3. Asma Bronkial
NAMA PENYAKIT Asma Bronkial (J45.901)
DEFINISI Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemen selular.
ANAMNESIS 1. Episode berulang sesak napas, mengi, batuk,
dan rasa berat di dada, terutama saat malam
dan dini hari
2. Riwayat munculnya gejala setelah terpapar
alergen atau terkena udara dingin atau setelah
olahraga
3. Gejala membaik dengan obat asma
4. Riwayat asma pada keluarga dan penyakit
atopi
PEMERIKSAAN FISIK 1. Mengi pada auskultasi
2. Pada eksaserbasi berat, mengi dapat tidak
ditemukan namun pasien mengalami tanda
Iain seperti sianosis, mengantuk, kesulitan
berbicara, takikardi, dada hiperinflasi,
penggunaan otot pernapasan tambahan, dan
retraksi interkostal
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Faal paru
2. Spirometri
3. Pemeriksaan IgE serum total
4. IgE spesifik terhadap alergen
5. Foto toraks
6. Uji tusuk kulit (skin prick test/SPT)
7. Uji bronkodilator atas indikasi
8. Tes provokasi bronkus atas indikasi
9. Analisis gas darah atas indikasi
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat
episodik, gejala berupa batuk, sesak napas,
mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang
berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik
cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibiliti kelainan faal
paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
RIWAYAT PENYAKIT / GEJALA :
1. Bersifat episodik, seringkali reversibel
dengan atau tanpa pengobatan
2. Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat
di dada dan berdahak
3. Gejala timbul/ memburuk terutama malam/
dini hari
4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat
individu
5. Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam
riwayat penyakit :
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
1. Riwayat keluarga (atopi)
2. Riwayat alergi / atopi
3. Penyakit lain yang memberatkan
4. Perkembangan penyakit dan pengobatan
DIAGNOSA KERJA Asma Bronkial
DIAGNOSA BANDING 1. Penyakit Paru Obstruksi Kronik
2. Bronkitis kronik
3. Gagal Jantung Kongestif
4. Batuk kronik akibat lain-lain
5. Disfungsi larings
6. Obstruksi mekanis (misal tumor)
7. Emboli Paru
TERAPI 1. Obat penghilang sesak sesuai kebutuhan
Menggunakan agonis-B2 inhalasi kerja cepat.
Alternatifnya adalah antikolinergik inhalasi,
agonis-B2 oral kerja singkat dan teofilin kerja
singkat.
2. Obat penghilang sesak ditambah satu obat
pengendali Menggunakan obat penghilang
sesak ditambah obat pengendali
kortikosteroid inhalasi dosis rendah
(budesonid 200-400 ug). Alternatif obat
pengendali adalah Ieukotriene modifier
teofilin lepas-lambat, kromolin.
3. Obat penghilang sesak ditambah satu atau
dua obat pengendali Menggunakan obat
penghilang sesak ditambah obat pengendali
kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis
rendah dengan agonis-B2 inhalasi kerja
panjang (LABA). Alternatif pengendali
adalah kortikosteroid inhalasi dosis sedang
(budesonide 400-800 ug) atau kombinasi
kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan
Ieukotriene modifier atau kombinasi
kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan
teofilin lepas lambat.
4. Obat penghilang sesak ditambah dua atau
Iebih obat pengendali Menggunakan obat
penghilang sesak ditambah obat pengendali
kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis
sedang/tinggi (buclesonide 800-1600 ug)
dengan LABA. Alternatif pengendali adalah
kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis
sedang/tinggi dengan leukotriene modfier
atau kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis
sedang/tinggi dengan teofilin lepas Iambat.
5. Obat penghilang sesak ditambah pilihan
pengendali tambahan Menggunakan obat
penghilang sesak ditambah obat pengendali
tahap 4 ditambah kortikosteroid oral.
Alternatifnya adalah ditambah terapi anti-IgE
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
EDUKASI 1. Menghindari paparan terhadap alergen dan
penggunaan obat yang menjadi pemicu asma
2. Menurunkan berat badan pada pasien dengan
obesitas
3. Pengukuran kontrol asma
PROGNOSIS Prognosis kurang baik antara lain asma tidak
terkontrol secara klinis, eksaserbasi sering terjadi
dalam satu tahun terakhir, menjalani perawatan
kritis karena asma, VEP1 yang rendah, paparan
terhadap asap rokok, pengobatan dosis tinggi.
PENELAAH KRITIS 1. dr.T.Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,FINASIM
2. dr. M. DarmaMudaSetia., SpPD., FINASIM.
3. dr. Islamuddin., SpPD
4. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
5. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
6. dr. DesiSalwani., SpPD.
7. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
8. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. AgustiaSukriEkadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
14. dr. DesiMaghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. AlfiSyahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Sundaru H. Sukamto. Asma bronkial. Dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B. Aiwi I.
Simadibrata M. SetiatiS. penyunting. Buku
aiar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta:
IntemaPublishing, 2009. H. 404-I 4
2. Bames PJ. Asthma. Dalam: Longo Dl..
Kasper DL. Jameson JL, Fauci AS. Hauser
SL, Loscalzo J.penyunting. Harrison's
principle of internal medicine. Edisi XVIII.
McGraw-Hill Companies, 2012.h. 2102-I5
Global initiative for asthma. Global strategy
for asthma management and prevention. 2011
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Urtikaria
NAMA PENYAKIT Urtikaria (L50)
DEFINISI Suatu kelainan yang terbatas pada superfisial
dermis berupa bentol yang terasa gatal, berbatas
jelas, dikelilingi daerah eritematous, tampak
kepucatan di bagian tengahnya, bersifat
sementara, gejala puncaknya selama 3-6 jam dan
menghilang dalam 24 jam, lesi lama berangsur
hilang sejalan dengan munculnya lesi baru, serta
dapat terjadi di manapun pada permukaan kulit di
seluruh tubuh, terutama ekstremitas dan wajah.
Episode urtikaria yang berlangsung kurang dari 6
minggu disebut urtikaria akut, sedangkan yang
menetap lebih dari 6 minggu disebut urtikaria
kronik.
ANAMNESIS 1. Onset dan lamanya keluhan
2. Apakah sudah pernah berulang atau baru
pertama kali
3. Faktor pencetus; misalnya zat farmakologis
seperti antibiotik, analgetik, antikonvulsan,
cairan infus, imunisasi, makanan tertentu,
bahan pengawet, bahan kimia, contact
urticaria, rangsang tekanan (pressure
urticarial) atau rangsang fisik (physical
urticaria) seperti paparan dingin, air
(aquagenic urticarial), cahaya (solar
urticaria), dan trauma ringan.
4. Faktor yang memperberat: seperti stres,
temperatur panas, alkohol.
5. Riwayat infeksi terutama karena virus
(infeksi saluran napas atas, hepatitis, rubella)
PEMERIKSAAN FISIK 1. Bentuk, distribusi, dan aktivitas lesi urtikaria
pada kulit
2. Adakah angioedema pada profunda dermis
dan jaringan subkutan, keterlibatan mukosa
atau submukosa, memar, keterlibatan jaringan
ikat, dan edema kulit yang luas
3. Kemungkinan kelainan sistemik atau
metabolik, seperti gangguan tiroid, ikterus,
artritis
4. Urtikaria yang ditemukan di tungkai saja dan
tidak hilang dalam 24 jam dicurigai adanya
urtikaria vaskulitis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan dasar: darah perifer lengkap,
urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal
2. Tes Alergi
3. Tes Provokasi
4. Biopsi
5. IgE Atopi
KRITERIA DIAGNOSIS Gambaran klinis dan prosedur diagnostik
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
urtikaria fisik
Tipe Renta Gambaran klinis Tes Diagnostik
Angioedema
Urtikaria ng utama
usia
pasien
(tahun
)
Dermograf 20 – Weal linear,gatal, (-) Light stroking
isme 50 dikelilingi flare kulit
simtomati merah muda menyebabkan
k pada lokasi weal dan gatal.
garukan.
Urtikaria 10 – swelling pucat (+) Batu es pada kulit
dingin 40 atau merah, gatal, selama 10 menit
pada lokasi menimbulkan
kontak dengan weal dalam 5
benda atau cairan menit setelah
dingin. batu es diangkat.
Urtikaria 20 – swelling besar, (-) Beban dengan
tekanan 50 merah, gatal atau berat tertentu
sakit pada lokasi pada posisi
tekanan, bertahan melintang kulit
≥ 24 jam. paha
menimbulkan
swelling merah
persisten setelah
periode laten 1
sampai 4 jam.
Urtikaria 20 – swelling pucat (+) Iradiasi dengan
solar 50 atau merah, gatal, 2.5 kW solar
pada lokasi simulator (290 –
pajanan 690 nm)selama
ultraviolet atau 30 - 120 detik
visible light. menimbulkan
weal dalam 30
menit.
Urtikaria 10 - 50 weal gatal, pucat (+) Olahraga atau air
kolinergik atau merah muda, hangat memicu
monomorf, pada urtika.
badan, leher,
tungkai.
DIAGNOSA KERJA Urtikaria
DIAGNOSA BANDING 1. Mastositosis (urtikaria pigmentosa)
2. Mastositosis sistemik
3. Vaskulitis kulit (cutaneous vasculitis)
4. Episodic Angioedema Associated with
Eosinophilia (EAAE)
5. Angioedema herediter
6. Urtikaria popular
7. Dermatitis atopic
8. Eritema ultiformis
9. Pemfigoid bulosa
TERAPI 1. Paliatif
2. Medikamentosa
Lini 1 :Antihistamin generasi pertama
(klorfeniramin, hidroksizin
difenhidramin), antihistamin generasi
kedua (setirizin, loratadin), antagonis H-2
(simetidin, ranitidine) per oral
Lini 2 : Kortikosteroid per oral jangka
panjang, pada beberapa kasus yang berat,
kalau perlu dilakukan biopsi bila dicurigai
adanya vaskulitis untuk klasifikasi
histopatologis. Bila disertai angioedema
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
yang berat, injeksi adrenalin
intramuskular dapat diberikan.
Lini 3: plasmaferesis
EDUKASI 1. Edukasi untuk mengurangi gejala,
menghindari faktor pencetus
2. Urtikaria akut akan sembuh sendiri dan
memberikan respons yang baik dengan
pemberian antihistamin generasi pertama.
PROGNOSIS Baik
PENELAAH KRITIS 1. dr.T Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,FINASIM
2. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD.,
FINASIM.
3. dr. Islamuddin., SpPD
4. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
5. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
6. dr. Desi Salwani., SpPD.
7. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
8. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Hudson LD, Acute Respiratory Distress
Syndrome. In: Schraugnagel DE. Breathing
in America: Diseases, Progress, and Hope.
American Thoracic Society. 2010. Hal 15-
24.
2. Chol AMK, Levy BD. Acute Respiratory
Distress Syndrome. In: Longo DL, Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL,
Loscalzo J. Harrison‘s Principle of Internal
Medicine. 18th Edition. New York. McGraw-
Hill. 2012.
3. Tang BMP, Craig JC, Eslick GD, Seppelt I,
McLean AS, Use of corticosteroids in Acute
Lung Injury and Acute Respiratory Distress
Syndrome: A Systemic review and meta-
analysis . Crit Care Med 2009 vol.37, No. 5.
4. Amin Z. Sindrom Gangguan Respirasi Akut
(ARDS). Dalam: Amin Z, Dahlan Z,
Yuwono A (Eds). Panduan
Tatalaksana/Prosedur Respirologi dan
Penyakit Kritis Paru.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
5. Alergi Obat
NAMA PENYAKIT Alergi Obat (Z88)
DEFINISI Reaksi simpang obat yang tidak diinginkan akibat
adanya interaksi antara agen farmakologi dan
sistem imun manusia
ANAMNESA 1. Riwayat obat-obatan yang sedang dipakai
pasien
2. Riwayat obat-obatan masa lampau
3. Lama pemakaian dan reaksi yang pernah
timbul, lama waktu yang diperlukan mulai dari
pemakaian obat hingga timbulnya gejala
4. Gejala hilang setelah pemakaian obat
dihentikan dan timbul kembali bila diberikan
kembali
5. Riwayat pemakaian antibiotic topikal jangka
lama
6. Keluhan yang dialami pasien dapat timbul
segera ataupun beberapa hari setelah
pemakaian obat
PEMERIKSAAN FISIK 1. Pasien tampak sesak
2. Hipotensi
3. Limfadenopati
4. Ronki
5. Mengi
6. Urtikaria
7. Angioedema
8. Eritema
9. Makulopapular
10. Eritema multiforme
11. Bengkak
12. Kemerahan pada sendi
PEMERIKSAAN PENUJANG 1. Pemeriksaan hematologi: darah lengkap, fungsi
ginjal, fungsi hati
2. Urinalisis lengkap
3. Tes In Vivo
4. Test In Vitro
5. Tes kulit untuk reaksi hipersensitivitas cepat
(lgE),
6. Tes tempel
7. Tes provokasi atau tes dosing
8. Radioallergosorbent test (RAST),
9. lgG atau lgM yang spesifik untuk obat,
mengukur aktivasi komplemen, mengukur
pelepasan histamin atau mediator lain dari
basofil, mengukur mediator seperti histamin,
prostaglandin, leukotrien, triptase, transformasi
limfosit
10. Uji toksisitas leukosit
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Reaksi alergi obat bisa menyerupai alergi pada
umumnya seperti urtikaria, anafilaksis, asma
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
dan penyakit serum.
2. Gejala lain yang dapat muncul diantaranya
adalah:
3. Ruam kulit (terutama eksantema),
4. Infiltrasi eosinofil ke paru
5. Panas, hepatitis, sindrom lupus dan nefritis
interstisial akut.
6. Reaksi ini cenderung bersifat spesifik yang
tidak bergantung pada dosis dan efek
farmakalogi obat.
7. Dalam beberapa hari setelah penghentian obat,
reaksi alergi obat biasanya menghilang, kecuali
pada kondisi yang manametabolit obat berperan
sebagai hapten atau sudah terbentuknya
kompleks imun.
8. Alergi obat hanya terjadi pada sebagian kecil
penderita yang mendapat obat.
DIAGNOSA KERJA Alergi Obat
DIAGNOSA BANDING 1. Sindrom karsinoid
2. Penyakit graft-versus-host
3. Gigitan serangga
4. Penyakit Kawasaki
5. Mastositosis
6. Psoriasis
7. Asma
8. Infeksi virus
9. Alergi makanan
10. Infeksi Streptococcus
11. Keracunan makanan
12. Alergi lateks
13. Infeksi
TERAPI 1. Menghentikan pemakaian obat yang dicurigai.
2. Pengobatan simtomatik tergantung atas berat
ringannya reaksi alergi obat. Gejala ringan
biasanya hilang sendiri setelah obat dihentikan.
pada kasus yang berat, kortikosteroid sistemik
dapat mempercepat penyembuhan
3. Pada kelainan kulit yang berat seperti pada SSJ,
pasien harus menjalani perawatan. Pasien
memerlukan asupan nutrisi dan cairan yang
adekuat. Perawatan kuiit juga memerlukan
waktu yang cukup lama, mulai dari hitungan
hari hingga minggu. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah terjadinya infeksi sekunder
yang membuat pasien perlu diberikan
antibiotika
4. Tata laksana anafilaksis
5. Pada kasus urtikaria dan angioedema
pemberian antihistamin saja biasanya sudah
memadai, tetapi untuk kelainan yang lebih
berat seperti vaskulitis, penyakit serum,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
kelainan darah. hepatitis, atau nefritis
interstisial biasanya memerlukan kortikosteroid
sistemik dosis tinggi (60-100 mg prednison
atau setaranya) sampai gejala terkendali.
Kortikosteroid tersebut selanjutnya diturunkan
dosisnya secara bertahap selama satu sampai
dua minggu.
EDUKASI 1. Keluarga perlu diberitahukan mengenai
penyuntikan apapun bentuknya terutama obat-
obat yang telah dilaporkan bersifat antigen
(serum, penisiilin, anestesi lokal, dll) harus
selalu waspada untuk timbulnya reaksi
anafilaktik.
2. Penderita yang tergolong risiko tinggi (ada
riwayat asma, rinitis, eksim, atau penyakit-
penyakit alergi lainnya) harus lebih diwaspadai
lagi.
3. Jangan mencoba menyuntikkan obat yang sama
bila sebelumnya pernah ada riwayat alergi
berapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti
dengan preparat lain yang lebih aman
PROGNOSIS Baik
PENELAAH KRITIS 1. dr. T. Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,FINASIM
2. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD., FINASIM.
3. dr. Islamuddin., SpPD
4. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
5. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
6. dr. Desi Salwani., SpPD.
7. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
8. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Djauzi S. Sunaaru H. Mahdi D. Sukmana N.
Alergi obat. Dalam: Sudoyo A. Setiyohadi B.
Alwi I. Simadibraia M. Setiati S. ed. Buku aiar
ilmu penyakit dalam. 5 ed. Jakarta: Pusat
lnformasi dan Penerbitan Bagian llmu Penyakit
Dalam FKUI. 2009 p. 387 - 9l.
2. Baratawidjaja KG. Rengganis I. Alergi Dasar
edisi ke-I . Jakarta: Pusat Penerbitan llmu
Penyakit Dalam. 2009. h. 457-95.
3. Shinkai K, Stern R. Wintroub B. Cutaneous
drug reactions. ln: Fauci A, Kasper D. Longo
D. Braunwald E. Hauser S. Jameson J.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Loscalzo J. editors. Harrison's principles of
internal medicine. l8 ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies. 2012
p. 432 - 9.
4. Riedl M, Casillas A. Adverse drug reactions:
types and treatment options. Am Fam Physician
2003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2. Dislipidemia
NAMA PENYAKIT Dislipidemia (E78.1)
DEFINISI Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid
yang ditandai dengan peningkatanatau penurunan
fraksi lipid dalam plasma.
ANAMNESIS Menilai faktor risiko seperti
Riwayat merokok
Hipertensi
Penyakit jantung koroner pada keluarga
Usia
PEMERIKSAAN FISIK Sering ditemukan secara tidak sengaja pada
saat pasien medical check up
Gejala muncul saat dislipidemia
menimbulkan komplikasi seperti penyakit
jantung koroner, penyakit arteri perifer
PEMERIKSAAN PENUNJANG Profile lipid plasma darah vena
KRITERIA DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis, perlu
pemeriksaan kadar kolesterol total, HDL.
LDLdan TG plasma darah vena.
Persiapan puasa 12 jam sebelumnya
diperlukan untuk pemeriksaan TG dan LDL
indirek yang menggunakan rumus Friedwald
Pemeriksaan penyaring dianjurkan untuk
setiap orang usia > 20 tahun (bila normal
perlu diulang tiap 5 tahun)
Pemeriksaan lain dapat disesuaikan dengan
klinis untuk mencari adakah penyakit lain
yang menyertai atau menjadi penyebabnya
(misalnya glukosa darah, tes fungsi hati, urin
lengkap, tes fungsi ginjal, TSH, EKG)
Penting untuk menilai seberapa besar faktor
risiko penyakit jantung koroner (PJK)
sebelum memulai terapi dislipidemia. Faktor
risiko utama (selain kolesterol LDL) yang
menentukan sasaran kolesterol LDL yang
ingin dicapai
DIAGNOSIS KERJA Dislipidemia
DIAGNOSIS BANDING Hiperkolesterolemia sekunden karena
hipotiroidisme, penyakit hati obstruksi,
sindrom nefrotik, anoreksia nervosa, porfiria
intermiten akut, obat (progestin, siklosporin,
thiazide)
Hipertrigliseridemia sekunder, karena
obesitas, DM, penyakit ginjal kronik,
lipodistrofi, glycogen storage disease,
alkohol, bedah bypass ileal, stres, sepsis,
kehamilan, obat (estrogen, isotretinoin,
penyekat beta, glukokortikoid, resin pengikat
bile-acid, thiazide) hepatitis akut, lupus
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
eritematosus sistemik, gammopati
monoklonal: myeloma multipel, limfoma
AIDS: inhibitor protease
HDL rendah sekunder, karena malnutrisi,
obesitas, merokok, penyekat beta, steroid
anabolik
TERAPI Non farmakologis (Perubahan Gaya Hidup/
PGH):
Terapi nutrisi medis, dengan:
Mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak
trans tidak jenuh sampai< 7 — 10 % total
energi.
Mengurangi asupan kolesterol sampai < 250
mg/hari
Menggantikan makanan sumber kolesterol
dan lemakjenuh dengan makanan
Alternatiflainnya (misal produk susu rendah
lemak, karbohidrat dengan indeks glikemik
rendah)
Mengkonsumsi makanan padat gizi dan
kardioprotektif [sayuran, kacang-kacangan,
buah, ikan, dsb]
Menghindari makanan tinggi kalori
[makanan berminyak, soft drink]
Mengkonsumsi suplemen yang dapat
menurunkan kadar lipid (seperti asam lemak
omega 3, makanan tinggi serat, dan sterol
sayuran.
Mengurangi berat badan dan meningkatkan
aktivitas fisik
Aktivitas fisik diperbanyak atau rutin
berolahraga
Menghentikan rokok dan minuman
beralkohol, terutama bila disertai hipertensi,
hipertrigliseridemia, atau obesitas sentral
Mempertahankan atau menurunkan berat
badan
Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-
farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar
kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai
diberikan, dengan tetap meneruskan pengaturan
makan dan latihan jasmani.
Farmakologis
Predominan
Golongan statin
- Simvastatin 5 - 40 mg
- Lovastatin 10 - 80 mg
- Pravastatin 10 - 40 mg
- Fluvastatin 20 - 80 mg
- Atorvastatin 10 - 80 mg
- Rosuvastatin 10 - 40 mg
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Pitavastatin 1- 4 mg
Golongan bile acid sequestrant
- Kolestiramin 4 — 16 g
Golongan nicotinic acid
- Nicotinic acid (immediate release] 2 x 100 mg
s.cl. 1,5 - 3 g
Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan
primer, dimulai dengan statin atau bile acid
sequestrant atau nicotinic acid. Pemantauan
profil lipid dilakukan setiap 6 minggu.
Bila target sudah tercapai, pemantauan setiap 4-
6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi, target
belum tercapai: intensifkan atau naikkan dosis
statin atau kombinasi dengan yang lain. Bila
setelah 6 minggu berikutnya terapinon-
farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar
kolesterol LDL, maka terapi farmakologis
diintensifkan. Pasien dengan PJK, kejadian
koroner mayor atau dirawa tuntuk prosedur
koroner, diberi terapi obat saat pulang dari RS
jika kolesterol LDL > 100 mg/dL.
EDUKASI Mempertahankan pola makan sehari hari
yang sehat dan seimbang
Melakukan kegiatan jasmani yang cukup
sesuai dengan umur dan kemampuan
Menghindari merokok
Mempertahankan berat badan normal
PROGNOSIS Risiko menjadi PJK dalam 10 tahun ke depan
berdasarkan Skor Framingham yaitu
meniumlahkan pain-poin dari faktor usia, nilai
kolesterol, nilai HDL, tekanan darah sistolik.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Adam JMF. Soegondo S. Semiordii G.
Adrionsyah H. Editor. Petunjuk Praktis
Penatalaksanaan Dislipidemia. PB
PERKENI. April 2004
2. Serniardji G. National Cholesterol Education
Program - Adult Treatment Panel lll (NCEP-
ATP Ill): Adakah hal yang baru ? Makalah
Siang Klinik Bagian Metabolik
Endokrinologi. Bagian llmu Penyakit Dalam,
2002.
3. Reiner Z, Catapono A. Booker G et all.
ESC/EAS Guidelines for the management of
dyslipidemias : The Task Force for the
management of dyslipidiemias of the
European Society of Cardiology (ESC) and
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
the European Atherosclerosis Society (EAS).
Europeon Heart Journal (2011) 32, 1769-
1818.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Diabetes Mellitus
NAMA PENYAKIT Diabetes Mellitus (E11)
DEFINISI Diabetes melitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia kronik yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
ANAMNESIS Gejala yang timbul.
Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu
meliputi : glukosa darah, A1C, dan hasil
pemeriksaan khusus yang terkait DM.
Pola makan, status nutrisi, dan riwayat
perubahan berat badan.
Riwayat tumbuh kembang pada pasien
anak/dewasa muda.
Pengobatan yang pernah diperoleh
sebelumnya secara lengkap. Termasuk terapi
gizi medis dan penyuluhan yang telah
diperoleh tentang perawatan DM secara,serta
kepercayaan yang diikuti dalam bidang
terapi kesehatan.
Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk
obat yang digunakan, perencanaan makan
dan program latihan jasmani.
Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis
diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan
hipoglikemia).
Riwayat infeksi sebelumnya, terutama
infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis
serta kaki.
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi
kronik (komplikasi pada ginjal, jantung,
susunan saraf, mata, saluran pencernaan,
dll).
Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh
terhadap glukosa darah.
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat
penyakit jantung koroner. obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga [termasuk
penyakit DM dan endokrin lain).
Riwayat penyakit dan pengobatan di Iuar
DM.
Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan,
dan status ekonomi.
Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi,
dan kehamilan.
PEMERIKSAAN FISIK Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan
lingkar pinggang.
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah,
termasuk jari.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Pemeriksaan funduskopi.
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar
tiroid.
Pemeriksaan jantung.
Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun
dengan stetoskop.
Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan
bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis.
Pengukuran tekanan darah, termasuk
pengukuran tekanan darah dalam posisi
berdiri untuk mencari kemungkinan adanya
hipotensi ortostatik, serta ankle brachial
index (ABI). Untuk mencari kemungkinan
penyakit pembuluh darah arteri tepi.
Tanda penyakit lain yang dapat
menimbulkan DM tipe lain.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
HbA1c
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol
total, HDL, LDL, dan trigliserida)
Kreatinin serum
Albuminuria
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
Foto sinar-x dada
KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria diagnosis DM
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu
> 200 mg/dl. Glukosa plasma sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir atau
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa >
126 mg/dL. Puasa diartikan pasien tidak
mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200
mg/dl
HbA1c > 6,5 % dengan menggunakan
metode terstandarisasi oleh National
Glycahaemoglobin Standarization Program
DIAGNOSIS KERJA Diabetes Mellitus
DIAGNOSIS BANDING Hiperglikemia reaktif
Pre diabetes
TERAPI Non farmakologis
Edukasi
Terapi gizi medis
Kebutuhan kalori
Farmakologis
Obat Hiperglikemia Oral
Insulin
EDUKASI Menjelaskan kepada pasien perlunya :
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Pengendalian dan pemantauan DM,
intervensi farmakologis, non farmakologis
serta target perawatan.
Interaksi asupan makanan , aktifitas fisik,
dan obat hipoglikemik oral, insulin dan obat
lain
Latihan jasmani dan teratur
Masalahkhusus yang dihadapi
(hiperglikemia dalam kehamilan)
PROGNOSIS Diabetes menyebabkan kematian pada 3 juta
orang setiap tahun (1,7-5,2% kematian di dunia)
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes
Melitus tipe 2 di Indonesia. 2011.
2. The Expert Committee on The Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus. Report of
The Expert Committee on The Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes
Care. Jan 2003;26 (Supp. L): S5-20.
3. Suyono S. Type 2 Diabetes Mellitus is o
Beta-Cell Dysfunction. Prosiding Jakarta
Diabetes Meeting 2002: The Recent
Management in Diabetes and its
Complications : From Molecular to Clinic.
Jakarta. 2-3 Nov 2002. Simposium Current
Treatment in Internal Medicine 2000.
Jakarta.11-12 November 2000:] 85-99
4. lnzucch SE. Bergenstal RM. Buse JB et al.
Management of Hyperglycemiainti/pe2
Diabetes: A Patient-Centered Approach.
Position Statement ot the American Diabetes
Association [ADA] and the European
Association for the Study of Diabetes
{EASD]. Diunduh dari
http://care.diabetesjournals.org/content/3516!
1364.full.pdt+htm1 pada tanggal 7 Juni 2012
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
5. Hiperaldosteronisme
NAMA PENYAKIT Hiperaldosteronisme (E26)
DEFINISI Hiperaldosteronisme adalah peningkatan hormon
aldosteron dalam darah.
ANAMNESIS Sakit kepala
Poliuria, nokturia
Parestesia, kelemahan otot
Riwayat penggunaan obat-obatan yang
mengganggu pelepasan aldosterone (NSAID,
ARB, Beta Bloker, Heparin)
PEMERIKSAAN FISIK Hipertensi, edema
Hiporefleksi, paralisis
Distensi abdomen
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : Hipokalemia, kadar aldosteron
tinggi, kadar renin rendah
Radiologi : CT scan adrenal
KRITERIA DIAGNOSIS Pengukuran
Aktivitas renin plasa
Serum aldosterone
Serum kortison
DIAGNOSIS KERJA Hiperaldosteronisme
DIAGNOSIS BANDING Hipertensi esensial, adenoma adrenal
Sindrom Bartter, Sindrom Conn, Sindrom
Cushing
Hipertensi renovaskular
TERAPI Non farmakologis : diet rendah garam
Farmakologis : Spironolakton [awal 4-00
mg/hari per oral, kemudian 100-400 mg sekali
sehari atau setiap 12 jam), amiloride, triamterene,
nifedipin
Tindakan operatif : untuk kasus adenoma atau
karsinoma
EDUKASI Menjaga tekanan darah agar tetap normal
dengan pemberian obat anti hipertensi sesuai
petunjuk dokter
Konsumsi suplemen kalium dan menjaga
kadar kalium normal
PROGNOSIS Bila tidak diterapi akan meningkatkan risiko
penyakit jantung, stroke dan gagal ginjal
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Arlt W. Disorder oi the Adrenal Cortex. In :
Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser SL,
Jameson JL. Loscalzo J. Han'ison's Principles
of intemal Medicine. 18"‗ed. New York:
McGraw-Hill: 201 2. 2940-61
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2. Nieman 1.. Adrenal Cortex. In: Goldman,
Ausiello. Cecil Medicine. 23 Edition.
Philadelphia.Saunders, Elsevier. 2008
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
6. Hiperparatiroidisme
NAMA PENYAKIT Hiperparatiroidisme (E21)
DEFINISI Hiperparatiroidisme adalah keadaan berlebihnya
sekresi hormon paratiroid; yang dapat dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu primer, sekunder dan
tersier
ANAMNESIS Gejala konstitusional nonspesifik: kelelahan,
kelemahan, anoreksia, mual, muntah,
konstipasi, nyeri tulang.
Gejala neuropsikologik: gangguan tidur,
depresi, mental confusion, konsentrasi
menurun, iritabilitas, demensia
Manifestasi pada sistem rangka:
osteoporosis, patah tulang atau riwayat patah
tulang
Riwayat batu ginjal berulang
Riwayat penggunaan obat: diuretik tiazid,
litium
Riwayat hipertiroidisme, hiperkalsemia.
PEMERIKSAAN FISIK Manifestasi kardiovaskular:
Hipertensi
Kalsifikasi valvular
Hipertrofi ventrikel.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah : kalsium serum total,
hormon paratiroid, kadar fosfat serum, kadar
1,25-dihidroksi vitamin D
Pencitraan: nefrolitiasis dan gambaran
keropos tulang
Fungsi ginjal : urium dan kreatinin
penurunan GFR
Pemeriksaan urin: hiperkalsiuria,
peningkatan ekskresi kalsium urin 24 jam.
EKG: interval QT memendek
Densitometri tulang: penurunan densitas
tulang
Kedokteran nuklir: Sestamibi scan
KRITERIA DIAGNOSIS Bila ditemukan gejala klinis sesuai anamnesa
dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium kadar kalsium dan
hormon paratiroid yang tinggi, fosfat yang
rendah
Pemeriksaan bone mineral density, biopsi
kelenjar thyroid dan sestamibi scan
DIAGNOSIS KERJA Hiperparatiroid
DIAGNOSIS BANDING Keganasan
Penggunaan litium dan tiazid
Benign familial hypercalcemic hypocalciuria
Hiperkalsemia oleh sebab lain
TERAPI Farmakologis dan Bedah
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
1. Hiperparatiroidisme primer
a. Eksisi jaringan kelenjar paratiroid
abnormal adalah terapi definitif
b. Kalsium 1000-1200 mg per hari
pascareseksi
c. Pada penyakit ringan: pertahankan
hidrasi, bisfosfonat [alendronat 10 mg
oral sekali sehari}, terapi pengganti
hormon estrogen atau raloxifene, dan
kalsimimetik (cinacalcet].
2. Hiperparatiroidisme sekunder
a. Atasi penyebab primernya
b. Terapi dengan kalsium dan vitamin D
atau analog vitamin D
c. Pengikat fosfat
d. Kalsimimetik (cinacalcet)
3. Hiperparatiroidisme tersier
Paratiroidektomi subtotal dan total
EDUKASI Konsumsi cairan yang cukup untuk
mencegah dehidrasi
Berolahraga secara teratur
Tidak merokok
Menghindari obat yang meningkatkan kadar
kalsium seperti lithium atau diuretik
Memperhatikan asupan kalsium dan vitamin
D sesuai anjuran
PROGNOSIS Hiperparatiroidisme primer ringan yang
tidak ditatalaksana terkait dengan
peningkatan mortalitas, penyakit
kardiovaskuler, gagal ginjal, dan batu ginjal.
Pada pasien hiperparatiroidisme primer
simtomatik, paratiroidektomi bersifat kuratif
dan bermanfaat.
Pada hiperparatiroidisme sekunder, sekitar 1-
2% pasien membutuhkan paratiroidektomi
setiap tahunnya.
Pada hiperparatiroidisme tersier, kelenjar
abnormal jarang mengalami involusi.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Hiperparatiroidisme. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S. penyunting. Buku aiar ilmu penyakit
dalam. Edisi V. Jakarta: Intemo Publishing:
2009.
2. Potts Jr JT. Diseases of the parathyroid
gland. In: Longo DL. Kasper DL. Jameson
JL. Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
penyunting. Harrison's principle oi intemal
medicine. 18th Edition. McGraw-Hill. 2012.
3. Fraser WD. Hyperparathyroidism. Lancet
2009;374[96841:145-58.
4. Ahmad R, Hammond JM. Primary,
secondary. and tertiary hyperparathyroidism.
Otolaryngol Clin N Am 2004-:37:701-I3
5. Pitt SC. Sippel RS. Chen H. Secondary and
tertiary hyperparalhyroidism, stale of the art
surgical management. Surg Clin North Am
2009:89l5]:i227
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
7. Hipogonadisme
NAMA PENYAKIT Hipogonadisme (E23.0)
DEFINISI Hipogonadisme adalah suatu kondisi yang
dihasilkan akibat menurunnya produksi fungsi
gonad secara abnormal, terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan seksual, serta
karakteristik seksual sekunder.
ANAMNESIS Keluhan Utama
Pada kebanyakan lelaki yang lebih tua libido
rendah. Gejala lain : disfungsi ereksi, penurunan
massa otot dan kekuatan, penurunan vitalitas,
mood menurun.
Riwayat Medikasi
Pada lelaki lebih muda ditanyakan riwayat
konsumsi maternal estrogen, progestin atau
androgen pada kehamilan 2 bulan awal.
Riwayat Keluarga
Kematian saudara kandung saat neonatus
meningkatkan kecurigaan hiperplasia adrenal
kongenital. lnfertilitas dari saudara kandung
orangtua meningkatkan kecurigaan bentuk
pseudohermafroditisme genetik lelaki
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik sebaiknya difokuskan
pada karakteristik seks sekunder seperti
tumbuh rambut, ginekomastia, volume testis,
prostat, tinggi dan proporsi tubuh.
Eunuchoid proportions didefinisikan dengan
rentang lengan > 2 cm Iebih besar dari tinggi
badan dan dicurigai defisiensi androgen
terjadi sebelum fusi epifiseal.
Rambut tumbuh pada wajah, aksila, dada,
dan regio pubis merupakan daerah yang
pertumbuhannya bergantung dengan
androgen. Bagaimanapun juga perubahan
fisik tidak dapat diketahuikecuali defisiensi
androgen yang terjadi cukup berat dan
berkepanjangan.
Etnisitas juga mempengaruhi pertumbuhan
rambut tubuh. Pasien dengan sindrom
Klinelfelter volume testisnya berkurang (1-2
mL). Volume testis paling baik diperiksa
menggunakan Prader orchidometer
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium
Pengukuran testosteron serum total, FSH,
LH (ketiganya diambil pada sampel darah
pagi hari), prolaktin serum, hormon hipofisis
lain
Analisis semen untuk memeriksa infertilitas
Radiologis
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
USG pelvis untuk mencari uterus, testis
tersembunyi (cryptochismus)
Studi kontras dari orifisium perineal dapat
membantu anatomi internal dan
mengkonfirmasi keberadaan vagina
MRI Kepala
KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria minimum untuk diagnosis dari
hipogonad late-onset :
Setidaknya tiga gejala seksual
- Ereksi pagi yang buruk
- Gairah seksual rendah
- Disfungsi ereksi
Tingkat testosteron total < 11 nmol/L (3.2
ng/mL)
Tingkat testosteron total < 220 pmol/L (64
pg/mL)
DIAGNOSIS KERJA Hipogonadisme
DIAGNOSIS BANDING Hipogonadisme primer, hipogonadisme
sekunder
Resistensi target organ [sindrom
insensitivitas androgen atau defisiensi 5-
alpha reductase)
Hipogonadisme late-onset
TERAPI
Testosterone undecanoate oral: 40-80 mg PO
2 atau 3 kali sehari dengan makanan
Testosterone undeconoote injeksi: Diawali
1000 mg IM dan pada minggu ke 6 diikuti
1000 mg IM setiap 12 minggu
Testosteronepellets: 4 hingga 6 implant 200-
mg pellet setiop 4-6 bulan
EDUKASI Menjelaskan mengenai gejala gejala
hipogonadisme kepada pasien seperti
penurunan libido, disfungsi ereksi, mudah
lelah, mudah berkeringat, dan penambahan
lingkar pinggang
Pada anak anak bila terjadi hipogonadisme
akan mengakibatkan perubahan mental dan
psikis
PROGNOSIS Pada usia lanjut laki-laki, perbaikan manifestasi
klinis diperkirakan dalam 3-6 bulan dengan terapi
pengganti testosteron
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Dorland's Illustrated Medical Dictionary.
23rd Ed. Philadelphia. Elsevier. 2007
2. Viswanathan V, Eugster EA. Etiology and
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
treatment of hypogonadism in adolescents.
Endocrinol Metab Clin North Am. Dec
2009:3B[4]:7 I 9-38.
3. Bhasin S. Jameson J. Disorders of the Testes
and Male Reproductive System. In: Longo
Fauci Kasper. Harrison's Principles of
lntemol Medicine 18"‗ edition. United States
of America. McGraw Hill. 2012
4. Kronenberg H, Melmed S. Polonsky K.
Testicular disorder. Willia m ‗s textbook of
endocrinology I 1'"edition. Philadelphia.
Saunders Elsevier. 2008
5. Swerdloft R, Wang C. The Testis and Male
Sexual Function. In: Goldman. Auslello.
Cecil Medicine. 23*― Edition. Philadelphia.
Saunders, Elsevier. 2008
6. Wang C, Nieschlag E. Swerdloff RS et al.
ISA. ISSAM. EAU. EAA and ASA
recommendations: investigation, treatment
and monitoring of late-onset hypogonadism
in males.
7. Otlen B, Stikkelbroeck N. Hermus R.
Hypogonadism in Males With Congenital
Adrenal Hyperplasia In: Winters S.Male
hypogonadism : basic. clinical. and
therapeutic principles. New Jersey. Humana
Press. 2004
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
8. Hipoparatiroidisme
NAMA PENYAKIT Hipoparatiroidisme (E20)
DEFINISI Hipoparatiroidisme adalah keadaan berkurangnya
hormon paratiroid; yang dapat dibagi menjadi
hipoparatiroidisme herediter dan
hipoparatiroidisme akuisita
ANAMNESIS 1. Manifestasi neurologik dan neuromuskular :
spasme otot, spasme carpopedal, grimacing
wajah, spasme laring, kejang
2. Perubahan status mental : iritabilitas,
depresi, psikosis
3. Kram usus dan malabsorpsi kronik dapat
terjadi
4. Perubahan kronik pada kuku dan rambut
5. Alopesia dan kandidiasis
PEMERIKSAAN FISIK 1. Manifestasi neurologik dan neuromuskular :
spasme otot, spasme carpopedal, grimacing
wajah, spasme laring, kejang
2. Gagal napas dapat terjadi
3. Gejala ekstrapiramidal Iebih sering terjadi
pada hipoparatiroid herediter: distonia,
pergerakan choreoothetotic
4. Perubahan status mental : iritabilitas,
depresi, psikosis
5. Kram usus dan malabsorpsi kronik dapat
terjadi
6. Papiledema dan peningkatan tekanan
intrakranial
7. Tanda Chvostek’s dan Trousseau dapat
ditemukan
8. Perubahan kronik pada kuku dan rambut
9. Katarak lentikular
10. Alopesia dan kandidiasis Iebih sering terjadi
pada hipoparatiroidisme herediter
PEMERIKSAAN PENUNJANG Kalsium darah : hipokalsemia
Kalsium urin : hiperkalsiuria
CT Scan :kalsifikasi ganglia basal lebih
sering terjadi pada hipoparatiroidisme
herediter
EKG: interval QT memanjang, aritmia
KRITERIA DIAGNOSIS Identifikasi gejala klinis, riwayat penyakit
keluarga, pemeriksaan laboratorium
(hipokalsemia dan hiperkalsiuria)
Pemberian syntetic parathyroid hormon
(teriparatide) untuk menyingkirkan pseudo
hypoparathyroid
DIAGNOSIS KERJA Hipoparathyroid
DIAGNOSIS BANDING Pseudohipoparatiroidisme
Hipokalsemia oleh sebab lain
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
TERAPI Farmakologis
1. Kalsium oral dosis tinggi (21 g kalsium
elemental); jika perlu dikombinasikan
dengan vitamin D dosis 40000-120000
U/hari (1-3 mg/hari).
2. Diuretik tiazid.
3. Penambahan terapi pengganti hormon
paratiroid 1-84 pada terapi konvensional
(kalsium dan vitamin D) terkait dengan
penurunan kebutuhan kalsium dan vitamin D
harian.
EDUKASI Diet tinggi kalsium dan rendah fosfat
Monitoring kadar kalsium dan fosfat setiap
bulan
Menjelaskan kepada pasien perlunya
monitoring hasil laboratorium
PROGNOSIS Hipoparatiroidisme permanen dapat terjadi pada
3.8% yang menjalani tiroidektomi
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Potts Jr JT. Diseases of the parathyroid
gland. Dalam: Longo DL. Kasper DL.
Jameson JL. Fauci AS. Hauser 5L. Loscalzo
J. penyunting. Harrison's principle of internal
medicine. Edisi XVIII. McGrawHill
Companies: 2012. Hal.
2. Rubin MR, Sliney J. McMahon DJ.
Silverberg SJ. Bilezikian JP. Therapy oi
hypoparathyroidism with intact parathyroid
hormone. Osteoporosis Int 20I0:2I [I I}: I
927-34
3. Sikjaer T, Rejnmark L, Rolighed L.
Heickendorif L. Mosekilde L. The effect of
adding PTH(I-84] to conventional treatment
of Hypoparatiroidisme a randomized
placebo-controlled study. J Bone Miner Res
201I:26 (I0): 2358-70
4. Sitqes-Serra A. Ruiz S. Girvent M, Duenas
JP. Sancho JJ. Outcome of protracted
hypoparatiroidisme after total
thyroidectomy. Br J Surg 2OI 0;97il Ii: I
687-95
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
9. Insufisiensi Adrenal
NAMA PENYAKIT Insufisiensi Adrenal (E27.4)
DEFINISI Defisiensi kortisol absolut atau relatif yang
terjadi mendadak biasanya disebabkan oleh
penyakit atau stres yang berat insufisiensi adrenal
akut juga dapat erjadi akibat stres, infeksi berat,
pada pasien dimana respons adrenal menurun
karena sesuatu sebab atau gangguan pelepasan
ACTH akibat kerusakan hipofisis atau terapi
kortikosteroid lama.
ANAMNESIS Akut : Nyeri kepala, mual, muntah, diare
Kronik : lesu, letih, lemah, anoreksia, mual,
penurunan berat badan, muntah-
muntah,nyeri perut, depresi, psikosis
PEMERIKSAAN FISIK Hipotensi
Kronik: kurus, lemah, hipotensi, pigmentasi
pada perut, tempat-tempat tertekan (daerah
tali pinggang, lipatan telapak tangan, areola,
perineum dan daerah yang terpapar sinar
matahari), vitiligo, atau pigmentasi kelabu
pada muka pipi, gusi dan bibir
PEMERIKSAAN PENUNJANG Kadar kortisol darah
Kronik : hipoglikemia
Tes Synacthen (ACTH stimulation test)
CT scan adrenal
KRITERIA DIAGNOSIS ACTH Stimulation Test
DIAGNOSIS KERJA Insufisiensi Adrenal
DIAGNOSIS BANDING Krisis adrenal, perdarahan adrenal
Eosinofilia
Histoplasmosis, sarkoidosis
TERAPI Non farmakologis : Edukasi pasien
Farmakologis : Pemberian larutan NaCl 0,9%,
kortikosteroid, glukosa intravena, dan
pengobatan penyakit pencetusnya
Alternatif lain: hidrokortison IV dengan larutan
NaCl 0,9%
Kronik:
Pemberian kortisol : Mula-mula pasien
diberikan kortison dosis tinggi. Untuk jangka
panjang, dosis 25 mg pagi hari dan 12,5 mg
pada sore hari per oral
Mineralkortikoid(fludrokortison 100 ug/hari)
EDUKASI 1. Meningkatkan asupan garam pada konsumsi
mineralkortikoid dosis tinggi
2. Mengurangi respon stress (emosi, infeksi,
trauma)
PROGNOSIS Kecuali risiko krisis adrenal, kesehatan dan usia
pasien biasanya normal, sedangkan pigmentasi
dapat menetap
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Arlt W. Disorder oi the Adrenal Cortex. In :
Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser
SL, Jameson JL. Loscalzo J. Han'ison's
Principles of intemal Medicine. 18"‗ed. New
York: McGraw-Hill: 201 2. 2940-61
2. Nieman 1.. Adrenal Cortex. In: Goldman,
Ausiello. Cecil Medicine. 23'― Edition.
Philadelphia.Saunders, Elsevier. 2008
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
15. Obesitas
NAMA PENYAKIT Obesitas (E68.0)
DEFINISI Merupakan suatu keadaan di mana terdapat
massa jaringan adiposa yang berlebih.
ANAMNESIS 1. Berat badan yang berlebihan
2. Pola makan yang tidak baik ( makan
berlebihan)
3. Lingkar perut yang berlebih : laki-laki ≥ 90
cm, wanita ≥ 80 cm
4. Adanya penyakit yang menyebabkan
obesitas, antara lain hipotiroidisme, sindrom
ovarium polikistik, sindrom cushing,
kelainan di hipotalamus dan mutasi genetic
PEMERIKSAAN FISIK Berat badan dan tinggi badan
PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk menyingkirkan penyakit endokrin
penyebab obesitas, skrinning komorbid (sindrom
metabolik) dan melihat adanya komplikasi organ
target.
KRITERIA DIAGNOSIS Berat badan berdasarkan:
IMT > 25-29,9% Obesitas tingkat I
IMT>30% Obesitas tingkat II
DIAGNOSIS KERJA Obesitas
DIAGNOSIS BANDING Tidak ada
TERAPI Non farmakologis :
Perubahan gaya hidup : terapi diet
defisit kalori 500-1000kkal/hari dan
aktivitas fisik secara bertahap 30-45 menit
sebanyak 3-5kali seminggu dan latihan
kekuatan otot 1-3 set latihan sebanyak 2 x
seminggu
Terapi prilaku.
Farmakologis : orlistat
Pembedahan :
Indikasi : BMI> 35kg/m2 , adanya satu atau
lebih penyakit komorbid yang teratasi
dengan penurunan berat badan (imobilitas,
artritis, DM type 2), tidak berhasil dengan
nonfarmakologis dan farmakologis.
EDUKASI 1. Menjaga pola makan yang baik
2. Olahraga secara teratur
3. Perbaiki lifestyle
4. Hindari faktro pencetus obesitas misalnya
stress
PROGNOSIS Tiap peningkatan 5kg/m2 pada BMI>25kg/m2
berhubungan dengan resiko kematian sebesar
30%
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Flier J. Maratos-Flier M. Biology of Obesity:
Introduction. In : Longo DL. Fauci AS.
Kasper DL. Hauser SL. Jameson JL.
Loscalzo J. Harrison's Principles of Internal
Medicine. I8"' Edition. New York,
McGraw~Hill. 2012.
2. Sugondo S. Obesitas. Dalam: Alwi I. Setiati
S. Setiyohadi B. Simadibrata M. Sudoyo
AW. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi V. Jakarta: Inierna Publishing:
20I0:I973-I983.
3. National Heart Lung and Blood Institute.
Executive summary at the clinical guidelines
on the identification. Evaluation and
treatment of overweight and obese adults.
Arch Intern Med. I998 Sep 28:I58{I 7]:I855-
67.
4. Badarsono S, Moersadika N. Purnamasari D,
Sukardji K, Tahapaiy D. Identification.
Evaluation and Treatment at Overweight and
Obesity in Adults‗. Clinical Practice
Guidelines of the Obesity Clinic. Wellnes
Cluster Cipto Mangunkusumo Hospital.
Jakarta, Indonesia.
5. National Task Force on the Prevention and
Treatment of Obesity. Medical care for
obese patients: advice tor health care
professionals. Am Fam Physician. 2002 Jan
I:65{I ]|:8I-8.
6. Institute tor Clinical Systems Improvement.
Prevention and Management of Obesity
{Mature Adolescent and Adults}. 5'― ed.
Bloomington, MN; Institute for Clinical
Systems Improvement. April 20lI
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
21. Tirotoksikosis
NAMA PENYAKIT Tirotoksikosis (E05.9)
DEFINISI Manifestasi klinis kelebihan hormone tiroid
yang beredar dalam sirkulasi.
ANAMNESIS Hiperaktivitas
Iritabilitas
Disforia
Intoleransi panas
Mudah berkeringat
Palpitasi
Lemahdanlesu
Berat badan turun dengan peningkatan nafsu
makan
Diare
Poliuria
Oligomenorhea
Hilangnya libido
PEMERIKSAAN FISIK Takikardi
Atrial fibrilasi pada usia lanjut
Tremor
Kulit hangat dan lembab
Kelemahan otot
Miopati proksimal
Lid lag retraction dan lid retraction
Ginekomastia
PEMERIKSAAN PENUNJANG TSH
FT4
T3
Sidik tiroid
KRITERIA DIAGNOSIS TSHs menurun (< 0,025 uIU/mL)
FT4 meningkat (> 20 pmol/L) atau
peningkatan T3
DIAGNOSIS BANDING Hipertiroidisme primer
Hipertiroidismesekunder
Tirotoksikosistanpahipertiroisime
TATALAKSANA Farmakologis
Bedah
Radioiodine
PROGNOSIS Tidak remisi pada laki-laki < 40 tahun
EDUKASI Hindari makanan yang mengandung garam
beriodium
Hindari makan-makanan laut
Kurangi rasa stres
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Djokomoeljonto R. Keleniartiroid.
hipotiroidisme. donhipertiroidisme. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B. Alwi I.
Simadibrata M. Setiati S. et ol. Buku Ajar
llmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta:
Interna PubIishing. I993-2008.
2. Jameson JL. Weetman AP. Disorder of the
Thyroid Gland. In : Longo DL. Fauci AS.
Kasper DL. Hauser SL. Jameson JL.
Loscalzo J. Harrison‗s Principles of Internal
Medicine. I8 ed. New York: McGraw-Hill:
20l 2. 29l I-39
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
22. Tiroiditis
NAMA PENYAKIT Tiroiditis (E06.9)
DEFINISI Kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi
pada tiroid
ANAMNESIS Tiroiditis akut
- Akut infeksiosa : rasa sakit yang hebat
pada kelenjer tiroid, panas, menggigil,
disfagia, disfonia
Tiroiditis subakut : rasa sakit perlahan
kadang mendadak 2-6 minggu, terbatas pada
kelenjer tiroid demam, malaise, mialgia,
anoreksia
Tiroiditis kronis
- Hashimoto : rasa seperti terikat leher,
gejala hipertiroid pada fase inflamasi
diikuti gejala hipotiroid perlahan dan
menetap
PEMERIKSAAN FISIK Tiroiditis akut
- Akut infeksiosa : nyeri tekan, fluktuasi.
Eritema pada kelenjer tiroid,
limfadenopati
Tiroiditis subakut : teraba membesar difuse
dan nyeri tekan.
Tiroiditis kronis
- Hashimoto : pembesaran 2-3x normal,
difuse, simetris,
PEMERIKSAAN PENUNJANG Kadar T3, T4, TSH
Sidik tiroid.
KRITERIA DIAGNOSIS Tiroiditis akut : hormon tiroid TSH, T3 dan
T4 dalam batas normal
Tiroiditis subakut : awalnya TSH menurun
dengan FT4 meningkat
Tiroiditis kronik : awalnya FT4 normal, lalu
menjadi rendah, TSH normal
DIAGNOSIS BANDING Karsinoma tiroid, jenis-jenis tiroiditis
TATALAKSANA Jika pasien dalam keadaan hipotiroid, dapat
diberikan Levotiroksin
PROGNOSIS Tiroiditis akut :
Apabila pasien diterapi dengan antibiotik
yang tepat, maka kelainan tiroid ini
umumnya bersifat self-limiting. Kelainan
tiroid ini jarang menimbulkan komplikasi
apabila diterapi dengan baik
Tiroiditis subakut :
Tiroiditis karena kehamilan : Sebanyak 20 -
50% kasus dapat terjadi hipotiroid
permanen, 70% kasus kambuh pada
kehamilan berikutnya.Tiroiditis de
duervain's: Sebanyak 45% fungsi tiroid akan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
kembali normal dalam 6 sampai 12 bulan
hanya 5% yang menetap hipotiroid
Tiroiditis kronis :
Tiroiditis Hashimato : Sebanyak 24% pasien
dengan hipotiroidisme karena tiroiditis
autoimun kronik yang mendapat terapi
tiroksin >1 tahun akan tetap menjadi eutiroid
walaupun terapi sudah dihentikan.
Tiroiditis Riedel merupakan penyakit self-
limitting. Apabila tidak diobati penyakit juga
dapat menjadi progresif, kadang-kadang
stabil atau regresi.
EDUKASI Tidak perlu pembatasan diet
Batasi aktivitas yang berat
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Wiyono P. Tiroiditis. In: Sudoyo A.
Setiyohadi B. Alwi I. Simadibrata M. Setiati
S. editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
5'" ed. Jakarta; Pusat lnformasi dan
Penerbitan Bagian ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 2009:2016 – 2021.
2. Lameson JL, Weetman AP.Disorders of the
thyroid gland. In: Fauci A. Kasper D. Longo
D. Braunwald E. Hauser 5. Jameson J.
Loscalzo J. editors. Harrison's principles of
internal medicine. lB"' ed. United States of
America; The McGraw-Hill Companies.
2012: 291 l — 39
3. Yamada M. Satoh T. Hashimato K.
Thyroiditis. ln: Wandisiord FE. Radovick S.
editors. Clinical
4. management of thyroid disease. 1*‘ ed.
Philadelphia; Saunders Elsevier. 2009: 191-
203
5. Gardner DG. Shoback D. editors.
Greenspan's basic and clinical
endocrinology. 8 ed. San Fransisco
Stagnaro-Green A. Abalovich M, Alexander
E. et al. Guidelines of the american thyroid
association for the diagnosis and
management oi thyroid disease during
pregnancy and postpartum. Thyroid. 201 l
:21 [l0]:lOBl-125
6. Dayan CM, Daniels GH. Chronic
autoimmune thyroiditis. N Engl J Med.
i996:335[2l:99-107
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
7. Bindra A. Braunstein GD. Thyroiditis. Am
Fam Physician. 2006;73{10]:i 769-76
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
25. Hipoglikemia
NAMA PENYAKIT Hipoglikemia (E16.2)
DEFINISI Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar
glukosa darah < 70 mg/dL, atau kadarglukosa
darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis
ANAMNESIS Kelebihan obat atau dosis obat: terutama
insulin, atau obat hipoglikemik oral
Kebutuhan tubuh akan insulin yang relative
menurun: gagal ginjal kronik, pasca
persalinan
Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori
atau waktu makan tidak tepat
Kegiatan jasmani yang berlebihan
PEMERIKSAAN FISIK Stadium parasimpatik: lapar, mual,
tekanandarahturun
Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu,
sulit bicara kesulitan menghitung sementara
Stadium simpatik: keringat dingin pada
muka, bibir atau tangan gemetar
Stadium gangguan otak berat: tidak sadar,
dengan atau tanpa kejang
PEMERIKSAAN PENUNJANG Kadar glukosa darah
Tes fungsi ginjal
Tes fungsi hati
C-Peptide
KRITERIA DIAGNOSIS Gejala klinis sesuai sesuai seperti anamnesis
dan pemeriksaan fisik
Kadar glukosa darah rendah (< 70 mg/dL; <
80 mg/dL dengan gejala klinis)
Klinis membaik setelah kadar gula darah
normal
DIAGNOSIS BANDING Hipoglikemia karena penyebab lain, seperti
Obat :
- Sering : alkohol,
- Kadang : kinin, pentamidine
- Jarang : salisilat, sulfonamid
Hiperinsulinisme endogen: insulinoma,
autoimun, sekresi insulin ektopik
Gagal ginjal, sepsis, starvasi, gagal hati,
gagal jantung
Defisiensi endokrin: kortisol, growth
hormone, glukagon, epinefrin
Tumor non-sel: sarkoma, tumor
adrenokortikal, hepatoma, leukemia,
limfoma,melanoma
Pasca-prandial: reaktif (setelah operasi gaster),
diinduksi alkohol
TERAPI Stadium Permulaan (sadar)
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Berikan gula murni 30 gram (2 sendok
makan) atau sirop/permen gula murni (bukan
pemanis pengganti gula atau gula diet/gula
diabetes) dan makanan yang mengandung
karbohidrat
Hentikan obat hipoglikemik sementara
Pantau glukosa darah sewaktu
Pertahankan GD diatas100 mg/dL (bila
sebelumnya tidak sadar)
Cari penyebab
Stadium Lanjut(koma hipoglikemia atau tidak
sadar dan curiga hlpoglikemia)
Diberikan larutan Dekstrosa 40 % sebanyak 2
Flakon (= 50 mL) bolus intra vena,
Diberikan cairan Dekstrosa 10 % per infus, 8
jam per kolf bila tanpa penyulit lain,
Periksa GD sewaktu (GDs), kalau
memungkinkan dengan glukometer :
- Bila GDs < 50 mg/dL + bolus
Dekstrosa 40 % 50 mL IV
- Bila GDs < 100 mg/dL + bolus
Dekstrosa 40 % 25 mL IV
Periksa GDs setiap 15 menit setelah
pemberian Dekstrosa 40 % :
- Bila GDs < 50 mg/dL + bolus
Dekstrosa 40 % 50 mL IV
- Bila GDs < 100 mg/dL + bolus
Dekstrosa 40 % 25 mL IV
- Bila GDs 100 - 200 mg/dL tanpa bolus
Dekstrosa 40 %
- Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan
menurunkan kecepatan drip Dekstrosa
10%
1. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali
berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam,
dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs >
200 mg/dL pertimbangkan mengganti
infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %.
2. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali
berturut-turut masing-masing selang 2 jam,
pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan
protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dl
pertimbangkan mengganti infus dengan
Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %.
3. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali
berturut-turut masing-masing selang 4 jam,
pemeriksaan GDS dapat diperpanjang sesuai
kebutuhan sampai efek obat penyebab
hipoglikemia diperkirakan sudah habis dan
pasien sudah dapat makan seperti biasa.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Bila hipoglikemia belum teratasi,
dipertimbangkan pemberian antagonis
insulin, seperti: glukagon 0,5-1 mg IV/IM
atau kortison, adrenal
5. Bila pasien belum sadar, sementara
hipoglikemia sudah teratasi, maka cari
penyebab lain atau sudah terjadi brain
damage akibat hipoglikemia berkepanjangan.
PROGNOSIS Hipoglikemia meningkatkan angka mortalitas
pada pasien dalam kondisi kritis.
Pada 22% pasien mengalami episode
hipoglikemia lebih dari 1 kali.
Angka mortalitas meningkat sesuai dengan
parahnya derajat hipoglikemia.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
EDUKASI Ajarkan tanda dan gejala hipoglikemia pada
pasien dan keluarga
Ajarkan cara untuk mengatasi hipoglikemia
secara mandiri
Hentikan penggunaan obat yang
menyebabkan hipoglikemia
Segera dibawa ke fasilitas kesehatan kalau
pasien terjadi penurunan kesadaran lebih
lanjut
DAFTAR RUJUKAN 1. Rudianto A. Konsensus Pengeloloan dan
Pencegahan Diabetes Melitus lipe 2 di
Indonesia 201 I. Jakarta: PB PERKENI.
2. Cryer PE. Hypoglycemia. In Braunwald E.
Fauci AS, Kasper DL. Hauser SL, Longo
DL. Jameson JL.Harrison's Principles of
Internal Medicine. I Bth ed. New York:
McGraw-Hill; 200.
3. Arsana PM. Purnamasari D. Hipoglikemia
dan Hiperglikemia. Dalam: Abdullan M.
Arsana PM.Setyohadi B. Soeroto AY.
Suryanto A. EIMED PAPDI
Kegawatdarurotan Penyakit Dalam
[Emergency in Internal Medicine}. Jakarta:
Intemo Publishing: 201 1:ha|.305-I3.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
26. Hipotiroidisme
NAMA PENYAKIT Hipotiroidisme (E03.9)
DEFINISI Hipotiroidisme adalah berkurangnya efek
hormon tiroid di jaringan
ANAMNESIS Rasa capek
Sering mengantuk
Tidak tahan dingin
Lesu, lamban
Rambut alis mata lateral rontok, rambut
rapuh
Lamban bicara
Berat badan naik
Mudah lupa
Dispnea
Suara serak
Otot lembek
Depresi
Obstipasi
Kesemutan
Reproduksi: oligomenorea, infertil,
aterosklerosis
Tipe sentral: gangguan visus, sakit kepala,
muntah
PEMERIKSAAN FISIK Kulit kering, dingin, pucat, kasar
Gerakan lamban
Edema wajah
Refleks fisiologis menurun
Lidah tebal dan besar
Otot lembek, kurang kuat
Obesitas
Edema ekstremitas
Bradikardia
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah perifer lengkap (bisa terdapat
sitopenia)
Kreatin fosfokinase
Antibodi TPO
Anti-Tg-Ab
Pemeriksaan TSH, T3, FT4
Profil lipid
Biopsi aspirasi jarum halus bila terdapat
struma
Elektrokardiogram (untuk mencari
komplikasi jantung)
KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria Diagnosis :
Gejala hipotiroid perlahan tidak spesifik
Riwayat penyakit keluarga ( Pengobatan
kelenjar tiroid dengan obat, bedah, ablasi,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
radiasi, konsumsi obat obatan tertentu)
Pemeriksaan fisik (Pembesaran kelenjar,
edema, bradikardi, penurunan reflek tendon
Pemeriksaan darah, TSH & FT4
DIAGNOSIS KERJA Hipotiroid primer, hipotiroid sentral
DIAGNOSIS BANDING Euthyroid syndrome, insufisiensi adrenal
Gagal hati, efek obat-obatan
depresi, sindrom lelah kronik
TERAPI Non farmakologlis
Edukasi, pemantauan fungsi tiroid berkala
Farmakologis
Levotiroksin: pagi hari dalam keadaan perut
kosong. Dosis rerata substitusi L-T adalah
112 pg/hari atau 1,6 ug/kgBB atau 100-125
ug sehari. Untuk L-T adalah 25-50 ug.
Sebagian besar kasus membutuhkan L-T4
100- 200 pg/hari Untuk pasien-pasien kanker
tiroid pasca tiroidektomi, dosis T4 rata-rata
adalah 2,2 ug) kgBB/hari. Target TSH
disesuaikan dengan latar belakang kasus.
Untuk hipotiroidisme subklinis, tidak
dianjurkan memberikan terapi rutin apabila
TSH < 10 mU/L. Substitusi tiroksin
diberikan untuk memperbaiki keluhan dan
kelainan objektif jantung. Terapi diberikan
dengan levotiroksin dosis rendah (25-50
pg/hari) hingga mendapatkan kadar TSH
normal
EDUKASI Makan makanan yang mengandung garam
beriodium
Ajarkan pasien untuk patuh berobat karen
sifat penyakit yang berlangsung seumur
hidup
Ajarkan waktu yang tepat untuk minum obat
Levotiroksin
Menjelaskan pentingnya untuk kontrol
pemeriksaan hormon tiroid secara rutin
PROGNOSIS Kebanyakan kasus hipotiroidisme klinik
membutuhkan terapi seumur hidup.
Komplikasi koma miksedema terkait dengan
kematian.
Sekitar 40% kasus hipotiroidisme subklinis
akan berkembang menjadi hipotiroidisme
klinis, hal ini terkait dengan kadar awal TSH.
Sisanya akan mengalami resolusi spontan
dalam waktu 1-5 tahun.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Diokomoeljanto R. Kelenjar tiroid.
hipotiroidisme. dan hipertiroidisme. In:
Sudoyo A. Setiyohadi B. Alwi I. Simadibrata
M. Setiati S. editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 5"― ed. Jakarta: Pusat lnformasi dan
Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI. 2009:1993 — 2008
2. Lameson JL. Weetman AP.Disorders of the
thyroid gland. In: Fauci A. Kasper D. Longo
D. Braunwald E. Hauser S. Jameson J.
Loscalzo J. editors. Harrison's principles of
internal medicine. 18 ed. United Slates ot
America: The McGraw-Hill Companies. 2012:
2911 — 39
3. Gardner DG. Shoback D. editors. Greenspan's
basic and clinical endocrinology. 8"‗ ed. San
Fransisco.
4. Allahabadia A. Razvi S. Abraham P. Franklyn
J. Diagnosis and treatment of primary
hypothyroidism. BMJ.2009:33:b725
5. Stagnaro-Green A. Abalovich M. Alexander
E. Azizi F. Meslman J. Negro R. el al.
Guidelines ot the American thyroid
association for the diagnosis and management
of thyroid disease during pregnancy and
postpartum. Thyroid. 20i1:21[10]:1081 - 1125
6. Alinbinde. Steven W. et al. Thyroid and
Others Endocrine Disorders During
Pregnancy. Current Diagnosis & Treatment
Obstetrics . Gynecology. Tenth Edition. The
Mac-Grow Hill Companies. 2007.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
C. GASTROENTEROHEPATOLOGI
1. Abses Hati
NAMA PENYAKIT Abses hati (K75.0)
DEFINISI Abses hati adalah rongga patologis yang timbul
dalam jaringan hati akibat infeksi bakteri, parasit,
jamur, yang bersumber dari saluran cerna, yang
ditandai adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati
nekrotik,sel-sel inflamasi, atau sel darah di dalam
parenkim hati.
ANAMNESIS Demam.
Nyeri spontan perut kanan. pasien jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan
diletakkan diatasnya.
Jika letaknya dekat dengan diafragma dapat
teriadi iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri
pada bahu kanan. batuk, ataupun atelektasis.
Gejala Iain yaitu mual. muntah. penurunan
berat badan berkurangnya nafsu makan.
disertai malaise, lkterus, buang air besar
seperti dempul dan buang air kecil berwarna
gelap.
PEMERIKSAAN FISIK Peningkatan suhu tubuh
lkterus.
Hepatomegali yang nyeri tekan.
Nyeri tekan perut kanan atas.
Jika AHP telah kronik dapat ditemukan asites
dan tanda-tanda hipertensi portal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. DPL, LED
2. Alkali fosfatase, enzim transaminase,
bilirubin.
3. Albumin serum
4. Waktu protrombin
5. Tes serologis: untuk menyingkirkan diagnosis
banding
6. Kultur darah
7. Foto toraks
8. Foto polos abdomen
9. USG abdomen
10. Angiografik: daerah avaskular
11. CT scan abdomen.
KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis : demam, nyeri perut kanan atas
Pemeriksaan fisik : pembesaran hati disertai
nyeri tekan
Pemeriksaan penunjang :
1. Laboratorium : anemia ringan, eukositosis
dengan netrofilia, peninngkatan LED,
peningkatan serum ALP.
2. Kultur darah, kultur pus : ditemukannya
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
agen peneyebab abses hati.
3. USG : lesi hipoekoik
4. CT scan abdomen : lesi densitas rendah,
dengan kontras : peripheral enhancement.
DIAGNOSA KERJA Abses hati
DIAGNOSA BANDING Hepatoma
Kolesistitis
Tuberkulosis hati
Aktinomikosis hati
TERAPI Pencegahan dengan mengatasi penyakit bilier
akut dan infeksi abdomen dengan adekuat
Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein
Antibiotika spektrum luas atau sesuai hasil
kultur kuman:
Kombinasi antibiotik sebaiknya terdiri dari
golongan inhibitor beta laktamase generasi I
atau III dengan atau tanpa aminoglikosida.
Pasien yang tidak dapat mengkonsumsi
golongan beta laktamase dapat diganti dengan
fluorokuinolon.
Kombinasi lain terdiri dari golongan
ampisilin, aminoglikosida (jika dicurigai
adanya sumber infeksi dari sistem bilier), atau
sefalosporin generasi III (jika dicurigai
adanya sumber infeksi dari kolon] dan
klindamisin atau metronidazol (untuk bakteri
anaerob).
Jika dalam waktu 4-72 jam belum ada
perbaikan klinis,maka antibiotika diganti
dengan antibiotika yang sesuai hasil kultur
sensitifitas. Pengobatan secara parenteral
selama minimal 14 hari lalu dapat diubah
menjadi oral sampai 6 minggu kemudian. Jika
diketahui jenis kuman streptokokus, antibiotik
oral dosis tinggi diberikan sampai 6 bulan.
Drainase terbuka cairan abses terutama pada
kasus yang gagal dengan terapi konservatif
atau bila abses berukuran besar (> 5 cm). Jika
abses kecil dapat dilakukan aspirasi berulang.
Pada abses multipel, dilakukan aspirasi jika
ukuran abses yang besar, sedangkan abses
yang kecil akan menghilang dengan
pemberian antibiotik.
Surgical drainage: dilakukan jika drainase
perkutaneus tidak komplit dilakukan, ikterik
yang persisten, gangguan ginjal,
multiloculated abscess, atau adanya ruptur
abses.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
EDUKASI Menjelaskan kepada pasien mengenai
penyakit abses hati dan kemungkinan
penyebabnya
Menjelaskan pencegahan, terapi definitive
abses hati baik berupa drainase abses maupun
pemberian antibiotik dalam waktu yang
cukup lama
Menjelaskan bahwa prognosis abses hati
sangat bergantung pada kepatuhan terapi dan
keterlambatan terapi dapat berakibat
meningkatnya kemungkinan sepsis dan
meningkatnya angka kematian
PROGNOSIS Jika diterapi dengan antibiotika yang sesuai
dan dilakukan drainase, angka kematian
adalah 10-16%.
Prognosis buruk jika terjadi keterlambatan
diagnosis dan penanganan serta hasil kultur
memperlihatkan adanya bakteri yang multiple
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, Sp.PD, KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp. PD, KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Sherlock 5, Dooley J. Tumours oi the
Gallbladder and Bile Ducts. ln:: Dooley J,
Lok A. BurroughsA. Heothcote . Diseases of
the Liver and biliary System. I 2"‗ ed. UK:
Blackwell Science. P.632-659.
2. Kim AY. Chung RT. Bacterial, Parasitic, and
Fungal lnlections at the Liver, Including Liver
Abscess. .In: Feldman M, Friedman L. Brandt
L. Sleisenger and Fordtran‗s Gastrointestinal
and Liver
Disease:Pathophysiology/Diagnosis/Manage
ment. 9"‗ ed. USA: Elsevier. Chapter 82.
3. Nazir NT, Penfield JD, Hajjar V. Pyogenic
liver abscess. Cleveland Clinic Journal of
Medicine July2010 vol. 777 426-427.
Diunduh dari
http/www.ccjm.orgfcontent/77/7/426.FulI
pada tanggal20 Juni 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3. Diare Kronik
NAMA PENYAKIT Diare Kronik ( R19.7)
DEFENISI Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari sejak
awal diare
ANAMNESIS 1. Waktu dan frekuensi diare
2. Bentuk tinja
3. Keluhan lain yang menyertai seperti nyeri
abdomen, demam, mual muntah, penurunan
berat badan
4. Obat-obatan : laksan, antibiotika,
imunosupresan, dll
5. Makanan/ minuman
PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum
2. Status dehidrasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan tinja, darah, dan urin
2. Pemeriksaan anatomi usus sesuai indikasi :
Barium enema/colon in loop (didahului
BNO), Kolonoskopi, ileoskopi, barium follow
through atau enteroclysis, USG abdomen, CT
san abdomen
3. Fungsi usus dan pankreas : tes fungsi
pankreas , CEA dan CA 19-9
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesis : diare murni apa tidak, respon
terhadap puasa apa tidak, sift diare;mendadak
atau intermiten, waktu terjadi diare.
2. Pemeriksaan Tinja
3. Keluhan lain yang menyertai diare
4. Riwayat pemakaian obat
5. Riwayat konsumsi makanan/minuman
tertentu
6. Ada tidak gejala konstitusional yang
menyertai diare seperti penurunan berat
badan dan lain lain.
DIAGNOSIS KERJA Diare kronik
DIAGNOSIS BANDING 1. Infeksi
2. Malabsorbsi lemak
3. Malabsorbsi karbohidrat
4. Sindroma usus iritabel
5. Obat-obatan
6. Keganasan
7. Kelainan endokrin
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
TERAPI 1. Nonfarmakologis
Seperti tatalaksana pada diare umumnya
2. Farmakologis
Pengobatan diare kronik ditujuan terhadap
penyakit yang mendasari. Sejumlah obat anti
diare dapat digunakan pada diare kronik. Opiat
mungkin dapat digunakan dengan aman pada
keadaan gejala stabil.
1) Loperamid: 4 mg dosis awal, kemudian 2 mg
setiap mencret. Dosis maksimum 16 mg/hari
2) Kodein: Karena memiliki potensi adiktif, obat
ini sebaiknya dihindari, kecuali pada keadaan
diare yang menetap. Kodein dapat diberikan
dengan dosis 15-60 mg setiap 4 jam.
Paregoric diberikan 4-8 ml.
3) Klonidin: β-adrenergic agonis yang
menghambat sekresi elektrolit intestinal.
Diberikan 0,1-0,2 mg/hari selama 7 hari.
Bermanfaat pada pasien dengan diare
sekretorik, kriptosporodiosis dan diabetes.
4) Octreotide: Suatu analog somatostatin yang
menstimulasi cairan instestinal dan absorbsi
elektrolit dan menghambat sekresi melalui
pelepasan peptida gastrointestinal. Berguna
pada pengobatan diare sekretori yang
disebabkan oleh Vipoma dan tumor carcinoid
dan pada beberapa kasus diare kronik yang
berkaitan dengan AIDS. Dosis efektif 50 mg
– 250 mg subkutan tiga kali sehari.
5) Cholestiramin: mengikat garam empedu dan
mencegah reabsorsinya, berguna pada pasien
diare sekunder karena garam empedu akibat
reseksi intestinal atau penyakit ileum. Dosis 4
gr 1 s/d 3 kali sehari.
6) Atapulgit, biasanya dosis yang diberikan 3x2
tablet selama diare.
EDUKASI Evaluasi diagnosis segera penyebab diare apabila
dijumpai diare yang tidak mengalami perbaikan >
3 minggu.
PROGNOSIS Tergantung penyebabnya. Prognosis baik pada
penyakit endokrin. Pada penyebab obat-obatan,
tergantung pada kemampuan untuk menghindari
pemakaian obat-obatan tersebut
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, Sp.PD, KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp. PD, KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Kolopaking SM. Pendekatan Diagnostik
Diare Kronik. Dalam Alwi I. Setiati S.
Setiyohadi B. Simadibrata M, Sudoyo AW.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Buku Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing: 20l0:534-559
2. McQuaid K. Chronic Diarrhea. In Lawrence
M [Eds]. Current Medical Diagnosis &
Treatment 37th Ed. Prentice Hall International
Inc. I998: 544
3. Camilleri M. Murray JA. Diarrhea and
Constipation. Dalam: Fauci A. Kasper D.
Longo D, Braunwald E, Hauser S. Jameson J.
Loscalzo J. editors. Harrison's principles of
internal medicine. I8th ed. United States at
America: The McGraw-Hill Companies.
2012. Chapter 40. p308.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
5. Hematemesis Melena
NAMA PENYAKIT Hematemesis Melena (K92.1)
DEFENISI Hematemesis adalah muntah darah kehitaman
yang merupakan indikasi adanya perdarahan
saluran cerna bagian atas atau proksimal
ligamentum Treitz
ANAMNESIS 1. Jumlah, warna, perdarahan
2. Riwayat konsumsi obat NSAID jangka
panjang
3. Riwayat merokok, pecandu alkohol
4. Keluhan lain seperti mual, kembung. nyeri
abdomen, dll
PEMERIKSAAN FISIK Memeriksa status hemodinamik:
1. Tekanan darah dan nadi posisi baring
2. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
3. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer [akral
dingin]
4. Kondisi pernapasan
5. Produksi urin
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: darah lengkap, elektrolit,
fungsi hati, masa pembekuan dan perdarahan,
petanda virus hepatitis, ratio BUN/Kreatinin
2. Radiologi: OMD [Oesophagus Maag
Duodenum] jika ada indikasi
3. Endoskopi saluran cerna
KRITERIA DIAGNOSIS Ditemukan
1. Hematemesis
2. Melena
3. Aspirasi NGT ditemukan darah
DIAGNOSIS KERJA Perdarahan saluran cerna bagian atas
DIAGNOSA BANDING Hemoptoe, hematoskezia
TERAPI 1. Stabilisasi hemodinamik
1. Jaga patensi jalan napas
2. Suplementasi oksigen
3. Akses intravena 2 line dengan jarum besar:
pemberian cairan Normal Saline atau Ringer
Laktat
4. Evaluasi laboratorium : waktu koagulasi, Hb,
Ht, serum elektrolit, ratio Blood Urea
Nitrogen (BUN) : serum kreatinin
5. Pertimbangkan transfusi Packed Red Cell
(PRC) apabila kehilangan darah sirkulasi >
30% atau Ht < 18% (atau menurun >6%]
sampai target Ht 20-25% pada dewasa muda
atau 30% pada dewasa tua
6. Pertimbangkan transfusi Fresh Frozen Plasma
(FFP) atau trombosit apabila INR >1,5 atau
trombositopeni.
7. Pertimbangkan lntensive Care Unit (ICU)
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
apabila :
a. Pasien dalam keadaan syok
b. Pasien dengan perdarahan aktif yang
berlanjut
c. Pasien dengan penyakit komorbid serius,
yang membutuhkan transfusi darah
multipel, atau dengan akut abdomen
2. Nonfarmakologis
Balon tamponade untuk menghentikan
perdarahan varises esophagus.
3. Farmakologis
- Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang
terjadi dan Hb]. Pada kasus varises transfusi
sampai dengan Hb 10 gr/dl pada kasus non
varises transfusi sampai dengan Hb 12 gr/dl
Bila perdarahan berat [25-30%], boleh
dipertimbangkan transfusi whole blood
- Sementara menunggu darah dapat diberikan
pengganti plasma [misalnya dekstran,
hemacel] atau NaCl 0,9 % atau RL
- Untuk penyebab non varises :
1) Penghambat pompa proton dalam bentuk
bolus maupun drip tergantung kondisi
pasien jika tidak ada dapat diberikan
Antagonist H2 reseptor.
2) Sitoprotektor : Sukralfat 3-4 x 1 gram
atau Teprenon 3 x 1 tab atau Rebamipide
3x100 mg
3) lnjeksi vitamin K 3x1 ampul, untuk
pasien dengan penyakit hati kronis atau
sirosis hati
- Untuk penyebab varises :
1) Somatostatin bolus 250 ug + drip 250
mcg/jam intravena atau okreotide
(sandostatin] 0,1 mg/2 jam. Pemberian
diberikan sampai perdarahan berhenti
atau bila mampu diteruskan 3 hari
setelah skleroterapi/ligasi varises
esofagus.
2) Vasopressin : sediaan vasopressin 50
unit diencerkan dalam 100 ml dekstrosa
5%. diberikan 0,5-1 mg/menit iv selama
20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6
jam ; atau setelah pemberian pertama
dilanjutkan per infuse 0,1-0,5 U/menit.
Pemberian vasopressin disarankan
bersamaan dengan preparan nitrat
misalnya nitrogliserin iv dengan dosis
awal 40 mcg/menit lalu titrasi dinaikkan
sampai maksimal 400 mcg/menit. Hal
ini untuk mencegah insufisiensi aorta
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
mendadak.
3) Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg
dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan
diastolik turun 20 mmHg atau denyut
nadi turun 20% [setelah keadaan stabil
hematemesis melena [-]
4) Isosorbid dinitrat/mononitrat 2x1
tablet/hari hingga keadaan umum stabil
5) Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari
a. Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai
kelainan
b. Pada pasien dengan pecah varises/penyakit
hati kronik/sirosis hati dapat ditambahkan :
- Laktulosa 4 x 1 sendok makan
- Antibiotika ciprofloksacin 2x500 mg atau
sefalosporin generasi ketiga.
Obat ini diberikan sampai konsistensi dan
frekuensi tinja normal.
4. Hemostasis Endoscopi
1) Untuk perdarahan non varises:
Penyuntikan mukosa disekitar titik
perdarahan menggunakan adrenalin
1: 10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali
suntik dengan batas dosis 10 ml.
Penyuntikan ini harus dikombinasi
dengan terapi endoskopik lainnya
seperti klipping, termo koagulasi atau
eleltro koagulasi.
2) Untuk perdarahan varises: dilakukan
ligasi atau sklerosing
4. Tatalaksana Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila
perdarahan tetap berlangsung dan belum bisa
ditentukan asal perdarahan. Pada varises dapat
dipertimbangkan TIPS (Transjugular lntrahepatic
Portosystemic Shunt). Pada keadaan sumber
perdarahan yang tidak jelas dapat dilakukan
tindakan arteriografi. Prosedur bedah dilakukan
sebagai tindakan emergensi atau elektif.
EDUKASI 1. Edukasi kepada pasien tentang kondisi pasien
dan rencana tatalaksana
2. Mobilisasi pasif berdasarkan jika perdarahan
tetap ada walaupun sudah dilakukan
endoskopi terapeutik
PROGNOSIS Pada umumnya penderita dengan perdarahan
SCBA yang disebabkan pecahnya varises
esofagus mempunyai faal hati yang
buruk/terganggu sehingga setiap perdarahan baik
besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan
hati yang berat. Banyak faktor yang
mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
umur, kadar Hb, tekanan darah selama
perawatan, dan lain-lain. Mengingat tingginya
angka kematian dan sukarnya dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian
atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang
bersifat preventif terutama untuk mencegah
terjadinya terjadinya pecahnya varises pada
pasien.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, Sp.PD, KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp. PD, KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Adi P. Pengelolaan Perdarah saluran Cerna
Bagian Atas. Dalam Alwi I. Setiati S,
Setiyohadi El. Simadibrata M, Sudoyo AW.
Buku Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: lnterna Publishing: '20I 0:447-452.
2. Cirrhosis and its Complications. Peptic Ulcer
Disease and Related Disorders. Dalam: Fauci
A. Kasper D. Longo D. Braunwald E. Hauser
S. Jameson J. Loscalzo J. editors. Harrison's
principles or internal medicine. I8th ed.
United Slates of America: The McGraw~l—
liIl Companies. 201 I
3. Stephens JR, Hare NC, Warshow U. Hamad
N, Fellows HJ. Prilchard C. Thatcher P,
Jackson L. Michell N, Murray IA. Hyder
Hussaini S. Dalton HR. Management oi minor
upper gastrointestinal haemorrhage in the
community using the Glasgow Blatchford
Score. EurJ Gastroenlerol Hepatol.
2009:2102}-:I340-6.
4. Zuccaro G Jr. Management of the adult
patient with acute lower gastrointestinal
bleeding. American College of
Gastroenterology. Practice Parameters
Committee. Am J Gastroenlerol. I 998;93[8}
:I 204.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
6. Hematoskezia
NAMA PENYAKIT Hematoskezia (K62.5)
DEFINISI Suatu gejala perdarahan gastrointestinal, yaitu
keluarnya darah segar atau merah marun dari
rektum.
ANAMNESIS Anamnesis biasanya tidak dapat mendiagnosis
sumber perdarahan
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik biasanya tidak dapat
mendiagnosis sumber perdarahan
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: darah lengkap, elektrolit,
koagulasi, golongan darah
2. Feses rutin
3. Kolonoskopi
4. Angiografi
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Feses rutin: didapatkan BAB bercampur darah
berwarna merah segar
2. Kolonoskopi:
Merupakan pemeriksaan penunjang
diagnostik utama terpilih pada penderita
perdarahan SCBB. Selama prosedur
berlangsung, operator dapat mengevaluasi
perubahan mukosa kolon, patologi infeksius,
kolitis, dan perubahan iskemik untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
3. Pencitraan radionuklir (Bld pooool scan) :
Dilakukan apabila kolonoskopi gagal
mengidentifikasi lokasi sumber perdarahan.
4. Angiografi: injeksi zat kontras ke dalam arteri
mesenterika superior dan inferior dan cabang-
cabangnya untuk menentukan lokasi
perdarahan.
5. Biopsi untuk menegakkan diagnosis secara
histologi.
DIAGNOSIS KERJA Hematoskezia
DIAGNOSIS BANDING 1. Perdarahan divertikular
2. Angiodisplasia
3. Kolitis
4. Karsinoma kolon
5. Pasca polipektomi atau perdarahan pasca
biopsi endoskopik
6. Hemoroid
7. Perdarahan SCBA
TERAPI Penatalaksanaan perdarahan SCBB memiliki 3
komponen yaitu:
1. Resusitasi dan penilaian awal
2. Identifikasi sumber perdarahan→dengan
pemeriksaan penunjang tersebut diatas
3. Intervensi terapeutik untuk menghentikan
perdarahan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
7. Hepatitis B Kronik
NAMA PENYAKIT Hepatitis B Kronik (B18.0)
DEFINISI Suatu sindrom klinis dan patologis yang
disebabkan oleh virus hepatitis, ditandai oleh
berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada
hati, dimana seromarker virus hepatitis positif
pada 2 kali pemeriksaan berjarak > 6 bulan.
ANAMNESIS 1. Dapat tanpa keluhan, tetapi dapat juga berupa
fatigue, malaise, anoreksia, ikterus persisten
atau intermiten.
2. Faktor risiko penularan virus hepatitis yaitu
pengguna narkoba suntik, infeksi hepatitis B
pada ibu, pasangan atau saudara kandung,
penerima transfusi darah, perilaku seksual
risiko tinggi, riwayat tertusuk jarum suntik atau
terkena cairan tubuh pasien berisiko
PEMERIKSAAN FISIK 1. Dapat ditemukan hepatomegali
2. Demam subfebris
3. lkterus (jarang).
4. Bila telah terjadi komplikasi, dapat ditemukan
asites, ensefalopati, dan hipersplenisme
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Seromarker hepatitis : HBsAg, Anti-HBc,
IgM anti-HBc, Anti-HBs
2. Liver function test ( ALT / AST )
3. HBV DNA
4. Serum bilirubin, albumin, protrombin time
5. USG hati
KRITERIA DIAGNOSIS Dikatakan hepatitis B kronik bila HBsAg positif
dalam 2 kali pemeriksaan berjarak 6 bulan.
DIAGNOSIS KERJA Hepatitis B Kronik
DIAGNOSIS BANDING Perlemakan hati
TERAPI 1. Interferon: 1x 5 juta unit atau 10 juta unit 3
kali seminggu, subkutan, selama 4-6 bulan
untukHBeAg (+), dan setidaknya 1 tahun
untuk pasiendengan HBeAg (-], bila dengan
pegylated interferon baik HBeAg (-)
danHBeAg [+) diberikanselama 1 tahun
2. Lamivudine: 1x100 mg
3. Adefovirdipivoxil: 1 x 10 mg
4. PEG IFN o.- 2a (monoterapi): 180 gram atau
PEG IFN a- 2b 1,5ug/I (kg/BB)
5. Entecavir: 1x0,5 mg
6. Telbivudine: 1x600 mg
7. Tenofovir: 1x300 mg
8. Thymosin 1 selama 6 bulan
9. Lama pemberian antivirus tergantung pada
status HBeAg pasien ketika memulai
10. Terapi dan target pencapaian HBV DNA serta
HBeAg loss
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien tentang
penyakitnya dan rencana tatalaksana
2. Menjelaskan pentingnya imunisasi terhadap
keluarga terdekat untuk pencegahan
penyebaran penyakit.
PROGNOSIS 5-year mortality rate adalah 0-2% pada pasien
tanpa sirosis, 14-20% pada pasien dengan sirosis
kompensasi, dan 70-86% yang dekompensasi.
Resiko sirosis dan karsinoma hepatoselular
berhubungan dengan level serum HBV DNA
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Gunawan. Stephanus. Soemahardio.
Soewignjo. Hepatitis B Kronik. Dalam
:Sudoyo A, Setiyohadi B. Alwi I, Simadibrata
M. Setiati S. editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 5'" ed. Jakarta: Pusat lnforrnasi dan
Penerbitan Bagian llmuPenyakit Dalam
FKUI. 20092653-661.
2. Chronic Viral Hepatitis. Dalam :Fauci A.
Kasper D. Longo D. Braunwald E. Hauser S.
Jameson J.Loscalzo J. editors. Harrison's
principles oi internal medicine. 18"‗ ed.
United States of America:The McGraw-Hill
Companies. 2012: 291 I - 39
3. Liaw YF. Leung N. Kao .IH. et al. Asian-
Pacific consensus statement on the
management of chronichepatitis B: a 2008
update. HepalolInt 2008. Available
at:http:/lvvww.springerlink.com/content)
Accessed July 27. 2008.
4. Liver and Biliary tract. Dalam : McPhee.
Stephen J. Papadakis, Maxine A. Current
MedicalDiagnosis and Treatment. The
McGraw Hills Companies. 201 l.
5. Asian Pacific Association for the Study of the
Liver consensus statements on the
diagnosis.management and treatment of
hepatitis C virus infection. Diunduhdan :
http:/lonlinelibrary.wiley.com746.2007.04883
.x/pdfpadatanggal30 mei 2012.
6. Amarapurkar. D. Et all. APASL guidelines on
the management chronic hepatitis B. Feb I 6-i
9. 2012
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
8. Hepatitis C kronik
NAMA PENYAKIT Hepatitis C kronik (B18.2)
DEFINISI Suatu sindrom klinis dan patologis yang
disebabkan oleh virus hepatitis, ditandai oleh
berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada
hati, dimana penanda virus hepatitis positifpada 2
kali pemeriksaan berjarak 2 - 6 bulan.
ANAMNESIS Umumnya tanpa keluhan, tetapi dapat juga
berupa fatigue, malaise, anoreksia.
Faktor risiko: penggunaan narkoba suntik,
menerima transfusi darah, tingkat ekonomi
rendah, perilaku seksual risiko tinggi, tingkat
edukasi rendah, menjalani tindakan invasif,
menjalani hemodialisis, tertusuk jarum suntik
atau terkena cairan tubuh pasien berisiko
PEMERIKSAAN FISIK Dapat ditemukan hepatomegali, demam
subfebris dan ikterus
Bila telah terjadi komplikasi, dapat ditemukan
: asites, ensefalopatidan hipersplenisme
Manifestasi ekstrahepatik : cryoglobulinemia,
porfiria kutanea tarda, glomerulonefritis
membrano proliferatif, dan sialoadenitis
limfositik
PEMERIKSAAN PENUNJANG Seromarker hepatitis (Anti HCV)
Jumlah virus: HCV RNA kuantitatif dan
genotype
Enzim hati: SGOT dan SGPT tiap 1-3 bulan
dan USG abdomen serta AFT per 6 bulan
USG hati
Biopsi hati
Alfa feto protein (AFP), PIVKA-II
(Prothrombine Induced by Vitamin K
Absence).
Monitoring tahunan untuk deteksi dini kanker
hati dan progresivitas penyakit
KRITERIA DIAGNOSIS Hepatitis C kronik: anti HCV positif dan
HCV RNA terdeteksi dalam 2 kali
pemeriksaan berjarak 6 bulan
USG hati: gambaran penyakit hati kronis
(inhomogen echostructure, permukaan mulai
iregular, vena hepatik mulai kabur/terputus-
putus), sirosis (parmukaan hati yang iregular,
parenkim noduler, hati mengecil, dapat
disertai pembesaran limpa, pelebaran vena
porta), atau adanya karsinoma hepatoselular.
DIAGNOSA KERJA Hepatitis C kronik
DIAGNOSIS BANDING Perlemakan hati
TERAPI 1. Pada infeksi hepatitis C kronis genotip 1:
o Terapi dengan pegyiated interferon (peg-
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
IFN) dan ribavirin selama 1 tahun - 72
minggu. Peg-IFNα-2a 180 g seminggu
sekali atau peg-IFNα.-2b 1,5 mg/kg BB.
Bila menggunakan Peg-IFNot-2a. Dosis
ribavirin 1000 mg (BB 75 kg) dan 1200
mg (BB >75mg), bila menggunakan peg l
FNα.-2b dosis ribavirin 1 1 5 mg/kg BB,
ribavirin diberikan dalam 2 dosis terbagi.
jika respon virologis cepat (serum HCV
RNA tidak terdeteksi (<50 IU/ml) dalam
4 minggu), maka terapi dapat distop
setelah 24 minggu, bila HCP RNA < 4 x
105 IU/ml. jika respon virologis dini
[serum HCV RNA tidak terdeteksi(< 50
IU/ml) atau terjadi penurunan 2 log serum
HCV RNA dari level awal setelah 12
minggu), terapi dilaniutkan sampai 1
tahun.
o Terapi distop jika pasien tidak mencapai
respon virologis dini dalam waktu 12
minggu Pada infeksi hepatitis C kronik
genotip 2 dan 3: Interferon konvensional
dan ribavirin atau peg-IFN-dengan
ribavirin selama 24 minggu. Dosis
Interferon/Feg IFN sama dengan geotipe
1, hanya dosis ribavirin 800 mg sehari
dalam 2 dosis terbagi.
o Pada infeksi hepatitis c kronik genotip 4-,
berikan terapi peg-IFN + ribavirin selama
48 minggu, dosis Peg IFN dan ribavirin
sama dengan geotipe
2. Bagi pasien yang memiliki kontra indikasi
penggunaan interferon atau tidak berhasil
dengan terapi interferon maka berikan terapi
ajuvan:
o Phlebotomi
o Urcedeoxychoiic acid (UDCA)
600mg/hari
o Giycyrrhizin
o Medikasi herbal: silymarin atau silibinin
3. Antiviral terbaru untuk terapi hepatitis C
kronik (terutama genotip 1) adalah:
o Teleprevir, dikombinasikan dengan peg-
IFN + Ribavirin.
o Boceprevir, dikombinasikan dengan peg-
IFN + Ribavirin
o Direct Acting Antiviral (DAA), lain
seperti: sofosbuvir, ledipasvir dll,
antiviral (DAA) dapat diberikan pada
pasien yang kontraindikasi pada
interveron atau gejala pengobatan dengan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
interveron tersebut.
EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien tentang
penyakitnya dan rencana tatalaksana
2. Monitoring tahunan untuk menilai
progresivitas penyakit
PROGNOSIS Rata-rata per tahun terjadinya karsinoma
hepatoselular pada pasien sirosis dengan infeksi
hepatitis C adalah 1-4%, muncul setelah 30 tahun
infeksi virus hepatitis C.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Gunawan. Stephanus. Soemahardio.
Soewignjo. Hepatitis B Kronik. Dalam
:Sudoyo A, SetiyohadiB. Alwi I, Simadibrata
M. Setiati S. editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 5'" ed. Jakarta: Pusatlnforrnasi dan
Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI. 20092653-661.
2. Chronic Viral Hepatitis. Dalam : Fauci A.
Kasper D. Longo D. Braunwald E. Hauser S.
Jameson J.Loscalzo J. editors. Harrison's
principles oi internal medicine. 18"‗ ed.
United States of America:The McGraw-Hill
Companies. 2012: 291 I – 39
3. Liaw YF. Leung N. Kao .iH. et al. Asian-
Pacific consensus statement on the
management of chronichepatitis B: a 2008
update. Hepalol Int 2008. Available
at:http:/lvvww.springerlink.com/content)
Accessed July 27. 2008.
4. Liver and Biliary tract. Dalam : McPhee.
Stephen J. Papadakis, Maxine A. Current
MedicalDiagnosis and Treatment. The
McGraw Hills Companies. 201 l.
5. Asian Pacific Association for the Study of the
Liver consensus statements on the
diagnosis.management and treatment of
hepatitis C virus infection. Diunduh dari :
http:/lonlinelibrary.wiley.com746.2007.0488
3.x/pdfpadatanggal30 mei 2012.
6. Amarapurkar. D. Et all. APASL
guidelines on the management chronic
hepatitis B. Feb I 6-i 9. 2012
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
11. Hepatoma
NAMA PENYAKIT Hepatoma (C22.0)
DEFINISI Hepatoma(hepatocarcinoma/hepatocellular
carcinoma/HCC) merupakan kanker yang berasal
dari sel hati
ANAMNESIS Penurunan berat badan
nyeri perut kanan atas
anoreksia, malaise
benjolan perut kanan atas
jaundice
nausea
PEMERIKSAAN FISIK Hepatomegali berbenjol-benjol
Stigmata penyakit hati kronik
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium
o Darah rutin
o Kreatinin
o Prothrombin time (PT)
o partial thromboplastin time (PTT)
o Fungsi hati, aspartat aminotransferase
(AST) dan alanin aminotransferase
(ALT), bilirubin.
Serologis:
o Alfa Feto Protein (AFP), AFP-L3, des-y-
carboxy prothrombin (DCP), atau
(PIVKA-2)
o Vitamin B12
o Ferritin
o Antibodi antimitokondria
o Serologis hepatitis B, dan C.
Biomarker terbaru: profil genomik berbasis
jaringan dan serum
Radiologis:
o USG
o CT-Scan abdomen atas dengan kontras 3
fase/multifase.
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Berdasarkan 3 faktor :
A. Latar belakang penyakit hati kronik :
penyakit hati terkait hepatitis B, penyakit
hati terkait hepatitis C, sirosis hati
B. Penanda tumor : AFP ≥200 ng/mL dan
cenderung meningkat, PIVKA-II (≥40
mAU/mL)
C. Pemeriksaan radiologi : hipervaskular
pada fase arterial dan washout pada fase
vena porta atau fase delayed pada
pemeriksaan CT scan atau MRI tiga fase.
A+B atau A+C atau B+C : hepatoma
ditegakkan
A+B atau B saja : sangat mencurigakan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
hepatoma
C saja : lanjutkan biopsi hati
Apabila didapatkan nodul atipikal, pasien
harus menjalani pemeriksaan lanjutan.
DIAGNOSA KERJA Hepatoma
DIAGNOSA BANDING Abses hati
TERAPI 1. Simptomatis
2. Reseksi
3. Transplantasi hati
4. Terapi perkutaneus
EDUKASI Menjelaskan kepada pasien dan keluarga
tentang penyakit hepatoma yang merupakan
suatu keganasaan hati
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga
bahwa hepatoma memiliki prognosa yang
kurang baik.
Menjelaskan kepada keluarga kemungkinan
perjalanan penyakit
Menjelaskan pencegahan awal terhadap
hepatoma dapat dilakukan dengan vaksinasi
hepatitis B secara universal dan individu
yang memiliki factor resiko terkena infeksi
hepatitis B
Menjelaskan bila keluarga pasien sudah
terdiagnosa hepatitis B atau C maka
antivirus dianjurkan untuk diberikan untuk
mencegah terjadinya hepatoma.
Pasien yang sudah didiagnosa dengan sirosis
hepatis, memiliki kemungkinan besar
menjadi hepatoma.
PROGNOSIS Pasien dengan hepatoselular karsinoma dini
dapat bertahan selama 5 tahun setelah
dilakukan reseksi, transplantasi hati atau
terapi perkutaneus sebesar 50-70%.
Kekambuhan tetap dapat terjadi walaupun
telah dilakukan terapi kuratif.
Kesintasan 1 dan 2 tahun adalah masing-
masing 10-72% dan B-50%.
HCC stadium lanjut dan Child-Pugh C
mempunyai prognosis yang sangat buruk.
Dilaporkan kesintasan untuk 6 bulan sebesar
5% pada HCC stadium Child-Pugh C dengan
peritonitis bakteri spontan dan stadium lanjut
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, Sp.PD, KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp. PD, KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DAFTAR RUJUKAN 1. Webster's New World Medical Dictionary.
3'― Edition. Wiley Publishing. 2008.
2. Carr Bl.Turnors of the Liver and Biliaryiree.
In : Longo DL. FauciAS. Kasper DL.
HauserSL. JamesonJL. Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine. I8"‗Edilion.
New York, McGraw-Hill. 201 2.
3. Sherman M. Primary Malignant Neoplasms
of the Liver. In : Dooley JS, Lok ASF.
Burroughs AKet al. Sherlock's Diseases of
the Liver and Biliary System. I2"‗ Edition.
UnitedKingdom: BlackwellPublishing Ltd.
2011. Hal 681-95.
4. Okuda K. Ohtsuki T. Obata H. Tomimatsu M.
Okazaki N, Horegawwa H. et al. Natural
history on hepatocellular carcinoma and
prognosis in relation to treatment. Cancer.
l985:56:9l 8-28.
5. Chevret S. Trinchet JC. Mathieu D. Rached
AA. Beaugrond M. Chastang C. A new
prognosticclassification for predicting
survival in patients with hepatocellular
carcinoma. J Hepatol.1999:3i:I33-4l.
6. CLIP. Prospective validation of the CLIP
score: a new prognostic system ior patients
with cirrhosisand hepatocellular carcinoma.
Hepatology 2000 :31 :840—5.
7. Llovet JM. Bru C. Bruix J. Prognosis oi
hepatocellular carcinoma: the BCLC staging
classification.Semin Liver Dis. l999:i 9:329—
»38.
8. Leung Tw. Tang AM. Zee B. Lou WY. Lai
PB. Leung KL. et ol. Construction of the
Chinese UniversityPrognostic Index for
hepatocellular carcinoma and comparison
with the TNM staging system.the Okuda
staging system. and the Cancer of the Liver
Italian Program staging system: o studybased
on 926 patients. Cancer. 2002:94:i 760-69.
9. Vauthey J. Lauwers G. Esnaola N. Do KA.
Belghiti J. Mirza N. et al. Simplified staging
forhepatocellular carcinoma. J Clin Oncol.
200220: I 527-36.
10. Kudo M. Chung H. Osoki Y. Prognostic
staging system for hepatocellular carcinoma
[CLIP score]:its value and limitations, and a
proposal fora new staging system. the Japan
Integrated StagingScore [JIS score] J
Gastroenlerol.2003:38:207—15.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
12. Ikterus
NAMA PENYAKIT Ikterus (R.17)
DEFINISI Warna kuning pada jaringan tubuh karena deposit
bilirubin. Terlihatnya ikterus jika level bilirubin
> 3 mg/dL.
ANAMNESIS Penggunaan obat-obatan jangka panjang
seperti anabolik steroid, vitamin. herbal, dll.
Riwayat penggunaan obat-obatan suntik, tato,
aktivitas seksual risiko tinggi
Riwayat konsumsi makanan dengan
kontaminasi yang tidak baik, konsumsi alkohol
jangka panjang
Atralgia, mialgia. rash, anoreksia, berat badan
turun, nyeri perut, pruritus, demam, perubahan
warna urin dan warna feses
PEMERIKSAAN FISIK Stigmata penyakit hati kronis: spider nevi,
palmar eritema, gynecomastia, caput medusa.
Atrofi testis pada sirosis hepatis
dekompensata.
Pembesaran kelenjar limfe supraklavikular
atau nodul periumbilikal: curiga keganasan
abdomen
Distensi vena jugular, gejala gagal jantung
kanan: pada kongesti hati
Efusi pleura kanan. ascites: pada sirosis hati
dekompensata
Hepatomegali,splenomegaly
PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes Fungsi Pre Hepatik Post
Hepatik Hepatik
Bilirubin total Normal/ Meningkat Meningkat
meningkat
Bilirubin direct Meningkat Normal Meningkat
Bilirubin Meningkat Normal/ Normal
indirect meningkat
Urobilinogen Meningkat Normal/ Menurun
meningkat atau
negatif
Warna urine Normal Gelap Gelap
Warna feses Normal Normal Pucat
Alkali Normal Meningkat Meningkat
fosfatase
SGOT/SGPT Normal Meningkat Meningkat
Bilirubin Tidak ada Ada Ada
terkonjungasi
dalam urin
Penyakit yang Malaria, Hepatitis Batu
berhubungan spherositos virus, saluran
is, anemia sirosis empedu,
hemolitik, bilier kanker
sickle cell primer pancreas,
anemia kanker
saluran
empedu
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Darah: Alkalin fosfatase (ALP), Aspartat
aminotranferase (AST), Alanin
Aminotransferase (ALT), bilirubin total,
konjugasi bilirubin, bilirubin tak terkonjugasi,
albumin, protrombim time (PT)
2. Urin: urobilinogen, bilirubin urin
DIAGNOSIS KERJA Ikterus
DIAGNOSIS BANDING Hiperkarotenemia
TERAPI Tatalaksana suportif: koreksi cairan dan
elektrolit, penurun demam (jika disertai
demam), dan lain lain.
Tatalaksana sesuai dengan penyakit yang
mendasari, dapat dilihat pada bab malaria,
hepatitis virus akut, sirosis hati, batu sistem
bilier.
EDUKASI 1. Menjelaskan bahwa salah satu komplikasi
dari ikterus adalah gatal yang dapat diatasi
dengan pengobatan dasar seperti pemberian
kolestiramin dan dapat hilang sendiri setelah
penyakit dasar hilang.
2. Menjelaskan pentingnya suplemen seperti
vitamin A dan D untuk mencegah kekurangan
vitamin akibat penyerapan yang kurang baik
akibat penyakit tersebut.
PROGNOSIS Prognosis tergantung penyakit penyebabnya
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Jaundice. Dalam : Fauci A. Kasper D. Longo
D. Braunwald E. HauserS. Jameson J.
Loscalzo J, editors. Harrison's principles of
internal medicine. 18"‗ ed. United States of
America: The McGraw Hill Companies.
2012.
2. Liver and Biliary tract. Dalam : McPhee.
Stephen J. Papadakis. Maxine A. Current
Medical Diagnosis and Treatment. The
McGraw Hills Companies. 2011
3. Approach to patient with jaundice or
abnormal liver test results. Dalam : Ausiello.
Goldman. Cecil Medicine 23'― edition.
Saunders : Philadhelphia. 2007.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
14. Kolangitis
NAMA PENYAKIT Kolangitis (K83.9)
DEFINISI Inflamasi dan infeksi pada saluran empedu yang
paling sering disebabkan oleh karena
koledokolitiasis.
ANAMNESIS Nyeri abdomen yang dirasakan tiba-tiba dan
hilang-timbul, dapat disertai dengan menggigil
dan kaku.
Riwayat koledokolitiasis atau manipulasi
traktus bilier.
PEMERIKSAAN FISIK Perubahan status mental, konfusi, letargi atau
delirium.
Nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterik,
dan demam
Perubahan status mental disertai hipotensi
PEMERIKSAAN PENUNJANG DPL
Fungsi hati
Kultur darah
Kultur empedu
Ultrasonografi abdomen
Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreatography (ERCP)
Percutaneous Transhepatic Cholangiography
(PTC)
KRITERIA DIAGNOSIS Trias Charcot terdiri dari:nyeri abdomen
kuadran kanan atas, ikterik dan demam
DPL: leukositosis
Fungsi hati : hiperbilirubinemia, peningkatan
alkali fosfatase. enzim transaminase, serum
amilase jika ada pankreatitis.
Kultur darah: positif pada 50 % kasus
Kultur empedu: positif hampir pada semua
kasus.
DIAGNOSIS KERJA Penyakit Kolangitis
DIAGNOSIS BANDING Primary sclerosing cholangitis
Infeksi
TERAPI Hidrasi dengan cairan intravena dan koreksi
ketidakseimbangan elektrolit
Antibiotik :
o Derivat penisilin [piperasilin] : untuk
gram negatif
o Sefalosporin generasi II atau Ill
(ceftazidim]: untuk gram negative,
cefoksitin 2 gram intravena setiap 6-8
jam
o Ampisilin untuk gram positif
o Metronidasol untuk kuman anaerob
o Fluorokuinolon [siprofloksasin,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
levofloksasin]
Keadaan umum pasien akan membaik dalam
6-12 jam setelah pemberian antibiotik dan
dapat diatasi dalam 2-3 hari. ]ika dalam 6-12
jam tidak membaik, harus segera dilakukan
tindakan dekompresi secepatnya.
Dekompresi dan drainase sistem bilier: jika
tekanan dalam bilier meningkat karena
adanya obstruksi
o Non operatif
- Percutaneoas cholecystostomy
- Percutaneous transhepatic biliary drainage
(PTBD): tindakan drainase bilier tanpa
operasi.
- Drainase bilier dengan pemasangan NBT
[Naso Billiary Tube] atau Stent bilier
melalui tindakan ERCP
o Operatif: jika tindakan non operatif tidak
berhasil.
EDUKASI a. Penjelasan tentang penyakit , apabila tidak
diobati menyebabkan perburukan
b. Diagnostik : pemeriksaan CT scan ( ERCP)
c. Terapetik : pemberian obat antibiotika dan
tindakan drainese
d. Life style
PROGNOSIS Dubia Sesuai dengan etiologi
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Lee JG. Diagnosis and management of acute
cholangitis. Nat Rev Gastroenlerol. Hepatoi.
Aug 4 2009
2. Esmaeilzadeh M. Ghafouri A. Mehrabi A.
Various techniques for the surgical treatment
of common bile duct stones: a meta review.
Gastroenlerol Res Pract. 2009:2009:840208.
3. Li FY. Cheng NS. Mao H. Jiang LS. et al.
Significance of controlling chronic
proliferative cholangltis in the treatment of
hepatolllhiosis. World J Surg. Jul 30 2009:
Diunduh dari http://wwwwjgnet com/I007-
9327/I5/95.asp pada tanggal 22 Mei 20I2.
4. Wong D. Afdhal N. Gallstone Disease. In :
Feldman M, Friedman L, Brandt L.
Sleisenger and Fordtran's Gastrointestinal and
Liver Disease:
PathophyslologylDiagnosis/Management. 9"‗
ed.USA: Elsevier. Chapter 65.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
16. Konstipasi
NAMA PENYAKIT Konstipasi (K59.0)
DEFINISI Konstipasi merupakan gangguan motilitas kolon
akibat terganggunya fungsimotorik dan sensorik
kolon
ANAMNESIS Mengejan lama untuk mengeluarkan feses
Postur tubuh yang tidak biasa saat berada di
toilet untuk memfasilitasi pengeluaran feses
Dukungan perineum atau memasukkan jari ke
dalam vagina atau rektum untuk
memfasilitasi pengosongan rektum
Tidak dapat mengeluarkan cairan enema
Konstipasi setelah kolektomi subtotal untuk
konstipasi
PEMERIKSAAN FISIK lnspeksi :
1. Anus "ditarik― ke depan saat mencoba
mengedan selama defekasi
2. Lubang anus menurun < I cm atau > 4 cm
saat mengedan
3. Balon perineum turun saat mengejan. dan
mukosa rektum prolaps melalui anus
Palpasi :
1. Tonus sfingter ani tinggi saat istirahat
sehingga jari sulit masuk {tanpa adanya
kondisi perianal yang nyeri seperti fisura
ani]
2. Tekanan sfingter ani saat diminta
mengedan sedikit lebih tinggi daripada
saat istirahat
Perineum turun < 1 cm atau >4 cm saat
diminta mengedan
3. Otot puborektalis teraba nyeri melalui
dinding posteriorrektum
4. Prolaps mukosa teraba saatmengedan
5. "Defek" dinding anterior rektum, sugestif
rektokele
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: darah perifer lengkap, glukosa
dan elektrolit (terutama kalium dan kalsium)
darah, fungsi tiroid
2. Kolonoskopi
3. Foto polos Abdomen dengan enema
KRITERIA DIAGNOSIS Dalam menegakkan diagnosis konstipasi
fungsional, digunakan kriteria RomeIII yaitu
munculnya gejala dalam 3 bulan terakhir atau
sudah dimulai sejak 6 bulansebelum terdiagnosis:
1. Terdapat > 2 geiala berikut:
1. Mengejan sedikitnya 25% dari defekasi
2. Feses keras sedikitnya 25% dari defekasl
3. Sensasi tidak puas saat evakuasi pada
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
sedikitnya 25% dari defekasi
4. Sensasi obstruksi anorektal pada
sedikitnya 25% dari defekasi
5. Diperlukan manuver manual untuk
memfasilitasi pada sedikitnya 25%
daridefekasi [evakuasi jari, bantuan dasar
panggul)
6. Defekasi < 3 kali dalam seminggu
2. Feses lunak jarang terjadi tanpa penggunaan
laksatif
3. Kriteria tidak memenuhi sindrom kolon
iritabel
DIAGNOSIS KERJA Penyakit Konstipasi
DIAGNOSIS BANDING 1. Irritable Bowel Syndrome
2. Diverticulosis
3. Dismotilitas anorektal
TERAPI Non-farmakologis
1. Apabila diketahui bahwa konsumsi obat-
obatan menjadi penyebab, maka
menghentikan konsumsi obat dapat
menghilangkan keluhan konstipasi. Namun
pada kondisi medis tertentu, konsumsi obat
tidak boleh dihentikan sehingga digunakan
cara-cara Iain untuk mengatasinya.
2. Bowel training. Pasien dianjurkan untuk
defekasi di pagi hari, saat kolon
dalamkeadaan aktif, dan 30 menit setelah
makan, dengan mengambil keuntungan
darirefleks gastrokolonfi Diharapkan
kebiasaan ini dapat menyebabkan
penderitatanggap terhadap tanda-tanda dan
rangsang untuk BAB, dan tidak menahanatau
menunda dorongan untuk BAB ini.
3. Asupan cairan yang cukup dan diet tinggi
serat.
4. Rekomendasi asupan serat adalah 20- 35
gram per hari
Aktivitas dan olahraga teratur.‗
Farmakologis
Apabila terapi nonfarmakologis diatas tidak
mampu meredakan gejala, maka dapat
digunakan obat-obatan seperti:
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Terapi lainnya:
1. Bakterioterapi (Probiotik)
2. Complimentary Alternative Medicine
Bedah
1. Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat
dan tidak dapat diatasi dengancara-cara
tersebut di atas, mungkin dibutuhkan
tindakan pembedahan.Secara umum, tindakan
pembedahan tidak dianjurkan pada konstipasi
yangdisebabkan oleh disfungsi anorektal.
2. Kolektomi subtotal dengan ileorektostomi
merupakan prosedur pilihan bagipasien
dengan konstipasi transit lama yang persisten
clan sulit dikontrol.
3. Koreksi pembedahan dibutuhkan bagi pasien
dengan rektokel besar yangmengganggu
defekasi.
EDUKASI 1. Penjelasan tentang penyakit
2. Diagnostik
3. Terapetik : pemberian obat yang sesuai dan
durasi pemberian
4. Pola hidup memiliki peranan yang penting
sebagai resiko terjadinya konstipasi
PROGNOSIS Secara umum, konstipasi memiliki dampak
signifikan terhadap indikator kualitashidup
(quality of life) terutama pada usia lanjut. Hampir
80% dari 300 anak yangdievaluasi pada usia 16
tahun memiliki prognosis baik. Prognosis buruk
setelah usia16 tahun secara signifikan
berhubungan dengan usia ketika onset gejala,
lamanya jedaantara onset gejala dengan
kunjungan pertama ke dokter, dan rendahnya
frekuensidefekasi [sekali seminggu) saat datang
berobat. Risiko prognosis buruk sebanyak
16%pada tipikal pasien dengan onset keluhan
saat usia 3 tahun, tertundanya berobat selama5
tahun, frekuensi defekasi dua kali seminggu, clan
1 0 episode inkontinensia per minggu.Apabila
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
penundaan antara onset dan berobat 1 tahun,
risiko berkurang menjadi 7%,dan bila jeda waktu
9 tahun, risiko meningkat menjadi 31%.
Bila hanya fungsional prognosisnya cukup baik
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Camilleri M. Disorders of Gastrointestinal
Motilily. In: Goldman, Ausiello. Cecil
Medicine. 23'― Edition. Philadelphia.
Saunders, Elsevier. 2008
2. Camilleri M. Murray J. Diarrhea and
Constipation. In: Longo DL. Fauci AS.
Kasper DL. Hauser SL. Jameson JL.
Loscalzo J. Harrison's Principles of Internal
Medicine. I8'"ed. New York: McGraw-Hill:
201 2.
3. Functional Constipation. Rome lll Diagnostic
Criteria for Functional Gastrointestinal
Disorders.Diunduh
dan‗http:/;‗\wwv.romecnteria.orglassetslpdt.-
'I 9_Rome|ll_apA_885-898.pdf pada tanggal9
Mei 20I 2.
4. Hsieh C. Treatment of Constipation in Older
Adults. Am Fam Physician 2005;72:2277-84.
2285.
5. Fungsi Thomas DR, Forrester L. Gloth MF.
Gmber J. Krause RA. Prather C. et al.
Clinical consensus: the constipation crisis in
long-term care. Ann Long-Term Care
2003:SuppI:3-I 4.
6. Leung L. Riutta T. Kotecha J. Rosser W.
Chronic Constipation: An Evidence-based
Review. J AmBoard Fam Med 201 l;24:436
— 451
7. Cameron JL. Current surgical therapy. 7th ed.
St. Louis: Mosby. 2001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
KRITERIA DIAGNOSIS
3. Imobilisasi
NAMA PENYAKIT Imobilisasi (M62.3)
DEFINISI Kehilangan gerakan anatomik akibat perubahan
fungsi fisiologis, yang dalam praktek sehari-hari
dapat diartikan sebagai ketidak mampuan
melakukan aktivitas di tempat tidur, transfer atau
ambulansi selama lebih dari tiga hari
ANAMNESIS 1. Riwayat disabilitas/ imobilisasi
2. Kondisi medis yang merupakan faktor resiko
penyebab imobilisasi
3. Kondisi premorbid
4. Obat-obatan yang dikonsumsi
5. Interaksi sosial
6. Faktor psikologis
7. Faktor lingkungan
PEMERIKSAAN FISIK 1. Status kardiopulmonal
2. Kulit
3. Muskuloskeletal : kekuatan dan tonus otot
4. Gastrointestinal
5. Gasrtourinarius
6. Status mental
7. Status kognitif
8. Tingkat mobilitas
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Foto lutut
2. Ecocardiografi
3. Pemeriksaan elektrolit
4. KGD dan hemostasis
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS KERJA Imobilisasi
DIAGNOSA BANDING Tidak Ada
TERAPI Penatalaksanaan Umum :
1. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan
partisipasi pasien, keluarga dan pramuwerdha
2. Edukasi ke pasien dan keluarga bahayanya
tirah baring lama
3. Tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia,
gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin
terjadi
4. Pengkajian geriatric paripurna, perumusan
target fungsional dan pembuatan rencana
terapi yang mencakup perkiraan waktu untuk
mencapai target terapi
5. Evaluasi seluruh obat-obatan yang
dikonsumsi
6. Nutrisi yang ade kuat
7. Program latihan remobilisasi jika kondisi
medis sudah tercapai
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
8. Cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan
ambulansi
9. Manajemen miksi dan defekasi
Penatalaksanaan Khusus
1. PenatalaTatalaksana factor resiko imobilisasi
2. Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi
3. Konsultasi kondisi medic kepada dokter
spesialis yang kompeten
4. Remobilisasi segera dan bertahap untuk
mencegah imobilisasi lebih lanjut
EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien tentang
penyakitnya dan rencana tatalaksana
2. Menjelaskan tentang komplikasi
3. Menjelaskan pentingnya untuk melakukan
perubahan posisi secara teratur dan latihan di
tempat tidur agar mencegah kelemahan dan
kontraktur otot
PROGNOSIS 1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad sanationam : dubia ad bonam
3. Ad fungsionam : dubia
PENELAAH KRITIS 1. dr. M Darma Muda Setia SpPD
2. dr. Chacha Marissa Isfandiari SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. Islamuddin., SpPD.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Price Maya., SpPD.
8. dr. Eva Musdalita., SpPD.
9. dr. Vera Abdullah., SpPD.
10. dr. Desi Salwani., SpPD.
11. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
12. dr. Diana Erlita., SpPD.
13. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
14. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
15. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
16. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
DAFTAR RUJUKAN 1. Setiati, Siti , Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V , Jakarta : Pusat Informasi
dan penerbitan Departement Ilmu
PenyakitDalam FKUI-RSCM: 2009,
halaman : 859-864
2. Stechmiller JK, Cowan L , whitney JD,et al.
Guidelines for the prevention of pressure
ulcer. Wound repair Regen 2008: 16 (2) :
151-168
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Inkontinensia Urin
NAMA PENYAKIT Inkontinensia Urin (R 32)
DEFINISI Keluarnya urin yang tidak terkendali sehingga
menimbulkan masalah higienedan sosial
ANAMNESIS 1. Frekuensi
2. Urgensi
3. Nokturia
4. Disuria
5. Hesitancy
6. Pancaran lemah
7. Konsumsi cairan
8. Gejala ginekologis: perdarahan pervaginam,
iritasi vaginam
PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaaan neurologis
2. Pemeriksaan pelvis
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Urin lengkap
2. Kultur urin
3. PVR
4. Kartu catatan berkemih
5. Gula darah, kalsium darah dan urin
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS KERJA Inkontinensia Urin
DIAGNOSA BANDING Tidak Ada
TERAPI 1. Tipe urgensi dan overactive bladder,
diberikan Iatihan otot dasar panggul, bladder
training, schedule toiletting, dan obat yang
bersifat antimuskarinik [antikolinergik)
2. Tipe stres, Iatihan otot dasar panggul
merupakan pilihan utama, dapat dicoba
bladder training dan obat agonis alfa
EDUKASI Menjelaskan tentang latihan otot dasar panggul
dan berkemih
PROGNOSIS 1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad sanationam : dubia ad bonam
3. Ad fungsionam : dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. M Darma Muda Setia SpPD
2. dr. Chacha Marissa Isfandiari SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. Islamuddin., SpPD.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Price Maya., SpPD.
8. dr. Eva Musdalita., SpPD.
9. dr. Vera Abdullah., SpPD.
10. dr. Desi Salwani., SpPD.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
11. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
12. dr. Diana Erlita., SpPD.
13. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
14. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
15. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
16. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
DAFTAR RUJUKAN 1. Seliali. Sili. Pramaniara. I Dewa Pulu.
lnkontinensia Urin dan kandung kemih
hiperaklif. Dalam :Sudoyo. Aru W.
Selyohadi. Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata. Marcellus. Seliafi. Sili. Buku
ajar llmu Penyakit Dalam EdisiV. Jakarla:
Pusatinformasi dan Penerbitan Departemen
llmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM ; 2009.
Halaman 837-844.
2. Clinical problemsofaging. Dalam: FauciA.
KasperD. LongoD. Braunwald E.
HauserS,Jameson J. Loscalzo J.
editors.Harrison'sprinciples ofinlemal
medicine. l8""ed. UniledSlatesofAmerica:
The McGraw-Hill Companies. 201 l.
3. Resnick NM. Urinary incontinence in lhe
elderly. Medical Grand Rounds i984:3:28l-
90. 4. Boiros. Sylvia M.s and Peler K.
UrinaryIncontinence
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
7. Sarkopenia
NAMA PENYAKIT Sarkopenia (M62.84)
1. Sindroma yang ditandai dengan berkurangnya
DEFINISI massa otot rangka serta kekuatan otot secara
progresif dan menyeluruh
2. Berdasarkan Indeks Otot Rangka [Skeletal
Muscle Index/SMI] yaitu massa otot rangka
apendikular [Appendicular Skeletal
Muscle/ASM) [kg] dibagi dengan tinggi badan
dalam meter kuadrat [SMI = kg/m2). Massa
otot rangka apendikular didapatkan dari
penjumlahan total dari massa otot rangka
kedua lengan dan kedua kaki
1. Massa otot berkurang
ANAMNESIS 2. Kekuatan otot berkurang
3. Perfoma aktivitas fisik yang menurun
1. Penurunan massa otot
PEMERIKSAAN FISIK 2. Pemeriksaan kekuatan menggenggam
3. Pemeriksaan kecepatan berjalan
PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak ada
Algoritma Diagnosis Sarkopenia menurut
EWGSOP
1. Subjek Usia lanjut [ >65 tahun )
KRITERIA DIAGNOSIS
2. Pemeriksaan kecepatan berjalan
3. Pemeriksaan kekuatan menggenggam
4. Pemeriksaan massa otot
DIAGNOSIS KERJA Sarkopenia
1. Kaheksia
DIAGNOSIS BANDING 2. Frailty
1. Latihan dan aktifitas fisik
TERAPI 2. Nutrisi
3. Protein
4. Kreatin
5. B-HidroxyB Methylbutyrate(HMB)
6. Vitamin D
7. Hormonal ( growth hormon, testosteron)
8. Miostatin
9. ACE inhibitor
10. Inhibitor sitokin
11. Obat obatan lain
1. Menjelaskan pentingnya aktifitas fisik dan
EDUKASI latihan jasmani
2. Menjelaskan tentang pentingnya asupan nutrisi
PROGNOSIS Dubia ad bonam
1. Dr. M. Darma Muda Setia., SpPD.,
PENELAAH KRITIS FINASIM.
2. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
FINASIM.
4. dr. Islamuddin., SpPD.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Cesari M Ferrini A, Zamboni V, Pahor M .
Sarcopenia: Current Clinical and Research
Issues. The Open Geriatric Medicine Journal.
2008:1:14-23
2. Cruz-Jentoft AJ Baeyens JP Bauer Jm
Cenderholm T, Landi F. Martin FC et al
Sarcopenia : european Older People , Age ang
Ageing 2010. 2010;39:412-23
3. Rosenberg I, Sarcopenia: Origins and Clinical
Relevance . J Nutr,1997:127;990 5-15
4. Wolfe RR Miller SL, Miller KB . optimal
Protein Intake in the Elderly. ClinNutr
2008;27;675-84
5. Janssen I, Sherpard D, Katzmarzyk P
Roubenoff R The Health care Coast of
Sarcopenia in the United States JAGS
2004:52:80-5
6. Vellas BJ ,Hung WC Romero LJ. Changes in
Nutritional Status and Patterns of Morbidity
among Free Living Elderly Persons: A 10
years longitudinal study. nutrition
1997:13:515-9
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2. Asidosis Metabolik
NAMA PENYAKIT Asidosis Metabolik( E87.2)
DEFINISI Asidosis metabolik adalah adalah suatu keadaan
patologis ditandai dengan penurunanHC03 -1 dan
sebagai kompensasi terjadi penurunan PC02.
Asidosis metabolik dengan anion gap (AG)
disebabkan oleh: ketoasidosis, Iaktat asidosis,
gagal ginjal, intoksikasi (metanol, salisilat, etilen
glikol, propilen glikol, asetaminofen). Sedangkan
asidosis metabolik tanpa AG disebabkan oleh
diare atau asidosis tubulus renalis (RTA)
ANAMNESIS 1. Riwayat penyakit yang diderita seperti
penyakit ginjal (gagal ginjal akut), diabetes,
alcohol, riwayat konsumsi alkohol,
kelaparan, gangguan herediter, obat-obatan
yang rutin dikonsumsi, atau riwayat operasi
sebelumnya.
2. Pada kasus kronik pasien dapat tidak
menunjukkan gejala (asimptomatik) atau
merasa Ielah, letih dan nafsu makan
menurun.
3. Kehilangan melalui saluran cerna: diare,
fistula intestinal atau pankreas, drainase
4. Renai Tubular Acidosis
PEMERIKSAAN FISIK 1. Penurunan tekanan darah
2. Takikardia
3. hiperventilasi (pernapasan Kussmaul)
4. kulit dingin dan lembab
5. Disritmia dan syok.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Analisis gas darah: pH < 7.35. PaCO2 < 35
mmHg, bikarbonat <22 mEq/L
2. Elektrolit serum: mungkin terjadi
peningkatan kalium.
3. Osmolaritas darah, glukosa darah, ureum,
kreatinin
4. Keton urin
5. Skrining toksin
6. EKG
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. PemeriksaanFisik
3. PemeriksaanPenunjang
DIAGNOSIS KERJA Asidosis Metabolik
DIAGNOSIS BANDING 1. AG normal: saluran cerna (diare, fistula, ileal
loop), ginjal (renal tubular acidosis,carbonic
anhydrase inhibitor, post hypocapnia).
2. AG meningkat: eksogen (salisilat, metanol,
paraldehid), endogen (laktatasidosis,
ketoasidosis, uremia)
TERAPI 1. Koreksi asidosis pada asidosis metabolik
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
akut, dilakukan dengan memberikan larutan
bikarbonat secara intravena. Perhitungan
kebutuhan bikarbonat dapat dilakukan
dengaan menghitung ruang bikarbonat yang
tersedia.
2. Rumus untuk menghitung ruang –bikarbonat
pada kadar bikarbonat plasma tertentu adalah
sebagai berikut :
Ru-bikar: [0,4+ (2,6: HC03)] x berat badan
(kg)
3. Diberikan secra intravena selama 1 saampai
8 jam tergaantung berat ringannya asidosis
yang terjadi (letal atau tidak letal)
4. Pada asidosis metbolik letl ditndai pH < 7
atau HCO3 < 5 meq/L, separuh dari
kebutuhan bikarbonat diberikan intravena
dalam durasi 1 jam , lalu sisanya diberiikan
dalam durasi 4-8 jam
5. Bila tidak letal, kebutuhan bikarbonat
diberikan dalam durasi 4-8 jam
6. Bila ada hipoklsemia, berikan kalsium
glukonas 1 gram per intravena sebelum
permberian bikarbonat
EDUKASI 1. Menjelaskan tentang penyebab penyakit dan
faktor resiko
2. Menjelaskan tentang pemeriksaan dan
rencana terapi
PROGNOSIS 1. Perjalanan penyakit tergantung penyakit
yang mendasarinya. Pada 543 pasienyang
menderita asidosis metabolik. 44 % di
antaranya menderita asidosis Iaktat, 37%
diantaranya menderita asidosis dengan AG
yang tinggi, dan 19 % dengan
asidosishiperkloremik.
2. Angka kematian mencapai 45% pada kasus
asidosis metabolik, pasien dengan Iaktat
asidosis 56%. asidosis dengan AG yang
tinggi 39%, dan asidosishiperkloremik 29%.
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. DuBose TD. Acidosis dan alkalosis. In: Fauci
A, Kasper D, Braunwald E, Hauser S,
Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison‘s
principles of internal medicine. 18th ed. New
York: McGraw-Hill Medical Publishing
Division; 2012
2. Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan
dan Elektrolit. Dalam: Alwi I, Setiati S,
Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2009: Hal
189-196
3. Seifter JL. Acid-base disorders. In: Goldman
L, Schafer Al, eds. Cecil Medicine. 24th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2011:chap 120.
4. Gunnerson K, Saul M, He S, et al. Lactate vs.
Non-lactate metabolic acidosis: a
retrospective outcome evaluation of critically
ill patients. Crit Care. 2006; 10(1) : R22
5. Galla J. Metabolic alkalosis. JASN.
2000;11(2):369-75
6. Anderson LE, Henrich WL. Alkalemia-
assiciated morbidity and mortality in medical
and surgical patients.South Med J.
1987;80(6):729-33
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3. Alkalosis Metabolik
NAMA PENYAKIT Alkalosis Metabolik( E87.3 )
DEFINISI Peningkatan HC03 dengan peningkatan PaCO2
sebagai kompensasi. Penyebab alkalosis
metabolik yaitu:
1. Saline responsive: kehilangan H‗ melalui
muntah, penghisapan dari selang
NGT,adenoma villous, laksatif,
cysticfibrosis; dari ginjal misalnya
pemakaian diuretik
2. Saline resistant: kelebihan mineralokortikoid,
hipokalemia berat, hipokalsemia atau
hipoparatiroidisme, sindroma Bartter's,
sindroma Gitelman‘s
ANAMNESIS 1. Gejala klinis kelemahan otot
2. ketidakstabilan saraf otot
3. menurunnya refleks
4. perubahan status mental seperti apatis,
stupor.
5. Riwayat penyakit sebelumnya danobat-
obatan seperti diuretik tiazid.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Konfusi
2. Aritmia
3. peningkatan kepekaan neuromuskular
4. dapat ditemukan ileus karena penurunan
motilitas saluran pencernaan
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Analisa gas darah [AGD]: pH > 1.40,
bikarbonat > 26 mEq/L
2. Klorida urin
3. Elektrolit serum: umumnya dijumpai
penurunan kalium dan klorida.
4. EKG
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
DIAGNOSIS KERJA Alkalosis Metabolik
DIAGNOSIS BANDING Sensitif terhadap klorida [ klorida urin < 10
mEq/L]: saline responsive
1. Kehilangan klorida dari urin: pemakaian
diuretik, kistik fibrosis, post hiperkapnia
2. Kehilangan klorida dan H‗dari saluran cerna:
penghisapan selang NGT, muntah, kelainan
kongenital
3. Resisten terhadap klorida [klorida urin >10
mEq/L): saline resistant
4. Hipertensi: kelebihan mineralokortikoid:
sindrom Cushing, sindrom Conn,
5. Normotensif atau hipotensi: hipokalemia
berat, sindrom Barttler
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
TERAPI 1. Terapi penyakit yang mendasarinya
2. Infus normal saline
3. Kalium klorida (KCI) sesuai indikasi
4. Antagonis reseptor histamin H2: menurunkan
produksi HCI dan mencegah
alkalosismetabolik yang dapat terjadi akibat
penghisapan dari NGT
5. Inhibitor karbonik anhidrase: asetazolamid
6. Asam hidroklorida [HCl) 0.1 N juga efektif,
tetapi dapat menyebabkan hemolisis dan
harus diberikan melalui pembuluh darah
sentral.
EDUKASI Menjelaskan tentang penyebab penyakit,
faktor resiko, pemeriksaan dan tatalaksana
PROGNOSIS Perjalanan penyakit tergantung penyakit
yang mendasarinya. Angka kematianpada pH
darah 7.55 sebesar 45 %, sedangkan angka
kematian pada pH darah lebih dari 7,65 yaitu
80 %.
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. DuBose TD. Acidosis dan alkalosis. In:
Fauci A, Kasper D, Braunwald E, Hauser S,
Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison‘s
principles of internal medicine. 18th ed. New
York: McGraw-Hill Medical Publishing
Division; 2012
2. Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan
dan Elektrolit. Dalam: Alwi I, Setiati S,
Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2009: Hal
189-196
3. Seifter JL. Acid-base disorders. In: Goldman
L, Schafer Al, eds. Cecil Medicine. 24th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2011:chap 120.
4. Gunnerson K, Saul M, He S, et al. Lactate vs.
Non-lactate metabolic acidosis: a
retrospective outcome evaluation of critically
ill patients. Crit Care. 2006; 10(1) : R22
5. Galla J. Metabolic alkalosis. JASN.
2000;11(2):369-75
6. Anderson LE, Henrich WL. Alkalemia-
assiciated morbidity and mortality in medical
and surgical patients.South Med J.
1987;80(6):729-33
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Alkalosis Respiratorik
NAMA PENYAKIT Alkalosis respiratorik(E87.3)
DEFINISI Penurunan PCO2 dengan penurunan HC03
sebagai kompensasi. Teriadi karenapeningkatan
ventilasi alveolar. Penyebab terjadinya alkalosis
respiratorik:
Hipoksia: hiperventilasi pada pneumonia,
edema pulmonal, penyakit paru restriktif.
Hiperventilasi primer: gangguan sistem saraf
pusat, nyeri, cemas, obat (salisilat,
progesteron, metilxantin), kehamilan, sepsis,
gagal hati.
ANAMNESIS Gejala yang dikeluhkan:
kepala terasa melayang
ansietsas parestesia
tetani
pingsan
kejang jika sudah berat.
PEMERIKSAAN FISIK Ditemukan adanya peningkatan frekuensi dan
kedalaman pernapasan
PEMERIKSAAN PENUNJANG Analisis gas darah [AGD): PaC02 < 40
mmHG, pH > 7.40, PaO2 menurun
Elektrolit serum
Fosfat serum: penurunan
EKG: disritmia
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. PemeriksaanFisik
3. PemeriksaanPenunjang
DIAGNOSIS KERJA Alkalosis Respiratorik
DIAGNOSIS BANDING Dibedakan berdasarkan etiologinya
TERAPI Terapi penyakit yang mendasarinya
Memastikan apakah ansietas merupakan
penyebabnya dan penurunan PaCO2
Jika gejala memberat: pasien perlu
menghirup kembali CO2 melalui masker
oksigenyang dihubungkan dengan reservoir
CO2_atau mengunakan sejenis kantong
untukbernapas
Terapi oksigen jika hipoksia dalah faktor
penyebabnya
Sedatif dan tranquilizer jika disebabkan
karena cemas
Ventilasi mekanik
EDUKASI Menjelaskan tentang penyebab penyakit,
faktor resiko, pemeriksaan dan tatalaksana
PROGNOSIS Perjalanan penyakit tergantung penyakit
yang mendasarinya
Angka kematian27,9 % seiring dengan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
meningkatnya pH, mencapai 48,5 % jika pH
> 7.60.
Pasien dengan alkalosis respiratori dan
alkalosis metabolik mempunyai prognosis
lebihburuk (4-4.2%)
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. DuBose TD. Acidosis dan alkalosis. In:
Fauci A, Kasper D, Braunwald E, Hauser S,
Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison‘s
principles of internal medicine. 18th ed. New
York: McGraw-Hill Medical Publishing
Division; 2012
2. Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan
dan Elektrolit. Dalam: Alwi I, Setiati S,
Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2009: Hal
189-196
3. Seifter JL. Acid-base disorders. In: Goldman
L, Schafer Al, eds. Cecil Medicine. 24th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2011:chap 120.
4. Gunnerson K, Saul M, He S, et al. Lactate
vs. Non-lactate metabolic acidosis: a
retrospective outcome evaluation of
critically ill patients. Crit Care. 2006; 10(1) :
R22
5. Galla J. Metabolic alkalosis. JASN.
2000;11(2):369-75
6. Anderson LE, Henrich WL. Alkalemia-
assiciated morbidity and mortality in
medical and surgical patients.South Med J.
1987;80(6):729-33
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
5. Asidosis Respiratorik
NAMA PENYAKIT Asidosis Respiratorik( E87.2 )
DEFINISI Peningkatan PaCO2 dengan kompensasi
peningkatan HCO3
Faktor resiko yaitu:
Penyakit pernapasan akut: pneumonia,
ARDS (acute respiratory distress
syndrome)
Obat-obatan yang mendepresi susunan
saraf pusat
Trauma dinding dada:flail chest,
pneumotoraks
Trauma sistem saraf pusat: dapat
menimbulkan depresi pernapasan
Kerusakan otot pernapasan: hiperkalemia,
polio, sindroma Guiliain-Barre
Asfiksia: obstruksi mekanik, anafilaksis
ANAMNESIS Sesak nafas
Asteriksis
gelisah menimbulkan letargi
perubahan status mental
koma.
PEMERIKSAAN FISIK Peningkatan frekuensi jantung dan
pernapasan,
diaphoresis dan sianosis.
Dapat ditemukan tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial seperti edema papil,
dilatasipembuluh darah konjungtiva dan
wajah
PEMERIKSAAN PENUNJANG Analisa gas darah [AGD]: PaCO2> 40
mmHG, pH < 7.40
Elektrolit serum
Rontgen paru: melihat adanya penyakit
pernapasan yang mendasari
Skrining obat
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
DIAGNOSIS KERJA Alkalosis Metabolik
DIAGNOSIS BANDING Dilihat dari beberapa faktor resiko yang dapat
menyebakan terjadinya asidosisrespiratorik
TERAPI Terapi penyakit yang mendasarinya
Menaikkan frekuensi napas dan menurunkan
CO2
Akut: Oksigen jika saturasi oksigen rendah,
ventilator
Kronik: oksigen, bronkodilator dan antibiotik
sesuai indikasi, fisioterapi dada.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
EDUKASI Menjelaskan tentang penyebab penyakit,
faktor resiko, pemeriksaan dan tatalaksana
PROGNOSIS Perjalanan penyakit tergantung penyakit
yang mendasarinya.
Jika cepat diatasimaka maka tidak ada efek
jangka panjang. Asidosis respiratorik dapat
terjadi secara kronik bersamaan dengan
penyakit paru atau gagal napas yang
membutuhkan ventilasi mekanik.
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. DuBose TD. Acidosis dan alkalosis. In:
Fauci A, Kasper D, Braunwald E, Hauser S,
Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison‘s
principles of internal medicine. 18th ed. New
York: McGraw-Hill Medical Publishing
Division; 2012
2. Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan
dan Elektrolit. Dalam: Alwi I, Setiati S,
Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2009: Hal
189-196
3. Seifter JL. Acid-base disorders. In: Goldman
L, Schafer Al, eds. Cecil Medicine. 24th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2011:chap 120.
4. Gunnerson K, Saul M, He S, et al. Lactate
vs. Non-lactate metabolic acidosis: a
retrospective outcome evaluation of critically
ill patients. Crit Care. 2006; 10(1) : R22
5. Galla J. Metabolic alkalosis. JASN.
2000;11(2):369-75
6. Anderson LE, Henrich WL. Alkalemia-
assiciated morbidity and mortality in medical
and surgical patients.South Med J.
1987;80(6):729-33
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3. Intervensi dialisis:
Terapi yang sudah diberikan tidak mampu
mengontrol volume overload,hiperkalemia,
asidosis, ingesti zat toksik.
Komplikasi uremia berat: asterixis, efusi
perikardial, ensefalopati, uremicbleeding.
Inisiasi dialisis secepatnya pada keadaan
gangguan cairan, elektrolit,keseimbangan
asam-basa yang mengancam nyawa
Pertimbangkan kondisi klinis lain yang
dapat dimodifikasi melalui dialisis(tidak
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
hanya ratio BUN: kreatinin saja)
Gangguan ginjal akut stadium III
Diskontinu dialisis bila tidak lagi
dibutuhkan (fungsi intrinsik ginjal
telahpulih) atau jika dialisis tidak lagi
memenuhi tujuan terapi
7. Gangguan Kalium
NAMA PENYAKIT Hipokalemia atau Hiperkalemia(E87.6/E87.5 )
DEFINISI Gangguan kalium ada 2 yaitu hipokalemia
dan hiperkalemia
Nilai normal kaliumplasma yaitu 3.5-5
meq/L.
Hipokalemia yaitu kadar kalium plasma < 3.5
meqL/L, dan hiperkalemiajika kadar kalium
plasma > 5 meq/L.
Kalium adalah kation utama dalamintraselular
dan berperan penting dalam metabolism sel.
ANAMNESIS Hipokalemia
Keletihan dan kelemahan otot
Otot lembek atau kendur
Mual atau muntah
Urin banyak penurunan konsentrasi urin
Gangguan irama jantung (aritmia)
Hiperkalemia
Peka rangsang
Cemas
Keram pada abdomen
Diare
Kelemahan ekstremitas bawah pada
umumnya parestesia
Sesak nafas
PEMERIKSAAN FISIK Hipokalemia
Penurunan bising usus
Nadi lemah dan tidak teratur
Penurunan reflex
Penurunan tonus otot
Hiperkalemia
Nadi cepat dan bisa tidak teratur
PEMERIKSAAN PENUNJANG Kalium serum
Analisa gas darah
EKG
Pemeriksaan kalium urin 24- jam
Menghitung transtubular potassium gradient
(TTKG)
KRITERIA DIAGNOSIS Hipokalemia
Kalium serum: < 3.5 mmol/L
Analisa gas darah: Alkalosis metabolik
EKG: Depresi segmen-ST, gelombang T
datar, adanya gelombang U, disritmia
ventrikel
Hiperkalemia
Kalium serum: > 5.5 mmol/L
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Analisa gas darah: Asidosis metabolik
EKG: Gelombang T tinggi, interval PR
memanjang, depresi ST, QRS melebar,
kehilangan gelombang P
B. HIPERKALEMIA
Tatalaksana Hiperkalemia:
1. Pengobatan penyebab dasar
2. Pembatasan asupan kalium: menghindari
makanan yang mengandung kalium tinggi
3. Pengecekan ulang kadar kalium 1-2 jam
setelah terapi untuk menilai keefektifan terapi,
dan diulang secara rutin sesuai kadar kalium
awal dan gejala klinis.
4. Subakut: slow correction.
- Kation yang mengubah resin (sodium
polystyrene sulfonate/ Kayexolate):
diberikan secara oral, selang nasogastrik,
atau melalui retensi enema untuk menukar
natrium dengan kalium di usus. Dosis 20-
60 gram per oral dengan 100-200 ml
sorbitol atau 40 gram Kayexalate dengan
40 gram sorbitol dalam 100 ml air sebagai
enema.
5. Akut: rapid correction
- Kalsium glukonat intravena: untuk
menghilangkan efek neuromuskular dan
jantung akibat hiperkalsemia
- Glukosa dan insulin intravena: untuk
memindahkan kalium ke dalam sel, dengan
efek penurunan kalium kira-kira 6 jam.
Dosis: insulin 10 unit dalam glukosa 40%,
50 ml bolus intravena, lalu diikuti dengan
infuse Dekstrosa 5% untuk mencegah
hipoglikemia.
- Natrium bikarbonat: untuk memindahkan
kalium ke dalam sel, dengan efek
penurunan kalium kira-kira 1-2 jam.
6. Pemberian α2 agonis (albuterol): untuk
memindahkan kalium ke dalam sel. Dosis 10-
20 mg secara inhalasi maupun tetesan
intravena.
Dialisis: untuk membuang kalium dari tubuh
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
paling efektif.
EDUKASI Hindari makanan yang mengandung kalium
tinggi ( untuk hiperkalemi )
Makanan tinggi kalium ( untuk hipokalemi )
PROGNOSIS Pada hipokalemia jika diterapi dengan
adekuat akan sembuh. Resiko peningkatan
kadar kalium mencapai 7-8 meq/L menjadi
fibrilasi ventrikel yaitu 5 %
Jika kadar kalium 10 meq/L resiko menjadi
Fibrilasi ventrikel meningkat 90 %.
Pada kasus berat resiko mortalitas sebesar 67
%
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Aminoff M..Fluid and Electrolyte
Disturbances . In: Fauci A. Kasper D. Longo
D. Braunwald E. Hauser S. Jameson J.
Loscalzo J. editors. Harrison's principles of
internal medicine. 18th ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies.
2012.
2. Siregar Parlindungan. Gangguan
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam:
Alwi I, Setiati S. Setiyohadi B. Simadibrata
M. Sudoyo AW. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: lnterna
Publishing; 2006: Hal 134-142.
3. Gennari FJ. Hypokalemia. N Engl J Med
1998; 339:451-458August 13, 1998.
Diunduh dari
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJM
199808133390707 pada tanggal 15 Mei
2012.
4. Arroliga AC. Algorithms for Hypokalemia
K<3.5. Diunduh dari
http://www.clevelandclinicmeded.com/medic
alpubs/micu/ pada tanggal 15 mei 2012.
5. Weisberg LS. Management of severe
hypokalemia. Crit Care Med. 2008; 36:3246-
51.
6. Elliot M. Management of patient with acute
hyperkalemia. CMAJ. 2010;182(15):1631-5
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
8. Gangguan Kalsium
NAMA PENYAKIT Hipokalsemia atau Hiperkalsemia
( E83.51/E83.52 )
DEFINISI Kadar kalsium ion normal adalah 4.75-5.2
mg/dl atau 1-1.3 mmol/L.
Nilai normal kalsium total serum : 8.2-10.2
mg/dl.
Hipokalsemia jika kadar kalsium total
plasma< 8.2 mg/cll.
Hiperkalsemia jika kadar kalsium total
plasma >10.2 mg/dl.
ANAMNESIS A. HIPOKALSEMIA
Pasien dengan hipokalsemia dapat
simptomatikika penurunan kadar kalsium
plasma ringan dan sudah kronik.
Sedangkan jika penurunan kalsium
sedang-beratdapat menimbulkan keluhan-
keluhan seperti kebas,
kramotot,
parestesia umumnya di jari kaki, jari-jari
tangan, dan regio circumorol,
peningkatkan reflex, yang disebabkan
karena meningkatnya iritabilitas
neuromuskular.
Jika sudah berat dapat terjadi tetani dan
kejang.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan
faktor risiko.
B. HIPERKALSEMIA
Hiperkalsemia ringan [kadar kalsium 11-1 1,5
mg/dl) umumnya asimptomatik dan terdeteksi
saat pemeriksaan kalsium rutin. Beberapa pasien
mengeluhkan
keluhan neuropsikiatrik seperti kesulitan
konsentrasi, perubahan kepribadian,
ataudepresi.
Keluhan lain dapat berupa ulkus
peptikum atau nefrolitiasis.
Hiperkalsemia berat (kadar kalsium>12-
13 mg/dl) jika terjadi secara mendadak
atau akut, dapatmenyebabkan letargi,
stupor, koma. Keluhan lain seperti mual,
nafsu makan menurun, konstipasi,
pankreatitis, poliuria, polidipsi perlu
ditanyakan.
Keluhan nyeri pada tulang atau adanya
fraktur patologis dapat mengarahkan
kehiperparatiroid ismekronik.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan
faktor risiko.
B. HIPERKALSEMIA
Pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik
untuk hiperkalsemia, penemuan dapat tergantung
etiologi penyebab. Pada pasien dengan keganasan
dapat ditemukan adanya perubahan kulit.
limfadenopati, hepatosplenomeglali.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan
hipertensi dan bradikardia, akan tetapi
tidak spesifik.
Pemeriksaan sendi ditemukan nyeri pada
palpasi, kelemahan otot, hiperrefleksia,
fasikulasi otot lidah dapat ditemukan.
Tanda-tanda dehidrasi juga perlu
diperhatikan.
Tingkat kesadaran pasien mungkin
menurun menjadi letargi atau stupor.
Jika kadar kalsium 13-15 mg/dl dikenal
dengan istilah krisis hiperkalsemia yang
ditandai dengan poliuria, dehidrasi, dan
perubahan status mental.
PEMERIKSAAN PENUNJANG A. HIPOKALSEMIA
- Kadar kalsium serum total mungkin< 8.5
mg/dl
- Kadar albumin serum: penurunan kadar
albumin serum 1.0 d/cli terjadi
penurunan0.8-1.0 mg/dl kadar kalsium
total
- Kadar forfor, magnesium serum
- Kadar hormone paratiroid (PTH)
- EKG : interval QT memanjang. Torsndes
de pointes
B. HIPERKALSEMIA
- Kadar kalsium serum total :> 10.5 mg/dl
- Kalsium terionisasi :> 5.5 mg/dl
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Hormon paratiroid
- Fungsi ginjal: kreatinin dan ureum
- Rontgen tulang : osteoporosis.
- EKG : pemendekan segmen ST dan
interval QT, bradikardia, blok AV.
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. PemeriksaanPenunjang
DIAGNOSIS KERJA Hipokalsemia dan Hiperkalsemia Berdasarkan
Etiologi
DIAGNOSIS BANDING Hipokalsemia : hydrofluoric Acid Burns,
hiperkalemia, hipermagnesemia,
hipernatremia, Hyperosmolar Hyperglycemic
Nonketotic Coma, hipoparatiroidisme,
hiperfosfatemia.
Hiperkalsemia: hiperparatiroidisme,
keganasan, sarkoidosis. intoksikasi obat
seperti litium, teofilin.
TERAPI A. Hipokalsemia
1. Pengobatan penyakit dasar
2. Penggantian kalsium tergantung dari
tingkat keparahan penyakit, progresivitas,
dan komplikasi yang timbul.
3. Peningkatan asupan diet kalsium: 1000-
1500 mg/hari pada orang dewasa.
4. Antasicla hidroksia lumunium: mengurangi
kadar fosfor sebelum mengatasi
hipokalsemia
5. Hipokalsemia akut (simptomatik):
a. Kalsium glukonat 10 % 10ml (90 mg
atau 2.2 mmol] diencerkan dengan 50
ml Dekstrosa 5% atau 0.9 NaCl secara
intravena selama 5 menit.
b. Dilanjutkan pemberian secara infus 10
ampul kalsium glukonat (atau 900 mg
kalsium dalam 1 liter Dekstrosa 5 %
atau 0.9 NaCl] dalam 24 jam.
c. Jika ada hipomagnesemia dengan fungsi
ginjal normal larutan magnesium sulfat
10% sebesar 2 gram selama 10 menit,
dilanjutkan dengan 1 gram dalam 100 cc
cairan per 1 jam.
6. Hipokalsemia kronik:
a. Tujuan: meningkatkan kadar kalsium
sampai batas bawah normal,
menghindari terjadinya hiperkalsiuria
yang dapat mencetuskan batu ginjal.
b. Suplemen kalsium 1.000-1.500 mg/hari
dalam dosis terbagi. Kalsium karbonat;
250 mg kalsium elemental dalam 650
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
mg tablet.
c. Vitamin D2 atau D3 25.000-100.000
U/hari
d. Kalsitriol [1,25 [OH]2D] 0.23-2
gram/hari
7. Jika albumin serum menurun: penurunan
albumin serum 1.0 gram/dl (dari nilai
normal 4.1 gram/dl], koreksi konsentrasi
kalsium dengan menambahkan 0.8 mg/dl
dari kadar kalsium total:
B. Hiperkalsemia
1. Pengobatan penyebab dasar
2. Diet rendah kalsium
Hiperkalsemia ringan [asimtomatik]: tidak
memerlukan koreksi cepat
Hiperkalsemia yang bergejala (simtomatik)
- Hidrasi karena hiperkalsemia berhubungan
dengan dehidrasi : 4-8 liter cairan isotonic
secara intravena dalam 24 jam pertama,
dengan target urin 100-150 ml per jam. Jika
ada penyakit komorbid [gagal jantung
kongestif) dapat ditambahkan loop diuretic
untuk meningkatkan ekskresi natrium dan
kalsium; setelah status volume menjadi
normal.
- Penghambat resorpsi tulang: pada keganasan
atau hiperparatiroidisme berat.
9. Hipernatremia
NAMA PENYAKIT Hipernatremia (E87.0)
DEFINISI Hipernatremia adalah peningkatan kadar natrium
plasma > 145 mmol/L yang disebabkan oleh
peningkatan jumlah natrium atau karena
dehidrasi
ANAMNESIS Pasien dapat mengeluhkan rasa haus, kelelahan,
iritabilitas atau gelisah, disorientasi, mulut
kering, demam, mual dan muntah serta rasa haus
yang menetap
PEMERIKSAAN FISIK 1. Demam ringan
2. Kulit kemerahan
3. Edema perifer
4. Edema pulmonary
5. Hipotensi
6. Peningkatan tonus otot
7. Tingkat kesadaran pasien dapat koma jika
perjalanan penyakit sudah progresif.
8. Hipernatremia yang disertai hipovolemia
dapat menunjukkan tanda-tanda kekurangan
cairan seperti takikardia, hipotensi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Natrium serum
2. Osmolalitas serum
3. Berat jenis urin
4. Natrium urin
5. Water Deprivation Test
6. Antidiuretic Hormone (ADH) Stimulation
7. CT Scan atau MRI
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Natrium serum > 147 mEq/L. Jika > 150-170
mEq/L biasanya karena dehidrasi, sedangkan
jika > 170 mEqfL karena diabetes insipidus.
Natrium > 190 mEq/Lkarena asupan natrium
yang tinggi dan kronik.
2. Osmolalitas serum: meningkat
3. Berat jenis urin: meningkat. Menurun pada
diabetes insipidus. jika normal dapat terjadi
pada pemakaian diuretik.
4. Natrium urin
5. Water Deprivation Test: pada diabetes
insipidus, osmolalitas urin tidak
meningkatdengan hipernatremia
6. Antidiuretic Hormone (ADH) Stimulation:
diabetes insipidus nefrogenik, osmolalitas
urin tidak meningkat setelah pemberian ADH
[desmopressin].
7. CT Scan atau MRI [Magnetic Resonance
imaging] kepala: melihat adanya tarikan pada
vena duramater dan sinus yang dapat
menyebabkan perdarahan intracranial dan
meningkatkan kadar natrium
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DIAGNOSIS KERJA Hipernatremia
DIAGNOSIS BANDING - Dehidrasi
- Diabetes insipidus
TERAPI 1. Tujuan: menghentikan kehilangan cairan yang
sedang terjadi dengan mengatasi penyakit
penyebabnya dan mengoreksi defisit cairan.
2. Tentukan defisit cairan
- Estimasi TBW
- Kalkulasifree-water deficit: {[[Na*]-140) /
140} x TBW
- Pemberian defisit dalam 48-7 jam tanpa
menaikkan konsentrasi natrium plasma >
10 mm/24 jam
3. Tentukan on going water losses
- Kalkulasi electrolyte-free water clearance
Volumeurin 1 natriumurin kaliumurin
Natrium Plasma
10. Hipertensi
NAMA PENYAKIT Hipertensi (I10)
DEFINISI Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah
(TD) sama atau melebihi 140mmHg sistolik
dan/atau sama atau lebih dari 90 mmHg diastolik
pada seseorang yang tidak sedang minum obat
antihipertensi.
ANAMNESIS 1. Durasi hipertensi
2. Riwayat terapi hipertensi sebelumnya dan efek
sampingnya bila ada
4. Riwayat hipertensi dan kardiovaskular pada
keluarga
5. Kebiasaan makan dan psikososial
6. Faktor risiko lainnya: kebiasaan merokok,
perubahan berat badan, dislipidemia, diabetes,
inaktivitas fisik
7. Bukti hipertensi sekunder: riwayat penyakit
ginjal, perubahan penampilan, kelemahan otot
(palpitasi, keringat berlebih, tremor), tidur
tidak teratur, mengorok, somnolen di siang
hari, gejala hipo- atau hipertiroidisme,riwayat
konsumsi obat yang dapat menaikkan tekanan
darah
8. Bukti kerusakan organ target: riwayat TIA,
stroke, buta sementara, penglihatan kabur tiba-
tiba, angina, infark miokard, gagal jantung,
disfungsi seksual
PEMERIKSAAN FISIK 1. Pengukuran tinggi dan berat badan, tanda-
tanda vital
2. Metode auskultasi pengukuran TD:
a. Semua instrumen yang dipakai harus
dikalibrasi secara rutin untuk memastikan
keakuratan hasil.
b. Posisi pasien duduk di atas kursi dengan
kaki menempel di lantai dan
telahberistirahat selama 5 menit dengan
suhu ruangan yang nyaman.
c. Dengan sfigmomanometer, oklusi arteri
brakialis dengan pemasangan cuff di
lengan atas dan diinflasi sampai di atas
TD sistolik. Saat deflasi perlahan-lahan,
suara pulsasi aliran darah dapat dideteksi
dengan auskultasi dengan stetoskoptipe
bell/genta di atas arteri tepat di bawah cuff
d. Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata
pengukuran tekanan darah yang dilakukan
minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali
kunjungan atau lebih dengan
menggunakan cuff
e. Tekanan sistolik = suara fase 1 dan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
tekanan diastolik = suara fase
f. Pengukuran pertama harus di kedua sisi
lengan untuk menghindarkan
kelainanpembuluh darah perifer
g. Pengukuran tekanan darah pada waktu
berdiri diindikasikan pada pasiendengan
risiko hipotensi postural (lanjut usia,
pasien DM, dll)
3. Palpasi leher apabila terdapat pembesaran
kelenjar tiroid
4. Palpasi pulsasi arteri femoralis, pedis
5. Auskultasi bruit karotis, bruit abdomen
6. Funduskopi
7. Evaluasi gagal jantung dan pemeriksaan
neurologis
PEMERIKSAAN PENUNJANG Urinalisis
Tes fungsi ginjal
Ekskresi albumin
Serum BUN : kreatinin
Gula darah
Elektrolit
Profil lipid
Foto toraks
EKG
KRITERIA DIAGNOSIS Pengukuran tekanan darah dilakukan si ruang
periksa.
Pasien dalam posisi duduk setelah istirahat 5
mneit dengan kaki di lantai dan lengan
diposisikan setinggi jantung.
Ukuran dan peletakan manset menutupi 80%
lingkar lengan di sisi terendah 2,5 cm dari
fossa cubiti.
Stetoskop diletakkan di atas A. Brachialis,
kemudian cuff dipompa sampai dengan
tekanan di atas 20 mmHg dari hilangnya nadi.
Tekanan diturunkan perlahan dengan
kecepatan 2-3 mmHg per detik. Kemudian
mendengarkan suara Korotkoff fase 1 sampi
dengan 5 untuk menentukan tekanan sistol
dan diastol.
Pengukuran dilakukan 2 kali atau lebih
kunjungan.
Klasfikasi Tekanan Darah Berdasarkan Joint
National Committee VII
Kategori TDS TDD
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 140-159 90-99
1
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Hipertwnsi derajat ≥ 160 ≥ 100
2
DIAGNOSIS KERJA Hipertensi (derajat sesuai JNC VII)
DIAGNOSIS BANDING Peningkatan tekanan darah akibat white coat
hypertension, rasa nyeri, peningkatantekanan
intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll
TERAPI 1. Modifikasi gaya hidup.
2. Pemberian B-blocker pada pasien unstable
angina / non-ST elevated myocardial infark
(NSTEMI) atau STEMI harus
memperhatikan kondisi hemodinamik
pasien.B-blocker hanya diberikan pada
kondisi hemodinamik stabil.
3. Pemberian angiotensin convertin enzyme
inhibitor [ACE-I] atau angiotensin receptor
blocker [ARB) pada pasien NSTEMI atau
STEMI apabila hipertensi persisten, terdapat
infark miokard anterior, disfungsi ventrikel
kiri, gagal jantung, atau pasien menderita
diabetes dan penyakit ginjal kronik.
4. Pemberian antagonis aldosteron pada pasien
disfungsi ventrikel kiri bila terjadi gagal
jantung berat [misal gagal jantung New York
Heart Association/NYHA kelas Ill-1V atau
fraksi ejeksi ventrikel kiri <40% dan klinis
terdapat gagal jantung).
5. Kondisi khusus lain :
a. Obesitas dan sindrom metabolic
- modifikasi gaya hidup yang intensif
dengan pilihan terapi utama golongan
ACE-I, Pilihan lain adalah ARB, CCB
b. Hipertrofi ventrikel kiri‗
- Tatalaksana agresif termasuk penurunan
berat badan dan restriksi garam
- Pilihan terapi: dengan semua kelas anti
hipertensi
- Kontraindikasi: vasodilator langsung,
hidralazin dan minoksidil
c. Penyakit arteri perifer: semua kelas anti
hipertensi, tatalaksana faktor risiko lain,
dan pemberian aspirin
d. Lanjut usia (≥ 65 tahun)
- ldentifikasi etiologi lain yang bersifat
ireversibel
- Evaluasi kerusakan organ target
- Evaluasi penyakit komorbid lain yang
mempengaruhi prognosis
- Identifikasi hambatan dalam pengobatan
- Terapi farmakologis: diuretik thiazid
[inisial], CCB.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
e. Kehamilan
- Pilihan terapi: metildopa, ẞ-blocker, dan
vasodilator.
- Kontraindikasi: ACE-I dan ARB.
EDUKASI 1. Modifikasi gaya hidup pada penderita
HipertensI
2. Turunkan berat badan
3. Diet rendah garam
4. Menghindari konsumi alkohol
5. Perbanyak konsumsi buah-buahan, sayur
6. Olahraga teratur seperti jalan cepat 30 menit
per hari
PROGNOSIS Hipertensi tidak dapat disembuhkan, namun
dapat dikontrol dengan terapi yang sesuai.
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Mohani CI. Hipertensi Primer dalam Buku
Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI.
Jakarta:lnterna Publishing. 2015. Hal : 2284-
2293
2. Kotchen T. Hypertensive vascular disease. In:
Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser SL.
Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's Principles
of Internal Medicine. 19th Edition. New York:
McGraw-Hill; 2015. haIaman.
3. Victor R. Arterial hypertension. In: Goldman,
Ausiello. Cecil Medicine. 23rd Edition.
Philadelphia: Saunders. Elsevier; 2008.
4. hobanian AV et al: The Seventh Report of the
Joint National Committee of Prevention,
Detection,Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA.
2003;289:2560.
5. O'Brien E. Asmar R, Beilin L. et al. Practice
guidelines ot the European Society ot
Hypertension for clinic. ambulatory and self
blood pressure measurement. J Hypertens
2005;23:697-701.
6. Pickering TG, Hall JE, Appel LJ. et al.
Recommendations tor blood pressure
measurement in humans and experimental
animals part 1 : blood pressure measurement
in humans a statement for professionals from
the Subcommittee of Professional and Public
Education of the American HeartAssociation
Council on High Blood Pressure Research.
AHA Scientific Statement.
Hypertension.2005;415:142-61.
7. Rosendorff C, Black H. Cannon C, et al.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Treatment of hypertension in the prevention
andmanagement of ischemic heart disease.
Circulation. 2007;151:2761-88.
8. Aronow W. Fleg JL. Pepine CJ. et al.
ACCF/AHA 2011 Expert Consensus
Document on Hypertension in the Elderly. J
Am Coll Cardiol. 2011;57:2037-114.
9. Psaty BM, Smith NL, Siscovick DS, et al.
Health outcomes associated with
antihypertensives therapies used as first Iine-
agent. A systematic review and meta-analysis.
JAMA. 1997;277:739-45.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
11. Hiponatremi
NAMA PENYAKIT Hiponatremia (E87.1)
DEFINISI Hiponatremia adalah penurunan kadar natrium
[Na] plasma < 135 mEq/L. Hiponatremia akut
adalah hiponatremia yang terjadi < 48 jam dan
membutuhkan penanganan segera, sedangkan
hiponatremia kronik adalah hiponatremia yang
berlangsung> 48 jam. Gejala akan muncul jika
kadar natirum < 125 mEq/L.
ANAMNESIS Gejala yang dikeluhkan berhubungan dengan
disfungsi susuan saraf pusat seperti
- Mual
- Muntah
- Sakit kepala
- Perubahankepribadian
- Kelemahan dan keram otot
- Agitasi, disorientasi, kejang, bahkan koma.
- Pada kasus asimptomatik dapat mulai
bermanifestasi kehilangan kestabilan sehingga
beresiko jatuh. Selain itu perlu ditanyakan
riwayat penyakit.
PEMERIKSAAN FISIK Perubahan kesadaran atau perubahan
kepribadian
Hipotermia
Reflex menurun
Pola pernapasan Cheyne-Stokes
Pseudobuibnr palsy
Kulit dingin dan basah
Tremor
Gangguan saraf sensorik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Natrium serum: < 137 mEq/L
2. Osmolalitas serum: menurun kecuali pada
kasus pseudohiponatremia,
azotemia,intoksikasi etanol, metanol.
3. Berat jenis urin
4. Natrium urin
5. Fungsi ginjal: ureum, kreatinin, asam urat
6. Glukosa darah (setiap peningkatan glukosa
100mg/dl menurunkan natrium2.4 mEq/L),
profile Iemak
7. Fungsi tiroid
8. Radiologi: mencari apakah ada efek
hiponatremia pada paru atau susunan saraf
pusat
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Hiponatremia hipovolemik
Pasien dalam keadaan ini terdapat penurunan
kadar natrium total dalam tubuh dan kadar
cairan yang juga menurun. Hal ini terjadi pada
umumnya karena kehilang air dan solut yang
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
tinggi dari pencernaan serta ginjal
2. Hiponatremia euvolemik
Umumnya terjadi pada pasien dengan status
volume tubuh yang normal, seperti pada
SIADH
3. Hiponatremia hipervolemik
Jika terjadi kadar total natrium meningkat
lebih dari kadar air dalam tubuh seperti pada
penyakit jantung kongestif, sindroma nefrotik
dan sirosis hati yang berkaitan erat dengan
gangguan sekresi air
4. Hiponatremia akut : bila terjadi kurang dari 48
jam
5. Hiponatremia kronis bila terjadi lebih dari 48
jam
Pemeriksaan penunjang :
- Pemeriksaan osmolalitas darah
- Pemeriksaan gula darah dan lipid darah
- Pemeriksaan osmolalitas urin dan BJ urin
- Pemeriksaan natrium, kalium dan natrium urin
DIAGNOSIS KERJA Hiponatremia
DIAGNOSIS BANDING 1. Hiponatremia hipovolemik
2. Hiponatremia euvolemik
3. Hipernatremia hipervolemik
TERAPI 1. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Cepat lambatnya onset penyakit
- Derajat, durasi, dan gejala dari
hiponatremia
- Ada atau tidaknya faktor resiko yang
dapat meningkatkan resiko komplikasi
neurologis
2. Menyingkirkandiagnosis pseudohiponatremia
atau hipertonik hiponatremia (hiperglikemia)
3. Mengatasi penyakit dasarnya
4. Hiponatremia asimptomatik: menaikkan
natrium dengan kecepatan s 0.5 mEq/L/jam
5. Hiponatremia akut simptomatik:
- Tujuan: meningkatkan kadar natirum 1.5-
2 mEq/L/jam sampai gejalaberkurang
atau sampai konsentrasi natrium serum >
118 mEq/L danmengobati penyakit
dasarnya
- Peningkatan kadar natrium harus < 12
mEq/L dalam 24 jam pertama dan < 18
mEq/L dalam 48 jam pertama untuk
menghindari demielinisasi osmotik.
- Cairan saline hipertonik 3 % diberikan
secara infuse intravena dengan kecepatan
1-2 ml/kg/jam dan ditambah loop diuretic
- Jika ada gejala neurologik berat:
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
kecepatan dapat dinaikkan menjadi 4 - 6
ml/kg/jam.
- Jika gejala sudah menghilang dan kadar
natrium > 118 Eq/L, pemberian cairan
diturunkan menjadi maksimal 8 mEq/L
dalam 24 jam sampai target kadarnatrium
125 mEq/L.
- Pemantauan ketat natrium serum dan
elektrolit sampai terjadi kenaikan
kadarnatrium dan gejala meghilang.
6. Hiponatremia kronik simptomatik
- Jika tidak diketahui durasi atau onset
gejala, koreksi dilakukan dengan hati-
hatikarena otak sudah beradaptasi dengan
kadar natrium yang rendah.
- Jika gejala berat: tatalaksana seperti kasus
hipernatremia akut. Peningkatan natrium
tidak melebihi 10-12 mEq/L pada 24 jam
pertama, dan < 6 mEq/L/hari pada hari
berikutnya.
- Jika geiala ringan-sedang: koreksi
dilakukan secra perlahan. 0.5 mEq/L/jam,
sampai target tercapai terapi tetap
diteruskan. Maksimal pemberian 10
mEq/L dalam 24 jam.
7. Hiponatremia kronik asimptomatik
- Tujuan terapi: mencegah penurunan
natrium serum dan menjaga kadarnatrium
mendekati normal.
8. Hipervolemia hiponatremia: restriksi cairan
1000-1500 ml/ hari dan restriksi natrium.
CHF: furosemid dan ACE (Angiotensin
Converting Enzyme) inhibitor.
9. Euvolemik hiponatremia (SIADH):
restriksi cairan 1000-1500 ml/hari.
10. Hipovolemia hiponatremia: berikan normal
saline (NS) atau DSNS.
Farmakologis
1. Kontrol tekanan darah:
- Penghambat ACE atau antagonis reseptor
Angiotensin II: evaluasi kreatinindan
kalium serum, bila terdapat peningkatan
kreatinin >35% atau timbulhiperkalemi
harus dihentikan
- Penghambat kalsium
- Diuretik
- ~ Pada pasien DM, kontrol gula darah:
hindari pemakaian metformin dan obat-
obatsulfonilurea dengan masa kerja
panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1
0,2 di atasnilai normal tertinggi, untuk
DM tipe 2 adalah 6%
3. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
4. Kontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau
kalsium asetat
5. Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol
6. Koreksi asidosis metabolik dengan target
HC03 20-22 mEq/l
7. Koreksi hiperkalemi
8. Kontrol dislipidemia dengan target LDL<100
mg/dl, dianjurkan golongan statin
9. Terapi ginjal pengganti
EDUKASI 1. Jumlah cairan yang boleh diminum sebanyak
urin yang keluar per 24 jam ditambah 600 cc
2. Menghindari konsumsi buah-buahan dan
sayuran yang mengandung tinggi kalium
3. Menjalani cuci darah secara rutin sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan oleh
dokter
PROGNOSIS Pasien CKD mengalami penurunan fungsi
ginjal secara progresif dan beresiko
mengalami penyakit ginjal stadium akhir
(ESRD).
Progresifitas penyakit tergantung usia,
diagnosis yang mendasari, keberhasilan
pelaksanaan tindakan pencegahan sekunder,
dan individu.
Inisiasi terapi penggantian ginjal sangat
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
penting untuk mencegah komplikasi uremik
pada CKD yang dapat menyebabkan
morbiditas dan kematian yang signifikan
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam :
Sudoyo A. Setiyohadi B. Alwi I. et al. Buku
Ajar llmuPenyakit Dalam. Edisi VI. Jilid ll.
2015. Hal 2159-2165
2. Lascano M. Schreiber M. Nurko S. Chronic
Kidney Disease. In : Carey W. Abelson A.
Dweik R.et al. Current Clinical Medicine. 2nd
Edition. The Cleveland Clinic Foundation.
Philadelphia :
Elsevier. 2010. Hal 853-6
3. The National Kidney Foundation : NKF
KDOQI Clinical Practice guidelines tor
Chronic KidneyDisease: Evaluation.
classification. and stratification. Am J Kidney
Dis 2002;39:S1-266
4. Bargman J. Scorecki K. Chronic Kidney
Disease. In : Longo DL. Fauci AS. Kasper DL.
Hauser SL.Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine. 19"‗Edition.
New York. McGraw-Hill. 2015
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Kategori A:
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
1. Meningkatnya massa sel darah merah diukur
dengan krom radioaktif Cr-51. Pada pria ≥ 36
ml/kg dan pada wanita ≥32 ml/kg
Kategori B:
1. Trombositosis : trombosit ≥ 400.000/µl
2. Leukositosis: leukosit ≥12.000 (tidak ada
infeksi)
3. Leukosit alkali fosfatase (LAF) score
meningkat > 100 (tanpa adanya
panas/infeksi)
4. Kadar vitamin B12>900 pg/ml dan atau
UB12BC dalam serum ≥2200 pg/ml.
DIAGNOSA KERJA Polisitemia Vera
DIAGNOSA BANDING Polisitemia sekunder
TERAPI A. Non farmakologi
- Rehidrasi
- Plebotomi
B. Farmokologi
- Hidroksiurea 800-1200 mg/m2/hari atau 2
kali 10-15 mg/kg/kali Klorambusil dengan
dosis induksi 0,1-0,2 mg/kg/hari selama 3-6
minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB
tiap 2-4 minggu.
- Busulfan 0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8
mg/m2/hari (2 atau 4 mg setiap hari) selama
beberapa minggu.
- Fosfor Radioaktif, P32 pertama kali diberikan
dengan dosis 2-3 mCi/m2 intravena, bila per
oral dinaikkan 25%.
- JAK2 targeted inhibitor
C. Suportif
- allopurinol 100-600 mg/hari
- antagonis reseptor H2
- anagrelid, aspirin
D. Pembedahan
- Splenektomi
- Transplantasi sumsum tulang
EDUKASI - Menghindari perdarahan dari trauma fisik
pada gusi, hidung dan anggota tubuh lainnya.
- Menghindari makan makanan padat dan
keras.
PRAGNOSIS Angka harapan hidup setelah terdiagnosis tanpa
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
diobati yaitu 1,5-3 tahun, sedangkan dengan
pengobatan lebih dari 10 tahun.
Kematian terjadi paling banyak karena trombosis
(31%), leukemia akut (19%), keganasan lain
(15%), perdarahan (5%).
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Prenggono M. Darwin. Polisitemiavera.
Dalam: Suyono. S. Waspadji, S. Lesmana. L.
Alwi. l. Setiati.
2. S.Sundaru, H. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta: lnterna
Publishing: 2010. Hal. l214-1219.
Polycythemia vera. Hematologie Klapper. Sih
ed. Leids Universitair Medisch Cenlrum
Leiden. Juni 1999:48-9.
3. Beutler Ernest. Primary dan Secondary
Polycythemias (Erythrocylosis). In: Lichtman
M, Beutler E. Kipps T. editors. Williams
Hematology 7th ed. Mc Grow Hill. Chapter
56
4. Spivak JL. Polycythemia Vera and Other
Meloproliferotive Disease. In: Longo Fauci
Kasper. Harrison's Principles of Internal
Medicine 18th edition. United States of
America. Mc Graw Hill. 20l2
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
16. Sindrom Antifosfolipid
NAMA PENYAKIT Sindrom Antifosfolipid (D68.61)
DEFENISI Sindrom antibodi antifosfolipid (antiphospholipid
antibody syndrome/APS), merupakan suatu
trombofilia autoimun didapat dengan
karakteristik trombosis arteri atau vena berulang
dan/atau adanya morbiditas kehamilan dengan
adanya antibodi terhadap protein plasma yang
mengikat fosfolipid.
ANAMNESA Difokuskan pada kejadian dan frekuensi
terjadinya tromboemboli
penglihatan kabur atau ganda, melihat kilatan
cahaya, kehilangan sebagian atau seluruh
lapang pandang
nyeri dada, menjalar ke lengan, napas pendek
nyeri perut, kembung, muntah
nyeri atau bengkak tungkai, klaudikasio,
ulserasi jari tungkai, nyeri jari tangan atau
kaki yang dicetuskan oleh dingin
nyeri tulang, nyeri sendi
purpura dan/atau petekie, ruam livedo
retikularis temporer atau menetap,
jari-jari tangan/kaki kehitam-hitaman atau
terlihat pucat
pingsan, kejang, migrain, parestesi, paralisis,
ascending weakness, tremor, gerakan
abnormal, hilangnya memori, masalah dalam
pendidikan (sulit berkonsentrasi, sulit
mengerti yang dibaca dan berhitung)
rasa lemah, lelah, artralgia, nyeri abdomen
(gambaran penyakit Addison)
hematuria, edema perifer
riwayat abortus berulang, kelahiran prematur,
pertumbuhan janin terhambat (PIT)
risiko APS meningkat pada pasien yang
memiliki anggota keluarga dengan abortus
berulang, kelahiran prematur,
oligohidramnion, khorea gravidarum, infark
plasenta, preeklampsia, PIT,
tromboembolisme neonatorum, infark
miokard atau stroke pada anggota keluarga
yang berusia < 50 tahun, trombosis vena
dalam, flebitis, atau emboli paru, penyakit
Raynaud, TIA
Riwayat kontrasepsi oral
PEMERIKSAAN FISIK Nyeri tekan pada tulang atau sendi
Nyeri sendi saat bergerak tanpa artritis.
Pembengkakan tungkai (trombosis vena
dalam)
Penurunan capillary refill time, denyut nadi,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
perfusi
Gangren
Livedo retikularis
Purpura
Tromboflebitis superfisial
Vasospasme
Splinter hemorrhages periungual
Infark periger
Ulcerasi
Memar
Hipertensi
Hematuria
Distres pernafasan
Nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas
Hepatomegali
Kelemahan otot
Parastesia, paralisis, tremor khoreiform
Short term memory loss
Murmur pada katup aorta
Oklusi arteri retina dan trombosis vena retina
PEMERIKSAAN darah perifer lengkap, LDH, bilirubin,
PENUNJANG haptoglobin, tes Coomb direk/indirek,
urinalisis, immunoassays, status koagulasi
USG Doppler, venografi, CT scan, MRI,
arteriografi, ekokardiografi, angiografi
dengan kateterisasi
Biopsi dari organ yang terkena
KRITERIA DIAGNOSA Kriteria Klinis
Trombosis vaskular
Morbiditas kehamilan atau keguguran
sebanyak tiga kali atau lebih
Kriteria Laboratoris
aPL dalam selang waktu 12 minggu hingga 5
tahun
IgG dan/atau IgM antibodi anticardiolipin
(aCL) > 40 unit IgG antifosfolipid atau
IgM antifosfolipid atau > persentil 99,
IgG atau IgM isotype antibodi β2-
glikoprotein (anti-B2GPl) pada titer >
persentil 99
Aktivitas antikoagulan lupus (LA) yang
terdeteksi dalam plasma
DIAGNOSA KERJA Sindrom Antifosfolipid
DIAGNOSA BANDING Trombositopenia diinduksi heparin
homosisteinemia
kelainan mieloproliferatif
hiperviskositas
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
immune thrombocytopenia (ITP)
TERAPI A. Farmakologi
warfarin seumur hidup untuk mencapai INR
(international normalized ratio) antara 2,5-3,5
aspirin 80 mg/hari.
EDUKASI - Aktivitas di tempat tidur untuk resiko
perdarahan tinggi
- Menghindari perdarahan dari trauma fisik
pada gusi, hidung dan anggota tubuh lainnya.
PRAGNOSIS Pasien dengan presentasi hemolisis autoimun
1,56 kali lebih tinggi, dan pada pasien dengan
antibodi anti-β2-glikoprotein-I sebesar 1,69 kali
lebih tinggi, dan 46% lebih rendah pada
presentasi trombositopenia.
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Moutsopoulos HM, Vlachoyiannopoulos PG.
Antiphospholipid Antibody Syndrome. In :
Longo DL.Fauci AS, Kasper DL. HauserSL,
Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's Principles
of Internal Medicine.18"‗ Edition. New York.
McGraw-Hill. 2012.
2. Schaler Al.Thrombotic Disorders:
Hypercoagulable States. In : Goldman.
Ausiello. Cecil Medicine.23'― Edition.
Philadelphia. Saunders, Elsevier. 2008.
3. Effendy S. Sindrom Antlbodi Antlfosfolipid:
Aspek Hematologik dan Penatalaksanaan.
Dalam :Sudoyo A. Setiyohadi B, Alwi I, et al.
Buku Ajar llmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jilid II. 2009. Hal I345-53.
4. Keeling D, Mackie I, Moore GW, et al.
Guidelines on the investigation and
management of anliphospholipid syndrome.
British Journal of Haematology
2012;157:117-58
5. Miyakls S. Lockshin MD. Atsumi T, et al.
International consensus statement on an
update of the classification criteria fordefinite
antiphospholipid syndrome IAPS}. J Thromb
Haemost 2006: 4:295.
6. Tektonidou MG, loannidis JPA, Boki KA. et
al. Prognostic factors and clustering of
serious clinical outcomes in antiphospholipid
syndrome. Q J Med 2000;93:523-530, 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
17. Sindrom Lisis Tumor
NAMA PENYAKIT Sindrom Lisis Tumor (E88.3)
DEFINISI Sindrom lisis tumor adalah suatu kelainan
metabolik yang mengancam jiwa, akibat
pelepasan sejumlah zat interseluler ke dalam
aliran darah akibat tingkat penghancuran sel
tumor yang tinggi karena pemberian kemoterapi.
ANAMNESA pembengkakan pada sendi,
otot melemah,
konstipasi.
Riwayat mendapat kemoterapi dalam 1-5 hari
terakhir jenis tumor limfoma burkitt,
leukemia limfoblastik akut dan limfoma
derajat tinggi lainnya
PEMERIKSAAN FISIK Tidak khas
Sesuai penyebab (misalnya: pernapasan
kussmaul pada asidosis laktat, oliguria/anuria
bila terjadi gagal ginjal, aritmia ventrikel pada
hiperkalemia)
PEMERIKSAAN LDH
PENUNJANG asam urat darah
kalium darah
fosfat darah
kalsium darah
analisis gas darah (AGD)
urinalisa
KRITERIA DIAGNOSA Peningkatan LDH, asam urat darah, kalium
darah, fosfat darah,
Penurunan kalsium darah
Analisis gas darah (AGD) menunjukkan
asidosis metabolik,
urinalisa menunjukkan PH urin<7
dan/terdapat kristal asam urat.
DIAGNOSA KERJA Sindroma Lisis Tumor
DIAGNOSA BANDING Gagal ginjal akut karena penyebab yang lain
TERAPI A. Farmakologi
- Allopurinol 2x300 mg/m2 per hari
- Natrium bikarbonat 50-100 mEq/L cairan
intravena
B. Non farmakologi
- Hidrasi adekuat 2000-3000 ml/m2 per hari
- Hemodialisa bila konsevatif tidak berhasil
dan hiperkalemia
C. Monitoring
- fungsi ginjal, elektrolit, AGD dan asam urat.
EDUKASI - Menjelaskan penyebab dari penyakit
- Menjelaskan komplikasi penyakit yang dapat
menyebabkan gagal ginjal dan gangguan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
jantung.
PRAGNOSIS Mengenali gejala dini pada pasien dengan risiko
sindromlisis tumor, termasuk mengidentifikasi
abnormalitas manifestasi klinis dan laboratorium,
dapat mencegah komplikasi yang mengancam
jiwa
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Jack, Zakifmon. Diagnosis dan
Penatalaksanaan Sindrom Lisis Tumor.
Dalam: Sudoyo. AruW.Setyohadi. Bambang.
Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiati,
Sill. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam. Jilid l.
Edisi V, Jakarta: Balai Penerbit FKUI:
2009.p.31 I -I2.
2. Oncologies Emergency. Dalam: Fauci A,
Kasper D, Longo D, Braunwald E. Hauser S,
Jameson J.Loscalzo J, editors. Harrison's
principles of internal medicine. 18"‗ ed.
United States of America; The McGraw-Hill
Companies. 2011
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
18. Sindrom Talasemia
NAMA PENYAKIT Sindrom Talasemia (D56.9)
DEFINISI Kelainan biosintesis rantai α dan β globin yang
bersifat diturunkan yaitu menurunnya kecepatan
produksi atau abnormalitas produksi satu atau
lebih rantai globin sehingga menyebabkan
menurunnya produksi hemoglobin dan terjadi
destruksi berlebihan
ANAMNESIS Talasemia β mayor :
- Anemia muncul pada bulan pertama
kehidupan dan dapat berkembang menjadi
progresif
- Gangguan makan, demam, diare, keluhan
pencernaan
- Perdarahan atau infeksi
- Gangguan neurologi
Talasemia β Intermedia
- Dapat asimptomatik sampai dewasa
- Gangguan perkembangan dan retardasi
mental
- Deformitas skeletal, arthritis dan nyeri
tulang
Talasemia β minor
- Asimptomatik
Talasemia α Hemoglobin barts hidrops fetalis
syndrome
- Still birth atau hidup dalam beberapa jam
setelah dilahirkan
Talasemia α milder forms of α talasemia
- Neonatus : anemia
- Anak dan dewasa : asimptomatik
PEMERIKSAAN FISIK Talasemia β mayor
- Tampak anemis
- Deformitas skeletal
- Deformitas maksila (mongoloid face)
- Hepatosplenomegali
- Pigmentasi kulit
Talasemia β intermediate
- Ulkus kronik pada tungkai
- Splenomegali progresif
Talasemia α Hemoglobin barts hidrops fetalis
syndrome
- Pucat, anemia
- Edema
- Hepatosplenomegali
Talasemia α milder forms of α talasemia
- Splenomegali
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Hb (HbA2, Hb F, Hb H, Hb barts dan Hb
Portland
- Leukosit dan trombosit
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Retikulosit
- MDT
- Rontgen kepala, tangan dan tulang panjang
- Sumsum tulang
KRITERIA DIAGNOSA Gambaran darah tepi
1. Anisositosis dan poikilositosis yang nyata
(termasuk fragmentosit dan tear-drop),
mikrositik hipokrom, basophilic stippling,
badan Pappenheimer, sel target, dan eritrosit
berinti (menunjukan defek hemoglobinisasi
dan diseritropoiesis)
2. Total hitung dan neutrofil meningkat
3. Bila telah terjadi hipersplenisme dapat
ditemukan leukopenia, neutropenia, dan
trombositopenia.
4. Pemeriksaan elektroforesis dan HPLC
DIAGNOSA KERJA 1. Talasemia mayor
2. Talasemia minor/ karier tanpa gejala
3. Talasemia intermedia Talasemia
4. secara genetik menjadi α-, β-, δβ atau
Talasemia-εγδβ sesuai dengan rantai globin
yang berkurang produksinya
DIAGNOSA BANDING 1. Anemia defisiensi besi
2. Anemia penyakit kronis
3. Anemia sideroblastik
TERAPI A. Non Farmakologi
- Tranfusi darah
B. Farmakologi
Desferoksamin 30–60 mg/kg per kali,
Asam askorbat (vitamin C) 2-4
mg/kg/hari (100-250 mg)
Deferipron 75-100 mg/kg per hari, dibagi
dalam 3 dosis
Deferasirox (Exjade/DFX) 20-40
mg/kg/hari
EDUKASI Pendekatan retrospektif dilakukan dengan
penelusuran terhadap anggota keluarga pasien
thalassemia mayor,
Pendekatan prospektif dilakukan dengan
skrining untuk mengidentifikasi karier
thalassemia pada populasi tertentu.
PROGNOSIS Prognosis thalassemia beragam, sangat
bergantung pada jenis yang dialami.
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
REFERENSI 1. Suyono. S. Waspadji, S. Lesmana. L. Alwi. l.
Setiati. S.Sundaru, H. dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta:
lnterna Publishing: 2010. Hal. l214-1219.
Polycythemia vera. Hematologie Klapper. Sih
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
ed. Leids Universitair Medisch Cenlrum
Leiden. Juni 1999:48-9.
2. Lichtman M, Beutler E. Kipps T. editors.
Williams Hematology 7th ed. Mc Grow Hill.
Chapter 56
3. Longo Fauci Kasper. Harrison's Principles of
Internal Medicine 18th edition. United States
of America. Mc Graw Hill. 20l2
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
19. Terapi Suportif Pada Pasien Kanker
NAMA PENYAKIT Terapi Suportif Pada Pasien Kanker
DEFINISI Terapi suportif pada pasien kanker merupakan
usaha untuk mengatasi masalah-masalah yang
dapat mengancam jiwa yang tidak hanya
dibutuhkan pada pasien kanker yang menjalani
pengobatan kuratif tetapi juga pada pengobatan
paliatif yang meliputi masalah nutrisi dan
gangguan saluran cerna, penanganan nyeri,
penanganan infeksi, dan masalah efek samping
sitostatika terutama efek mielosupresi
ANAMNESA Penurunan berat badan yang cepat
Nyeri ( lokasi, sifat dan tingkat)
Mual dan muntah
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan antropometri (luas permukaan
tubuh)
Sesuai sumber infeksi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: hitung limfosit, albumin dan
pre albumin darah, urea nitrogen urin, feritin
darah.
2. Pemeriksaan radiologi: foto, USG, bone scan,
CT scan, MRI untuk mengetahui jenis nyeri
dan lokasinya.
3. Pemeriksaan ekokardiografi
KRITERIA DIAGNOSA - Nyeri terkait kanker dengan pemeriksaan
VAS, the brief [ain inventory atau klasifikasi
nyeri kanker Edmonton
DIAGNOSA KERJA - Cancer pain
- Anoreksia dan Kaheksia
DIAGNOSA BANDING - Neuropati pain
- Nosiseptik pain
- Inanisi karena infeksi
TERAPI A. Penanganan nutrisi
a. Enteral
b. Parenteral
B. Penanganan nyeri
Farmakologi
Asetaminofen
Amitriptilin 3x25 mg atau opioid ringan
kodein hingga 6x30 mg/hari.
GABA (gabapentin)
Non medikamentosa:
1. Pengangan psikiatris
2. Operasi bedah saraf
3. Blok anastesi
4. Rehabilitasi medik
C. Penanganan Infeksi
Antibiotika sesuai kultur
D. Masalah Efek Samping Sitostatika
1. Penekanan sumsum tulang
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
G-SF.
2. Mual dan muntah
deksametason
antagonis serotonin
difenhidramin
metoklopramid.
3. Sindroma lisis tumor
hidrasi intravena 3000/m2,
alopurinol 500 mg/m2
natrium bikarbonat.
EDUKASI Penanganan awal nyeri dengan perubahan
posisi
Makan sedikit dan sering
Pemilihan jenis makanan yang lunak dan
mudah diserap
PROGNOSIS Ad vitam: malam
Ad fungsionam: malam
Ad sanasionam: malam
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
REFERENSI 1. Reksodiputro AH. Pengobatan Suporlif pada
Pasien Kanker. Dalam :Sudoyo A; Setiyohadi
B, Alwi I. et al. Buku Ajar
llmuPenyakiDalam. Edisi V. Jilid ll. 2009.
Hal I482-97. Bruera E, Hui D. Palliative and
Supportive Care. Diunduhdari
http:///(www.cIinicaioptions.com)
2. inPracIicelOncologylSupportive_Care/ch5I_S
uppCare-Palliativeaspxpadatanggal 21 Mei
2012.Emanuel EJ. Palliative and End-oi-Life
Care. In : Longo DL. Fauci AS. Kasper DL.
Hauser SL. Jameson JL, Loscalzo J.
Harrison's Principles oi Internal Medicine.
18'― Edition.New York. McGraw-Hill. 2012.
3. Sutandyo N. TerapiNutrisipadaPasienKanker.
Dalam :Sucloyo A. Setiyohadi B. Alwi I. et
al. BukuAjarllmuPenyakitDalam. Edisi V.
Jili2009. Hal 342-6.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
20. Trombosis Vena Dalam
NAMA PENYAKIT Trombosis Vena Dalam (I82.409)
DEFINISI Trombosis vena dalam atau Deep Vein
Thrombosis (DVT) merupakan suatu kondisi
bekuan darah pada vena, dan paling sering terjadi
pada ekstremitas bawah, sering kali naik menjadi
emboli dan jaringan nekrosis
ANAMNESA - Kram pada betis bagian bawah yang menetap
selama beberapa hari dan memberikan
ketidaknyamanan seiring berjalannya waktu
- Kaki bengkak, nyeri tungkai bawah
- Riwayat trombosis sebelumnya
- Riwayat trombosis dalam keluarga
PEMERIKSAAN FISIK - Rasa tidak nyaman pada palpasi ringan betis
bagian bawah
- Edema tungkai unilateral, eritema, hangat,
nyeri, pembuluh darah superfisial dapat
teraba, Homan‘s sign [+), distensi vena,
diskolorasi, sianosis
PEMERIKSAAN Laboratorium :
PENUNJANG - Kadar antitrombin III
- Kadarfibrinogen degradation product [FDP]
- Titer D-dimer
Radiologis
- Compression USG
- CT scan
- Magnetic resonance (MR)
- Venografi
KRITERIA DIAGNOSA tipe sentral pada vena iliaka atau femoral
tipe perifer bila DVT terjadi pada vena
poplitea
DIAGNOSA KERJA Deep Vein Thrombosis
DIAGNOSA BANDING - Ruptur kista Baker
- selulitis
- sindrom pasca phlebitis/insufisiensi vena.
TERAPI Farmakologis
1. Antikoagulan.
- low molecular weight heparin [LMWH]
- anti faktor Xa: 0,6 - 1 IU/ml
- Warfarin 5 mg/ hari
2. Anti agregasi trombosit
- Aspirin
- Dipiridamol
- Sulfinpirazon
EDUKASI - Menjelaskan kemungkinan terjadinya
komplikasi seperti emboli paru, stroke dan
penyakit jantung koroner
- Menghindari faktor resiko yang dapat
memperberat kondisi DVT
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
PRAGNOSIS - Sekitar 50% pasien dengan DVT proksimal
simptomatis yang tidak mendapat diterapi
akan berkembang menjadi emboli paru
simptomatis dalam waktu 3 bulan. Sekitar
10% pasiendengan
- DVT simptomatis berkembang menjadi
sindrom post-trombosis berat dalam 5 tahun
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Ramzi DW. Leeper KV. DVT and Puimonary
Embolism: Part I. Diagnosis. Am Fam
Physician 2004;619:2829-36.
2. McGraw-Hill Concise Dictionary of Modern
Medicine. New York. McGraw-Hill. 2002
3. Hull RD. Pineo GF, Raskolo GE. Venous
Thrombosis. In :Lichtman M. Beutler E.
Selighson U. et al.Williams Hematology. 7th
Edition. New York. McGraw-Hill. 2007
4. Sukrisrnan L. Trombosis Vena Dalamdan
Emboli Paru. Dalam I Sudoyo A. Setiyohadi
B, Alwi I, et a1.8uku Ajar
llmuPenyakitDalam. Edisi V. Jilid ll. 2009.
Hal 1354-8.
5. Goldhaber SZ. Deep Venous Thrombosis and
Pulmonary Thromboembolism. In : Longo
DL. FauciAS. Kasper DL. Hauser SL.
Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's Principles
of Internal Medicine. 18 Edition. New York.
McGraw-Hill. 2012.
6. Ho WK. Deep vein thrombosis: risks and
diagnosis. Australian Family Physician July
2010:3917
7. Ramzi DW. Leeper KV. DVT and Pulmonan;
Embolism: Part ll. Treatment and Prevention.
Am Fam Physician 2004;69:284l
8. Kovacs MJ. Rodger M. Anderson DR,
Morrow B, Kells G. Kovacs J. et al.
Comparison ot I0-mg and5-mg warfarin
initiation nomogroms together with low-
molecular-weight heparin for outpatient
treatment ot acute venous thromboembolism.
A randomized. double-blind. controlled trial.
Ann Intern Med 2003;138:716.
9. Kearon C. Natural history of venous
thromboembolism. Circulation 2003;I07[23
suppl I]:i22-30.
10. Hirsh J. Lee AYY. How we diagnose and
treat deep vein thrombosis. Blood 2002; 99;
3102-10.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
21. Trombositosis Esensial
NAMA PENYAKIT Trombositosis Esensial (D47.3)
DEFINISI Trombositosis esensial/TE merupakan kelainan
klonal dengan etiologi yang belum diketahui,
yang melibatkan sel progenitor hematopoiesis
multipoten dengan manifestasi klinis produksi
trombosit berlebihan tanpa penyebab yang jelas.
ANAMNESA - Tidak ada tanda dan gejala spesifik
- Acroparesthesis sensasi gatal pada kaki yang
diikuti dengan rasa nyeri/terbakar,
kemerahan, berdenyut, dan eritromialgia.
- Riwayat mudah memar
- Riwayat gangguan penglihatan sementara,
klaudikasio intermiten, infark/gangren pada
jari kaki dengan pulsasi arteri perifer masih
baik,
- Perdarahan spontan dari hidung atau
ginggiva, genito urinarius, dan saluran cerna
- Riwayat abortus berulang atau pertumbuhan
janin terhambat
PEMERIKSAAN FISIK - Splenomegali
- Hipertensi
- Tanda perdarahan atau trombosis sesuai
lokasi yang terkena
PEMERIKSAAN A. Laboratorium
PENUNJANG - Darah perifer lengkap,
- LDH,
- bilirubin,
- haptoglobin,
- tes Coomb direk/indirek,
- urinalisis,
- immunoassays
- biopsi
B. Radiologis (sesuaiindikasi) :
- USG Doppler,
- venografi,
- ventilation/perfiision scan (pada emboli
paru),
- CT scan,
- MRI,
- arteriografi,
- ekokardiografi,
- angiografi dengan kateterisasi.
KRITERIA DIAGNOSA - Jumlah trombosit seringkali > 1juta/ml
- LED normal
- Variasi bentuk trombosit abnormal (raksasa,
hipogranular), fragmen trombosit.
- Masa perdarahan normal
- Faktor VIII/Von Willebrand normal
DIAGNOSA KERJA Trombositosis primer
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DIAGNOSA BANDING - Polisitemia Vera
- Miolofibrosis primer
- Mieodisplasia
- Anemia refrakter
- Leukemia
- Malignansi
TERAPI Untuk menurunkan trombosit:
- Hydroxyurea (hydrea): 15 mg/Kg BB/hari
- Anagrelide (agrylin): 4 kali 1,5-2,5
mg/hari, mulai dosis rendah dan dinaikkan
secara bertahap tiap minggu
- Thromboreduction
- Interferon alfa: 3 juta IU, tiga kali
seminggu
- Fosforous-32
Untuk menurunkan fungsi trombosit
- Aspirin
- Tiklopidin
- Klopidogrel
EDUKASI - Menjelaskan penyebab dan komplikasi dari
penyakit
- Aktivitas di tempat tidur untuk resiko
perdarahan tinggi
- Menghindari perdarahan dari trauma fisik
pada gusi, hidung dan anggota tubuh lainnya.
PROGNOSIS Ad vitam: dubia
Ad fungsionam: dubia
Ad sanasionam: malam
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
REFERENSI 1. Tambunan KL. Trombositosis dan
trombositosis esensial. In: Atmakusuma A,
Uyainah A, Irawan C, Suhendro. Current
diagnosis and treatment in internal medicine
2003. PIP IPD FKUI Jakarta 2003:94-9
2. Essentiele trombocytemie. Hematologie
th
Klapper. 8 ed. Leids Universitair Medisch
Centrum Leiden. Juni 1999: 50-1
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
G. DIVISI REUMATOLOGI
1. Artritis Reumatoid
NAMA PENYAKIT Artritis Reumatoid (M05)
DEFINISI Penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi
sistemik kronik dan progresif dimana sendi
merupakan target utama selain organ lain,
sehingga mengakibatkan kerusakan dan
deformitas sendi, bahkan disabilitas dan
kematian.
ANAMNESIS Radang sendi (merah, bengkak, nyeri)
umumnya menyerang sendi-sendi kecil,
lebih dari empat sendi (poliartikular) dan
simetris.
Kaku pada pagi hari yang berlangsung lebih
dari 1 jam atau membaik dengan beraktivitas
Terdapat gejala konstitusional seperti
kelemahan, kelelahan, anoreksia, demam
ringan
PEMERIKSAAN FISIK Gejala awal : (palindromic rheumatism,
pauciarticular rheumatism)
Palindromic rheumatism : gejala
monoartritis yang hilang timbul antara 3-5
hari dan diselingi masa remisi sempurna
sebelum bermanifestasi sebagai AR yang
khas.
Pauciarticular rheumatism : gejala
oligoartikuler yang melibatkan 4 persendian
atau kurang.
Artikular : tanda kardinal inflamasi pada
sendi, deformitas sendi, ankilosis tulang.
Ekstra artikular : nodul rheumatoid, skleritis,
episkleritis, kelainan pada pemeriksaan paru
atau jantung, splenomegali, vasculitis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah perifer lengkap
Laju endap darah
Rheumatoid factor (RF)
C-reactive protein (CRP)
Fungsi hati
Fungsi ginjal
Urinalisa
Analisis cairan sendi
Pemeriksaan radiologi (foto polos/ USG /
MRI)
Biopsi sinovium/nodul reumatoid.
KRITERIA DIAGNOSIS
A. Keterlibatan sendi Satu sendi besar 0
2-10 sendi besar 1
1-3 sendi kecil 2
dengan atau tanpa
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
keterlibatan sendi
besar
4-10 sendi kecil 3
dengan atau tanpa
keterlibatan sendi
besar
>10 sendi, 5
minimal 1 sendi
kecil
B. Serologi (minimal 1 RF negatif dan 0
pemeriksaan untuk ACPA negatif
dimasukkan dalam RF positif lemah 2
klasifikasi) atau ACPA positif
lemah
RF positif kuat 3
atau ACPA positif
kuat
C. Protein fase akut CRP normal dan 0
(minimal 1 pemeriksaan LED normal
untuk dimasukkan CRP abnormal 1
dalam klasifikasi) atau LED
abnormal
D. Lama gejala < 6 minggu 0
≥ 6 minggu 1
Pasien dengan skor > 6/10 (total poin A-D)
dimasukkan dalam klasifikasi pasien yang
memiliki artritis reumatoid.
3. Artritis Septik
NAMA PENYAKIT Artritis Septik (M03)
DEFINISI Infeksi pada sendi, yang umumnya disebabkan
oleh bakteri gonokokal maupun non-gonokokal.
ANAMNESIS Nyeri sendi akut
Nyeri tekan
Hangat
Gerakan terbatas
Gangguan fungsi.
Pada 90% pasien umumnya hanya terkena
satu sendi yaitu sendi lutut.
Lokasi lainnya dapat juga terjadi pada
sendi panggul, bahu, pergelangan tangan
atau siku meskipun lebih jarang.
Demam ditemukan pada rentang suhu
tubuh 38,3o-38,9oC, namun dapat pula
ditemukan suhu tubuh yang lebih tinggi
pada keadaan, seperti : arthritis
rheumatoid, insufisiensi renal atau
hepatik, dan kondisi yang membutuhkan
terapi imunosupresif.
PEMERIKSAAN FISIK Demam pada sepertiga pasien,
Pemeriksaan sendi yang terlibat: hangat,
merah dan bengkak.
Sebagian besar kasus hanya mengenai 1
sendi (80%-90%).
PEMERIKSAAN PENUNJANG Evaluasi cairan sinovial
Pemeriksaan darah rutin
Kultur darah
CRP
LED
Gambaran rontgen.
Rontgen polos
Ultrasonografi
CT scan dan MRI jika diperlukan dapat
membantu untuk menilai luasnya daerah
yang terkena infeksi
KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria diagnosis menurut Morrey‘s
Kriteria Mayor Aspirasi pus dari sendi
(minimal mencakup Peningkatan LED
2 poin) Perubahan gambaran radiologi
yang spesifik
Kriteria Minor Demam > 38,3 C
(minimal mencakup Nyeri (terlokalisir pada sendi)
5 poin) yang memberat bila
digerakkan (secara pasif)
Bengkak pada sendi yang
terlibat
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Adanya gejala sistemik
Tidak ada penyebab kelainan
lain
Respon terhadap antibiotik
DIAGNOSA KERJA Artritis septik
DIAGNOSA BANDING Selulitis
Bursitis
Osteomielitis akut
Artritis reumatoid
Still disease
Gout
Pseudogout
TERAPI Aspirasi sendi yang adekuat
Pengobatan empiris dengan obat
antibiotik intravena dapat dimulai setelah
sampel kultur dan jenis gram didapatkan
- Bila pada hasil pemeriksaan gram
didapatkan gram positif maka
antibiotik empirik yang dapat
diberikan adalah oxacillin atau
cefazolin
- Bila pada hasil pemeriksaan gram
didapatkan gram negatif maka
antibiotik empirik yang dapat
diberikan adalah sefalosporin
generasi ketiga seperti ceftriaxon
atau cefotaxim
- Antibiotik definitif intravena
diberikan sesuai dengan hasil kultur
selama dua minggu dan dilanjutkan
dengan antibiotik oral selama empat
minggu.
EDUKASI Latihan sendi segera setelah infeksi teratasi untuk
mencegah deformitas sendi
PROGNOSIS Angka mortalitas rawat inap mencapai 7-
15% meski dengan penggunaan
antibiotik.
Pada usia tua, angka kematian ditemukan
lebih tinggi.
Angka mortalitas pada pasien dengan
sepsis poliartikular dapat mencapai 30%.
Dari 335 pasien yang datang ke rumah
sakit dengan artritis septik, ditemukan
data angka kematian sebagai berikut:
- 0.7% dari 87 pasien dengan umur <
60 tahun
- 4.8% dari 206 pasien dengan umur
60-79 tahun
- 9.5% dari 42 pasien dengan umur >
80 tahun
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Fischer A. Primary Immune Deficiency
Diseases. In: Longo, Fauci, Kasper.
Harrison‗s Principles of Intemal Medicine
18th edition. United States of America:
McGraw Hill. 2012
2. Setiyohadi B. Tambunan A. Infeksi Tulang
dan Sendi. dalam: Sudoyo, Setiyohadi. Buku
Ajar llmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta.
Interna Publishing. 2011
3. McPhee. Current Medical Diagnosis and
Treatment 2011. 50th ed. United State of
America. 2011
4. Kelley. Septic Arthritis. l701-45. Primer 271-
6.
5. Gavel F. et al. Septic arthritis in patients aged
80 and older: a comparison with younger
adults. J Am Geriatr Soc 2005. lui: 53
(7):l2l0-3. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
16108940 pada tanggal 3 Mei 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Fibromialgia
NAMA PENYAKIT Fibromialgia (M79.7)
DEFINISI Sindrom kronik yang ditandai dengan nyeri otot
dan sendi yang menyebar luas, sering terkait
dengan kelelahan, kesulitan tidur, gangguan
kognitif, ansietas dan depresi.
ANAMNESIS Nyeri otot dan sendi yang menyebar luas
Kelelahan
Kesulitan tidur
Gangguan kognitif
Ansietas
Depresi.
PEMERIKSAAN FISIK Nyeri otot dan sendi yang menyebar luas. Lokasi
tidak spesifik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak ada yang spesifik
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis fibromialgia ditegakkan berdasarkan
kriteria diagnosis American College of
Rheumatology [ACR] tahun 2010
Pasien memenuhi kriteria diagnosis jika 3 kondisi
berikut dipenuhi:
1. Widespread pain index (WPI ≥ 7 dan skor
skala symptom severity {SS} ≥5 atau WPI
≥3-6 dan skor skala SS ≥9)
2. Gejala telah ada selama minimal 3 bulan
3. Pasien tidak memiliki penyakit lain yang
dapat menjelaskan nyeri yang dialami
DIAGNOSA KERJA Fibromialgia
DIAGNOSA BANDING Sindrom nyeri regional miofasial
Miopati karena kelainan endokrin
(hipotiroid, hipertiroid, hiperparatiroid,
insufisiensi adrenal)
Miopati metabolic
Neurosis
Metastasis karsinoma
Sindrom lelah kronik
TERAPI 1. Anti nyeri: tramadol. parasetamol, opioid
lemah lainnya.
2. Anti depresan: amitriptilin, fluoxetin,
duloxetin
3. Anti konyulsan: pregabalin. gabapentin
EDUKASI Olahraga aerobic dan pemanasan,
Cognitive-behavioural therapy,
Terapi kolam panas,
Relaksasi,
Fisioterapi.
PROGNOSIS Pada usia muda dengan gejala ringan,
prognosis lebih baik.
Prognosis lebih buruk pada pasien dengan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
ansietas atau depresi.
Kebanyakan pasien terus mengalami
nyeri kronik dan kelelahan namun
sebagian pasien masih dapat bekerja
penuh dan hanya sedikit mengganggu
kehidupan mereka
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Sjah OKM. Fibromialgia dan nyeri rniofasial.
Dalam: Sudoyo AW. Setiyohadi B. Alwi I.
Simadibrata M. Setiati S. penyunting. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta:
lnterna Publishing; 2009. Hal. 2709 - l3.
2. Crofford LJ. Fibromyalgia. Dalam: Longo
DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS,
Hauser SL, Loscalzo J. penyunting. Harrison's
principle of internal medicine. Edisi XVIII.
McGraw-Hill Companies: 2012. Hal. 2849-51
3. Wolfe F, Clauw DJ, Fitzcharles MA,
Goldenberg DL, Kaiz RS, Mease P. et al. The
American college of rheumatology
preliminary diagnostic criteria tor
fibromyalgia and measurement of symptom
severity. Arthritis Care and Research 2010: 62
(l5): 600-610.
4. Carville SF. Arendt-Nielsen S. Bliddal H.
Blotman F. Bronco JC. Buskilla D. Eular
evidence based recommendations for the
management of fibromyalgia syndrome. Ann
Rheum Dis. 2007;67[4]:536-41 .
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema menetap, datar atau
menonjol, pada malar
eminensia tanpa melibatkan
lipat nasolabial
Ruam diskoid Bercak eritema menonjol
dengan gambaran keratotik
dan sumbatan folikular. Pada
SLE lanjut dapat ditemukan
parut atrofik
Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan
reaksi abnormal terhadap
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
sinar matahari, baik dari
anamnesis pasien atau yang
dilihat oleh dokter pemeriksa
Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring,
umumnya tidak nyeri dan
dilihat oleh dokter pemeriksa
Artritis non-erosif Melibatkan dua atau lebih
sendi perifer, ditandai oleh
rasa nyeri, bengkak dan efusi
Pleuritis atau Pleuritis – riwayat nyeri
perikarditis pleuritik atau pleuritic
friction rub yang didengar
oleh dokter pemeriksa atau
bukti efusi pleura
Atau
Perikarditis – bukti rekaman
EKG atau pericardial friction
rub yang didengar oleh
dokter pemeriksa atau bukti
efusi perikardial
Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0,5
gram per hari atau >3+
b. Cetakan selular dapat
eritrosit, hemoglobin,
granular, tubular, atau
c. Gabungan keduanya
Gangguan neurologis Kejang yang tidak
disebabkan oleh obat-obatan
atau gangguan metabolik
(uremia, ketoasidosis, atau
ketidakseimbangan elektrolit)
atau
Psikosis yang tidak
disebabkan oleh obat-obatan
atau gangguan metabolic
(uremia, ketoasidosis, atau
ketidakseimbangan elektrolit)
Gangguan hematologik a. Anemia hemolitik
dengan retikulositosis
atau
b. Leukopenia <4000 mm3
pada dua kali
pemeriksaan atau
c. Limfopenia <1500 mm3
pada dua kali
pemeriksaan atau
d. Trombositopenia
<100.000/mm3 yang
tidak disebabkan oleh
obat-obatan
Gangguan imunologik a. Anti-DNA: antibodi
terhadap native DNA
dengan titer yang
abnormal atau
b. Anti-Sm : terdapatnya
antibodi terhadap antigen
nuklear Sm atau
c. Temuan positif terhadap
antibodi antifosfolipid
yang didasarkan atas :
1. Kadar serum antibody
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
antikardiolipin
abnormal baik IgG
atau IgM
2. Tes lupus
antikoagulan positif
menggunakan metode
standar, atau
3. Hasil tes positif palsu
paling tidak selama 6
bulan dan
dikonfirmasi dengan
tes imobilisasi
Treponema pallidum
atau tes fluoresensi
absorpsi antibodi
treponemal
Antibodi antinuklear Titer abnormal dari antibodi
(ANA) positif anti-nuklear berdasarkan
pemeriksaan
imunofluoresensi atau
pemeriksaan setingkat pada
setiap kurun waktu
perjalanan penyakit tanpa
keterlibatan obat.
DIAGNOSA KERJA Lupus eritematosus sistemik
DIAGNOSA BANDING Undifferentiated connective tissue disease
(UCTD)
Artritis rheumatoid
Sindrom vaskulitis
Sindrom sjogren primer
Sindrom anti-fosfolipid primer
Fibromyalgia
Lupus imbas obat
TERAPI Medikamentosa berdasarkan keterlibatan organ
dan derajat aktifitas penyakit:
SLE ringan: parasetamol, OAINS,
kortikosteroid topikal. klorokuin,
kortikosteroid oral dosis rendah. tabir
surya
SLE sedang: kortikosteroid dosis sedang-
tinggi. beberapa imunosupresan seperti
azatioprin dan mikofenolat mofetil
[MMF]
SLE berat atau mengancam nyawa:
kortikosteroid pulse dose, siklofosfamid
Terapi lain yang dapat digunakan pada kondisi
respons steroid yang tidak adekuat atau
diperlukan steroid sparing agent antara lain:
MMF (mikofenolat mofetil)
Siklosporin
Azatioprin
Metotreksat
Klorokuin
Rituximab
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
EDUKASI 1. Edukasi dan konseling:
Penjelasan tentang penyakit Lupus
Perjalanan penyakit
Program pengobatan yang
direncanakan
Komplikasi dan
Perlunya upaya pencegahan termasuk
menghindari paparan sinar matahari
(ultraviolet)
2. Rehabilitasi:
Istirahat
Terapi fisik
Terapi dengan modalitas, ortosis
PROGNOSIS Prognosis di negara berkembang lebih
buruk daripada negara maju yaitu dengan
angka kematian 50% dalam 10 tahun;
Seringkali berkaitan dengan saat pertama
kali terdiagnosis, antara lain:
- pasien dengan nilai kreatinin serum
>124 mol/L atau >1.4 mg/dL,
- hipertensi,
- sindroma nefrotik [ekskresi protein
urin >2.6 g/24 jam].
- anemia [hemoglobin <124 g/L atau
<12.4 g/dL],
- hipoalbumin.
- jenis kelamin laki-laki, dan
- ras (Afrika-Amerika dan Hispanik-
Amerika keturunan mestizo).
Disabilitas pada pasien SLE karena
kelelahan kronis, artritis, nyeri, adanya
penyakit ginjal.
Remisi terjadi pada 25 % kasus selama
hanya beberapa tahun.
Kematian pada dekade pertama karena
penyakit sistemik, gagal ginjal,
tromboemboli, dan infeksi.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. lsbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, Setiyohadi B,
Lupus Eritematosus Sistemik. in: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing: 2009. p. 2565-77.
2. Hahn BH. Systemic Lupus Erythematosus. ln:
Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci
AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrison;s
Principles of Internal Medicine l8th ed. USA:
The McGraw Hill companies: 2012. p.2724-
35
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3. Petri M, Orbai AM, Alarcon GS. et al.
Derivation and validation of the systemic
lupus international collaborating clinics
classification criteria for systemic lupus
erythematosus. Arthritis Rheum. 2012;64(8):
2677-86.
4. American College of Rheumatology Ad Hoc
Committee on systemic lupus erythematosus
guidelines. Arthritis Rheum 1999; 42(9):
l785~96
5. Guzman J. Cardiel MH. Arce-salinas. et al.
Measurement of disease activity in systemic
lupus erythematosus: Prospective validation
of 3 clinical indices. J Rheumatol 1992; l9:
1551-1558
6. Petri M. Systemic Lupus Erythematosus. In:
Imboden J. Hellmann DB. Stone JH. Current
Rheumatology Diagnosis and Treatment.
Singapore: McGraw Hill; 2005. P.171-178
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
6. Nyeri Pinggang
NAMA PENYAKIT Nyeri Pinggang (M54)
DEFINISI Nyeri pada daerah pinggang atau punggung
bagian bawah (low back pain) yaitu daerah di
daerah lumbal antara tulang rusuk paling bawah
dan garis pinggang.
ANAMNESIS Deskripsi nyeri pinggang: sifat, tingkat
beratnya nyeri, onset, durasi, frekuensi,
lokasi nyeri, distribusi/penjalaran, serta
faktor pencetus atau yang memperberat
Adakah tanda bahaya (red flags) atau
tanda waspada (yellow flags)
- Tanda bahaya (red flags) : sindroma
kauda equina, nyeri yang memberat,
terutama pada malam hari dan saat
istirahat, trauma yang signifikan,
penurunan berat badan, riwayat
keganasan, demam, penggunaan obat
intravena atau steroid, dan pasien
berusia ≥ 50 tahun.
- Tanda waspada (yellow flags) : sikap
dan kepercayaannya tentang sakit
pinggangnya, suasana hati/emosi,
perilaku saat sakit, problem diagnosis
dan terapi, problem keluarga, dan
problem pekerjaan.
Adakah defisit neurologis
PEMERIKSAAN FISIK lnspeksi bentuk tulang belakang dengan
posisi pasien berdiri, terlentang atau
telungkup: adakah kifosis/ skoliosis/
hiperlordosis/ gibbus/ deformitas lain
Palpasi untuk menilai kelainan struktur
anatomis, lokasi dan adanya nyeri tekan
Perkusi daerah sekitar tulang belakang
seperti pemeriksaan nyeri ketok pada
daerah kostovertebra untuk
menyingkirkan kemungkinan sumber
nyeri dari ginjal
Pemeriksaan persendian sakroiliaka: tes
Fabere atau Patrick yaitu abduksi dan
rotasi eksternal panggul; pelvic rock test
dengan cara meletakkan jari-jari pada
krista iliaka bilateral dan ibu jari pada
spina iliaka anterior superior dan
kemudian dilakukan tekanan kearah garis
tengah.
Pemeriksaan neurologis sesuai dermatom
keluhan nyeri. tes Laseque atau straight
leg raising (SLR) atau reverse SLR, serta
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas
inferior.
Pemeriksaan pergerakan tulang belakang:
Schober test, lateral flexion.
Sindrom kauda ekuina ditandai dengan
kesulitan miksi, berkurangnya tonus
sphincter ani atau inkontinensia alvi,
saddle anaesthesia, gangguan berjalan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Radiologi (foto polos),
LED
KRITERIA DIAGNOSIS Pemeriksaan fisik dan radiologi
DIAGNOSA KERJA Nyeri Pinggang Bawah
DIAGNOSA BANDING Herniasi diskus
Spondilolistesis
Stenosis spinalis
Hiperostosis skeletal difus idiopatik
Fraktur idiopatik
Neoplasma
Infeksi (spondilitis TB)
Inflamasi (spondilitis ankilosa)
Metabolik
TERAPI Terapi farmakologi :
asetaminofen
NSAID
opioid
tramadol
benzodiazepin
obat pelemas otot (nyeri pinggang akut)
anti depresan trisiklik (nyeri pinggang
kronik)
EDUKASI Rehabilitasi fisik yang holistik.
Akupuntur,
Latihan fisik.
Massage,
Yoga,
Terapi behavioral,
Manipulasi spinal (juga untuk nyeri
pinggang akut).
PROGNOSIS Sebagian besar nyeri pinggang mekanik sembuh
spontan dengan penjelasan, reassurance, dan
analgesik sederhana
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Back and Neck Pain. ln: Longo DL. Kasper
DL. Jameson DL. Fauci AS. Hauser SL.
Loscalzo J. editors. Harrison‗s Principals of
lnternal Medicine l8th ed. McGraw Hill. 2012
2. Kasjmir Yl. Nyeri Spinal. Dalam: Sudoyo
AW, el al editor, Buku Ajar llmu Penyakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Dalam jilid ll edisi V. Jakarka: Pusat
Penerbitan Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI. 2011 hlm 1314 - 6.
3. Huddleston J. Hip and Knee Pain. In:
Firestein G. Budd R. Harris Jr E el al.
Kelley's Textbook of Rheumatology. 8th
Edition. vol l. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2008
4. Colledge NR. Walker BR. Ralston SH.
editors. Presenting Problems In
Musculoskeletal Disease. ln: Davidson's
Principles and Practice of Medicine 21st ed.
Churchill Livingstone-Elsevier: 2010. Page
1072 - 4.
5. The Peterborough Back Rules chart template.
G. Powell and The Peterborough Back Rules
Working Group. September, 1997
6. Guide to Assessing Psychosocial Yellow
Flags in Acute Low Back Pain: Risk Factors
for Long-Term Disability and Work Loss.
January 1997
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
7. Osteoartritis
NAMA PENYAKIT Osteoartritis (M15, M19, M47)
DEFINISI Penyakit sendi degeneratif dan inflamasi yang
ditandai dengan perubahan patologik pada
seluruh struktur sendi seperti hilangnya rawan
sendi hialin, diikuti penebalan dan sklerosis
tulang subkondral, pertumbuhan osteofit pada
tepi sendi, teregangnya kapsul sendi, sinovitis
ringan, dan kelemahan otot yang menyokong
sendi.
ANAMNESIS Nyeri lutut/tangan /pinggul
Nyeri tulang
Pembesaran tulang
Kaku sendi
PEMERIKSAAN FISIK Krepitasi
Tidak teraba hangat pada palpasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium
Rheumatoid factor
Analisa cairan sendi
KRITERIA DIAGNOSIS Osteoartritis Lutut
1. Usia > 50 tahun
2. Kaku sendi < 30 menit
3. Krepitasi
4. Nyeri tulang
5. Pembesaran tulang
6. Tidak teraba hangat pada palpasi
7. LED ≤ 40 mm/jam
Osteoartritis Tangan
1. Nyeri tangan atau kaku, dan
2. Tiga dari empat dari kriteria berikut :
a. Pembesaran jaringan keras pada ≥
2 dari 10 senditangan tertentu (
sendi DIP II dan III, sendi PIP II
dan III, serta sendi CMC I pada
tangan kiri dan kanan.
b. Pembesaran jaringan keras pada ≥
2 sendi DIP
c. Pembengkakan pada < 3 sendi
MCP
d. Deformitas pada minimal 1 dari
10 sendi tangan tertentu.
Osteoartritis Sendi pinggul
1. Nyeri pinggul, dan
2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut:
a. LED ≤ 20 mm/jam
b. Radiologi : terdapat osteofit pada
femur atau asetabulum
c. Radiologi : terdapat penyempitan
celah sendi (superior, aksiai,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
dan/atau medial)
DIAGNOSA KERJA Osteoartritis Lutut
Osteoartritis Tangan
Osteoartritis Sendi Panggul
DIAGNOSA BANDING Reumatik ekstraartikuler (bursitis,
tendinitis)
Artritis gout
Artritis reumatoid
Artritis septik
Spondilitis ankilosa
Bemokromatosis
TERAPI 1. Antinyeri (tergantung derajat nyeri dan
inflamasi) :
Parasetamol
Obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) topikal atau sistemik
Opioid
2. Pertimbangkan injeksi kortikosteroid
intraartikular terutama untuk OA lutut
dengan efusi.
3. Injeksi hialuronat atau viscosupplement
intra-artikular untuk OA lutut
EDUKASI Menghindari aktivitas yang menyebabkan
pembebanan berlebih pada sendi,
Olahraga untuk penguatan otot lokal dan
olahraga aerobik,
Penurunan berat badan jika berat badan
berlebih atau obes,
Aplikasi lokal panas atau dingin,
Peregangan sendi,
Transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS),
Penggunaan penyokong sendi,
Penggunaan alat bantu pada yang
mengalami gangguan dalam aktivitas
sehari-hari.
PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1.Soeroso J. lsbagio H. Kalim H. Broto R.
Pramudiyo R. Osteoartritis. Dalam: Sudoyo
AW. Setiyohadi B. Alwi I. Simadibrata M.
Setiati S. penyunting. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi V. Jakarta: lnternaPublishing;
2009. Hal. 2538-49
2. Felson DT. Osteoarthritis. Dalam: Longo DL.
Kasper DL. Jameson JL. Fauci AS. HauserSL.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Loscalzo J. penyunting. Harrison's principle of
internal medicine.Edisi Xvlll.McGraw-Hill
Companies; 2012.Hal. 2828-36
3. Brandi KD. Dieppe P. Radin EL.
Etiopathogenesis oi osteoarthritis. Rheum Dis
Clin N Am 2008134153 -59
4. National Collaborating Centre for Chronic
Conditions. Osteoarthritis: national clinical
guideline tor care and management in adults.
London: Royal College of Physicians. 2008
5. Abramson SB. Attur M. Developments in the
scientific understanding of osteoarhtritis.
Arthritis research and therapy 2009. H1227
6. Klippel JH. Stone JH. Crofford LJ. White PH.
penyunting. Primer on the rheumatic diseases.
Edisi XIll. New York: Springer
Science:2008.Hal 669-82.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
8.Osteoporosis
NAMA PENYAKIT Osteoporosis (M80)
DEFINISI Penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
compromised bone strength sehingga tulang
mudah patah.
ANAMNESIS Sering kali pasien tidak disertai keluhan
sampai timbul fraktur.
Apabila sudah terjadi fraktur maka akan
memberikan gejala sesuai lokasi fraktur
(leher femur, vertebra torakal dan lumbal,
distal radius), misalnya nyeri pinggang
bawah, penurunan tinggi badan, kifosis.
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum,
Tinggi dan berat badan,
Gaya berjalan,
Deformitas tulang,
Leg-length in equality
Evaluasi gigi geligi
Tanda-tanda goiter, atau adanya jaringan
parut pada leher dapat menandakan
riwayat operasi tiroid.
Protuberansia abdomen yang dapat
disebabkan oleh kifosis
Kifosis dorsal [Dowageris Hump],
spasme otot paravertcbra
Nyeri tulang atau deformitas yang
disebabkan oleh fraktur
Kulit yang tipis [tanda McConkey]
PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto polos ( untuk kecurigaan fraktur
osteoporosis misalnya pada fraktur
vertebra atau panggul)
Dual Energy X-ray Absorptiometry
(DXA) untuk mengukur Bone Mineral
Density (BMD).
Pada wanita premenopause dan laki-laki<50
tahun, dan anak-anak menggunakan Z-score :
Nilai Z-score >-2 dikatakan within
expected range for age
Nilai Z-score ≤ -2 dikatakan low BMD
for chronological age
KRITERIA DIAGNOSIS Berdasarkan hasil pemeriksaan Densitometri
(Sesuai kriteria WHO)
DIAGNOSA KERJA Osteoporosis
DIAGNOSA BANDING Osteomalasia
Tumor
Osteonekrosis
Metastasis
Osteogenesis imperfekta
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Renal osteodystrophy
Sickle cell anemia
Fraktur patologis sekunder yang
disebabkan metastasis
TERAPI Bifosfonat:
- Alendronat, dosis 10 mg/hari atau '70
mg/minggu peroral
- Risendronat, dosis 5 mg/hari atau 35
mg/minggu atau 150 mg/bulan
peroral,
- Ibandronat, dosis 150 mg/bulan
peroral atau 3 mg/3bulan intravena.
- Asam Zoledronat, dosis 5 mg/tahun
intravena
Selective Estrogen Receptor Modulator
(SERM): Raloxifene, dosis 60-120
mg/hari
EDUKASI Latihan dan program rehabilitasi.
Belum terkena osteoporosis: sifat latihan
adalah pembebanan terhadap tulang.
Pasien osteoporosis: latihan dimulai
dengan Iatihan tanpa beban, kemudian
ditingkatkan secara bertahap hingga
mencapai Iatihan beban yang adekuat.
Memenuhi kebutuhan kalsium > 1200
mg/hari dan Vitamin D 800 — 1000
U/hari.
Paparan sinar matahari yang cukup.
PROGNOSIS Berisiko terjadinya fraktur panggul dan fraktur
osteoporosis lainnya
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Lindsay R. Cosman F. Osteoporosis. ln:
Longo Fauci Kasper. Harr'son's Principles
ot Internal Medicine I8th Edition. United
States of America. McGraw Hill. 2012
2. Setiyohadi B. Osteoporosis. Dalam: Alwi
l. Setiati S. Setiyohadi B. Simadibrata M.
Sudoyo AW. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam Jilid Ill Edisi \r'. Jakarta: lnterna
Publishing; 2010:2650-76.
3. Saag G. Sambrook P, Waits N.
Osteoporosis. In: Kiippel J. Stone J.
Croiford L, White P. Primer on the
Rheumatic Disease. l3th Edition.
Springer. 2008.
4. Curtis JR. Deizell E, Kilgore M. Patkar
NM. Saag K. Warriner AH. Which
Fractures Are Most Attributable to
Osteoporosis? J Clin Epidemiol 2011
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Jan;64(l ):46.
5. Qaseem A. Snow V. Shekelle P. Hopkins
R Jr, Forciea MA. Owens DK. Clinical
Efficacy Assessment Subcommittee of the
American College of Physicians.
Pharmacologic treatment ot low bone
density or osteoporosis to prevent
fractures: a clinical practice guideline
from the American College of Physicians.
Ann Intern Med. 2008 Sep l6:149(6):404-
I5.
6. Bates D, Black DM. Cummings SR.
Clinical Use oi Bone Densitometry:
Scientific Review. JAMA 2002 Oct
16:288( l 5):1889.
7. FRAX. WHO Fracture Assessment Tool.
Diakses melalui
http//www.shei.ac.uk/FRAX,tool.jsp?cou
ntry=46 pada tanggal 5 Mei 20l2.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
9. Reumatik Ekstraartikular
NAMA PENYAKIT Reumatik Ekstraartikular (M80, M82)
DEFINISI Sekelompok penyakit dengan manifestasi klinik
umumnya berupa nyeri dan kekakuan jaringan
lunak, otot atau tulang tanpa hubungan yang jelas
dengan sendi bersangkutan ataupun penyakit
sistemik serta tidak semuanya dapat dibuktikan
penyebabnya.
ANAMNESIS A.Kelainan Reumatik pada Bahu
1.Rotator cufitendinitis
Nyeri saat abduksi aktif terutama pada
sudut 60°-120°, nyeri hebat pada otot
deltoid lateral, nyeri biasanya dijumpai
pada malam hari.
Pada kasus yang Iebih berat, nyeri
dirasakan mulai awal abduksi dan
sepanjang lingkup gerak sendi [LGS].
Nyeri bertambah hebat apabila lengan
dalam posisi menjangkau, mendorong,
menarik, mengangkat, meluruskan lengan
setinggi bahu atau berbaring ke sisi yang
sakit.
2. Frozen shoulder syndrome
Nyeri pada bagian atas humerus dan
menjalar ke lengan atas bagian ventral,
scapula, lengah bawah serta terutama bila
lengan atas digerakkan
Kambuh pada malam hari,
Gerakan abduksi, elevasi dan rotasi
eksternal terbatas,
Umumnya menyerang usia di atas 40
tahun.
3. Tendinitis bicipital
Nyeri difus pada anterior bahu,
Nyeri bersifat kronis
Berkaitan dengan penjepitan tendon bisep
oleh akromion.
B. Kelainan Reumatik pada Siku
1. Epikondilitis lateral [tennis elbow] dan
epikondilitis medial (golfers elbow)
Nyeri lokal subakut atau kronik pada
bagian medial ( golfer‘s elbow) atau
lateral sendi siku (tennis elbow],
Menyerang lengan yang dominan,
kadangkadang dapat timbul bilateral,
Tidak ditemukan adanya hambatan sendi.
2. Bursitis olekranon
Pembengkakan pada daerah posterior
siku,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Nyeri yang memberat dengan adanya
tekanan,
Adanya riwayat trauma terisolasi atau
mikrotrauma berulang.
C. Kelainan Reumatik pada Jari dan Tongan
1.Stenosing tenosinovitis (triggerfinger)
Nyeri lokal pada basis jari yang terkena,
Gerakan makin lama makin kaku hingga
suatu saat jari tak dapat diluruskan
kembali yang terasa terutama malam hari,
Sensasi ‗pop‘ atau ‗klik‘ bila jari
digerakkan,
Bengkak,
Bila terkena > 3 jari tangan cari kaitan
dengan diabetes dan hipotiroid.
2. Tenosinovitis De Quervain
Nyeri lokal pada bagian punggung
pergelangan tangan menjalar ke ibu jari
dan lengan atas sisi radial,
Benda yang dipegang terlepas sendiri dari
genggaman.
3. Carpal Tunnel Syndrome
Parastesia atau mati rasa pada ibu jari,
telunjuk dan jari tengah, dapat menjalar
hingga telapak tangan,
Keluhan semakin bertambah pada saat
mengetuk, memeras, menggerakkan
pergelangan tangan,
Nyeri bertambah hebat pada malam hari,
pergelangan tangan terasa diikat ketat dan
kaku gerak.
2. Bursitis olekranon
Pembengkakan,
Nyeri dan hangat pada palpasi olecranon
Sering disertai efusi
10. Skleroderma
NAMA PENYAKIT Skleroderma (L90, L94.1, M34 )
DEFINISI Penyakit jaringan ikat yang tidak diketahui
penyebabnya yang ditandai oleh fibrosis kulit dan
organ viseral serta kelainan mikrovaskuler.
Penyakit ini merupakan penyakit autoimun, yang
dimediasi oleh limfosit
ANAMNESIS Perubahan warna kulit (umumnya ujung jari)
menjadi pucat, kebiruan atau kemerahan
setelah terkena dingin atau dalam keadaan
stress.
Kesemutan atau rasa tidak nyaman pada kulit
yang terkena,
Pengerasan kulit
Nyeri tajam dan nyeri tekan superfisial dikulit
dan menghilang setelah terjadi fibrosis.
Tangan atau kaki yang bengkak,
Pruritus,
Hiper- dan hipopigmentasi,
Kontraktur pada jari-jari
Keterbatasan membuka mulut.
PEMERIKSAAN FISIK Penebalan kulit jari pada kedua tangan,
Jari bengkak,
Lesi pada ujung jari,
Telangiektasia,
Kapiler abnormal pada lipatan kuku
PEMERIKSAAN PENUNJANG Autoantibodi ditemukan hampir pada semua
pasien dengan scleroderma (sensitivitas
>95%).
ANA merupakan antibodi yang paling sering
ditemukan, tetapi tidak cukup spesifik untuk
scleroderma
Biopsi kulit
Oesophagus maag duodenum [OMD]
Ekokardiografi
Spirometri
Urinalisis dan kadar kreatinin serum
Esofagogastroduodenoskopi (dilakukan sesuai
indikasi).
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Kriteria Mayor:
Skleroderma proksimal: penebalan,
penegangan dan pengerasan kulit yang
simetrik pada kulit jari dan kulit
proksimal terhadap sendi
metakarpofalangeal atau
metatarsofalangeal.
Perubahan ini dapat mengenai seluruh
ekstremitas, muka, leher dan batang tubuh
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
(toraks dan abdomen).
2. Kriteria Minor:
Sklerodaktilz perubahan kulit seperti
disebut diatas, tetapi hanya terbatas pada
jari.
Pencekungan jari atau hilangnya substansi
jari terjadi akibat iskemia.
Daerah yang mencekung pada ujung jari
atau hilangnya substansi jari terjadi akibat
iskemia.
Fibrosis dikedua basal paru.
Gambaran linier atau lineonodular yang
retikuler terutama dibagian basal kedua
paru tampak pada gambaran foto dada.
Gambaran paru mungkin menimbulkan
bercak difus atau seperti sarang lebah.
Kelainan ini bukan merupakan kelainan
primer paru.
Diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan bila
didapatkan 1 kriteria mayor atau ≥ 2 kriteria
minor. Namun kriteria ARA ini sudah mulai
ditinggalkan dan tidak lagi ditujukan untuk
diagnosis karena banyak pasien dengan sklerosis
sistemik terbatas (limited systemic sclerosis)
tidak memenuhi kriteria ini.
DIAGNOSA KERJA Skleroderma
DIAGNOSA BANDING Nephrogenic sistemik fibrosis
Eosinofilic fasciitis
Sclerodema diabeticorum
Scleremyxedema
TERAPI Pada keadaan berat, bila disertai ulkus pada
ujung jari atau mengganggu aktivitas sehari-
hari dapat dicoba vasodilator, misalnya
nifedipin, prazosin,atau nitrogliserin topikal.
Obat lain adalah iloprost suatu analog
protasiklin, diberikan secara intravena
dengan dosis 3ng/kgBB/mat, 5-8 jam/hari
selama 3 hari berturut-turut. Selain itu obat
ini juga digunakan untuk mengobati ulkus
pada jari.
Perawatan kulit dapat dipertimbangkan bila
ada infeksi sekunder, bila luka cukup dalam
dibutuhkan perawatan secara bedah,
nekrotomi dan pemberian antibiotik
parenteral.
Pemberian obat remitif
D-penisilamin,
Kolkisin,
Metotreksat,
Siklofosfamid dan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Obat-obat imunosupresif lainnya.
Penanganan kelainan musculoskeletal
Obat anti inflamasi non-steroid [OAINS]
dapat diberikan.
Bila nyeri menetap dipertimbangkan injeksi
steroid lokal atau steroid sistemik dosis kecil
dalam waktu singkat.
Fisioterapi untuk mencegah dan mengatasi
kontraktur.
EDUKASI Menghindari merokok
Menghindari udara dingin
PROGNOSIS Angka harapan hidup 5 tahun pasien sklerosis
sistemik adalah sekitar 68%.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Varga J. Systemic Sclerosis {Scleroderma]
and Related Disorders. in: Longo Fauci
Kasper. Ham'son‗s Principles of Internal
Medicine 18th Edition. United States of
America. McGraw Hill. 20I2
2. Setiyohadi B. Sklerosis Sistemik. Data m:
Sudoyo. Setiyohadi. Buku Ajar ilmu
Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta. Intemo
Publishing. 2011
3. Subcommittee for Scieroderma Criteria of
the American Rheumatism Association
Diagnostic and Therapeutic Criteria
Committee. Preliminary criteria for the
classification of systemic sclerosis
lscleroderma]. Arthritis Rheum I980:23:581-
90.
4. Haustein U. Systemic Sclerosis -scieroderma.
Dermatology Online Joumal 8{(1):3. 2002.
Diakses melalui
http://dermatology.cdlib.org/DOJvol8num1
/reviews/scleroderma/haustein.html pada
tanggal 4 Mei 2012.
5. Hummers L. Wigiey F. Sclerodermo. In:
imboden J. Hellmann D. Stone J. Current
Rheumatology Diagnosis and Treatment. 2th
Edition. United States of America. McGraw
Hill. 2004
6. Falanga V. Kilioran C. Chapter 62: Morphea.
In: Wolff K. Goldsmith L. Katz S. et al.
Fitzpotricks's Dermatology in General
Medicine. 7th Edition. United States of
America. McGraw Hill.2008 p543-6.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
11. Spondiloartropati
NAMA PENYAKIT Spondiloartropati (M40, M08.1, M02, L40.5)
DEFINISI Sekelompok penyakit radang sendi yang
mempunyai faktor predisposisi dan tampilan
klinis yang mirip.
ANAMNESIS A.SPONDILITIS ANKILOSA
Nyeri timbul secara bertahap
Sifat nyerinya tumpul dengan penjalaran
ke arah gluteal.
Nyeri pinggang memberat pada pagi hari
dan membaik dengan aktivitas dan serta
mempunyai komponen nyeri nokturnal.
B. ARTRITIS REAKTIF
Terjadi satu sampai empat minggu setelah
infeksi saluran pencernaan atau
genitourinarius.
C. ARTRITIS PSORIATIK
Pada kebanyakan kasus, manifestasi kulit
mendahului keterlibatan sendi.
Tipe oligoartikular (empat atau kurang
sendi terlibat),
Tipe poliartikular (lima atau lebih sendi
terlibat),
Pola dengan predominan keterlibatan
sendi interfalangeal distal, artritis mutilan,
spondilitis psoriatik.
D.SPONDILOARTROPATI YANG
BERHUBUNGAN DENGAN
INFLAMMATORY BOWEL DISEASE
Penyakit ini berhubungan dengan penyakit Crohn
atau kolitis ulseratif.
Pada beberapa pasien, manifestasi artritis terjadi
sebelum manifestasi penyakit usus.
E.UNDIFFERENTIATED
SPONDYLOARTHRITIS
Nyeri punggung,
Nyeri pada bokong unilateral atau
bergantian,
Entesitis,
Daktilitis,
Kadang-kadang terdapat manifestasi
ekstraartikular.
PEMERIKSAAN FISIK A.SPONDILITIS ANKILOSA
Keterbatasan gerak vertebra lumbaiis
pada arah sagital dan frontal
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Penurunan ekspansi rongga dada (jika
dibandingkan umur dan jenis kelamin
yang sesuai)
B. ARTRITIS REAKTIF
Oligoartritis akut terjadi dalam beberapa
hari, dengan distribusi asimetris, terutama
di ekstrimitas bawah.
Entesitis sering terjadi, terutama pada
tumit.
Manifestasi ekstraartikuler dapat berupa
konjungtivitis (50%) atau uveitis (akut,
unilateral, dan berulang).
C. ARTRITIS PSORIATIK
Manifestasi klinis dapat ringan hingga
berat (destruktif).
Selain di tempatnya yang khas,
permukaan ekstensor lutut, psoriasis
dapat pula terdapat pada bagian kecil
pada kulit kepala, telinga, celah anus,
perineum, atau umbilikus.
Lesi kuku, termasuk pitting dan
onikolisis, terdapat pada lebih dari 80%
pasien dengan artritis psoriatik.
Pada artritis psoriatik. uveitis cenderung
kronik dan terjadi bilateral.
D.SPONDILOARTROPATI YANG
BERHUBUNGAN DENGAN
INFLAMMATORY BOWEL DISEASE
Biasanya terjadi tiba-tiba
Pola nyeri berpindah-pindah.
Artritis secara umum berkurang dalam
waktu enam hingga delapan minggu.
E.UNDIFFERENTIATED
SPONDYLOARTHRITIS
Nyeri punggung,
Nyeri pada bokong unilateral atau
bergantian,
Kadang-kadang terdapat manifestasi
ekstraartikular.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah perifer lengkap,
LED
CRP
HLA-B27
Analisa cairan sendi
Foto polos sendi
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
USG
MRI
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis SPONDILITIS ANKILOSA dapat
ditegakkan dengan menggunakan kriteria
modifikasi New York 1984.
Nyeri pinggang bawah minimal 3 bulan
yang membaik dengan aktifitas, dan tidak
membaik dengan istirahat
Keterbatasan gerak vertebra lumbaiis
pada arah sagital dan frontal
Penurunan ekspansi rongga dada jika
dibandingkan umur dan jenis kelamin
yang sesuai
Sakroiliitis bilateral grade 2 sampai 4
Sakroiliitis unilateral grade 3 sampai 4
Ankilosing Spondilitts definitife jika didapatkan
kriteria sakroiliitis dengan salah satu kriteria
klinis
DIAGNOSA KERJA Spondilitis Ankilosa
Artritis Reaktif
Artritis Psoriatik
Spondiloartropati Yang Berhubungan
Dengan Inflammatory Bowel Disease
Undifferentiated Spondyloarthritis
DIAGNOSA BANDING Spondilitis Ankilosa
Artritis Reaktif
Artritis Psoriatik
Spondiloartropati Yang Berhubungan
Dengan Inflammatory Bowel Disease
Undifferentiated Spondyloarthritis
TERAPI A.SPONDILITIS ANKILOSA
OAINS adalah pilihan utama untuk
mengatasi nyeri dan kaku. Analgesik lain
seperti asetaminofen dan tramadol bisa
dipertimbangkan untuk kombinasi.
Injeksi steroid lokal dapat digunakan
untuk mengontrol inflamasi lokal.
Sedangkan pemberian sistemik tidak
dianjurkan.
DMARD konvensional seperti
metotreksat dan sulfasalazine tidak
terbukti bermanfaat, kecuali sulfasalazin
yang bisa digunakan pada kasus yang
disertai artritis perifer.
Agen biologik yang saat ini
direkomendasikan untuk terapi AS adalah
golongan anti-TN Fa. Agen biologik
sebaiknya diberikan pada kasus dengan
aktifitas penyakit yang tinggi dan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
menetap serta kurang respon dengan
terapi konvensional.
B. ARTRITIS REAKTIF
Obat anti inflamasi non-steroid [OAINS]
Injeksi kortikosteroid intraartikuler dapat
digunakan pada artritis yang mengenai 1-2
sendi atau monoartritis yang berat
Pada arthritis reaktif yang kronik dan
berat dapat diberikan DMARD, seperti
sulfasalazin dan metotreksat, atau steroid
sistemik
Terapi terhadap infeksi pemicu hanya
diindikasikan pada infeksi Chlamydia
trachomatis, antara lain dengan kombinasi
terapi sinovektomi dan azitromisin selama
3 bulan.
C. ARTRITIS PSORIATIK
Manifesasi kulit
Terapi topikal kortikosteroid, retinoid
Terapi UV
Manifestasi sendi :
Obat anti inflamasi non-steroid [OAINS]
Kortikosteroid oral
Injeksi kortikosteroid intraartikular
Metotreksat, sulfasalazin, dan inhibitor
TNF-a
D. SPONDILOARTROPATI YANG
BERHUBUNGAN DENGAN
INFLAMMATORY BOWEL DISEASE
Obat anti inflamasi non-steroid harus
digunakan secara hati-hati, karena dapat
mengeksaserbasi penyakit usus
Sulfasalazin, metotreksat, dan azatioprin
TNF-α inhibitor.
E. UNDIFFERENTIATED
SPONDYLOARTHRITIS
(sesuai klinis yang muncul) :
Obat anti inflamasi non-steroid [OAINS]
Injeksi intraartikular kortikosteroid
TNF- α inhibitor.
EDUKASI Menghindari faktor pencetus,
Mengatasi penyakit dasar,
Istirahat,
Latihan fisik,
Rehabilitasi,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Fisioterapi
PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Tourog JD. The Spondyloarthritides. ln:
Longo DL. Kasper DL. Jameson JL. Fauci
AS. Hauser SL Loscalzo J. Harrisons
Principles of Internal Medicine. Singapore:
The McGraw Hill companies 2012.p.2774-85
2. Yu D. lvtcGonagle D. Mano-Ortega M et al.
Undifferentiated Spondyloarthritis and
Reactive Arthritis. In: Firestein G. Budd R.
Harris Jr E et al. Kelley's Textbook at
Rheumotology. 8th Edition.vol I.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2008
3. Sieper J. van der Heiide D. Landewé R,
Brandt J. Burgos-vagas R, Callantes-Estevez
E. et al. New kriteria tor inflammatory back
pain in patients with chronic back pain -a real
patient exercise of the Assessment in
SpondyloArthritis international Society
(ASAS). Ann Rheum Dis 2009;68:784-8
4. Rudwaleit M. van der Heijde D. Landewé R,
Listing J. Akkoc N. Brandt J. et al. The
development of Assessment of
SpondyloArthritis international Society
classification kriteria for axial
spondyloarthritis part II: validation and final
selection. Ann Rheum Dis 2009:68;777-83
5. Rudwaleit M. van der Heijde D. Landewé R.
Listing J. Akkoc N. Brandt J. et al. The
development of Assessment of
SponclyloArthritis international Society
classification kriteria for axial
spondyloarthritis part II: validation and final
selection. Ann Rheum Dis 2009;68;777-83
6. Kataria RK. Brent LH.
Spondyloarthropathies. Am Fam Physician.
2004. 2853-60
7. Zochling J. van der l-ieiide D. Burgos-
Vargas R. Collantes E. Davis JC. Diikmans
B. ASAS/EULAR recommendation for the
management of ankylosing spondylitis. Ann
Rheum Dis 2006;65: 444-52
8. Gladman DD. Psoriatik arthritis:clinical
feature. ln:klippel JH. et al. (eds) Primer on
the Rheumatic Diseases. l3 thed. New York:
Springer Science. 2008.pp.170-7
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
H. DIVISI PENYAKIT TROPIK INFEKSI
1. Penyakit Virus Chikunguya
NAMA PENYAKIT Penyakit Virus Chikungunya (A-92.0)
DEFINISI Demam chikungunya merupakan suatu infeksi
akut yang disebabkan oleh alfavirus dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk A. aegypti dan
A. Albopictus.
ANAMNESA Penyakit ini dapat bersifat akut, subakut,
maupun kronis. Fase akut berlangsung 3-10
hari, ditandai dengan demam tinggi mendadak
(39°-40°C)
Nyeri sendi berat, nyeri sendi ini terkadang
membuat seseorang menjadi terbaring lemah,
namun biasanya sembuh dalam beberapa hari
atau beberapa minggu.
Sakit kepala
Nyeri seluruh punggung, mialgia,
Mual & muntah
Poliartritis
Bintik merah (rash)
Konjungtivitis.
Pada fase subakut dan kronis, dapat
memberikan gejala klinis pembengkakan
tangan disertai deskuamasi halus.
Hiperpigmentasi wajah, tenosinovitis pada
tangan, mata kaki, higroma siku, bengkak dan
kaku pada jari-jari tangan.
PEMERIKSAAN FISIK Demam 39 derajat Celcius – 40 Derajat
Celcius berlangsung beberapa hari sampai 1
minggu. bersifat kontinu atau intermiten,
terkadang dapat disertai bradikardi relatif.
Nyeri sendi biasanya simetris dan sering
mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan
kaki.
Pembengkakan sendi sering dikaitkan dengan
tenosynovitis. Bintik merah biasanya muncul
2-3 hari setelah onset demam, dengan
karakteristik makulopapular pada batang tubuh
dan ekstremitas. namun juga dapat ditemukan
pada telapak tangan, telapak kaki, dan wajah.
Bintik merah juga dapat bermanifestasi
sebagai eritema difus, yang menghilang pada
penekanan.
Pada bayi, lesi vesikulobulosa sering
ditemukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin
LED
SGOT/SGPT
lg M Chikungunya
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Isolasi virus (CHIKV)
RT-PCR
Tes serologis (ELISA,PRNT)
KRITERIA DIAGNOSA Kasus suspek
Demam akut >38.5 Derajat Celcius
attralgia berat
artritis yang tidak dapat diielaskan oleh
kondisi medis lain
tinggal atau berkunjung ke daerah
endemis atau epidemis dalam dua minggu
terakhir sebelum munculnya gejala
Kasus terkonfirmasi (confirmed case)
Pasien kasus suspek dengan salah satu hasil
pemeriksaan spesifik CHIKV:
1. Isolasi virus
2. Deteksi virus RNA dengan RT-PCR
3. IgM positif pada satu sampel serum yang
diambil pada fase akut atau Convalescent
4. Kenaikan titer antibodi spesifik CHIKV
sebanyak 4x lipat dari sampel yang diambil
dengan selang waktu 2 atau 3 minggu
DIAGNOSA KERJA Chikungunya
DIAGNOSA BANDING Malaria
Demam Dengue
Leptospirosis
Demam Rheumatik
Demam Typoid
Influenza
TERAPI Umum: tirah baring, penggunaan stocking elastis
untuk kompresi
Antipiretik : asetaminofen parasetamol
Nyeri sendi : kortikosteroid oral atau injeksi
intraartikular atau NSAID Oral alternatif
metotreksat
Fisioterapi kasus artralgia lama dan kaku
sendi.
EDUKASI - Hindari kontak dengan nyamuk terinfeksi
melalui penggunaan obat oles anti
nyamuk,kelambu, insektisida
PROGNOSIS Sebagian besar pasien sembuh sempurna, namun
pada beberapa kasus. nyeri sendi dapat persisten
untuk beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Tingkat mortalitas pada individu >65 tahun Iebih
tinggi 50 kali lipat dibandingkan dengan dewasa
muda <45 tahun.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Peters CJ. Infections Caused by Arthropod-
and Rodent-Borne viruses. In: Longo Fauci
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Kasper.Harrison's Principles of Internal
Medicine I 7th edition.United States of
America. McGraw Hill. 2008
2. WHO. Fact sheets: Chikungunya. Diunduh
dorihttpit/www.who.int/mediacentre pada
tanggal 26 April 2012.
3. Staples CJ et al. Preparedness and Response
tor Chikungunya virus: Introduction in the
Americas.CDC. 2011.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Farmakologis
- Simtomatis: antipiretik parasetamol bila demam
- Cairan intravena : Ringer Laktat atau ringer
asetat 4-6 line/ kolf.
Evaluasi jumlah cairan, kondisi klinis,
perbaikan/perburukan hemokonsentrasi.
Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium IIl
dan IV bila diperlukan.
- Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai
indikasi
- Pertimbangan heparinisasi pada DBD Stadium
III dan IV dengan Koagulasi intravaskular
diseminata (KID).
EDUKASI Hindari kontak dengan nyamuk terinfeksi melalui
penggunaan obat oles anti nyamuk,kelambu,
insektisida
PROGNOSIS Prognosis demam dengue dapat beragam,
dipengaruhi oleh adanya antibodi yang
didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya,
pada DBD, kematian terjadi pada 40-50%
pasien dengan syok, tetapi dengan
penanganan intensif yang adekuat kematian
dapat ditekan <1% kasus. Keselamatan
secara langsung berhubungan dengan
penatalaksanaan awal dan intensif.
Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan
otak yang disebabkan syok berkepanjangan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
atau perdarahan intrakranial
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Braunwald E. Fauci AS, Kasper DL. Hauser
SL. Longo DL. Jameson JL. Infection caused
by arthropod and rodent-borne viruses.
Harrisson‗s: Principle of Internal Medicine]
7th ed.New York: McGraw- Hill Companies;
2009: l230.I 239.
2. Suhendro LN. Khie C. Herdiman TP. Demam
Berdarah Dengue. Dalam: Buku ajar ilmu
penyakit dalam edisi 6. Jakarta: lnterna
Publishing: 2014: 2773 - 9.
3. World Health Organization. Dengue
hemorrhagic Fever: Diagnosis. treatment.
prevention. And control. 2nd ed. Geneva:
World Health Organization Publication; I997.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3. Demam Neutropenia
NAMA PENYAKIT Demam Netropenia (D.70)
DEFINISI Demam didefinisikan bila ditemukan suhu oral
lebih sama dengan 38,3°C pada satu kali
pengukuran atau suhu > 38°C bertahan lebih dari
satu jam. Neutropenia didefinisikan sebagai
penurunan jumlah netrofil absolut <500 sel/mm3
atau jumlah netrofil diperkirakan akan menurun
<500 sel/mm3 selama 48 jam kemudian.
ANAMNESA Gejala dan tanda inflamasi seringkali kurang
tampak atau tidak tampak sama sekali pada
pasien
Infeksi bakteri pada kulit dan jaringan lunak
jarang menimbulkan indurasi, eritema, panas,
dan pustulasi
Infiltrat pada infeksi paru dapat tidak terlihat
pada radiografi
Infeksi pada meningen dapat hanya
ditemukan pleiositosis ringan di cairan
serebro spinal (CSS)
Infeksi traktus urinarius dapat menunjukkan
piuria ringan atau bahkan tidak ada sama
sekali.
Demam seringkali merupakan satu-satunya
tanda infeksi.
Adanya kondisi komorbid yang mendasari
o diabetes,
o penyakit paru obstruktifkronik, dan/atau
o prosedur bedah harus dievaluasi
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik pasien demam neutropenia
membutuhkan ketelitian untuk mendeteksi gejala
dan tanda yang minimal, khususnya pada lokasi
yang paling sering terkena infeksi seperti dikulit
(khususnya tempat pemasangan kateter, seperti
tempat masuk atau keluarnya kateter atau tempat
aspirasi sumsum tulang), orofaring ( termasuk
periodontium). saluran cerna. paru, dan
perineum.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah lengkap dengan hitung jenis leukosit
dan jumlah trombosit,
Ureum, Creatinin
Elektrolit,
Enzim transaminase hati,
Bilirubin total.
Foto thoraks
Pemeriksaan sitologi. Pewarnaan gram, dan
kultur.
KRITERIA DIAGNOSA Dijumpai suhu oral di atas 38,3 0C pada sekali
pengukuran suhu oral atau didapatkan pada
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
dua pembacaan berturut-turut suhu >38,0 oC
dalam jangka waktu 2 jam dengan hitung jenis
neutrofil kurang dari 500/mm3 atau
hitung jenis neutrofil kurang dari 1000/mm3
dengan prediksi penurunan sampai 500/mm3
dalam waktu 48 jam.
DIAGNOSA KERJA Demam Neutropenia
DIAGNOSA BANDING FUO, Sepsis
TERAPI Antibiotik empirik berdasarkan surveillance,
kondisi pasien dan kondisi setempat.
Antibiotik bakterisidal dengan spektrum luas.
Regimen anti bakterial sebaiknya diberikan
sesuai dengan hasil kultur.
Anti jamur dapat diberikan flukonazol,
itrakonazol. amfoterisin B atau liposomal
amfoterisin B.
Pemberian growth factor
EDUKASI Menjaga daya tahan tubuh dengan makanan
yang bergizi
Mencegah infeksi sekunder dengan cara
memakai masker saat keluar rumah
PROGNOSIS Demam neutropeni terjadi pada 10% - 50%
pasien dengan tumor solid dan 80% dengan
angka kematian 10%.
Angka kematian rata - rata sebesar 15% pada
kelompok risiko tinggi dan 1% pada kelompok
risiko rendah. demam neutropenia, jika tidak
ditangani dalam 48 jam pertama. maka angka
kematian mencapai 50 %
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Kosten T. Infections in Patients with Cancer.
In: Longo Fauci Kasper. Harrison's Principles
at Internal Medicine I8th edition.United Slates
of America.Mcgraw Hill. 20l2
2. Clinical Practice Guideline for the Use oi
Antimicrobial Agents in Neutropenic
Patientswith Cancer: 20I0 Update by the
lntectiousDiseases Society at America
3. Ronuhardy D. Neutropeni Febril pada Kanker.
dalam: 5udoyo.Setiyohadi. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta. Interna
Publishing. 201l
4. Klastersky Jean. Management at Fever in
Neutropenic Patients with Ditterent Risks of
Complications. Diunduh dari
http:llcidoxfordjournals.org pada tanggal I
Mei 20l2.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Demam Tyfoid
NAMA PENYAKIT Demam Tyfoid ( A.01)
DEFINISI Demam tyfoid merupakan penyakit sistemik akut
yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
typhii atau Salmonella paratyphii.
ANAMNESA Pada minggu pertama, gejala yang ditemukan
adalah:
o sakit kepala
o menggigil
o batuk berkeringat
o mialgia, malaise, dan artralgia.
Gejala gastrointestinal yang ditemukan yaitu:
anoreksia, nyeri abdomen, mual, muntah,
diare, konstipasi
Gejala yang paling menonjol adalah prolonged
fever (38.8°—40.5°C), dan berlanjut hingga 4
minggu jika tidak ditangani.
PEMERIKSAAN FISIK Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan
dan terutama pada sore hingga malam hari
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi
jelas berupa demam, bradikardia relatif
peningkatan suhu 1°c, tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8x/menit
Lidah yang berselaput kotor di tengah, tepi
dan ujung merah serta
Tremor
Hepatomegali
Splenomegali
Meteorismus
Gangguan mental berupa somnolen, stupor,
koma, delirium atau psikosis
Roseola jarang ditemukan pada orang
indonesia
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah rutin
SGOT/SGPT
Uji widal dan kultur organisme.
Uji tubex
Kultur darah (gold standar)
KRITERIA DIAGNOSA 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
DIAGNOSA KERJA Demam Tyfoid
DIAGNOSA BANDING Demam dengue, Malaria, Enteritis Bakterial
TERAPI Trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
1. Diet dan terapi penunjang simtomatik dan
suportif ,
2. Pemberian antimikrobal
- Pilihan utama: Kloramfenikol 4 x 500
mg sampai dengan 7 hari bebas demam.
Alternatif lain:
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Tiamfenikol 4 x 500 mg
- Kotrimoksazol 2 x 960 mg selama 2 minggu
- Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB
selama 2 minggu
- Sefalosporin generasi III; yang terbukti efektif
adalah Ceftriaxone 3-4 gram dalam dekstrose 100
cc selama 1/2 jam per- infus sekali
sehari, selama 3-5 hari.
- Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram,
sefoperazon 2 x 1gram
- Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
- Ciprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
- Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Kasus Toksik Tifoid
Pada kasus toksik tifoid langsung diberikan
kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan
ampisilin 4 x 1 gram dan Prednison 20 hingga 40
mg sekali sehari P0 atau yang ekuivalen selama 3
hari pertama dari pengobatan biasanya cukup.
Dosis tinggi kortikosteroid 3 mg/kg IV awal,
diikuti dengan 1 mg
5. Diare Infeksi
NAMA PENYAKIT Diare Infeksi (A09)
DEFINISI Diare didefinisikan sebagai perubahan
frekuensi buang air besar menjadi lebih sering
dari normal lebih dari 3 kali per hari disertai
perubahan konsistensi feses menjadi lebih
encer.
Diare juga dapat diartikan sebagai keluarnya
feses lebih dari 200 gram per hari (pada
populasi barat), atau kandungan air pada feses
lebih dari 200 mL per hari. Berdasarkan
durasinya, diare dibagi menjadi tiga: diare akut
(kurang dari 14 hari), diare persisten
berlangsung selama 2 - 4 minggu, dan diare
kronis (berlangsung lebih dari 4 minggu).
Diare disebut sebagai diare infeksi bila
etiologinya adalah karena infeksi bakteri.
virus, parasit, jamur, atau toksin dalam
makanan.
ANAMNESA Onset, durasi, frekuensi, progresivitas, kualitas
diare konsistensi feses, adalah disertai darah
atau lendir,
Gejala penyerta muntah, nyeri perut, demam,
Riwayat makanan / minuman yang dikonsumsi
6-24 jam terakhir, adakah keluarga atau orang
disekitarnya dengan gejala serupa, kebersihan
/ kondisi tempat tinggal,
Apakah wisatawan atau pendatang baru.
Riwayat seksual, riwayat penyakit dahulu,
penyakit dasar / komorbid
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum,
Tanda vital,
Status gizi,
Tanda dehidrasi,
Tanda anemia,
Kualitas dan Iokasi nyeri perut,
Identifikasi penyakit komorbid.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah perifer lengkap [dpl],
Elektrolit,
Ureum, kreatinin,
Analisa gas darah [agda] bila dicurigai ada
kelainan asam basa, analisa tinja,
Kultur dan resistensi feses,
KRITERIA DIAGNOSA 1. Anamnesa, mengenai hal berikut:
Tanyakan gejala dan tanda yang sesuai
dengan kemungkinan penyebab termasuk
waktu timbul dan gejala kekurangan cairan
Adanya kontak dengan sumber yang
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
berpotensi tercemar patogen penyebab diare
Riwayat perjalanan, aktivitas berenang,
kontak dengan orang yang sakit serupa,
tempat tinggal, juga pola kehidupan seksual
Adanya riwayat pengobatan dan diketahui
penyakit lain seperti infeksi HIV
2. Pemeriksaan Fisik, secara general tidak
mengarah ke diagnosis secara spesifik namun
lebih untuk menilai status hidrasi pasien.
DIAGNOSA KERJA Diare Infeksi
DIAGNOSA BANDING - Gastroenteritis (Non Infeksi)
- Infeksi C. Defficile
- Divertikulitis akut
- Sepsis
- Pelvic Inflammatory Disease (PlD)
TERAPI Penatalaksanaan umum
-Rehidrasi cairan dan elektrolit
Terapi Etiologis Infeksi
Bakteri :
E.Coli patogen [EPEC], toksigenik [ETEC],
hemoragik [EHEC], Enterobacter Aerogenes,
Shigella sp, Kuinolon: Ciprofloksasin 2 x 500 mg
p.o. norfloksasin 2 x 400 mg p.o, Levofloksasin 1
x 500 mg p.o selama 3 hari. Kotrimozazole forte
2 x [160 mg + 800 mg] tab p.o selama 5 hari.
Salmonella sp,
- Kloramfenikol 4 x 500 mg p.o, Tiamfenikol 50
mg/kgBB [qid] p.o selama10-14 hari.
- Kuinolon: siprofloksasin 2 x 500 mg p.o,
norfloksasin 2 x 400 mg p.o. Levofloksasin 1 x
500 mg p.o selama 3-5 hari
- Kotrimoksazol forte 2 x [160 mg + 800 mg]
tab p.o selama 10 -14 hari.
Vibrio cholera:
- Tetrasiklin 4 x 500 mg p.o selama 3 hari
- Doksisiklin 4 x 300 mg p.o, dosis tunggal
Clostridium difficile:
- Metronidazol [P0] 4 x 250-500 mg selama 7 —
14 hari
- Vankomisin [P0] 4 x 125 mg selama 7- 14 hari
bila resistensi Metronidazole.
Yersinia en terocolytica :
- Aminoglikosida : streptomisin (IM)
30mg/kgBB/hari p.o bid selama 10 hari
- Kotrimoksazol forte 2 x [160 mg + 800 mg] tab
p.o
- Fluorokuinolon [ciprofloksasin 2 x 500 mg p.o,
norfloksasin 2 x 400 Mg p.o, Ievofloksasin 1 x
500 mg p.o
Shigela dysentrase:
- Kuinolon
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Cephalosporine generasi III
- Aminoglikosida
Campylobacter jejunii:
- Kuinolon: Ciprofloksasin 2 x 500 mg p.o,
Norfloksasin / Levofloksasin 1 x 500 mg p.o
- Makrolid: Eritromisin 2x500 mg p.o selama 5
hari
Virus: tidak diberikan antivirus, hanya terapi
suportif dan simptomatik
Parasit:
Giardia lamblia: metronidazol 4 x 250-500 mg
p.o selama 7-14 hari
Cryptosporidium: Paromomisin (4g/hari p.o dosis
terbagi) plus azitromisin [500 mg p.o dosis
tunggal dilanjutkan 1 x 250 mg p.o selama 4 hari)
- Entamoeba Histolitica
- Metronidazol 4 x 250-500 mg p.o selama 7 - 14
hari
- Tinidazol 2 g/ hari p.o selama 3 hari
- Paromomisin 4 g/hari p.o, dosis terbagi
EDUKASI - Menjaga makanan, minuman dan kesehatan
lingkungan tempat tinggal
- Memasak air sampai mendidih terlebih dahulu
sebelum diminum
- Dianjurkan untuk menggunakan jamban
keluarga.
PROGNOSIS - Akut, diare cair, tipikal berlangsung 5-7 hari
- Kebanyakan kasus membaik dalam 2 minggu
- Bila ada komplikasi serius seperti dehidrasi
dan syok hipovolemik: prognosis umumnya
baik bila rehidrasi berhasil
- Faktor-faktor yang memiliki prognosis yang
lebih buruk, diantaranya:
Diare disertai darah-dehidrasi dan
hipovolemia
Syok hipovolemik, gejala diare berulang
Malnutris iimmunodefisiensi, termasuk
infeksi HIV
Usia > 65 tahun-diare karena antibiotika
Infeksi nosokomial atau wabah diare
Tanda - tanda peritonitis
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Makmun D. Simadibrata M. Abdullah M.
Syam AF. Fauzi A. editors. Kansensus
penatalaksanaan diare akut pada dewasa di
Indonesia. Perkumpulon Gastroenterologi
Indonesia IPGII. 2009.
2. Camilleri M. Murray JA. Diarrhea and
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
constipation. In: Longo DL. Kasper DL.
Jameson DL. Fauci
3. AS . FauciAS.HauserSL.l_oscolzoJ. editors.
Harrison's Principals of intemal Medicine
18th ed. New York: McGraw-Hill Medical
Publishing Division: 2012. Chapter40. p308-
19.
4. Colledge NR. Walker BR. Ralston SH.
editors. Presenting problems in infectious
diseases. In :Davidson's Principles and
Practice of Medicine 21 st ed. Churchill
Livingstone-Elsevier:20I 0. Page302- 4
5. Setiawan B. Diare akut karena infeksi.
Dalam: Buku Ajar llmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen llmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia. 2011. Halaman 1794- 8
6. Wortd Health Organization.The treatment of
diarrhoea: a manual for physicians and other
senior health workers. WHO 2005
7. Manatsathit S. Dupont HL. Farthing M. et al:
Working Party at the Program Committee of
the Bangkok World Congress of
Gastroenterology 2002. Guideline tor the
management of acutecdiarrhea in adults.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
9. Leptospirosis
NAMA PENYAKIT Leptospirosis (A.27.0)
DEFINISI Penyakit zoonotik yang disebabkan
spirochaeta dari genus Leptospira. dalam
tubuh hewan
Leptospira akan menetap dan membentuk
koloni serta berkembang biak di dalam epitel
tubulus ginjal dan secara terus-menerus ikut
mengalir dalam filtrat urin.
ANAMNESA Riwayat paparan/ kontak dengan urin serta air,
tanah, atau makanan yang terkontaminasi urin
dari hewan yang terinfeksi (hewan ternak,
babi, kuda, anjing,kucing, hewan pengerat,
atau hewan liar).
Riwayat pekerjaan risiko tinggi, mencakup
tukang potong hewan, petani, peternak,pekerja
limbah, dan pekerja kehutanan.
Demam disertai sakit kepala, terutama di
bagian frontal
Anoreksia
Nyeri otot
Mata merah, fotofobia
Mual, muntah
Nyeri abdomen
PEMERIKSAAN FISIK - Injeksi konjungtiva tanpa sekret purulen
- Bradikardi
- Eritema faring tanpa eksudat
- Nyeri tekan otot, terutama pada betis dan
daerah lumbal
- Ronki pada auskultasi paru
- Redup pada perkusi dada di atas area
perdarahan paru
- Ruam (dapat berupa makula, makulopapula,
eritematosa, petekia, atau ekimosis)
- Ikterus
- Meningismus
- Hipo atau arefleksia, terutama pada tungkai.
- Penyakit Well's ditandai oleh ikterus, gagal
ginjal akut, hipotensi dan perdarahan
- Hepar dapatmembesar dan nyeri.
Splenomegali dapat terjadi pada sebagian kecil
kasus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Darah rutin
- Urinalisis:proteinuria,leukosituria,sedimen
abnormal (leukosit, eritrosit, hialin cast dan
granular)
- Ureum, creatinin
- Liver function test
- Diagnosis definitif: pemeriksaan langsung urin
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
atau darah dengan mikroskop lapangan gelap.
- Microscopic Agglutination Test [MAT] atau
Macroscopic Slide Aggiutination Test [MSAT]
Kultur darah atau LCS pada 7-10 hari pertama,
kultur urin mulai minggu kedua..
KRITERIA DIAGNOSA 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang (peningkatan
aminotransferase lebih dari 5 kali batas
normal)
DIAGNOSA KERJA Leptospirosis
DIAGNOSA BANDING Influenza, malaria, infeksi dengue, chikungunya,
demam tifoid, hepatitis virus
TERAPI a. Leptospirosis ringan:
- Doksisiklin oral 2 x 100 mg selama 7 hari
- Amoksisilin oral 4 x 500 mg selama 7 hari
- Ampisilin oral 4 x S00-750 mg selama 7 hari
- Azitromisin oral 1 x 1 gram hari pertama,
selanjutnya 1x 500 mg pada hari kedua& ketiga.
b. Leptospirosis sedang-berat:
- Penisilin G intravena 1,5 juta unit/6 jam selama
7 hari
- Ceftriaxone intravena 1 gram/24 jam selama 7
hari
- Doksisiklin intravena 100 mg/12 jam selama 7
hari
- Amoksisilin intravena 1 gram/6 jam selama 7
hari
- Ampisilin intravena 1 gram/6 jam selama 7 hari
- Cefotaxime intravena 1 gram/6 jam selama 7
hari
KOMPLIKASI - Anemia hemolitik
- Trombositopeni
EDUKASI - Hindari paparan / kontak langsungdengan urin
serta air, tanah, atau makanan yang
terkontaminasi urin dari hewan yang terinfeksi
(hewan ternak, babi, kuda, anjing,kucing,
hewan pengerat, atau hewan liar)
- Mencucitangansetelahbekerja pada Riwayat
pekerjaan risiko tinggi( tukang potong hewan,
petani, peternak,pekerja limbah, dan pekerja
kehutanan)
PROGNOSIS Dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Zein U. Leptospirosis.Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M. Setiati
S. penyunting. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi v. Jakarta: lnternaPublishing.'
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2009. Hal 28074 2
2. Dalam: Longo DL. Kasper DL. Jameson JL,
Fauci AS, Hauser SL. Loscalzo J.
penyunting. Harrison's
3. principle of internal medicine. Edisi Xvlll.
McGraw-Hill Companies: 2012.
4. Levett PN. Haake DA. Leptospira species.
Dalam: Mandell GL. Bennett JE. Doiin R,
penyunting. ivtandell. douglas. and bennett‗s
principles and practice of infectious
diseases. Philadelphia: Churchill
Livingstone Elsevier: 20lO.
5. Gilbert DN. et al. The sanford guide to
antimicrobial therapy. Edisi ke-40. 20l0
6. Phimda K. l-loontrakul S. Suttinont C,
Chareonwat S. Losuwanaluk K,
Chueasuwanchai S, et al. Doxycycline
versus azithromycin for treatment of
Ieplospirosis and scrub tvphus. Anlimicrob
Agents Chemother 2007; 5l i9]: 3259-63
7. K0 Al. Leptospirosis. Dalam: Goldman L.
Schater Al. penyunting. Goldman's cecil
medicine. Edisi XXIV. Philadelphia:
Elsevier. 20l 2.
8. Herrmann-Storck C. Louis MS. Foucand T.
Lamaury I, Deloumeaux J, Baranton G. et al.
Severe leptospirosisin hospitalized patients,
guadeloupe. Emerging Infectious Diseases
2010; l6 i2]:33le4
9. Dassanayake DLB, Wimalarafna H,
Nandadewa D.Nugaliyaada A.Ratnafunga
Cl\l.Agampodi SB. Predictors of the
development of myocarditis or acute renal
failure in patients with leptospirosis:
10. an observational study. BMC Infectious
Diseases 2012: I214
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
10. HIV/AIDS
NAMA PENYAKIT HIV/AIDS ICD 10 (B-20)
DEFINISI Kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan
oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi
oleh virus HIV (Human immunodeficiency virus)
yang termasuk famili retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
ANAMNESA Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan
gejala atau keluhan tertentu.
Pasien datang dapat dengan keluhan:
1. Demam (suhu>37,5°C) terus menerus atau
intermiten Iebih dari satu bulan.
2. Diare yang terus menerus atau intermiten Iebih
dari satu bulan.
3. Keluhan disertai kehilangan berat badan
(BB)>10% dari berat badan dasar.
4. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang
menyertainya.
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum
o Berat badan turun
o Demam
Kulit
o Kulit kering, dermatitis
o Tanda-tanda herpes simpleks clan
zoster atau jaringan parut bekas
herpes zoster.
Pembesaran kelenjar getah bening
Mulut: kandidiasi oral, oral hairy
leukoplakia, keilitis angularis
Dada: dapat clijumpaironki basah akibat
infeksi paru
Abdomen: hepatosplenomegali, nyeri,
atau massa.
Anogenital: tanda-tanda herpes simpleks,
duh vagina atau uretra
Neurologi: tanda neuropati dan
kelemahan neurologis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.Laboratorium
a. Hitung jenis leukosit :
Limfopenia, dan CD4 hitung <500
b.Tes HIV menggunakan 3 macam tes dengan
titik tangkap yang berbeda, umumnya dengan
ELISA dan dikonfirmasi Western Blot.
2. Radiologi
KRITERIA DIAGNOSA Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan
awal dan setiap kali kunjungan.
Stadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya :
Limfadenopati generalisata persisten
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Stadium 2 Sakit ringan
Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau
otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitisangularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau
prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit sedang
Penurunan berat badan > 10%
Diare, Demam yang tidak diketahui
penyebabnya,lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni,
piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotik
akut
Anemia (Hb <8 g%), netropenia
(<5000/ml),trombositopeni kronis
Stadium 4 (AIDS)
Sindroma wasting HIV
Pneumonia pnemosistis, pnemonia
bakterial yang berat berulang
Herpes simpleks ulseratif lebih dari satu
bulan.
Kandidasis esophageal
TB Extraparu
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV
Abses otak toksoplasmosis
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus
DIAGNOSA KERJA HIV/AIDS
DIAGNOSA BANDING Penyakit gangguan sistem imun.
TERAPI 1.Pemberian terapi infeksi oportunistik dilakukan
terlebih dahulu.
2.Berikan Cotrimoxazol 1x 960 mg untuk
profilaksis infeksi oportunis
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
I. DIVISI PSIKOSOMATIS
1. Ansietas
NAMA PENYAKIT ANSIETAS (F41.1)
DEFINISI Ansietas adalah kecemasan yang berlebihan dan
lebih bersifat subjektif. Menurut DSM-IV TR,
sindrom ansietas dibedakan menjadi beberapa
macam yaitu : ansietas GAD (Generalized
Anxiety Disorder), ansietas panic (Panic
Disorder), ansietas OCD (Obsessive Compulsive
Disorder), Fobia, PTSD (Post Traumatic Stress
Disorder), dan ansietas lainnya.
ANAMNESIS Berkeringat dingin
Gampang lelah
Sulit berkonsentrasi
Mudah tersinggung
Gangguan tidur
PEMERIKSAAN FISIK Tidak dijumpai adanya kelainan
2. Depresi
NAMA PENYAKIT Depresi (F32.9)
DEFINISI Depresi adalah gangguan afektif yang ditandai
dengan adanya mood depresi (sedih), hilang
minat dan mudah lelah. Pada umumnya datang
dengan gejala somatik.
ANAMNESIS Gejala Utama, meliputi:
1. Perasaan depresif
2. Hilangnya minat dan semangat
3. Mudah lelah dan tenaga hilang
Gejala lain, meliputi:
1. Konsentrasi menurun
2. Harga diri menurun
3. Perasaan bersalah
4. Pesimis terhadap masa depan
5. Gagasan membahayakan diri atau bunuh
diri
6. Gangguan tidur
7. Gangguan nafsu makan
8. Menurunnya libido
PEMERIKSAAN FISIK Tidak ada kelainan
PEMERIKSAAN PENUNJANG Sesuai indikasi
Alat penapisan untuk depresi :
1. Beck Depression Inventory
2. Beck Depression Inventory-PC
3. Center for Epidemiological Studies
Depression
4. Edinburgh Postnatal Depression Scale
5. Zung Depression Rating Scale
KRITERIA DIAGNOSIS Depresi mayor ditegakkan apabila pasien
mengalami gejala-gejala berikut selama 2
minggu.
Lima atau lebih dari gejala berikut dialami
selama 2 minggu yang sama dan merasa
terdapat perubahan fungsional dari keadaan
sebelumnya, minimal mengalami satu dari
gejala berikut yaitu : (1) mood depresif atau
(2) hilang minat atau kesenangan. Catatan :
gejala yang disebabkan oleh kondisi medis
umum atau waham mood inkongruen atau
halusinasi tidak diikutsertakan.
a. Mood depresif sepanjang hari, hampir
setiap hari yang ditandai dengan keluhan
pasien berupa perasaan sedih atau hampa
atau laporan dari orang lain (misalnya
terlihat menangis).
b. Kehilangan minat atau rasa senang pada
semua atau hampir semua aktivitas
sepanjang hari atau hampir sepanjang
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
hari.
c. Terdapat penurunan atau peningkatan
berat badan signifikan (>5% berat badan
awal dalam sebulan) walaupun tidak
sedang dalam program diet atau
penurunan atau peningkatan nafsu makan
hampir setiap hari.
d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap
hari
e. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir
setiap hari
f. Merasa lelah atau hilang energi hampir
setiap hari
g. Perasaan tidak berharga atau perasaan
bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai
hampir setiap hari
h. Kehilangan kemampuan untuk berpikir
atau konsentrasi, sulit membuat keputusan
hampir setiap hari
i. Timbul pemikiran akan kematian yang
berulang-ulang, ide untuk bunuh diri
dengan atau tanpa rencana spesifik.
Gejala-gejala tsb tidak memenuhi kriteria
untuk episode campuran.
Gejala-gejala tsb secara klinis menimbulkan
distress atau gangguan dalam kehidupan
sosial, pekerjaan atau kegiatan fungsional
lainnya.
Gejala-gejala tsb timbul tanpa terkait dengan
penggunaan obat-obatan atau kelainan medis
umum (misalnya hipotiroid).
Gejala-gejala tsb tidak te;rkait dengan adanya
kejadian menyedihkan seperti kehilangan
orang yang dicintai, gejala menetap >2 bulan
atau adanya gangguan fungsional yang berarti,
preokupasi morbid terhadap rasa tidak
berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik atau
retardasi psikomotor.
Depresi minor ditegakkan apabila pasien
mengalami minimal dua gejala depresi selama
dua minggu namun tidak memenuhi criteria
depresi mayor.
DIAGNOSIS KERJA Depresi
DIAGNOSIS BANDING Gangguan campuran ansietas dan depresi
Ansietas
Gangguan somatisasi
Kelainan organ yang ditemukan (koinsidensi)
Kelainan karena pengaruh obat-obatan.
TERAPI Non farmakologis : Edukasi, reassurance,
psikoterapi
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Farmakologis :
1. Antidepresan :
SSRI : sertraline, fluoxetine
2. Simptomatik : sesuai indikasi
EDUKASI Memberikan pandangan-pandangan sesuai
kemampuan pasien, serta menigktkan
kemampuan penyesuaian diri pada
lingkungannya
PROGNOSIS Di antara individu dengan depresi mayor dengan
pengobatan, 76% mencapai remisi dengan angka
rekurensi mencapai 70% dalam waktu 5 tahun
dan setidaknya 80% dalam 8 tahun.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Vera Abdullah. SpPD
2. dr. Diana Erlita. SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD., FINASIM.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Islamuddin, SpPD.
10. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
11. dr. Price Maya., SpPD.
12. dr. Eva Musdalita., SpPD.
13. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Mudjaddid E. Pemahaman dan penanganan
psikosomatik gangguan ansietas dan depresi:
di bidang ilmu penyakit dalam. Dalam: Alwi
I, Setiati S, Setiyohadi B, Simadibrata M,
Sudoyo AW. Buku ajar penyakit dalam jilid
III edisi V. Jakarta: Interna Publishing;
2010:2105-10.
2. Reus VI. Mental disorders. In: Braunwald E,
Fauci AS, Hauser SL, Jameson JL, Kasper
DL, Longo DL. Harrison‘s principles of
Internal Medicine 18th Edition. New York:
McGraw-Hill Companies; 2012:3529-43.
3. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders 4th edition. Washington DC.
American Psychiatric Association. 2000.
4. Sharp L, Lipsky M. Screening for depression
across the lifesoan: a review of measures of
use in primary care settings. Am Fam
Physician. 2002;66(6):1001-9.
5. Current depression among adults – United
States, 2006 and 2008. MMWR Morb Mortal
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Wkly Rep. 2010;59(38):1229-35.
6. Eisendrath S, Lichtmacher J. Psychiatric
disorders. In: McPhee S, Papadakis M, Rabow
M, editors. Current medical diagnosis and
treatment 2012. 51st ed. Asia: The McGraw-
Hill Education, 2012;1034-47.
7. Qaseem A, Snow V, Denberg TD, et al. Using
Second-generation antidepressants to treat
depressive disorders: a clinical practice
guidelines from the American College of
Physicians. Ann Intern Med. 2008;149:725-
733.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3. Dispepsia Fungsional
NAMA PENYAKIT Dispepsia Fungsional (K30)
DEFINISI Dispepsia adalah gejala atau kumpulan gejala
berasal dari regio gastroduodenum yang dapat
berupa nyeri epigastrium, rasa terbakar, rasa
penuh setelah makan, perasaan cepat kenyang,
dan lainnya termasuk rasa kembung pada area
abdomen atas, mual, muntah dan berdahak.
Keluhan dispepsia kronik dapat terjadi terus-
menerus, intermitten, atau kambuhan yang
dirasakan minimal 6 bulan atau lebih.
ANAMNESIS Rasa sakit dan tidak enak di ulu hati
Perih
Mual
Muntah
Cepat kenyang
Kembung
Sering bersendawa
Regurgitasi
Sering disertai dengan gejala-gejala ansietas
dan depresi (misalnya dysphoric state)
PEMERIKSAAN FISIK Sistem kardiovaskular, hepatobilier, ginjal, tiroid:
dalam batas normal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Lab : Hb, Ht, leukosit, gula darah, faal ginjal,
tes fungsi hati, urin lengkap, darah samar
feses, dan pemeriksaan laboratorium lain
sesuai indikasi untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
EKG
Radiologi : foto lambung dan duodenum
dengan kontras.
Pemeriksaan endoskopi bagian atas (EGD).
KRITERIA DIAGNOSIS Dispepsia fungsional adalah adanya satu atau
lebih dari :
1. Rasa penuh (kekenyangan) setelah makan
(bothersome postprandial fullness)
2. Perasaan cepat kenyang
3. Nyeri ulu hati
4. Rasa terbakar di ulu hati
5. Tidak ditemukan kelainan struktural yang
dapat menjelaskan keluhan saat dilakukan
pemeriksaan endoskopi saluran cerna
bagian atas (SCBA)
Keluhan berlangsung ≥ 3 bulan terus menerus,
atau dimulai sejak 6 bulan sebelum diagnosis
ditegakkan.
DIAGNOSIS KERJA Dispepsia Fungsional
DIAGNOSIS BANDING Dispepsia organik, misal ulkus peptikum,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
gastritis erosive, infeksi saluran cerna,
GERD.
Gangguan pada sistem hepato-bilier dan
pankreas.
Intoleransi laktosa atau karbohidrat lain
(fruktosa, sorbitol), sindrom kolon iritabel
Dyspepsia yang disebabkan penyakit kronik
seperti gagal ginjal, diabetes mellitus,
keganasan, dsb
Iskemia jantung, gagal jantung kongestif,
tuberkulosis
Gangguan psikologis (ansietas dengan
ataupun tanpa aerofagia, gangguan
penyesuaian, somatisasi pada depresi,
hipokondriasis)
TERAPI Pengaturan diet untuk mencegah pencetus
gejala
Simptomatik : diberikan antasida, antagonis
H2 (simetidin, ranitidine), penghambat pompa
proton (omeprazol, lansoprazol) dan obat
prokinetik (metoklopramid, domperidon,
cisapride).
Bila jelas terdapat ansietas atau depresi
diberikan anti cemas atau anti depresan yang
sesuai.
Eradikasi H. pylori bila terbukti ada infeksi
penyerta.
Obat relaksan fundus gaster (nitral, sildenafil)
dan sumartiptan (antagonis reseptor 5-HT1)
EDUKASI Pengaturan pola diet yang cukup bermanfaat
Menghindari makanan yang dapat
mencetuskan gejala-gejalanya
Mengurangi stress dan konflik psikososial
PROGNOSIS Dispepsia fungsional merupakan penyakit
kronis dan keluhan dapat menyerupai
gangguan gastrointestinal lainnya.
Pada beberapa pasien, keluhan akan tetap
dirasakan 10% kasus akan mempunyai
keluhan menyerupai gangguan gastrointestinal
lainnya, sedangkan 10% kasus akan remisi
spontan.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Vera Abdullah. SpPD
2. dr. Diana Erlita. SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD., FINASIM.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Islamuddin, SpPD.
10. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
11. dr. Price Maya., SpPD.
12. dr. Eva Musdalita., SpPD.
13. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Asian consensus report on functional
dyspepsia. J Neurogastroenteral Motil. 2012
April; 18(2): 150-168.
http://www.ncbi.nim.nih.gov/pmc/articles/PM
C3325300.
2. Mudjaddid E. Dispepsia fungsional. Dalam:
Alwi I, Setiati S, Setiyohadi B, Simadibrata
M, Sudoyo AW. Buku ajar penyakit dalam
jilid III edisi IV. Jakarta: Interna Publishing;
2006:916.
3. Hasler WL. Nausea, Vomitting and
Indigestion. In: Braunwald E, Fauci AS,
Hauser SL, Jameson JL, Kasper DL, Longo
DL. Harrison‘s principles of Internal
Medicine 16th Edition. New York: McGraw-
Hill Companies; 2005:222-223.
4. Djojoningrat Dharmika. Dispepsia fungsional.
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi
IV. Jakarta: pusat penerbitan departemen ilmu
penyakit dalam FKUI, 2006. Hal 354-356.
5. Karamanolis Georgios P, Tack Jan. Current
management of functional dyspepsia: impact
of Rome III subdivision, Annals of
Gastroenterology. Volume 25. No.2 (2012).
http://www.annalsgastro.gr/index.php/annalsg
astro/article/view/1110/819.
6. Hannah Vu. D.O. Ferri Fred F. Irritable bowel
syndrome. In: Ferri‘s clinical advisor
2008.10th ed. Mosby. 2008.
7. Bhatia Shobna, Grover Anumeet Singh.
Natural history of functional dyspepsia.
SUPPLEMENT TO JAPI. March 2012. Vol
60.
http://www.japi.org/march_2012_special_issu
e_dyspepsia/05_natural_history_of.pdf
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Farmakologis :
• Analgetik untuk rasa nyeri
• Vasodilator koroner
• Psikotropik golongan benzodiazepine untuk
mengurangi kecemasan
• Terapi simptomatis lain dapat diberikan sesuai
indikasi
• Menjelaskan gejala yang timbul dengan tepat
EDUKASI tanpa menakutkan pasien yang dapat
memperburuk penyakitnya.
• Meluruskan pola pikir pasien yang salah
tentang penyakit jantung, bila mungkin
memebantu memecahkan masalah yang
sedang dihadapi.
5.Nyeri Psikogenik
NAMA PENYAKIT Nyeri Psikogenik (R52.9)
DEFINISI Nyeri psikogenik adalah keluhan nyeri yang
penyebabnya bukan penyebab penyakit organik.
Faktor psikologis berperan dalam persepsi,
awitan, keparahan, eksaserbasi dan lamanya
nyeri. Nyeri psikogenik tidak pura-pura
diciptakan atau dibuat-buat. Nama lainnya
adalah pain disorder.
ANAMNESIS • Lokasi nyeri
• Intensitas nyeri, sifatnya terus menerus
atau hilang timbul,
• Karakteristik nyeri
• Faktor-faktor pemberat dan peringan
nyeri,
• Faktor penyebabnya
• Akut atau kronik,
• Riwayat penggunaan analgetik
sebelumnya
• Keadaan lain yang berhubungan dengan
nyerinya. Umumnya
• Memiliki riwayat sudah berulang kali
mengunjungi petugas kesehatan,
• Riwayat telah mengkonsumsi berbagai
obat penghilang nyeri
• Riwayat memiliki stressor psikososial,
antara lain masalah pernikahan, pekerjaan
atau keluarga.
• Sering disertai komorbid depresi atau
ansietas atau penyalahgunaan obat
PEMERIKSAAN FISIK Pada nyeri psikogenik tidak terdapat temuan
fisik, atau temuan fisis tidak adekuat untuk
menjelaskan keparahan nyeri.
PEMERIKSAAN • Visual Analog Scale ( VAS ).
PENUNJANG • McGill Pain Questionnaire ( MPQ ).
• The Westhave-Yale Multidemensional Pain
Inventory (WHYMPI)
• Stress analyzer / Heart rate variability
Untuk menilai nyeri kronik dapat digunakan
The Westhave-Yale Multidimensional Pain
Inventory ( WHYMPI ).
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
KRITERIA DIAGNOSIS • Nyeri pada satu atau lebih daerah anatomis
dengan keparahan yang
cukup sehingga membutuhkan perhatian
klinis.
• Menyebabkan distress atau gangguan pada
bidang sosial, pekerjaan atau bidang
fungsional lain yang signifikan secara
klinis.
• Faktor psikologis dinilai memiliki peran
penting dalam awitan,
keparahan, eksaserbasi atau lamanya nyeri.
DIAGNOSIS KERJA Nyeri Psikogenik
DIAGNOSIS BANDING Nyeri organik sesuai dengan lokasi nyeri
TERAPI Non farmakologis :
Istirahat, Cognitive Behavior Therapy ( CBT )
Farmakologis :
• Antidepresan : fluoxetin, citalopram
• Antiansietas : benzodiazepine
• Anti nyeri
EDUKASI • Menjelaskan kepada pasien bahwa nyeri
mempunyai hubungan dengan faktor emosi
• Menjelaskan kepada pasien bahwa harus
berusaha memperbaiki kesegaran fisisnya,
mengurangi stress, menyelesaikan
kebiasaan tidurnya dan tetap melakukan
aktivitas sehari-hari.
PROGNOSIS Belum ada studi yang melaporkan prognosis
nyeri psikogenik.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Vera Abdullah. SpPD
2. dr. Diana Erlita. SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD., FINASIM.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Islamuddin, SpPD.
10. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
11. dr. Price Maya., SpPD.
12. dr. Eva Musdalita., SpPD.
13. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DAFTAR RUJUKAN 1. Shatri H, Setiyohadi B. nyeri psikogenik.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohaadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. penyunting. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V.
Jakarta:internal publishing;2009:2143-7.
2. Reus VI. Mental disorders. In: Braunwald E,
Fauci AS, Hauser SL, Jameson JL, Kasper
DL, Longo DL. Harrison‘s principles of
Internal Medicine 18th
3. Edition. New York: McGraw-Hill Companies;
2012:3529-45.
4. Oyama O, Pattoo C, Greengold J.
Somatoform disorders. Am Fam Physician
2007;76:1333-8.
5. Kroenke K. Efficacy of treatment for
somatoform disorders: a review of
randomized controlled trials. Psychosomatic
Medicine 69:881-888 (2007).
6. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders. 4th ed. Washington DC. American
Psychiatric Association. 2000.
7. Fishbain DA, Cutler RB, Rosamoff HL, et.
Al. Do antidepressants have an analgesic
effect in psychogenic pain and somatoform
pain disorder? A meta-analysis. Psychosom
med 1998; 6:503.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
7.Sindrom Hiperventilasi
NAMA PENYAKIT Sindrom Hiperventilasi (R06.4)
DEFINISI Hiperventilasi didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana terjadi ventilasi berlebihan yang
mengakibatkan turunnya PaCO2. Ketika
hiperventilasi berlangsung lama (kronis) atau
terjadi episode berulang dan berkaitan dengan
gejala somatik (respirasi, neurologis, intestinal)
ataupun psikologis (ansietas), maka kumpulan
gejala ini dinamakan sindrom hiperventilasi.
ANAMNESIS Cari factor pencetus :
Fisiologis : setelah berolahraga, nyeri,
dispnea, pireksia, efek progesteron pada
wanita hamil.
Organik : asma, pireksia, obat / alkohol,
hipertiroid, gagal jantung, emboli paru,
hipertensi pulmonal, alveolitis fibrosa,
gangguan metabolik (contoh KAD),dll
Psikogenik : pura-pura, depresi / ansietas,
gangguan panik, fobia, dll.
Gambaran klinis :
Kesulitan bernafas intermitten yang
bersifat episodik dan tidak berkaitan
dengan olahraga, meskipun dapat
diperburuk dengan olahraga.
Dapat berkaitan dengan gejala alkalosis
respiratorik, seperti kebas / mati rasa
(numbness), kesemutan pada daerah
ekstremitas (tingling of the extremities),
perasaan ‗kiamat sudah dekat‘, dan rasa
melayang (light-headedness), biasanya
sampai hilang kesadaran (vasokonstriksi
serebral karena hipokapnea).
Sensasi tidak dapat bernafas dengan lega.
Tidak ada riwayat sugestif gangguan
pernafasan sebelumnya, meskipun
terkadang juga dapat ada.
Riwayat stress dalam kehidupan pasien
Episode sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK Pernafasan dada dengan bantuan pernafasan
abdominal yang lemah atau tanpa pernafasan
abdominal
PEMERIKSAAN PENUNJANG Saturasi oksigen SaO2
Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula
darah, tes fungsi hati, urin lengkap, Elisa,
D-dimer.
Analisa gas darah (AGDA), K, Na, Ca
Foto toraks, EKG (interval QT
memanjang, ST depresi atau elevasi,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
gelombang T inverse), sesuai diagnosis
banding
KRITERIA DIAGNOSIS Menemukan perubahan jenis pernafasan
DIAGNOSIS KERJA Untuk menegakkan diagnosis SH, pada dasarnya
menggunakan kriteria diagnosis eksklusi namun
tetap diperlukan pemeriksaan penunjang
tambahan lain, antara lain :
Tidak ditemukannya etiologi kardiak pada
kesulitan bernafas
Tidak ditemukannya etiologi respirasi
pada kesulitan bernafas (fungsi paru
normal, foto toraks paru normal, dan
SaO2 normal dalam keadaan istirahat
maupun olahraga).
Pola nafas ireguler dalam keadaan
istirahat maupun olahraga.
Tidak ada bukti adanya hipertensi
pulmonal.
Tidak ada bukti yang cukup kuat untuk
menegakkan emboli paru.
Tidak ada bukti hipertiroidisme
PaCO2 rendah, pH meningkat pada AGD
(dan gradient A-a normal).
Tidak ditemukannya asidosis metabolik
pada AGD (contoh : KAD)
Masalah psikologis yang belum sembuh,
atau fobia sosial / agoraphobia.
DIAGNOSIS BANDING Sangat penting untuk menyingkirkan penyebab
patologis yaitu :
Penyakit paru interstitial dengan foto
toraks normal pertimbangkan CT-scan.
Asma ringan dengan fungsi paru normal
pertimbangkan monitoring Peak
Expiratory Flow Rate (PEFR), provokasi
olahraga, atau tes provokasi bronkus.
Hipertensi pulmonal / penyakit
tromboembolus pertimbangkan
echocardiography atau CT pulmonary
angiogram (CTPA).
Hipertiroidisme
Asidosis yang tidak terduga : misal pada
gagal ginjal, laktoasidosis, ketoasidosis.
TERAPI Pasien disuruh bernafas (inspirasi dan
ekspirasi) ke dalam sungkup kantong
plastik bila didapatkan tanda alkalosis
agar PCO2 dalam darah naik
Suntikan 10 cc larutan kalsium glukonas
10% intravena mempunyai efek placebo.
Pasien merasa hangat dan enak, tetapi
kadar ion kalsiumtidak akan naik
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Belajar bernafas torako-abdominal
dengan menggerakkan diafragma
Psikoterapi : membantu menyelesaikan
problem-problem emosional pada pasien,
termasuk melakukan terapi perilaku
(Cognitive Behavioral Therapi)
Karena hiperventilasi sering merupakan
bagian dari serangan panic (panic
disorder), maka pemberian obat yang
tepat ialah golongan benzodiazepine atau
golongan SSRI selective serotonin
reuptake inhibitor)
EDUKASI Latihan pernafasan dan psikoterapi
PROGNOSIS Baik pada serangan akut.
Pada kasus kronik, 65% mengalami
perbaikan, dan 26% keluhannya hilang
dalam 7 tahun.
Sindrom ini sangat jarang menyebabkan
kematian.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Vera Abdullah. SpPD
2. dr. Diana Erlita. SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD., FINASIM.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Islamuddin, SpPD.
10. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
11. dr. Price Maya., SpPD.
12. dr. Eva Musdalita., SpPD.
13. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Mudjaddid E, putranto R, Shatri H. sindrom
hiperventilasi. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed.
Vol II. Jakarta: pusat penerbitan departemen
ilmu penyakit dalam FKUI. 2009; hal 2130-
32.
2. McConville J, solway J, chapter 264:
disorders of ventilation. In: longo, fauci,
kasper. Harrison‘s principles of internal
medicine 18th edition. USA. McGraw hill.
2011.
3. Malmberg L, tamminen K, sovijarvi A.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
orthostatic increase of respiratory gas
exchange in hyperventilation syndrome.
Thorax 2000;55:295-301.
4. Cowley DS, Roy-bryne PP. hyperventilation
and panic disorder. Am J Med 1987;83:929-
37.
5. Gardner W. the pathophysiology of
hyperventilation disorders. Chest
1996;109:516-534. DOI
10.1378/chest.109.2.516.
6. Chapman S, robinson G, straddling J, et al.
chapter 29: hyperventilation syndrome.
Oxford handbook of respiratory medicine. 2nd
edition, oxford university press. 2011.
7. Kern B. hyperventilation syndrome.
Emedicine (serial online) last update april
2012 (cited 2012, jun 2) available from :
http://www.emedicine.com.
8. Meuret AE, Ritz T. hyperventilation in panic
disorder and asthma: empirical evidence and
clinical strategies. Int j psychophysical. 2010
october;78(1):68-79.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019