dalam keluarga, gangguan perilaku sosial, tidak
ada empati, tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain.
6. Riwayat keluarga : terlambat bicara, atau
perkembangan lain yang terlambat dalam
keluarga, kelainan kromosom.

Pemeriksaan Lingkar kepala, wajah dismorfik, deformitas telinga, adanya


Fisis otitis media akut atau otitis media perforasi, status gizi,
deformitas muskuloskeletal, pemeriksaan neurologis
Kriteria Ditemukan keterlambatan pada dua atau lebih spektrum
Diagnosis perkembangan

Diagnosis 1. Stimulasi kurang


Banding 2. Gangguan perilaku gangguan spektrum autis (GSA)

Pemeriksaan 1. Denver II
Penunjang 2. CAT-CLAMS
3. M-CHAT-R, M-CHAT-R/F
4. FT4 dan TSHs
Tata Laksana 3. Fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara

37
4. Tatalaksana lingkungan
a. Meningkatkan stimulasi dilakukan di tempat
belajar, sekolah ataupun dirumah
b. Mengurangi screentime
5. Tatalaksana penyakit dasar
Edukasi 1. Stimulasi setiap ada kesempatan
2. Intervensi keterlambatan milestone perkembangan
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia

Ad sanationam : dubia

Tingkat Evidens Tingkat evidens 1a

Tingkat Rekomendasi A untuk diagnosis


Rekomendasi
Penelaah Kritis KSM anak

Indikator Milestone perkembangan sesuai usia

Kepustakaan 1. Glascoe FP. Developmental screening and


survailance. Dalam: Berhrman RE, Voughan SC.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi keduapuluh.
Philadelpia; Sounders; 2016.h.74-81.
2. Soetjiningsih. Skrining dan pemntauan anak. Dalam:
Soetjiningsih, ranuh IGNG, penyunting. Tumbuh
kembang anak. Edisi kedua. Jakarta: EGC
2013.h.168-77
3. Shevell M, Ashwal S, Donley D. Practice parameter:
evaluation of the child with global developmetal delay.
American Academy of neurologi 2003;60:367-80.

38
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS

No.ICD 10 N05.9 Unsoecified nephritic syndrome, unspecidied


Sindrom nefritik yang ditandai oleh hematuria mandadak,
udem kelopak mata, hipertensi dan insufisiensi ginjal,
Pengertian
disebabkan oleh infeksi kuman β streptokokus hemilolitikus
grup A (BSHGA)pada tenggorokan atau kulit
1. Riwayat infeksi saluran napas (2minggu sebelumnya),
kulit (3minggu sebelumnya)
2. Kencing merah seperti air cucian daging
3. Edema kelopak mata yang kemudian menjalar ke
tungkai
Anamnesis 4. Kencing berkurang atau tidak kencing sama sekali
5. Adanya sakit kepala, sesak nafas dan kejang
a. Keluhan spesifik yang juga sering timbul
adalah malaise, letargi, nyeri daerah
abdomen/flank area, serta demam

1. Tekanan darah meningkat (diatas persentil 95


Pemeriksaan menurut umur, jenis kelamin dan tinggi badan)
Fisik 2. Edema palpebra/tungkai,hepatomegali
3. Bekas infeksi kulit
1. Secara klinik bila dijumpai hematuria, hipertensi,
edema, oligouria, atau insufisiensi ginjal
2. Urin lengkap dijumpai cast eritrosit, hematuria dan
Kriteria proteinuria
Diagnosis 3. Adanya bukti infeksi BSHGA
4. ASTO (meningkat)
5. Swab tenggorokan
6. C3 (menurun)
1. Penyakit ginjal
2. Eksaserbasi akut glomerulonefritis kronik
3. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
4. Nefritis herediter (alport disiase)
5. IgA nefropati (Maladie de Berger)
Diagnosis 6. Benign recurrent haematuria
Banding 7. Rapidly progressive glomerulonesfritis (RPGN)
8. Penyakit sistemik
9. HSP (Henoch Schoenlein Purpura)
10. SLE (Systemic lupus erythromatusus)
11. GNA karena penyakit infeksi bakteri dan virus lainnya

1. Urin rutin
Pemeriksaan 2. Darah rutin
Penunjang 3. LED
4. BUN dan SC

39
5. C3
6. ASTO
7. Foto toraks bila ditemukan klinis sesak
8. Biakan hapus tenggorok

Konsultasi Subbagian ERIA

Perawatan
Rawat inao
Rumah Sakit
1. Tirah baring sampai hematuria nyata (gross) menghilang
2. Diit rendah garam (1 g/hari), protein dibatasi bila kadar
ureum meningkat
3. Eradikasi kuman BSHGA, yaitu :
4. Amoksisilin 50 mg/kgbb/hari oral tiap 8 jam selama 10
hari
5. Eritromisin 50mg/kgbb/hari oral tiap 8 jam selama 10
hari bila alergi terhadap amoksisilin

Tata Laksana

6. Anti hipertensi
7. Captopril 0,3 mg/kgbb/kali oral tiap 8 jam, dapat
dinaikkan dengan maksimal dosis 6 mg/kgbb/hari oral
sampai tekanan darah stabil
8. Nifedipin bila terjadi krisis hipertensi/hipertemsi
emergensi atau urgensi sesuai PPK Krisis Hipertensi

Tempat a. Ruang rawat inap


Pelayanan b. Ruang rawat intensif
1. Ensefalopati hipertensi
2. Acute kidney injury (Failure)
Penyulit
3. Dekompensasi kordis

Inform Consent Lisan dan tertulis

Lama Perawatan 7-14 hari

Masa Pemulihan 2 minggu - 1 bulan

Hasil Sembuh

Patologi Biopsi ginjal (pada kondisi kronis

Otopsi Tidak ada

40
1. Ad vitam : dubia ad bonam
Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam
Kontrol poliklinik setiap bulan selama 6 bulan pertama,
Tindak Lanjut
diteruskan sampai 1 tahin jika hematuria persisten

Tingkat Evidens
Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
& Rekomendasi

Tekanan darah normal, hematuria membaik(eritrosit sedimen


Indikator Medis
<10/LPB)

Edukasi Penjelasan tentang diagnosis, tata laksana, dan prognosis

1. Pan CG, Ellis Da, Glomerulonephritis associated wiyh


infection. Dalam: Kliegman RM, Bonita FS, Joseph WS,
Nina FS, Richard EB, penyunting. Nelson Textbook of
pediatrics. Edisi kedua puluh. Philadelpia: Elsevier;
2016.h.2498-501
2. Rundjan L, Teny TS, Anggraini A, Irene Y. Buku Saku
Dosis Obat Pediatri. Dalam: Tambunan T, Mulya RK,
Wahyuni I, penyunting. Jakarta:BP IDAI; 2016.h.20
Kepustakaan
3. Rauf S, Husein A, Jusli A. Konsensus glomeruronefritis
akut pasca streptokokus. Edisi pertama. Jakarta:BP IDAI;
2012.h.1-20
4. Zaffanello M, Cataldi L, Franchini M, Fanos V. Evidence-
basef treatment limitations prevent any therapeutic
recommendation for acute poststreptococcal
glomerulonephritis in children. Med Sci Monit 2010;16:79-
84

41
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN


HIPERAKTIVITAS

No. ICD 10 F90.2 (Attension deficit and hyperactivity disorder combined


type)
Pengertian gangguan perilaku dengan sulitnya pemusatan perhatian
(inatensi) dan hiperaktivitas – impulsivitas.

Anamnesis 1. Anak menjadi kesulitan mengikuti pelajaran dikelas


walapupun mereka mempunyai taraf intelektual yang
memadai.
2. Mereka tampak banyak bergerak, tidak mau duduk diam,
sangat ceroboh, banyak melamun, respon emosi sangat
labil, dan irritable.
3. Anak tampak tidak sabar dalam segala aktifitas misalnya
menunggu giliran, mengatri, dan juga dalam bermain,
serta menunda kepuasan.

Pemeriksaan Pemeriksaan fisis dan neurologi jarang ditemukan kelainan


Fisis
Kriteria Berdasarkan kriteria DSM-5 :
Diagnosis
A. Salah satu (1) atau (2) :

1. terdapat minimal enam atau lebih gejala-gejala tidak


dapat memusatkan perhatian / inattention yang
menetap selama paling sedikit 6 bulan sampai
derajat terjadinya maladaftif dan tidak sesuai dengan
tingkat perkembangan:

a. tidak dapat memusatkan perhatian

b. sering gagal memusatkan perhatian pada


hal-hal kecil atau membuat keslahan yang
tidak hati-hati pada pekerjaan sekolah,
pekerjaan atau aktivitas lain.

c. Sering sukar mempertahankan perhatian


pada tugas atau aktivitas bermain

d. Sering tampak seperti tidak mendengarkan


bila diajak berbicara langsung

e. Sering tidak mengikuti petunjuk dan gagal

42
menyelesaikan pekerjaan sekolah, tugas
atau kewajiban di tempat kerja (tidak Karena
perilaku menentang atau kegagalan untuk
memahami petunuk)

f. Sering menghindari, tidak suka atau enggan


terikat pada tugas yang membutuhkan
dukungan mental yang terus menerus
(seperti pekerjaan sekolah atau pekerjaan
rumah)

g. Sering menghilangkan benda-benda yang


dibutuhkan dalam tugas atau aktivitas
(misalnya mainan, tugas sekolah, pensil,
buku, atau alat0alat lainnya)

h. Sering mudah terganggu oleh rangsang dari


luar

i. Sering lupa daa, aktivitas sehari-hari.

2. terdapat enam atau lebih gejala hiperktivitas-


impulsivitas yang menetap selama paling sedikit 6
bulan sampai derajat terjadinya maladaftif dan tidak
sesuai dengan tingkat perkembangannya :

hiperkativitas :

a. sering tampak gelisah dengan tangan atau


kaki atau menggeliat-geliat ditempat duduk

b. sering meninggalkan tempat duduk dalam


kelas atau tempat lain dimana sitausinya
sedang diharapkan untuk tetap duduk

c. sering berlari dan memanjat berlebihan


dalam sitausi dimana hal tersebut tidak sesiai
(pada remaja atau orang dewasa, mungkin
terbatas pada perasaan kegelisahan yang
subyektif)

d. sering mengalami kesulitan bila bermain atau


menggunakan waktu luang dengan aktivitas
yang tenang

e. sering “bergerak terus” atau sering


berperilaku seperti “digerakkan oleh mesin”

f. sering berbicara berlebihan

43
impulsivitas :

a. sering menjawab tanpa berfikir sebelum


pertanyaan selesai di ajukan

b. sering sulit menunggu giliran

c. sering menyela dan memaksakan kehendak


pada orang lain (misalnya memotong
pembicaraan atau permainan)

B. Beberapa gejala hiperaktivitas-impulsivitas atau sukar


memusatkan perhatian muncul sebelum usi 12 tahun

C. Beberapa gejala diatas dapat muncul dalam dua atau


lebih keadaan (misalnya di sekolah atau tempat kerja
dan di rumah)

D. Harus jelas bukti adanya gangguan secara klinis dalam


fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan

Gejala-gejala ini tidak terjadi semata-mata bagian dari gangguan


perkembangan pervasive, skizofrenia, atau gangguan psikotik
lain dan tidak lebih baik bersama-sama dengan gangguan
mental yang lain (misalnya gangguan afektif, gangguan cemas,
gangguan disosiatif, atau suatu gangguan kepribadin).

Diagnosis 1. Gangguan perkembangan pervasif


Banding 2. Gangguan cemas
3. Gangguan tingkah laku
4. Gangguan mood
5. Oppsitional defiant disorder
6. Intermittent explosive disorder
7. Gangguan psikosis
8. Gangguan kepribadian
9. Gangguan neurokognitif
10. Gangguan depresi
11. Disabilitas intektual

Pemeriksaan Conners Abbreviated rating scale


Penunjang
Tata Laksana 1. terapi nonmedikamentosa
a. pelatihan keterampilan sosial
b. edukasi bagi orang tua, keluarga dan guru
2. terapi medikamentosa
a. metilfenidat 0,3-0,7 mg/kgbb/hari ( oral) dimulai dengan 5
mg/ hari pada pagi hari. Dosis maksimal adalah 60
mg/hari.

44
Edukasi 1. konsistensi dalam mendidik
2. reward dan punishment
3. ketaatan minum obat
Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia

Ad sanationam : dubia ad bonam

Tingkat Evidens Tingkat evidens 1a

Tingkat Rekomendasi A untuk terapi


Rekomendasi
Penelaah Kritis KSM anak

Indikator Gejala inatensi dan hiperkativitas minimal atau tidak tampak

Kepustakaan 1. Austerman. ADHD and behavioral disorder: Assesment,


management, and an update from DSM-5. Clave Clin J
Med 2015;82-101.
2. American Psychiatric Association. Diagnostic and
statistical manual of mental dissorder DSM-5. Edisi
kelima. Washington DC: APA publishing; 2013.h.59-62.
3. Wiguna T. Apakah anak dengan gangguan pemusatan
perhatian/hi[peraktivitas (GPPH) memerlukan obat?
Dalam: Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I,
Penyunting. A journey to child neurodevelopment:
application in daily practice. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.h.137-47.
4. Indriyani SAK, Soetjiningsih, Ardjnana IGAE, Windiani
IGAT. Prevalensi dan faktor-faktor risiko gangguan
pemusatan perhatian anak dan hiperaktivitas di klinik
tumbuh kembang RSUP Sanglah Denpasar. Sari pediatri
2008;9:335-41.
5. Keen D, Hadjikoumi I. ADHD in Children and
adolescents: a systematic reviews. BMJ Clin Evid
2008;10:312-42.

45
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

HIPOTIROID KONGENITAL

No.ICD 10 E03.1 (Congenital hypothyroidism without goiter)

Suatu keadaan yang terjadi akibat kurangnya efek hormom


Pengertian
tiroid pada sel target sejak bayi lahir

Konstripasi, bayi kuning, pertumbuhan terlambat, pucat,


Anamnesis benjolan pada pusar, gerak tidak aktif, gangguan
perkembangan.

1. Ubun - ubun terlambat menutup


2. Wajah dismorfik
3. Makroglosia
Pemeriksaan
4. Kulit kering
Fisik
5. Hernia umbilikalis
6. Hipotonia
7. Hiperbilirubinemia
Kriteria
Klinis dan pemeriksaan penunjang
Diagnosis
Diagnosis
Sindrom Down
Banding
Pemeriksaan 1. Fungsi tiroid (TSH dan FT4)
Penunjang 2. Darah rutin
Konsultasi 1. Subbagian tumbuh kembang - pediatri sosial
2. Instalasi Rehabilitasi Medis
3. Konsultaso Subbagian lain yang terkait

Perawatan
Rawat jalan
Rumah Sakit
Pemberian preparat L-tiroksin seumur hidup
Tata Laksana
Tempat
Poliklinik Anak
Pelayanan
Tidak ada
Penyulit
Inform Consent Lisan dan tertulis

Lama Perawatan Tidak ada

Masa Pemulihan Sampai kadar hormon tiroid normal

1. Pertumbuhan dan perkembangan normal


Hasil
2. Kadar FT4 dan TSH normal

46
Patologi Tidak ada

1. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam
Evaluasi kadar FT4 dan TSH :
1. Umur 3 bulan : tiap bulan
2. Umur 4-12 bulan : tiap 3 bulan
Tindak Lanjut 3. Umur >12 bulan : tiap 6 bulan
Kriteria pemghentian pengobatan :
1. Umur pasien >3 tahun
2. Tergantung hasil pemantauan fungsi tiroid
Tingkat Evidens
Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
& Rekomendasi

a. Pertumbuhan dan perkembangan normal


Indikator Medis
b. Kadar FT4 dan TSH normal

Edukasi Minum obay rutin setiap hari

a. Julia M, Rustama DS, Hipotiroid Kongenital. Dalam :


Batubara JRL, Tridjaja AAPB, Pulungan AB. Buku ajar
Endokrinologi Anak. Edisi kedua.Jakarta: BP IDAI;
2017.h.256-77.
b. La Franchi SH, Huang SH. Hypothyroidism. Dalam:
Kepustakaan
Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW, Schor NF,
Behrman RE, penyunting. Nelson Texbook of Pediatrics.
Edisi keduapuluh. Philadrlphia:Elsevier;2016.h.2665-71
c. Diaz A, Diaz EGL. Hypothyroidism. Pediatr Rev
2014;35:336-446

47
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

IKTERUS NEONATORIUM

No.ICD 10 E03.1 (Congenital hypothyroidism without goiter)

Suatu keadaan yang terjadi akibat kurangnya efek hormom


Pengertian
tiroid pada sel target sejak bayi lahir

Konstripasi, bayi kuning, pertumbuhan terlambat, pucat,


Anamnesis benjolan pada pusar, gerak tidak aktif, gangguan
perkembangan.

1. Ubun - ubun terlambat menutup


2. Wajah dismorfik
3. Makroglosia
Pemeriksaan
4. Kulit kering
Fisik
5. Hernia umbilikalis
6. Hipotonia
7. Hiperbilirubinemia
Kriteria
Klinis dan pemeriksaan penunjang
Diagnosis
Diagnosis
Sindrom Down
Banding
Pemeriksaan 1. Fungsi tiroid (TSH dan FT4)
Penunjang 2. Darah rutin
Konsultasi 1. Subbagian tumbuh kembang - pediatri sosial
2. Instalasi Rehabilitasi Medis
3. Konsultaso Subbagian lain yang terkait

Perawatan
Rawat jalan
Rumah Sakit
Pemberian preparat L-tiroksin seumur hidup
Tata Laksana
Tempat
Poliklinik Anak
Pelayanan
Tidak ada
Penyulit
Inform Consent Lisan dan tertulis

Lama Perawatan Tidak ada

Masa Pemulihan Sampai kadar hormon tiroid normal

1. Pertumbuhan dan perkembangan normal


Hasil
2. Kadar FT4 dan TSH normal

48
Patologi Tidak ada

a. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis b. Ad fungsionam : dubia ad bonam
c. Ad sanationam : dubia ad bonam
Evaluasi kadar FT4 dan TSH :
1. Umur 3 bulan : tiap bulan
2. Umur 4-12 bulan : tiap 3 bulan
Tindak Lanjut 3. Umur >12 bulan : tiap 6 bulan
Kriteria pemghentian pengobatan :
1. Umur pasien >3 tahun
2. Tergantung hasil pemantauan fungsi tiroid
Tingkat Evidens
Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
& Rekomendasi

1. Pertumbuhan dan perkembangan normal


Indikator Medis
2. Kadar FT4 dan TSH normal

Edukasi Minum obay rutin setiap hari

1. Julia M, Rustama DS, Hipotiroid Kongenital. Dalam :


Batubara JRL, Tridjaja AAPB, Pulungan AB. Buku ajar
Endokrinologi Anak. Edisi kedua.Jakarta: BP IDAI;
2017.h.256-77.
2. La Franchi SH, Huang SH. Hypothyroidism. Dalam:
Kepustakaan
Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW, Schor NF,
Behrman RE, penyunting. Nelson Texbook of Pediatrics.
Edisi keduapuluh. Philadrlphia:Elsevier;2016.h.2665-71
3. Diaz A, Diaz EGL. Hypothyroidism. Pediatr Rev
2014;35:336-446

49
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

INFEKSI SALURAN KEMIH

No.ICD 10 N39.0 Urinary tract imfection, site not specified


Bertumbuh dan berkembang biaknya kuman atau mikroba
dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. Infeksi saluran
Pengertian
kencing (ISK) komplek adalah ISK disertai lesi anatomik
ataupun fungsional
a. Neonatus : keluhan tidak spesifik, sperti pertumbuhan
lambat, suhu tidak stabil, tidak mau minum, mudah
terangsang, muntah, perut kembung,dll
b. Bayi umur 1 bulan - 1 tahun : demam, mudah
terangsang, kelihatan sakit, napsu makan berkurang,
muntah, diare, ikterus, perut kembung dll
Anamnesis c. Anak prasekolah dan anak sekolah, keluhan
umumnya terlokalisasi pada saluran kemih
1. ISK bawah : disuria, polakisuria, urgency dan
terkadang enuresis (terutama pada anak
perempuan)
2. ISK atas : demam, menggigil, sakit pinggang,
sakit di daerah sudut kostovertebral
1. Demam, nyeri lerut bawah, nyeri ketok
costovertebral angle (CVA)
Pemeriksaan
2. Kelainan genitalia seperti phimosis, hipospadia,
Fisik
epispedia, kelainan tulang belakang seperti apina
bifida
1. Diagnosis dibuat berdasarkan :
2. Anamnesis
Kriteria 3. Pemeriksaan fisik
Diagnosis 4. Urin rutin : leukosituris (>5/LPB),nitrit (+), leukosit esterase
(+), silinder, antobody coated bacteria
5. Biakan urin dari kateter dan urin pancar tengah koloni >10
Diagnosis 1. Vaginitis (perempuan)
Banding 2. Manifestasi cacing kremi
1. Urin rutin
Pemeriksaan 2. Darah rutin
Penunjang 3. Biakan urin
4. USG bila ada kecurigaan kelainan anatomi
Konsultasi SMF Bedah Urologi

Perawatan Rawat inap bila ISK disertai komplikasi, rasa nyeri hebat,
Rumah Sakit muntah dan dehidrasi
1. Antibiotik empiris diberikan sampai ada hasil biakan urin
2. Amoksisilin 20-40 mg/kgbb/haru oral tiap 8 jam
Tata Laksana
3. Kotrimoksasol(trimetoprim+ sulfametaksasol) 6-12 mg
TMP/kgbb/hari oral dab 30-60 mg SMX/kgbb/hari oral tiap

50
12 jam bila alergi dengan amoksisilin
4. Ampisilin 100 mg/kgbb/hari intravena tiap 6 jam
dikombinasikan dengan gentamisin 7,5 mg/kgbb/hari
intravena tiap 24 jam
5. Pielonefritis akut dan ISK pada neonatus, amtibiotik
diberikan secara intravena
6. Antibiotik selanjutnya disesuaikan dengan hasil biakan
urin da tes sensitivitas selama 5-7 hari
Tempat
Ruang rawat inap
Pelayanan
1. Infeksi berulang
2. Abses perinefrik
3. Obstruksi saluran kemih
Penyulit 4. Cacat ginjal (renal scarring)
5. Gagal ginjal

Inform Consent Lisan dan tertulis


5-7 hari
Lama Perawatan

Masa Pemulihan 14 hari

Urin rutin : leukosituria (-), nitrit (-), leukosit esterase (-),


Hasil
silinder, antibody coated bacteria (-), biakan urin (-)

Patologi Tidak ada

Otopsi Tidak ada

1. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam
1. Kontrol poliklinik
Tindak Lanjut 2. Pemeriksaan biakan urin setelah 3 hari terapi antibiotik
dihentikan, kemudian 1 bulan dan tiap 3 bulan
Tingkat Evidens
Tingkat evidens 1b, rekomendasi B untuk terapi
& Rekomendasi

Indikator Medis Gejala klinis menghilang, hasil biakan urin negatif

Edukasi Menjelaskan diagnosis, tata laksana, dan prognosis

1. Elder JS. Urinary tract infection. Dalam: Kliegman RM,


Bonita FS, Joseph WS, Nina FS, Richard EB, penyunting.
Kepustakaan
Nelson Textbookof Pediatrics. Edisi keduapuluh.
Philadelpia:Elsevier ;2016.h.2556-561

51
2. Pardede SO, Taralan T, Husein A, Partini PT, Eka LH.
Konsensus infeksi saluran kemih pada anak. Jakarta:BP
IDAI; 2011.h.1-34

52
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

KEJANG DEMAM

R56.0 Febrile Convulsions


No.ICD 10 R56.00 Simple Febrile convulsions
R56.01 Complex Febrile convulsions
Bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan sushu tubuh (suhu
Pengertian
di atas 380C, dengan metode pengukuran suhu apapun) yang
tidak disebabkan oleh proses intracranial
1. Identifikasi/pastika kejang atau bukan kejang
2. Identifikasi tipe kejang, durasi kejang, frekuensi
kejang, interval antara serangan kejang, suhu
sebelum/pada saat kejang
Anamnesis 3. Tentukan penyebab demam bukan proses intrakranila
4. Tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya
5. Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, kejang demam
atau epilepsy dalam keluarga
6. Singkirkan penyebab kejang yang lain
1. Tanda vital : keasadaran, tensi, nadi, laju napas, suhu
tubuh
2. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal
Pemeriksaan 3. Tanda dan gejala peningkatan tekanan intracranial
Fisik 4. Pemeriksaan tanda/gejala infeksi di luar SSP
5. Pemeriksaan fisik neurologis harus dilakukan
walaupun pada umumnya tidak ditemukan penyebab
kejang yang lain
Kejang demem diklasifikasikan menjadi a:
1. Simple Febrile Siezure ( Kejang demam sederhana)
Jika memenuhi ketiga criteria:
a. Kejang berlangsung singkat (durasi kurang dari 15
menit)
b. Bentuk kejang umum (torik dan tau klonik)
c. Tidak berulang dalam waktu 24 jam

2. Complex Febrile Seizure (kejang demam kompleks)


Kriteria
Jika memenuhi salah satu criteria :
Diagnosis
a. Kejang lama
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang
umum didahului kejang parsial
c. Berulang lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam
Catatan :
1. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih
dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali
dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar
2. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau
kejang umum yang difahului kejang parsial

53
3. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam
1 hari, dan diatara 2 bangkitan kejang anak sadar
4. Kejang demam terjadi karena kenaikan suhu tubuh,
bukan karena gangguan elektrolit atau metabolic
lainnya
5. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya
maka tidak disebut sebagai kejang demam
6. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain,
terutama infeksi susunan saraf pusat
7. Bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam rekomendasi kejang demam, melainkan
termasuk dalam kejang neonates
1. Epilepsy terprovokasi demam
Diagnosis 2. Ensefalopati metabolic
Banding 3. First unprovoked seizure
4. Infeksi intracranial
1. Fungsi lumbal dilakukan dengan indikasi:
a. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
b. Terdapat kecurigaan infeksi SSP berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan klinis
c. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang
disertai demam yang sebelumnya telah mendapat
antibiotic sehingga mengaburkan tanda dan gejala
meningitis
d. Pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada
anak umur di bawah 12 bulan yang mengalami
Pemeriksaan
kejang demam sederhana dengan keadaan umum
Penunjang
baik

2. Pemeriksaan laboratorium tidak rutin dilakukan :


a. Darah rutin bila ada tanda infeksi sekunder
b. Glukosa darah bila ada tanda hipoglikemia
c. Elektrolit serum (Natrium, Calcium, magnesium)
bila ada tanda imbalance elektrolit
3. Elektroensefalografi (EEG) dilakukan bila kejang
bersifat fokal

Konsultasi Tidak ada

Perawatan
Rawat inap untuk kejang demam kompleks
Rumah Sakit
1. Mengatasi kejang fase akut. Bila kejang telah
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
indikasi terapi antikonvulsan provilaksis
2. Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali oral tiap 4-6 jam jika
suhu ≥380C
Tata Laksana
3. Profilaksisi intermiten dengan diazepam 0,3
mg/kgbb/kali oral atau 0,5 mg/kgbb/kali rektal (5 mg
untuk BB <12 kg dan 10 mg untuk BB ≥12 kg)
sebanyak 3 kali sehari dengan dosisi maksimum 7,5
mg/kali diberikan selama 48 jam pertama demam.

54
Indikasi :
a. Kelainan neurologis ringan (tidak nyata), misalnya
keterlambatan motorik, keterlambatan bicara,
retardasi mental
b. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
c. Umur <6 bulan
d. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh <390C
e. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya,
suhu tubuh meningkat dengan cepat
4. Prifilaksis kontinyu (rumatan) dengan asam valproat
15-40 mg/kgbb/hari oral tiap 12 jam, indikasi :
a. Kejang fokal
b. Kejang lama > 15 menit
c. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum
atau sesudah kejang, misalnya palsi selebral,
hidrosefalus, heniparesis
5. Deksametason 0,6 mg/kgbb/hari intravena tiap 6 jam
selama maksimal 3 hari

Catatan :
Pengobatan rumatan diberikan selama 1 tahun, penhentian
rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off,
namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam
Tempat
Ruang rawat inap
Pelayanan
1. Kejang serial
2. Status epileptikus
3. Adanya kelainan neurologis fokal yang menetap
Penyulit
misalnya hemiparesisi atau paresisi nervus kranialis
4. Adanya gangguan tumbuh kembang sebelumnya

Lisan dan tertulis


Inform Consent

Lama Perawatan 3-5 hari

Masa Pemulihan 7-14 hari

Hasil Kejang teratasi

Patologi Tidak ada

Otopsi Tidak ada

1. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam

55
Tindak Lanjut Kontrol poliklinik

1. Tingkat evidens 1a, rekomendasi B untuk diagnosis


2. Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk tindakan
Tingkat Evidens
lumbal punksi
& Rekomendasi
3. Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk pemberian
obat profilaksis

Indikator Medis Pasien tidak demam dan tidak kejang 2 kali 24 jam

1. Ketaatan minum obat bagi apsien dengan profilaksis


intermiten dan kontinyu (rumatan)
2. Bila pasien kejang kembali berikan edukasi kepada
keluarga pasien :
a. Tetap tenang dan tidak panic
b. Longgarkan pakaian ketat terutama sekitar leher
c. Bila anak tidak sadar, posisikan miring. Bersihkan
bila ada muntahan, lender du mulut atau hidung
d. Jangan masukkansesuatu ke dalam mulut
e. Ukur suhu, observasi dan catat bentuk dan lama
Edukasi
kejang
f. Tetap bersama anak selama dan setelah kejang
g. Berikan diazepam rectal bila kejang masih
berlangsung lebid dari 5 menit
h. Bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu
tubuh lebih dari 400C, kejang tidak berhenti
dengan diazepam rectal, kejang fokal, atau
setelah kejang anak tidak sadar atau terjadi
kelumpuhan, makan dianjurkan anak dibawa ke
dokter atau rumah sakit
1. Offringa M, Newton R, Cozijnsen MA, Nevitt SJ,
Prophylactic drug management for febrile seizures in
children. Cochrane Database Syst Rev 2017;22:2-10
2. Harry W, Matthew H, Erica C, dkk. Compllex febrile
seizure-a systematic review. Dis Mon 2017;63:5-23
3. Seinfield S, Shinnar S. Febrile seizure. Dalam:
Kepustakaan Swaiman KS, Ashwal S, penyunting. Pediatric
neurology principles and practice. Edisi keenam. New
York: Elsevier;2017.h.519-23
4. Capovilla G, Mastrangelo M, Romeo A, Vigevano F.
Recommendations for the management of febrile
seizure ad hoc task force of LICE guidelines
commissions. Epilepsia 2009;50:2-6

56
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

KOLESTASIS

No.ICD 10 K83.1 (Obstruction of bile duct)


Semua kondisi yang menyebabkan terganggunya sekresi dan
ekskresi empedy ke doudenum sehingga menyebabkan
Pengertian
teryahannya bahan - bahan atau substansi yanh seharusnya
dikeluarkan bersama empedu tersebut di hepatosit

1. Warna kuning pada kulit, warna feses dan urin


2. Pelacakan etiologi : riwayat kehamilan dan kelahiran (ibu
dengan infeksi TORCH, berat badan lahir, infeksi
intrapartum, pemberian nutrisi parenteral)
Anamnesis 3. Riwayat keluarga : ibu mengidap hepatitis B, perkawinan
antar keluarga, adanya saudara landung yang menderita
penyakit yang sama
4. Paparan terhadap toksin/obat-obatan hepatotoksik

1. Wajah : fasies dismorfik


2. Mata : katarak/korioretinitis (pada infeksi TORCH)
3. kulit : kulit ikterus dan tanda komplikasi sirosis seperti
spider angiomata, eritema, palmaris, edema
4. Dada : bising jantung (pada sindrom alagille, atresia bilier)
Pemeriksaan 5. Abdomen :
Fisik 6. Hepar : ukuran lebih besar atau lebih kecil darpada normal,
konsistensi hati normal, permukaan hati licin/berbenjol -
benjol
7. Lien : splenomegali
8. Vena kolateral, asites
9. Lain - lain : jari tabuh, fetor hepatikum, fimosis

1. Ikterus dengan feses berwarna pucat atau akolik dan


urine berwarna kuning tua
Kriteria
2. Kadar bilirubin direk >1 mg/dL apabila bilirubin total <5
Diagnosis
mg/dL atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total,
apabila kadar bilirubin total >5 mg/dL

Diagnosis a. Kolestasis intrahepatal


Banding b. Kolestasis ekstahepatal
1. Darah rutin
2. Hapusan darat tepi
3. Biakan darah dan tes sensitifitas antibiotik
Pemeriksaan
4. Tes fungsi hati : bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek,
Penunjang
total protein, albumin dan globulin, SGOT, SGPT, alkali
fosfatase, gamma GT
5. Kolestasis, trigliserida

57
6. Masa protombin/INR
7. Kultur urin dan tes sensitifitas antibiotik
8. FT4 dan TSH
9. Tinja 3 porsi (dilihat warna tinja pada 3 periode dalam 24
jam)
10. Pencitraan :
11. USG 2 fase (puasa 6-8 jam dan sesudahnya minum)
12. USG doppler bila ter da pat kecurigaan hipertensi porta
13. Pemeriksaan kolangiografi pada atresia bilier yang
belum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan di atas
14. Pemwriksaan TORCH (IgM anti toksoplasma, IgM anti-
rubella, IgG anti-Rubella, IgM anti-CMV, IgM anti-HSV2,IgG
anti-HSV2) apabila terdapat gejala klinis
15. Pemeriksaan HbsAg dan anti -HCV bila ada kecurigaan
transmisi vertikal
Konsultasi a. Dokter konsultan bedah anak untuk kasus yang
memerlukan kolangiografi
b. Subbagian Nutrisi dan Penyakit Metabolik untuk
melabsorpsi lemak dan gagal tumbuh

Perawatan Rawat Inap :


Rumah Sakit a. Kasus kolestasis datang pertama kali
b. Kolestasis dengan penyulit
1. Terapi etiologik
a. Terapi medikamentosa : sesuai dengan etiologi
b. Operasi : untuk kolestasis ekstrahepatik
2. Terapi suportif (sampai kadar bilirubin normal)
a. Asam ursodeoksikolat 10-15 mg/kgbb/kali oral tiap 8
jam
b. Susu formula yang mengandung medium chain
trigliseride (MCT) bila terdapat malabsorpsi lemak
atau gagal tumbuh
Tata Laksana
c. Vitamin yang larut dalam lemak :
d. A : 5000-25.000 IU oral tiap 24 jam
e. D : calcitriol 0,05-0,2 mg/kgbb/hari oral tiap 24 jam
f. E : 15-25 IU/kgbb/hari oral tiap 24 jam
g. K1 : 0,3 mg/kgbb/kali intramuskular tiap 3 minggu
3. Vitamin K 1,5 mg injeksi subkutan sekali pemberian bila
terdapat gangguan pembekuan darah
Rifampisin 10mg/kgbb/hari oral bila ada pruritua sampai gejala
menghilang
a. Ruang rawat inap
Tempat
b. Ruang rawat intensif bila ada pendarahan saluran cerna
Pelayanan
berat dan intracranial bleeding
1. Pendarahan saluran cerna
2. Intracranial bleeding
3. Malnutrisi
Penyulit
4. Malabsorbsi
5. Sirosis hati

Inform Consent Lisan dan tertulis

58
Masa Pemulihan Tergantung etiologi

1. Sembuh apabila penyebab ditangani


Hasil 2. Menjadi sirosis apabila datang terlambat atau penyebabtidak
diketahui

Patologi Tidak ada

1. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam
a. Kontrol poliklinik
Tindak Lanjut
b. Pemantauan tumbuh kembang
Tingkat Evidens
dan Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
Rekomendasi
Penjelasan tentang diagnosis, tata laksana, dan prpgnosis
Indikator Medis
penyakit
1. Loomes KM, Emerick KM. Pediatric cholestatic liver disease.
Dalam: Wylie R, Hyams JS, Kay M, penyunting. Pediatric
gastrilointestinal and liver disease. Edisi kelima. United
states: Elsevier; 2016.h. 838-50
2. Young S, Azzam RK. Infantile cholestasis. Dalam: Guandalini
S, Dhawan A, Branski D, penyunting. Textbook of pediatric
gastroenterology hepatology and nutrition a comprehensive
guide of practice. Edisi pertama. Switzerland:Spinger;2016.h.
Kepustakaan 625-32
3. Grammatikopolus S, Thompson RJ. Infantilecholestasis.
Dalam: Guandalini S, Dhawan A, Branski D, penyunting.
Textbookof pediatric gastroenterology hepatology and
nutrition. A comprehensive guide to practice. Edisi pertama.
Switzerland: Spinger; 2016.h. 663-72
4. Chen Z, Zhao M. Yinchencho decoction in treatment of
cholestasis: a systematic review and meta-analysis. J
Ethnoparmacol 2015;168:208-16

59
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

KONSTIPASI

No.ICD 10 K59.0 (Constipation)


Ketidakmampuan melakukan evakuasi feses dengan sempurna,
yang tercermin dari 3 aspek yaitu berkurangnya frekuensi buang
air besar (BAB) dari biasanya, tinja yang lebih keras daripada
Pengertian
sebelumnya, dan pada palpasi abdomen teraba massa feses
(skibala) dengan atau tidak disertai kecepirit (BAB sedikit -
sedikiy, cair, terlihat pada pakaian dalam sebagai noda)
1. Keluhan sulit BAB atau BAB kurang dari 3 kali dalam
seminggu
2. Nyeri dan distensi abdomen yang menyertai retensi feses
dan menghilang sesudah defekasi
3. Riwayat feses yang keras atau feses yang besar hingga
menyumbat toilet, kecipirit di antara feses yang keras
4. Anoreksia dan berat badan sulit naik
5. Upaya menahan tinja dengan menyilangkan kaki
Anamnesis 6. Riwayat konsumsi obat -obatan : antasida, antikolinergik,
antikonvulsan, antidepresan, diuretik, peeparat besi,relaksan
otot
7. Riwayat diet : kurang sayur dan biah, banyak minum susu
8. Riwayat masalah dalam keluarga, pindah rumah, perubahan
aktivitas,ketersediaan toilet dan kemungkinan child abuse
9. Umur saat gejala timbul
10. Adanya demam, perut kembung anoreksia, muntah, berat
badan saat lahir, diare berdarah
a. Distensi abdomen dengan bising usus normal, meningkat,
atau berkurang
b. Massa abdomen teraba pada palpasi abdomen kiri san
kanan bawah dan daerah suprapubis
Pemeriksaan c. Fisura ani
Fisik d. Pemeriksaan colok dubur : dirasakan tonus sfingter, ukuran
rektum, jepitan rektum, feses yang mengeras, adanya darah
atau lendir, adakah feses menyemprot bila jari dicabut
e. Adanya gagal tumbuh, hilangnya lengkung lumbosakral,
kelainan pigmen di lumbosakral
a. Frekuensi defekasi dua kali atau kurang dalam seminggu
tanpa pemberian laktasif
b. Terdapat dua kali atau lebih episode kecpirit (enkopresis)
Kriteria setiap minggunya
Diagnosis c. Terdapat periode pengeluaran feses dalam jumlah besar
setiap 7-30 hari
d. Teraba massa abdominal atau masa rektal pada
pemeriksaan fisik
Diagnosis a. Penyakit Hirschprung
Banding b. Enkpresis fungsional

60
a. Foto polos abdomen
Pemeriksaan b. Pemeriksaan enema barium
Penunjang c. Biopsi hisap rektum bila dengan pemeriksaan diatas
diagnosis belum bisa ditegakkan
Konsultasi 1. Dokter Konsultan Bedah Anak
2. SMF Psikiatri
3. Instalasi Rehabilitasi Medis

Perawatan Rawat inap untuk kasus yang diserta dengan nyeri abdomen,
Rumah Sakit gangguan tumbuh kembang

1. Mencari penyebab konstipasi


2. Evakuasi feses dengan enema bila terjadi retensi
feses/skibala yang bermakna
3. Per rektum : gliserin 10mL/kgbb/kali atau enema garam
fisiologis (600-1000 ML)
4. Per oral : mineral oil 15-30 mL/tahun umur (maksimal 240
mL/hari), tidak diberikan pada bayi
5. Terapi rumatan untuk menjaga kekerapan defekasi minimal
sekali sehari dengan tinja normal :
Tata Laksana 6. Laktulosa 1-3 mL/kgbb/hari oral tiap 12 jam atau
7. Laksadin 1-3 mL/kgbb/hari oral tiap 12 jam
8. Edukasi orangtua mengenai pengertian, penyebab, gejala
dan komplikasi konstipasi
9. Modifikasi perilaku : banyak minum dan diet tinggi serat [10+
Umur (tahun)] gram, segera BAB 10-15 menit setelah makan
10. Konsultasi psikiatri jika penyebabnya psikogenik
11. Konsultasi rehabilitasi medik untuk konstipasi fungsional
(biofeedback)

Tempat
Ruang rawat inap
Pelayanan
1. Nyeri abdomen atau nyeri perut
2. Fisura ani
3. Enuresis
4. Enkopresis
Penyulit 5. Infeksi saluran kemih
6. Prolaps rektum
7. Ulkus soliter
8. Sindrom stasis : bakteri tumbuh lampau, maldigesti,
dekonjugasi asam empedu, steatorea

Inform Consent Lisan dan tertulis

Masa Pemulihan 3-7 hari

61
Hasil Sembuh

Patologi Tidak Ada

Otopsi Tidak Ada

1. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam

Tindak Lanjut Kontrol poliklinik

Tingkat Evidens
dan Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
Rekomendasi
1. Frekuensi BAB jadi lebih sering dan teratur
2. Konsistensi BAB tidak keras
Indikator Medis
3. Tidak dijumpai nyeri saat BAB
4. Tidak dijumpai massa abdomen pada pemriksaan fisik
1. Penjelasan tentang diagnosis, tata laksana, dan prognosis
2. Mengenali tanda bahaya : perut kembung, keluar darah dari
anus, keluar massa/daging dari anus, penurunan berat
Edukasi
badan, nyeri perut hebat dan segera ke RS bila didapatkan
tanda bahaya

1. Candy D, Belsey J. Polyethylene glycol laxative in children


with functional constipation and faecal impaction: a
systematic review. BMJ Open Gastroenterol 2015;32:32-40
Kepustakaan
2. Lu ML, He J, Lu S. Electrical stimulation therapy for slow
transit constipation in children: a systematic review. Int J
Colorectal Dis 2015;30-697-702

62
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

MORBILI

B05.0-4 Measles
No.ICD 10
B05.8 Measles with other complications
Infeksi virus akut yang sangat menular, dtandai dengan stadium
Pengertian inkubasi, stadium prodromal, stadium erupsi dan stadium
penyembuhan
Keluhan demam, koriza, mata merah, diikuti dengan ruam yang
khas mulai dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka
Anamnesis
dan/atau tubuh dan/atau lengan dan/atau kaki bersamaan
dengan meningkatnya suhu tubuh
1. Demam
2. Radang pada selaput mukosa hidung dan/atau mulut
dan/atau tenggorok dan/atau saluran cerna dan/atau
Pemeriksaan konjungtivitis dan/atau
Fisik 3. Dapat ditemukan bercak Koplik
4. Ruam eritromakulopapular yang timbul mulai belakang
telinga dan/atau menyebar ke wajah dan/atau tubuh dan/atau
ekstremitas

1. Demam
2. Koriza, batuk
3. Mata merah atau konjungtivitis
Kriteria
4. Ruam eritromakulopapular dimulai dari belakang telinga dan
Diagnosis
menyebar, muncul saat demam masih tinggi (hari 3-5
demam), memenuhi tubuh dalam 3 hari, memudar pada hari
ke 5-6 dan diikuti proses hiperpigmentasi dan deskuamasi

1. Eksantema subitum
Diagnosis
2. Rubela
Banding
3. Ruam oleh karena obat
Pemeriksaan 1. Darah rutin
Penunjang 2. Pemeriksaan lain sesuai penyulit
Konsultasi 1. Subbagian Neurologi, Gastroenterologi-Hepatologi,
Respirologi
2. SMF THT

Perawatan
Rawat inap pada morbili dengan penyulit
Rumah Sakit
1. Tirah baring
2. Pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi dengan
kalori yang memadai
Tata Laksana
3. Vitamin A dosis 1 kali sejari oral, selama 2 hari
4. 200.000 IU untuk anak >2bulan
5. 100.000 IU untuk anak 6-11 bulan

63
6. 50.000 IU untuk anak <6 bulan
7. Dosis tambahan (ketiga) diberikan pada 2-4 minggu
kemudian untuk anak dengan gejala defisiensi vitamin A
8. Tata laksana campak sesuai PPK masing - masing penyulit

Tempat
Ruang rawat inap isolasi
Pelayanan
1. Otitis Media
2. Pneumonia
3. Gastroenteritis
Penyulit
4. Meningitis
5. Ensefalitis

Inform Consent Lisan dan tertulis

Lama Perawatan 5-7 hari

Masa Pemulihan 7-14 hari

Hasil Sembuh

Patologi Tidak ada

Otopsi Tidak ada

1. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam

Tindak Lanjut Komtrol poliklinik

Tingkat Evidens
Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk pemberian vitamin A
& Rekomendasi

Indikator Medis Perbaikan gejala klinis

Edukasi Penjelasan tentang diagnosis, tata laksana dan prognosis

a. Measles. Early release from red book. Report of the comitte


on infectious disease. 2015. Diunduh pada 24 Nopember
2016. Didapat dari:
URL:http://redbook.solutions.aap.org/DocumentLibrary/201
Kepustakaan
5RedBookMeasles.pdf.
b. IDAI. Pedoman pelayanan medis IDAI. Edisi
pertama.Jakarta: BP IDAI; 2010
c. Chen H, Zhuo Q, Yuan W, Wang J, Wu T. Vitamin A for

64
preventing acute lower respiratory tract infections in
children up to seven years of age. Cochrane Database Syst
Rev 2008. Diunduh pada 30 April 2017. Didapat dari:
URL:http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/14651858

65
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

PNEUMONIA KOMUNITAS

J12.9 Viral pneumonia, unspecified


J13 Pneumonia due to Streptococcus pneumonia
J15.0 Pneumonia due to Klebsiella pneumonia
No.ICD 10
J15.1 Pneumonia due to Pseudomonas
J15.20 Pneumonia due to staphylococcus unspecified
J15.21 Pneumonia due to staphylococcys aureus

Pengertian Inflamasi akut parenkim paru

1. Didahului infeksi respiratori atas akut (batuk, pilek, demam).


Batuk awalnya kering kemudian produktif (sputum purulen
sampai berdarah)
Anamnesis
2. Sesak napas, lemah, dan napsu makan berkurang setelah
3-5 hari infeksi respiratori atas akut
3. Gali kondisi imunokompromais dan penyakit dasar lain
1. Keadaan umum : kesadaran, kemampuan makan dan
minum
2. Tanda - tanda vital : demam, takipnea dan takikardia
3. Rales/crackles basah halus terutama di daerah perifer,
pada akhir inspirasi
Pemeriksaan 4. Gejala distres napas terutama pada fase inspirasi
Fisik (inspiratory effort) dengan retraksi subkostal, interkostal,
dan/atau suprasternal
5. Nyeri yang diproyeksikan ke abdomen
6. Sianosis pada keadaan berat
7. Pada bayi muda : pernapasan tak teratur, hipopnea, head
nodding

Kriteria
Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang
Diagnosis

1. Bronkiolitis
Diagnosis 2. Pneumonia aspirasi
Banding 3. Tuberkulosis
4. Asidosis metabolik
1. Foto toraks AP
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pulse oximetry
Pemeriksaan 4. Analisis gas darah bila terdapat ancaman gagal
Penunjang napas yaitu : SpO2 <90%, sianosis, apnea,
kesadaran menurun atau gelisah, head nodding,
kejang
5. Biakan sputum

66
Konsultasi a. Subbagian ERIA
b. Subbagian Kardiologi
c. Subbagian Nutrisi dan Penyakit Metabolik
d. Subbagian Alergi - Imunologi
e. Subbagian Endokrinologi

Perawatan
Rawat inap
Rumah Sakit
Tata Laksana
Tempat 1. Ruang rawat inap
Pelayanan 2. Ruang rawat intensif
Gagal napas, empiema
Penyulit
Inform Consent Lisan dan tertulis

Lama Perawatan 5-7 hari

Masa Pemulihan 3 hari

Hasil Sembuh

Patologi Tidak ada

Otopsi Tidak ada

1. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam

Tindak Lanjut Kontrol poliklinik

Tingkat Evidens
Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
& Rekomendasi
1. Kriteria pulang :
2. Tidak demam tanpa penurun demam minimal 48 jam
3. Sesak napas berkurang atau menghilang
Indikator Medis
4. Saturasi oksigen >90% minimal 24 jam setelah oksigen
dihentikan (bernapas dengan udara ruangan)
5. Asupan oral adekuat
Diagnosis, rencana pemeriksaan diagnostik dan tata laksana,
Edukasi
etika batuk dan higiene personal
a. Audette LD. BET 1: Lateral chest radiography and the
diagnosis of pneumonia in children. Emerg Med J
Kepustakaan 2017;34:57-8
b. Mulholland K, Weber MW. Pneumonia in children.
Epidemiology, prevention, and treatment.London:Pinter

67
& Mrtin Ltd; 2016
c. WHO. Revised WHO classification and treatment at
childhood pneumonia at health facilities: evidence
summaries. Switzerland:WHO;2014

d. Sandora TJ, Sectish TC. Community-acquired


pneumonia. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme
III JW, Schor NF, Behrman RE, penyunting.
Nelsontextbook of pediatrics. Edisi kesembilanbelas.
Philadelphia:WB Saunders; 2011.h.1474-9
e. Zar HJ, Jeena P, Argent A, Gie R, Madhi SA. Diagnosis
and management of community-acquired pneumonia in
childhood-South African Thoracic Society guidelines.
South Afr J Epidemiol Infect 2009;24:25-36

68
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

PURPURA HENOCH - SCHONLEIN

No.ICD 10 D69.0

Vaskulitis generalisata pada pembuluh darah kecil di


Pengertian
kulit,saluran cerna, ginjal, sendi yang diperantarai oleh IgA
1. Onset sakit di bawah 1 minggu
2. Bintik merah pada kulit (palpable purpura) pada daerah
tungkai bawah, bokong, dan punggung
3. Nyeri perut hebat bersifat hilang timbul, dapat disertai
muntah atau fese berdarah
Anamnesis
4. Nyeri sendi, sendi sulit digerakkan, kaku sendi pagi hari
yang berlangsung beberapa hari, tidak berpindah namun
meluas atau bertambah jumlah sendi yang terlibat
5. Kencing berwarna merah, bengkak pada kelopak mata dan
kaki, kencing yang sedikit dan nyeri kepala
1. Palpable purpura dengan lokasi khas di kulit di daerah
tergantung seperti tungkai atau tertekan seperti pantat
atau daerah yang tertekan saat tidur. Edema subkutan
berbentuk doom shape yang nyeri dengan predileksi di
kepala, dahi, leher dan lengan atas (kadang)
Pemeriksaan
2. Nyeri perut hebat yang bersifat kolik, hingga skala Visual
Fisik
Analogue Scale (VAS) 10
3. Bemgkak dan hangat pada sendi yang tak berpindah -
pindah, sendi sulit digerakkan
4. Tekanan mata yang beraifat simetria dan/atau kencing
seperti teh
1. Palpable purpura dengan lokasi yang khas di kulit
dengan minimal 1 dari 4 kriteria berikut :
a. Nyeri perut
Kriteria
b. Artritis atau atralgia
Diagnosis
c. Keterlibatan ginjal
d. Histopatologi : deposit IgA
2. Non-trombositopenia purpura
a. Immune thrombocytopenic purpura
Diagnosis b. Apendisitis akut
Banding c. Disentri
d. Vaskulitis lain
a. Darah rutin
b. LED
c. Urin rutin
Pemeriksaan d. Pemerikaan feses rutin dan fecal occult blood test
Penunjang (FOBT) bila ada nyeri perut
e. BUN dan SC bila terdapat keterlibatan ginjal
f. USG abdomen bila diduga invaginasi
g. Biopsi kulit bila didiga vaskulitis lain

69
Konsultasi 4. Subbagian Nefrologi
5. SMF kulit dan Kelamin

Perawatan b. Rawat inap bila :


Rumah Sakit c. Nyeri perut hebat atau perdarahan saluran cerna
d. Keterlibatan ginjal
e. Keterlibatan sistem saraf pusat atau paru
a. Hidrasi
b. Ibuprofen 10 mg/kgbb/kali oral 8 jam setiap 3-7 hari bila nyeri
sendi
c. Metilprednisolon 1-2 mg/kgbb/hari intravena tiap 8-12 jam
dan dilanjutkan oral bila klinis membaik selama 5-7 hari
Tata Laksana
untuk manifestasi abdominal (nyeri perut yang hebat
dan/atau perdarahan saluran cerna dan 4 minggu bila
didapatkan keterlibatan ginjal (sindrom nefritik atau nefrotik)
d. Ranitidin 1 mg/kgbb/kali intravena tiap 8 jam selama 5-7 hari
bila ada nyeri perut hebat dan/atau perdarahan saluran cerba
Tempat
Ruang rawat inap
Pelayanan
a. Invaginasi
Penyulit b. Kelainan ginjal berat

Inform Consent Lisan dan tertulis


1. 3-5 hari bila tanpa colicky abdominal pain dan keluhan
renal
Lama Perawatan
2. 7 hari bila dengan colicky abdominal pain
3. >14 hari bila dengan keterlibatan renal
1. >3 minggu bila dengan keluhan renal
Masa Pemulihan
2. 1 minggu bila hanya kulit dan artritis

Hasil HSP sembuh

Patologi Tidak ada

Otopsi Tidak ada

3. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 4. Ad fungsionam : dubia ad bonam
5. Ad sanationam : dubia ad bonam
1. Kontrol poliklinik
2. Monitoring :
a. Relaps
Tindak Lanjut b. Monitor urinalisis jangka panjang untuk kemungkinan
nefritis lanjut (7 hari setelah rawat inap, setiap bulan
selama 6 bulan, 6 bulan kemudian dan 1 tahun
kemudian)

70
Tingkat Evidens
Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
& Rekomendasi
1. Palpable purpura menghilang
2. Nyeri sendih sembuh
3. Kolik abdomen dan bloody stool sembuh
Indikator Medis 4. Proteinuria dan hematuria sembuh
5. Tidak relaps
6. Kualitas hidup baik
7. Tidak tetdapat nefritis jangka panjang
Istirahat (kembali ke aktivitas normal dengan cara trasisi) hidrasi
Edukasi
cukup
1. Chan H, Tang YL, Lu XH, dkk. Risk factors
asaociated with renal involvement in chilhood
Henoch-Schonlein Purpura:a metta-analysis. PLoS
One 2016;11:1-21
2. Cassidy JT, Petty Re. Textbook of pediatric
rheumatology. Edisi ketujuh. New York:Saunders;
2015
Kepustakaan 3. Bukhari E.M, Al-Syofani Kholoud, Ahmed
Mohammed. Spectrum of Henoch-Schonlein purpura
in children: a single - centre aexperience from
western provence of Saudi Arabia. Open J
Rheumatol Autoimun Dis 2015;5:17-22
4. Yang Yao-Hsu, Yi Hsin-Hui, Chiang Bor-Luen. The
diagnosis and classification of Henoch-Schonlein
purpura: an update review. Elsevier 2014;01:1-4

71
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

SEPSIS

No. ICD 10 A41.0-7 specified sepsis


A41.8 other specified sepsis
A41.9 sepsis unspecified
Pengertian Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan
yang disebabkan oleh disregulasi imun terhadap infeksi

Anamnesis Didapatkan demam, menggigil, lemas, tidak sadar, kejang,


sesak, mencret.

Adanya faktor predisposisi infeksi meliputi faktor genetik, usia,


status nutrisi, status imunisasi, komorbiditas (asplenia, penyakit
kronis, transplantasi, keganasan, kelainan bawaan), dan riwayat
terapi (steroid, antibiotik dan tindakan invasif)

Pemeriksaan Didapatkan:
Fisis
1 Demam (suhu rektal >38,50 C atau suhu Axila >37,50 C) atau
hipotermia (suhu rektal <360 C).
2 Nafas cepat atau takipneu (frekuensi nafas diatas normal
berdasarkan usia).
3 Denyut jantung di atas normal atau kurang dari normal
berdasarkan usia.
4 Tanda disfungsi organ salah satu dari 3 tanda klinis yaitu
a. Penurunan kesadaran.
b. Gangguan kardiovaskuler (penurunan kualitas nadi,
perfusi perifer, atau rerata tekanan arterial).
c. Gangguan respirasi (peningkatan atau penurunan
work of breathing, sianosis).
Kriteria Diagnosis sepsis ditegakan berdasarkan adanya infeksi dan
Diagnosis disfungsi organ.

1. Adanya infeksi meliputi :

a. Faktor predisposisi infeksi atau


b. Tanda infeksi yang sedang berlangsung diketahui
dari pemeriksaan klinis dan laboratorium. Secara
klinis ditandai demam atau hipotermia, dan secara
laboratoris ditandai gambaran leukositosis atau
leukopenI, trombositosis atau trombositopenia, rasio
netrofil-limfosit: shift to the left, dijumpai gambaran
granula toksik, double body dan vakuola sitoplasmik
pada apusan darah tepi, peningkatan CRP atau
Prokalsitonin. Pembuktian mikroorganisme dengan
pemeriksaan biakan atau pemeriksaan apus Gram.

72
c. Respon inflamasi, secara klinis ditandai dengan
adanya demam atau hipotermia, takikardi atau
bradikardi, dan takipnea.
2.Tanda disfungsi/gagal organ

Disfungsi organ meliputi disfungsi kaardiovaskular, respirasi,


sistem saraf pusat, dan hepatik. Disfungsi organ ditegakan
berdasarkan skor PELOD-2 (lampiran). Ditegakan bila skor
≥11.

Diagnosis 1. Infeksi
Banding a. Leptospirosis
b. Tuberkulosis
c. Malaria
d. Kriptokosis
e. Lyne and roky mountain Spotted Fever
2. Non Infeksi
a. Intoksikasi
b. Sindrom Kawasaki
Pemeriksaan 1. Darah rutin, apusan darah tepi
Penunjang 2. Ratio Neutrofil:limfosit
3. C-Reaktif protein (CRP)
4. Procalcitonin
5. Kultur darah atau sekret/cairan tubuh lainnya atau
jaringan
Tata Laksana 1.Tata Laksana Infeksi

a. Antibiotik
Pemilihan antibiotik sesuai dengan dugaan etiologi infeksi,
diberikan segera sejak diduga sepsis dengan antibiotik
tunggal berspektrum luas dengan pemeriksaan kultur darah
sebelumnya. Jenis antibiotik empirik, dosis dan cara
pemberian seperti tercantum dalam lampiran.

Setelah bakteri penyebab diketahui, antibiotik definitif


diberikan sesuai dengan pola kepekaan kuman.

Lama pemberian terapi antibiotik 7-10 hari, diperpanjang bila


ada respon terapi namun lambat, bila ada fokus abses tapi
belum didrainase, dan kasus imunodefisiensi.

Lama pemberian antibiotik pada sepsis yang telah dapat


diperkirakan kausanya diberikan sesuai dengan pedoman
tatalaksana penyakit (panduan terapi pneumoni, infeksi
intra-abdominal, saluran kemih, kateter vaskular,
hepatobiliar, kulit dan jaringan ikat).

Evaluasi efektivitas antibiotik dan anti jamur dilakukan dalam 3


hari, meliputi tanda klinis infeksi dan perubahan parameter
laboratorium (leukosit, rasio netrofil:limfosit, kadar CRP

73
dan/atau prokalsitonin).

b. Antibiotika kombinasi
Apabila antibiotik diberikan kombinasi, harus dipertimbangkan
kondisi klinis, usia, etiologi dan tempat infeksi,
mikroorganisme penyebab, pola kuman di RS, predisposisi
pasien, efek farmako dinamik dan kinetik obat.

Indikasi pemberian terapi kombinasi adalah infeksi


Pseudomonas yang didapat di rumah sakit, pasien demam
neutrofenia yang gagal dengan terapi lini pertama,
kecurigaan adanya Hospital acquired infection, gagal terapi
dengan lini pertama antibiotik, pasien mengalami
perburukan secara klinis atau laboratorium.

c. Anti jamur

Pasien dengan predisposisi infeksi jamur sistemik (skor


kandida ≥3 dan kadar prokalsitonin <1,3 ng/ml) memerlukan
terapi anti jamur. Pemberian anti jamur lini pertama dengan
flukonasol dan lini kedua dengan mikafungin.

2. Tatalaksana Disfungsi Organ

a. Pernapasan, meliputi pembebasan jalan napas dan


pemberian suplemen oksigen. Suplemen oksigen diberikan
pada awalnya dengan aliran dan konsentrasi tinggi lewat
masker. Oksigen harus dititrasi sesuai dengan pulse
oximetry dengan tujuan kebutuhan saturasi oksigen >92%.
Apabila didapatkan tanda-tanda gagal napas, perlu
dilakukan segera intubasi endotrakeal dan selanjutnya
ventilasi mekanik di ruang rawat intensif.

b. Tatalaksana hemodinamik.
Pada kondisi belum ada gangguan hemodinamik hanya
diberikan terapi cairan rumatan. Perhitungan cairan
rumatan saat awal adalah menggunakan formula Holliday-
Segar. Pencatatan jumlah cairan yang masuk dan keluar
dilakukan setiap 4-6 jam dengan tujuan mencegah
terjadinya kondisi hipovolemi atau hypervolemia.

c. Tranfusi darah
1 Indikasi transfusi packed red cell (PRC) diberikan
bila hemoglobin <7 g/dL dengan target kadar >10
g/dL.
2 Transfusi trombosit diberikan pada pasien sepsis
sebagai profilaksis atau terapi, dengan kriteria
sebagai berikut:
i. Profilaksis diberikan pada kadar

74
trombosit <10.000/mm3 tanpa
perdarahan aktif, atau kadar
3
<20.000/mm dengan risiko bermakna
perdarahan aktif. Bila pasien akan
menjalani pembedahan atau prosedur
invasif, kadar trombosit dianjurkan
>50.000/mm3.
ii. Terapi diberikan pada kadar trombosit
<100.000/mm3 dengan perdarahan
aktif.

3 Transfusi plasma beku segar (fresh frozen plasma,


FFP) diberikan pada pasien sepsis yang
mengalami gangguan purpura trombotik, antara
lain: koagulasi intravaskular menyeluruh
(disseminated intravascular coagulation, DIC),
secondary thrombotic microangiopathy, dan
thrombotic thrombocytopenic purpura.
c. Kortikosteroid : indikasi pada syok sepsis yang refrakter
katekolamin atau terdapat tanda insufisiensi adrenal.
d. Kontrol glikemik
Kadar gula darah dipertahankan 50-180 mg/dL. Jika gula
darah >180 mg/dL. glucose infusion rate (GIR) diturunkan
sampai dengan 5 mg/kg/menit. Bila gula darah >180
mg/dL, dengan GIR 5 mg/kg/menit, pertahankan GIR dan
titrasi insulin (50 IU rapid acting insulin dalam 50 mL NaCl
0.9%) mulai 0.05 IU/kg sampai maksimal 0,1 IU/kg. Gula
darah dipantau tiap 30 menit hingga target gula darah
tercapai.

e. Nutrisi
Nutrisi secepatnya diberikan setelah kondisi respirasi dan
hemodinamik pasien stabil. Pemberian nutrisi diutamakan
secara enteral bila tidak ada kontraindikasi (misalnya:
obstruksi, pasca operasi, atau perdarahan saluran cerna).
Kebutuhan nutrisi pada hari-hari pertama fase akut
diusahakan minimal 65 kCal/kg/hari untuk menghindari
katabolisme.

i. f. Menghilangkan sumber infeksi.


Melakukan debridemen,
mengeluarkan abses dan pus,
membuka alat dan kateter yang
berada dalam tubuh merupakan
bagian dari eradikasi sumber infeksi.

75
Edukasi KIE tentang penyakit, etiologi penyakit, tatalaksana dan
prognosis.
Prognosis Ad vitam : Prognosis dinilai dengan skor PELOD 2 dan
prokalsitonin :

1. Derajat ringan: skor PELOD2 nilai 0-3 dan kadar PCT


0,5-1,99 ng/ml : dubia ad bonam

2. Derajat sedang: skor PELOD2 nilai >3-9 dan kadar PCT


2,0-9,99 ng/ ml : dubia

3. Derajat berat: skor PELOD2 nilai >9 dan kadar PCT 10


ng/ml : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

Tingkat Evidens Tingkat evidens 1a

Tingkat Rekomendasi A untuk terapi


Rekomendasi
Penelaah Kritis KSM anak

Indikator Masa pemulihan 7 hari, klinis dan penanda infeksi membaik.

Kepustakaan 1. Latief A, Chairulfatah A, Alam A, Pudjiadi A, Malaisie R,


Hadinegoro S. Diagnosa dan tata laksana sepsis pada
anak. Pedoman nasional pelayanan kedokteran IDAI.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2016.h.1-47.
2. Vincent J, Opal S, Marshal J, Tracey K. Sepsis
definitions: time change. Lancet 2013;381:774-5.
3. Akech S, Ledermann H, Maitland K. Choice of fluid for
resusitation in resucitation for hemodinamic support of
children in septic shock: sistematic- review. BMJ
2010;341:c4416.
4. Enrione MA, Powell KR. Sepsis, septic shock and
systemic inflammatory response syndrome. Dalam :
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 17. Philadelphia:
Saunders; 2004.h.1026-32.
5. Anonim. Sepsis dan syok septik. Dalam: Soedarmo SP,
Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Buku
ajar infeksi & pediatrik tropis. Edisi 2. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2008.h.358-64.

76
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

SINDROM NEFROTIK INISIAL

No.ICD 10 N04.0 Nephrotic Syndrome

Keadaankliniskhas yang ditandaiolehadanya proteinuria,


Pengertian
hipoalbuminemia, edema, danhiperkolesterolemia.
1. Keluhanbengkakpadakelopakmata (palpebral)
atautungkai (pretibial)
2. Bila lebih berat akan disertai pembesaran perut
Anamnesis
(asites)
3. Dapat disertai kencing berkurang, nafsu makan
berkurang, nyeriperut ,dandiare
1. Edema palpebraterutamapadapagihari
2. Edema (pitting udem) pada pretibial dan dorsum
PemeriksaanFisi
pedis
k
3. Kadang-kadang edema anasarka (asites, edema
skrotum/labia, hydrothorax/efusi pleura)
Keadaan klinis dengan gejala :
1. Edema
2. proteinuriadispstik≥2+, kuantitatif> 40 mg/m2LPB/jam,
Kriteria
ataurasio protein/kreatininurin> 2 mg/mg
Diagnosis
3. hipoalbuminemia< 2,5 g/dL
4. hiperkolesterolemia> 200 mg/dL

Diagnosis
Sindromnefritik
Banding
1. Urinrutin
2. Protein urinkuantitatif; urin 24 jam ataurasio
protein/kreatininpadaurinpertamapagihari
3. Kadar albumin dankolesterol
PemeriksaanPen
4. Darahrutin
unjang
5. LED
6. BUN, SC, klirenskreatinin
7. C3, jikadicurigaisindromnefritik (GNAPS)

Konsultasi Tidakada

Perawatan
Rawatinap
Rumah Sakit
1. Tirah baring bilaada edema anasarka
2. Timbangberatbadantiaphari
3. Prednisonoral :
Tata Laksana a. Pengobataninisialdengandosis 60 mg/m2LPB
atau2 mg/kgbb/hari oral tiap 8 jam selama 4
minggu( maksimal 80 mg/hari)
b. Bilaremisiterjadidalam 4 minggupertama,

77
makaselanjutnyaprednison alternating
2
(selangsehari) 40 mg/m LPB atau 1,5
mg/kgbb/hari oral setiap 24 jam
pagiharidiberikanselama 4 minggu.
c. Bilaremisitidakterjadipada 4 minggupertama,
makapasiendidiagnosissindromnefrotikresisten
steroid.
4. Pemeriksaanujimantouxsebelumpengobatanprednisondi
mulai ( saat menungguhasilujimantoux,
prednisondapatdiberikan)
5. Nutrisi
a. Kebutuhanproteinnormalsesuai RDA
b. Rendahgaram 1-2 g/hari
c. Kalori
sesuaikebutuhanmenurutumurdanberatbadan
d. Lemakcukup, rendahkolesterol
e. Cairandibatasijikaadaedemaanasarka.

Tempat
d. Ruangrawatinap
Pelayanan
a) Syokhipovolemik
b) Infeksi (peritonitis, sepsis, pneumonia, selulitis, ISK)
Penyulit c) Kelainankoagulasi, timbulnya thrombosis
danmenurunnyakadar vitamin D serum.

Inform Consent Lisandantertulis

Lama Perawatan 7-14 hari

Masa Pemulihan 4 minggu

1. Remisi
Hasil
2. Resisten steroid

Patologi Biopsiginjal (padakondisikronis

Otopsi Tidakada

1. Ad vitam :dubia ad bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam :dubia ad bonam
3. Ad sanationam :dubia ad bonam
kontrolpoliklinik 2-4 minggu :
1. Timbangberatbadan, ukurtinggibadan,
Tindak Lanjut ukurtekanandarah, danperiksatanda-tandalainnya.
2. Urinalisisrutintiapbulan, kadarureumsertakreatinindarah
3-6 bulansekalitergantungpadaklinis.
Tingkat Evidens
Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untukterapi
& Rekomendasi

78
1. Edema menghilang
Indikator Medis 2. Proteinuria < +2
3. Albumin normal
1. Penjelasantentang diagnosis, tatalaksana, dan prognosis
2. Diet rendahgaramselama edema masihada,
Edukasi
minumobatteratur,
kontrolrutinuntukevaluasidanterjadinyarelaps.
1. Pan CG, Ellis Da, Glomerulonephritis associated
wiyh infection. Dalam: Kliegman RM, Bonita FS,
Joseph WS, Nina FS, Richard EB, penyunting.
Nelson Textbook of pediatrics. Edisikeduapuluh.
Philadelpia: Elsevier; 2016.h.2498-501
2. Rundjan L, Teny TS, Anggraini A, Irene Y.
BukuSakuDosisObatPediatri. Dalam: Tambunan T,
Mulya RK, Wahyuni I, penyunting. Jakarta:BP IDAI;
Kepustakaan 2016.h.20
3. Rauf S, Husein A, Jusli A.
Konsensusglomeruronefritisakutpascastreptokokus.
Edisipertama. Jakarta:BP IDAI; 2012.h.1-20
4. Zaffanello M, Cataldi L, Franchini M, Fanos V.
Evidence-basef treatment limitations prevent any
therapeutic recommendation for acute
poststreptococcal glomerulonephritis in children. Med
SciMonit 2010;16:79-84

79
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

SYOK SEPTIK

No.ICD 10 A41.0-41.9 (Other sepsis)


Sepsis yang disertai gangguan sirkulasi dan gangguan
metabolik / selular. Kriteria klinis syol septik adalah sepsis yang
memerlukan tefapi vasoaltif untuk mempertahankan MAP
Pengertian
normal dam kadar laktat >2mmol/L (>18mg/dL) setelah
resusitasi cairam adekuat. Syok septik ada dua tipe yaitu syok
dingin dan syok hangat

a) Syok hangat : kulit hangat kering, suhu tubih meningkat,


peningkatan denyut jantung, peningkatan laju nafas,
Anamnesis penurunan kesadaran
b) Syok dingin : sianosis, kulit dingin lembab, nadi kecil dan
lemah, produksi urin sedikit, penurunan kesadaran

1. Syok hangat : perabaan kulit yang hangat, kemerahab


(flushed skin), capillary refill time memanjang, tekanan
nadi melebar, takikardia, takipnea, dan penurunan
Pemeriksaan
kesadaran
Fisik
2. Syok dingin : takikardia, nadi kecil dan lemah, sianosis,
oliguoria, capillary refill time memanjang, dan penurunan
kesadaran

Kriteria
Sesuai gambaran sepsis yang disertai tanda kegagalan sirkulasi
Diagnosis

Diagnosis Hipoglikemia, hipokalsemia, syok hipovolemik, syok kardiogenik,


Banding syok anafilatik, dan syok neurogenic
1. Darah rutin
2. Prokalsitonin
4. Biakan darah
Pemeriksaan
5. Analisa gas darah
Penunjang
6. Laktat
7. Gula darah
8. Elektrolit (natrium, klorida, kalium, kalsium)
Konsultasi Sesuai penyakit dasar

Perawatan
Rawat inap
Rumah Sakit
Tata laksana sesuai alogaritme terapi syok septik
Tata Laksana
Monitoring profit hemodinamik dengan USCOM
tempat Ruang rawat intensif

80
Pelayanan
Multi Organ Dysfunction Syndrome, Multi Organ Failure
Penyulit
Inform Consent Lisan dan tertulis

Lama Perawatan 10-14 hari

Masa Pemulihan Sesuai dengan penyakit dasar dan komorbid

Hasil Syok teratasi

Patologi Tidak ada

Otopsi Tidak ada

1. Ad vitam : dubia ad bonam


Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam

Tindak Lanjut Atasi sepsis dan penyakit komorbid

a) Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk resusitasi


cairan
Tingkat Evidens b) Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
& Rekomendasi oksigen
c) Tingkat evidens 2a, rekomendasi B untuk terapi obat
- obatan inotropik dan vasoaktif

Indikator Medis Syok teratasi

Edukasi Hindari faktor pencetus

Kepustakaan

81
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM ILMU KESEHATAN ANAK
RSD MANGUSADA KABUPATEN BADUNG

URTIKARIA DAN ANGIODEMA

No.ICD 10 L50.0-50.9 Urtikaria


1. Urtikaria adalah erupsi pada kulit yang berbatas tegas
dan menimbul (bentol), berwarna merah, memutih bila
ditekan dan disertai rasa gatal
2. Urtikaria akut : berlangsung 20 menit sampai 3
jam,menghilang dan mungkin muncul di bagian kulit lain,
satu episode akut berlangsung 24-48 jam
Pengertian
3. Urtikaria kronis berlangsung baik secara kontinu atau
intermiten selama minimal 6 minggu
4. Angioderma adalah pembengkakan jaringan dengan
batas yang tidak jelas seperti daerah sekitar kelopak
mata dan bibir. Bengkak juga dapat ditemukan pada
wajah, badan, genitalia dan ekstemitas
1. Riwayat keluhan gatal, merah, riwayat demem, nyeri
sendi atau tulang, riwayat pemakaian obat termasuk
ACE inhibitor pada keadaan kronis
2. Riwauat atopi dalam keluarga
Anamnesis
3. Faktor lingkungan sepertu debu rumah, tungau debu
rumah, binatang peliharaan tanaman, karpet, sengatan
binatang serta faktor makanan termasuk zat warna,
pengawet dan penyedap

1. Lesi khas yaitu bentol berwarna merah, berbatas tegas,


Pemeriksaan gatal, dan memutih bila ditekan
Fisik 2. Edema pada kelopak mata, bibir, genetalia atau
ekstremitas

Kriteria 6. Klinis : anamnesis dan pemeriksaan fisik


Diagnosis 7. Kausal : IgE spesifik
1. Alergi makanan
Diagnosis 2. Alergi obat
Banding 3. Infeksi saluran kencing
4. Investasi parasit cacing
Mengidentifikasi penyebab bila didapatkan urtikaria berulang
dan kronis :
a. Uji IgE spesifik terhadap alergen yaitu skin prick test
(SPT)
b. Prick to prick test bila tidak memungkinkan dilakukan
Pemeriksaan
SPT oleh karena tidak ada allergen
Penunjang
c. Serum IgE radioallergegosorbent test (RAST) bila
memungkinkan dilakukan SPT oleh karena umur <3
tahun, terdapat kelainan kulit yang luas dan
dermatografism
d. Uji eliminasi provokasi bila diduga suatu alergi makanan

82
e. Uji tempel es bila dicurigai suhu dingin sebagai pencetus
f. Urin rutin bila dicurigai infeksi saluran kemih
g. Feses rutin bila dicurigai investasi parasit cacing
h. Darah rutin bila didapatkan urtikaria generalisata dan
kasus kronis
i. Kadar IgE total bila didapatkan kasus kronis dan
berulang
j. Kadar komplemen (C3,C4) bila diduga adanya kelainan
sistemik yang mendasari urtikaria
k. C1q dan antibodi C1 inhobitor bila dicurigai acquired
angiodema

Konsultasi Sebagai ERIA

Perawatan Rawat inap bila didapatkan urtikaria generalisata dan kasus


Rumah Sakit kronis berulang
1. Menghindari alergen penyebab serta hindari obat opiat dan
salisilat
2. Setirizin 0,25 mg/kgbb/kali oral tiap 12 jam umur >2 tahun
tiap 24 jam selama 3-7 hari
3. Ranitidin 1 mg/kgbb/kali oral tiap 8 jam selama 3-7 hari
4. CTM 0,25 mg/kgbb/kali oral tiap 8 jam atau hidrolsizin 0,5-2
mg/kgbb/kali tiap 8 jam selama 3-7 hari bila masih
dikeluhkan gatal setelah pemberian setirizin
5. Metilprednisolon 1mg/kgbb/hari oral tiap 8-12 jam selama 3-7
hari bila didapatkan angiodema
6. Urtikaria generalisata :
7. Epinefrib/adrenalin 1:1000 dosis 0,01 mg/kgbb (dosis
Tata Laksana
maksimal 0,3mg) intramuskular anterolateral paha (1/3
media). Dosis yang sama dapat diulangi bila didapatkan
urtikaria yang meluas
8. Difenhidramin 1mg/kgbb/kali intramuskular atau intravena
dosis maksimal 50 mg/kali tiap 4-6 jam selama 3-7 hari
9. Ranitidin 1mg/kgbb/kali intravena tiap 8 jam selama 3-7 hari
10. Metilprednisolon 1 mg/kgbb/hari oral tiap 8-12 jam selama 3-
7 hari bila didapatkan urtikaria generalisata atau angioderma
11. Setelah 3x24 jam tidak didapatkan lesi kulit baru, obat
intravena dihentikan dan diganti dengan pemberian oral
12. Setirizin 0,25 mg/kgbb/kali oral, umur 6 bulan-2 tahun: tiap
12 jam; umut >2 tahun: tiap 24 jam selama 3-7 haru
Tempat
Ruang rawat inap
Pelayanan
Anafilaksis, edema laring
Penyulit
Inform Consent Lisan dan tertulis

Lama Perawatan 3-7 hari

Masa Pemulihan 3-5 hari

Hasil Urtikaria dan angioderma sembuh

83
Patologi Tidak ada
Otopsi Tidak ada
1. Ad vitam : dubia ad bonam
Prognosis 2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam
1. Kontrol poliklinik
Tindak Lanjut 2. Uji provokasi bila semua dugaan penyebab telah
dihindari selama 2 minggu
Tingkat Evidens
Tingkat evidens 1a, rekomendasi A untuk terapi
& Rekomendasi

3. Tidak ada lesi kulit baru dalam 2x24 jam


Indikator Medis
4. Urtikaria dan angioderma tidak kambuh
1. Menghindari pencetus
2. Hidrasi cukup
Edukasi
3. Menghindari infeksi
4. Mencari kemungkinan penyebab lain dari lingkungan
1. Powell RJ, Leech SC, Huber PA, Nasser SM, Clark
AT. BSACI guideline for the management of chronolic
urticaria and angioderma. Clin Exp Allergy
2015;45:547-65
2. Bernstein JA, Lang DM, Khan DA. The diagnosis and
Kepustakaan management of acute and chronic urticaria:2014
update. J Allergy Clin Immunol 2014;133:1270-7
3. Zuberbier T, Aberer W, Asero R. The guideline for
the definition, classification, diagnosis, and
management of urticaria: the 2013 revision and
update. J Allergy Clin Immunol 2014;69:868-87

84

Anda mungkin juga menyukai