Anda di halaman 1dari 416

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
A. DIVISI ALERGI IMUNOLOGI
1. Reaksi Anafilaksis
NAMA PENYAKIT Reaksi Anafilaksis (T88.6)
DEFINISI Reaksi Anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas
tipe 1 yang beronset cepat, sistemik, dan
mengancam nyawa.
ANAMNESIS 1. Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin,
hidung tersumbat atau batuk saja yang
kemudian segera diikuti dengan sesak napas.
2. Gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan
harus diwaspadai untuk kemungkinan
timbulnya gejala yang Iebih berat.
3. Manifestasi dari gangguan gastrointestinal
berupa perut kram, mual, muntah sampai
diare yang juga dapat merupakan gejala
prodromal untuk timbulnya gejala gangguan
napas dan sirkulasi.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Nadi
2. Sesak nafas
3. Sianosis
4. Hipotensi
5. Ttakikardia
6. Edema periorbital
7. Mata berair
8. Hiperemi konjungtiva.
9. Tanda prodromal pada kulit berupa urtikaria
dan eritema.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium hitung eosinofil
darah
2. IgE total
3. Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit
kulit (skin prick test/SPT) untuk mencari
faktor pencetus yang disebabkan oleh alergen
hirup dan makanan dapat dilakukan setelah
pasiennya sehat.

KRITERIA DIAGNOSIS Apabila terdapat minimal satu dari tiga kriteria di


bawah ini, sangat mendukung diagnosa
anafilaksis
1. Serangan yang bersifat akut (menit-beberapa
jam) dengan adanya keterlibatan kulit,
jaringan mukosa, atau keduanya (seperti
urtikaria generalis, pruritus atau kemerahan,
bengkak pada bibirlidah-uvula) Ditambah
dengan minimal satu dari:
 Gangguan pernapasan (dispneu, mengi atau
spasme bronkus, stridor, penurunan PEF*,
hypoxemia)
 Penurunan tekanan darah atau gejala yang
berkaitan dengan kerusakan organ (hipotonia,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
sinkop, inkontinensia)
2. Minimal dua dari gejala di bawah ini yang
muncul segera setelah paparan alergen yang
dicurigai (menit-beberapa jam)
 Keterlibatan kulit-jaringan mukosa
(urtikaria generalis, gatal dan kemerahan,
bengkak pada bibir-lidah-uvula)
 Gangguan pernapasan (dispneu, mengi
atau spasme bronkus, stridor, penurunan
PEF*, hypoxemia)
 Penurunan tekanan darah atau gejala yang
berkaitan dengan kerusakan organ
(hipotonia, sinkop, inkontinensia)
 Gejala gastrointestinal yang persisten
(kram, nyeri perut, dan muntah)
3. Penurunan tekanan darah setelah paparan
alergen yang telah diketahui sebelumnya
 Sistolik 30% dari baseline
*PEF : Peak Expiratory Flow
DIAGNOSA KERJA Reaksi Anafilaktik
DIAGNOSA BANDING Beberapa kelainan menyerupai anafilaksis:
1. Serangan asma akut
2. Sinkop
3. Gangguan cemas/serangan panik
4. Urtikaria akut generalisata
5. Aspirasi benda asing
6. Kelainan kardiovaskuler akut (infark
miokard, emboli paru)
7. Kelainan neurologis akut (kejang, stroke)
Sindrom flush:
1. Peri-menopause
2. Sindrom karsinoid
3. Epilepsi otonomik
4. Karsinoma tiroid meduler
Sindrom pasca prandial:
1. Scombroidosis, yaitu keracunan histamin dari
ikan, misalnya tuna, yang disimpan pada suhu
tinggi.
2. Sindrom alergi makanan berpolen, umumnya
buah atau sayuryang mengandung protein
tanaman yang telah bereaksi silang dengan
alergen di udara
3. Monosodium glutamat atau Chinese
restaurant syndrome
4. Sulfit
5. Keracunan makanan

Syok jenis lain:


1. Hipovolemik
2. Kardiogenik
3. Distributif
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Septik
Kelainan non-organik:
1. Disfungsi pita suara
2. hiperventilasi
3. Episode psikosomatis
4. Peningkatan histamin endogen
5. Mastositosis/kelainan klonal sel mast
6. Leukemia basofilik
Lainnya:
1. Angioedema non-alergik, misal: angioedema
herediter tipe I, II, atau III, angioedema
terkait ACE-inhibitor
2. Systemic capillary leak syndrome
3. Red man syndrome akibat vancomycin
4. Respon paradoksikal pada feokromositoma
TERAPI 1. Posisi trendelenburg atau berbaring dengan
kedua tungkai diangkat (diganjal dengan
kursi)
2. Oksigen 3-5 liter/menit
3. Trakeostomi atau krikotiroidektomi perlu
dipertimbangkan.
4. Pemasangan infus untuk mengisi volume
intravaskuler secepatnya
5. Adrenalin 0,3-0,5 ml dari larutan 1:1000
diberikan secara intramuskuler yang dapat
diulangi 5-10 menit. Dosis ulangan umumnya
diperlukan, mengingat lama kerja adrenalin
cukup singkat. Iika respon pemberian secara
intramuskuler kurang efektif, dapat diberi
secara intravenous setelah 0,1-0,2 ml
adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml
dengan NaCl fisiologis, diberikan perlahan-
lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya
dihinclari pada syok anafilaktik karena
efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada
akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga
absorbsi obat tidak terjadi.
6. Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat
hati-hati apabila bronkaspasme belum hilang
dengan pemberian adrenalin. 250 mg
aminofilin diberikan perlahan-lahan selama
10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg
lagi melalui drip infus bila dianggap perlu.
7. Antihistamin dan kortikosteroid merupakan
pilihan kedua setelah adrenalin. Antihistamin
yang biasa digunakan adalah difenhidramin
HCL 5-20 mg IV dan untuk golongan
kortikosteroid dapat digunakan deksametason
5-10 mg IV atau hidrokortison 100-250 mg
IV.
8. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP),
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
seandainya terjadi henti jantung (cardiac
arrest)
9. Penatalaksanaan reaksi anafilaksis
EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit
yang diderita:
a. Hipersensitivitas merupakan suatu reaksi
imunitas yang patologik yang terjadi akibat
respon tubuh yang berlebihan sehingga
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
Respon ini dapat dipicu oleh berbagai jenis
alergen yang berbeda-beda pada setiap
individu.
b. Reaksi hipersensitivitas terbagi menjadi 4
macam, tipe I adalah reaksi yang sangat cepat
(anafilaktik), tipe II, tipe III dan tipe IV yang
terjadi sangat lama (Delayed Type
Hypersensitivity), sehingga harus diwaspadai
rentang waktu setelah paparan alergen hingga
terjadinya reaksi hipersensitivitas tersebut.
c. Penatalaksanaan terbaik dari
hipersensitivitas adalah dengan menghindari
alergen karena bila terpapar kemudian terjadi
reaksi, terutama syok anafilaktik maka
pertolongan harus segera diberikan karena
mengancam nyawa pasien.
2. Menjelaskan pencetus atas reaksi alergi yang
timbul
3. Pasien disarankan untuk mengenali hal-hal lain
yang dapat memicu timbulnya reaksi alergi.
4. Pasien disarankan untuk memberitahukan
kepada keluarga tentang alergi yang ia miliki
sehingga selain dari diri sendiri, keluarga juga
dapat membantu pasien untuk menghindari
paparan alergen yang dapat memicu alergi pada
pasien ini.
PROGNOSIS Baik
PENELAAH KRITIS 1. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
2. dr. Islamuddin., SpPD.
3. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD., FINASIM.
4. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
5. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
6. dr. Desi Salwani., SpPD.
7. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
8. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Simons FER, et.al. 2012 Update: World
Allergy Organization Guidelines for the
assessment and management of anaphylaxis.
Curr Opin Allergy Clin lmmunal 2012;
12:389-99
2. Simons FER. et.aI. World Allergy
Organization Guidelines for the Assessment
and Management of Anaphylaxis. WAO
Journal 201 1; 4:13-37
3. Baratawidjaja KG. Rengganis I. Reaksl
Anafilaksis dan Anafilaktaid. Dalam: Alergi
Dasar. Jakarta: lnterna Publishlng. 2009. Hal.
67-94.
4. Kemp S, Lockey R. Anaphylaxis: A Review
of Causes and Mechanisms. Journal of
Allergy Clinical Immunology. 2002;
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

2. Acquired Immune Deficiency Syndrome


NAMA PENYAKIT Acquired Immune Deficiency Syndrome (B20-
B24)
DEFINISI AIDS adalah Infeksi yang disebabkan oleh
Human Immunodeficiency Virus yang
menyebabkan suatu spektrum penyakit yang
menyerang sel-sel kekebalan tubuh yang meliputi
Infeksi primer, dengan atau tanpa sindrom akut,
stadium asimtomatik, hingga stadium lanjut.
ANAMNESIS 1. Kemungkinan sumber Infeksi HIV
2. Gejala dan keluhan pasien saat ini, termasuk
untuk mencari adanya Infeksi oportunistik,
antara lain demam, batuk, sakit kepala, diare,
riwayat penyakit sebelumnya,
3. Diagnosis dan pengobatan yang diterima
termasuk Infeksi oportunistik
4. Riwayat penyakit dan pengobatan
tuberkulosis (TB) termasuk kemungkinan
kontak dengan TB sebelumnya
5. Riwayat kemungkinan infeksi menular
seksual (IMS)
6. Riwayat dan kemungkinan adanya kehamilan
7. Riwayat penggunaan terapi anti retroviral
(Anti Retroviral Therapy (ART)) termasuk
riwayat regimen untuk PMTCT (Prevention
of Mother to Child Transmission)
sebelumnya
8. Riwayat pengobatan dan penggunaan
kontrasepsi oral pada perempuan
9. Kebiasaan sehari-hari dan riwayat perilaku
seksual
10. Kebiasaan merokok
11. Riwayat alergi
12. Riwayat vaksinasi
13. Riwayat penggunaan NAPZA suntik
PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan Fisik meliputi tanda-tanda vital,
berat badan, tanda-tanda yang mengarah
kepada Infeksi oportunistik sesuai dengan
stadium klinis HIV
2. Pemeriksaan fisik juga bertujuan untuk
mencari faktor risiko penularan HIV dan
AIDS seperti needle track pada pengguna
NAPZA suntik, dan tanda-tanda IMS.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan penyaring: enzyme
immunoassay (EIA) atau rapid tests
(aglutinasi,immunoblot) dengan tiga metode
yang berbeda
2. Pemeriksaan konfirmasi: metode Western
Blot (WB) bila diperlukan
3. Pemeriksaan Darah lainnya
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. DPL dengan hitung jenis
5. Total lvmphocyt count (TLC) atau hitung
limfosit total: (% limfosit x jumlah Leukosit)
(dengan catatan jumlah leukosit dalam batas
normal)
6. Hitung CD4 absolut
7. Pemeriksaan HIV RNA viral load dengan
polymerase chain reaction
KRITERIA DIAGNOSIS Stadium AIDS menurut WHO yaitu:
Stadium 1
1. Asimtomatik
2. Limfadenopati generalisata pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
Stadium 2
1. Berat badan turun kurang dari 10%
2. Manifestasi mukokutan minor (dermatitis
seboroik, prurigo, Infeksi jamur kuku, ulkus
oral rekuren, cheiiitis anguiaris)
3. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
4. Infeksi saluran napas atas rekuren
Stadium 3
1. Berat badan turun Iebih dari 10%
2. Diare yang tidak diketahui penyebabnya
Iebih dari 1 bulan
3. Demam berkepaniangan (intermiten atau
konstan) kurang dari 1 bulan
4. Kandidiasis oral
5. Oral hairy leucoplakia
6. Tuberkulosis paru
7. Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)
Stadium 4
1. HIV wasting syndrome
2. Pneumonia Pneumocystis carinii
3. Toksoplasmosis serebral
4. Kriptosporidiosis dengan diare Iebih dari 1
bulan
5. Citomegalovirus pada organ selain hati, limpa
atau kelenjar getah bening
6. Infeksi herpes simpleks, mukokutan [>1
bulan] atau viseral
7. Progressive multifocal leucoencephalopathy
8. Mikosis endemik diseminata
9. Kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus
10. Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru
11. Septikemia salmonela non-tifosa
12. Tuberkulosis ekstrapulmonar
13. Limfoma
14. Sarkoma Kaposi
15. Ensefalopati HIV
DIAGNOSA KERJA Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
DIAGNOSA BANDING Penyakit Imunodefisiensi Primer
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
TERAPI 1. Terapi Infeksi oportunistik dan pencegahan
Infeksi oportunistik
2. Profilaksis kotrimoksazol diberikan sebagai
pencegahan terhadap pneumonia,
Pneumocystis jirovecii dan Infeksi
toxoplasmosis pada pasien dengan CD4
kurang dari 200 sel/mm
3. Profilaksis primer menggunakan
kotrimoksazol double strength (DS) 1
tablet/hari.
4. Terapi anti retroviral (ART) dengan
pemantauan efek samping dan adherens
minum obat.
EDUKASI Konseling VCT
PROGNOSIS Pemberian terapi ARV kepada orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) dapat menurunkan
penyebaran virus Human lmmunodefiiciency
Virus (HIV) hingga 92%
PENELAAH KRITIS 1. dr.T.Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,FINASIM
2. dr. M. DarmaMudaSetia., SpPD., FINASIM.
3. dr. Islamuddin., SpPD
4. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
5. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
6. dr. Desi Salwani., SpPD.
7. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
8. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. AgustiaSukriEkadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
14. dr. DesiMaghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. AlfiSyahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Fauci AS Lane HC Human Immunodeficiency
Virus: AIDS and related disorders In Fauci
ABraunwald E Kasper D Harrison's Principles of
Internal Medicine. 17th ed. New York
McGravvHill 2009 1138-1204
1. HIV. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I. Simadibrata M, Setioti S. Buku Ajar
llmu PenyakitDalam. Jakarta: Intemo
Publishing; 2009.p. 2130-32.
2. Departemen Kesehalan RI. Toto Loksona
HIV/AIDS. 2012
3. World Health Organization. Antiretroviral
therapy for hiv infection in adults and
adolescent. 2010revision. (Update 2010; cited
2011 Mar) Available trom http/www.who.int
4. Antiretroviral Drugs for Treating Pregnant
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Women and Preventing HIV Infections in
Infants:Guidelines on care, treatment and
support for women living with HIV/AIDS
and their children inresource-constrained
settings. World Health Organization.
Switzerland. 2004.
5. Centers lor Disease Control and Prevention.
Recommended Adult Immunization
Schedule. United States. 2012. Diunduh dari
http://www.cdc.govlv
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

3. Asma Bronkial
NAMA PENYAKIT Asma Bronkial (J45.901)
DEFINISI Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemen selular.
ANAMNESIS 1. Episode berulang sesak napas, mengi, batuk,
dan rasa berat di dada, terutama saat malam
dan dini hari
2. Riwayat munculnya gejala setelah terpapar
alergen atau terkena udara dingin atau setelah
olahraga
3. Gejala membaik dengan obat asma
4. Riwayat asma pada keluarga dan penyakit
atopi
PEMERIKSAAN FISIK 1. Mengi pada auskultasi
2. Pada eksaserbasi berat, mengi dapat tidak
ditemukan namun pasien mengalami tanda
Iain seperti sianosis, mengantuk, kesulitan
berbicara, takikardi, dada hiperinflasi,
penggunaan otot pernapasan tambahan, dan
retraksi interkostal
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Faal paru
2. Spirometri
3. Pemeriksaan IgE serum total
4. IgE spesifik terhadap alergen
5. Foto toraks
6. Uji tusuk kulit (skin prick test/SPT)
7. Uji bronkodilator atas indikasi
8. Tes provokasi bronkus atas indikasi
9. Analisis gas darah atas indikasi
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat
episodik, gejala berupa batuk, sesak napas,
mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang
berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik
cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibiliti kelainan faal
paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
RIWAYAT PENYAKIT / GEJALA :
1. Bersifat episodik, seringkali reversibel
dengan atau tanpa pengobatan
2. Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat
di dada dan berdahak
3. Gejala timbul/ memburuk terutama malam/
dini hari
4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat
individu
5. Respons terhadap pemberian bronkodilator
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam
riwayat penyakit :
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
1. Riwayat keluarga (atopi)
2. Riwayat alergi / atopi
3. Penyakit lain yang memberatkan
4. Perkembangan penyakit dan pengobatan
DIAGNOSA KERJA Asma Bronkial
DIAGNOSA BANDING 1. Penyakit Paru Obstruksi Kronik
2. Bronkitis kronik
3. Gagal Jantung Kongestif
4. Batuk kronik akibat lain-lain
5. Disfungsi larings
6. Obstruksi mekanis (misal tumor)
7. Emboli Paru
TERAPI 1. Obat penghilang sesak sesuai kebutuhan
Menggunakan agonis-B2 inhalasi kerja cepat.
Alternatifnya adalah antikolinergik inhalasi,
agonis-B2 oral kerja singkat dan teofilin kerja
singkat.
2. Obat penghilang sesak ditambah satu obat
pengendali Menggunakan obat penghilang
sesak ditambah obat pengendali
kortikosteroid inhalasi dosis rendah
(budesonid 200-400 ug). Alternatif obat
pengendali adalah Ieukotriene modifier
teofilin lepas-lambat, kromolin.
3. Obat penghilang sesak ditambah satu atau
dua obat pengendali Menggunakan obat
penghilang sesak ditambah obat pengendali
kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis
rendah dengan agonis-B2 inhalasi kerja
panjang (LABA). Alternatif pengendali
adalah kortikosteroid inhalasi dosis sedang
(budesonide 400-800 ug) atau kombinasi
kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan
Ieukotriene modifier atau kombinasi
kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan
teofilin lepas lambat.
4. Obat penghilang sesak ditambah dua atau
Iebih obat pengendali Menggunakan obat
penghilang sesak ditambah obat pengendali
kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis
sedang/tinggi (buclesonide 800-1600 ug)
dengan LABA. Alternatif pengendali adalah
kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis
sedang/tinggi dengan leukotriene modfier
atau kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis
sedang/tinggi dengan teofilin lepas Iambat.
5. Obat penghilang sesak ditambah pilihan
pengendali tambahan Menggunakan obat
penghilang sesak ditambah obat pengendali
tahap 4 ditambah kortikosteroid oral.
Alternatifnya adalah ditambah terapi anti-IgE
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
EDUKASI 1. Menghindari paparan terhadap alergen dan
penggunaan obat yang menjadi pemicu asma
2. Menurunkan berat badan pada pasien dengan
obesitas
3. Pengukuran kontrol asma
PROGNOSIS Prognosis kurang baik antara lain asma tidak
terkontrol secara klinis, eksaserbasi sering terjadi
dalam satu tahun terakhir, menjalani perawatan
kritis karena asma, VEP1 yang rendah, paparan
terhadap asap rokok, pengobatan dosis tinggi.
PENELAAH KRITIS 1. dr.T.Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,FINASIM
2. dr. M. DarmaMudaSetia., SpPD., FINASIM.
3. dr. Islamuddin., SpPD
4. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
5. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
6. dr. DesiSalwani., SpPD.
7. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
8. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. AgustiaSukriEkadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
14. dr. DesiMaghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. AlfiSyahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Sundaru H. Sukamto. Asma bronkial. Dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B. Aiwi I.
Simadibrata M. SetiatiS. penyunting. Buku
aiar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta:
IntemaPublishing, 2009. H. 404-I 4
2. Bames PJ. Asthma. Dalam: Longo Dl..
Kasper DL. Jameson JL, Fauci AS. Hauser
SL, Loscalzo J.penyunting. Harrison's
principle of internal medicine. Edisi XVIII.
McGraw-Hill Companies, 2012.h. 2102-I5
Global initiative for asthma. Global strategy
for asthma management and prevention. 2011
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

4. Urtikaria
NAMA PENYAKIT Urtikaria (L50)
DEFINISI Suatu kelainan yang terbatas pada superfisial
dermis berupa bentol yang terasa gatal, berbatas
jelas, dikelilingi daerah eritematous, tampak
kepucatan di bagian tengahnya, bersifat
sementara, gejala puncaknya selama 3-6 jam dan
menghilang dalam 24 jam, lesi lama berangsur
hilang sejalan dengan munculnya lesi baru, serta
dapat terjadi di manapun pada permukaan kulit di
seluruh tubuh, terutama ekstremitas dan wajah.
Episode urtikaria yang berlangsung kurang dari 6
minggu disebut urtikaria akut, sedangkan yang
menetap lebih dari 6 minggu disebut urtikaria
kronik.
ANAMNESIS 1. Onset dan lamanya keluhan
2. Apakah sudah pernah berulang atau baru
pertama kali
3. Faktor pencetus; misalnya zat farmakologis
seperti antibiotik, analgetik, antikonvulsan,
cairan infus, imunisasi, makanan tertentu,
bahan pengawet, bahan kimia, contact
urticaria, rangsang tekanan (pressure
urticarial) atau rangsang fisik (physical
urticaria) seperti paparan dingin, air
(aquagenic urticarial), cahaya (solar
urticaria), dan trauma ringan.
4. Faktor yang memperberat: seperti stres,
temperatur panas, alkohol.
5. Riwayat infeksi terutama karena virus
(infeksi saluran napas atas, hepatitis, rubella)
PEMERIKSAAN FISIK 1. Bentuk, distribusi, dan aktivitas lesi urtikaria
pada kulit
2. Adakah angioedema pada profunda dermis
dan jaringan subkutan, keterlibatan mukosa
atau submukosa, memar, keterlibatan jaringan
ikat, dan edema kulit yang luas
3. Kemungkinan kelainan sistemik atau
metabolik, seperti gangguan tiroid, ikterus,
artritis
4. Urtikaria yang ditemukan di tungkai saja dan
tidak hilang dalam 24 jam dicurigai adanya
urtikaria vaskulitis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan dasar: darah perifer lengkap,
urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal
2. Tes Alergi
3. Tes Provokasi
4. Biopsi
5. IgE Atopi
KRITERIA DIAGNOSIS Gambaran klinis dan prosedur diagnostik
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
urtikaria fisik
Tipe Renta Gambaran klinis Tes Diagnostik

Angioedema
Urtikaria ng utama
usia
pasien
(tahun
)
Dermograf 20 – Weal linear,gatal, (-) Light stroking
isme 50 dikelilingi flare kulit
simtomati merah muda menyebabkan
k pada lokasi weal dan gatal.
garukan.
Urtikaria 10 – swelling pucat (+) Batu es pada kulit
dingin 40 atau merah, gatal, selama 10 menit
pada lokasi menimbulkan
kontak dengan weal dalam 5
benda atau cairan menit setelah
dingin. batu es diangkat.
Urtikaria 20 – swelling besar, (-) Beban dengan
tekanan 50 merah, gatal atau berat tertentu
sakit pada lokasi pada posisi
tekanan, bertahan melintang kulit
≥ 24 jam. paha
menimbulkan
swelling merah
persisten setelah
periode laten 1
sampai 4 jam.
Urtikaria 20 – swelling pucat (+) Iradiasi dengan
solar 50 atau merah, gatal, 2.5 kW solar
pada lokasi simulator (290 –
pajanan 690 nm)selama
ultraviolet atau 30 - 120 detik
visible light. menimbulkan
weal dalam 30
menit.
Urtikaria 10 - 50 weal gatal, pucat (+) Olahraga atau air
kolinergik atau merah muda, hangat memicu
monomorf, pada urtika.
badan, leher,
tungkai.
DIAGNOSA KERJA Urtikaria
DIAGNOSA BANDING 1. Mastositosis (urtikaria pigmentosa)
2. Mastositosis sistemik
3. Vaskulitis kulit (cutaneous vasculitis)
4. Episodic Angioedema Associated with
Eosinophilia (EAAE)
5. Angioedema herediter
6. Urtikaria popular
7. Dermatitis atopic
8. Eritema ultiformis
9. Pemfigoid bulosa
TERAPI 1. Paliatif
2. Medikamentosa
 Lini 1 :Antihistamin generasi pertama
(klorfeniramin, hidroksizin
difenhidramin), antihistamin generasi
kedua (setirizin, loratadin), antagonis H-2
(simetidin, ranitidine) per oral
 Lini 2 : Kortikosteroid per oral jangka
panjang, pada beberapa kasus yang berat,
kalau perlu dilakukan biopsi bila dicurigai
adanya vaskulitis untuk klasifikasi
histopatologis. Bila disertai angioedema
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
yang berat, injeksi adrenalin
intramuskular dapat diberikan.
 Lini 3: plasmaferesis
EDUKASI 1. Edukasi untuk mengurangi gejala,
menghindari faktor pencetus
2. Urtikaria akut akan sembuh sendiri dan
memberikan respons yang baik dengan
pemberian antihistamin generasi pertama.
PROGNOSIS Baik
PENELAAH KRITIS 1. dr.T Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,FINASIM
2. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD.,
FINASIM.
3. dr. Islamuddin., SpPD
4. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
5. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
6. dr. Desi Salwani., SpPD.
7. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
8. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Hudson LD, Acute Respiratory Distress
Syndrome. In: Schraugnagel DE. Breathing
in America: Diseases, Progress, and Hope.
American Thoracic Society. 2010. Hal 15-
24.
2. Chol AMK, Levy BD. Acute Respiratory
Distress Syndrome. In: Longo DL, Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL,
Loscalzo J. Harrison‘s Principle of Internal
Medicine. 18th Edition. New York. McGraw-
Hill. 2012.
3. Tang BMP, Craig JC, Eslick GD, Seppelt I,
McLean AS, Use of corticosteroids in Acute
Lung Injury and Acute Respiratory Distress
Syndrome: A Systemic review and meta-
analysis . Crit Care Med 2009 vol.37, No. 5.
4. Amin Z. Sindrom Gangguan Respirasi Akut
(ARDS). Dalam: Amin Z, Dahlan Z,
Yuwono A (Eds). Panduan
Tatalaksana/Prosedur Respirologi dan
Penyakit Kritis Paru.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

5. Alergi Obat
NAMA PENYAKIT Alergi Obat (Z88)
DEFINISI Reaksi simpang obat yang tidak diinginkan akibat
adanya interaksi antara agen farmakologi dan
sistem imun manusia
ANAMNESA 1. Riwayat obat-obatan yang sedang dipakai
pasien
2. Riwayat obat-obatan masa lampau
3. Lama pemakaian dan reaksi yang pernah
timbul, lama waktu yang diperlukan mulai dari
pemakaian obat hingga timbulnya gejala
4. Gejala hilang setelah pemakaian obat
dihentikan dan timbul kembali bila diberikan
kembali
5. Riwayat pemakaian antibiotic topikal jangka
lama
6. Keluhan yang dialami pasien dapat timbul
segera ataupun beberapa hari setelah
pemakaian obat
PEMERIKSAAN FISIK 1. Pasien tampak sesak
2. Hipotensi
3. Limfadenopati
4. Ronki
5. Mengi
6. Urtikaria
7. Angioedema
8. Eritema
9. Makulopapular
10. Eritema multiforme
11. Bengkak
12. Kemerahan pada sendi
PEMERIKSAAN PENUJANG 1. Pemeriksaan hematologi: darah lengkap, fungsi
ginjal, fungsi hati
2. Urinalisis lengkap
3. Tes In Vivo
4. Test In Vitro
5. Tes kulit untuk reaksi hipersensitivitas cepat
(lgE),
6. Tes tempel
7. Tes provokasi atau tes dosing
8. Radioallergosorbent test (RAST),
9. lgG atau lgM yang spesifik untuk obat,
mengukur aktivasi komplemen, mengukur
pelepasan histamin atau mediator lain dari
basofil, mengukur mediator seperti histamin,
prostaglandin, leukotrien, triptase, transformasi
limfosit
10. Uji toksisitas leukosit
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Reaksi alergi obat bisa menyerupai alergi pada
umumnya seperti urtikaria, anafilaksis, asma
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
dan penyakit serum.
2. Gejala lain yang dapat muncul diantaranya
adalah:
3. Ruam kulit (terutama eksantema),
4. Infiltrasi eosinofil ke paru
5. Panas, hepatitis, sindrom lupus dan nefritis
interstisial akut.
6. Reaksi ini cenderung bersifat spesifik yang
tidak bergantung pada dosis dan efek
farmakalogi obat.
7. Dalam beberapa hari setelah penghentian obat,
reaksi alergi obat biasanya menghilang, kecuali
pada kondisi yang manametabolit obat berperan
sebagai hapten atau sudah terbentuknya
kompleks imun.
8. Alergi obat hanya terjadi pada sebagian kecil
penderita yang mendapat obat.
DIAGNOSA KERJA Alergi Obat
DIAGNOSA BANDING 1. Sindrom karsinoid
2. Penyakit graft-versus-host
3. Gigitan serangga
4. Penyakit Kawasaki
5. Mastositosis
6. Psoriasis
7. Asma
8. Infeksi virus
9. Alergi makanan
10. Infeksi Streptococcus
11. Keracunan makanan
12. Alergi lateks
13. Infeksi
TERAPI 1. Menghentikan pemakaian obat yang dicurigai.
2. Pengobatan simtomatik tergantung atas berat
ringannya reaksi alergi obat. Gejala ringan
biasanya hilang sendiri setelah obat dihentikan.
pada kasus yang berat, kortikosteroid sistemik
dapat mempercepat penyembuhan
3. Pada kelainan kulit yang berat seperti pada SSJ,
pasien harus menjalani perawatan. Pasien
memerlukan asupan nutrisi dan cairan yang
adekuat. Perawatan kuiit juga memerlukan
waktu yang cukup lama, mulai dari hitungan
hari hingga minggu. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah terjadinya infeksi sekunder
yang membuat pasien perlu diberikan
antibiotika
4. Tata laksana anafilaksis
5. Pada kasus urtikaria dan angioedema
pemberian antihistamin saja biasanya sudah
memadai, tetapi untuk kelainan yang lebih
berat seperti vaskulitis, penyakit serum,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
kelainan darah. hepatitis, atau nefritis
interstisial biasanya memerlukan kortikosteroid
sistemik dosis tinggi (60-100 mg prednison
atau setaranya) sampai gejala terkendali.
Kortikosteroid tersebut selanjutnya diturunkan
dosisnya secara bertahap selama satu sampai
dua minggu.
EDUKASI 1. Keluarga perlu diberitahukan mengenai
penyuntikan apapun bentuknya terutama obat-
obat yang telah dilaporkan bersifat antigen
(serum, penisiilin, anestesi lokal, dll) harus
selalu waspada untuk timbulnya reaksi
anafilaktik.
2. Penderita yang tergolong risiko tinggi (ada
riwayat asma, rinitis, eksim, atau penyakit-
penyakit alergi lainnya) harus lebih diwaspadai
lagi.
3. Jangan mencoba menyuntikkan obat yang sama
bila sebelumnya pernah ada riwayat alergi
berapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti
dengan preparat lain yang lebih aman
PROGNOSIS Baik
PENELAAH KRITIS 1. dr. T. Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,FINASIM
2. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD., FINASIM.
3. dr. Islamuddin., SpPD
4. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
5. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
6. dr. Desi Salwani., SpPD.
7. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
8. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Djauzi S. Sunaaru H. Mahdi D. Sukmana N.
Alergi obat. Dalam: Sudoyo A. Setiyohadi B.
Alwi I. Simadibraia M. Setiati S. ed. Buku aiar
ilmu penyakit dalam. 5 ed. Jakarta: Pusat
lnformasi dan Penerbitan Bagian llmu Penyakit
Dalam FKUI. 2009 p. 387 - 9l.
2. Baratawidjaja KG. Rengganis I. Alergi Dasar
edisi ke-I . Jakarta: Pusat Penerbitan llmu
Penyakit Dalam. 2009. h. 457-95.
3. Shinkai K, Stern R. Wintroub B. Cutaneous
drug reactions. ln: Fauci A, Kasper D. Longo
D. Braunwald E. Hauser S. Jameson J.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Loscalzo J. editors. Harrison's principles of
internal medicine. l8 ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies. 2012
p. 432 - 9.
4. Riedl M, Casillas A. Adverse drug reactions:
types and treatment options. Am Fam Physician
2003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

B. DIVISI ENDOKRIN DIABETES DAN METABOLIK


1. Tumor Adrenal
NAMA PENYAKIT Tumor Adrenal (C74)
DEFINISI Tumor adrenal memiliki hubungan dengan
sindrom Cushing dan sindrom Connserta tumor-
tumor lain yang mensekresi androgen
(menyebabkan virilisasi pada perempuan), yang
mengekskresikan estrogen (menyebabkan
feminisasi pada laki-laki dan perdarahan uterus
pada perempuan pascamenopause)
ANAMNESIS  Palpitasi
 Banyak berkeringat
 Sakit kepala
 Nyeri abdomen
 Penurunan atau penambahan berat badan
 Virilisasi pada wanita
 Feminisasi pada Iaki-laki
 Kelemahan
 Depresi
 Lebam
PEMERIKSAAN FISIK  Obesitas Sentral
 Ginekomastia
 Hipertensi, Hipotensi Postural, Takikardi
 Pemeriksaan Fundus : Retinopati Hipertensi
 Pada Kulit : Hirsutisme dan Strie
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Pielografi Intravena dengan Tomografi
 Penyuntikan Gas Peritoneal
 Angiografi
KRITERIA DIAGNOSIS  Identifikasi gejala klinis, riwayat penyakit
keluarga
 Pemeriksaan laboratorium : kelebihan
hormon steroid (glukokortikoid, mineralo-
kortikoid, androgen)
 Pencitraan (USG/CT Scan/MRI) Abdomen :
terlihat massa ukuran > 4 cm (sensitivitas
97%, spesifisitas 52%)
 Diagnosis pasti : pemeriksaan Patologi
Anatomi
DIAGNOSIS KERJA Tumor Adrenal
DIAGNOSIS BANDING  Pheochromocytoma
 Sindroma Cushing
 Hiperaldosteronisme Primer
TERAPI Non Farmakologis
Kondisi dimana operasi tidak memberikan hasil
yang baik diantaranya adalah kelainan adrenal
bilateral seperti corticotropin-dependent Cashing
disease atau hiperaldosteronisme bilateral.
Adenoma kortikal adrenal non-fungsional bukan
merupakan premalignan dan tindak pembedahan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
tidak diindikasikan.
Farmakologis
Pasien dengan hiperaldosteronisme idiopatik
bilateral yang tidak dapat dioperasi atau menolak
dioperasi harus diberikan penyekat reseptor
mineralkortikoid selektif dan nonselektif.
Bedah
Pengobatan untuk tumor adrenal yang secara
hormonal aktif
EDUKASI  Menjelaskan tentang proses penyakit
 Menjelaskan pentingnya makan-makanan
yang sehat
 Menjelaskan pentingnya memonitoring kadar
hormon adrenal
 Menjelaskan terapi yang akan dijalani kepada
pasien dan keluarga
PROGNOSIS 80% adenoma adrenal merupakan non fungsional
dan jinak.
20% adenoma adrenal adalah fungsional atau
ganas dan membutuhkan evaluasi dan
pengobatan lebih lanjut untuk mencegah
komplikasi
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-KEMD,
FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Arlt W. Disorder oi the Adrenal Cortex. In :
Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser SL,
Jameson JL. Loscalzo J. Han'ison's Principles
of intemal Medicine. 18"‗ed. New York:
McGraw-Hill: 201 2. 2940-61
2. Nieman 1. Adrenal Cortex. In: Goldman,
Ausiello. Cecil Medicine. 23'― Edition.
Philadelphia.Saunders, Elsevier. 2008
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

2. Dislipidemia
NAMA PENYAKIT Dislipidemia (E78.1)
DEFINISI Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid
yang ditandai dengan peningkatanatau penurunan
fraksi lipid dalam plasma.
ANAMNESIS Menilai faktor risiko seperti
 Riwayat merokok
 Hipertensi
 Penyakit jantung koroner pada keluarga
 Usia
PEMERIKSAAN FISIK  Sering ditemukan secara tidak sengaja pada
saat pasien medical check up
 Gejala muncul saat dislipidemia
menimbulkan komplikasi seperti penyakit
jantung koroner, penyakit arteri perifer
PEMERIKSAAN PENUNJANG Profile lipid plasma darah vena
KRITERIA DIAGNOSIS  Untuk menegakkan diagnosis, perlu
pemeriksaan kadar kolesterol total, HDL.
LDLdan TG plasma darah vena.
 Persiapan puasa 12 jam sebelumnya
diperlukan untuk pemeriksaan TG dan LDL
indirek yang menggunakan rumus Friedwald
 Pemeriksaan penyaring dianjurkan untuk
setiap orang usia > 20 tahun (bila normal
perlu diulang tiap 5 tahun)
 Pemeriksaan lain dapat disesuaikan dengan
klinis untuk mencari adakah penyakit lain
yang menyertai atau menjadi penyebabnya
(misalnya glukosa darah, tes fungsi hati, urin
lengkap, tes fungsi ginjal, TSH, EKG)
 Penting untuk menilai seberapa besar faktor
risiko penyakit jantung koroner (PJK)
sebelum memulai terapi dislipidemia. Faktor
risiko utama (selain kolesterol LDL) yang
menentukan sasaran kolesterol LDL yang
ingin dicapai
DIAGNOSIS KERJA Dislipidemia
DIAGNOSIS BANDING  Hiperkolesterolemia sekunden karena
hipotiroidisme, penyakit hati obstruksi,
sindrom nefrotik, anoreksia nervosa, porfiria
intermiten akut, obat (progestin, siklosporin,
thiazide)
 Hipertrigliseridemia sekunder, karena
obesitas, DM, penyakit ginjal kronik,
lipodistrofi, glycogen storage disease,
alkohol, bedah bypass ileal, stres, sepsis,
kehamilan, obat (estrogen, isotretinoin,
penyekat beta, glukokortikoid, resin pengikat
bile-acid, thiazide) hepatitis akut, lupus
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
eritematosus sistemik, gammopati
monoklonal: myeloma multipel, limfoma
AIDS: inhibitor protease
 HDL rendah sekunder, karena malnutrisi,
obesitas, merokok, penyekat beta, steroid
anabolik
TERAPI Non farmakologis (Perubahan Gaya Hidup/
PGH):
Terapi nutrisi medis, dengan:
 Mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak
trans tidak jenuh sampai< 7 — 10 % total
energi.
 Mengurangi asupan kolesterol sampai < 250
mg/hari
 Menggantikan makanan sumber kolesterol
dan lemakjenuh dengan makanan
Alternatiflainnya (misal produk susu rendah
lemak, karbohidrat dengan indeks glikemik
rendah)
 Mengkonsumsi makanan padat gizi dan
kardioprotektif [sayuran, kacang-kacangan,
buah, ikan, dsb]
 Menghindari makanan tinggi kalori
[makanan berminyak, soft drink]
 Mengkonsumsi suplemen yang dapat
menurunkan kadar lipid (seperti asam lemak
omega 3, makanan tinggi serat, dan sterol
sayuran.
 Mengurangi berat badan dan meningkatkan
aktivitas fisik
 Aktivitas fisik diperbanyak atau rutin
berolahraga
 Menghentikan rokok dan minuman
beralkohol, terutama bila disertai hipertensi,
hipertrigliseridemia, atau obesitas sentral
 Mempertahankan atau menurunkan berat
badan
Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-
farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar
kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai
diberikan, dengan tetap meneruskan pengaturan
makan dan latihan jasmani.
Farmakologis
Predominan
Golongan statin
- Simvastatin 5 - 40 mg
- Lovastatin 10 - 80 mg
- Pravastatin 10 - 40 mg
- Fluvastatin 20 - 80 mg
- Atorvastatin 10 - 80 mg
- Rosuvastatin 10 - 40 mg
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Pitavastatin 1- 4 mg
Golongan bile acid sequestrant
- Kolestiramin 4 — 16 g
Golongan nicotinic acid
- Nicotinic acid (immediate release] 2 x 100 mg
s.cl. 1,5 - 3 g
Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan
primer, dimulai dengan statin atau bile acid
sequestrant atau nicotinic acid. Pemantauan
profil lipid dilakukan setiap 6 minggu.
Bila target sudah tercapai, pemantauan setiap 4-
6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi, target
belum tercapai: intensifkan atau naikkan dosis
statin atau kombinasi dengan yang lain. Bila
setelah 6 minggu berikutnya terapinon-
farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar
kolesterol LDL, maka terapi farmakologis
diintensifkan. Pasien dengan PJK, kejadian
koroner mayor atau dirawa tuntuk prosedur
koroner, diberi terapi obat saat pulang dari RS
jika kolesterol LDL > 100 mg/dL.
EDUKASI  Mempertahankan pola makan sehari hari
yang sehat dan seimbang
 Melakukan kegiatan jasmani yang cukup
sesuai dengan umur dan kemampuan
 Menghindari merokok
 Mempertahankan berat badan normal
PROGNOSIS Risiko menjadi PJK dalam 10 tahun ke depan
berdasarkan Skor Framingham yaitu
meniumlahkan pain-poin dari faktor usia, nilai
kolesterol, nilai HDL, tekanan darah sistolik.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Adam JMF. Soegondo S. Semiordii G.
Adrionsyah H. Editor. Petunjuk Praktis
Penatalaksanaan Dislipidemia. PB
PERKENI. April 2004
2. Serniardji G. National Cholesterol Education
Program - Adult Treatment Panel lll (NCEP-
ATP Ill): Adakah hal yang baru ? Makalah
Siang Klinik Bagian Metabolik
Endokrinologi. Bagian llmu Penyakit Dalam,
2002.
3. Reiner Z, Catapono A. Booker G et all.
ESC/EAS Guidelines for the management of
dyslipidemias : The Task Force for the
management of dyslipidiemias of the
European Society of Cardiology (ESC) and
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
the European Atherosclerosis Society (EAS).
Europeon Heart Journal (2011) 32, 1769-
1818.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

3. Diabetes Mellitus Gestasional


NAMA PENYAKIT Diabetes Mellitus Gestasional (O24.4)
DEFINISI Diabetes Melitus Gestasional (GDM ) adalah
diabetes yang didiagnosis pertama kali saat
kehamilan
ANAMNESIS Wanita dengan diabetes gestasional hampir tidak
pernah memberikan keluhan, mencari faktor
risiko diabetes melitus gestational yaitu
a. Faktor risiko obstetrik
1. Riwayat Keguguran
2. Riwayat melahirkan bayi meninggal tanpa
sebab
3. Riwayat melahirkan bayi cacat bawaan
4. Riwayat melahirkan bayi > 4000 gr
5. Riwayat Preeklamsia
6. Polihidramnion
b. Riwayat umum
1. Usia hamil > 30 tahun
2. Riwayat DM dalam keluarga
3. Riwayat DM pada kehamilan berikutnya
4. Infeksi Saluran Kemih berulang saat
hamil
PEMERIKSAAN FISIK Pada umumnya tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium:
 Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah
makan
 HbA1c
KRITERIA DIAGNOSIS Menurut WHO dalam Diagnosis and
Classification of Diabetes Meilitus 1999
 Harus melakukan tes toleransi glukosa oral
dengan beban glukosa 75 gram.
 Dinyatakan diabetes gestasional bila glukosa
plasma puasa > 126 mg/dl dan/atau dua jam
setelah beban glukosa > 200 mg/ dl.
 Atau toleransi glukosa terganggu (dianggap
diabetes).
DIAGNOSIS KERJA Diabetes Melitus Gestasional
DIAGNOSIS BANDING Diabetes melitus type 2
Diabetes Melitus pra gestasional
TERAPI 1. Terapi Nutrisi Medik
a. jumlah kalori yang dianjurkan adalah 30
kkal/berat badan ideal sebelum hamil,
Pasien dengan obesitas, dilakukan
pembatasan kalori 28 Kkal/KGBB
b. Sasaran glukosa plasma puasa < 105
mg/dl dan dua jam setelah makan < 130
mg/dl. Apabila sasaran tidak tercapai
dapat diberikan terapi insulin
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2. Terapi Insulin
a. Jenis insulin yang dipakai adalah insulin
manusia.
b. Insulin analog dipakai jika tidak tersedia
insulin manusia.
c. Dosis dan frekuensi sangat tergantung
kadar glukosa darah.
d. Pada umumnya insulin dihentikan pada
saat pasien bersalin untuk
mencegahhipoglikemia
3. Terapi Farmakologis
EDUKASI Menjelaskan komplikasi dari diabetes melitus
gestasional ibu yaitu preeklamsia, ISK, seksio
sesaria, trauma persalinan akibat bayi besar dan
pada bayi yaitu makrosomi, hambatan
pertumbuhan janin, cacat bawaan, hipoglikemia,
hipokalsemia, hipomagnesemia, hiperbilirubi-
nemia, polisitemia, sindrom gawat nafas
neonatal.
PROGNOSIS  Hipertensi kronik terjadi pada 1 dari 10 ibu
hamil dengan diabetes melitus. Preeklamsia
terjadi lebih sering pada wanita dengan DM
(mencapai 12%) dibandingkan pada wanita
yang tidak mengidap DM.
 Preeklamsia berhubungan dengan kontrol
glikemik. Jika glukosa darah puasa < 105
mg/dL preeklamsia terjadi pada 7.8 %,
sedangkan glukosa darah puasa > 105 mg/dL
preeklamsia terjadi pada 13.8%.
 Risiko abortus dalam kehamilan terjadi pada
9-14 % kasus.
 Malformasi terjadi pada 13.3 % dari 105
wanita hamil dengan diabetes melitus.
 Rrisiko bayi lahir dengan besar usia gestasi
terjadi pada 30 % kasus.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. PERKENI. KonsensusPengelolaan Diabetes
Melitustipe 2 di Indonesia. 2011.
2. The Expert Committee on The Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus. Report of
The Expert Committee on The Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes
Care. Jan 2003;26 (Supp). 1) : S5-20.
3. Suyono S. Type 2 Diabetes Mellitus is o
Beta-Cell Dysfunction. Prosiding Jakarta
Diabetes Meeting 2002: The Recent
Management in Diabetes and its
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Complications : From Molecular to Clinic.
Jakarta. 2-3 Nov 2002. Simposium Current
Treatment in Internal Medicine 2000.
Jakarta.11-12 November 2000:] 85-99.
4. lnzucch SE. Bergenstal RM. Buse JB et al.
Management of Hyperglycemiainti/pe2
Diabetes: A Patient-Centered Approach.
Position Statement ot the American Diabetes
Association [ADA] and the European
Association for the Study of Diabetes
{EASD]. Diunduh dari
http://care.diabetesjournals.org/content/3516!
1364.full.pdt+htm1 pada tanggal 7 Juni 2012
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

4. Diabetes Mellitus
NAMA PENYAKIT Diabetes Mellitus (E11)
DEFINISI Diabetes melitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia kronik yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
ANAMNESIS  Gejala yang timbul.
 Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu
meliputi : glukosa darah, A1C, dan hasil
pemeriksaan khusus yang terkait DM.
 Pola makan, status nutrisi, dan riwayat
perubahan berat badan.
 Riwayat tumbuh kembang pada pasien
anak/dewasa muda.
 Pengobatan yang pernah diperoleh
sebelumnya secara lengkap. Termasuk terapi
gizi medis dan penyuluhan yang telah
diperoleh tentang perawatan DM secara,serta
kepercayaan yang diikuti dalam bidang
terapi kesehatan.
 Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk
obat yang digunakan, perencanaan makan
dan program latihan jasmani.
 Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis
diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan
hipoglikemia).
 Riwayat infeksi sebelumnya, terutama
infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis
serta kaki.
 Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi
kronik (komplikasi pada ginjal, jantung,
susunan saraf, mata, saluran pencernaan,
dll).
 Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh
terhadap glukosa darah.
 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat
penyakit jantung koroner. obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga [termasuk
penyakit DM dan endokrin lain).
 Riwayat penyakit dan pengobatan di Iuar
DM.
 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan,
dan status ekonomi.
 Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi,
dan kehamilan.
PEMERIKSAAN FISIK  Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan
lingkar pinggang.
 Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah,
termasuk jari.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Pemeriksaan funduskopi.
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar
tiroid.
 Pemeriksaan jantung.
 Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun
dengan stetoskop.
 Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan
bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis.
 Pengukuran tekanan darah, termasuk
pengukuran tekanan darah dalam posisi
berdiri untuk mencari kemungkinan adanya
hipotensi ortostatik, serta ankle brachial
index (ABI). Untuk mencari kemungkinan
penyakit pembuluh darah arteri tepi.
 Tanda penyakit lain yang dapat
menimbulkan DM tipe lain.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
 HbA1c
 Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol
total, HDL, LDL, dan trigliserida)
 Kreatinin serum
 Albuminuria
 Keton, sedimen, dan protein dalam urin
 Elektrokardiogram
 Foto sinar-x dada
KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria diagnosis DM
 Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu
> 200 mg/dl. Glukosa plasma sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir atau
 Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa >
126 mg/dL. Puasa diartikan pasien tidak
mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
 Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200
mg/dl
 HbA1c > 6,5 % dengan menggunakan
metode terstandarisasi oleh National
Glycahaemoglobin Standarization Program
DIAGNOSIS KERJA Diabetes Mellitus
DIAGNOSIS BANDING  Hiperglikemia reaktif
 Pre diabetes
TERAPI Non farmakologis
 Edukasi
 Terapi gizi medis
 Kebutuhan kalori
Farmakologis
 Obat Hiperglikemia Oral
 Insulin
EDUKASI Menjelaskan kepada pasien perlunya :
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Pengendalian dan pemantauan DM,
intervensi farmakologis, non farmakologis
serta target perawatan.
 Interaksi asupan makanan , aktifitas fisik,
dan obat hipoglikemik oral, insulin dan obat
lain
 Latihan jasmani dan teratur
 Masalahkhusus yang dihadapi
(hiperglikemia dalam kehamilan)
PROGNOSIS Diabetes menyebabkan kematian pada 3 juta
orang setiap tahun (1,7-5,2% kematian di dunia)
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes
Melitus tipe 2 di Indonesia. 2011.
2. The Expert Committee on The Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus. Report of
The Expert Committee on The Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes
Care. Jan 2003;26 (Supp. L): S5-20.
3. Suyono S. Type 2 Diabetes Mellitus is o
Beta-Cell Dysfunction. Prosiding Jakarta
Diabetes Meeting 2002: The Recent
Management in Diabetes and its
Complications : From Molecular to Clinic.
Jakarta. 2-3 Nov 2002. Simposium Current
Treatment in Internal Medicine 2000.
Jakarta.11-12 November 2000:] 85-99
4. lnzucch SE. Bergenstal RM. Buse JB et al.
Management of Hyperglycemiainti/pe2
Diabetes: A Patient-Centered Approach.
Position Statement ot the American Diabetes
Association [ADA] and the European
Association for the Study of Diabetes
{EASD]. Diunduh dari
http://care.diabetesjournals.org/content/3516!
1364.full.pdt+htm1 pada tanggal 7 Juni 2012
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

5. Hiperaldosteronisme
NAMA PENYAKIT Hiperaldosteronisme (E26)
DEFINISI Hiperaldosteronisme adalah peningkatan hormon
aldosteron dalam darah.
ANAMNESIS  Sakit kepala
 Poliuria, nokturia
 Parestesia, kelemahan otot
 Riwayat penggunaan obat-obatan yang
mengganggu pelepasan aldosterone (NSAID,
ARB, Beta Bloker, Heparin)
PEMERIKSAAN FISIK  Hipertensi, edema
 Hiporefleksi, paralisis
 Distensi abdomen
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : Hipokalemia, kadar aldosteron
tinggi, kadar renin rendah
Radiologi : CT scan adrenal
KRITERIA DIAGNOSIS Pengukuran
 Aktivitas renin plasa
 Serum aldosterone
 Serum kortison
DIAGNOSIS KERJA Hiperaldosteronisme
DIAGNOSIS BANDING  Hipertensi esensial, adenoma adrenal
 Sindrom Bartter, Sindrom Conn, Sindrom
Cushing
 Hipertensi renovaskular
TERAPI Non farmakologis : diet rendah garam
Farmakologis : Spironolakton [awal 4-00
mg/hari per oral, kemudian 100-400 mg sekali
sehari atau setiap 12 jam), amiloride, triamterene,
nifedipin
Tindakan operatif : untuk kasus adenoma atau
karsinoma
EDUKASI  Menjaga tekanan darah agar tetap normal
dengan pemberian obat anti hipertensi sesuai
petunjuk dokter
 Konsumsi suplemen kalium dan menjaga
kadar kalium normal
PROGNOSIS Bila tidak diterapi akan meningkatkan risiko
penyakit jantung, stroke dan gagal ginjal
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Arlt W. Disorder oi the Adrenal Cortex. In :
Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser SL,
Jameson JL. Loscalzo J. Han'ison's Principles
of intemal Medicine. 18"‗ed. New York:
McGraw-Hill: 201 2. 2940-61
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2. Nieman 1.. Adrenal Cortex. In: Goldman,
Ausiello. Cecil Medicine. 23 Edition.
Philadelphia.Saunders, Elsevier. 2008
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

6. Hiperparatiroidisme
NAMA PENYAKIT Hiperparatiroidisme (E21)
DEFINISI Hiperparatiroidisme adalah keadaan berlebihnya
sekresi hormon paratiroid; yang dapat dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu primer, sekunder dan
tersier
ANAMNESIS  Gejala konstitusional nonspesifik: kelelahan,
kelemahan, anoreksia, mual, muntah,
konstipasi, nyeri tulang.
 Gejala neuropsikologik: gangguan tidur,
depresi, mental confusion, konsentrasi
menurun, iritabilitas, demensia
 Manifestasi pada sistem rangka:
osteoporosis, patah tulang atau riwayat patah
tulang
 Riwayat batu ginjal berulang
 Riwayat penggunaan obat: diuretik tiazid,
litium
 Riwayat hipertiroidisme, hiperkalsemia.
PEMERIKSAAN FISIK Manifestasi kardiovaskular:
 Hipertensi
 Kalsifikasi valvular
 Hipertrofi ventrikel.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Pemeriksaan darah : kalsium serum total,
hormon paratiroid, kadar fosfat serum, kadar
1,25-dihidroksi vitamin D
 Pencitraan: nefrolitiasis dan gambaran
keropos tulang
 Fungsi ginjal : urium dan kreatinin 
penurunan GFR
 Pemeriksaan urin: hiperkalsiuria,
peningkatan ekskresi kalsium urin 24 jam.
 EKG: interval QT memendek
 Densitometri tulang: penurunan densitas
tulang
 Kedokteran nuklir: Sestamibi scan
KRITERIA DIAGNOSIS  Bila ditemukan gejala klinis sesuai anamnesa
dan pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan laboratorium kadar kalsium dan
hormon paratiroid yang tinggi, fosfat yang
rendah
 Pemeriksaan bone mineral density, biopsi
kelenjar thyroid dan sestamibi scan
DIAGNOSIS KERJA Hiperparatiroid
DIAGNOSIS BANDING  Keganasan
 Penggunaan litium dan tiazid
 Benign familial hypercalcemic hypocalciuria
 Hiperkalsemia oleh sebab lain
TERAPI Farmakologis dan Bedah
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
1. Hiperparatiroidisme primer
a. Eksisi jaringan kelenjar paratiroid
abnormal adalah terapi definitif
b. Kalsium 1000-1200 mg per hari
pascareseksi
c. Pada penyakit ringan: pertahankan
hidrasi, bisfosfonat [alendronat 10 mg
oral sekali sehari}, terapi pengganti
hormon estrogen atau raloxifene, dan
kalsimimetik (cinacalcet].
2. Hiperparatiroidisme sekunder
a. Atasi penyebab primernya
b. Terapi dengan kalsium dan vitamin D
atau analog vitamin D
c. Pengikat fosfat
d. Kalsimimetik (cinacalcet)
3. Hiperparatiroidisme tersier
Paratiroidektomi subtotal dan total
EDUKASI  Konsumsi cairan yang cukup untuk
mencegah dehidrasi
 Berolahraga secara teratur
 Tidak merokok
 Menghindari obat yang meningkatkan kadar
kalsium seperti lithium atau diuretik
 Memperhatikan asupan kalsium dan vitamin
D sesuai anjuran
PROGNOSIS  Hiperparatiroidisme primer ringan yang
tidak ditatalaksana terkait dengan
peningkatan mortalitas, penyakit
kardiovaskuler, gagal ginjal, dan batu ginjal.
 Pada pasien hiperparatiroidisme primer
simtomatik, paratiroidektomi bersifat kuratif
dan bermanfaat.
 Pada hiperparatiroidisme sekunder, sekitar 1-
2% pasien membutuhkan paratiroidektomi
setiap tahunnya.
 Pada hiperparatiroidisme tersier, kelenjar
abnormal jarang mengalami involusi.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Hiperparatiroidisme. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S. penyunting. Buku aiar ilmu penyakit
dalam. Edisi V. Jakarta: Intemo Publishing:
2009.
2. Potts Jr JT. Diseases of the parathyroid
gland. In: Longo DL. Kasper DL. Jameson
JL. Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
penyunting. Harrison's principle oi intemal
medicine. 18th Edition. McGraw-Hill. 2012.
3. Fraser WD. Hyperparathyroidism. Lancet
2009;374[96841:145-58.
4. Ahmad R, Hammond JM. Primary,
secondary. and tertiary hyperparathyroidism.
Otolaryngol Clin N Am 2004-:37:701-I3
5. Pitt SC. Sippel RS. Chen H. Secondary and
tertiary hyperparalhyroidism, stale of the art
surgical management. Surg Clin North Am
2009:89l5]:i227
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

7. Hipogonadisme
NAMA PENYAKIT Hipogonadisme (E23.0)
DEFINISI Hipogonadisme adalah suatu kondisi yang
dihasilkan akibat menurunnya produksi fungsi
gonad secara abnormal, terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan seksual, serta
karakteristik seksual sekunder.
ANAMNESIS Keluhan Utama
Pada kebanyakan lelaki yang lebih tua libido
rendah. Gejala lain : disfungsi ereksi, penurunan
massa otot dan kekuatan, penurunan vitalitas,
mood menurun.
Riwayat Medikasi
Pada lelaki lebih muda ditanyakan riwayat
konsumsi maternal estrogen, progestin atau
androgen pada kehamilan 2 bulan awal.
Riwayat Keluarga
Kematian saudara kandung saat neonatus
meningkatkan kecurigaan hiperplasia adrenal
kongenital. lnfertilitas dari saudara kandung
orangtua meningkatkan kecurigaan bentuk
pseudohermafroditisme genetik lelaki
PEMERIKSAAN FISIK  Pemeriksaan fisik sebaiknya difokuskan
pada karakteristik seks sekunder seperti
tumbuh rambut, ginekomastia, volume testis,
prostat, tinggi dan proporsi tubuh.
 Eunuchoid proportions didefinisikan dengan
rentang lengan > 2 cm Iebih besar dari tinggi
badan dan dicurigai defisiensi androgen
terjadi sebelum fusi epifiseal.
 Rambut tumbuh pada wajah, aksila, dada,
dan regio pubis merupakan daerah yang
pertumbuhannya bergantung dengan
androgen. Bagaimanapun juga perubahan
fisik tidak dapat diketahuikecuali defisiensi
androgen yang terjadi cukup berat dan
berkepanjangan.
 Etnisitas juga mempengaruhi pertumbuhan
rambut tubuh. Pasien dengan sindrom
Klinelfelter volume testisnya berkurang (1-2
mL). Volume testis paling baik diperiksa
menggunakan Prader orchidometer
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium
 Pengukuran testosteron serum total, FSH,
LH (ketiganya diambil pada sampel darah
pagi hari), prolaktin serum, hormon hipofisis
lain
 Analisis semen untuk memeriksa infertilitas
Radiologis
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 USG pelvis untuk mencari uterus, testis
tersembunyi (cryptochismus)
 Studi kontras dari orifisium perineal dapat
membantu anatomi internal dan
mengkonfirmasi keberadaan vagina
 MRI Kepala
KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria minimum untuk diagnosis dari
hipogonad late-onset :
 Setidaknya tiga gejala seksual
- Ereksi pagi yang buruk
- Gairah seksual rendah
- Disfungsi ereksi
 Tingkat testosteron total < 11 nmol/L (3.2
ng/mL)
 Tingkat testosteron total < 220 pmol/L (64
pg/mL)
DIAGNOSIS KERJA Hipogonadisme
DIAGNOSIS BANDING  Hipogonadisme primer, hipogonadisme
sekunder
 Resistensi target organ [sindrom
insensitivitas androgen atau defisiensi 5-
alpha reductase)
 Hipogonadisme late-onset
TERAPI
 Testosterone undecanoate oral: 40-80 mg PO
2 atau 3 kali sehari dengan makanan
 Testosterone undeconoote injeksi: Diawali
1000 mg IM dan pada minggu ke 6 diikuti
1000 mg IM setiap 12 minggu
 Testosteronepellets: 4 hingga 6 implant 200-
mg pellet setiop 4-6 bulan
EDUKASI  Menjelaskan mengenai gejala gejala
hipogonadisme kepada pasien seperti
penurunan libido, disfungsi ereksi, mudah
lelah, mudah berkeringat, dan penambahan
lingkar pinggang
 Pada anak anak bila terjadi hipogonadisme
akan mengakibatkan perubahan mental dan
psikis
PROGNOSIS Pada usia lanjut laki-laki, perbaikan manifestasi
klinis diperkirakan dalam 3-6 bulan dengan terapi
pengganti testosteron
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Dorland's Illustrated Medical Dictionary.
23rd Ed. Philadelphia. Elsevier. 2007
2. Viswanathan V, Eugster EA. Etiology and
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
treatment of hypogonadism in adolescents.
Endocrinol Metab Clin North Am. Dec
2009:3B[4]:7 I 9-38.
3. Bhasin S. Jameson J. Disorders of the Testes
and Male Reproductive System. In: Longo
Fauci Kasper. Harrison's Principles of
lntemol Medicine 18"‗ edition. United States
of America. McGraw Hill. 2012
4. Kronenberg H, Melmed S. Polonsky K.
Testicular disorder. Willia m ‗s textbook of
endocrinology I 1'"edition. Philadelphia.
Saunders Elsevier. 2008
5. Swerdloft R, Wang C. The Testis and Male
Sexual Function. In: Goldman. Auslello.
Cecil Medicine. 23*― Edition. Philadelphia.
Saunders, Elsevier. 2008
6. Wang C, Nieschlag E. Swerdloff RS et al.
ISA. ISSAM. EAU. EAA and ASA
recommendations: investigation, treatment
and monitoring of late-onset hypogonadism
in males.
7. Otlen B, Stikkelbroeck N. Hermus R.
Hypogonadism in Males With Congenital
Adrenal Hyperplasia In: Winters S.Male
hypogonadism : basic. clinical. and
therapeutic principles. New Jersey. Humana
Press. 2004
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

8. Hipoparatiroidisme
NAMA PENYAKIT Hipoparatiroidisme (E20)
DEFINISI Hipoparatiroidisme adalah keadaan berkurangnya
hormon paratiroid; yang dapat dibagi menjadi
hipoparatiroidisme herediter dan
hipoparatiroidisme akuisita
ANAMNESIS 1. Manifestasi neurologik dan neuromuskular :
spasme otot, spasme carpopedal, grimacing
wajah, spasme laring, kejang
2. Perubahan status mental : iritabilitas,
depresi, psikosis
3. Kram usus dan malabsorpsi kronik dapat
terjadi
4. Perubahan kronik pada kuku dan rambut
5. Alopesia dan kandidiasis
PEMERIKSAAN FISIK 1. Manifestasi neurologik dan neuromuskular :
spasme otot, spasme carpopedal, grimacing
wajah, spasme laring, kejang
2. Gagal napas dapat terjadi
3. Gejala ekstrapiramidal Iebih sering terjadi
pada hipoparatiroid herediter: distonia,
pergerakan choreoothetotic
4. Perubahan status mental : iritabilitas,
depresi, psikosis
5. Kram usus dan malabsorpsi kronik dapat
terjadi
6. Papiledema dan peningkatan tekanan
intrakranial
7. Tanda Chvostek’s dan Trousseau dapat
ditemukan
8. Perubahan kronik pada kuku dan rambut
9. Katarak lentikular
10. Alopesia dan kandidiasis Iebih sering terjadi
pada hipoparatiroidisme herediter
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Kalsium darah : hipokalsemia
 Kalsium urin : hiperkalsiuria
 CT Scan :kalsifikasi ganglia basal lebih
sering terjadi pada hipoparatiroidisme
herediter
 EKG: interval QT memanjang, aritmia
KRITERIA DIAGNOSIS  Identifikasi gejala klinis, riwayat penyakit
keluarga, pemeriksaan laboratorium
(hipokalsemia dan hiperkalsiuria)
 Pemberian syntetic parathyroid hormon
(teriparatide) untuk menyingkirkan pseudo
hypoparathyroid
DIAGNOSIS KERJA Hipoparathyroid
DIAGNOSIS BANDING  Pseudohipoparatiroidisme
 Hipokalsemia oleh sebab lain
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
TERAPI Farmakologis
1. Kalsium oral dosis tinggi (21 g kalsium
elemental); jika perlu dikombinasikan
dengan vitamin D dosis 40000-120000
U/hari (1-3 mg/hari).
2. Diuretik tiazid.
3. Penambahan terapi pengganti hormon
paratiroid 1-84 pada terapi konvensional
(kalsium dan vitamin D) terkait dengan
penurunan kebutuhan kalsium dan vitamin D
harian.
EDUKASI  Diet tinggi kalsium dan rendah fosfat
 Monitoring kadar kalsium dan fosfat setiap
bulan
 Menjelaskan kepada pasien perlunya
monitoring hasil laboratorium
PROGNOSIS Hipoparatiroidisme permanen dapat terjadi pada
3.8% yang menjalani tiroidektomi
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Potts Jr JT. Diseases of the parathyroid
gland. Dalam: Longo DL. Kasper DL.
Jameson JL. Fauci AS. Hauser 5L. Loscalzo
J. penyunting. Harrison's principle of internal
medicine. Edisi XVIII. McGrawHill
Companies: 2012. Hal.
2. Rubin MR, Sliney J. McMahon DJ.
Silverberg SJ. Bilezikian JP. Therapy oi
hypoparathyroidism with intact parathyroid
hormone. Osteoporosis Int 20I0:2I [I I}: I
927-34
3. Sikjaer T, Rejnmark L, Rolighed L.
Heickendorif L. Mosekilde L. The effect of
adding PTH(I-84] to conventional treatment
of Hypoparatiroidisme a randomized
placebo-controlled study. J Bone Miner Res
201I:26 (I0): 2358-70
4. Sitqes-Serra A. Ruiz S. Girvent M, Duenas
JP. Sancho JJ. Outcome of protracted
hypoparatiroidisme after total
thyroidectomy. Br J Surg 2OI 0;97il Ii: I
687-95
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

9. Insufisiensi Adrenal
NAMA PENYAKIT Insufisiensi Adrenal (E27.4)
DEFINISI Defisiensi kortisol absolut atau relatif yang
terjadi mendadak biasanya disebabkan oleh
penyakit atau stres yang berat insufisiensi adrenal
akut juga dapat erjadi akibat stres, infeksi berat,
pada pasien dimana respons adrenal menurun
karena sesuatu sebab atau gangguan pelepasan
ACTH akibat kerusakan hipofisis atau terapi
kortikosteroid lama.
ANAMNESIS  Akut : Nyeri kepala, mual, muntah, diare
 Kronik : lesu, letih, lemah, anoreksia, mual,
penurunan berat badan, muntah-
muntah,nyeri perut, depresi, psikosis
PEMERIKSAAN FISIK  Hipotensi
 Kronik: kurus, lemah, hipotensi, pigmentasi
pada perut, tempat-tempat tertekan (daerah
tali pinggang, lipatan telapak tangan, areola,
perineum dan daerah yang terpapar sinar
matahari), vitiligo, atau pigmentasi kelabu
pada muka pipi, gusi dan bibir
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Kadar kortisol darah
 Kronik : hipoglikemia
 Tes Synacthen (ACTH stimulation test)
 CT scan adrenal
KRITERIA DIAGNOSIS ACTH Stimulation Test
DIAGNOSIS KERJA Insufisiensi Adrenal
DIAGNOSIS BANDING  Krisis adrenal, perdarahan adrenal
 Eosinofilia
 Histoplasmosis, sarkoidosis
TERAPI Non farmakologis : Edukasi pasien
Farmakologis : Pemberian larutan NaCl 0,9%,
kortikosteroid, glukosa intravena, dan
pengobatan penyakit pencetusnya
Alternatif lain: hidrokortison IV dengan larutan
NaCl 0,9%
Kronik:
 Pemberian kortisol : Mula-mula pasien
diberikan kortison dosis tinggi. Untuk jangka
panjang, dosis 25 mg pagi hari dan 12,5 mg
pada sore hari per oral
 Mineralkortikoid(fludrokortison 100 ug/hari)
EDUKASI 1. Meningkatkan asupan garam pada konsumsi
mineralkortikoid dosis tinggi
2. Mengurangi respon stress (emosi, infeksi,
trauma)
PROGNOSIS Kecuali risiko krisis adrenal, kesehatan dan usia
pasien biasanya normal, sedangkan pigmentasi
dapat menetap
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Arlt W. Disorder oi the Adrenal Cortex. In :
Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser
SL, Jameson JL. Loscalzo J. Han'ison's
Principles of intemal Medicine. 18"‗ed. New
York: McGraw-Hill: 201 2. 2940-61
2. Nieman 1.. Adrenal Cortex. In: Goldman,
Ausiello. Cecil Medicine. 23'― Edition.
Philadelphia.Saunders, Elsevier. 2008
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

10. Kaki Diabetik


NAMA PENYAKIT Kaki Diabetik (E11.62)
DEFINISI Merupakan komplikasi kronik DM yang
diakibatkan kelainan neuropati sensorik, motorik,
maupun otonomik serta kelainan pada pembuluh
darah. Alasan terjadinya peningkatan insiden ini
adalah interaksi beberapa faktor patogen:
neuropati. biomekanika kaki abnormal, penyakit
arteri perifer, penyembuhan luka yang buruk dan
infeksi.
ANAMNESIS  Lama menderita DM
 Kontrol gula darah
 Gejala komplikasi
 Penyakit penyerta
 Riwayat pengobatan saat ini
 Pemakaian sepatu
 Ada kalus
 Ada kelainan bentuk kaki
 Riwayat infeksi atau pembedahan pada kaki
 Nyeri pada tungkai saat beristirahat.
PEMERIKSAAN FISIK a. Pemeriksaan vaskular
 Palpasi pulsasi arteri.
 Perubahan warna kulit,
 Adanya edema,
 Perubahan suhu,
 Riwayat perwatan sebelumnya.
 Kelainan lokal di ekstremitas: kelainan
pertumbuhan kaki, rambut, atrofi kulit.
b. Pemeriksaan neuropati
 Vibrasi dengan garputala 128 Hz,
 Sensasi halus dengan kapas.
 Perbedaan dua titik, sensasi suhu, panas dan
dingin,
 Pinprick untuk nyeri,
 Pemeriksaan reflex fisiologis,
 Pemeriksaaan klonus, dantes Romberg.
c. Pemeriksaan kulit
 Tekstur, turgor dan warna, kulit kering,
 Adanya callus, fisura, ulkus. gangren.
infeksi, jamur sela-sela jari.
 Adanya kelainan akantosisnigikans dan
dermopati.
d. Pemeriksaan tulang dan otot
 Pemeriksaan biomekanik,
 Kelainan struktur kaki [hammer toe. charcot,
riwayat amputasi, foot drop].
 Keterbatasan tendon achilles.
 Evaluasi cara berjalan, kekuatan otot.
tekanan plantar kaki.
e. Pemeriksaan sepatu dan alas kaki
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Jenis sepatu
 Kecocokan dengan bentuk kaki
 Insole
 Benda asing di dalam
DIAGNOSIS BANDING  Peripheral arterial disease (PAD)
 Vaskulitis
 Tromboangitis obliterans (penyakit
buerger‘s)
 Venous stasis ulcer
TATALAKSANA A. PERAWATAN KAKI DIABETIK
TANPA LUKA DAN RISIKO TINGGI
1. Deteksi dini:
 Kaki berisiko tinggi : Penyandang DM yang
memiliki satu atau Iebih risiko terdiri dari
kelainan neuropati, vaskular [iskemia],
deformitas, kalus dan pembengkakan.
Dilakukan kontrol mekanik. metabolik,
edukasi dan ditambah dengan control
vaskular
 Kaki dengan sensasi normal disertai
deformitas : Kelainan deformitas yang lazim
dijumpai antara lain claw toes, hammer toes,
metatarsal heads yang menonjol, hallux
rigidus, hallux valgus dan callus. Adanya
kuli kering atau fisura akibat neuropati dapat
diatasi dengan pemberian krim pelembab
untuk mencegah timbulnya lecet, mengingat
setiap lecet berpotensi sebagai tempat
masuknya infeksi bakteri
 Kaki insensitivitas dengan deformitas
 Iskemia dengan deformitas
2. TindakanPencegahan :
 Dilakukan bila belum ada luka di kaki [Texas
Modifikasi Stadium A Tingkat 0] dan
berdasarkan kategori risiko lesi kaki diabetik.
Langkah – langkah pencegahan perlu dijelaskan
saat edukasi perawatan kaki diabetes, diantaranya
sebagai berikut:
 Tidak boleh berjalantanpa alas kaki,
termasuk di atas pasir dan di air.
 Periksa kaki setiap hari untuk deteksi dini
dan laporkan pada dokter/perawat. Apabila
ada kulit terkelupas. kemerahan, atau luka.
 Periksa alas kaki dari benda asing sebelum
memakainya.
 Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih,
tidak basah, dan mengoleskan krim
pelembab kekulit yang kering
 Potong kuku secara teratur.
 Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki
teratur setelah dari kamar mandi.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang
tidak menyebabka lipatan pada ujung-ujung
jari kaki.
 Kalau ada kalus atau mata ikan, ditipiskan
secara teratur.
 Jika sudah ada kelainan bentuk kaki,
gunakan alas kali yang dibuat khusus.
 Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau
longgar, jangan gunakan hak tinggi.
 Jangan gunakan bantal panas atau botol
berisi air panas atau batu untuk kaki.
3. Sepatu Diabetes
 Kategori risiko 0: meskipun belum ada
gangguan sensasi, karena gangguan sensasi
pada kategori tersebut dapat terjadi sewaktu-
waktu.
 Kategori resiko 1: saat sudah terdapat
gangguan sensoris dan pembentukan calus
 Kategori resiko 2 dan 3: sudah terdapat
deformitas dan kerapuhan jaringan akibat
tukak terdahulu
4. Peran Senam Kaki
 Latihan untuk sendi pergelangan kaki, otot
kaki serta jari-jari kaki
 Latihan yang ditujukan pada otot paha (otot
adductor, abductor, quadrisep, hamstring,
dan otot betis (gastrocniemius dan soleus) )
 Latihan umum yang
menggunakan/menggerakkan kaki :jalan
kaki. bersepeda (statis) khusus bagi yang
gemuk, senam aerobik, berenang (bi|a tidak
ada luka terbuka).

B. PERAWATAN KAKI DIABETIK


DENGAN LUKA
Tatalaksana holistik kaki diabetes meliputi 6
aspek kontrol yaitu kontrol mekanik, kontrol
metabolik, kontrol vaskular, kontrol luka, kontrol
infeksi dan kontrol edukasi.
1. Kontrol mekanik:
 Mengistirahatkan kaki.
 Menghindari tekanan pada daerah kaki yang
luka (non weight bearing).
 Menggunakan bantal saat berbaring pada
tumit kaki/ bokong/ tonjolan tulang untuk
mencegah lecet.
 Memakai kasur anti dekubitus bila perlu.
 Mobilisasi (bila perlu dengan alat bantu
berupa kursi roda atau tongkat).
 Pada luka yang didominasi oleh faktor
neuropati maka tujuan utama adalah
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
mendistribusikan beban tekanan pada kaki,
sedangkan yang didominasi faktor vascular
tujuan utamanya adalah menghindari luka
pada daerah yang rentan.
2. Kontrol luka:
 Evakuasi jaringan nekrotik dan pus yang
adekuat perlu dilakukan secepat mungkin.
Jika perlu dapat dilalukan dengan tindakan
operatif.
 Pembalutan luka dengan pembalut yang
basah atau lembab.
 Debridemen dan nekrotomi, amputasi
3. Kontrol infeksi (mikrobiologi):
 Diperlukan pada ulkus neuropati maupun
ulkus neuro iskemia (PAD), terapi anti
mikroba empiric pada saat awal bila belum
ada hasil pemeriksaan kultur
mikroorganisme dan resistensi.
 Luka yang superfisial: diberikan antibiotik
untuk kuman gram positif. Luka Iebih dalam
diberikan antibiotik untuk kuman gram
negatif ditambah golongan metronidazol bila
ada kecurigaan infeksi bakteri anaerob.
 Pada luka yang dalam. luas, disertai gejala
infeksi sistemik yang memerlukan perawatan
di rumah sakit: dapat diberikan antibiotik
spectrum luas yang dapat mencakup kuman
gram positif, gram negatif dan anaerob,
sehingga dapat digunakan 2 atau 3 golongan
antibiotik.
 Penggunaan antibiotik diobservasi seminggu
kemudian, dan disesuaikan dengan hasil
kultur mikroorganisme.
4. Kontrol vascular
 Sebaiknya ditelusuri sampai diketahui perlu
tidaknya penilaian status vascular secara
invasive
 Periksa ankle brachial index (ABI), trans
cutaneous oxygentension, toe pressure
bahkan angiografi
 Pemeriksaan TcP02: untuk menentukan
daerah dengan oksigenasi yang masih cukup
sehingga terapi revaskularisasi diharapkan
masih memiliki manfaat.
 Tindakan bedah vascular atau tindakan
endovaskular.
5. Kontrol metabolik:
 Perencanaan nutrisi yang baik selama proses
infeksi dan penyembuhan luka.
 Regulasi glukosa darah yang adekuat.
 Pengendalian komorbiditas bila ada
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
(misalnya hipertensi. dislipidemia, gangguan
fungsi hati/ginjal, gangguan elektrolit,
anemia, infeksi penyerta serta
hipoalbuminemia).
6. Kontrol edukasi:
 Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai
kondisi luka kaki pasien saat ini, rencana
diagnosis, penatalaksanaan/ terapi, penyulit
yang mungkin timbul, serta bagaimana
prognosis selanjutnya.
 Pemberian edukasi penting mengingat
kerjasama pasien dan keluarganya
mutlakdiperlukan dalam penatalaksanaan
yang optimal dan untuk menghindari salah
pengertian

C. NEKROTOMI DAN AMPUTASI


Tujuan:
 Membuang semua jaringan nekrotik yang
vital, jaringan infeksi, dan juga callus di
sekitar ulkus
 Mengurangi tekanan pada jaringan kapiler
dan tepi luka
 Memungkinkan drainase dari eksudat dan
pus
 Meningkatkan penetrasi antibiotic kedalam
luka yang terinfeksi
Indikasi:
Debridement/Nekrotomi:
Indikasi nekrotomi adalah sebagai berikut:
 Terdapat debris dan jaringan nekrosis pada
luka kronis di jaringan kulit, jaringan
subkutan,fasia. tendon, otot bahkan tulang.
 Terdapat kerusakan jaringan dan pus pada
ulkus yang terinfeksi.
Amputasi:
Tindakan amputasi biasanya dilakukan secara
elektif, namun bila ada infeksi dengan ancaman
kematian dapat dilakukan amputasi secara
emergensi.
Indikasi amputasi adalah sebagai berikut:
 Jaringan nekrotik luas
 Iskemi jaringan yang tidak dapat
direkonstruksi
 Gagal revaskularisasi
 Charcot‘s of Foot dengan instabilitas
 Infeksi akut dengan ancaman kematian (gas
gangrene dannnecrotizing fasciitis)
 Infeksi/luka yang tidak membaik dengan
terapi adekuat
 Gangren
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Deformitas anatomi yang berat dan tidak
terkontrol
 Ulkus berulang
Peran Nutrisi dalam Penyembuhan Luka
 Fungsi nutrisi: membantu proses
penyembuhan luka (inflamasi. Granulasi dan
epitelisasi/remodeling).
 Perhitungan kecukupan kalori sama seperti
pada penatalaksanaan ulkus DM.
 Protein 1,5-2 gram/kg berat badan/hari.
Lemak 20-25 % kebutuhan energy dengan
lemak jenuh <7%. Iemak tidak jenuh < l0%
dan sisanya Iemak tidak jenuh tunggal
 Vitamin A: kebutuhan per hari 5000 IU
 Vitamin B kompleks: kofaktor atau koenzim
pada sejumlah fungsi metabolik yang terlibat
pada penyembuhan luka. Terutama pada
penglepasan energy dari karbohidrat.
KOMPLIKASI Osteomielitis, Sepsis, Amputasi
PROGNOSIS Sebanyak 14,3% meninggal dalam setahun pasca
amputasi dan 37% meninggal pasca amputasi.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Powers A. Diabetes Mellitus. In:Longo Fauci
Kasper, Harrison's Principles of Internal
Medicine 18th edition.United States of
America .Mcgraw Hill. 2012
2. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam:
Sudoyo.Setiyohadi. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam. Edisi V Jakarta. lnterna Publishing.
2011
3. Konsensus Kaki Diabetik. Jakarta. Pengurus
Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PB PERKENI). 2008
4. Pedoman Penatalaksanaan Kaki Diabetes
.Jakarta. Perkeni. 2010
5. Adhiorto. Penatalaksanaan Kaki Diabetes.
Dalam: Koriodi SHKS, Arifin AYL. Adhiarta
IGN, Permana H,Soetedjo NNM .Editors. Naskah
Lengkap Forum Diabetes Nasional V.
Bandung. 2011
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

11. Karsinoma Tiroid


NAMA PENYAKIT Karsinoma Tiroid (C73)
DEFINISI Karsinoma tiroid merupakan keganasan kelenjar
tiroid yang paling sering ditemukan
ANAMNESIS  Usia < 20 th atau >70 th
 Jenis kelamin pria
 Keluhan disfagia dan serak
 Riwayat radiasi pengion saat anak-anak
 Riwayat keganasan tiroid sebelumnya
 Gejala penekanan dan metastasis
PEMERIKSAAN FISIK  Nodul padat, keras, tidak rata dan terfiksir
 Limfadenopati servikal
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Biopsi Aspirasi larum Halus [BAJAH]
2. Laboratorium
3. Pencitraan
 USG
 Skintigrafi Tiroid
4. Histopatologi
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa: dijumpai adanya benjolan di
leher, padat, keras, tidak rata dan terfiksir
2. USG thyroid: nodul solid tumor > 2cm,
disertai kalsifikasi
3. FNAB: dijumpai carcinoma cell follicular,
papilar, medular, dan lain-lain
DIAGNOSIS KERJA Karsinoma tiroid
DIAGNOSIS BANDING Nodul Tiroid Jinak
TERAPI 1. Operasi
Tiroidektomi total merupakan prosedur awal
pilihan pada hampir sebagian besar pasien
karsinoma tiroid.
2. Terapi Ablasi iodium Radioaktif
 Untuk memaksimalkan uptake iodium
radioaktif setelah tiroidektomi total,
kadar hormon tiroid diturunkan dengan
menghentikan obat L-tiroksin sehingga
TSH endogen terstimulasi hingga
mencapai kadar di atas 25-30 mU/L.
Mengingat waktu paruh L-tiroksin adalah
7 hari, biasanya diperlukan waktu 4-5
minggu.
 Pasien juga menghindari makanan yang
mengandung tinggi yodium paling
kurang 2 minggu sebelum skintigrafi
dikerjakan.
3. Terapi Supresi L-Tiroksin
 Kelompok Risiko Rendah : Target TSH :
0.1-0.5 mU/L
 Kelompok Risiko Tinggi : Target TSH :
0.01 mU/L
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Tyrosine kinase inhibitor
5. Radioterapi paliatif
EDUKASI 1. Evaluasi rutin pasca operasi sangat penting
untuk mecegah kekambuhan
2. Periksakan secara berkala ke dokter untuk
menilai apakah terjadi kekambuhan atau
proses metastase
PROGNOSIS Pada pasien muda, rata-rata kesembuhan 97%
pada karsinoma tiroid baik yang folikular
maupun yang papilar.
Karsinoma tiroid tipe medular, memiliki
prognosis Iebih buruk karena menyebar ke
kelenjar limfe Iebih cepat sehingga
membutuhkan terapi Iebih agresi
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Jameson JL. Weetman AP. Disorder of the
Thyroid Gland. In : Longo DL. Fauci AS,
Kasper DL. Hauser 51., Jameson JL.
Loscalzo J. Harrison‗s Principles of Internal
Medicine. I8"'ed. New York: McGraw~HiII:
2012. 291 1-39
2. Subekti Imam. Pengelolaan karsinoma tiroid.
Dalam : Penatalaksanaan Penyakit-Penyakit
Tiroid bagi Dokter. Perkumpulon
Endokrinologi Indonesia Cabang Jakarta.
Jakarta. 2008. Hlm 88-I02
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

12. Kista Tiroid


NAMA PENYAKIT Kista Tiroid (E04.1)
DEFINISI Nodul kistik pada jaringan tiroid, merupakan 10-
25 % dari seluruh nodul tiroid
ANAMNESIS  Anamnesis Umum:
- Sejak kapan benjolan timbul
- Rasa nyeri spontan atau tidak spontan,
berpindah atau tetap
- Cara membesarnya: cepat atau lambat
- Pada awalnya berupa satu benjolan yang
membesar menjadi beberapa benjolanatau
hanya pembesaran leher saja
 Riwayat keluarga
 Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu
kecil/muda
 Perubahan suara
 Gangguan menelan, sesak nafas
 Penurunan berat badan
 Keluhan tirotoksikosis
PEMERIKSAAN FISIK  Nodus tunggal atau banyak, atau difus
 Nyeri tekan
 Konsistensi : kistik
 Permukaan
 Perlekatan pada jaringan sekitarnya
 Pendesakan atau pendorongan trakea
 Pembesaran kelenjar getah bening regional
 Pemberton's sign
PEMERIKSAAN PENUNJANG USG tiroid :
 Dapat membedakan bagian padat dan cair,
 Dapat untuk memandu BAJAH :
menemukan bagian solid.
 Gambaran USG Kista = kurang Iebih bulat,
seluruhnya hipoekoik sonolusen, dinding
tipis.
 Sitologi cairan kista dengan prosedur
sitospin.
 Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH): pada
bagian yang solid.
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa: adanya benjolan di leher dengan
konsistensi lunak, permukaan rata dan
terfiksir
2. Pemeriksaan fisik: Pemberton's sign
3. USG thyroid: dijumpai nodul kistik, bulat
dengan gambaran hipoekoik, sonulusen,
dinding tipis
4. FNAB: dijumpai cystic goiter
DIAGNOSIS KERJA Kista Tiroid
DIAGNOSIS BANDING  Kista tiroid
 Kista degenerasi
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Karsinoma tiroid
TERAPI Pungsi Aspirasi Seluruh Cairan Kista
EDUKASI 1. Merubah perilaku makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam yodium
2. Mendeteksi secara dini suatu penyakit
3. Mengkonsumsi makanan yang merupakan
sumber yodium seperti ikan laut
PROGNOSIS Prognosis tergantung tipe kista tiroid
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Kariadi SHKS. Struma Nodosa Non-Toksik.
Dalam waspadii S, et al. ledsi. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI:757-65.
2. Suyono S. Pendekatan Pasien dengan Struma.
Dalam Markum HMS. Sudoyo HAW, Effendy
S. Setiati S, Gani RA, Alwi I [eds]. Naskah
Lengkap Pertemuan llmiah Tahunan llmu
Penyakit Dalam 1997. Jakarta. 1997:207-13.
3. Subekti I. Struma Nodosa Non-Toksik
(SNNT). In Simadibrata M. Setiati S. Alwi I,
Maryantoro. Gani RA. Mansioer A {eds}.
Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana di
Bidang llmu Penyakit Dalam.Jakarta: Pusat
Intormasi dan Penerbitan Bagian llmu
Penyakit Dalam FKUI,1999:187-9.
4. Soebardi S. Pemeriksaan Diagnostik Nodul
Tiroid. Makalah Jakarta Endocrinology
Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

13. Krisis Hiperglikemia


NAMA PENYAKIT Krisis Hiperglikemia (E11.65)
DEFINISI Krisis hiperglikemia, mencakup ketoasidosis
diabetik [KAD] dan status hiperglikemia
hiperosmolar (SHH), merupakan komplikasi
metabolik akut paling serius pada pasien diabetes
melitus.
Krisis hiperglikemia terjadi akibat defisiensi
insulin dan peningkatan hormon counter
regulatory [glukagon, katekolamin, kortisol dan
growth hormone].
SHH terjadi ketika defisiensi insulin yang relatif
[terhadap kebutuhan insulin] menimbulkan
hiperglikemia berat dan dehidrasi dan akhirnya
menyebabkan kondisi hiperosmolaiitas.
KAD terjadi bila defisiensi insulin yang berat
tidak saja menimbulkan hiperglikemia dan
dehidrasi, tapi juga mengakibatkan produksi
keton meningkat serta asidosis metabolik.
Spektrum kedua kondisi ini dapat saling
overlap.―
ANAMNESIS 1. KAD
 Mual/muntah
 Haus/poliuria
 Nyeri perut
 Sesak napas
 Gejala berkembang dalam waktu < 24 jam.
 Faktor presipitasi meliputi riwayat
pemberian insulin inadekuat, infeksi
(pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi
intra abdominal, sepsis), infark (serebral,
koroner, mesenterika, perifer), obat (kokain),
kehamilan
2. HHS
 Riwayat poliuria,
 Berat badan turun, dan berkurangnya
asupan oral yang terjadi dalam beberapa
minggu dan akhir nya terjadi letargie
koma.
 Faktor presipitasi meliputi infark
miokard, stroke, sepsis, pneumonia,
infeksi berat lainnya, keadaan seperti
riwayat stroke sebelumnya atau demensia
atau situasi sosial yang menyebabkan
asupan air berkurang
PEMERIKSAAN FISIK 1. KAD
 Takikardia,
 Dehidrasi,
 Hipotensi,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Takipnea, pernapasan Kussmaul, distres
pernapasan, napas bau keton,
 Nyeri tekan perut (menyerupai
pankreatitis akut),
 Letargi atau koma
2. HHS
 Dehidrasi,
 Hipotensi,
 Takikardia,
 Perubahan status mental
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Gula Darah Sewaktu: hiperglikemia
2. Benda keton : Ketonemia dan atau ketonuria
3. AGDA
4. Elektrolit
1. KAD
Diagnosis KAD ditegakkan bila ditemukan :
KRITERIA DIAGNOSIS  Hiperglikemia [>250 mg/dL],
 Ketonemia dan atau ketonuria dan
 Asidosis metabolik [HC03<18]
 Anion gap meningkat
2. HHS
 Hiperglikemia [dapat >600 mg/dL],
 Hiperosmoialitas [>350 m0smol/L).
 Azotemia prerenal.
 Asidosis dan Ketonemia tidak ada atau
ringan. pl-1 >7,3 dan bikarbonat >18
mEq/L

DIAGNOSIS KERJA 1. KAD


2. HHS
DIAGNOSIS BANDING Starvation ketosis, alcoholic ketoacidosis,
asidosis Iaktat, penyalahgunaan obat -obatan
(salisilat, metanol, etilen glikol, paraldehid), akut
pada gagal ginjal kronik
TERAPI 1. Pemberian cairan
2. Terapi Insulin
3. Koreksi Kalium
4. Bikarbonat
 Jika pH vena <6.9 , berikan 100 mmol
natrium bikarbonat dalam 4-00 ml
sterilewater ditambah 20 mEq
KC1diberikan selama 2 jam. ]ika pH
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
masih <7, ulangi setiap2 jam sampai pH
>7. Periksan kadar kalium serum setiap 2
jam.
 Jika pH vena 2 6.9 : tidak perlu diberikan
natrium bikarbonat.
5. Pemantauan
Pantau tekanan darah, nadi, napas, status
mental, asupan cairan dan urin tiap 1-4
jam
EDUKASI 1. Kontrol gula darah secara teratur
2. Menghindari asupan gula, lemak jenuh serta
alcohol dan rokok
3. Menjaga berat badan sesuai indeks massa
tubuh normal
4. Berolahraga secara teratur, setidaknya 30
menit selama 3 kali seminggu
5. Mengedukasi bahwa komplikasi terhadap
gula darah yang tidak teratur dapat
menyebabkan kematian
PROGNOSIS KAD memiliki angka kematian 2% untuk usia <
65 tahun dan 22% untuk usia > 65 tahun. SHH
memiliki angka mortalitas 20-30%
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Soewondo Pradana. Ketoasidosis Diabetik.
Dalam: Sudoyo AW. Setiyohadi B. Alwi I.
Simadibrata M. Setiati S. penyunting. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing; 2009. Hal I906-I91 I .
2. Davis Joe C. Diabetes Mellitus. Dalam:
Longo DL. Kasper DL. Jameson JL. Fauci
AS. Hauser SL. Loscalzo J. penyunting.
Harrison's principle at internal medicine.
Edisi XVIII. McGraw-l-Iill Companies:20l2.
3. Perkeni. Petunjuk praktis terapi insulin pada
pasien diabetes melitus. JaI<arta:Pusat
penerbitan ilmu penyakit cIaIam:20Il
4. Kitabchi AE. Umpierrez GE. Miles JM.
Fisher JN. Hyperglycemic crisis in adult
patients with diabetes. Diabetes Care 2009:
32l7 : l335-43. Diunduh dari http://
carediabetesjournals. Argfcontent /32/7/I335.
full. pdf+html pada tanggal 7 Juni 2012.
5. Trachtenbarg DE. Diabetic ketoacidosis.
American Family Physician 2005:7l[9]:l705-
14
6. Staner GD. Hyperosmolar hyperglycemia
state. American Family Physician 2005:7I
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
l9]:I 723-30
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

14. Krisis Tiroid


NAMA PENYAKIT Krisis Tiroid (E05.21)
DEFINISI Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis
hipertiroidisme yang paling berat dan
mengancam jiwa.
ANAMNESIS Riwayat hipertiroid dengan gejala :
 Berat badan turun,
 Perubahan suasana hati,
 Bingung sampai tidak sadar
 Diare
 Amenorea
PEMERIKSAAN FISIK  Gejala dan tanda khas hipertiroid
 Sistim saraf pusat terganggu : delirium,
koma
 Demam tinggi sampai 40oC
 Takikardi sampai 130-200x/menit
 Dapat terjadi gagal jantung kongestif
 Diare
 Ikterus
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. TSHs : sangat rendah,
2. FT4/T3 : tinggi,
3. Darah rutin :Anemia normositik normokrom,
Limfositosis relatif,
4. Gula darah : Hiperglikemia
5. Enzim transminase hati : meningkat
hiperbilirubinemia, azotemia prarenal.
6. EKG : sinus takikardi atau atrium fibrilasi dg
respon ventrikuler cepat.
KRITERIA DIAGNOSIS Skor indeks Klinis Krisis Tiroid (Burch-
Wartosky, 1993)

DIAGNOSA KERJA Krisis tiroid


DIAGNOSA BANDING Sepsis
TERAPI 1. Perawatan suportif :
 Kompres dingin, antipiretik,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Memperbaiki gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
 Mengatasi gagal jantung : O2, diuretik,
digitalis
2. Antagonis aktivitas hormon tiroid
 Blokade produksi hormon tiroid : PTU
300mg tiap 4-6 jam PO atau metimazol
20-30mg tiap 4 jam PO
 Blokade ekresi hormon tiroid: solutio
lugol 8 tetes tiap 6 jam
 Penyekat beta : propanolol 60-80 mg tiap
6jam PO
 Glukokortikoid : hidrokortison 100-
500mg Ivtiap 12 jam, dexametason 2mg
tiap 6 jam
 Bila refrakter terhadap terapi diatas :
plasmafaresis, dialisis peritoneal
3. Pengobatan terhadap faktor presipitasi :
antibiotik spektrum luas.
EDUKASI 1. Minum obat anti tiroid secara teratur
2. Rutin kontrol ke dokter untuk mengevaluasi
hormon tiroid
3. Kenali gejala tirotoksikosis
PROGNOSIS Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan
adekuat 10-15%
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Djokomoeljanto R. Kelenjar tiroid,
Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. In :
Sudoyo AW, Setiyohadi B Alwi,
Simadibrata M, setiati S, et al.Buku Ajar
ilmu penyakit Dalam.Edisi 5. Jakarta :
Interna publishing.1993-2008.
2. Jameson JL, Weetman AP, Disorder of
thyroid gland.In : longo DL, Fauci
AS,Kasper DL,Hauser DL, Jameson JL,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

15. Obesitas
NAMA PENYAKIT Obesitas (E68.0)
DEFINISI Merupakan suatu keadaan di mana terdapat
massa jaringan adiposa yang berlebih.
ANAMNESIS 1. Berat badan yang berlebihan
2. Pola makan yang tidak baik ( makan
berlebihan)
3. Lingkar perut yang berlebih : laki-laki ≥ 90
cm, wanita ≥ 80 cm
4. Adanya penyakit yang menyebabkan
obesitas, antara lain hipotiroidisme, sindrom
ovarium polikistik, sindrom cushing,
kelainan di hipotalamus dan mutasi genetic
PEMERIKSAAN FISIK Berat badan dan tinggi badan
PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk menyingkirkan penyakit endokrin
penyebab obesitas, skrinning komorbid (sindrom
metabolik) dan melihat adanya komplikasi organ
target.
KRITERIA DIAGNOSIS Berat badan berdasarkan:
 IMT > 25-29,9% Obesitas tingkat I
 IMT>30% Obesitas tingkat II
DIAGNOSIS KERJA Obesitas
DIAGNOSIS BANDING Tidak ada
TERAPI Non farmakologis :
 Perubahan gaya hidup : terapi diet 
defisit kalori 500-1000kkal/hari dan
aktivitas fisik secara bertahap 30-45 menit
sebanyak 3-5kali seminggu dan latihan
kekuatan otot 1-3 set latihan sebanyak 2 x
seminggu
 Terapi prilaku.
Farmakologis : orlistat
Pembedahan :
Indikasi : BMI> 35kg/m2 , adanya satu atau
lebih penyakit komorbid yang teratasi
dengan penurunan berat badan (imobilitas,
artritis, DM type 2), tidak berhasil dengan
nonfarmakologis dan farmakologis.
EDUKASI 1. Menjaga pola makan yang baik
2. Olahraga secara teratur
3. Perbaiki lifestyle
4. Hindari faktro pencetus obesitas misalnya
stress
PROGNOSIS Tiap peningkatan 5kg/m2 pada BMI>25kg/m2
berhubungan dengan resiko kematian sebesar
30%
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Flier J. Maratos-Flier M. Biology of Obesity:
Introduction. In : Longo DL. Fauci AS.
Kasper DL. Hauser SL. Jameson JL.
Loscalzo J. Harrison's Principles of Internal
Medicine. I8"' Edition. New York,
McGraw~Hill. 2012.
2. Sugondo S. Obesitas. Dalam: Alwi I. Setiati
S. Setiyohadi B. Simadibrata M. Sudoyo
AW. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi V. Jakarta: Inierna Publishing:
20I0:I973-I983.
3. National Heart Lung and Blood Institute.
Executive summary at the clinical guidelines
on the identification. Evaluation and
treatment of overweight and obese adults.
Arch Intern Med. I998 Sep 28:I58{I 7]:I855-
67.
4. Badarsono S, Moersadika N. Purnamasari D,
Sukardji K, Tahapaiy D. Identification.
Evaluation and Treatment at Overweight and
Obesity in Adults‗. Clinical Practice
Guidelines of the Obesity Clinic. Wellnes
Cluster Cipto Mangunkusumo Hospital.
Jakarta, Indonesia.
5. National Task Force on the Prevention and
Treatment of Obesity. Medical care for
obese patients: advice tor health care
professionals. Am Fam Physician. 2002 Jan
I:65{I ]|:8I-8.
6. Institute tor Clinical Systems Improvement.
Prevention and Management of Obesity
{Mature Adolescent and Adults}. 5'― ed.
Bloomington, MN; Institute for Clinical
Systems Improvement. April 20lI
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

16. Perioperatif Diabetes Melitus


NAMA PENYAKIT Perioperatif Diabetes Melitus (E11.69)
DEFINISI Merupakan tiga fase pembedahan yang terdiri dari
preoperatif, intraoperatif dan pasca operasi.
PENDEKATAN DIAGNOSIS Evaluasi pra operasi pasien DM
1. Penilaian resiko operasi
2. Penatalaksanaan diabetes
3. Antisipasi pembedahan
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Glukosa darah
 Profil lipid
 HbA1c
 DPL
 Fungsi hati
 Fungsi ginjal
 Elektrolit
 Hemostasis
 Urinalisa
 EKG
 Foto thorak
KOMPLIKASI Hiperglikemia, Hipoglikemia
TATALAKSANA 1. Kontrol gula darah
 Biasanya dilakukan saat rawat jalan
sebelum tindakan
 Target GD belum ada keseragaman [secara
umum GD 140-180 mg/dL]
 Untuk memperbaiki kontrol GD
- Pemeriksaan GD Iebih sering
- Dosis insulin disesuaikan
2. Pemberian insulin
 GD dikendalikan dengan insulin kerja
pendek [insulin manusia) atau insulinkerja
cepat analog.
 Regimen insulin di rumah dapat
dilanjutkan, terutama jika menggunakan
insulin basal.
 Pemberian Insulin
- Metode pemberian insulin sebaiknya dapat
memberikan kontrol GD yang baik
sehingga dapat mencegah hiper- atau
hipoglikemia dan mencegah gangguan
metabolik lain.
- Regimen insulin intravena [IV] sebaiknya
mudah dimengerti dan dapat diterapkan
dalam berbagai situasi.
- Pemberian insulin intravena [IV] harus
disertai pemantauan GDS secara bedside.
- Insulin IV memiliki waktu paruh 5 menit
dan efek biologik sekitar 20 menit.
- Kecepatan infus insulin dapat disesuaikan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
dengan kadar GD.
- Perkiraan kebutuhan insulin awal dapat
diperkirakan berdasarkan tipe DM, terapi
sebelumnya, derajat kontrol glikemik.
terapi steroid, obesitas, infeksi dan gagal
ginjal.
3. Obat oral
 Umumnya dihentikan sebelum tindakan
 SU kerja panjang : 48-72 jam sebelum
tindakan
 SU kerja pendek. pemicu sekresi insulin
lain dan metformin dapat dihentikan pada
malam sebelum tindakan atau pada hari
tindakan
4. Berdasarkan tipe operasi
 Operasi Kecil
- OAD oral atau insulin dapat diteruskan
bila kadar GD terkendali baik
- Tidak memerlukan persiapan khusus
 Operasi Sedang
- Paling sering ditemukan
- Persiapan sama dengan operasi besar
 Operasi besar
- Memerlukan anestesi umum dan
dipuasakan
- Diberikan infus insulin dan glukosa
- Periksa gula darah setiap jam di meja
operasi
5. Operasi rawat jalan
 Jika tidak membutuhkan anestesi umum
 OAD atau insulin dapat dilanjutkan bila GD
sudah terkontrol baik
 Tidak memerlukan puasa dan pasca
tindakan dapat makan seperti biasa
 Jika memungkinkan tindakan dilakukan
sepagi mungkin
6. Operasi gawat darurat
 Stres kondisi akut maka kontrol GD dapat
memburuk dan bahkan dapatmencetuskan
KAD
 Nilai kontrol GD, dehidrasi, asam basa
 Lebih agresif, periksa GD setiap jam di
meja operasi
 Pada KAD maka operasi ditunda 4-6 jam
jika mungkin, dan sebelumnya diberikan
terapi standar KAD
 Pengosongan lambung
 Semua pasien DM dengan trauma
maka dianggap lambung penuh
karena kemungkinan adanya
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
gastroparesis DM, sehingga
sebaiknya ditunda 4-6jam jika
memungkinkan
 Infus insulin intravena
7. Penatalaksanaan Intra operasi
 Semua pasien yang menggunakan insulin
baik tipe 1 maupun tipe 2
harusmendapatkan insulin selama prosedur
operasi
 DM tipe 2 yang terkontrol baik dengan diet
dan DAD mungkin tidak membutuhkan
insulin iika prosedur relatif mudah dan
singkat
 Kontrol GD yang buruk dan prosedur
operasi yang sulit : Pemberian
insulinbermanfaat
8. Pemberian glukosa, cairan dan elektrolit
 Selama puasa sebaiknya diberikan glukosa
yang adekuat dengan tujuan mencegah
hipoglikemia, mencukupi kebutuhan energi
dan katabolisme berat.
 Dapat diberikan dekstrosa 5% 100cc/jam,
disesuaikan dengan status hidrasi.
 Pada stress berat diperlukan glukosa Iebih
banyak.
 Jika dibutuhkan penambahan cairan dapat
diberikan cairan yang tidakmengandung
dekstrosa.
 Kalium seharusnya dilakukan monitor
sebelum dan sesudah operasi
9. Paska tindakan operasi
 Infus dextrose dan insulin dilanjutkan
sampai pasien bisa makan lalu
dimulaidengan pemberian insulin subkutan
sesuai dengan kebutuhan.
 Pada pasien dengan nutrisi enteral tetap
dianjurkan pemberian insulin kerjasingkat
tiap 6 jam dan pengawasan hipoglikemia.
 Bila tidak bisa makan per oral maka dapat
diberikan nutrisi parenteral.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-KEMD,
FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Perkumpulan endokrinologi Indonesia.
Petunjuk praktis terapi insulin pada pasien
diabetes melitus.PB PERKENI. Jakarta 2011
2. Jacober SJ, Sowers JR. Scott J, An update on
perioperative Management of Diabetes. Arch
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Intern Med. 1999;159 : 2405-11
3. Kedokteran perioperatif 2007
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

17. Sindrom Ovarium Polikistik (PCOS)


NAMA PENYAKIT Sindrom Ovarium Polikistik (PCOS) (E28.2)
DEFINISI Suatu sindrom klinis akibat resistensi insulin
yang ditandai dengan obesitas, menstruasi tidak
teratur, dan terdapat tanda berlebihan androgen (
hirsutisme, jerawat)
KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria diagnosis PCOS dari Eshre/Asrm
(Roterdam) 2003 minimal 2 dari 3 kriteria :
1. Disfungsi ovulasi
2. Hiperandrogenisme
3. Dengan USG pelvis atau transvaginal,pada
bagian perifer dalam satu ovarium
ditemukan > 10 kistafollikular
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Gula darah puasa /sewaktu (atau TTGO) dan
profil lipid
 Hormon kortisol pada pagi hari
 Hormon 17 hidroksi progesteron pada pagi
hari
 DHEAS serum
 USG untuk menyingkirkan virilizing tumor
DIAGNOSIS BANDING  Hirsutisme idiopatik
 Hiperproklatinemia
 Hipotiroidisme
 Hiperplasia adrenal non klasik
 Tumor ovarium
 Tumor adrenal
 Sindrom cushing
 Resistensi glukokortikoid
 Hiperandrogen.
TATALAKSANA  Prinsip penatalaksanaan tergantung gejala
klinis
 Turunkan berat badan bagi pasien PCOS
yang overweight.
PROGNOSIS Wanita dengan PCOS memiliki resiko jangka
panjang :
 Intoleransi glukosa
 Obesitas
 Infertilitas involunter
 Resiko hiperplasia atau kanker endometrium
 Resiko penyakit serebrovaskuler dan
kardiovaskuler
 Hirsutisme
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Kronenberg HM. Melmed S. Palonsky KS.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Larsen PR. editors. Disorders in female
reproductive system. In: Williams Textbook
of Endocrinology. 11th ed. Philadelphia. Pa:
Saunders-Elsevier: 2008.
2. Gazvani MR. Hamilton M. Kingsland CR. et
al. Polycystic ovarian syndrome: a
misleading label Lancet. 2000; 355
(920l):4l1-2.
3. Colledge NR, Walker BR. Ralston SH.
editors. In : Davidson's Principles and
Practice of Medicine 21th ed.Churchill
Livingstone-Elsevierz 2010
4. Porter RS. Kaplan JL. editors. The Merck
Manual of Diagnosis and Therapy 19th ed.
USA: Merck Research Laboratories. 2011
5. Wild S, Pierpaint T. Jacobs H. ei al. Long-
term consequences of polycystic ovarian
syndrome: results of a 31 year follow-up
study. Hum Fertil {Comb} 2000;3(2):101-5.
6. Wild S. Pierpaint T. McKeiqueP. et al.
Cardiovascular disease in women with
polycysticovary syndrome at long-term
follow up: a retrospective cohort study. Clin
Endocrinol {Oxf}. 2000:52(5):595-600.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

18. Sindroma Cushing


NAMA PENYAKIT Sindroma Cushing (E24.9)
DEFINISI Sekumpulan gejala yang terjadi akibat paparan
kronik glukokortikoid yang berlebih oleh karena
sebab apapun. Kelainan ini dapat merupakan
ACTH-depedent (contohnya pituitary corticotrop
adenoma, sekresi ACTH ektopik oleh tumor non
hipofisis) atau ACTH-independent [contohnya
adenoma adrenokortikal, karsinoma
adrenokortikal, hiperplasia adrenal nodular], serta
dapat pula iatrogenik [pemberian glukokortikoid
eksogen untuk mengobati keadaan inflamasi).
ANAMNESIS  Lemah dan Ielah
 Miopati proksimal
 Amenore, oIigomenore
 Perubahan personal
 Depresi, insomnia, psikosis, Gangguan
kognitif
 Poliuria
PEMERIKSAAN FISIK  Tipikal habitus
 Bantalan Iemak pada dorsoservikal
 Rounded Facies. Facial plethora
 Jerawat
 Berat badan bertambah.obesitas sentral
 Hipertensi (TD >150/90 mmHg)
 Hirsutisme, Striae kutan
 Ekimosis
 Edema
 Poliuri. polidipsi
 Hipertrofi klitoris
 Hiperpigmentasi (jika terjadi
peningkatanACTH). fragilitas kulit mudah
terjadi Iebam yang berukuran >1 cm
 Infeksi jamur kulit
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Hipokalemia
 Sindrom ACTH ektopik : CT Scan dada dan
abdomen untuk melihat paru-paru, timus.
dan pankreas. Jika tidak ada kelainan yang
ditemukan, MRI doda dapat
dipertimbangkan. karena tumor karsinoid
biasanya memperlihatkan intensitas yang
tinggi. Selain itu. scintigraphy ocrotide juga
dapat membantu dalam beberapa kasus
seperti tumor yang menghasilkan ACTH
eklopik. Tergantung penyebab yang
dicurigai. pasien dengan sindrom ACTH
ektopik dapat diambil sampel darah untuk
pemeriksaan hormon usus puasa. kromo-
granin A, kalsitonin. Dan eksklusi biokimia
feokromositoma
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
KRITERIA DIAGNOSIS

DIAGNOSIS KERJA Sindroma Cushing ( hiperkortisolisme)


DIAGNOSIS BANDING  Tergantung ACTH : adenoma hipotisis.
neoplasma non-hipofisis (ACTH ektopik)
 Tak tergantung ACTH : Iatrogenik
(Glukokortikoid, magestrelasetat)
TERAPI Farmakologis
 Hiperplasia adrenal : "medical"
adrenalektomi [Mitotan (2-3 g/hari)],
 penghambat steroidogenesis [ketokonazol
(600-1200 mg/hari)]
 Penghambat sintesis steroid aminoglutetimid
[1 g/hari )dan metiraponi (2-3 g/hari),
mifepristone.
Bedah
 Adenoma atau karsinoma, hiperplasia
bilateral [adrenalektomi]
EDUKASI Hindari penggunaan obat glukokortikoid jangka
Panjang
PROGNOSIS  Overt Cushing berhubungan dengan
prognosis buruk
 Kebanyakan pasien dengan karsinoma
adrenal meninggal dalam 3 tahun setelah
diagnosis
 Adenoma adrenalyang berhasil diobati
dengan pembedahan mempunyai prognosis
baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Arlt W. Disorder oi the Adrenal Cortex. In :
Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser
SL, Jameson JL. Loscalzo J. Han'ison's
Principles of intemal Medicine. 18"‗ed. New
York: McGraw-Hill: 201 2. 2940-61
2. Nieman 1.Adrenal Cortex. In: Goldman,
Ausiello. Cecil Medicine. 23'― Edition.
Philadelphia.Saunders, Elsevier. 2008
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

19. Struma Difusa Non Toksik


NAMA PENYAKIT Struma Difusa Non Toksik (E04.0)
ANAMNESIS Asimptomatik, bila sangat besar menimbulkan
gejala kompresi trakea atau esofagus
PEMERIKSAAN FISIK Palpasi: pembesaran tidak nyeri, lunak, tidak
adanya nodul.
Apabila obstuksi Thoracic outlet : Pamberton
sign positif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Tes fungsi tiroid
 Antibodi TPO
 Kadar iodium urin
 Scan tiroid
 Pengukuran laju pernafasan/CT/MRI
KRITERIA DIAGNOSIS  Dijumpai pembesaran organ tiroid tanpa
adanya gejala
 Kadar TSH dan FT4 normal
 USG thyroid: struma difusa
DIAGNOSIS BANDING  Tiroiditis
 Adenoma non neoplastik
 Kista tiroid/paratiroid/tiroglosus
 Hiperplasia remnant post bedah
 Keganasan.
TATALAKSANA 1. Non farmakologi : edukasi
2. Farmakologi: levothyroksin (pasien muda,
dosis mulai 100mcg/hari dan pasien lebih tua
50mcg/hari).Regresi pada 3-6 bulan terapi
3. Bedah: bila terjadi kompresi trakea .
EDUKASI 1. Konsumsi makanan yang mengandung tinggi
iodium
2. Kenali gejala-gejala tirotoksikosis
3. Awasi gejala-gejala obstruksi jalan nafas
PROGNOSIS Pada pasien tua, goiter yang telah lama dan
tingkat fibrosis yang tinggi kurang dari sepertiga
menunjukan respon dengan terapi. .
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Djokomoeljanto. Gangguan akibat
kekurangan iodium . In: Sudoyo A.
Setiyohadi 8. Alwi I. Simadibrata M. Setiati
S, editors. Buku aiar ilmu penyakit dalam.
5'" ed. Jakarta: Pusat lntorrnasi dan
Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI. 2009:2009 — I5
2. Lameson JL. Weetman AP.Disorders of the
thyroid gland. In: Fauci A. Kasper D. Longo
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
D. Braunwald E. Hauser S. Jameson J.
Loscalzo J. editors. Harrison's principles of
internal medicine. I8th ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies.
2012: 291 I — 39
3. Fritzgerald PA. Endocrine disorders. In:
McPhee S. Papadakis M. Rabovv M. Current
medical diagnosis and treatment 201 1.50"‗
ed. California: The McGraw —Hill
Education. 2010:1061 — 90
4. Gardner DG. Shoback D. editors.
Greenspan's basic and clinical
endocrinology. 8'" ed. San Fransisco
5. Pelaquin JM. Wandisfard FE. Nontoxic
diffuse and nodular goiter. In: Wondisiord
FE. Radovick Seditors.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

20. Struma Nodosa Toksik


NAMA PENYAKIT Struma Nodosa Toksik (E05.1)
DEFINISI Nodul tiroid soliter berkapsul yang berfungsi
secara autonom menghasilkan hormon tiroid
ANAMNESIS  Kelelahan
 Tidak tahan panas
 Refleks hiperaktif
 Peningkatan keringat
 Peningkatan nafsu makan
 Palpitasi
 Polidipsia
 Tremor
 Berat badan turun
PEMERIKSAAN FISIK Nodul tiroid teraba > 3cm
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Tes fungsi tiroid
 Thyroid scan
 USG Thyroid
KRITERIA DIAGNOSIS  Dijumpai gejala tirotoksikosis ringan
 Nodul thyroid ≥ 3 cm
 TSH rendah
DIAGNOSIS BANDING  Graves disease
 Struma multinodosa toksik
 Tiroiditis
 Nodul tiroid
TATALAKSANA  Farmakologis: antitiroid dan penyekat beta
 Bedah: lobektomi tiroid ipsilateral atau
isthmusektomi
 Radiasi: terapi radioiodin
 Terapi lainnya: ablasi etanol
EDUKASI  Hindari makanan yang tinggi iodium
 Kenali gejala tirotoksikosis
 Minum obat secara teratur
PROGNOSIS  Bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Sudoyo AW. Setiyohadi B. Alwi I.
Simadibrata M. Setiati S, penyunting. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta:
lnternaPubIishing: 2009.
2. Longo DL. Kasper DL. Jameson JL. Fauci
AS. Hauser SL. Loscalzo J. penyunting.
Harrison's principle of internal medicine.
Edisi XVIII. McGraw-Hill Companies:
2012
3. Mandel SJ. Larsen PR. Davies TF.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Thyrotoxicosis. Dalam: Melmed S.
Polonsky KS. Larsen PR. Kronenberg HM.
penyunting. Williams textbook of
endocrinology. Edisi XII. Philadelphia:
Elsevier Saunders: 2011
4. Bahn RS. Burch HB. Cooper DS. Garber
JR. Greenlee MC. Klein I. et al. .
Hyperthyroidism and other causes of
thyrotoxicosis: management guidelinesoi
the american thyroid association and
american association of clinical
endocrinolagisfs. Endocrine Practice 201 I:
l7l3]: 456-520
5. Siegel RD, Lee SL. Toxic nodular goiter:
toxic adenoma and toxic multinodular
goiter. Endocrinol Metab Clin North Am
I998: 27 ll }: 151-68 Allahabadia A. Daykin
J. Sheppard MC. et al. Radioiodine
treatment of hyperthyroidism-prognostic
factors for outcome. J Clin Endocrinol
Metab. Aug 2001 :86l8] :36l 1-7
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

21. Tirotoksikosis
NAMA PENYAKIT Tirotoksikosis (E05.9)
DEFINISI Manifestasi klinis kelebihan hormone tiroid
yang beredar dalam sirkulasi.
ANAMNESIS  Hiperaktivitas
 Iritabilitas
 Disforia
 Intoleransi panas
 Mudah berkeringat
 Palpitasi
 Lemahdanlesu
 Berat badan turun dengan peningkatan nafsu
makan
 Diare
 Poliuria
 Oligomenorhea
 Hilangnya libido
PEMERIKSAAN FISIK  Takikardi
 Atrial fibrilasi pada usia lanjut
 Tremor
 Kulit hangat dan lembab
 Kelemahan otot
 Miopati proksimal
 Lid lag retraction dan lid retraction
 Ginekomastia
PEMERIKSAAN PENUNJANG  TSH
 FT4
 T3
 Sidik tiroid
KRITERIA DIAGNOSIS  TSHs menurun (< 0,025 uIU/mL)
 FT4 meningkat (> 20 pmol/L) atau
peningkatan T3
DIAGNOSIS BANDING  Hipertiroidisme primer
 Hipertiroidismesekunder
 Tirotoksikosistanpahipertiroisime
TATALAKSANA  Farmakologis
 Bedah
 Radioiodine
PROGNOSIS Tidak remisi pada laki-laki < 40 tahun
EDUKASI  Hindari makanan yang mengandung garam
beriodium
 Hindari makan-makanan laut
 Kurangi rasa stres
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Djokomoeljonto R. Keleniartiroid.
hipotiroidisme. donhipertiroidisme. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B. Alwi I.
Simadibrata M. Setiati S. et ol. Buku Ajar
llmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta:
Interna PubIishing. I993-2008.
2. Jameson JL. Weetman AP. Disorder of the
Thyroid Gland. In : Longo DL. Fauci AS.
Kasper DL. Hauser SL. Jameson JL.
Loscalzo J. Harrison‗s Principles of Internal
Medicine. I8 ed. New York: McGraw-Hill:
20l 2. 29l I-39
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

22. Tiroiditis
NAMA PENYAKIT Tiroiditis (E06.9)
DEFINISI Kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi
pada tiroid
ANAMNESIS  Tiroiditis akut
- Akut infeksiosa : rasa sakit yang hebat
pada kelenjer tiroid, panas, menggigil,
disfagia, disfonia
 Tiroiditis subakut : rasa sakit perlahan
kadang mendadak 2-6 minggu, terbatas pada
kelenjer tiroid demam, malaise, mialgia,
anoreksia
 Tiroiditis kronis
- Hashimoto : rasa seperti terikat leher,
gejala hipertiroid pada fase inflamasi
diikuti gejala hipotiroid perlahan dan
menetap
PEMERIKSAAN FISIK  Tiroiditis akut
- Akut infeksiosa : nyeri tekan, fluktuasi.
Eritema pada kelenjer tiroid,
limfadenopati
 Tiroiditis subakut : teraba membesar difuse
dan nyeri tekan.
 Tiroiditis kronis
- Hashimoto : pembesaran 2-3x normal,
difuse, simetris,
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Kadar T3, T4, TSH
 Sidik tiroid.
KRITERIA DIAGNOSIS  Tiroiditis akut : hormon tiroid TSH, T3 dan
T4 dalam batas normal
 Tiroiditis subakut : awalnya TSH menurun
dengan FT4 meningkat
 Tiroiditis kronik : awalnya FT4 normal, lalu
menjadi rendah, TSH normal
DIAGNOSIS BANDING Karsinoma tiroid, jenis-jenis tiroiditis
TATALAKSANA Jika pasien dalam keadaan hipotiroid, dapat
diberikan Levotiroksin
PROGNOSIS  Tiroiditis akut :
Apabila pasien diterapi dengan antibiotik
yang tepat, maka kelainan tiroid ini
umumnya bersifat self-limiting. Kelainan
tiroid ini jarang menimbulkan komplikasi
apabila diterapi dengan baik
 Tiroiditis subakut :
Tiroiditis karena kehamilan : Sebanyak 20 -
50% kasus dapat terjadi hipotiroid
permanen, 70% kasus kambuh pada
kehamilan berikutnya.Tiroiditis de
duervain's: Sebanyak 45% fungsi tiroid akan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
kembali normal dalam 6 sampai 12 bulan
hanya 5% yang menetap hipotiroid
 Tiroiditis kronis :
Tiroiditis Hashimato : Sebanyak 24% pasien
dengan hipotiroidisme karena tiroiditis
autoimun kronik yang mendapat terapi
tiroksin >1 tahun akan tetap menjadi eutiroid
walaupun terapi sudah dihentikan.
 Tiroiditis Riedel merupakan penyakit self-
limitting. Apabila tidak diobati penyakit juga
dapat menjadi progresif, kadang-kadang
stabil atau regresi.
EDUKASI  Tidak perlu pembatasan diet
 Batasi aktivitas yang berat
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Wiyono P. Tiroiditis. In: Sudoyo A.
Setiyohadi B. Alwi I. Simadibrata M. Setiati
S. editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
5'" ed. Jakarta; Pusat lnformasi dan
Penerbitan Bagian ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 2009:2016 – 2021.
2. Lameson JL, Weetman AP.Disorders of the
thyroid gland. In: Fauci A. Kasper D. Longo
D. Braunwald E. Hauser 5. Jameson J.
Loscalzo J. editors. Harrison's principles of
internal medicine. lB"' ed. United States of
America; The McGraw-Hill Companies.
2012: 291 l — 39
3. Yamada M. Satoh T. Hashimato K.
Thyroiditis. ln: Wandisiord FE. Radovick S.
editors. Clinical
4. management of thyroid disease. 1*‘ ed.
Philadelphia; Saunders Elsevier. 2009: 191-
203
5. Gardner DG. Shoback D. editors.
Greenspan's basic and clinical
endocrinology. 8 ed. San Fransisco
Stagnaro-Green A. Abalovich M, Alexander
E. et al. Guidelines of the american thyroid
association for the diagnosis and
management oi thyroid disease during
pregnancy and postpartum. Thyroid. 201 l
:21 [l0]:lOBl-125
6. Dayan CM, Daniels GH. Chronic
autoimmune thyroiditis. N Engl J Med.
i996:335[2l:99-107
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
7. Bindra A. Braunstein GD. Thyroiditis. Am
Fam Physician. 2006;73{10]:i 769-76
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

23. Tumor Hipofisis


NAMA PENYAKIT Tumor Hipofisis (E23.7)
ANAMNESIS  Sakit kepala
 Migren
 Gangguan penglihatan
 masalah lapang pandang menyempit atau
gangguan saraf ekstraokular
 Oligomenorhea/amenorea
 Infertilitas
 Disfungsi ereksi
 Libido menurun
PEMERIKSAAN FISIK  Visual field testing
 Akromegali, moon face, buffalo hump
 Penipisan kulit, osteoporosis, hirsutisme
 Tekanan darah meninggkat, muscle wasting.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  MRI
 CT Scan
 Pemeriksaan hormon : prolaktin basal, IGF I,
ACTH, FSH dan LH, Tes fungsi tiroid (TSH
dan FT4)
 Angiografi
KRITERIA DIAGNOSIS  Dijumpai seperti gejala dan tanda diatas
 Tes fungsi hormon pituitari
 Hasil pencitraan ditemukan pembesaran
kelenjar hipofisis > 4 mm
DIAGNOSIS BANDING  Prolaktinoma
 Gagal ginjal kronik
 Liver disease
 Policystic ovarian disease
 Gangguan dinding dada
 Lesi medula spinalis
TATALAKSANA  Tindakan bedah
 Radioterapi
 Medikamentosa
PROGNOSIS Penyakit cushing residif 25%
EDUKASI  Segera periksakan diri bila menemukan gejala
dan tada seperti diatas
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Hall JE. Nieman LK. Editors.
Contemporary Endocrinology: Handbook
of Diagnostic Endocrinology. Humana
Press. Totowa. NJ. 2003
2. Jameson JL. Melmed S. Disorders of the
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Anterior Pituitary and Hypothalamus. In :
Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser
SL. Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's
Principles OI Internal Medicine. l8""'
Edition. New York. McGraw-Hill. 2012.
3. Ferri FF. Editor. Ferri's Clinical Adviser, I―
ed. Mosby Elsevier. 2009.
4. McDerrnott MT. Editor. Endocrine Secrets.
4th edition. Elsevier Mosby.
5. Rakel RE. Bope ET. Conn's Current
Therapy. 60"‗ ed. Saunders Elsevier. 2008
6. Pituitary Tumor. From: Dynamed.
vvww.searchebscohost.corn
7. J Clin Endocrinol Metab 2009 Jun:94i[6]:l
897. B. J Clin Endocrinol Metab 20l 0
Fel:>;95{2l:é30.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
24. Hirsutisme Simpleks
NAMA PENYAKIT Hirsutisme Simpleks (L68.0)
DEFINISI Pertumbuhan rambut terminal yang berlebih
bersifat androgent dependent pada perempuan
dengan pola distribusi seperti pada laki laki
dewasa
ANAMNESIS  Pertumbuhan rambut ekstra pada daerah
wajah, bibir atas, dan dagu
 Rambut pada lengan bawah meningkat dan
rambut tumbuh panjang antara payudara dan
pubik, meluas sampai ke paha atas dan
dinding perut depan (male escutcheon)
 Kulit cenderung berkeriput, dan dapat muncul
jerawat
PEMERIKSAAN FISIK  Suara lebih keras
 Rambut wajah tumbuh berlebihan
 Massa otot bertambah
 Payudara mengecil
 Alat kelamin membesar
 Siklus menstruasi tidak teratur
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Kadar serum testosteron
 17- OHP
 DHEAS
KRITERIA DIAGNOSIS  Peningkatan hormon testosteron
 Peningkatan DHEAS
DIAGNOSIS KERJA Hirsustisme
DIAGNOSIS BANDING Hipertrikosis
TERAPI Non farmakologis
Depilatory cream, bleaclies dan heavy layer
cosmetics
Farmakologis
Siproteron asetat
EDUKASI  Menjelaskan kepada pasien tentang penyebab
penyakit
 Menejelaskan pemeriksaan-pemeriksaan yang
akan dilakukan pada pasein
 Menjelaskan obat yang diberikan pada
penderita hirsustisme dan pentingya
pengobatan yang tepat
PROGNOSIS Riwayat hirsutisme simpleks tidak jelas tetapi
memberi kesan rambut tubuh berlebihan dan
tidak berkembang lebih luas setelah usia 35 tahun
dan cenderung berkurang setelah menopause
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Arlt W. Disorder oi the Adrenal Cortex. In :
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser SL,
Jameson JL. Loscalzo J. Han'ison's Principles
of intemal Medicine. 18"‗ed. New York:
McGraw-Hill: 201 2. 2940-61
2. Nieman 1. Adrenal Cortex. In: Goldman,
Ausiello. Cecil Medicine. 23'― Edition.
Philadelphia.Saunders, Elsevier. 2008
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

25. Hipoglikemia
NAMA PENYAKIT Hipoglikemia (E16.2)
DEFINISI Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar
glukosa darah < 70 mg/dL, atau kadarglukosa
darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis
ANAMNESIS  Kelebihan obat atau dosis obat: terutama
insulin, atau obat hipoglikemik oral
 Kebutuhan tubuh akan insulin yang relative
menurun: gagal ginjal kronik, pasca
persalinan
 Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori
atau waktu makan tidak tepat
 Kegiatan jasmani yang berlebihan
PEMERIKSAAN FISIK  Stadium parasimpatik: lapar, mual,
tekanandarahturun
 Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu,
sulit bicara kesulitan menghitung sementara
 Stadium simpatik: keringat dingin pada
muka, bibir atau tangan gemetar
 Stadium gangguan otak berat: tidak sadar,
dengan atau tanpa kejang
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Kadar glukosa darah
 Tes fungsi ginjal
 Tes fungsi hati
 C-Peptide
KRITERIA DIAGNOSIS  Gejala klinis sesuai sesuai seperti anamnesis
dan pemeriksaan fisik
 Kadar glukosa darah rendah (< 70 mg/dL; <
80 mg/dL dengan gejala klinis)
 Klinis membaik setelah kadar gula darah
normal
DIAGNOSIS BANDING Hipoglikemia karena penyebab lain, seperti
 Obat :
- Sering : alkohol,
- Kadang : kinin, pentamidine
- Jarang : salisilat, sulfonamid
 Hiperinsulinisme endogen: insulinoma,
autoimun, sekresi insulin ektopik
 Gagal ginjal, sepsis, starvasi, gagal hati,
gagal jantung
 Defisiensi endokrin: kortisol, growth
hormone, glukagon, epinefrin
 Tumor non-sel: sarkoma, tumor
adrenokortikal, hepatoma, leukemia,
limfoma,melanoma
Pasca-prandial: reaktif (setelah operasi gaster),
diinduksi alkohol
TERAPI Stadium Permulaan (sadar)
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Berikan gula murni 30 gram (2 sendok
makan) atau sirop/permen gula murni (bukan
pemanis pengganti gula atau gula diet/gula
diabetes) dan makanan yang mengandung
karbohidrat
 Hentikan obat hipoglikemik sementara
 Pantau glukosa darah sewaktu
 Pertahankan GD diatas100 mg/dL (bila
sebelumnya tidak sadar)
 Cari penyebab
Stadium Lanjut(koma hipoglikemia atau tidak
sadar dan curiga hlpoglikemia)
 Diberikan larutan Dekstrosa 40 % sebanyak 2
Flakon (= 50 mL) bolus intra vena,
 Diberikan cairan Dekstrosa 10 % per infus, 8
jam per kolf bila tanpa penyulit lain,
 Periksa GD sewaktu (GDs), kalau
memungkinkan dengan glukometer :
- Bila GDs < 50 mg/dL  + bolus
Dekstrosa 40 % 50 mL IV
- Bila GDs < 100 mg/dL  + bolus
Dekstrosa 40 % 25 mL IV
 Periksa GDs setiap 15 menit setelah
pemberian Dekstrosa 40 % :
- Bila GDs < 50 mg/dL  + bolus
Dekstrosa 40 % 50 mL IV
- Bila GDs < 100 mg/dL  + bolus
Dekstrosa 40 % 25 mL IV
- Bila GDs 100 - 200 mg/dL  tanpa bolus
Dekstrosa 40 %
- Bila GDs > 200 mg/dL  pertimbangkan
menurunkan kecepatan drip Dekstrosa
10%
1. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali
berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam,
dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs >
200 mg/dL  pertimbangkan mengganti
infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %.
2. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali
berturut-turut masing-masing selang 2 jam,
pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan
protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dl
 pertimbangkan mengganti infus dengan
Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %.
3. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali
berturut-turut masing-masing selang 4 jam,
pemeriksaan GDS dapat diperpanjang sesuai
kebutuhan sampai efek obat penyebab
hipoglikemia diperkirakan sudah habis dan
pasien sudah dapat makan seperti biasa.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Bila hipoglikemia belum teratasi,
dipertimbangkan pemberian antagonis
insulin, seperti: glukagon 0,5-1 mg IV/IM
atau kortison, adrenal
5. Bila pasien belum sadar, sementara
hipoglikemia sudah teratasi, maka cari
penyebab lain atau sudah terjadi brain
damage akibat hipoglikemia berkepanjangan.
PROGNOSIS  Hipoglikemia meningkatkan angka mortalitas
pada pasien dalam kondisi kritis.
 Pada 22% pasien mengalami episode
hipoglikemia lebih dari 1 kali.
 Angka mortalitas meningkat sesuai dengan
parahnya derajat hipoglikemia.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
EDUKASI  Ajarkan tanda dan gejala hipoglikemia pada
pasien dan keluarga
 Ajarkan cara untuk mengatasi hipoglikemia
secara mandiri
 Hentikan penggunaan obat yang
menyebabkan hipoglikemia
 Segera dibawa ke fasilitas kesehatan kalau
pasien terjadi penurunan kesadaran lebih
lanjut
DAFTAR RUJUKAN 1. Rudianto A. Konsensus Pengeloloan dan
Pencegahan Diabetes Melitus lipe 2 di
Indonesia 201 I. Jakarta: PB PERKENI.
2. Cryer PE. Hypoglycemia. In Braunwald E.
Fauci AS, Kasper DL. Hauser SL, Longo
DL. Jameson JL.Harrison's Principles of
Internal Medicine. I Bth ed. New York:
McGraw-Hill; 200.
3. Arsana PM. Purnamasari D. Hipoglikemia
dan Hiperglikemia. Dalam: Abdullan M.
Arsana PM.Setyohadi B. Soeroto AY.
Suryanto A. EIMED PAPDI
Kegawatdarurotan Penyakit Dalam
[Emergency in Internal Medicine}. Jakarta:
Intemo Publishing: 201 1:ha|.305-I3.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

26. Hipotiroidisme
NAMA PENYAKIT Hipotiroidisme (E03.9)
DEFINISI Hipotiroidisme adalah berkurangnya efek
hormon tiroid di jaringan
ANAMNESIS  Rasa capek
 Sering mengantuk
 Tidak tahan dingin
 Lesu, lamban
 Rambut alis mata lateral rontok, rambut
rapuh
 Lamban bicara
 Berat badan naik
 Mudah lupa
 Dispnea
 Suara serak
 Otot lembek
 Depresi
 Obstipasi
 Kesemutan
 Reproduksi: oligomenorea, infertil,
aterosklerosis
 Tipe sentral: gangguan visus, sakit kepala,
muntah
PEMERIKSAAN FISIK  Kulit kering, dingin, pucat, kasar
 Gerakan lamban
 Edema wajah
 Refleks fisiologis menurun
 Lidah tebal dan besar
 Otot lembek, kurang kuat
 Obesitas
 Edema ekstremitas
 Bradikardia
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Darah perifer lengkap (bisa terdapat
sitopenia)
 Kreatin fosfokinase
 Antibodi TPO
 Anti-Tg-Ab
 Pemeriksaan TSH, T3, FT4
 Profil lipid
 Biopsi aspirasi jarum halus bila terdapat
struma
 Elektrokardiogram (untuk mencari
komplikasi jantung)
KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria Diagnosis :
 Gejala hipotiroid perlahan tidak spesifik
 Riwayat penyakit keluarga ( Pengobatan
kelenjar tiroid dengan obat, bedah, ablasi,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
radiasi, konsumsi obat obatan tertentu)
 Pemeriksaan fisik (Pembesaran kelenjar,
edema, bradikardi, penurunan reflek tendon
 Pemeriksaan darah, TSH & FT4
DIAGNOSIS KERJA Hipotiroid primer, hipotiroid sentral
DIAGNOSIS BANDING  Euthyroid syndrome, insufisiensi adrenal
 Gagal hati, efek obat-obatan
 depresi, sindrom lelah kronik
TERAPI Non farmakologlis
Edukasi, pemantauan fungsi tiroid berkala
Farmakologis
 Levotiroksin: pagi hari dalam keadaan perut
kosong. Dosis rerata substitusi L-T adalah
112 pg/hari atau 1,6 ug/kgBB atau 100-125
ug sehari. Untuk L-T adalah 25-50 ug.
Sebagian besar kasus membutuhkan L-T4
100- 200 pg/hari Untuk pasien-pasien kanker
tiroid pasca tiroidektomi, dosis T4 rata-rata
adalah 2,2 ug) kgBB/hari. Target TSH
disesuaikan dengan latar belakang kasus.
 Untuk hipotiroidisme subklinis, tidak
dianjurkan memberikan terapi rutin apabila
TSH < 10 mU/L. Substitusi tiroksin
diberikan untuk memperbaiki keluhan dan
kelainan objektif jantung. Terapi diberikan
dengan levotiroksin dosis rendah (25-50
pg/hari) hingga mendapatkan kadar TSH
normal
EDUKASI  Makan makanan yang mengandung garam
beriodium
 Ajarkan pasien untuk patuh berobat karen
sifat penyakit yang berlangsung seumur
hidup
 Ajarkan waktu yang tepat untuk minum obat
Levotiroksin
 Menjelaskan pentingnya untuk kontrol
pemeriksaan hormon tiroid secara rutin
PROGNOSIS  Kebanyakan kasus hipotiroidisme klinik
membutuhkan terapi seumur hidup.
Komplikasi koma miksedema terkait dengan
kematian.
 Sekitar 40% kasus hipotiroidisme subklinis
akan berkembang menjadi hipotiroidisme
klinis, hal ini terkait dengan kadar awal TSH.
 Sisanya akan mengalami resolusi spontan
dalam waktu 1-5 tahun.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Diokomoeljanto R. Kelenjar tiroid.
hipotiroidisme. dan hipertiroidisme. In:
Sudoyo A. Setiyohadi B. Alwi I. Simadibrata
M. Setiati S. editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 5"― ed. Jakarta: Pusat lnformasi dan
Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI. 2009:1993 — 2008
2. Lameson JL. Weetman AP.Disorders of the
thyroid gland. In: Fauci A. Kasper D. Longo
D. Braunwald E. Hauser S. Jameson J.
Loscalzo J. editors. Harrison's principles of
internal medicine. 18 ed. United Slates ot
America: The McGraw-Hill Companies. 2012:
2911 — 39
3. Gardner DG. Shoback D. editors. Greenspan's
basic and clinical endocrinology. 8"‗ ed. San
Fransisco.
4. Allahabadia A. Razvi S. Abraham P. Franklyn
J. Diagnosis and treatment of primary
hypothyroidism. BMJ.2009:33:b725
5. Stagnaro-Green A. Abalovich M. Alexander
E. Azizi F. Meslman J. Negro R. el al.
Guidelines ot the American thyroid
association for the diagnosis and management
of thyroid disease during pregnancy and
postpartum. Thyroid. 20i1:21[10]:1081 - 1125
6. Alinbinde. Steven W. et al. Thyroid and
Others Endocrine Disorders During
Pregnancy. Current Diagnosis & Treatment
Obstetrics . Gynecology. Tenth Edition. The
Mac-Grow Hill Companies. 2007.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

27. Struma Nodosa Non Toksik (SNNT)


NAMA PENYAKIT Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) (E04.9)
DEFINISI Pembesaran kelenjer tiroid yang teraba sebagai
suatu nodul tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme
ANAMNESIS  Sejak kapan benjolan timbul
 Rasa nyeri spontan atau tidak, berpindah atau
tetap
 Cara membesarnya : cepat atau lambat
 Pada awal berupa satu benjolan yang
membesar menjadi beberapa benjolan atau
hanya pembesaran dileher saja.
 Riwayat keluarga
 Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu
kecil
 Perubahan suara
 Gangguan menelan, sesak nafas.
 Penurunan berat badan
 Keluhan tirotoksikosis
PEMERIKSAAN FISIK Umum
Lokal :
 Nodul tunggal atau majemuk atau difus
 Nyeri tekan
 Konsistensi
 Permukaan
 Perlengketan pada jaringan sekitarnya
 Pendesakan atau pendorongan trakea
 Pembesaran kelenjer getah bening regional
 Pamberton‘s sign
PEMERIKSAAN  Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) nodul
PENUNJANG tiroid
 Laboratorium : T4 atau FT4, TSHs sesuai
gambaran klinis
 USG tiroid
KRITERIA DIAGNOSIS  Benjolan lunak pada leher/kelenjar tiroid
 Hasil pemeriksaan hormon T4 atau FT4 dan
TSHs sesuai kondisi klinis
 Hasil pencitraan USG tiroid didapatkan
gambaran nodul atau kistik
DIAGNOSIS BANDING  Struma nodosa pada : peningkatan kebutuhan
terhadap tiroksin pada masa pertumbuhan,
pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan,
menopause, infeksi dan stres lain.
 Tiroiditis akut
 Tiroiditis subakut
 Tiroiditis kronis : limfositik (Hashimoto),
fibrous invasif(Riedel)
 Simple goiter
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Struma endemik
 Kista tiroid, kista degenerasi
 Adenoma
 Karsinoma tiroid primer.metastatik
 Limfoma
TERAPI Sesuai hasil BAJAH :
a. Ganas : Operasi Tiroidektomi near total/ total
tiroidektomi
b. An undeterminate significance (AUS)
Operasi dengan lebih dahulu melakukan
potong beku (VC): Bila hasil ganas 
Operasi Tiroidektomi near total
Bila hasil jinak  Operasi lobektomi
Alternatif : sidik tiroid, bila hasil cold nodule
 Operasi
c. Tak cukup / sediaan tak representatif
 Jika nodul solid (saat BAJAH) : ulang
BAJAH
Bila klinis curiga ganas tinggi  Operasi
Lobektomi
Bila klinis curiga ganas rendah 
Observasi
 Jika nodul kistik (saat BAJAH) : aspirasi.
Bila kista regresi  Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas
rendah  Observasi.
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas
tinggi  Operasi lobektomi
d. Jinak
Tatalaksana dengan Levo-tiroksin (LT4)
dosis subtoksis (terapi supresi).
 Dosis dititrasi mulai 2x25ug (3hari)
 Dilanjutkan 2x 50ug (3-4hari)
 Bila tidak ada efek samping atau tanda
toksis : dosis menjadi 2x 100mg sampai
4-6minggu kemudian evaluasi TSH(target
0,1-0,3mlU/L)
 Supresi TSH dipertahankan selama 6
bulan.
 Evaluasi dengan USG
 Bila nodul menetap atau kecil  L
tiroksin distop dan diobservasi :
 Bila setelah itu struma membesar lagi
maka L-tiroksin dimulai lagi (target
TSH 0,1-0,3mlU/L).
 Bila setelah L-tiroksin distop, struma
tidak berubah , diobservasi saja.
 Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau
saat terapi supresi  obat dihentikan dan
operasi tiroidektomi dan dilakukan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
pemeriksaan histopatologi hasil PA :
 Jinak : observasi
 Ganas : tata laksana dengan L-
tiroksin
Individu dengan resiko ganas tinggi :
target TSH < 0,01-0,05 mlU/L dan
Individu dengan resiko ganas rendah :
target TSH 0,05-0,1mlU/L.
KOMPLIKASI Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti
tiroiditis akut/sub akut
PROGNOSIS Baik. Biasa SNNT berkembang sangat lambat,
bila ada pertumbuhan sangat cepat harus
dievaluasi kemungkinan adanya degenerasi,
perdarahan pada nodul atau neoplasma.
EDUKASI  Melaskan tentang penyakit kepada pasien
Menjelaskan kepada pasiem tentang
kemungkinan perlu tidaknya minum obat sesuai
kondisi klinis pasien
PENELAAH KRITIS 1. dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD-
KEMD, FINASIM
2. dr. Hendra Zufry, SpPD-KEMD, FINASIM
3. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti, SpPD
4. dr. Sarah Firdausa, M.MD.Sc, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Brunicardi. Charles F. Schwartz's Principle
Of Surgery. 8"‗ Edition. Copyright @2007
The McGraw-Hill Companies.
2. Ganong. William F. Buku ajor frsiologi
Kedokteran. Edisi 20. EGC. Jakarta. 2002 :
305-309.
3. Kariadi SHKS. Struma Nodosa Non-Toksik.
Dalam Waspadji S. el al. {eds}. Buku Ajar
llmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta, Balai
Penerbit FKUl:757-65.
4. Cooper D5. Doherty GM. Haugen BR. et al.
Revised American Thyroid Association
management guidelines for patients with
thyroid nodules and differentiated thyroid
cancer. Thyroid. Nov2009:I9[II]:1l67-214.
5. Bahn RS. Castro MR. Approach to the patient
with nontoxic multinodular goiter. J Clin
Endocrinol Metab. May 201l:96{5]:1202-I2.
[Medline].
6. Subekti I. Struma Nodosa Non-Toksik
[SNNT]. In Simadibrata M. Setiati S. Alwi I.
Maryantoro. Gani RA. Mansjoer A [eds].
Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana di
Bidang llmu Penyakit Dalam.Jakarta: Pusat
lnformasi dan Penerbitan Bagian llmu
Penyakit Dalam FKIJI.I999:l87-9.
7. Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser SL.
Jameson JL. Loscalzo J : Harrison's
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Principles of Internal medicine. I8th edition :
www.accesmedicine.com
8. Cooper D5. Doherty GM. Haugen BR. et al.
Revised American Thyroid Association
management guidelines for patients with
thyroid nodules and differentiated thyroid
cancer. Thyroid. Nov 2009:l 9{l 11:1 167-
214. [Medline].
9. Jameson JL. Weetman AP. Disorders of the
Thyroid Gland. In Braunwald E. Fauci AS.
Kasper DL.Hauser SL. Longo DL. Jameson
JL. Han'ison's Principles of Internal
Medicine.18"‗ ed. New York:McGraw-Hill.
2001 :2060-84.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

C. GASTROENTEROHEPATOLOGI
1. Abses Hati
NAMA PENYAKIT Abses hati (K75.0)
DEFINISI Abses hati adalah rongga patologis yang timbul
dalam jaringan hati akibat infeksi bakteri, parasit,
jamur, yang bersumber dari saluran cerna, yang
ditandai adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati
nekrotik,sel-sel inflamasi, atau sel darah di dalam
parenkim hati.
ANAMNESIS  Demam.
 Nyeri spontan perut kanan. pasien jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan
diletakkan diatasnya.
 Jika letaknya dekat dengan diafragma dapat
teriadi iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri
pada bahu kanan. batuk, ataupun atelektasis.
 Gejala Iain yaitu mual. muntah. penurunan
berat badan berkurangnya nafsu makan.
disertai malaise, lkterus, buang air besar
seperti dempul dan buang air kecil berwarna
gelap.
PEMERIKSAAN FISIK  Peningkatan suhu tubuh
 lkterus.
 Hepatomegali yang nyeri tekan.
 Nyeri tekan perut kanan atas.
 Jika AHP telah kronik dapat ditemukan asites
dan tanda-tanda hipertensi portal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. DPL, LED
2. Alkali fosfatase, enzim transaminase,
bilirubin.
3. Albumin serum
4. Waktu protrombin
5. Tes serologis: untuk menyingkirkan diagnosis
banding
6. Kultur darah
7. Foto toraks
8. Foto polos abdomen
9. USG abdomen
10. Angiografik: daerah avaskular
11. CT scan abdomen.
KRITERIA DIAGNOSIS  Anamnesis : demam, nyeri perut kanan atas
 Pemeriksaan fisik : pembesaran hati disertai
nyeri tekan
 Pemeriksaan penunjang :
1. Laboratorium : anemia ringan, eukositosis
dengan netrofilia, peninngkatan LED,
peningkatan serum ALP.
2. Kultur darah, kultur pus : ditemukannya
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
agen peneyebab abses hati.
3. USG : lesi hipoekoik
4. CT scan abdomen : lesi densitas rendah,
dengan kontras : peripheral enhancement.
DIAGNOSA KERJA Abses hati
DIAGNOSA BANDING  Hepatoma
 Kolesistitis
 Tuberkulosis hati
 Aktinomikosis hati
TERAPI  Pencegahan dengan mengatasi penyakit bilier
akut dan infeksi abdomen dengan adekuat
 Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein
 Antibiotika spektrum luas atau sesuai hasil
kultur kuman:
 Kombinasi antibiotik sebaiknya terdiri dari
golongan inhibitor beta laktamase generasi I
atau III dengan atau tanpa aminoglikosida.
Pasien yang tidak dapat mengkonsumsi
golongan beta laktamase dapat diganti dengan
fluorokuinolon.
 Kombinasi lain terdiri dari golongan
ampisilin, aminoglikosida (jika dicurigai
adanya sumber infeksi dari sistem bilier), atau
sefalosporin generasi III (jika dicurigai
adanya sumber infeksi dari kolon] dan
klindamisin atau metronidazol (untuk bakteri
anaerob).
 Jika dalam waktu 4-72 jam belum ada
perbaikan klinis,maka antibiotika diganti
dengan antibiotika yang sesuai hasil kultur
sensitifitas. Pengobatan secara parenteral
selama minimal 14 hari lalu dapat diubah
menjadi oral sampai 6 minggu kemudian. Jika
diketahui jenis kuman streptokokus, antibiotik
oral dosis tinggi diberikan sampai 6 bulan.
 Drainase terbuka cairan abses terutama pada
kasus yang gagal dengan terapi konservatif
atau bila abses berukuran besar (> 5 cm). Jika
abses kecil dapat dilakukan aspirasi berulang.
Pada abses multipel, dilakukan aspirasi jika
ukuran abses yang besar, sedangkan abses
yang kecil akan menghilang dengan
pemberian antibiotik.
 Surgical drainage: dilakukan jika drainase
perkutaneus tidak komplit dilakukan, ikterik
yang persisten, gangguan ginjal,
multiloculated abscess, atau adanya ruptur
abses.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
EDUKASI  Menjelaskan kepada pasien mengenai
penyakit abses hati dan kemungkinan
penyebabnya
 Menjelaskan pencegahan, terapi definitive
abses hati baik berupa drainase abses maupun
pemberian antibiotik dalam waktu yang
cukup lama
 Menjelaskan bahwa prognosis abses hati
sangat bergantung pada kepatuhan terapi dan
keterlambatan terapi dapat berakibat
meningkatnya kemungkinan sepsis dan
meningkatnya angka kematian
PROGNOSIS  Jika diterapi dengan antibiotika yang sesuai
dan dilakukan drainase, angka kematian
adalah 10-16%.
 Prognosis buruk jika terjadi keterlambatan
diagnosis dan penanganan serta hasil kultur
memperlihatkan adanya bakteri yang multiple
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, Sp.PD, KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp. PD, KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Sherlock 5, Dooley J. Tumours oi the
Gallbladder and Bile Ducts. ln:: Dooley J,
Lok A. BurroughsA. Heothcote . Diseases of
the Liver and biliary System. I 2"‗ ed. UK:
Blackwell Science. P.632-659.
2. Kim AY. Chung RT. Bacterial, Parasitic, and
Fungal lnlections at the Liver, Including Liver
Abscess. .In: Feldman M, Friedman L. Brandt
L. Sleisenger and Fordtran‗s Gastrointestinal
and Liver
Disease:Pathophysiology/Diagnosis/Manage
ment. 9"‗ ed. USA: Elsevier. Chapter 82.
3. Nazir NT, Penfield JD, Hajjar V. Pyogenic
liver abscess. Cleveland Clinic Journal of
Medicine July2010 vol. 777 426-427.
Diunduh dari
http/www.ccjm.orgfcontent/77/7/426.FulI
pada tanggal20 Juni 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

2. Batu Sistem Bilier


NAMA PENYAKIT Batu Batu Sistem Bilier (K80.8)
DEFINISI Pembentukan batu pada sistem bilier, baik di
kandung empedu (kolelithiasis) maupun di
saluran empedu (koledokolitiasis)
ANAMNESIS 1. Biasanya asimtomatik,
2. Ada juga yang menimbulkan keluhan kolik
bilier, yakni nyeri di perut bagian atas
berlangsung Iebih dari 30 menit dan kurang
dari 12 jam
PEMERIKSAAN FISIK 1. Ikterus
2. Nyeri epigastrium
3. Tanda-tanda komplikasi seperti kolesistitis,
kolangitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan fungsi hati
2. Foto polos abdomen
3. USG
4. ERCP
5. MRCP
6. BUS (endoscopic ultrasonoraphy)
7. Pemeriksaan empedu untuk melihat kristal
kolesterol (tes Meltzer Lyon)
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Penunjang :
1) Pemeriksaan fungsi hati
2) Foto polos abdomen: sebatas hanya untuk
mendeteksi batu terkalsifikasi
3) USG: Pencitraan utama untuk deteksi
batu kandung empedu
4) ERCP: sensitifitas 90 %, spesifitas 98 %,
dan akurasi 96 %
5) MRCP: Pencitraan saluran empedu
sebagai struktur yang terang dengan
gambaran batu sebagai intensitas rendah.
6) BUS (endoscopic ultrasonoraphy):
gambaran sama dengan USG abdomen
tetapi melalui pendekatan pra endoskopi
7) Pemeriksaan empedu untuk melihat
kristal kolesterol (tes Meltzer Lyon)
DIAGNOSA KERJA Kolelithiasis, koledokolitiasis
DIAGNOSA BANDING 1. Kolelithiasis: tumor kandung empedu, sludge,
polip.
2. Koledokolitiasis: tumor saluran bilier
TERAPI 1. Kolelithiasis
1) Pasien batu asimtomatik tidak memerlukan
terapi bedah
2) Kolesistektomi laparoskopik jika bergejala
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3) ESWL: Kriteria untuk dilakukan ESWL
2. Koledokolitiasis
Kolesistektomi baik secara laparoskopik
maupun endoskopik (ERCP) dikerjakan pada
pasien:
1) Gejala cukup sering maupun cukup berat
hingga mengganggu aktifitas sehari-hari.
2) Adanya komplikasi batu saluran empedu
3) Adanya faktor predisposisi pada pasien
untuk terjadinya komplikasi
3. Terapi farmakologik dengan menggunakan
Ursodeoxy Cholic Acid (UDCA) untuk
mencegah dan mengobati batu kolesterol
dosis 8-10 mg/hari selama 6 bulan sampai 2
tahun, persentase keberhasilan Iebih baik pada
batu diameter < 10 mm
EDUKASI 1. Kontrol dislipidemia
2. Hindari makanan dengan kadar lemak jenuh
tinggi
PROGNOSIS Adanya obstruksi dan infeksi di dalam saluran
bilier dapat menyebabkan kematian. Akan tetapi
dengan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang
tepat, prognosis umumnya baik.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, Sp.PD, KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp. PD, KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Lesmana L.A. Penyakit Batu Empedu.
Dalam: Sudoyo A.W.. Setyohadi B., ldrus 1.,
dkk. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi V. Jakarta: lnterna Publishing; 2010.
h.721-6.
2. Greenberger NJ. Diseases of the Gallbladder
and Bile Ducts. In: Fauci AS. Kasper DL.
Longo DL.Braunwald E, Lauser SL. Jameson
JJ, et al. eds. Harrison's Principles of intemal
Medicine. EdisiKe I 7. New York: McGraw-
Hill 2008. Chapter 311 .
3. Wang DQ. Afdhal NH. Gallstone Disease. In:
Feldman M, Friedman L, Brandt L. Sleisenger
andFordtran‗s Gastrointestinal and Liver
Disease: Pathophysiology /Diagnosis and
management. 9 ed.USA: Elsevier. Chapter 66
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

3. Diare Kronik
NAMA PENYAKIT Diare Kronik ( R19.7)
DEFENISI Diare yang berlangsung lebih dari 14 hari sejak
awal diare
ANAMNESIS 1. Waktu dan frekuensi diare
2. Bentuk tinja
3. Keluhan lain yang menyertai seperti nyeri
abdomen, demam, mual muntah, penurunan
berat badan
4. Obat-obatan : laksan, antibiotika,
imunosupresan, dll
5. Makanan/ minuman
PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum
2. Status dehidrasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan tinja, darah, dan urin
2. Pemeriksaan anatomi usus sesuai indikasi :
Barium enema/colon in loop (didahului
BNO), Kolonoskopi, ileoskopi, barium follow
through atau enteroclysis, USG abdomen, CT
san abdomen
3. Fungsi usus dan pankreas : tes fungsi
pankreas , CEA dan CA 19-9
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesis : diare murni apa tidak, respon
terhadap puasa apa tidak, sift diare;mendadak
atau intermiten, waktu terjadi diare.
2. Pemeriksaan Tinja
3. Keluhan lain yang menyertai diare
4. Riwayat pemakaian obat
5. Riwayat konsumsi makanan/minuman
tertentu
6. Ada tidak gejala konstitusional yang
menyertai diare seperti penurunan berat
badan dan lain lain.
DIAGNOSIS KERJA Diare kronik
DIAGNOSIS BANDING 1. Infeksi
2. Malabsorbsi lemak
3. Malabsorbsi karbohidrat
4. Sindroma usus iritabel
5. Obat-obatan
6. Keganasan
7. Kelainan endokrin
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
TERAPI 1. Nonfarmakologis
Seperti tatalaksana pada diare umumnya
2. Farmakologis
Pengobatan diare kronik ditujuan terhadap
penyakit yang mendasari. Sejumlah obat anti
diare dapat digunakan pada diare kronik. Opiat
mungkin dapat digunakan dengan aman pada
keadaan gejala stabil.
1) Loperamid: 4 mg dosis awal, kemudian 2 mg
setiap mencret. Dosis maksimum 16 mg/hari
2) Kodein: Karena memiliki potensi adiktif, obat
ini sebaiknya dihindari, kecuali pada keadaan
diare yang menetap. Kodein dapat diberikan
dengan dosis 15-60 mg setiap 4 jam.
Paregoric diberikan 4-8 ml.
3) Klonidin: β-adrenergic agonis yang
menghambat sekresi elektrolit intestinal.
Diberikan 0,1-0,2 mg/hari selama 7 hari.
Bermanfaat pada pasien dengan diare
sekretorik, kriptosporodiosis dan diabetes.
4) Octreotide: Suatu analog somatostatin yang
menstimulasi cairan instestinal dan absorbsi
elektrolit dan menghambat sekresi melalui
pelepasan peptida gastrointestinal. Berguna
pada pengobatan diare sekretori yang
disebabkan oleh Vipoma dan tumor carcinoid
dan pada beberapa kasus diare kronik yang
berkaitan dengan AIDS. Dosis efektif 50 mg
– 250 mg subkutan tiga kali sehari.
5) Cholestiramin: mengikat garam empedu dan
mencegah reabsorsinya, berguna pada pasien
diare sekunder karena garam empedu akibat
reseksi intestinal atau penyakit ileum. Dosis 4
gr 1 s/d 3 kali sehari.
6) Atapulgit, biasanya dosis yang diberikan 3x2
tablet selama diare.
EDUKASI Evaluasi diagnosis segera penyebab diare apabila
dijumpai diare yang tidak mengalami perbaikan >
3 minggu.
PROGNOSIS Tergantung penyebabnya. Prognosis baik pada
penyakit endokrin. Pada penyebab obat-obatan,
tergantung pada kemampuan untuk menghindari
pemakaian obat-obatan tersebut
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, Sp.PD, KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp. PD, KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Kolopaking SM. Pendekatan Diagnostik
Diare Kronik. Dalam Alwi I. Setiati S.
Setiyohadi B. Simadibrata M, Sudoyo AW.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Buku Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing: 20l0:534-559
2. McQuaid K. Chronic Diarrhea. In Lawrence
M [Eds]. Current Medical Diagnosis &
Treatment 37th Ed. Prentice Hall International
Inc. I998: 544
3. Camilleri M. Murray JA. Diarrhea and
Constipation. Dalam: Fauci A. Kasper D.
Longo D, Braunwald E, Hauser S. Jameson J.
Loscalzo J. editors. Harrison's principles of
internal medicine. I8th ed. United States at
America: The McGraw-Hill Companies.
2012. Chapter 40. p308.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

4. Gastroesofageal Reflux Disease (GERD)


NAMA PENYAKIT Gastroesophageal Reflux Disease (K21.9)
DEFENISI Suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks
kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan
berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan
esophagus, laring, dan saluran napas; akibat
kelemahan otot sfingter esofagus bagian bawah
[LES/Lower Esophageal Sfingter]
ANAMNESIS Keluhan paling sering:
o merasakan adanya makanan yang menyumbat
di dada
o nyeri seperti rasa terbakar di dada yang
meningkat dengan membungkukkan badan,
tiduran, makan; dan menghilang dengan
pemberin antasida, non cardiac chest pain
[NCCP].
Keluhan yang jarang dikeluhkan:
o batuk atau asma, kesulitan menelan, hiccups,
suara serak atau perubahan suara, sakit
tenggorokan, bronchitis.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan riwayat
pemakaian obat-obatan.
PEMERIKSAAN FISIK Pada pemeriksaan fisik tidak ada yang khas
untuk GERD. Pada pemeriksaan laring dapat
ditemukan inflamasi yang mengindikasikan
GERD.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Jika keluhan tidak berat, jarang dilakukan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan dilakukan
jika keluhan berat atau timbul kembali setelah
diterapi.
1. Esophagogastroduodenoscopy (EGD)
2. Barium meal
3. Continuous esophageal pH monitoring
4. Stool occult blood test
5. Pemeriksaan histopatologis
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Endoscopy : ditemukan adanya mucosal
break
2. Acid supression test: pemberian PPI 1-2
minggu memberikan perbaikan gejala 50-
70%.
3. Pengukuran pH pada bagian distal esofagus
dimana pH <4 pada jarak 5 cm diatas LES
DIAGNOSIS KERJA GERD (Gastroesofagela Reflux Disease)
DIAGNOSA BANDING 1. Dispepsia
2. Ulkus peptikum
3. Kolik bilier
4. Eosinophilic esophagitis
5. Infeksi esofagitis
6. Penyakit jantung koroner
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
7. Gangguan motilitas esofagus.
TERAPI Nonfarmakologis
1. Modifikasi gaya hidup. menghentikan obat-
obatan [anti kolinergik, teofilin] dan
mengurangi makan makanan yang yang dapat
menstimulasi sekresi asam seperti kopi,
mengurangi coklat, keju dan minuman
bersoda.
2. Menaikkan posisi kepala saat tidur jika
keluhan seringkali dirasakan pada malam hari.
3. Makan selambat-lambatnya 2 jam sebelum
tidur.
Farmakologis
1. Histamine type-2 receptor antagonists
[H2RAs]
2. Proton pump inhibitors [PPls]: umumnya
diberikan selama 8 minggu dengan dosis
ganda.
3. Untuk NERD, terapi inisial dengan dosis
standar selama 8 minggu lalu diberikan pada
saat keluhan timbul dan dilanjutkan sampai
keluhan hilang
4. Antasida hanya untuk mengurangi gejala
yang timbul
Tindakan invasif
1. Pembedahan anti refluks: Laparoscopic
Nissen fundoplication
2. Terapi endoskopi: radiofrequency ablation,
endoscopic suturing, endoscopic
implantation, endoscopic gastropiasty
EDUKASI 1. Modifikasi gaya hidup. menghentikan
obat-obatan [anti kolinergik, teofilin] dan
mengurangi makan makanan yang yang
dapat menstimulasi sekresi asam seperti
kopi, mengurangi coklat, keju dan
minuman bersoda.
2. Menaikkan posisi kepala saat tidur jika
keluhan seringkali dirasakan pada malam
hari.
3. Makanan selambat-lambatnya 2 jam
sebelum tidur.
PROGNOSIS Pengobatan dengan penghambat sekresi asam
lambung dapat mengurangi keluhan, derajat
esofagitis dan perjalanan penyakit. Risiko dari
striktur menjadi Barretts esophagus atau
adenokarsinoma yaitu 6% dalam 2-20 tahun pada
kasus.
PENELAAH KRITIS 1. DR. dr. Fauzi Yusuf, Sp.PD, KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp. PD, KGEH,
FINASIM
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Makmun D. Penyakit Refluks
Gcistroesotagecil. Dalam: Sudoyo AW, el cil
editor. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam jiiicl I
edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen llmu Penyakit Dalam FKUI.
2006. hlm 317 — 32I.
2. Kahrilos PJ. EsophagealStructureand
Function. In: Fauci A. Kasper D. Longo D.
Braunwald E. Hauser S. Jameson J.LoscaIzo J.
editors. Harrison's principles of internal
medicine. 18‖‗ ecl. United States of America:
The McGraw-Hill Companies. 2012.
3. Longstreth GF. Gastroesophageal reflux
disease. In. Peptic esophagitis: Reflux
esophagitis: GERD: Heartburn-chronic;
Dyspepsia-GERD. 2011. Diunduh dari http://
wwwncbi. nlm.nih.gov/pubmedhealtln/
PMH000l3l I / pada tanggal 7 Mei 2012.
4. Kelornpok Studi GERD lndonesia. Kansensus
Nasional: Penatalaksanaan Penyakit Refluks
Gastroesotageal di Indonesia. Perkumpulon
Gastroenterologi lndonesia.2004.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

5. Hematemesis Melena
NAMA PENYAKIT Hematemesis Melena (K92.1)
DEFENISI Hematemesis adalah muntah darah kehitaman
yang merupakan indikasi adanya perdarahan
saluran cerna bagian atas atau proksimal
ligamentum Treitz
ANAMNESIS 1. Jumlah, warna, perdarahan
2. Riwayat konsumsi obat NSAID jangka
panjang
3. Riwayat merokok, pecandu alkohol
4. Keluhan lain seperti mual, kembung. nyeri
abdomen, dll
PEMERIKSAAN FISIK Memeriksa status hemodinamik:
1. Tekanan darah dan nadi posisi baring
2. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
3. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer [akral
dingin]
4. Kondisi pernapasan
5. Produksi urin
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: darah lengkap, elektrolit,
fungsi hati, masa pembekuan dan perdarahan,
petanda virus hepatitis, ratio BUN/Kreatinin
2. Radiologi: OMD [Oesophagus Maag
Duodenum] jika ada indikasi
3. Endoskopi saluran cerna
KRITERIA DIAGNOSIS Ditemukan
1. Hematemesis
2. Melena
3. Aspirasi NGT ditemukan darah
DIAGNOSIS KERJA Perdarahan saluran cerna bagian atas
DIAGNOSA BANDING Hemoptoe, hematoskezia
TERAPI 1. Stabilisasi hemodinamik
1. Jaga patensi jalan napas
2. Suplementasi oksigen
3. Akses intravena 2 line dengan jarum besar:
pemberian cairan Normal Saline atau Ringer
Laktat
4. Evaluasi laboratorium : waktu koagulasi, Hb,
Ht, serum elektrolit, ratio Blood Urea
Nitrogen (BUN) : serum kreatinin
5. Pertimbangkan transfusi Packed Red Cell
(PRC) apabila kehilangan darah sirkulasi >
30% atau Ht < 18% (atau menurun >6%]
sampai target Ht 20-25% pada dewasa muda
atau 30% pada dewasa tua
6. Pertimbangkan transfusi Fresh Frozen Plasma
(FFP) atau trombosit apabila INR >1,5 atau
trombositopeni.
7. Pertimbangkan lntensive Care Unit (ICU)
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
apabila :
a. Pasien dalam keadaan syok
b. Pasien dengan perdarahan aktif yang
berlanjut
c. Pasien dengan penyakit komorbid serius,
yang membutuhkan transfusi darah
multipel, atau dengan akut abdomen
2. Nonfarmakologis
Balon tamponade untuk menghentikan
perdarahan varises esophagus.
3. Farmakologis
- Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang
terjadi dan Hb]. Pada kasus varises transfusi
sampai dengan Hb 10 gr/dl pada kasus non
varises transfusi sampai dengan Hb 12 gr/dl
Bila perdarahan berat [25-30%], boleh
dipertimbangkan transfusi whole blood
- Sementara menunggu darah dapat diberikan
pengganti plasma [misalnya dekstran,
hemacel] atau NaCl 0,9 % atau RL
- Untuk penyebab non varises :
1) Penghambat pompa proton dalam bentuk
bolus maupun drip tergantung kondisi
pasien jika tidak ada dapat diberikan
Antagonist H2 reseptor.
2) Sitoprotektor : Sukralfat 3-4 x 1 gram
atau Teprenon 3 x 1 tab atau Rebamipide
3x100 mg
3) lnjeksi vitamin K 3x1 ampul, untuk
pasien dengan penyakit hati kronis atau
sirosis hati
- Untuk penyebab varises :
1) Somatostatin bolus 250 ug + drip 250
mcg/jam intravena atau okreotide
(sandostatin] 0,1 mg/2 jam. Pemberian
diberikan sampai perdarahan berhenti
atau bila mampu diteruskan 3 hari
setelah skleroterapi/ligasi varises
esofagus.
2) Vasopressin : sediaan vasopressin 50
unit diencerkan dalam 100 ml dekstrosa
5%. diberikan 0,5-1 mg/menit iv selama
20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6
jam ; atau setelah pemberian pertama
dilanjutkan per infuse 0,1-0,5 U/menit.
Pemberian vasopressin disarankan
bersamaan dengan preparan nitrat
misalnya nitrogliserin iv dengan dosis
awal 40 mcg/menit lalu titrasi dinaikkan
sampai maksimal 400 mcg/menit. Hal
ini untuk mencegah insufisiensi aorta
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
mendadak.
3) Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg
dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan
diastolik turun 20 mmHg atau denyut
nadi turun 20% [setelah keadaan stabil
hematemesis melena [-]
4) Isosorbid dinitrat/mononitrat 2x1
tablet/hari hingga keadaan umum stabil
5) Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari
a. Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai
kelainan
b. Pada pasien dengan pecah varises/penyakit
hati kronik/sirosis hati dapat ditambahkan :
- Laktulosa 4 x 1 sendok makan
- Antibiotika ciprofloksacin 2x500 mg atau
sefalosporin generasi ketiga.
Obat ini diberikan sampai konsistensi dan
frekuensi tinja normal.
4. Hemostasis Endoscopi
1) Untuk perdarahan non varises:
Penyuntikan mukosa disekitar titik
perdarahan menggunakan adrenalin
1: 10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali
suntik dengan batas dosis 10 ml.
Penyuntikan ini harus dikombinasi
dengan terapi endoskopik lainnya
seperti klipping, termo koagulasi atau
eleltro koagulasi.
2) Untuk perdarahan varises: dilakukan
ligasi atau sklerosing
4. Tatalaksana Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila
perdarahan tetap berlangsung dan belum bisa
ditentukan asal perdarahan. Pada varises dapat
dipertimbangkan TIPS (Transjugular lntrahepatic
Portosystemic Shunt). Pada keadaan sumber
perdarahan yang tidak jelas dapat dilakukan
tindakan arteriografi. Prosedur bedah dilakukan
sebagai tindakan emergensi atau elektif.
EDUKASI 1. Edukasi kepada pasien tentang kondisi pasien
dan rencana tatalaksana
2. Mobilisasi pasif berdasarkan jika perdarahan
tetap ada walaupun sudah dilakukan
endoskopi terapeutik
PROGNOSIS Pada umumnya penderita dengan perdarahan
SCBA yang disebabkan pecahnya varises
esofagus mempunyai faal hati yang
buruk/terganggu sehingga setiap perdarahan baik
besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan
hati yang berat. Banyak faktor yang
mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
umur, kadar Hb, tekanan darah selama
perawatan, dan lain-lain. Mengingat tingginya
angka kematian dan sukarnya dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian
atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang
bersifat preventif terutama untuk mencegah
terjadinya terjadinya pecahnya varises pada
pasien.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, Sp.PD, KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp. PD, KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Adi P. Pengelolaan Perdarah saluran Cerna
Bagian Atas. Dalam Alwi I. Setiati S,
Setiyohadi El. Simadibrata M, Sudoyo AW.
Buku Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: lnterna Publishing: '20I 0:447-452.
2. Cirrhosis and its Complications. Peptic Ulcer
Disease and Related Disorders. Dalam: Fauci
A. Kasper D. Longo D. Braunwald E. Hauser
S. Jameson J. Loscalzo J. editors. Harrison's
principles or internal medicine. I8th ed.
United Slates of America: The McGraw~l—
liIl Companies. 201 I
3. Stephens JR, Hare NC, Warshow U. Hamad
N, Fellows HJ. Prilchard C. Thatcher P,
Jackson L. Michell N, Murray IA. Hyder
Hussaini S. Dalton HR. Management oi minor
upper gastrointestinal haemorrhage in the
community using the Glasgow Blatchford
Score. EurJ Gastroenlerol Hepatol.
2009:2102}-:I340-6.
4. Zuccaro G Jr. Management of the adult
patient with acute lower gastrointestinal
bleeding. American College of
Gastroenterology. Practice Parameters
Committee. Am J Gastroenlerol. I 998;93[8}
:I 204.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

6. Hematoskezia
NAMA PENYAKIT Hematoskezia (K62.5)
DEFINISI Suatu gejala perdarahan gastrointestinal, yaitu
keluarnya darah segar atau merah marun dari
rektum.
ANAMNESIS Anamnesis biasanya tidak dapat mendiagnosis
sumber perdarahan
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik biasanya tidak dapat
mendiagnosis sumber perdarahan
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: darah lengkap, elektrolit,
koagulasi, golongan darah
2. Feses rutin
3. Kolonoskopi
4. Angiografi
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Feses rutin: didapatkan BAB bercampur darah
berwarna merah segar
2. Kolonoskopi:
Merupakan pemeriksaan penunjang
diagnostik utama terpilih pada penderita
perdarahan SCBB. Selama prosedur
berlangsung, operator dapat mengevaluasi
perubahan mukosa kolon, patologi infeksius,
kolitis, dan perubahan iskemik untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
3. Pencitraan radionuklir (Bld pooool scan) :
Dilakukan apabila kolonoskopi gagal
mengidentifikasi lokasi sumber perdarahan.
4. Angiografi: injeksi zat kontras ke dalam arteri
mesenterika superior dan inferior dan cabang-
cabangnya untuk menentukan lokasi
perdarahan.
5. Biopsi untuk menegakkan diagnosis secara
histologi.
DIAGNOSIS KERJA Hematoskezia
DIAGNOSIS BANDING 1. Perdarahan divertikular
2. Angiodisplasia
3. Kolitis
4. Karsinoma kolon
5. Pasca polipektomi atau perdarahan pasca
biopsi endoskopik
6. Hemoroid
7. Perdarahan SCBA
TERAPI Penatalaksanaan perdarahan SCBB memiliki 3
komponen yaitu:
1. Resusitasi dan penilaian awal
2. Identifikasi sumber perdarahan→dengan
pemeriksaan penunjang tersebut diatas
3. Intervensi terapeutik untuk menghentikan
perdarahan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

a. Endoskopi: injeksi epinefrin,


elektrokauter, pemasangan encloklip, lem
fibrini
b. Angiografi: infus vasopresor intra-
arterial, embolisasi
c. Bedah: apabila diperlukan transfusi dalam
jumlah besar (contoh >4 unit PRCdalam
24 jam), instabilitas hemodinamik yang
tidak merespon terapi medis,perdarahan
berulang yang tidak merespon terapi,
perdarahan divertikular >2 episode
Resusitasi dan penilaian awal
Resusitasi —) lihat klasifikasi syok hipovolemik
dan penanganannya pada BABHematemesis -
Melena
Protokol Penilaian Awal
a. Pertimbangkan rawat jalan dengan follow-up
apabila:
1. Usia < 60 tahun
2. Tidak ada tanda gangguan hemodinamik
(sistolik 2 100 mmHg, nadi < 100
x/menit)
3. Tidak ada tanda perdarahan rektal yang
terlihatjelas
4. Sumber perdarahan jelas pada
pemeriksaan rektal/ sigmoidoskopi
b. Pertimbangkan rawat inap dan endoskopi dini
apabila
1. Usia ≥ 60 tahun (semua pasien > 70 tahun
harus dirawat)
2. Ada tanda gangguan hemodinamik
(sistolik < 100 mmHg, nadi 2 100
x/menit)
3. Adanya tanda perdarahan per rektal yang
terlihat jelas (gross rectal bleeding)
4. Riwayat konsumsi aspirin atau NSAID
5. Memiliki penyakit komorbid
EDUKASI 1. Menjelaskan penyebab penyakit dan
tatalaksana untuk meredakan perdarahan yang
terjadi pada pasien.
2. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
untuk mengurangi dehidrasi pada pasien.
3. Menjaga kebersihan tangan dan makanan
untuk mengatasi penyebaran penyakit.
PROGNOSIS Meskipun sebagian besar perdarahan divertikular
bersifat self-limited dan sembuh spontan,
hilangnya darah bersifat masif dan cepat pada 9-
19% pasien. Pada pasien dengan penyakit
komorbid, malnutrisi, atau penyakit hati,
memiliki prognosis buruk. Penggunaaan aspirin
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
dan NSAID berkaitan erat dengan meningkatnya
risiko perdarahan diverticular.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Laine l.. Gastrointestinal Bleeding. In : Longo
DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser SL.
Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's Principles
of Internal Medicine I8th Edition. New York:
McGraw- Hill. 2012.
2. Bjorkman D. Gastrointestinal Hemorrhage
and Occult Gastrointestinal Bleeding. In:
Goldman. Ausiello. Cecil Medicine 23rd
Edition. Philadelphia: Saunders, Elsevier.
2008.
3. Currie G. Towers P. Wheat J. Improved
Detection and Localization of Lower
Gastrointestinal Tract Hemorrhage by
Subtraction Scintigraphy: Phantom Analysis.
J Nucl Med Technol 2006; 34:1 60-B.
4. Wilkins T. Baird C. Pearson AN. Schade RR.
Diverticular bleeding. Am Fam Physician.
Nov I 2009;80l9:977-83
5. Zuccaro G Jr. Management at the adult patient
with acute lower gastrointestinal bleeding.
American College of Gastroenterology.
Practice Parameters Committee. Am J
Gastroenterol. I998:93l8l:1204.
6. Scottish Intercollegiate Guidelines Network
(SIGN). Management of acute upper and
lower gastrointestinal bleeding. A national
clinical guideline. SIGN publication; No. I05.
Edinburgh (Scotland): Scottish Intercollegiate
Guidelines Network (SIGN): 2008.
7. Stollman NH, Roskin JB. Diagnosis and
management of diverticular disease oi the
colon in adults. Ad Hoc Practice Parameters
Committee of the American College of
Gastroenterology. Am J Gastroenlerol.
I999:94(II):3I 10-21.
8. McGuire HH Jr. Bleeding colonic diverticula.
A reappraisal of natural history and
management. Ann Surg. 1994:220l5}:653-6.
9. Browder W. Cerise EJ. Litwin MS. Impact of
emergency angiography in massive lower
gastrointestinal bleeding. Ann Surg.
19862041511530-6.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

7. Hepatitis B Kronik
NAMA PENYAKIT Hepatitis B Kronik (B18.0)
DEFINISI Suatu sindrom klinis dan patologis yang
disebabkan oleh virus hepatitis, ditandai oleh
berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada
hati, dimana seromarker virus hepatitis positif
pada 2 kali pemeriksaan berjarak > 6 bulan.
ANAMNESIS 1. Dapat tanpa keluhan, tetapi dapat juga berupa
fatigue, malaise, anoreksia, ikterus persisten
atau intermiten.
2. Faktor risiko penularan virus hepatitis yaitu
pengguna narkoba suntik, infeksi hepatitis B
pada ibu, pasangan atau saudara kandung,
penerima transfusi darah, perilaku seksual
risiko tinggi, riwayat tertusuk jarum suntik atau
terkena cairan tubuh pasien berisiko
PEMERIKSAAN FISIK 1. Dapat ditemukan hepatomegali
2. Demam subfebris
3. lkterus (jarang).
4. Bila telah terjadi komplikasi, dapat ditemukan
asites, ensefalopati, dan hipersplenisme
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Seromarker hepatitis : HBsAg, Anti-HBc,
IgM anti-HBc, Anti-HBs
2. Liver function test ( ALT / AST )
3. HBV DNA
4. Serum bilirubin, albumin, protrombin time
5. USG hati
KRITERIA DIAGNOSIS Dikatakan hepatitis B kronik bila HBsAg positif
dalam 2 kali pemeriksaan berjarak 6 bulan.
DIAGNOSIS KERJA Hepatitis B Kronik
DIAGNOSIS BANDING Perlemakan hati
TERAPI 1. Interferon: 1x 5 juta unit atau 10 juta unit 3
kali seminggu, subkutan, selama 4-6 bulan
untukHBeAg (+), dan setidaknya 1 tahun
untuk pasiendengan HBeAg (-], bila dengan
pegylated interferon baik HBeAg (-)
danHBeAg [+) diberikanselama 1 tahun
2. Lamivudine: 1x100 mg
3. Adefovirdipivoxil: 1 x 10 mg
4. PEG IFN o.- 2a (monoterapi): 180 gram atau
PEG IFN a- 2b 1,5ug/I (kg/BB)
5. Entecavir: 1x0,5 mg
6. Telbivudine: 1x600 mg
7. Tenofovir: 1x300 mg
8. Thymosin 1 selama 6 bulan
9. Lama pemberian antivirus tergantung pada
status HBeAg pasien ketika memulai
10. Terapi dan target pencapaian HBV DNA serta
HBeAg loss
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien tentang
penyakitnya dan rencana tatalaksana
2. Menjelaskan pentingnya imunisasi terhadap
keluarga terdekat untuk pencegahan
penyebaran penyakit.
PROGNOSIS 5-year mortality rate adalah 0-2% pada pasien
tanpa sirosis, 14-20% pada pasien dengan sirosis
kompensasi, dan 70-86% yang dekompensasi.
Resiko sirosis dan karsinoma hepatoselular
berhubungan dengan level serum HBV DNA
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Gunawan. Stephanus. Soemahardio.
Soewignjo. Hepatitis B Kronik. Dalam
:Sudoyo A, Setiyohadi B. Alwi I, Simadibrata
M. Setiati S. editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 5'" ed. Jakarta: Pusat lnforrnasi dan
Penerbitan Bagian llmuPenyakit Dalam
FKUI. 20092653-661.
2. Chronic Viral Hepatitis. Dalam :Fauci A.
Kasper D. Longo D. Braunwald E. Hauser S.
Jameson J.Loscalzo J. editors. Harrison's
principles oi internal medicine. 18"‗ ed.
United States of America:The McGraw-Hill
Companies. 2012: 291 I - 39
3. Liaw YF. Leung N. Kao .IH. et al. Asian-
Pacific consensus statement on the
management of chronichepatitis B: a 2008
update. HepalolInt 2008. Available
at:http:/lvvww.springerlink.com/content)
Accessed July 27. 2008.
4. Liver and Biliary tract. Dalam : McPhee.
Stephen J. Papadakis, Maxine A. Current
MedicalDiagnosis and Treatment. The
McGraw Hills Companies. 201 l.
5. Asian Pacific Association for the Study of the
Liver consensus statements on the
diagnosis.management and treatment of
hepatitis C virus infection. Diunduhdan :
http:/lonlinelibrary.wiley.com746.2007.04883
.x/pdfpadatanggal30 mei 2012.
6. Amarapurkar. D. Et all. APASL guidelines on
the management chronic hepatitis B. Feb I 6-i
9. 2012
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

8. Hepatitis C kronik
NAMA PENYAKIT Hepatitis C kronik (B18.2)
DEFINISI Suatu sindrom klinis dan patologis yang
disebabkan oleh virus hepatitis, ditandai oleh
berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada
hati, dimana penanda virus hepatitis positifpada 2
kali pemeriksaan berjarak 2 - 6 bulan.
ANAMNESIS  Umumnya tanpa keluhan, tetapi dapat juga
berupa fatigue, malaise, anoreksia.
 Faktor risiko: penggunaan narkoba suntik,
menerima transfusi darah, tingkat ekonomi
rendah, perilaku seksual risiko tinggi, tingkat
edukasi rendah, menjalani tindakan invasif,
menjalani hemodialisis, tertusuk jarum suntik
atau terkena cairan tubuh pasien berisiko
PEMERIKSAAN FISIK  Dapat ditemukan hepatomegali, demam
subfebris dan ikterus
 Bila telah terjadi komplikasi, dapat ditemukan
: asites, ensefalopatidan hipersplenisme
 Manifestasi ekstrahepatik : cryoglobulinemia,
porfiria kutanea tarda, glomerulonefritis
membrano proliferatif, dan sialoadenitis
limfositik
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Seromarker hepatitis (Anti HCV)
 Jumlah virus: HCV RNA kuantitatif dan
genotype
 Enzim hati: SGOT dan SGPT tiap 1-3 bulan
dan USG abdomen serta AFT per 6 bulan
 USG hati
 Biopsi hati
 Alfa feto protein (AFP), PIVKA-II
(Prothrombine Induced by Vitamin K
Absence).
 Monitoring tahunan untuk deteksi dini kanker
hati dan progresivitas penyakit
KRITERIA DIAGNOSIS  Hepatitis C kronik: anti HCV positif dan
HCV RNA terdeteksi dalam 2 kali
pemeriksaan berjarak 6 bulan
 USG hati: gambaran penyakit hati kronis
(inhomogen echostructure, permukaan mulai
iregular, vena hepatik mulai kabur/terputus-
putus), sirosis (parmukaan hati yang iregular,
parenkim noduler, hati mengecil, dapat
disertai pembesaran limpa, pelebaran vena
porta), atau adanya karsinoma hepatoselular.
DIAGNOSA KERJA Hepatitis C kronik
DIAGNOSIS BANDING Perlemakan hati
TERAPI 1. Pada infeksi hepatitis C kronis genotip 1:
o Terapi dengan pegyiated interferon (peg-
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
IFN) dan ribavirin selama 1 tahun - 72
minggu. Peg-IFNα-2a 180 g seminggu
sekali atau peg-IFNα.-2b 1,5 mg/kg BB.
Bila menggunakan Peg-IFNot-2a. Dosis
ribavirin 1000 mg (BB 75 kg) dan 1200
mg (BB >75mg), bila menggunakan peg l
FNα.-2b dosis ribavirin 1 1 5 mg/kg BB,
ribavirin diberikan dalam 2 dosis terbagi.
jika respon virologis cepat (serum HCV
RNA tidak terdeteksi (<50 IU/ml) dalam
4 minggu), maka terapi dapat distop
setelah 24 minggu, bila HCP RNA < 4 x
105 IU/ml. jika respon virologis dini
[serum HCV RNA tidak terdeteksi(< 50
IU/ml) atau terjadi penurunan 2 log serum
HCV RNA dari level awal setelah 12
minggu), terapi dilaniutkan sampai 1
tahun.
o Terapi distop jika pasien tidak mencapai
respon virologis dini dalam waktu 12
minggu Pada infeksi hepatitis C kronik
genotip 2 dan 3: Interferon konvensional
dan ribavirin atau peg-IFN-dengan
ribavirin selama 24 minggu. Dosis
Interferon/Feg IFN sama dengan geotipe
1, hanya dosis ribavirin 800 mg sehari
dalam 2 dosis terbagi.
o Pada infeksi hepatitis c kronik genotip 4-,
berikan terapi peg-IFN + ribavirin selama
48 minggu, dosis Peg IFN dan ribavirin
sama dengan geotipe
2. Bagi pasien yang memiliki kontra indikasi
penggunaan interferon atau tidak berhasil
dengan terapi interferon maka berikan terapi
ajuvan:
o Phlebotomi
o Urcedeoxychoiic acid (UDCA)
600mg/hari
o Giycyrrhizin
o Medikasi herbal: silymarin atau silibinin
3. Antiviral terbaru untuk terapi hepatitis C
kronik (terutama genotip 1) adalah:
o Teleprevir, dikombinasikan dengan peg-
IFN + Ribavirin.
o Boceprevir, dikombinasikan dengan peg-
IFN + Ribavirin
o Direct Acting Antiviral (DAA), lain
seperti: sofosbuvir, ledipasvir dll,
antiviral (DAA) dapat diberikan pada
pasien yang kontraindikasi pada
interveron atau gejala pengobatan dengan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
interveron tersebut.
EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien tentang
penyakitnya dan rencana tatalaksana
2. Monitoring tahunan untuk menilai
progresivitas penyakit
PROGNOSIS Rata-rata per tahun terjadinya karsinoma
hepatoselular pada pasien sirosis dengan infeksi
hepatitis C adalah 1-4%, muncul setelah 30 tahun
infeksi virus hepatitis C.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Gunawan. Stephanus. Soemahardio.
Soewignjo. Hepatitis B Kronik. Dalam
:Sudoyo A, SetiyohadiB. Alwi I, Simadibrata
M. Setiati S. editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 5'" ed. Jakarta: Pusatlnforrnasi dan
Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI. 20092653-661.
2. Chronic Viral Hepatitis. Dalam : Fauci A.
Kasper D. Longo D. Braunwald E. Hauser S.
Jameson J.Loscalzo J. editors. Harrison's
principles oi internal medicine. 18"‗ ed.
United States of America:The McGraw-Hill
Companies. 2012: 291 I – 39
3. Liaw YF. Leung N. Kao .iH. et al. Asian-
Pacific consensus statement on the
management of chronichepatitis B: a 2008
update. Hepalol Int 2008. Available
at:http:/lvvww.springerlink.com/content)
Accessed July 27. 2008.
4. Liver and Biliary tract. Dalam : McPhee.
Stephen J. Papadakis, Maxine A. Current
MedicalDiagnosis and Treatment. The
McGraw Hills Companies. 201 l.
5. Asian Pacific Association for the Study of the
Liver consensus statements on the
diagnosis.management and treatment of
hepatitis C virus infection. Diunduh dari :
http:/lonlinelibrary.wiley.com746.2007.0488
3.x/pdfpadatanggal30 mei 2012.
6. Amarapurkar. D. Et all. APASL
guidelines on the management chronic
hepatitis B. Feb I 6-i 9. 2012
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

9. Hepatitis Imbas Obat


NAMA PENYAKIT Hepatitis Imbas Obat (K71.2)
DEFINISI Merupakan suatu peradangan pada hati yang
terjadi akibat reaksi efek samping obat atau
hepatic drug reactions ketika mengkonsumsi obat
tertentu.
ANAMNESIS  Riwayat konsumsi obat atau jamu dalam 5-
90 hari terakhir
 Tanggal mulai dan tanggal berhenti
konsumsi untuk tiap obat dan jamu
 Riwayat hepatotoksisitas dan konsumsi obat
yang dimaksud.
 Onset gejala (demam, ruam, lelah, nyeri
perut, nafsu makan menurun)
 Penyakit lainnya, dari obat yang dikonsumsi
 Episode hipotensi akut
PEMERIKSAAN FISIK 1. Ikterik, ruam, demam, klinis adanya pruritus
2. Hepatomegali, splenomegali
3. Stigmata penyakit hati kronis
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium
o Rutin: darah perifer lengkap dan hitung
jenis leukosit, trombosit protein total,
o Albumin/globulin
o prothrombin time [PT]/ INR
o kreatinin
o Kimia hati: SGOT, SGPT, alkali
fosfatase, bilirubin total/direk, gamma GT
o Serologis: IgM anti-HAV, HBsAg, lgM
anti-HCV, HCV RNA, anti-1-IEV, anti-
EBV, anti-CMV
o Autoantibodi: antibodi antinuklear,
antibodi otot polos, antibody
antimitokondrial
o Khusus: serum besi, ferritin,
ceruloplasmin, a-1-antitrypsin
2. Radiologis: USG, CT scan, MRI/MRCP (atas
indikasi) Biopsi hati, dengan indikasi :
o Apabila hubungan temporal antara
konsumsi agen hepatotoksik dengan onset
jejas hati tidak jelas
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnostik berdasarkan
1. Anamnesa faktor predisposisi
2. Tes faal hati
3. Tes serologi
4. USG abdomen
DIAGNOSA KERJA Hepatitis imbas obat
DIAGNOSA BANDING 1. Hepatitis viral akut
2. hepatitis autoimun
3. syok hati
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. kolesistitis
5. kolangitis
6. sindrom Budd-Chiari
7. penyakit hati alkoholik
8. penyakit hati kolestatik
9. kondisi hati yang berhubungan dengan
kehamilan
10. keganasan
11. penyakit Wilson
12. hemokromatosis
13. gangguan koagulasi
TERAPI 1. Suportif, kecuali pada hepatotoksisitas
acetaminophen.
2. Pada pasien dengan hepatitis fulminan akibat
hepatotoksisitas obat, maka transplantasi hati
dapat menyelamatkan nyawa.
3. Penghentian konsumsi dari agen yang
dicurigai diindikasikan pada tanda pertama
terjadinya reaksi simpang obat.
4. Pada kasus toksin direk, keterlibatan hati
sebaiknya juga diperhatikan keterlibatan
ginjal atau organ Iain, yang juga dapat
mengancam nyawa.
5. Glukokortikoid untuk hepatotoksisitas obat
dengan gambaran alergi, silibinin untuk
keracunan jamur hepatotoksik, dan
ursodeoxycholic acid untuk hepatotoksisitas
obat kolestatik tidak dianjurkan
EDUKASI Hindari obat-obat yang pencetus
PROGNOSIS  Tergantung etiologi dan respons terapi.
 Pada sebagian besar kasus, fungsi hati akan
kembali normal apabila obat dihentikan.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr.Fauzi Yusuf, SpPD, KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp.PD, KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Teoh NC, Chilluri S, Farrell GC. Liver
Disease Caused by Drugs. In : Feldman M,
Friedman LS.Brandt LJ.Sle1sengerand
Fordtrond's Gastrointestinal and Liver
Disease. 9th Edition. Philadelphia:Saunders.
Elsevier. 2010. Hal 1431-9.
2. Dienstag J. Toxic and Drug-Induced
Hepatitis. In : Longo DL. Fauci AS. Kasper
DL. Hauser SL.Jameson JL, Loscalzo J.
Harrison's Principles of Internal Medicine.
18"‗ Edition. New York, McGraw-Hill. 2012.
3. Mitchell S, Hilmer SN. Drug-induced liver
injury in older adults. Therapeutic Advances
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
in DrugSafety 2010:1155.
4. Seeft LB. Fontana RJ. Drug-Induced Liver
Injury. In : Dooley JS, Lok ASF, Burroughs
AK,et.al.Sherlock‗sDiseases of the Liver and
Biliary System. 12 Edition. United Kingdom:
Blackwell Publishing Ltd. 2011
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

10. Hepatitis Virus Akut


NAMA PENYAKIT Hepatitis Virus Akut (B17.9)
DEFINISI Hepatitis virus akut adalah inflamasi hati akibat
infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama <
6 bulan
ANAMNESIS  Anoreksia, nausea, muntah, fatique, malaise,
atralgia, myalgia, sakit kepala, 1-5 hari
sebelum ikterus timbul.
 Urine pekat dan kadang feses seperti dempul.
 Setelah lkterus timbul, gejala-gejala diatas
menjadi berkurang.
 Demam tidak terlalu tinggi, biasa terjadi pada
hepatitis A dan E (jarang pada B dan C).
PEMERIKSAAN FISIK  Ikterus
 Hepatomegaly
 Splenomegali
PEMERIKSAAN PENUNJANG  SGOT, SGPT, bilirubin.
 Serologi hepatitis :
 Hepatitis A : lgM anti HAV
 Hepatitis B : IgM Anti HBc
 Hepatitis C : HCV RNA, anti HCV
 Hepatitis D : HDV Ag, HDV-RNA and lg
M anti-HDV
 Hepatitis E : lg G dan lg M anti HEV
KRITERIA DIAGNOSIS  Hepatitis A akut
o Berdasarkan gejala klinis dan
laboratorium.
o Anamnesa : gejala prodromal dan riwayat
kontak.
o Pemeriksaan jasmani : warna kuning
terlihat pada sklera, kulit, selaput lender
langit-langit mulut, pada kasus berat bau
mulut spesifik (fector hepaticum). Hati
membengkak, 2-3 jari dibawah arkus
costae dengan konsistensi lunak, tepi
tajam, dan sedikit nyeri tekanan.
o Laboratorium : peningkatan bilirubin,
SGOT, SGPT, dan kadang-kadang disertai
peningkatan GGT, fosfatase alkali), dan tes
serologi anti HAV, yaiutu IgM anti HAV
yang positif.
 Hepatitis B akut
o Berdasarkan pemeriksaan biokimia dan
serologik dan apabila diperlukan
pemeriksaan histopatologik.
o Peningkatan ALT lebih besar dibandingkan
peningkatan AST dengan kadar ALT 20-50
kali normal.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
o Ditemukan IgM anti HBc di dalam darah
selain HBsAg, HBeAg, dan HBV-DNA.
 Hepatitis C akut
o Berdasarkan uji serologi untuk memeriksa
antibodi anti HCV (metode enzim immune
essay), dan pemeriksaan molekuler untuk
partikel virus.
 Hepatitis D
o Berdasarkan ada riwayat terinfeksi VHB,
o Tes serologik Anti HDV dengan metode
radioimmunoassay (RIA) atau enzym
immunoassay (EIA), sedangkan RNA
HVD dengan polymerase chain reaction.
 Hepatitis E
o Berdasarkan gejala klinis yang
menunjukkan gejala hepatitis akut
o Riwayat perjalanan ke daerah endemis,
terutama jika tes untuk hepatits lainnya
negative
o Pemeriksaan laboratorium terhadap
serologis dengan metode ELISA seperti
anti HEV, IgG dan IgM anti-HEV dan
PCR serum dan kotoran untuk mendeteksi
HEVRNA serta immunofluorescent
antibody blocking assay untuk mendeteks
iantibodi terhadap antigen HEV di serum
dan sel hati.
DIAGNOSA KERJA  Hepatitis A akut
 Hepatitis B akut
 Hepatitis C akut
 Hepatitis D akut
 Hepatitis E akut
DIAGNOSA BANDING  Hepatitis akibat obat
 Hepatitis alkoholik
 Penyakit saluran empedu
 Leptospirosis
TERAPI  Hepatitis A akut: Terapi suportif.
 Hepatitis B akut:
o Hepatitis B akut ringan—sedang: Terapi
suportif. Tidak ada indikasi terapi anti
virus.
o Hepatitis B akut berat: pemberian
antivirus mungkin dapat dipertimbangkan
monitor pasien dengan pemeriksaan HBV
DNA, HBsAg 3-6 bulan untuk
mengevaluasi perkembangan menjadi
hepatitis B kronik.
 Hepatitis C akut : interferon alfa-2ot (180
ug) atau alfa-2b (1.5 ug/kg) seminggu sekali
selama 12 minggu pada genotipe non 1, pada
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
genotipe 1 selama 24 minggu.
 Hepatitis D akut: Terapi suportif.
Lamivudine dan obat antiviral, tidak efektif
melawan replikasi virus.
 Hepatitis E akut: Terapi suportif.
EDUKASI  Menjelaskan kepada pasien mengenai infeksi
hepatitis yang di deritanya
 Menjelaskan bahwa hepatits merupakan
penyakit yang dapat ditularkan
 Menjelaskan kepada keluarga menegenai
kemungkinan cara penularan
 Menjelaskan kepada keluarga atau individu
yang memiliki kemungkinan besar tertular
agar dapat melakukan pemeriksaan terhadap
hepatitis dan melakukan vaksinasi bila
belum terinfeksi.
PROGNOSIS 1. Hepatitis A akut
o Biasanya sembuh komplit dalam waktu 3
bulan, tidak menyebabkan hepatitis virus
kronik.
o Rata-rata angka mortalitas < 0,2%
2. Hepatitis B akut
o Sekitar 95-99% pasien dewasa penderita
hepatitis B yang sebelumnya sehat,
sembuh dengan baik.
o Pada pasien dengan hepatitis B berat
sehingga harus dirawat, rata-rata tingkat
kematian sebesar 1% tetapi meningkat
pada usia lanjut dan yang memiliki
komorbit.
o Pada pasien pengguna obat suntik,
penderita hepatitis B dan D secara
bersamaan, dilaporkan rata-rata kematian
5%.
o Risiko berkembang menjadi kronis
tergantung pada usia, yaitu: 90% pada
bayi, sekitar 30% pada infant, < 10% pada
dewasa
3. Hepatitis C akut
o Sekitar 50-85% berkembang menjadi
kronik.
4. Hepatitis D akut
o Risiko fulminant hepatitis pada koinfeksi
sekitar 5%
5. Hepatitis E akut
o Pada wabah hepatitis E di India dan Asia,
rata-rata tingkat kematian adalah 1-2%
dan 10-20% pada wanita hamil
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, Sp.PD, KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp. PD, KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Sanityoso. Andri. Hepatitis viral akut. Dalam
:Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I. Simadibrata
M. SetiatiS. editors. Buku aiar ilmu penyakit
dalam. 5"‗ ed. Jakarta: Pusat lnformasi dan
Penerbitan Bagianllmu Penyakit Dalam
FKUI. 2009:6441-652.
2. Acute viral Hepatitis. Dalam : Fauci A,
Kasper D. Longo D. Braunwald E. Hauser S,
Jameson J,Loscalzo J, editors. Harrison's
principles at internal medicine. 18 ed. United
States at America:The McGraw-Hill
Companies, 2012.
3. Acute viral Hepatitis. Dalam : Ausiello.
Goldman. Cecil Medicine 23 edition.
Saunders :Philaclhelphia. 2007.
4. Liver and Biliary tract. Dalam : lvlcPhee.
Stephen J. Papadakis. Maxine A. Current
MedicalDiagnosis and Treatment. The
McGraw Hills Companies. 2011.
5. Lisotti A, Azzaroli F. BuonfigIioliF,
Montagnani M. Alessandrelli F. Mazzella G.
Lamivudine treatmentfor severe acute HBv
hepatitis. Int J Med Sci 2008: 5(6):309-312.
Available Irom
http://www.medSCI.org/v05pO309.htm
6. Heathcote. J. el all. Management of acute
viral hepatitis. World Gastroenterology
Organisation.2007.
7. Torbenson M, Thomas DL. Occult Hepatitis
B. Lancet Infect Dis 2002;2:479-86.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

11. Hepatoma
NAMA PENYAKIT Hepatoma (C22.0)
DEFINISI Hepatoma(hepatocarcinoma/hepatocellular
carcinoma/HCC) merupakan kanker yang berasal
dari sel hati
ANAMNESIS  Penurunan berat badan
 nyeri perut kanan atas
 anoreksia, malaise
 benjolan perut kanan atas
 jaundice
 nausea
PEMERIKSAAN FISIK  Hepatomegali berbenjol-benjol
 Stigmata penyakit hati kronik
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Laboratorium
o Darah rutin
o Kreatinin
o Prothrombin time (PT)
o partial thromboplastin time (PTT)
o Fungsi hati, aspartat aminotransferase
(AST) dan alanin aminotransferase
(ALT), bilirubin.
 Serologis:
o Alfa Feto Protein (AFP), AFP-L3, des-y-
carboxy prothrombin (DCP), atau
(PIVKA-2)
o Vitamin B12
o Ferritin
o Antibodi antimitokondria
o Serologis hepatitis B, dan C.
 Biomarker terbaru: profil genomik berbasis
jaringan dan serum
 Radiologis:
o USG
o CT-Scan abdomen atas dengan kontras 3
fase/multifase.
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Berdasarkan 3 faktor :
A. Latar belakang penyakit hati kronik :
penyakit hati terkait hepatitis B, penyakit
hati terkait hepatitis C, sirosis hati
B. Penanda tumor : AFP ≥200 ng/mL dan
cenderung meningkat, PIVKA-II (≥40
mAU/mL)
C. Pemeriksaan radiologi : hipervaskular
pada fase arterial dan washout pada fase
vena porta atau fase delayed pada
pemeriksaan CT scan atau MRI tiga fase.
A+B atau A+C atau B+C : hepatoma
ditegakkan
A+B atau B saja : sangat mencurigakan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
hepatoma
C saja : lanjutkan biopsi hati
Apabila didapatkan nodul atipikal, pasien
harus menjalani pemeriksaan lanjutan.
DIAGNOSA KERJA Hepatoma
DIAGNOSA BANDING Abses hati
TERAPI 1. Simptomatis
2. Reseksi
3. Transplantasi hati
4. Terapi perkutaneus
EDUKASI  Menjelaskan kepada pasien dan keluarga
tentang penyakit hepatoma yang merupakan
suatu keganasaan hati
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga
bahwa hepatoma memiliki prognosa yang
kurang baik.
 Menjelaskan kepada keluarga kemungkinan
perjalanan penyakit
 Menjelaskan pencegahan awal terhadap
hepatoma dapat dilakukan dengan vaksinasi
hepatitis B secara universal dan individu
yang memiliki factor resiko terkena infeksi
hepatitis B
 Menjelaskan bila keluarga pasien sudah
terdiagnosa hepatitis B atau C maka
antivirus dianjurkan untuk diberikan untuk
mencegah terjadinya hepatoma.
 Pasien yang sudah didiagnosa dengan sirosis
hepatis, memiliki kemungkinan besar
menjadi hepatoma.
PROGNOSIS  Pasien dengan hepatoselular karsinoma dini
dapat bertahan selama 5 tahun setelah
dilakukan reseksi, transplantasi hati atau
terapi perkutaneus sebesar 50-70%.
 Kekambuhan tetap dapat terjadi walaupun
telah dilakukan terapi kuratif.
 Kesintasan 1 dan 2 tahun adalah masing-
masing 10-72% dan B-50%.
 HCC stadium lanjut dan Child-Pugh C
mempunyai prognosis yang sangat buruk.
 Dilaporkan kesintasan untuk 6 bulan sebesar
5% pada HCC stadium Child-Pugh C dengan
peritonitis bakteri spontan dan stadium lanjut
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, Sp.PD, KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp. PD, KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DAFTAR RUJUKAN 1. Webster's New World Medical Dictionary.
3'― Edition. Wiley Publishing. 2008.
2. Carr Bl.Turnors of the Liver and Biliaryiree.
In : Longo DL. FauciAS. Kasper DL.
HauserSL. JamesonJL. Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine. I8"‗Edilion.
New York, McGraw-Hill. 201 2.
3. Sherman M. Primary Malignant Neoplasms
of the Liver. In : Dooley JS, Lok ASF.
Burroughs AKet al. Sherlock's Diseases of
the Liver and Biliary System. I2"‗ Edition.
UnitedKingdom: BlackwellPublishing Ltd.
2011. Hal 681-95.
4. Okuda K. Ohtsuki T. Obata H. Tomimatsu M.
Okazaki N, Horegawwa H. et al. Natural
history on hepatocellular carcinoma and
prognosis in relation to treatment. Cancer.
l985:56:9l 8-28.
5. Chevret S. Trinchet JC. Mathieu D. Rached
AA. Beaugrond M. Chastang C. A new
prognosticclassification for predicting
survival in patients with hepatocellular
carcinoma. J Hepatol.1999:3i:I33-4l.
6. CLIP. Prospective validation of the CLIP
score: a new prognostic system ior patients
with cirrhosisand hepatocellular carcinoma.
Hepatology 2000 :31 :840—5.
7. Llovet JM. Bru C. Bruix J. Prognosis oi
hepatocellular carcinoma: the BCLC staging
classification.Semin Liver Dis. l999:i 9:329—
»38.
8. Leung Tw. Tang AM. Zee B. Lou WY. Lai
PB. Leung KL. et ol. Construction of the
Chinese UniversityPrognostic Index for
hepatocellular carcinoma and comparison
with the TNM staging system.the Okuda
staging system. and the Cancer of the Liver
Italian Program staging system: o studybased
on 926 patients. Cancer. 2002:94:i 760-69.
9. Vauthey J. Lauwers G. Esnaola N. Do KA.
Belghiti J. Mirza N. et al. Simplified staging
forhepatocellular carcinoma. J Clin Oncol.
200220: I 527-36.
10. Kudo M. Chung H. Osoki Y. Prognostic
staging system for hepatocellular carcinoma
[CLIP score]:its value and limitations, and a
proposal fora new staging system. the Japan
Integrated StagingScore [JIS score] J
Gastroenlerol.2003:38:207—15.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
12. Ikterus
NAMA PENYAKIT Ikterus (R.17)
DEFINISI Warna kuning pada jaringan tubuh karena deposit
bilirubin. Terlihatnya ikterus jika level bilirubin
> 3 mg/dL.
ANAMNESIS  Penggunaan obat-obatan jangka panjang
seperti anabolik steroid, vitamin. herbal, dll.
 Riwayat penggunaan obat-obatan suntik, tato,
aktivitas seksual risiko tinggi
 Riwayat konsumsi makanan dengan
kontaminasi yang tidak baik, konsumsi alkohol
jangka panjang
 Atralgia, mialgia. rash, anoreksia, berat badan
turun, nyeri perut, pruritus, demam, perubahan
warna urin dan warna feses
PEMERIKSAAN FISIK  Stigmata penyakit hati kronis: spider nevi,
palmar eritema, gynecomastia, caput medusa.
 Atrofi testis pada sirosis hepatis
dekompensata.
 Pembesaran kelenjar limfe supraklavikular
atau nodul periumbilikal: curiga keganasan
abdomen
 Distensi vena jugular, gejala gagal jantung
kanan: pada kongesti hati
 Efusi pleura kanan. ascites: pada sirosis hati
dekompensata
 Hepatomegali,splenomegaly
PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes Fungsi Pre Hepatik Post
Hepatik Hepatik
Bilirubin total Normal/ Meningkat Meningkat
meningkat
Bilirubin direct Meningkat Normal Meningkat
Bilirubin Meningkat Normal/ Normal
indirect meningkat
Urobilinogen Meningkat Normal/ Menurun
meningkat atau
negatif
Warna urine Normal Gelap Gelap
Warna feses Normal Normal Pucat
Alkali Normal Meningkat Meningkat
fosfatase
SGOT/SGPT Normal Meningkat Meningkat
Bilirubin Tidak ada Ada Ada
terkonjungasi
dalam urin
Penyakit yang Malaria, Hepatitis Batu
berhubungan spherositos virus, saluran
is, anemia sirosis empedu,
hemolitik, bilier kanker
sickle cell primer pancreas,
anemia kanker
saluran
empedu
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Darah: Alkalin fosfatase (ALP), Aspartat
aminotranferase (AST), Alanin
Aminotransferase (ALT), bilirubin total,
konjugasi bilirubin, bilirubin tak terkonjugasi,
albumin, protrombim time (PT)
2. Urin: urobilinogen, bilirubin urin
DIAGNOSIS KERJA Ikterus
DIAGNOSIS BANDING Hiperkarotenemia
TERAPI  Tatalaksana suportif: koreksi cairan dan
elektrolit, penurun demam (jika disertai
demam), dan lain lain.
 Tatalaksana sesuai dengan penyakit yang
mendasari, dapat dilihat pada bab malaria,
hepatitis virus akut, sirosis hati, batu sistem
bilier.
EDUKASI 1. Menjelaskan bahwa salah satu komplikasi
dari ikterus adalah gatal yang dapat diatasi
dengan pengobatan dasar seperti pemberian
kolestiramin dan dapat hilang sendiri setelah
penyakit dasar hilang.
2. Menjelaskan pentingnya suplemen seperti
vitamin A dan D untuk mencegah kekurangan
vitamin akibat penyerapan yang kurang baik
akibat penyakit tersebut.
PROGNOSIS Prognosis tergantung penyakit penyebabnya
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Jaundice. Dalam : Fauci A. Kasper D. Longo
D. Braunwald E. HauserS. Jameson J.
Loscalzo J, editors. Harrison's principles of
internal medicine. 18"‗ ed. United States of
America: The McGraw Hill Companies.
2012.
2. Liver and Biliary tract. Dalam : McPhee.
Stephen J. Papadakis. Maxine A. Current
Medical Diagnosis and Treatment. The
McGraw Hills Companies. 2011
3. Approach to patient with jaundice or
abnormal liver test results. Dalam : Ausiello.
Goldman. Cecil Medicine 23'― edition.
Saunders : Philadhelphia. 2007.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

13. Ileus Paralitik


NAMA PENYAKIT Ileus Paralitik(K56.0)
DEFINISI lleus paralitik atau adynamic ileus adalah
keadaan dimana usus gagal/tidakmampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk
menyalurkan isinya.
ANAMNESIS 1. Rasa tidak nyaman pada perut, tanpa nyeri
kolik
2. Muntah sering terjadi namun tidak profuse,
sendawa, bisa disertai diare atau sulit buang
air besar
3. Dapat disertai demam
4. Perlu dicari juga riwayat: batu empedu,
trauma, tindakan bedah di abdomen, diabetes,
hipokalemia, obat spasmolitik, pankreatitis
akut, pneumonia, dan semua jenis infeksi
tubuh
PEMERIKSAAN FISIK a. Keadaan umum pasien sakit ringan sampai
berat, bisa disertai penurunan kesadaran,
demam, tanda dehidrasi, syok.
b. Distensi abdomen (+), rasa tidak nyaman pada
perut, perkusi timpani, bising usus yang
menurun sampai hilang.
c. Reaksi peritoneal (-), nyeri tekan dan nyeri
lepas tidak ditemukan. Apabila penyakit
primernya peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah gambaran peritonitis.
d. Pada colok dubur: rektum tidak kolaps, tidak
ada kontraksi
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: darah perifer lengkap, amilase-
lipase, gula darah, elektrolit, dan analisis gas
darah
2. Radiologis: foto polos abdomen
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Klinis dan laboratorium: dijumpai distensi
abdomen, bising usus yang menurun sampai
hilang, serta peningkatan kadar amylase-
lipase
2. Foto polos abdomen ditemukan gambaran air
fluid level
DIAGNOSIS KERJA Ileus Paralitik
DIAGNOSIS BANDING Ileus Obstruktif
TERAPI Non farmakologis
1. Puasa dan nutrisi parenteral total sampai
bising usus positif atau dapat buang angin
melalui dubur
2. Pasang NGT dan rectal tube bila perlu
3. Pasang kateter urin
Farmakologis
1. Infus cairan, rata-rata 2,5-3 liter/hari disertai
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
elektrolit natrium dan kalium sesuai
kebutuhan/24 jam.
2. Nutrisi parenteral yang adekuat sesuai
kebutuhan kalori basal ditambah kebutuhan
lain
3. Metoklopramid (gastroparesis), cisapride
(ileus paralitik pasca operasi), klonidin (ileus
karena obat-obatan)
4. Terapi Etiologi
EDUKASI 1. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
dengan menjaga asupan makanan yang
adekuat.
2. Menjelaskan penyakit primer dan pengaruh
obat-obatan yang dapat menyebabkan
keluhan ini.
3. Menjelaskan bahwa dekompresi dengan
pemasangan pipa nasogastrik menjadi salah
satu pertimbangan pada kasus yang berat.
PROGNOSIS Tergantung penyebabnya
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Diumhana A, Syam A. lleus Paralitik. Dalam:
Sudoyo A. Setiyohadi B. Alwi I. et al. Buku
Ajar llmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid I.
2009. Hal 307-8
2. Silen W. Acute Intestinal Obstruction. In:
Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser SL.
Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's Principles
of Internal Medicine. 18"‗ Edition. New York.
McGraw-Hill. 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

14. Kolangitis
NAMA PENYAKIT Kolangitis (K83.9)
DEFINISI Inflamasi dan infeksi pada saluran empedu yang
paling sering disebabkan oleh karena
koledokolitiasis.
ANAMNESIS  Nyeri abdomen yang dirasakan tiba-tiba dan
hilang-timbul, dapat disertai dengan menggigil
dan kaku.
 Riwayat koledokolitiasis atau manipulasi
traktus bilier.
PEMERIKSAAN FISIK  Perubahan status mental, konfusi, letargi atau
delirium.
 Nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterik,
dan demam
 Perubahan status mental disertai hipotensi
PEMERIKSAAN PENUNJANG  DPL
 Fungsi hati
 Kultur darah
 Kultur empedu
 Ultrasonografi abdomen
 Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreatography (ERCP)
 Percutaneous Transhepatic Cholangiography
(PTC)
KRITERIA DIAGNOSIS  Trias Charcot terdiri dari:nyeri abdomen
kuadran kanan atas, ikterik dan demam
 DPL: leukositosis
 Fungsi hati : hiperbilirubinemia, peningkatan
alkali fosfatase. enzim transaminase, serum
amilase jika ada pankreatitis.
 Kultur darah: positif pada 50 % kasus
 Kultur empedu: positif hampir pada semua
kasus.
DIAGNOSIS KERJA Penyakit Kolangitis
DIAGNOSIS BANDING  Primary sclerosing cholangitis
 Infeksi
TERAPI  Hidrasi dengan cairan intravena dan koreksi
ketidakseimbangan elektrolit
 Antibiotik :
o Derivat penisilin [piperasilin] : untuk
gram negatif
o Sefalosporin generasi II atau Ill
(ceftazidim]: untuk gram negative,
cefoksitin 2 gram intravena setiap 6-8
jam
o Ampisilin untuk gram positif
o Metronidasol untuk kuman anaerob
o Fluorokuinolon [siprofloksasin,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
levofloksasin]
 Keadaan umum pasien akan membaik dalam
6-12 jam setelah pemberian antibiotik dan
dapat diatasi dalam 2-3 hari. ]ika dalam 6-12
jam tidak membaik, harus segera dilakukan
tindakan dekompresi secepatnya.
 Dekompresi dan drainase sistem bilier: jika
tekanan dalam bilier meningkat karena
adanya obstruksi
o Non operatif
- Percutaneoas cholecystostomy
- Percutaneous transhepatic biliary drainage
(PTBD): tindakan drainase bilier tanpa
operasi.
- Drainase bilier dengan pemasangan NBT
[Naso Billiary Tube] atau Stent bilier
melalui tindakan ERCP
o Operatif: jika tindakan non operatif tidak
berhasil.
EDUKASI a. Penjelasan tentang penyakit , apabila tidak
diobati menyebabkan perburukan
b. Diagnostik : pemeriksaan CT scan ( ERCP)
c. Terapetik : pemberian obat antibiotika dan
tindakan drainese
d. Life style
PROGNOSIS Dubia Sesuai dengan etiologi
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Lee JG. Diagnosis and management of acute
cholangitis. Nat Rev Gastroenlerol. Hepatoi.
Aug 4 2009
2. Esmaeilzadeh M. Ghafouri A. Mehrabi A.
Various techniques for the surgical treatment
of common bile duct stones: a meta review.
Gastroenlerol Res Pract. 2009:2009:840208.
3. Li FY. Cheng NS. Mao H. Jiang LS. et al.
Significance of controlling chronic
proliferative cholangltis in the treatment of
hepatolllhiosis. World J Surg. Jul 30 2009:
Diunduh dari http://wwwwjgnet com/I007-
9327/I5/95.asp pada tanggal 22 Mei 20I2.
4. Wong D. Afdhal N. Gallstone Disease. In :
Feldman M, Friedman L, Brandt L.
Sleisenger and Fordtran's Gastrointestinal and
Liver Disease:
PathophyslologylDiagnosis/Management. 9"‗
ed.USA: Elsevier. Chapter 65.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

15. Kolesistitis Akut


NAMA PENYAKIT Kolesistitis Akut (K.81)
DEFINISI Reaksi inflamasi kandung empedu tanpa adanya
batu akibat infeksi bakteri akut yang disertai
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan
panas badan
ANAMNESIS 1. Nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang
dapat menjalar ke daerah pundak, skapula
kanan dapat berlangsung sampai 60 menit
tanpa reda
2. Nyeri dapat dirasakan tengah malam atau pagi
hari, penjalaran dapat ke sisi kiri.
3. Nyeri timbul dipresipitasi oleh makanan
tinggi lemak,
4. Demam
PEMERIKSAAN FISIK 1. Peningkatan suhu tubuh mengindikasikan
adanya infeksi kuman
2. Posisi pasien akan menekuk badannya
3. Teraba massa kandung empedu
4. Nyeri tekan disertai tanda tanda peritonitis
lokal
5. Tanda Murphy (+)
6. Ikterik biasanya menunjukkan adanya batu di
saluran empedu ekstrahepatik
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: DPL, SGOT/SGPT, fosfatase
alkali, bilirubin, kultur darah
2. USG hati
KRITERIA DIAGNOSIS o Kriteria diagnosis kolesistitis akut tanpa batu:
o Klinis dan laboratorium  nyeri tekan
kuadran kanan atas, demam, leukositosis,
amylase meningkat
o Ultrasonografi  penebalan dinding
kandung empedu (> 4 mm) tanpa adanya
asites dan hipoalbuminemia. Adanya
cairan di perikolesistik. Murphy's sign
yang positif pada ultrosonografi
o CT scan penebalan dinding kandung
empedu> 4 mm tanpa adanya asites dan
hipoalbuminemia, edema subserosal
(tanpa adanya asites), gas intramural atau
kerusakan mukosa
o Skintigrafi hepatobilier  tidak tampak
kandung empedu dengan ekskresi
radionuklir yang normal ke dalam duktus
bilier dan duodenum
 Kriteria diagnosis kolesistitis akut dengan
batu:
o Tanda Murphy (+)
o Ultrasonografi :
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Penebalan dinding kandung empedu
(> 5 mm)
- Distensi kandung empedu
- Adanya cairan di perikolesistik
- Adanya edema subserosa (tanpa
asites)
- Adanya udara intramural
- Kerusakan membran mukosa
- Kolesistisis (+)
DIAGNOSIS KERJA Kolesistitis
DIAGNOSIS BANDING 1. Angina pectoris
2. Infark miokard akut
3. Apendisitis akut retrosaekal
4. Tukak peptik
5. Perforasi
6. Pankreatitis akut
7. Obstruksi intestinal
TERAPI 1. Kolesistitis akut tanpa batu
o Tirah baring
o Pemberian diet rendah lemak pada
kondisi akut atau nutrisi parsial/parenteral
bila asupan tidak adekuat
o Hidrasi kecukupan cairan tambahkan
hidrasi intravena sesuai klinis
o Pengobatan suportif (antipiretik,
analgetik, pemberian cairan infus dan
mengoreksi kelainan elektrolit)
o Antibiotika parenteral: untuk mengobati
septikemia dan mencegah peritonitis dan
empiema.
o Antibiotik yang bersprektrum luas seperti
golongan sefalosporin, dan metronidazol
o Kolesistektomi awal lebih disarankan
karena menurunkan morbiditas dan
mortalitas jika dilakukan selama 3 hari
pertama, angka mortalitas 0.5 %. Ada
juga yang berpendapat dilakukan setelah
6-8 minggu setelah terapi konservatif dan
keadaan umum pasien lebih baik.
2. Kolesistitis Akut dengan Batu
o Pengobatan suportif (antipiretik.
analgetik, pemberian cairan infus dan
mengoreksi kelainan elektrolit)
o Antibiotika parenteral
o Surgical Cholecystectomy dan
Cholecystostomy segera
o Percutaneous Cholecystostomy dengan
bantuan ultrasonografi: jika kondisi
umum pasien buruk
o Transpapillary Endoscopic
Cholecystostomy
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
o Endoscopic Ultrasound Biliary Drainage
EDUKASI 1. Tirah baring
2. Pemberian diet rendah lemak pada kondisi
akut atau nutrisi parsial/ parenteral bila
asupan tidak adekuat
3. Hidrasi kecukupan cairan tambahkan
PROGNOSIS Bonam
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Pridady. Kolesistitis. Dalam Dalam: Suyono.
S. Wospodji. S. Lesmana. L. Alwi. I. Setiati.
S. Sundaru. H. dkk. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: Intemo
Publishing: 20I0. Hal.7I8-726
2. Sherlock S. Dooley J. Gallstones and Benign
Biliary Disease. In: Dooley J. Lok A.
Burroughs A. Heathcote E. Diseases of the
Liver and biliary System. I2"‗ ed. UK :
Blackwell Science. P257-293
3. Andersson KL. Friedman LS. Acolculous
Biliary Pain. Acalculous Cholecystilis.
Cholesterolosis. Adenomyomatosis. and
Polyps of the Gallbladder. In : eldman M.
Friedman L. Brandt L. Sleisenger and
Fordtran‗s Gastrointestinal and Liver Disease:
Pathophysiology/DiagnosislMonagement.
9"‗ed. USA: Elsevier. Chapter 67.
4. Greenberger NJ. Diseases of the Gallbladder
and Bile Ducts. In: Fauci AS. Kasper DL.
Longo DL. Braunwald E. Lauser SL. Jameson
JJ. et oi. eds. Harrison's Principles of intemal
Medicine. Edisi ke—l 7. New York:
McGraw-Hill 2008. Chapter 3
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

16. Konstipasi
NAMA PENYAKIT Konstipasi (K59.0)
DEFINISI Konstipasi merupakan gangguan motilitas kolon
akibat terganggunya fungsimotorik dan sensorik
kolon
ANAMNESIS  Mengejan lama untuk mengeluarkan feses
 Postur tubuh yang tidak biasa saat berada di
toilet untuk memfasilitasi pengeluaran feses
 Dukungan perineum atau memasukkan jari ke
dalam vagina atau rektum untuk
memfasilitasi pengosongan rektum
 Tidak dapat mengeluarkan cairan enema
 Konstipasi setelah kolektomi subtotal untuk
konstipasi
PEMERIKSAAN FISIK lnspeksi :
1. Anus "ditarik― ke depan saat mencoba
mengedan selama defekasi
2. Lubang anus menurun < I cm atau > 4 cm
saat mengedan
3. Balon perineum turun saat mengejan. dan
mukosa rektum prolaps melalui anus
Palpasi :
1. Tonus sfingter ani tinggi saat istirahat
sehingga jari sulit masuk {tanpa adanya
kondisi perianal yang nyeri seperti fisura
ani]
2. Tekanan sfingter ani saat diminta
mengedan sedikit lebih tinggi daripada
saat istirahat
Perineum turun < 1 cm atau >4 cm saat
diminta mengedan
3. Otot puborektalis teraba nyeri melalui
dinding posteriorrektum
4. Prolaps mukosa teraba saatmengedan
5. "Defek" dinding anterior rektum, sugestif
rektokele
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: darah perifer lengkap, glukosa
dan elektrolit (terutama kalium dan kalsium)
darah, fungsi tiroid
2. Kolonoskopi
3. Foto polos Abdomen dengan enema
KRITERIA DIAGNOSIS Dalam menegakkan diagnosis konstipasi
fungsional, digunakan kriteria RomeIII yaitu
munculnya gejala dalam 3 bulan terakhir atau
sudah dimulai sejak 6 bulansebelum terdiagnosis:
1. Terdapat > 2 geiala berikut:
1. Mengejan sedikitnya 25% dari defekasi
2. Feses keras sedikitnya 25% dari defekasl
3. Sensasi tidak puas saat evakuasi pada
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
sedikitnya 25% dari defekasi
4. Sensasi obstruksi anorektal pada
sedikitnya 25% dari defekasi
5. Diperlukan manuver manual untuk
memfasilitasi pada sedikitnya 25%
daridefekasi [evakuasi jari, bantuan dasar
panggul)
6. Defekasi < 3 kali dalam seminggu
2. Feses lunak jarang terjadi tanpa penggunaan
laksatif
3. Kriteria tidak memenuhi sindrom kolon
iritabel
DIAGNOSIS KERJA Penyakit Konstipasi
DIAGNOSIS BANDING 1. Irritable Bowel Syndrome
2. Diverticulosis
3. Dismotilitas anorektal
TERAPI Non-farmakologis
1. Apabila diketahui bahwa konsumsi obat-
obatan menjadi penyebab, maka
menghentikan konsumsi obat dapat
menghilangkan keluhan konstipasi. Namun
pada kondisi medis tertentu, konsumsi obat
tidak boleh dihentikan sehingga digunakan
cara-cara Iain untuk mengatasinya.
2. Bowel training. Pasien dianjurkan untuk
defekasi di pagi hari, saat kolon
dalamkeadaan aktif, dan 30 menit setelah
makan, dengan mengambil keuntungan
darirefleks gastrokolonfi Diharapkan
kebiasaan ini dapat menyebabkan
penderitatanggap terhadap tanda-tanda dan
rangsang untuk BAB, dan tidak menahanatau
menunda dorongan untuk BAB ini.
3. Asupan cairan yang cukup dan diet tinggi
serat.
4. Rekomendasi asupan serat adalah 20- 35
gram per hari
Aktivitas dan olahraga teratur.‗
Farmakologis
Apabila terapi nonfarmakologis diatas tidak
mampu meredakan gejala, maka dapat
digunakan obat-obatan seperti:
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

Terapi lainnya:
1. Bakterioterapi (Probiotik)
2. Complimentary Alternative Medicine
Bedah
1. Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat
dan tidak dapat diatasi dengancara-cara
tersebut di atas, mungkin dibutuhkan
tindakan pembedahan.Secara umum, tindakan
pembedahan tidak dianjurkan pada konstipasi
yangdisebabkan oleh disfungsi anorektal.
2. Kolektomi subtotal dengan ileorektostomi
merupakan prosedur pilihan bagipasien
dengan konstipasi transit lama yang persisten
clan sulit dikontrol.
3. Koreksi pembedahan dibutuhkan bagi pasien
dengan rektokel besar yangmengganggu
defekasi.
EDUKASI 1. Penjelasan tentang penyakit
2. Diagnostik
3. Terapetik : pemberian obat yang sesuai dan
durasi pemberian
4. Pola hidup memiliki peranan yang penting
sebagai resiko terjadinya konstipasi
PROGNOSIS Secara umum, konstipasi memiliki dampak
signifikan terhadap indikator kualitashidup
(quality of life) terutama pada usia lanjut. Hampir
80% dari 300 anak yangdievaluasi pada usia 16
tahun memiliki prognosis baik. Prognosis buruk
setelah usia16 tahun secara signifikan
berhubungan dengan usia ketika onset gejala,
lamanya jedaantara onset gejala dengan
kunjungan pertama ke dokter, dan rendahnya
frekuensidefekasi [sekali seminggu) saat datang
berobat. Risiko prognosis buruk sebanyak
16%pada tipikal pasien dengan onset keluhan
saat usia 3 tahun, tertundanya berobat selama5
tahun, frekuensi defekasi dua kali seminggu, clan
1 0 episode inkontinensia per minggu.Apabila
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
penundaan antara onset dan berobat 1 tahun,
risiko berkurang menjadi 7%,dan bila jeda waktu
9 tahun, risiko meningkat menjadi 31%.
Bila hanya fungsional prognosisnya cukup baik
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Camilleri M. Disorders of Gastrointestinal
Motilily. In: Goldman, Ausiello. Cecil
Medicine. 23'― Edition. Philadelphia.
Saunders, Elsevier. 2008
2. Camilleri M. Murray J. Diarrhea and
Constipation. In: Longo DL. Fauci AS.
Kasper DL. Hauser SL. Jameson JL.
Loscalzo J. Harrison's Principles of Internal
Medicine. I8'"ed. New York: McGraw-Hill:
201 2.
3. Functional Constipation. Rome lll Diagnostic
Criteria for Functional Gastrointestinal
Disorders.Diunduh
dan‗http:/;‗\wwv.romecnteria.orglassetslpdt.-
'I 9_Rome|ll_apA_885-898.pdf pada tanggal9
Mei 20I 2.
4. Hsieh C. Treatment of Constipation in Older
Adults. Am Fam Physician 2005;72:2277-84.
2285.
5. Fungsi Thomas DR, Forrester L. Gloth MF.
Gmber J. Krause RA. Prather C. et al.
Clinical consensus: the constipation crisis in
long-term care. Ann Long-Term Care
2003:SuppI:3-I 4.
6. Leung L. Riutta T. Kotecha J. Rosser W.
Chronic Constipation: An Evidence-based
Review. J AmBoard Fam Med 201 l;24:436
— 451
7. Cameron JL. Current surgical therapy. 7th ed.
St. Louis: Mosby. 2001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

17. Non Alkoholic Fatty Liver (NAFLD)


NAMA PENYAKIT Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik
(NAFLD/Non Alkoholic Fatty Liver) (K76.0)
DEFINISI 1. [NAFLD/Non Alcoholic Fatty Liver atau
NASH Non Alcoholic Steatohepatitis
merupakan suatu sindrom klinis dan patologis
akibat perlemakan hati ditandai oleh berbagai
tingkat perlemakan, peradangan dan fibrosis
pada hati.
2. Perlemakan hati (Fatty liver atau steatosis)
merupakan suatu keadaan adanya lemak di hati
(sebagian besar terdiri dari trigliserida]
melebihi 5% dari seluruh berat hati yang
disebabkan kegagalan metabolisme Iemak hati
dikarenakan defek di antara hepatosit atau
proses transport kelebihan Iemak, asam Iemak,
atau karbohidrat karena melebihi kapasitas sel
hati untuk sekresi Iemak.
ANAMNESIS  Umumnya pasien tidak menunjukkan gejala
atau tanda-tanda penyakit hati
 rasa lemah
 malaise
 rasa mengganjal di perut kanan atas
 riwayat konsumsi alkohol
 riwayat penyakit hati sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK  Kelebihan berat badan
 Hepatomegali
 Komplikasi sirosis yaitu asites
 Perdarahan varises
 Sindrom resistensi insulin : obesitas (Iemak
viseral)
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Fungsi hati : AST (aspartate
aminotransferase), ALT (alanine
aminotransferase)
 Alkali fosfatase, gamma GT (glutamil
transferase]
 Bilirubin serum, albumin serum, dan
prothrombin time
 Gula darah, profil lipid, seromarker hepatitis
 ANA, anti ds DNA
 USG
 CT Scan
 MRI
 Biopsi hati
KRITERIA DIAGNOSIS  Konsumsi alkohol ≥ 20 gram/hari.
 Terjadinya perlemakan hati melalui 4
mekanisme yaitu :
o Peningkatan Iemak dan asam Iemak dari
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
makanan yang dibawa ke hati.
o Peningkatan sintesis asam Iemak oleh
mitokondrial atau menurunnya oksidasi
yang meningkatkan produksi trigliserida
o Kelainan transport trigliserid keluar dari
hati
o Peningkatan konsumsi karbohidrat yang
selanjutnya dibawa ke hati dan dikonversi
menjadi asam Iemak.
DIAGNOSIS KERJA Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik
(Nafld/Non Alkoholic Fatty Liver)
DIAGNOSIS BANDING  Hepatitis B dan C kronik
 Penyakit hati autoimun
 Hemokromatosis,
 Penyakit Wilson‘s, defisiensi a1, antitripsin
TERAPI  Antidiabetik dan insulin sensitizer: 2:3
 metformin 3x500 mg selama 4 bulan
didapatkan perbaikan konsentrasi AST dan
ALT, peningkatan sensitivitas insuin, dan
penurunan volume hati. Cara kerja:
meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan
menurunkan produksi glukosa hati melalui
penghambatan TNF-α
 Tiazolidindion [pioglitazon]: memperbaiki
kerja insulin di jaringan adipose.
 Obat anti hiperlipidemia
o Gemfibrozil: perbaikan ALT dan konsetrasi
lipid setelah pemberian 1 bulan
o Atorvastatin: perbaikan parameter
biokimiawi dan histologi
 Antioksidan
o Tujuan: mencegah steatosis menjadi
steatohepatitis dan fibrosis
o Vitamin E, vitamin C, betain, N-
asetilsistein.
o Vitamin E 400, 800 IU/hari dapat
menurunkan TGF-ß, memperbaiki
inflamasi dan fibrosis, perbaikan fungsi
hati dengan cara menghambat produksi
sitokin oleh leukosit.
o Betain berfungsi sebagai donor metil
pada pembentukan lesitin dalam siklus
o metabolik metionin, dengan dosis 20
mg/hari selama 12 bulan terlihat
o perbaikan bermakna konsentrasi ALT,
steatosis, aktivitas nekroinflamasi, dan
o fibrosis.
o Ursideoxycholic acid [UDCA] adalah
asam empedu yang mempunyai efek
imunomodultor, pengaturan lipid, efek
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
sitoproteksi. Dosis 1 3-1 5 mg/kg berat
badan selama satu tahun menunjukkan
perbaikan ALT, fosfatase alkali,
gamma GT, dan steatosis tanpa
perbaikan bermakna derajat inflamasi
dan fibrosis
EDUKASI  Mengontrol faktor risiko
 Penurunan berat badan
 Kontrol gula darah
 Memperbaiki profil lipid
 Memperbaiki resistensi insulin
 Mengurangi asupan Iemak ke hati
 Olahraga
PROGNOSIS Baik ( dengan pemberian terapi yang sesuai,
funsgi ALT dan Alkali posfatase menunjukkan
perbaikan dalam 6 bulan )
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Sherlock S. Dooley J. Non-alcoholic Fatty
Liver Disease and Nutrition. In:Dooley J. Lok
A. Burroughs A. Heathcot. Diseases of the
Liver and biliary System. 12"" ed. UK :
Blackwell Science. P546-567.
2. Hasan lrsan. Perlemakan Hati Non Alkohol.
Dalam: Suyono. S. Waspadji. S. Lesmana. L.
Alwi. I.Setiati. S. Sundoru. H. dkk. Buku
Ajar llmu Penyakit Dalam. Jilid ll. Edisi V.
Jakarta: Intemo Publishing:2010. HaI.695-
701
3. Kaplan M. Nonalcoholic steatohepatitis
{NASH}. Diunduh dari
httpzl/www.uptodate.com.contentspatient-
information-nonalcohoIic-steatohepatitis-
nash-beyond-the-basics pada tanggal 22 Mei
2012
4. Reid AE. Nonalcoholic tatty liver disease. In
: Feldman M. Friedman L. Brandt L.
Sleisenger and Fordtran‗s Gastrointestinal
and Liver Disease:
PathophysiologylDiagnosis/ Management.
9"‗ ed.USA: Elsevier. Chapter 85.
5. Sonya AJ. Chalasani N. Kowdley KV et all.
Pioglitazone. Vitamin E. or Placebo for
Nonalcoholic Steatohepatitis. N Engl J Med
20I0:362:l 675-85.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

18. Pankreatitis Akut


NAMA PENYAKIT Pankreatitis Akut (K85.9)
DEFINISI Pankreatitis akut adalah proses peradangan
pankreas yang reversibel. Hal ini memiliki
karakteristik episode nyeri perut yang diskret
(menyebar) dan meningkatnya serum amilase dan
lipase
ANAMNESIS  Onset nyeri perut bagian atas yang akut dan
persisten, dan biasanya disertai mual dan
muntah. Lokasi tersering adalah regio
epigastrium dan periumbilikalis. Nyeri dapat
menjalar ke punggung, dada, pinggang, dan
perut bagian bawah.
 Sulit tidur dan membungkuk ke depan (knee-
chest position) untuk meredakan nyeri
PEMERIKSAAN FISIK  Demam, icterus, takikardi, gangguan
hemodinamik (hipotensi), nyeri perut berat,
guarding/defans muscular, distres
pernapasan, dan distensi abdomen. Bising
usus biasanya menurun sampai hilang akibat
ileus
 Pemeriksaan kulit dapat terlihat daerah
indurasi yang nyeri dan eritema akibat
nekrosis lemak subkutaneus.
 Tanda Grey Turner atau area umbilikus tanda
Cullen)
 Murphy sign untuk membedakan dengan
kolesistitis akut
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Laboratorium: darah rutin, serum amilase,
lipase, gula darah, serum kalsium. LDH,
fungsi ginjal, fungsi hati, profil lipid, analisis
gas darah, elektrolit
 USG abdomen
 CT scan abdomen diperlukan jika dicurigai
terjadinya komplikasi seperti nekrosis dan
abses
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosa ditegakkan dengan ditemukan nyeri
perut bagian atas yang disertai demam, hasil
laboratorium terdapat peningkatan amilase dan
lipase serta ditemukannya pembengkakan
pankreas pada USG abdomen
DIAGNOSIS KERJA  Pankreatitis akut tipe interstisial, terdapat
nekrosis lemak di tepi pankreas dan edema
interstisial, biasanya ringan dan self limited
 Pankreatitis akut tipe nekrosis yang dapat
setempat atau difus, terdapat korelasi antara
derajat nekrosis pankreas dan beratnya
serangan serta manifestasi sistemiknya.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DIAGNOSIS BANDING  Perforasi ulkus peptikum
 Kolesistitis akut
 Kolik bilier
 Obstruksi intestinal akut
 Oklusi pembuluh darah mesenterika
 Kolik renal
 Infark miokard
 Diseksi aneurisma aorta
 Kelainan jaringan ikat dengan vaskulitis
 Pneumonia
 Diabetes ketoasidosis.
TERAPI Nonfarmakologis
o Suportif: pada pankreatitis ringan,
oralfeeding sebaiknya dimulai dalam 24-72
jam setelah onset. Apabila pasien tidak
dapat mentoleransi, dapat dipertimbangkan
enteralfeeding dengan NGT. Nutrisi
parenteral hanya diberikan pada pasien yang
tidak dapat mentoleransi enteralfeeding atau
pemberian infus yang adekuat tidakdapat
dicapai dalam 2-4 hari
o Resusitasi cairan dengan kristaloid sampai
dengan 10 L/hari bila terjadi
gangguanhemodinamik pada pankreatitis
berat. Koloid seperti packed red cells
diberikanapabila Ht < 25% dan albumin
apabila serum albumin < 2 mg/dl
Bedah
Terapi bedah dapat dipertimbangkan
nekrosektomi apabila terjadi infeksi pada
nekrosispankreas atau peripankreas. Teknik
debridement yang dapat dipertimbangkanadalah
open packing atau single necrosectomy with
continuous lavage. Pada pankreatitis bilier,
dapat dipertimbangkan kolesistektomi
Farmakologis
o Analgesik dan sedatif
o Antibiotik sistemik diberikan apabila ada
tanda-tanda infeksi/sepsis sambil menunggu
hasil kultur. Apabila hasil kultur negatif,
maka antibiotik dihentikan.
EDUKASI Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit
dan rencana tatalaksana
PROGNOSIS Tergantung berat-ringannya pankreatitis akut
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Carroll .l, Herrick B. Gipson T. et at. Acute
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Pancreatitis: Diagnosis. Prognosis. and
Treatment. Am Fam Physician. 2007
75lI0]:I5l 3-20.
2. Owyang C. Pancreatitis. ln: Goldman.
Ausiello. Cecil Medicine. 23rd Edition.
Philadelphia. Saunders, Elsevier. 2008
3. Nurman A. Pankreatitis Akut. Dalam:
Sudoyo A. Setiyohadi B. Alwi I. et al. Buku
Ajar llmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid l.
2009. Hal 731-8
4. Greenberger N. Conwell D. Wu B. et al.
Acute and Chronic Pancreatitis. In: Longo
DL. Fauci AS, Kasper DL. Hauser SL.
Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine. I8thed. New
York: McGraw-l-lill: 2012.
5. Urbano F. Carroll M. Murphy's Sign of
Cholecystilis. Hospital Physician. 2000:I I
:51 -2.
6. Knaus WA, Zimmerman JE. Wagner DP.
Draper EA. Lawrence DE. APACHE-acute
physiology and chronic health evaluation: o
physiologically based classification system.
Crit Care Med I 981 ;9:59l -7.
7. Balthazar EJ. Robinson DL. Megibow AJ.
Ranson JH. Acute pancreatitis: value of CT
in establishing prognosis. Radiology I 990:1
74:33I -6.
8. Mortele K, Wiesner W, lntriere Let al. A
Modified CT Severity Index for Evaluating
Acute Pancreatitis: Improved correlation
with Patient Outcome. A.lR 2004; I 83:1
26l-5.
9. Blamey SL. lmrie CW. O'Neill J. Gilmour
WH, Carter DC. Prognostic factors in acute
pancreatitis. Gut I 984;25:l 340-6.
10. Ranson JH. Etiological and prognostic
factors in human acute pancreatitis: a
review. Am .l Gastroenlerol I982:77:633-8.
11. Talukdor R. Vege S. Recent developments
in acute pancreotitis. Clinical
Gostroenterology and
Hepatology.2009:7:S3-S9.
12. Forsmark CE. Baillie J. AC-A Institute
technical review on acute pancrealllis.
Gastroenlerology 2007: I32:2022-44.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

19. Penyakit Tukak Peptik


NAMA PENYAKIT Penyakit Tukak Peptik
Tukak gaster (K25)
Tukak duodenum (K26)
DEFENISI Tukak peptik adalah salah satu penyakit saluran
cerna bagian atas yang kronis. Tukak peptik
terbagi dua yaitu tukak duodenum dan tukak
lambung. Kedua tukak ini seringkali
berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori.
H.pylori adalah organisme yang hidup pada
mukosa gaster, gram negatif berbentuk batang
atau spiral, mikroaerofilik berflagela,
mengandung urease, hidup di bagian antrum dan
migrasi ke proksimal lambung berubah menjadi
kokoid suatu bentuk dorman bakteri; dan
diperkirakan berhubungan dengan beberapa
penyakit.
ANAMNESIS Tukak Gaster :
1. Nyeri epigastrium
2. Rasa sakit tidak menghilang dengan
pemberian makanan
3. Dispepsia
4. Mual
5. Muntah
6. Anoreksia
7. Kembung
Tukak Duodenum :
1. Nyeri epigastrium
2. Rasa sakit menghilang dengan antasida atau
makanan
3. Rasa nyeri seringkali muncul tengah malam
4. Dispepsia
5. Mual
6. Muntah
7. Anoreksia
8. Kembung
PEMERIKSAAN FISIK 1. Nyeri tekan epigastrium
2. Distensi abdomen
3. Tanda-tanda peritonitis jika disertai perforasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Endoskopi (SCBA)
2. Biopsi untuk mendeteksi H.pylori
3. Foto barium kontras ganda
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosa Tukak Gaster:
1. Pengamatan klinis dyspepsia
2. Kelainan fisik yang dijumpai
3. Hasil pemeriksaan penunjang (radiologi dan
endoskopi)
4. Hasil biopsi untuk pemeriksaan histopatologi
kuman H.pylori
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Diagnosa Tukak Duodenum:
1. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian
atas
2. Biopsi lambung untuk deteksi kuman
H.pylori
3. Pemeriksaan foto barium kontras ganda
DIAGNOSIS KERJA Tukak Gaster
Tukak Duodenum
DIAGNOSA BANDING Tukak gaster:
1. Dispepsia non tukak
2. Dispepsia fungsional
3. Tumor lambung/saluran cerna atas proksimal
4. Gastro esophageal reflux disease (GERD)
5. Penyakit vascular
6. Penyakit pankreato billier
7. Penyakit gastroduodenal Crohn‘s
Tukak duodenum:
1. Dispepsia non ulkus
2. Tukak lambung
3. Penyakit pankreato billier
4. Penyakit gastroduodenal Crohn‘s
5. Tumor saluran cerna bagian atas
TERAPI Tanpa Komplikasi
1. Suportif: nutrisi
2. Memperbaiki atau menghindari faktor risiko
Farmakologi:
1. Antasida
2. Antisekresi asam Iambung (PPI) misalnya
omeprazol. rabeprazol dan lansoprazol
3. H2-Receptor Antagonist (H2-RA) misalnya
ranitidin
4. Prokinetik misalnya domperidon
5. Sitoprotektor misalnya rebamipid,teprenon,
sukralfat
Dengan Komplikasi
Pada tukak peptik yang berdarah dilakukan
penatalaksanaan umum atau suportif sesuai
dengan penatalaksanaan hematemesis melena
secara umum.
Talaksana atau tindakan khusus:
1. Tindakan atau terapi hemostatik per
endoskopik dengan adrenalin dan
etoksisklerol atau obat fibrinogen trombin
atau tindakan hemostatik dengan klipping,
heat probe atau terapi laser atau terapi
koagulasi listrik atau bipolar probe.
2. Pemberian obat somatostatin jangka pendek.
3. Terapi embolisasi arteri melalui arteriografi.
4. Terapi bedah atau operasi
EDUKASI 1. Hindari faktor penyebab : makanan yang
asam, pedas, berlemak, kopi, rokok dll
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2. Makanan lunak
3. Makan sedikit tapi sering.
PROGNOSIS 1. Tukak gaster yang terinfeksi H.pylori
mempunyai angka kekambuhan 60% jika
tidak dieradikasi dan 5% jika dieradikasi.
2. Tukak duodenum yang terinfeksi. H.pylori
mempunyai angka kekambuhan 80 % jika
kuman tetap ada dan 5 % jika sudah
dilakukan eradikasi.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Oustamanolakis P. Tack J. Dyspepsia:
Organic Versus Functional. Journal of
Clinical Gastroenterology. 2012:46 (3): 175-
90.
2. Valle JD. Peptic Ulcer Disease. In: Fauci A.
Kasper D. Longo D. Braunwald E. Hauser S.
Jameson J. Loscalzo J. editors. Harrison's
principles of internal medicine l8th ed. New
York: The McGraw-Hill Companies. 2012.
3. Tarigan Pengarepan. Tukak Gaster. Dalam:
Alwi I. Setiati S. Setiyohadi B. Simadibrata
M. Sudoyo AW. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing: 2010: Hal 513-522
4. Akil HAM. Tukak Duodenum. Dalam: Alwi
I. Setiati S. Setiyohadi B. Simadibrata M.
Sudoyo AW. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna Publishing:
2010: Hal 523-8.
5. Dyspepsia Management Guidelines. British
Society of Gastroenterology. 2002. Diunduh
dari www.
bsg.org.uk/pdf_word_docs/dyspepsiadoc
pada tanggal 7 Mei 20l2.
6. Kolopaking MS, Makmun D. Abdullah M. et
al. Konsensus nasional penatalaksanaan
dispepsia dan infeksi Helicobacter pylori.
Jakarta. 2014.
7. NHS. Dyspepsia-proven peptic ulcer-what is
the prognosis? Diunduh dari
http://www.cks.nhs.uk/
dyspepsia_proven_peptic_ulcer/background_i
nformation/prognosis. pada tanggal 7 Mei
2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

20. Sirosis Hati


NAMA PENYAKIT Sirosis Hati (K74)
DEFENISI Penyakit hati kronis yang ditandai dengan
hilangnya arsitektur lobulus normal oleh
fibrosis, dengan destruksi sel parenkim disertai
dengan regenerasi yang membentuk nodulus.
ANAMNESIS 1. Perasaan mudah lelah
2. Berat badan menurun
3. Anoreksia
4. Dispepsia
5. Nyeri abdomen
6. Jaundice
7. Gatal
8. Warna urin lebih gelap
9. Feses dapat Iebih pucat
10. Edema tungkai
11. Asites
12. Perdarahan : hidung, gusi. kulit, saluran cerna
13. Libido menurun
14. Riwayat jaundice, hepatitis. obat-obatan
hepatotoksik, transfusi darah
15. Kebiasaan minum alkohol
16. Riwayat keluarga : penyakit hati, penyakit
autoimun
PEMERIKSAAN FISIK 1. Status nutrisi
2. Demam
3. Fetor hepatikum
4. Lkterus
5. Pigmentasi
6. Purpura
7. Clubbing finger, white nails
8. Spider naevi
9. Eritema palmaris
10. Ginekomastia
11. Atrofi testis
12. Distribusi rambut tubuh
13. Pembesaran kelenjar parotis
14. Kontraktur dupuytren
15. Hipogonadisme
16. Asterixis bilateral
17. Tekanan darah
18. Asites
19. Pelebaran vena abdomen
20. Ukuran hati bisa membesar/normal/kecil
21. Splenomegali
22. Edema perifer
23. Perubahan neurologis: fungsi mental. stupor,
tremor
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium:
1. HbsAg, anti HCV
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2. SGOT/SGPT
3. Alkali fosfatase
4. GGT
5. Bilirubin
6. Albumin, Globulin
7. Waktu protrombin
8. Darah rutin
9. Elektrolit
10. Ureum, kreatinin
11. Natrium urin.
12. AFP
Pencitraan:
1. USG abdomen
2. CT scan abdomen
3. EEG
4. Esofagogastroduodenoskopi
5. Biopsi hati
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis Sirosis Hepatis ditegakkan jika
ditemukan klinis kronisitas hati dan hipertensi
porta pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
Laboratorium:
1. HbsAg, anti HCV (menentukan etiologi)
2. SGOT/SGPT: dapat meningkat tapi tak
begitu tinggi, biasanya SGOT lebih
meningkat dari SGPT, dapat pula normal
3. Alkali fosfatase: dapat meningkat 2-3x dari
batas normal atau normal
4. GGT: dapat meningkat atau normal
5. Bilirubin: dapat normal atau meningkat
6. Albumin: menurun
7. Globulin meningkat: rasio albumin dan
globulin terbalik
8. Waktu protrombin: memanjang
9. Darah rutin : anemia, trombositopenia,
leukopenia, neutropenia
10. Elektrolit
11. Ureum, kreatinin
12. Natrium urin
13. Cek AFP untuk skrining hepatoma
Pemeriksaan penunjang:
1. USG abdomen : sudut hati, permukaan hati,
ukuran, homogenitas, dan ada tidaknya
massa. pada sirosis Ianjut hati mengecil dan
nodular, permukaan ireguler, peningkatan
ekogenitas parenkim hati, vena hepatika
sempit dan berkelok-kelok
2. Transient Elastography (fibroscan)
3. CT scan abdomen : diperlukan jika hasil USG
masih meragukan
4. EEG bila ada perubahan status neurologis
5. Esofagogastroduodenoskopi, skrining varises
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
esofagus.
6. Biopsi hati
DIAGNOSIS KERJA Sirosis hati
DIAGNOSA BANDING Hepatitis kronik aktif
TERAPI 1. Laktulosa dengan target BAB 2-3 x sehari.
2. Terapi penyakit penyebab
EDUKASI 1. Istirahat cukup
2. Diet seimbang (tergantung kondisi klinis)
3. Pada pasien sirosis dekompensata dengan
komplikasi asites: diet rendah garam
PROGNOSIS Malam
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Dorland's Illustrated Medical Dictionary.
23rd Ed. Philadelphia. Elsevier. 2007.
2. Bacon BR. Cirrhosis and Its Complications.
In : Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser
SL. Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine. 18th Edition.
New York. McGraw-Hill. 2012.
3. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam : Sudoyo A.
Setiyohadi B, Alwi l. et al. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta :
lntema Publishing. 2009. Hal 668-73.
4. McCormick PA. Hepatic Cirrhosis. In :
Dooley JS. Lok ASF. Burroughs AK, et al.
Sherlock's Diseases of the Liver and Biliary
System. 12th Edition. United Kingdom:
Blackwell Publishing Ltd. 2011. Hal 103-l 9
5. Elsayed EY. Riad GS. Keddeas MW.
Prognostic Value OF MELD Score in Acute
Variceal Bleeding. Researcher 2010:2(4):22-
27
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

21. Tumor Kolorektal


NAMA PENYAKIT Tumor Kolorektal (C18)
DEFENISI Tumor kolorektal dapat dibagi dalam dua
kelompok yakni polip kolon dan kanker kolon.
Polip adalah tonjolan diatas permukaan mukosa.
Makna klinis yang penting dari polip ada dua
yakni pertama kemungkinan mengalami
transformasi menjadi kanker kolorektal dan
kedua dengan tindakan pengangkatan polip,
kanker kolorektal dapat dicegah.
ANAMNESIS 1. Perubahan pola buang air besar
2. Perdarahan per anus (hematoskezia, dan
konstipasi).
3. Gejala obstruksi:
a. Parsial: nyeri abdomen
b. Total: nausea, muntah, distensi, dan
obstipasi
4. Invasi lokal bisa menimbulkan tenesmus,
hematuria, infeksi saluran kemih berulang,
dan obstruksi urethra.
5. Faktor risiko kanker kolorektal.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Massa yang nyeri pada abdomen
2. Nyeri menjalar ke pinggul sampai tungkai
atas
3. Bila ada obstruksi dapat ditemukan distensi
abdomen
4. Metastasis ke organ hati, dapat ditemukan
hati teraba ireguler.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: Darah rutin
2. Radiologi: Colonoscopy
3. Histologis
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis dilakukan pemeriksaan kolonoskopi
dan biopsi untuk menegakkan diagnosis secara
histologi dimana dijumpai gambaran atipik berat
menunjukkan adanya fokus karsinomatous yang
belum menyentuh membran basalis. Bilamana sel
ganas menembus membran basalis tapi tidak
melewati muskularis mukosa disebut karsinoma
intra mukosa.
DIAGNOSIS KERJA Tumor Kolorektal
DIAGNOSA BANDING 1. Tumor Retrorektal
2. Volvulus
3. Prolaps rekti
TERAPI 1. Kemoprevensi: OAINS termasuk aspirin.
2. Endoskopi dan operasi
- Bila ukuran < 5 mm maka pengangkatan
cukup dengan biopsy atau
elektrokoagulasi bipolar
- Hemikolektomi apabila tumor di caecum,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
kolon ascending, kolon transfersum
tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon
desending
- Tumor di sigmoid dan rektum proksimal
dapat diangkat dengan tindakan LAR
(Low Anterior Resection)
3. Terapi ajuvan
- 5FU (pada Dukes C), irnotecan (CPT 11]
inhibitor topoisomer, Oxaliplatin.
Manajemen kanker kolorektal yang non
reseksibel:
- Nd-YAG foto koagulasi laser
- Self expanding metal endoluminal stent
EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien tentang
penyakitnya dan rencana tatalaksana
2. Menghindari konsumsi makanan yang
mengandung zat zat karsinogenik seperti
makanan yang dibakar
PROGNOSIS Pada Familial adenomatous Polyposis,
kemungkinan berkembang menjadi kanker
nonkolorektal adalah 11% pada usia 50 tahun dan
52% pada usia 75 tahun. Pada kanker kolorektal,
prognosis tergantung pada stadium kanker.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Abdullah, M. Tumor kolorektal. In: Alwi I.
Setiati S, Setiyohadi B. Simadibrata M.
Sudoyo AW. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi V. Jakarta: lnterna Publishing;
2010: Hal 5567-75.
2. Cohen, AM. Colorectal tumors. Oxford
Textbook of Surgery 2nd Edition.
3. Gastrointestinal endoscopy. In: Fauci A.
Kasper D, Longo D. Braunwald E, Hauser S,
Jameson J. Loscalzo J, editors. Harrison's
principles of internal medicine 18th ed. United
New York: The McGraw-Hill Companies.
2012.
4. Colon, rectum and anus. In: Brunicandi,
Charles F. Schwartz's Principles of Surgery
8th Edition. Chapter 28.
5. Wehbi M. Familial adenomatous polyposis.
Diunduh dari : http://emedicine.
Medscape.com/ article/175377-
folIowup#a2650
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

22. Tumor Gaster


NAMA PENYAKIT Tumor Gaster (C16)
DEFENISI Tumor merupakan salah satu dari lima
karakteristik inflamasi berasal dari bahasa latin,
yang berarti bengkak. Istilah tumor ini digunakan
untuk menggambarkan pertumbuhan biologi
jaringan tidak normal. Karsinoma gaster adalah
pertumbuhan abnormal secara tidak terkontrol
dari sel-sel pada gaster, yang membentuk masa
[tumor]
ANAMNESIS 1. Berat badan turun
2. Nyeri epigastrium
3. Muntah
4. Keluhan pencernaan
5. Anoreksia
6. Disfagia
7. Nausea
8. Kelemahan
9. Sendawa
10. Hematemesis
11. Regurgitasi
12. Cepat kenyang.
13. Faktor risiko kanker gaster: diet tinggi garam,
nitrat (pengawet makanan). obesitas,
merokok, hormon reproduksi, riwayat kanker
pada keluarga, riwayat ulkus gaster
PEMERIKSAAN FISIK 1. Mungkin ditemukan adanya masa didaerah
epigastrium
2. Jika sudah metastasis ke hati maka hati teraba
ireguler
3. Teraba pembesaran kelenjar limfe klavikula
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. USG abdomen
2. Gastroskopi dan biopsi: curiga ganas jika
ditemukan mukosa merah, erosi pada
permukaan dan tidak adanya pedikle.
3. Endoskopi ultrasound
4. Pemeriksaan darah pada tinja. darah samar
[+], test benzidin
5. Sitologi: pemeriksaan papanicolaou dari
cairan Iambung
KRITERIA DIAGNOSIS Sesuai dengan Anamnesis, Pemeriksaan Fisik &
Pemeriksaan Penunjang
DIAGNOSIS KERJA Tumor Gaster
DIAGNOSA BANDING Karsinoma esofagus
TERAPI Beberapa tatalaksana yang dapat dilakukan:
1. Pembedahan: reseksi tumor dan jaringan
sekitar, pengambilan kelenjar limfe
2. Kemoterapi: SFU, trimetroxote, mitomisin C,
hidroksiurea, epirubisin, dan karmisetin.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
EDUKASI Hindari faktor risiko kanker gaster: diet tinggi
garam, nitrat (pengawet makanan) obesitas,
merokok, hormon reproduksi.
PROGNOSIS Faktor yang menentukan prognosis adalah derajat
invasi dinding gaster, adanya penyebaran ke
kelenjar limfe, metastasis (di peritoneum dan
tempat lain. ‗ Kanker gaster lanjut memiliki rata-
rata bertahan dalam 5 tahun sebesar 60-80%.
Tumor yang menginvasi subserosa memiliki
angka bertahan 5 tahun sebesar 50%. Pada pasien
dimana kelenjar limfe telah terkena sekitar 16
kelenjar limfe, angka bertahan 5 tahun adalah
44%, sementara apabila yang terlcena 7-15
kelenjar limfe maka angka bertahannya sekitar
30%. Pada GIST, Pada MALTomo, angka
bertahan 5 tahun sebesar 99% pada kelompok
risiko rendah, 85-88% pada kelompok risiko
sedang dan 27% pada kelompok risiko tinggi.
Pada GIST, angka kekambuhan pada risiko
rendah adalah 2,4%, 1.9% pada risiko sedang dan
62.5% pada risiko tinggi. Penggolongan tingkat
risiko pada GIST
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Fauzi Yusuf, SpPD-KGEH, FACG,
FINASIM
2. dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH,
FINASIM
3. dr. Desi Maghfirah. M, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Julius. Tumor Gaster. Dalam Alwi I, Setiati S.
Setiyohadi B. Simadibrata M. Sudoyo AW.
Buku Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: lnterna Publishing; 20I 0:576-580.
2. Park DY. Lauwers GY. Gastric polyps:
classification and management. Arch Pothol
Lab Med. 2008:I 32 [ 4} :633-40.
3. Bearzi I. Mandolesi A. Arduini F, Costagliola
A, Ranaldi R. Gastrointestinal stromal tumor.
A study of I58 cases: clinicopathologicol
features and prognostic factors. Anal Quant
Cytol Histol. 2006;28l3]:I37-47.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

23. Tumor Pankreas


NAMA PENYAKIT Tumor Pankreas (C25)
DEFINISI Tumor pankreas dapat diklasifikasikan sebagai
neoplasma eksokrin atau endokrin berdasarkan
asal dari selnya dan morfologi tumor (solid atau
kistik).
ANAMNESIS 1. Rasa tidak nyaman pada perut, mual, muntah,
pruritus, letargi, penurunan beratbadan
2. Jarang : nyeri epigastrium, nyeri punggung.
diabetes new onset
3. Penyakit komorbid seperti pankreatitis
kronis, diabetes
4. Riwayat kebiasaan merokok
PEMERIKSAAN FISIK 1. Ikterik, kakesia, tanda bekas garukan
2. Kandung empedu teraba (tanda Courvoisier)
3. Tanda metastasis jauh : hepatomegali, asites.
limfadenopati supraklavikular kiri(nodus
Virchow), limfadenopati periumbilikus
(nodus Sister MaryJoseph)
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium
a. Darah rutin : darah perifer lengkap dan
hitung jenis leukosit, amilase, lipase,
serumbilirubin, alkali fosfatase, protein
total, albumin/globulin
b. Tumor-associated carbohydrate
antigen 19-9 [CA 19-9]
2. CT scan
3. ERCP dan EUS jika tumor tidak tampak
dengan CT scan
4. Sitologi : EUS-guided fine needle aspiration
(EUS-FNA)
5. Laparoskopi

KRITERIA DIAGNOSIS

DIAGNOSA KERJA Tumor pankreas


DIAGNOSA BANDING 1. Choledocolithiasis
2. Tumor saluran bilier
TERAPI 1. Reseksi [pancreaticoduodenectomy / operasi
Whipple]
2. Adjuvan: 5-fluorouracil [5-FU], asam folinik
3. 3. Paliatif: diberikan pada pasien yang tidak
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
dapat menjalani reseksi untuk
meredakanikterik, obstruksi duodenum atau
nyeri
EDUKASI 1. Pengobatan teratur penyakit komorbid seperti
pankreatitis kronis, diabetes.
2. Tidak merokok
PROGNOSIS Malam
PENELAAH KRITIS 1. Dr.dr. Fauzi Yusuf, Sp.PD, KGEH, FACG,
FINASIM.
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp.PD, KGEH,
FINASIM.
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Hidalgo M. Progress in Pancreatic Cancer:
Where Are We Now and Where Must We Go.
OptimalTreatment oi Locally
Advanced/Metastatic Pancreatic Cancer:
Current Progress and FutureChallenges.
Clinical Care Options Oncology. Diakses
melalui
www.CliniCO|0ptiOns.COn'lfOncology/Treat
ment%20Updates/PancreaticlModuleslProgres
s/Pages/Page%202.aspx padatanggal 25 Juni
2012.
2. Jimenez RE, Castillo CF. Tumors of the
Pancreas. In : Feldman, Friedman. Brandt.
Sleisenger andFordtran‗s Gastrointestinal and
Liver Disease. 9th Edition. Vol I. 2010
3. Chang I. Cunningham D. Pancreatic Cancer.
In : Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser
SL.Jameson JL. Loscalzo J. Hanison's
Principles of intemal Medicine. I 8th Edition.
New York. McGrawHill. 2012.
4. Ko A. Pancreatic Adenocarcinoma. CCO in
Practice. Diakses melalui
http://www.clinicaloptions.com/inPracticetOnc
ologylGastrointestinal_Cancer/chi3_Gl-
Pancreas.aspx pada tanggal 22Mei 20i2.
5. Koti RS. Davidson BR. Malignant Biliary
Diseases. ln : Dooley JS. Lok ASF. Burroughs
AK. et al.Sherlock's Diseases of the Liver and
Biliary System. 2th Edition. United Kingdom:
BlackwellPublishing Ltd. 201 l . Hal 302-8
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

24. Tumor Sistim Bilier


NAMA PENYAKIT Tumor Sistem Bilier
a. Karsinoma Kandung Empedu (C23)
b. Kolangiokarsinoma (C22.1)
DEFINISI a. Karsinoma Kandung Empedu: Keganasan
yang berawal di dalam kandung empedu.
b. Kolangiokarsinoma: Keganasan yang berasal
dari sel epitel bilier, dapattimbul pada saluran
intra dan ekstrahepatik
ANAMNESIS a. Karsinoma Kandung Empedu Pada stadium
awal umumnya tidak menimbulkan gejala
sampai pada stadiumlanjut:
1. Nyeri abdomen kuadran kanan atas
2. Mual danmuntah
3. Ikterik
4. Nafsu makan menurun
5. Kehilangan berat badan
6. Pembengkakanabdomen
7. Gatal-gatal
8. Tarry stools
b. Kolangiokarsinoma Umumnya tidak bergejala
sampai timbul obstruksi bilier. Gejala sering
dikeluhkan:
1. Pruritus
2. Nyeri abdomen
3. Terasa sebagai nyeri tumpul di region
kanan
4. Penurunan berat badan
5. Demam
6. Tinja berwarna seperti dempul
7. Urin warna gelap
PEMERIKSAAN FISIK a. Karsinoma Kandung Empedu
1. Ikterik
2. Pembesaran kandung empedu atau teraba
massa pada area kandung empedu
3. Nyeri tekan abdomen
b. Kolangiokarsinoma:
1. Ikterus
2. Hepatomegali
3. Massa abdomen bagian kanan atas
4. Penurunan berat badan
5. Tanda Courvoisier: (kandung empedu
teraba), biasanya karena sumbatan tepat di
distal duktus sistikus
PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Karsinoma Kandung Empedu
1. Tes fungsi hati dan kandung empedu :
bilirubin. albumin, alkali fosfatase, AST
(aspartate aminotransferase), ALT (alanine
aminotransferase), dan Gamma GT
(glutamil transferase).Tumor markers:
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
CEA dan CA 19-9
2. Pemeriksaan urin dan feses
3. Ultrasonography
4. CT Scan untuk melihat staging tumor
5. Magnetic resonance imaging untuk
melihat keadaan pembuluh darah hepatik
dan portal jika dibutuhkan
6. Endoscopic retrograde cholangio
pancreatography (ERCP) untuk melihat
sumbatan di duktus biliaris dan duktus
pankreatikus
7. Biopsi
b. Kolangiokarsinoma
1. Laboratorium
 Peningkatan bilirubin total dan direk,
alkali fosfatase, 5‘-nukleotidase, dan
y-glutamiltransferase
 SGOT, dan SGPT Tumor marker:
CEA, CA 19-9
 Billiary insulin-like growth factor
 Fluorescence in situ hybridization
2. Imaging
 USG
 CT scan
 MRCP
 Kolangiografi
 ERCP/PTC
 Endoscopic ultrasonography (EUS)
 PET scan
 Angiografi
KRITERIA DIAGNOSIS a. Karsinoma Kandung Empedu
1. Peningkatan fungsi hati dan kandung
empedu
2. Ditemukan massa di lumen kandung
empedu pada USG
3. Ditemukan petanda tumor CEA dan CA
19-9
4. Pada biopsi ditemukan jenis papilari dan
well-differentated adenokarsinoma atau
jenis tubuler dan undifferentiated.
b. Kolangiokarsinoma
1. Striktur mengarah keganasan DAN serum
CA 19-9 > I29 U/ml yang persisten tanpa
adanya kolangitis bakterial
2. Lesi massa pada pemeriksaan imaging
3. Hasil pemeriksaan sitologi konvensional
yang positif
4. Hasil pemeriksaan biopsi spesimen
transluminal yang positif
5. Fluorescence in situ hybridization
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
{FISH} menunjukkan striktur dan
polisomi
DIAGNOSA KERJA a. Karsinoma Kandung Empedu
b. Kolangiokarsinoma
DIAGNOSA BANDING a. Karsinoma Kandung Empedu: Batu kandung
empedu, sludge
b. Kolangiokarsinoma: Koledokolitiasis, striktur
duktus biliaris jinak, kolangitis sklerotikans,
keganasan pankreas, pankreatitis kronik
TERAPI a. Karsinoma Kandung EmpeduOperasi :
kolesistektomi, radiasi, kemoterapi
b. Kolangiokarsinoma Terapi diutamakan
reseksi pada yang masih memenuhi kriteria,
radioterapi dengan atau tanpa sensitisasi
menggunakan kemoterapi, brakiterapi
intralumen, terapi fotodinamik, kemoterapi :
gemcitabin
EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien mengenai
penyakit, rencana pemeriksaan &
Pengobatan.
2. Hindari faktor resiko seperti: Obesitas,
Dislipidemia.
PROGNOSIS Malam
PENELAAH KRITIS 1. Dr.dr. Fauzi Yusuf, Sp.PD, KGEH, FACG,
FINASIM.
2. dr. Azzaki Abubakar, Sp.PD, KGEH,
FINASIM.
3. dr. Desi Maghfirah. M, Sp.PD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Sherlock S. Dooley J. Tumours of the
Gallbladder and Bile Ducts. In: Dooley J. Lok
A. BurroughsA. Heathcote E Diseases of the
Liver and biliary System. 12"‗ ed. UK :
Blackwell Science. P294-31
2. American Cancer Society. Gallbladder
Cancer. 2012. Diunduh dari http:/1‘ www.
cancer.org/CancerlGallbladderCancer/Detaile
dGuide/gallbladder-cancer pada tanggal 21
Mei 2012
3. National Cancer Institute. Gallbladder Cancer
Treatment. 201 I . Diunduh dari
http:/www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treat
mentlgallbladder/Patient/pageI pada tanggal
21 Mei 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

D. GERIATRI DAN GERONTOLOGI


l. Dehidrasi
NAMA PENYAKIT Dehidrasi (E86.0)
DEFINISI Berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa
hilangnya air lebih banyak dari natrium
(dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan
natrium dalam jumlah yang sama (dehidrasi
isotonis), atau hilangnya natrium yang lebih
banyak daripada air (dehidrasi hipotonik)
ANAMNESIS 1. Rasa haus
2. Lidah kering
3. Mengantuk
PEMERIKSAAN FISIK 1. Aksila lembab
2. Suhu tubuh meningkat
3. Diuresis berkurang
4. Penurunan turgor
5. Mata cekung
6. Penurunan BB akut kebih dari 3%
7. Hipotensi Ortostatik
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Urin
2. BUN
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS KERJA Dehidrasi
DIAGNOSIS BANDING Tidak Ada
TERAPI 1. Farmakologis
2. Dehidrasi ringan: rehidrasi cairan oral 1500-
2500ml /24 jam
3. Dehidrasi hipertonik: cairan NaCl 0,45%
4. Dehidrasi hipotonik: atasi penyebab
dasar,penambahan diet natrium, bila perlu
berikan cairan hipertonik
5. Dehidrasi isotonik: cairan NaCl 0,9% atau
Dextrose 5% dengan volume 25-30% dari
defisit cairan
EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien tentang
penyakitnya dan rencana tatalaksana
2. Menjelaskan tentang kecukupan asupan
cairan bila pasien masih bisa minum melalui
oral
3. Menjelaskan tentang komplikasi
PROGNOSIS 1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad sanationam : dubia ad bonam
3. Ad fungsionam : dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. M Darma Muda Setia SpPD
2. dr Chacha Marissa Isfandiari , SpPD
3. dr. Islamuddin., SpPD.
4. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
5. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
6. dr. Price Maya., SpPD.
7. dr. Eva Musdalita., SpPD.
8. dr. Vera Abdullah., SpPD.
9. dr. Desi Salwani., SpPD.
10. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
11. dr. Diana Erlita., SpPD.
12. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
13. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
14. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
15. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
DAFTAR RUJUKAN 1. Kuswardhani, RA Tuty. Sari, Nina Kemala.
Dehidrasi dan gangguan elektrolit. Dalam:
Sudoyo, Aru W Setyohadi, Bambang
2. Setiati, Siti, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi V, Jakarta: Pusat Informasi dan
penerbitan Departement Ilmu Penyakit Dalam
FKUI-RSCM: 2009, Halaman 797-801
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

2. Gangguan Kognitif Ringan dan Demensia


NAMA PENYAKIT Gangguan Kognitif Ringan dan Demensia
(F03)
DEFINISI Penurunan fungsi kognitif ringan (MCI) / cognitif
impairment/ dan vascular cognitif impairment
(VCI) yang akan berkembang menjadi demensia
A ANAMNESIS 1. Memori pasien
2. Tingkat aktivitas sehari –hari
3. Riwayat stroke
4. Hipertensi
5. Diabetes
PEMERIKSAAN FISIK 1. MMSE (Mini-Mental State Examination)
2. GDS (The Global Deterioration Scale)
3. CDR (The Clinical Dementia Ratings)
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Fungsi tiroid, hati, ginjal
2. Kadar vitamin B12
3. Kadar obat dalam darah
4. CT Scan, MRI untuk melihat gangguan
vascular di otak sesuai indikasi
KRITERIA DIAGNOSIS Mild Cognitive impairment (MCI)
1. Keluhan memori. yang diperkuat oleh
informan
2. Fungsi memori yang tidak sesuai untuk umur
dan pendidikan
3. Fungsi kognitif umum masih baik
4. Aktivitas sehari-hari masih baik
5. Tidak demensia
Vascular Cognitive Impairment (VCI)
1. Gangguan kognitif ringan sampai sedang,
terutama fungsi eksekutif
2. Tidak memenuhi kriteria demensia
3. Mempunyai penyebab vaskular berdasarkan
adanya tanda iskemia atau infark jaringan
otak
4. Bukti lain adanya aterosklerosis
5. Hachinskilschemic Score (HIS) yang tinggi
Demensia
1. Afasia (gangguan berbahasa)
2. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas motorik walaupun tungsi motorik
masih normal0
3. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau
mengidentifikasi benda walaupun fungsi
sensorik masih normal)
4. Gangguan fungsi eksekutif (seperti
merencanakan, mengorganisasi, berpikir
runut, berpikir Abstrak).
DIAGNOSA KERJA Gangguan kognitif ringan dan demensia
DIAGNOSIS BANDING 1. Transient Ischemik Attack
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2. Delirium
3. Depresi
4. Factitious Disorder
5. Normal Aging
TERAPI 1. Libatkan orang usia lanjut pada kehidupan
sosial yang intensif
2. Latihan memori multifasial dan latihan
relaksasi
3. Penyampaian informasi yang benar, latihan
orientasi realita, rehabilitasi, dukungan
keluarga, manipulasi lingkungan
4. Tatalaksana demensia berat terutama non -
farmakologi
5. Tatalaksana faktor resiko gangguan kognitif
EDUKASI 1. Menjelaskan tentang penyakitnya dan
rencana tatalaksana
2. Menjelaskan tentang komplikasi
PROGNOSIS 1. ad Vitam : Dubia
2. ad sanactionam : Dubia ad malam
3. ad Fungsionam : Dubia ad malam
PENELAAH KRITIS 1. dr . M Darma Muda Setia SpPD
2. dr. Chacaha Marissa Isfandiari SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. Islamuddin., SpPD.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Price Maya., SpPD.
8. dr. Eva Musdalita., SpPD.
9. dr. Vera Abdullah., SpPD.
10. dr. Desi Salwani., SpPD.
11. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
12. dr. Diana Erlita., SpPD.
13. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
14. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
15. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
16. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
DAFTAR RUJUKAN 1. Dementia, dalam: Fauci A, Kasper D, Longo
D. Braunwald E,HauserS, Jameson J,
Editors.Harrison‘s Principles of internal
Medicine . 18 th ed. United States of
America;the McGrawhill Companies ,2011
2. Dementia,Dalam : Kaplan dan Sadocks‘s
Synopsis of Psychiatry 10th Edition.
Lippincott Wiliams & Wilkins,2007
3. Rachman , Wasilah, Murti, Kunjoro Hari,
Demensia dalam : sudoyo, Aru W
Setyohadi, Bambang Alwi, Idrus,
Simardibrata, Marcellus, Setiati Siti, Buku
ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, Jakarta
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
pusat
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

3. Imobilisasi
NAMA PENYAKIT Imobilisasi (M62.3)
DEFINISI Kehilangan gerakan anatomik akibat perubahan
fungsi fisiologis, yang dalam praktek sehari-hari
dapat diartikan sebagai ketidak mampuan
melakukan aktivitas di tempat tidur, transfer atau
ambulansi selama lebih dari tiga hari
ANAMNESIS 1. Riwayat disabilitas/ imobilisasi
2. Kondisi medis yang merupakan faktor resiko
penyebab imobilisasi
3. Kondisi premorbid
4. Obat-obatan yang dikonsumsi
5. Interaksi sosial
6. Faktor psikologis
7. Faktor lingkungan
PEMERIKSAAN FISIK 1. Status kardiopulmonal
2. Kulit
3. Muskuloskeletal : kekuatan dan tonus otot
4. Gastrointestinal
5. Gasrtourinarius
6. Status mental
7. Status kognitif
8. Tingkat mobilitas
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Foto lutut
2. Ecocardiografi
3. Pemeriksaan elektrolit
4. KGD dan hemostasis
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS KERJA Imobilisasi
DIAGNOSA BANDING Tidak Ada
TERAPI Penatalaksanaan Umum :
1. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan
partisipasi pasien, keluarga dan pramuwerdha
2. Edukasi ke pasien dan keluarga bahayanya
tirah baring lama
3. Tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia,
gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin
terjadi
4. Pengkajian geriatric paripurna, perumusan
target fungsional dan pembuatan rencana
terapi yang mencakup perkiraan waktu untuk
mencapai target terapi
5. Evaluasi seluruh obat-obatan yang
dikonsumsi
6. Nutrisi yang ade kuat
7. Program latihan remobilisasi jika kondisi
medis sudah tercapai
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
8. Cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan
ambulansi
9. Manajemen miksi dan defekasi
Penatalaksanaan Khusus
1. PenatalaTatalaksana factor resiko imobilisasi
2. Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi
3. Konsultasi kondisi medic kepada dokter
spesialis yang kompeten
4. Remobilisasi segera dan bertahap untuk
mencegah imobilisasi lebih lanjut
EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien tentang
penyakitnya dan rencana tatalaksana
2. Menjelaskan tentang komplikasi
3. Menjelaskan pentingnya untuk melakukan
perubahan posisi secara teratur dan latihan di
tempat tidur agar mencegah kelemahan dan
kontraktur otot
PROGNOSIS 1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad sanationam : dubia ad bonam
3. Ad fungsionam : dubia
PENELAAH KRITIS 1. dr. M Darma Muda Setia SpPD
2. dr. Chacha Marissa Isfandiari SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. Islamuddin., SpPD.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Price Maya., SpPD.
8. dr. Eva Musdalita., SpPD.
9. dr. Vera Abdullah., SpPD.
10. dr. Desi Salwani., SpPD.
11. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
12. dr. Diana Erlita., SpPD.
13. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
14. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
15. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
16. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
DAFTAR RUJUKAN 1. Setiati, Siti , Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V , Jakarta : Pusat Informasi
dan penerbitan Departement Ilmu
PenyakitDalam FKUI-RSCM: 2009,
halaman : 859-864
2. Stechmiller JK, Cowan L , whitney JD,et al.
Guidelines for the prevention of pressure
ulcer. Wound repair Regen 2008: 16 (2) :
151-168
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

4. Inkontinensia Urin
NAMA PENYAKIT Inkontinensia Urin (R 32)
DEFINISI Keluarnya urin yang tidak terkendali sehingga
menimbulkan masalah higienedan sosial
ANAMNESIS 1. Frekuensi
2. Urgensi
3. Nokturia
4. Disuria
5. Hesitancy
6. Pancaran lemah
7. Konsumsi cairan
8. Gejala ginekologis: perdarahan pervaginam,
iritasi vaginam
PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaaan neurologis
2. Pemeriksaan pelvis
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Urin lengkap
2. Kultur urin
3. PVR
4. Kartu catatan berkemih
5. Gula darah, kalsium darah dan urin
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS KERJA Inkontinensia Urin
DIAGNOSA BANDING Tidak Ada
TERAPI 1. Tipe urgensi dan overactive bladder,
diberikan Iatihan otot dasar panggul, bladder
training, schedule toiletting, dan obat yang
bersifat antimuskarinik [antikolinergik)
2. Tipe stres, Iatihan otot dasar panggul
merupakan pilihan utama, dapat dicoba
bladder training dan obat agonis alfa
EDUKASI Menjelaskan tentang latihan otot dasar panggul
dan berkemih
PROGNOSIS 1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad sanationam : dubia ad bonam
3. Ad fungsionam : dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. M Darma Muda Setia SpPD
2. dr. Chacha Marissa Isfandiari SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. Islamuddin., SpPD.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Price Maya., SpPD.
8. dr. Eva Musdalita., SpPD.
9. dr. Vera Abdullah., SpPD.
10. dr. Desi Salwani., SpPD.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
11. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
12. dr. Diana Erlita., SpPD.
13. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
14. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
15. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
16. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
DAFTAR RUJUKAN 1. Seliali. Sili. Pramaniara. I Dewa Pulu.
lnkontinensia Urin dan kandung kemih
hiperaklif. Dalam :Sudoyo. Aru W.
Selyohadi. Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata. Marcellus. Seliafi. Sili. Buku
ajar llmu Penyakit Dalam EdisiV. Jakarla:
Pusatinformasi dan Penerbitan Departemen
llmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM ; 2009.
Halaman 837-844.
2. Clinical problemsofaging. Dalam: FauciA.
KasperD. LongoD. Braunwald E.
HauserS,Jameson J. Loscalzo J.
editors.Harrison'sprinciples ofinlemal
medicine. l8""ed. UniledSlatesofAmerica:
The McGraw-Hill Companies. 201 l.
3. Resnick NM. Urinary incontinence in lhe
elderly. Medical Grand Rounds i984:3:28l-
90. 4. Boiros. Sylvia M.s and Peler K.
UrinaryIncontinence
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

4. Instabilitas dan Jatuh


NAMA PENYAKIT Instabilitas Dan Jatuh (M25.3)
DEFINISI Stabilitas adalah proses menerima dan
mengintegrasikan input sensorik serta
merencanakan dan melaksanakan gerakan untuk
mencapai tujuan yang membutuhkan postur
tegak, atau mengontrol pusat gravitasi tetap
berada di atas landasan penopang.
Jatuh adalah suatu kondisi seseorang mengenai
lantai atau posisi yang Iebih rendah karena
ketidakhati-hatian [inadvertently] dengan atau
tanpa penurunan kesadaran
ANAMNESIS 1. Perasaan seperti akan jatuh,
2. Disertai atau tanpa dizziness
3. Vertigo
4. Rasa bergoyang
5. Rasa tidak percaya diri untuk transfer atau
mobilisasi mandiri.
6. Riwayat jatuh (frekuensi, dan gejala yang
dirasakan saat jatuh)
7. Riwayat pengobatan
PEMERIKSAAN FISIK 1. I : inflamasi pada sendi [deformitas sendi)
2. H : hipotensi [orthostatik]
3. A : auditory and visual abnormalities
4. T : tremor [penyakit Parkinson atau penyebab
lain]
5. E : equilibrium problem
6. F: Foot problem
7. A: aritmia, heart block atau penyakit katup
jantung
8. L : leg-length discrepancy [akibat fraktur
femur misalnya]
9. L. : lack of conditioning (generalize
weakness)
10. I : illness
11. N : nutrisi (status nutrisi buruk, kehilangan
berat badan)
12. G :gait disturbanc
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Uji menggapai fungsional
2. Uji keseimbangan Berg
3. The timed up and go test (TUG)
KRITERIA DIAGNOSIS The downtown fall risk index
DIAGNOSIS KERJA Instabilitas dan jatuh
DIAGNOSA BANDING Tidak Ada
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
TERAPI Non Farmakologik
1. Identifikasi factor risiko intrinsic dan
ekstrinsik
2. Mengkaji dan mengobati trauma fisik akibat
jatuh
3. Mengobati berbagai kondisi yang mendasari
instabilitas dan jatuh
4. Memberikan terapi fisik dan penyuluhan
berupa Iatihan cara berjalan
5. Penguatan otot (alat bantu,sepatu atau
sandal yang sesuai)
6. Mengubah Iingkungan agar Iebih aman
seperti pencahayaan yang cukup (pegangan;
Iantai yang tidak licin, dan sebagainya).
7. Keluarga harus dilibatkan dalam program
pencegahan jatuh berulang
8. Farmakologik: vitamin D dengan dosis 800
IU setiap hari
EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien tentang
penyakitnya dan rencana tatalaksana
2. Menjelaskan tentang komplikasi
PROGNOSIS 1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad sanationam : dubia ad bonam
3. Ad fungsionam : dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. M Darma Muda Setia SpPD
2. dr. Chacha Marissa Isfandiari SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. Islamuddin., SpPD.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Price Maya., SpPD.
8. dr. Eva Musdalita., SpPD.
9. dr. Vera Abdullah., SpPD.
10. dr. Desi Salwani., SpPD.
11. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
12. dr. Diana Erlita., SpPD.
13. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
14. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
15. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
16. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
DAFTAR RUJUKAN 1. Seliali. Sili. Pramaniara. I Dewa Pulu.
lnkontinensia Urin dan kandung kemih
hiperaklif. Dalam :Sudoyo. Aru W.
Selyohadi. Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata. Marcellus. Seliafi. Sili. Buku
ajar llmu Penyakit Dalam EdisiV. Jakarla:
Pusatinformasi dan Penerbitan Departemen
llmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM ; 2009.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Halaman 837-844.
2. Clinical problem sofaging. Dalam : FauciA.
KasperD. LongoD. Braunwald E.
HauserS,Jameson J. Loscalzo J.editors.
Harrison's principles ofinlemal medicine.
l8""ed. UniledSlatesofAmerica: The
McGraw-Hill Companies. 201 l.
3. Resnick NM. Urinary incontinence in lhe
elderly. Medical Grand Rounds i984:3:28l-
90.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

6. Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri


NAMA PENYAKIT Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri
DEFINISI Suatu prosedur evaluasi multidimensi
1. Status fisik medik
ANAMNESIS 2. Status fungsional
3. Status kognitif
4. Status emosional
5. Status nutrisi
PEMERIKSAAN FISIK Tidak ada
1. Barthel indeks
PEMERIKSAAN PENUNJANG 2. AMT (Abbreviated Mentai Test)
3. MMSE (Mini-Mental State Examination)
4. GDS (Geriatric Depression Scale)
5. MNA (Mini Nutritional Assessment)
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan
KRITERIA DIAGNOSIS penunjang
DIAGNOSIS KERJA Tidak ada
DIAGNOSIS BANDING Tidak ada
TERAPI Tidak ada
EDUKASI Tidak ada
PROGNOSIS Tidak ada
1. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD.,
PENELAAH KRITIS FINASIM.
2. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. Islamuddin., SpPD.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
1. Soejono CH pengkajian paripurna pada
DAFTAR RUJUKAN pasien geriaatri. In Sudoyo A Setiyohadi B,
Alwi I, Simardibrata M, Setiati S, Buku
ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V
Internapublishing Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
2010.p.768-75
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2. Reuben DB , Rosen S Principles of
Geriatric Assesment . In : Halter
JB,ouslander JG Tinetti ME, Studenski S
,High KP AsthanaS Eds . hazzard‘s
geriatric Medicine and Gorontology . 6thed.
New York, McGraw-Hill Companies , Inc
2009 p 141-59
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

7. Sarkopenia
NAMA PENYAKIT Sarkopenia (M62.84)
1. Sindroma yang ditandai dengan berkurangnya
DEFINISI massa otot rangka serta kekuatan otot secara
progresif dan menyeluruh
2. Berdasarkan Indeks Otot Rangka [Skeletal
Muscle Index/SMI] yaitu massa otot rangka
apendikular [Appendicular Skeletal
Muscle/ASM) [kg] dibagi dengan tinggi badan
dalam meter kuadrat [SMI = kg/m2). Massa
otot rangka apendikular didapatkan dari
penjumlahan total dari massa otot rangka
kedua lengan dan kedua kaki
1. Massa otot berkurang
ANAMNESIS 2. Kekuatan otot berkurang
3. Perfoma aktivitas fisik yang menurun
1. Penurunan massa otot
PEMERIKSAAN FISIK 2. Pemeriksaan kekuatan menggenggam
3. Pemeriksaan kecepatan berjalan
PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak ada
Algoritma Diagnosis Sarkopenia menurut
EWGSOP
1. Subjek Usia lanjut [ >65 tahun )
KRITERIA DIAGNOSIS
2. Pemeriksaan kecepatan berjalan
3. Pemeriksaan kekuatan menggenggam
4. Pemeriksaan massa otot
DIAGNOSIS KERJA Sarkopenia
1. Kaheksia
DIAGNOSIS BANDING 2. Frailty
1. Latihan dan aktifitas fisik
TERAPI 2. Nutrisi
3. Protein
4. Kreatin
5. B-HidroxyB Methylbutyrate(HMB)
6. Vitamin D
7. Hormonal ( growth hormon, testosteron)
8. Miostatin
9. ACE inhibitor
10. Inhibitor sitokin
11. Obat obatan lain
1. Menjelaskan pentingnya aktifitas fisik dan
EDUKASI latihan jasmani
2. Menjelaskan tentang pentingnya asupan nutrisi
PROGNOSIS Dubia ad bonam
1. Dr. M. Darma Muda Setia., SpPD.,
PENELAAH KRITIS FINASIM.
2. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
FINASIM.
4. dr. Islamuddin., SpPD.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Cesari M Ferrini A, Zamboni V, Pahor M .
Sarcopenia: Current Clinical and Research
Issues. The Open Geriatric Medicine Journal.
2008:1:14-23
2. Cruz-Jentoft AJ Baeyens JP Bauer Jm
Cenderholm T, Landi F. Martin FC et al
Sarcopenia : european Older People , Age ang
Ageing 2010. 2010;39:412-23
3. Rosenberg I, Sarcopenia: Origins and Clinical
Relevance . J Nutr,1997:127;990 5-15
4. Wolfe RR Miller SL, Miller KB . optimal
Protein Intake in the Elderly. ClinNutr
2008;27;675-84
5. Janssen I, Sherpard D, Katzmarzyk P
Roubenoff R The Health care Coast of
Sarcopenia in the United States JAGS
2004:52:80-5
6. Vellas BJ ,Hung WC Romero LJ. Changes in
Nutritional Status and Patterns of Morbidity
among Free Living Elderly Persons: A 10
years longitudinal study. nutrition
1997:13:515-9
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

8. Sindroma Delirium Akut


NAMA PENYAKIT Sindroma Delirium Akut (F05.9)
DEFINISI Sindroma mental organik yang ditandai dengan
gangguan
kesadaran dan atensi serta perubahan kognitif atau
gangguan
persepsi yang timbul dalam jangka pendek dan
berfluktuasi
disebabkan defesiensi neurotransmiter asetilkolin,
gangguan
metabolisme oksidatif di otak yang berkaitan
dengan hipoksia
dan hipoglikemia
ANAMNESIS 1. Gangguan memori jangka pendek
2. Gangguan persepsi (halusinasi, ilusi)
3. Gangguan proses fikir (disorientasi waktu,
tempat dan orang)
4. Gangguan siklus tidur, yang terjadi secara
fluktuatif.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Hipoaktif (23%)
2. Hiperaktif (25%)
3. Campuran keduanya (35%)
4. Normal (15%)
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan neurologis
2. Darah perifer lengkap
3. AGD
4. Elektrolit
5. Urin lengkap dan kultur urin
6. Foto thorak
7. EKG
8. Kultur darah
9. Uji atensi
10. Uji status mental : MMSE
11. Pemeriksaan lain sesuai indikasi yang didapat
Kriteria diagnosis menurut Diagnostic and
KRITERIA DIAGNOSIS Statistical Manual of M Mental Disorders (DSM-
IV-TR)
DIAGNOSIS KERJA Sindroma Delirium Akut
DIAGNOSIS BANDING 1. Demensia
2. Psikosis fungsional
3. Kelainan neurologis
4. Gangguan cemas
5. Gangguan depresi
6. Gangguan depresi pasca operasi
TERAPI 1. Obati pencetus
2. Oksigenasi
3. Ukur tanda vital / 4 jam
4. NGT
5. Kateter urin
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
6. Hindari sebisa mungkin pengikatan tubuh
pasien untuk mencegah immobilisasi
7. Dosis rendah benzodiazepin dan obat-obatan
neuroleptic
8. Kaji status dehidrasi dan hitung urine output
tiap 4 jam
EDUKASI 1. Menjelaskan tentang penyakitnya dan rencana
tatalaksana
2. Menjelaskan tentang komplikasi
3. Menjelaskan tentang pentingnya mencegah
hal-hal yang
4. dapat mencetuskan penyakit
PROGNOSIS Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD.,
FINASIM.
2. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. Islamuddin., SpPD.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Suejono Czeresna H,Sindroma Delirium Akut.
Dalam : Suyono ,S Waspadji S Lesmana, L.
Alwi I, Setiati S, Sundaru, H, Dkk, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam , jilid I , Edisi V jakarta:
Interna Publishing: 2010, hal 907-912
2. Purchas M, Guidenlines for the Diagnostik and
Management of acute Confusion, Diunduh dari
http://www.Acutemend.co.uk pada tanggal 19
Mei 2012
3. Marcantonio ER, Goldman L, Mangione CM
et al A. Clinical Prediction Rule of Delirium
after Elective Noncardiac Surgery. JAMA
1994: 271: 134-139
4. Inouye SK. Van Dyck CH, Allesi Ca, Balkin S,
Siegal AP, Horwitz RL Claryflying Confision:
The confusion Assesment Methotd . A New
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Method for detection of delirium
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

9. Tatalaksana Nutrisi Pada Frailty Usia Lanjut


NAMA PENYAKIT Tatalaksana Nutrisi Pada Frailty Usia Lanjut

DEFINISI Sindroma geriatri yang dihasilkan dari akumulasi


penurunan sistem fisiologis yang multiple dengan
gangguan cadangan hemeostatik dan penurunan
kapasitas terhadap stress, termasuk kerentanan
terhadap resiko jatuh, perawatan ulang dan
mortalitas
ANAMNESIS 1. Anorexia
2. rasa cepat kenyang
3. mual
4. perubahan pola defekasi
5. fatique
6. apatis
7. hilangnya daya ingat
PEMERIKSAAN FISIK Temuan fisis yang menandakan adanya defisit
nutrisi
1. Gigi geligi yang buruk
2. Keilosis
3. Stomatitis angularis
4. Glositis
5. Ulkus dekubitus atau lambatnya penyembuhan
luka
6. Edema
7. Dehidrasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak ada
Terdapat tiga atau lebih gejala :
1. penurunan berat badan
2. kelelahan
KRITERIA DIAGNOSIS
3. kelemahan
4. kecepatan berjalan menurun
5. aktifitas fisik lambat
DIAGNOSIS KERJA Tidak ada
DIAGNOSIS BANDING Tidak ada
TERAPI 1. Pada penyakit akut, atasi problem akut seperti
infeksi, control tekanan darah, jaga
keseimbangan metabolik, elektrolit dan cairan
2. Nutrisi : kalori 35 kkal/kgBB ideal, protein 1-
1,5g/kg/hari
a) Nutrisi jangka pendek (kurang dari 10 hari):
Hiperaliminasi melalui vena perifer berupa
larutan asam amino, dextrosa 10 % dan
intralipid
b) Nutrisi untuk 6 minggu atau lebih:
dianjurkan melalui gatrostomi atau
yeyunostomi via flowcare dengan kecepatan
25ml/jam
3. Vitamin D : (700-1000 IU per hari)
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Antioksidan (carotenoid,selenium,vitamin E
dan C)

EDUKASI Tidak ada


PROGNOSIS Tidak ada
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD.,
FINASIM.
2. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. Islamuddin., SpPD.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Nieuwenhuizen wf, weenen H, Rigby
P,Hetrington MM,older adults And patiens in
need of nutritional support. Review of Current
Treatment options and factors influencing
nutritional intake.Clin Nutr 2010:29(2):160-69
2. Murphy C. The cemical sense and nutrition in
older adult. Jour Nutr ELD 2008:27(3-4):247-
65
3. Richard N, Baumgartner, waters
DL.Sarcopenia and sarcopenic-obecity in Pathy
MSJ, Sinclair, Aj, Morley JE, edsprinciples
and practiceof geriatric medicine. 4th ed. Jhon
wilwy & Sons Ltd.
4. Kaiser M, Bandinelli, Lunenfeld B, Frailty and
the role of nutritionin older people,A review of
the current literature, Acta Biomedica 2010: 81
(15):37-45.
5. Setiati,Siti , Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi V , Jakarta: Pusat Informasi dan
penerbitan Departement Ilmu Penyakit Dalam
FKUI-RSCM: 2009, Halaman 441-447 .
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

10. Ulkus Decubitus


NAMA PENYAKIT Ulkus Decubitus (L89)
DEFINISI Luka akibat tekanan yang merupakan salah satu
komplikasi immobilisasi pada pasien usia lanjut.
ANAMNESIS 1. Identifikasi faktor resiko
2. Onset dan durasi ulkus
3. Riwayat perawatan luka sebelumnya
4. Kesehatan fisiologis, status kognitif, sumber
daya social
PEMERIKSAAN FISIK 1. Perhatikan jumlah, lokasi ukuran dan
kedalaman ulkus
2. Penilaian ulang kulit tiap 8-24 jam
3. Tanda infeksi

Stadium Ulkus Dekubitus menurut National


Pressure Ulcer Advisory Panel
Stadium Ulkus decubitus :
 Stadium I: Kemerahan non-blonchable
terlokalisir pada kulit utuh. biasanya pada
puncak tulang: pada kulit hitam. warna pucat
mungkin tidak terlihat. area yang terkena
dapat berbeda dengan sekitarnya area
mungkin nyeri, keras, lunak. lebih hangat atau
lebih dingin dari pada jaringan sekitarnya
 Stadium II: Partial-thickness loss dari dermis
yang tampak sebagai ulkus dangkal, terbuka
dengan dasar kemerahan, tidak bergaung,
luka dapat juga tampak utuh atau terbuka dan
terisi serum. Stadium ini tidak termasuk luka
robek, luka bakar adhesif, dermatitis
perineum, maserasi atau ekskoriasi
 Stadium III: Full-thickness tissue loss: lemak
subkutan dapat terlihat,.dasar luka dapat
bergaung, tapi tidak dapat menentukan
kedalaman hilangnya jaringan
 Stadium IV: Full-thickness tissue loss dengan
otot, tulang dan tendon yang terlihat, dasar
luka dapat bergaung atau Eschar

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Darah perifer


2. Protein total
3. Albumin
4. KGD
5. Foto Thorax (lihat indikasi)
6. USG
7. Tomografi
KRITERIA DIAGNOSIS Berdasarkan stadium ulkus decubitus
DIAGNOSIS KERJA Ulcus Decubitus
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DIAGNOSIS BANDING 1. Eritema non palpable
2. Dermatitis terkaid kelembaban
3. Luka kronis tipe lainnya
4. Ulkus dekubitus atypical
5. Pioderma Gangrenosum
6. Osteomielitis
TERAPI 1. Pencegahan: Skrening resiko dengan skala
Braden (menilai durasi dan tekanan eksternal)
2. Komponen dasar: kurangi tekanan pada kulit,
membersihkan luka, debridement , jaringan
nekrotik, pemilihan wound dressing
3. Status gizi: tinggi kalori, tinggi protein,
hidrasi cukup, vitamin C, suplemen zink
4. Tempat tidur khusus: kasur anti decubitus
5. Perawatan luka: debridement jaringan
nekrotik, konsul bedah, wrap terapi
6. Transplantasi kulit
EDUKASI 1. Menjelaskan tentang penyakitnya dan rencana
tatalaksana
2. Menjelaskan pentingnya menjaga kulit tetap
kering, oleskan lotion, dan perubahan posisi
untuk mencegah komplikasi
PROGNOSIS Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD.,
FINASIM.
2. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. Islamuddin., SpPD.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Price Maya., SpPD.
10. dr. Eva Musdalita., SpPD.
11. dr. Vera Abdullah., SpPD.
12. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
13. dr. Diana Erlita., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Setiati S Roosheroe AG . Imobilisasi pada
Usia Lanjut, Dalam: Sudoyo A. Setiyohadi B
, Alwi I et al,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
, Edisi V Jilid I 2009 Hal, 859-63
2. Caruso LB, Geriatric Medicine in Longo DL,
Fauci AS Kasper DL Hauser SL, Jameson JL,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Loscalzo J Harrison‘s principles of Internal
Medicine 17thed , Newyork , Mc Graw-Hill,
2008
3. AGS/BGS Clinical Practice Guideline:
Prevention of Fallin older
persons.http://www.Americangeriatrics.org/fil
es/documents/healthcarepros /falls. Summary.
Guide.pdf
4. Lyder CH Pressure Ulcer Prevention and
Management, JAMA 2003;289(2):223-6
5. Brown G long Term outcomes of full-
thicknes pressure ulcer: healing and
Mortality. Ostomy Wound manage 2003 Oct;
49(10):42-50
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

E. DIVISI GINJAL DAN HIPERTENSI


1. Batu Saluran Kemih
NAMA PENYAKIT Batu saluran kemih(N20.0)
DEFINISI Batu saluran kemih adalah batu di traktus
urinarius mencakup ginjal, ureter, vesikaurinaria.
ANAMNESIS 1. Nyeri/kolik ginjal dan saluran kemih
2. pinggang pegal
3. gejala infeksi saluran kemih
4. hematuria
5. riwayat keluarga
6. faktor resiko batu ginjal penyakit gout.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Nyeri ketok sudut kostovertebra
2. nyeri tekan perut bagian bawah
3. terdapat tanda balotemen.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: urinalisa
2. Radiologi:
 Foto BNO
 IVP
 USG
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. Pemeriksaaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
( Laboratorium dan Radiologi )
DIAGNOSIS KERJA 1. Nefrolithiasis
2. Vesicolithiasis
3. Uretherolithiasis
DIAGNOSIS BANDING 1. Nefrokalsinosis
2. Kista ginjal
3. Pyelonefritis
TERAPI 1. Antispasmodik bila ada kolik
2. Antimikroba bila ada infeksi
3. Batu kalsium: kalium sitrat
4. Batu urat: allopurinol, pemberian oral
bicarbonate or potassium citrate
untukmembuat pH urin menjadi basa
EDUKASI 1. Batu kalsium: kurangi asupan garam dan
protein hewani
2. Batu urat: diet rendah asam urat
3. Minum banyak [2,5 L/hari] bila fungsi ginjal
masih baik
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
PROGNOSIS 1. Batu saluran kemih adalah penyakit seumur
hidup
2. Rata-rata kekambuhan padapertama kali batu
terbentuk adalah 50% dalam 5 tahun dan
80% dalam 10 tahun. Pasien yang mamiliki
risiko tinggi kambuh adalah yang tidak patuh
pada pengobatan, tidak modifikasi gaya
hidup, atau ada penyakit lain yang
mendasari.
3. Fragmen batuyang tersisa pada pembedahan
biasanya keluar dengan sendirinya jika
ukuran batu tersebut < 4mm
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM

DAFTAR RUJUKAN 1. Infeksi saluron Kemih. In: Sudoyo A.


Setiyohadi B. Alwi I. Simadibrata, M. Setiati
S. editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
5th ed. Jakarta: Pusat lnformasi dan
Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI. 2009:2009 - 15.
2. Nephrolithiasis. In: Fauci A. Kasper D.
Longo D. Braunwald, E. Hauser S. Jameson,
J. Loscaizo J. editors. Harrison's principles of
internal medicine. 18th ed. United States of
America: The McGrawHill Companies.
2011.
3. Nephrolithiasis. Dalam : Acosta. Jose.
Sabistan Textbook of Surgery 18th Edition.
Saunders. 2008
4. Stoller ML. Urinary stone disease. In :
Tanagho EA. McAninch JW. eds. Smith's
General Urology.16th Edition. New York,
NY:McGraw-Hill. 2004:256-291
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

2. Asidosis Metabolik
NAMA PENYAKIT Asidosis Metabolik( E87.2)
DEFINISI Asidosis metabolik adalah adalah suatu keadaan
patologis ditandai dengan penurunanHC03 -1 dan
sebagai kompensasi terjadi penurunan PC02.
Asidosis metabolik dengan anion gap (AG)
disebabkan oleh: ketoasidosis, Iaktat asidosis,
gagal ginjal, intoksikasi (metanol, salisilat, etilen
glikol, propilen glikol, asetaminofen). Sedangkan
asidosis metabolik tanpa AG disebabkan oleh
diare atau asidosis tubulus renalis (RTA)
ANAMNESIS 1. Riwayat penyakit yang diderita seperti
penyakit ginjal (gagal ginjal akut), diabetes,
alcohol, riwayat konsumsi alkohol,
kelaparan, gangguan herediter, obat-obatan
yang rutin dikonsumsi, atau riwayat operasi
sebelumnya.
2. Pada kasus kronik pasien dapat tidak
menunjukkan gejala (asimptomatik) atau
merasa Ielah, letih dan nafsu makan
menurun.
3. Kehilangan melalui saluran cerna: diare,
fistula intestinal atau pankreas, drainase
4. Renai Tubular Acidosis
PEMERIKSAAN FISIK 1. Penurunan tekanan darah
2. Takikardia
3. hiperventilasi (pernapasan Kussmaul)
4. kulit dingin dan lembab
5. Disritmia dan syok.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Analisis gas darah: pH < 7.35. PaCO2 < 35
mmHg, bikarbonat <22 mEq/L
2. Elektrolit serum: mungkin terjadi
peningkatan kalium.
3. Osmolaritas darah, glukosa darah, ureum,
kreatinin
4. Keton urin
5. Skrining toksin
6. EKG
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. PemeriksaanFisik
3. PemeriksaanPenunjang
DIAGNOSIS KERJA Asidosis Metabolik
DIAGNOSIS BANDING 1. AG normal: saluran cerna (diare, fistula, ileal
loop), ginjal (renal tubular acidosis,carbonic
anhydrase inhibitor, post hypocapnia).
2. AG meningkat: eksogen (salisilat, metanol,
paraldehid), endogen (laktatasidosis,
ketoasidosis, uremia)
TERAPI 1. Koreksi asidosis pada asidosis metabolik
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
akut, dilakukan dengan memberikan larutan
bikarbonat secara intravena. Perhitungan
kebutuhan bikarbonat dapat dilakukan
dengaan menghitung ruang bikarbonat yang
tersedia.
2. Rumus untuk menghitung ruang –bikarbonat
pada kadar bikarbonat plasma tertentu adalah
sebagai berikut :
Ru-bikar: [0,4+ (2,6: HC03)] x berat badan
(kg)
3. Diberikan secra intravena selama 1 saampai
8 jam tergaantung berat ringannya asidosis
yang terjadi (letal atau tidak letal)
4. Pada asidosis metbolik letl ditndai pH < 7
atau HCO3 < 5 meq/L, separuh dari
kebutuhan bikarbonat diberikan intravena
dalam durasi 1 jam , lalu sisanya diberiikan
dalam durasi 4-8 jam
5. Bila tidak letal, kebutuhan bikarbonat
diberikan dalam durasi 4-8 jam
6. Bila ada hipoklsemia, berikan kalsium
glukonas 1 gram per intravena sebelum
permberian bikarbonat
EDUKASI 1. Menjelaskan tentang penyebab penyakit dan
faktor resiko
2. Menjelaskan tentang pemeriksaan dan
rencana terapi
PROGNOSIS 1. Perjalanan penyakit tergantung penyakit
yang mendasarinya. Pada 543 pasienyang
menderita asidosis metabolik. 44 % di
antaranya menderita asidosis Iaktat, 37%
diantaranya menderita asidosis dengan AG
yang tinggi, dan 19 % dengan
asidosishiperkloremik.
2. Angka kematian mencapai 45% pada kasus
asidosis metabolik, pasien dengan Iaktat
asidosis 56%. asidosis dengan AG yang
tinggi 39%, dan asidosishiperkloremik 29%.
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. DuBose TD. Acidosis dan alkalosis. In: Fauci
A, Kasper D, Braunwald E, Hauser S,
Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison‘s
principles of internal medicine. 18th ed. New
York: McGraw-Hill Medical Publishing
Division; 2012
2. Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan
dan Elektrolit. Dalam: Alwi I, Setiati S,
Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2009: Hal
189-196
3. Seifter JL. Acid-base disorders. In: Goldman
L, Schafer Al, eds. Cecil Medicine. 24th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2011:chap 120.
4. Gunnerson K, Saul M, He S, et al. Lactate vs.
Non-lactate metabolic acidosis: a
retrospective outcome evaluation of critically
ill patients. Crit Care. 2006; 10(1) : R22
5. Galla J. Metabolic alkalosis. JASN.
2000;11(2):369-75
6. Anderson LE, Henrich WL. Alkalemia-
assiciated morbidity and mortality in medical
and surgical patients.South Med J.
1987;80(6):729-33
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

3. Alkalosis Metabolik
NAMA PENYAKIT Alkalosis Metabolik( E87.3 )
DEFINISI Peningkatan HC03 dengan peningkatan PaCO2
sebagai kompensasi. Penyebab alkalosis
metabolik yaitu:
1. Saline responsive: kehilangan H‗ melalui
muntah, penghisapan dari selang
NGT,adenoma villous, laksatif,
cysticfibrosis; dari ginjal misalnya
pemakaian diuretik
2. Saline resistant: kelebihan mineralokortikoid,
hipokalemia berat, hipokalsemia atau
hipoparatiroidisme, sindroma Bartter's,
sindroma Gitelman‘s
ANAMNESIS 1. Gejala klinis kelemahan otot
2. ketidakstabilan saraf otot
3. menurunnya refleks
4. perubahan status mental seperti apatis,
stupor.
5. Riwayat penyakit sebelumnya danobat-
obatan seperti diuretik tiazid.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Konfusi
2. Aritmia
3. peningkatan kepekaan neuromuskular
4. dapat ditemukan ileus karena penurunan
motilitas saluran pencernaan
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Analisa gas darah [AGD]: pH > 1.40,
bikarbonat > 26 mEq/L
2. Klorida urin
3. Elektrolit serum: umumnya dijumpai
penurunan kalium dan klorida.
4. EKG
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
DIAGNOSIS KERJA Alkalosis Metabolik
DIAGNOSIS BANDING Sensitif terhadap klorida [ klorida urin < 10
mEq/L]: saline responsive
1. Kehilangan klorida dari urin: pemakaian
diuretik, kistik fibrosis, post hiperkapnia
2. Kehilangan klorida dan H‗dari saluran cerna:
penghisapan selang NGT, muntah, kelainan
kongenital
3. Resisten terhadap klorida [klorida urin >10
mEq/L): saline resistant
4. Hipertensi: kelebihan mineralokortikoid:
sindrom Cushing, sindrom Conn,
5. Normotensif atau hipotensi: hipokalemia
berat, sindrom Barttler
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
TERAPI 1. Terapi penyakit yang mendasarinya
2. Infus normal saline
3. Kalium klorida (KCI) sesuai indikasi
4. Antagonis reseptor histamin H2: menurunkan
produksi HCI dan mencegah
alkalosismetabolik yang dapat terjadi akibat
penghisapan dari NGT
5. Inhibitor karbonik anhidrase: asetazolamid
6. Asam hidroklorida [HCl) 0.1 N juga efektif,
tetapi dapat menyebabkan hemolisis dan
harus diberikan melalui pembuluh darah
sentral.
EDUKASI  Menjelaskan tentang penyebab penyakit,
faktor resiko, pemeriksaan dan tatalaksana
PROGNOSIS  Perjalanan penyakit tergantung penyakit
yang mendasarinya. Angka kematianpada pH
darah 7.55 sebesar 45 %, sedangkan angka
kematian pada pH darah lebih dari 7,65 yaitu
80 %.
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. DuBose TD. Acidosis dan alkalosis. In:
Fauci A, Kasper D, Braunwald E, Hauser S,
Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison‘s
principles of internal medicine. 18th ed. New
York: McGraw-Hill Medical Publishing
Division; 2012
2. Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan
dan Elektrolit. Dalam: Alwi I, Setiati S,
Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2009: Hal
189-196
3. Seifter JL. Acid-base disorders. In: Goldman
L, Schafer Al, eds. Cecil Medicine. 24th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2011:chap 120.
4. Gunnerson K, Saul M, He S, et al. Lactate vs.
Non-lactate metabolic acidosis: a
retrospective outcome evaluation of critically
ill patients. Crit Care. 2006; 10(1) : R22
5. Galla J. Metabolic alkalosis. JASN.
2000;11(2):369-75
6. Anderson LE, Henrich WL. Alkalemia-
assiciated morbidity and mortality in medical
and surgical patients.South Med J.
1987;80(6):729-33
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

4. Alkalosis Respiratorik
NAMA PENYAKIT Alkalosis respiratorik(E87.3)
DEFINISI Penurunan PCO2 dengan penurunan HC03
sebagai kompensasi. Teriadi karenapeningkatan
ventilasi alveolar. Penyebab terjadinya alkalosis
respiratorik:
 Hipoksia: hiperventilasi pada pneumonia,
edema pulmonal, penyakit paru restriktif.
 Hiperventilasi primer: gangguan sistem saraf
pusat, nyeri, cemas, obat (salisilat,
progesteron, metilxantin), kehamilan, sepsis,
gagal hati.
ANAMNESIS Gejala yang dikeluhkan:
 kepala terasa melayang
 ansietsas parestesia
 tetani
 pingsan
 kejang jika sudah berat.
PEMERIKSAAN FISIK Ditemukan adanya peningkatan frekuensi dan
kedalaman pernapasan
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Analisis gas darah [AGD): PaC02 < 40
mmHG, pH > 7.40, PaO2 menurun
 Elektrolit serum
 Fosfat serum: penurunan
 EKG: disritmia
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. PemeriksaanFisik
3. PemeriksaanPenunjang
DIAGNOSIS KERJA Alkalosis Respiratorik
DIAGNOSIS BANDING Dibedakan berdasarkan etiologinya
TERAPI  Terapi penyakit yang mendasarinya
 Memastikan apakah ansietas merupakan
penyebabnya dan penurunan PaCO2
 Jika gejala memberat: pasien perlu
menghirup kembali CO2 melalui masker
oksigenyang dihubungkan dengan reservoir
CO2_atau mengunakan sejenis kantong
untukbernapas
 Terapi oksigen jika hipoksia dalah faktor
penyebabnya
 Sedatif dan tranquilizer jika disebabkan
karena cemas
 Ventilasi mekanik
EDUKASI  Menjelaskan tentang penyebab penyakit,
faktor resiko, pemeriksaan dan tatalaksana
PROGNOSIS  Perjalanan penyakit tergantung penyakit
yang mendasarinya
 Angka kematian27,9 % seiring dengan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
meningkatnya pH, mencapai 48,5 % jika pH
> 7.60.
 Pasien dengan alkalosis respiratori dan
alkalosis metabolik mempunyai prognosis
lebihburuk (4-4.2%)
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. DuBose TD. Acidosis dan alkalosis. In:
Fauci A, Kasper D, Braunwald E, Hauser S,
Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison‘s
principles of internal medicine. 18th ed. New
York: McGraw-Hill Medical Publishing
Division; 2012
2. Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan
dan Elektrolit. Dalam: Alwi I, Setiati S,
Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2009: Hal
189-196
3. Seifter JL. Acid-base disorders. In: Goldman
L, Schafer Al, eds. Cecil Medicine. 24th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2011:chap 120.
4. Gunnerson K, Saul M, He S, et al. Lactate
vs. Non-lactate metabolic acidosis: a
retrospective outcome evaluation of
critically ill patients. Crit Care. 2006; 10(1) :
R22
5. Galla J. Metabolic alkalosis. JASN.
2000;11(2):369-75
6. Anderson LE, Henrich WL. Alkalemia-
assiciated morbidity and mortality in
medical and surgical patients.South Med J.
1987;80(6):729-33
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

5. Asidosis Respiratorik
NAMA PENYAKIT Asidosis Respiratorik( E87.2 )
DEFINISI  Peningkatan PaCO2 dengan kompensasi
peningkatan HCO3
 Faktor resiko yaitu:
 Penyakit pernapasan akut: pneumonia,
ARDS (acute respiratory distress
syndrome)
 Obat-obatan yang mendepresi susunan
saraf pusat
 Trauma dinding dada:flail chest,
pneumotoraks
 Trauma sistem saraf pusat: dapat
menimbulkan depresi pernapasan
 Kerusakan otot pernapasan: hiperkalemia,
polio, sindroma Guiliain-Barre
 Asfiksia: obstruksi mekanik, anafilaksis
ANAMNESIS  Sesak nafas
 Asteriksis
 gelisah menimbulkan letargi
 perubahan status mental
 koma.
PEMERIKSAAN FISIK  Peningkatan frekuensi jantung dan
pernapasan,
 diaphoresis dan sianosis.
 Dapat ditemukan tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial seperti edema papil,
dilatasipembuluh darah konjungtiva dan
wajah
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Analisa gas darah [AGD]: PaCO2> 40
mmHG, pH < 7.40
 Elektrolit serum
 Rontgen paru: melihat adanya penyakit
pernapasan yang mendasari
 Skrining obat
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
DIAGNOSIS KERJA Alkalosis Metabolik
DIAGNOSIS BANDING Dilihat dari beberapa faktor resiko yang dapat
menyebakan terjadinya asidosisrespiratorik
TERAPI  Terapi penyakit yang mendasarinya
 Menaikkan frekuensi napas dan menurunkan
CO2
 Akut: Oksigen jika saturasi oksigen rendah,
ventilator
 Kronik: oksigen, bronkodilator dan antibiotik
sesuai indikasi, fisioterapi dada.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
EDUKASI  Menjelaskan tentang penyebab penyakit,
faktor resiko, pemeriksaan dan tatalaksana
PROGNOSIS  Perjalanan penyakit tergantung penyakit
yang mendasarinya.
 Jika cepat diatasimaka maka tidak ada efek
jangka panjang. Asidosis respiratorik dapat
terjadi secara kronik bersamaan dengan
penyakit paru atau gagal napas yang
membutuhkan ventilasi mekanik.
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. DuBose TD. Acidosis dan alkalosis. In:
Fauci A, Kasper D, Braunwald E, Hauser S,
Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison‘s
principles of internal medicine. 18th ed. New
York: McGraw-Hill Medical Publishing
Division; 2012
2. Siregar P. Gangguan Keseimbangan Cairan
dan Elektrolit. Dalam: Alwi I, Setiati S,
Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2009: Hal
189-196
3. Seifter JL. Acid-base disorders. In: Goldman
L, Schafer Al, eds. Cecil Medicine. 24th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2011:chap 120.
4. Gunnerson K, Saul M, He S, et al. Lactate
vs. Non-lactate metabolic acidosis: a
retrospective outcome evaluation of critically
ill patients. Crit Care. 2006; 10(1) : R22
5. Galla J. Metabolic alkalosis. JASN.
2000;11(2):369-75
6. Anderson LE, Henrich WL. Alkalemia-
assiciated morbidity and mortality in medical
and surgical patients.South Med J.
1987;80(6):729-33
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

6. Gangguan Ginjal Akut


NAMA PENYAKIT Gangguan Ginjal Akut( N17.9 )
DEFINISI Gangguan ginjal akut atau yang sebelumnya
dikenal dengan gagal ginjal akut (GGA),sekarang
disebut jejas ginjal akut (acute kidney
injury/AKI). AKI merupakan kelainan ginjal
struktural dan fungsional dalam 48 jam yang
diketahui melalui pemeriksaandarah, urin,
jaringan, atau radiologis. Kriteria diagnosis AKI
menurut the international Kidney Disease:
improving Global Outcomes (KDIGO) sebagai
berikut:
1. peningkatan serum kreatinin (SCr) 2 0,3
mg/dL (2 26,5 umol/L) dalam 48jam; atau
2. peningkatan SCr 2 1,5 x baseline, yang
terjadi atau diasumsikan terjadi dalamkurun
waktu 7 hari sebelumnya; atau
3. Volume urin < 0,5 mL/kgBB/jam selama > 6
jam
ANAMNESIS 1. Suspek pre-renal azotemia: muntah, diare,
poliuria akibat glikosuria, riwayat konsumsi
obat termasuk diuretik, nonsteroidal anti-
inflammatory drugs (NSAID), angiotensin
converting enzyme (ACE) inhibitors, dan
angiotensin receptor blocker (ARB).
2. Kolik pinggang yang menjalar ke daerah
genital  sugestif obstruksi ureter
3. Sering kencing di malam hari [nokturia] dan
gangguan berkemih lain; dapat munculpada
penyakit prostat
4. Riwayat penyakit prostat, batu ginjal, atau
keganasan pelvis atau paraaorta  suspek
post-renal
PEMERIKSAAN FISIK 1. Hipotensi ortostatik, takikardi, tekanan vena
jugularis menurun, turgor kulit menurun, dan
membran mukosa kering.
2. Perut kembung dan nyeri suprapubik 
pembesaran kandung kemih
3. AKI dengan purpura palpable, perdarahan
paru, atau sinusitis
sugestifvaskulitissistemik
4. Reaksi idiosinkrasi (demam, artralgia, rash
kemerahan yang gatal) suspek nefritis
interstitial alergi
5. Tanda iskemik pada ekstremitas bawah
positif  suspek rhabdomiolisis
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: darah perifer lengkap,
urinalisis, sedimen urin, serum ureum,
kreatinin, asam urat, kreatin kinase, elektrolit,
lactate deliydrogenase (LDH), bloodurea
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
nitrogen (BUN), antinuclear antibodies
(ANAs), antineutrophilic cytoplasmic
antibodies (ANCAs), antiglomerular
basement membrane antibodies (AGBM),
dancryoglobulins.
2. Radiologis: USG ginjal dan traktus urinarius
3. Biopsi ginjal
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan
 Anamnesis
 Gejala klinis
 Pemeriksaan penunjang (Urinalisa, USG
Urologi, CT scan, Pielografi antegrad atau
retrogard, MRI )
DIAGNOSIS KERJA 1. Gagal GijalAKut Pre renal
2. Gagal GinjalAkut Renal
3. Gagal Ginjal Post Renal
DIAGNOSIS BANDING  Pyelonefritis
 Gagal ginjal kronis
TERAPI 1. Asupan nutrisi:
 Pemberian nutrisi enteral lebih disukai
 Target total asupan kalori per hari: 20 - 30
kkal/kgBB pada semua stadium
 Hindari restriksi protein

2. Asupan cairan dan terapi farmakologis


 Tentukan status hidrasi pasien, bila tidak
ada syok hemoragika infus kristaloid
isotonik
 Pada pasien dengan syok vasomotor,
berikan vasopressor dengan cairan IV
 Pada seting perioperatif atau syok sepsis,
tatalaksana gangguan hemodinamik dan
oksigenasi sesuai protokol
 Pada pasien sakit berat berikan terapi
insulin dengan target glukosa plasma110-
149 mg/dL
 Diuretik hanya diberikan pada keadaan
volume overload

3. Intervensi dialisis:
 Terapi yang sudah diberikan tidak mampu
mengontrol volume overload,hiperkalemia,
asidosis, ingesti zat toksik.
 Komplikasi uremia berat: asterixis, efusi
perikardial, ensefalopati, uremicbleeding.
 Inisiasi dialisis secepatnya pada keadaan
gangguan cairan, elektrolit,keseimbangan
asam-basa yang mengancam nyawa
 Pertimbangkan kondisi klinis lain yang
dapat dimodifikasi melalui dialisis(tidak
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
hanya ratio BUN: kreatinin saja)
 Gangguan ginjal akut stadium III
 Diskontinu dialisis bila tidak lagi
dibutuhkan (fungsi intrinsik ginjal
telahpulih) atau jika dialisis tidak lagi
memenuhi tujuan terapi

EDUKASI 1. Hati- hati pemberian obat yang bersifat


nefrotoksik
2. Hindari keadaan yang menyebabkan deplesi
volume cairan ekstraseluler dan hipotensi
3. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit
4. Hindari kateterisasi dansistokopi tanpa
indikasi medis yang kuat
5. Hindari pemeriksaan radiologi dengan media
kontras tanpa indikasi medis yang kuat
6. Kendalikan hipertensi sistemik
7. Kendalikan keadaan hiperglikemia dan
infeksi saluran kemih
8. Diet protein yang proporsional
PROGNOSIS 1. Tingkat mortalitas AKI yang berat hampir
50%, tergantung tipe AKI dan
penyakitkomorbid pasien. Pada studi Madrid,
pasien dengan nekrosis tubular akut memiliki
angka mortalitas 60%, sedangkan pada
penyakit pre-renal atau post-renal 35%
2. Sebagian besar kematian bukan disebabkan
AKI itu sendiri, melainkan oleh penyakit
penyerta dankomplikasi. Pada data Madrid,
60% kematian disebabkan oleh penyakit
primer dan 40%lainnya disebabkan oleh
gagal kardiopulmonal atau infeksi
3. Sekitar 50% orang pulih sepenuhnya dari
nekrosis tubular akut, 40% tidak pulih dengan
sempurna, hanya 5-10%yang memerlukan
hemodialisis.
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Bonventre J. Waikar S. Acute kidney iniury.
In: Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser
SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine. 18th
Edition. New York: McGraw-Hill;
2012.halaman
2. Moliforis B. Acute kidney iniury. ln:
Goldman, Ausiello. Cecil medicine. 23rd
Edition. Philadelphia:Saunders, Elsevier:
2008. Halaman
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3. The lntemational Kidney Disease: Improving
Global Outcomes (KDIGO). KDIGO clinical
practiceguideline for acute kidney injury.
Kidney International Supplements (2012) 2,
Diunduh dari
http://www.kdigo.org/clinical_practice_guid
elines/pdf/KDlGO%20AKl%20
Guideline.pdf pada tanggal 16 Mei 2012.
4. Mehran R, Ayrnong E, Nikolsky E, et al. A
simple risk score for prediction of contrast-
inducednephropathy after percutaneous
coronary intervention. J Am Coll Cardiol.
2004: 44:1393-9.
5. Palomba H, Castro I, Neto ALC, et al. Acute
kidney injury prediction following elective
cardiacsurgery: AKICS Score. Kidney
International. 2007;72:624-31.
6. Candela-Toha A, Elias-Martin E, Abraira V,
el al. Predicting acute renal failure after
cardiac surgeryexternal validation of two
new clinical scores. Clin J Am Soc Nephrol.
2008;3:1260-5.
7. Liano F, Junco E, Pascual J, Madero R,
Verde E. The spectrum of acute renal failure
in theintensive care unit compared with that
seen in other settings. The Madrid Acute
Renal Failure Study Group. Kidney Int
Suppl I998;66:S16-S24
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

7. Gangguan Kalium
NAMA PENYAKIT Hipokalemia atau Hiperkalemia(E87.6/E87.5 )
DEFINISI  Gangguan kalium ada 2 yaitu hipokalemia
dan hiperkalemia
 Nilai normal kaliumplasma yaitu 3.5-5
meq/L.
 Hipokalemia yaitu kadar kalium plasma < 3.5
meqL/L, dan hiperkalemiajika kadar kalium
plasma > 5 meq/L.
 Kalium adalah kation utama dalamintraselular
dan berperan penting dalam metabolism sel.
ANAMNESIS Hipokalemia
 Keletihan dan kelemahan otot
 Otot lembek atau kendur
 Mual atau muntah
 Urin banyak penurunan konsentrasi urin
 Gangguan irama jantung (aritmia)

Hiperkalemia
 Peka rangsang
 Cemas
 Keram pada abdomen
 Diare
 Kelemahan ekstremitas bawah pada
umumnya parestesia
 Sesak nafas
PEMERIKSAAN FISIK Hipokalemia
 Penurunan bising usus
 Nadi lemah dan tidak teratur
 Penurunan reflex
 Penurunan tonus otot
Hiperkalemia
 Nadi cepat dan bisa tidak teratur
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Kalium serum
 Analisa gas darah
 EKG
 Pemeriksaan kalium urin 24- jam
 Menghitung transtubular potassium gradient
(TTKG)
KRITERIA DIAGNOSIS Hipokalemia
 Kalium serum: < 3.5 mmol/L
 Analisa gas darah: Alkalosis metabolik
 EKG: Depresi segmen-ST, gelombang T
datar, adanya gelombang U, disritmia
ventrikel

Hiperkalemia
 Kalium serum: > 5.5 mmol/L
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Analisa gas darah: Asidosis metabolik
 EKG: Gelombang T tinggi, interval PR
memanjang, depresi ST, QRS melebar,
kehilangan gelombang P

TTKG  Kalium urin/Kaliu m Plasma 


Osmolalita s urin/Osmol alitas Plasma 
 Jika Kalium urin > 30 meq/hari atau > 15
mEq/L atau TTKG >7 : kehilangan kalium
melalui ginjal, cek tekanan darah, cek klorida
urin

 Jika Kalium urin < 25 meq/hari atau < 15


mEq/L atau TTKG < 3 : kehilangan
kaliumtidak melalui ginjal
DIAGNOSIS KERJA 1. Hipokalemia
2. Hiperkalemia
DIAGNOSIS BANDING 1. Kehilangankaliummelaluiginjal
 Kaliumdalamurin> 15 mEq/24 jam
 Ekskresikaliumdisertai poliuria ( obat-obat
diuretic)
2.Kehilangan Kalium yang tidakmelaluiginjal
 Kehilangan kalium yang tidakmelaluiginjal
 Kehilangan melaluisalurancerna
 Kehilanganmelaluikeringatberlebihan
 Diitrendahkalium
 Muntah
TERAPI A. HIPOKALEMIA
Tatalaksana Hipokalemia:
1. Penurunan kalium plasma 1mEq/L sama
dengan kehilangan 200 mEq dari total tubuh
2. Pengobatan penyebab dasar
3. Terapi hipomagnesia jika ada.
4. Penggantian kalium secara oral (slow
correction): 40-60 meq dapat menaikkan kadar
kalium sebesar 1-1,5 meq/L
5. Penggantian kalium secara intravena dalam
bentuk larutan KCI (rapid correction): jika
hiperkalemia berat atau pasien tidak mampu
menggunakan kalium per oral.
KCl 20 meq dilarutkan dalam 100 cc NaCl
isotonik. Pemberian melalui vena besar
dengan kecepatan maksimal 10 meq/jam atau
konsentrasi maksimal 30-40 meq/L karena
dapat menyebabkan hiperkalemia yang
mengancam hidup. Jika melalui vena perifer,
KCI maksimal 60 meq dilarutkan dalam NaCl
isotonic 1000 cc dengan kecepatan dikurangi
untuk mencegah iritasi pembuluh darah.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Dosis untuk berat badan < 40 kg: 0,25 meq/L
x kg x jam x 2 jam
> 40 kg:10-20 meq/L x 2 jam
6. Pada kasus aritmia berat atau kelumpuhan otot
pernafasan: KCl diberikan dengan kecepatan
40-100 meq/L.

7. Pasien yang menerima 10-20 meq/jam harus


pada pemantauan jantung secara kontinu. Jika
terdapat gelombang T datar menunjukkan
adanya hiperkalemia dan memerlukan
perhatian segera.

B. HIPERKALEMIA
Tatalaksana Hiperkalemia:
1. Pengobatan penyebab dasar
2. Pembatasan asupan kalium: menghindari
makanan yang mengandung kalium tinggi
3. Pengecekan ulang kadar kalium 1-2 jam
setelah terapi untuk menilai keefektifan terapi,
dan diulang secara rutin sesuai kadar kalium
awal dan gejala klinis.
4. Subakut: slow correction.
- Kation yang mengubah resin (sodium
polystyrene sulfonate/ Kayexolate):
diberikan secara oral, selang nasogastrik,
atau melalui retensi enema untuk menukar
natrium dengan kalium di usus. Dosis 20-
60 gram per oral dengan 100-200 ml
sorbitol atau 40 gram Kayexalate dengan
40 gram sorbitol dalam 100 ml air sebagai
enema.
5. Akut: rapid correction
- Kalsium glukonat intravena: untuk
menghilangkan efek neuromuskular dan
jantung akibat hiperkalsemia
- Glukosa dan insulin intravena: untuk
memindahkan kalium ke dalam sel, dengan
efek penurunan kalium kira-kira 6 jam.
Dosis: insulin 10 unit dalam glukosa 40%,
50 ml bolus intravena, lalu diikuti dengan
infuse Dekstrosa 5% untuk mencegah
hipoglikemia.
- Natrium bikarbonat: untuk memindahkan
kalium ke dalam sel, dengan efek
penurunan kalium kira-kira 1-2 jam.
6. Pemberian α2 agonis (albuterol): untuk
memindahkan kalium ke dalam sel. Dosis 10-
20 mg secara inhalasi maupun tetesan
intravena.
Dialisis: untuk membuang kalium dari tubuh
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
paling efektif.
EDUKASI  Hindari makanan yang mengandung kalium
tinggi ( untuk hiperkalemi )
 Makanan tinggi kalium ( untuk hipokalemi )
PROGNOSIS  Pada hipokalemia jika diterapi dengan
adekuat akan sembuh. Resiko peningkatan
kadar kalium mencapai 7-8 meq/L menjadi
fibrilasi ventrikel yaitu 5 %
 Jika kadar kalium 10 meq/L resiko menjadi
Fibrilasi ventrikel meningkat 90 %.
 Pada kasus berat resiko mortalitas sebesar 67
%
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Aminoff M..Fluid and Electrolyte
Disturbances . In: Fauci A. Kasper D. Longo
D. Braunwald E. Hauser S. Jameson J.
Loscalzo J. editors. Harrison's principles of
internal medicine. 18th ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies.
2012.
2. Siregar Parlindungan. Gangguan
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam:
Alwi I, Setiati S. Setiyohadi B. Simadibrata
M. Sudoyo AW. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: lnterna
Publishing; 2006: Hal 134-142.
3. Gennari FJ. Hypokalemia. N Engl J Med
1998; 339:451-458August 13, 1998.
Diunduh dari
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJM
199808133390707 pada tanggal 15 Mei
2012.
4. Arroliga AC. Algorithms for Hypokalemia
K<3.5. Diunduh dari
http://www.clevelandclinicmeded.com/medic
alpubs/micu/ pada tanggal 15 mei 2012.
5. Weisberg LS. Management of severe
hypokalemia. Crit Care Med. 2008; 36:3246-
51.
6. Elliot M. Management of patient with acute
hyperkalemia. CMAJ. 2010;182(15):1631-5
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

8. Gangguan Kalsium
NAMA PENYAKIT Hipokalsemia atau Hiperkalsemia
( E83.51/E83.52 )
DEFINISI  Kadar kalsium ion normal adalah 4.75-5.2
mg/dl atau 1-1.3 mmol/L.
 Nilai normal kalsium total serum : 8.2-10.2
mg/dl.
 Hipokalsemia jika kadar kalsium total
plasma< 8.2 mg/cll.
 Hiperkalsemia jika kadar kalsium total
plasma >10.2 mg/dl.
ANAMNESIS A. HIPOKALSEMIA
 Pasien dengan hipokalsemia dapat
simptomatikika penurunan kadar kalsium
plasma ringan dan sudah kronik.
Sedangkan jika penurunan kalsium
sedang-beratdapat menimbulkan keluhan-
keluhan seperti kebas,
 kramotot,
 parestesia umumnya di jari kaki, jari-jari
tangan, dan regio circumorol,
peningkatkan reflex, yang disebabkan
karena meningkatnya iritabilitas
neuromuskular.
 Jika sudah berat dapat terjadi tetani dan
kejang.
 Pada anamnesis juga perlu ditanyakan
faktor risiko.

B. HIPERKALSEMIA
Hiperkalsemia ringan [kadar kalsium 11-1 1,5
mg/dl) umumnya asimptomatik dan terdeteksi
saat pemeriksaan kalsium rutin. Beberapa pasien
mengeluhkan
 keluhan neuropsikiatrik seperti kesulitan
konsentrasi, perubahan kepribadian,
ataudepresi.
 Keluhan lain dapat berupa ulkus
peptikum atau nefrolitiasis.
Hiperkalsemia berat (kadar kalsium>12-
13 mg/dl) jika terjadi secara mendadak
atau akut, dapatmenyebabkan letargi,
stupor, koma. Keluhan lain seperti mual,
nafsu makan menurun, konstipasi,
pankreatitis, poliuria, polidipsi perlu
ditanyakan.
 Keluhan nyeri pada tulang atau adanya
fraktur patologis dapat mengarahkan
kehiperparatiroid ismekronik.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Pada anamnesis juga perlu ditanyakan
faktor risiko.

PEMERIKSAAN FISIK A. HIPOKALSEMIA


1. Tanda Trousseau‘s: spasme karpal karena
iskemia. Cara : dengan mengembangkan
2. manset pada lengan atas 20 mmHg lebih
tinggi dari tekanan sistolik selama 3 menit.
3. Tanda Chvosteksz kontraksi unilateral clari
wajah dan otot kelopak mata karenairitasi
saraf fasial dengan memperkusi wajah tepat
di depan telinga. Cara:mengetukkan ringan
saraf wajah di daerah anterior telinga
4. Hipokalsemia berat: spasme carpopedal,
bronkospasme, laringospasme, kejang.

B. HIPERKALSEMIA
Pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik
untuk hiperkalsemia, penemuan dapat tergantung
etiologi penyebab. Pada pasien dengan keganasan
dapat ditemukan adanya perubahan kulit.
limfadenopati, hepatosplenomeglali.
 Pada pemeriksaan dapat ditemukan
hipertensi dan bradikardia, akan tetapi
tidak spesifik.
 Pemeriksaan sendi ditemukan nyeri pada
palpasi, kelemahan otot, hiperrefleksia,
fasikulasi otot lidah dapat ditemukan.
 Tanda-tanda dehidrasi juga perlu
diperhatikan.
 Tingkat kesadaran pasien mungkin
menurun menjadi letargi atau stupor.
 Jika kadar kalsium 13-15 mg/dl dikenal
dengan istilah krisis hiperkalsemia yang
ditandai dengan poliuria, dehidrasi, dan
perubahan status mental.
PEMERIKSAAN PENUNJANG A. HIPOKALSEMIA
- Kadar kalsium serum total mungkin< 8.5
mg/dl
- Kadar albumin serum: penurunan kadar
albumin serum 1.0 d/cli terjadi
penurunan0.8-1.0 mg/dl kadar kalsium
total
- Kadar forfor, magnesium serum
- Kadar hormone paratiroid (PTH)
- EKG : interval QT memanjang. Torsndes
de pointes
B. HIPERKALSEMIA
- Kadar kalsium serum total :> 10.5 mg/dl
- Kalsium terionisasi :> 5.5 mg/dl
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Hormon paratiroid
- Fungsi ginjal: kreatinin dan ureum
- Rontgen tulang : osteoporosis.
- EKG : pemendekan segmen ST dan
interval QT, bradikardia, blok AV.
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
3. PemeriksaanPenunjang
DIAGNOSIS KERJA Hipokalsemia dan Hiperkalsemia Berdasarkan
Etiologi
DIAGNOSIS BANDING  Hipokalsemia : hydrofluoric Acid Burns,
hiperkalemia, hipermagnesemia,
hipernatremia, Hyperosmolar Hyperglycemic
Nonketotic Coma, hipoparatiroidisme,
hiperfosfatemia.
 Hiperkalsemia: hiperparatiroidisme,
keganasan, sarkoidosis. intoksikasi obat
seperti litium, teofilin.
TERAPI A. Hipokalsemia
1. Pengobatan penyakit dasar
2. Penggantian kalsium tergantung dari
tingkat keparahan penyakit, progresivitas,
dan komplikasi yang timbul.
3. Peningkatan asupan diet kalsium: 1000-
1500 mg/hari pada orang dewasa.
4. Antasicla hidroksia lumunium: mengurangi
kadar fosfor sebelum mengatasi
hipokalsemia
5. Hipokalsemia akut (simptomatik):
a. Kalsium glukonat 10 % 10ml (90 mg
atau 2.2 mmol] diencerkan dengan 50
ml Dekstrosa 5% atau 0.9 NaCl secara
intravena selama 5 menit.
b. Dilanjutkan pemberian secara infus 10
ampul kalsium glukonat (atau 900 mg
kalsium dalam 1 liter Dekstrosa 5 %
atau 0.9 NaCl] dalam 24 jam.
c. Jika ada hipomagnesemia dengan fungsi
ginjal normal larutan magnesium sulfat
10% sebesar 2 gram selama 10 menit,
dilanjutkan dengan 1 gram dalam 100 cc
cairan per 1 jam.
6. Hipokalsemia kronik:
a. Tujuan: meningkatkan kadar kalsium
sampai batas bawah normal,
menghindari terjadinya hiperkalsiuria
yang dapat mencetuskan batu ginjal.
b. Suplemen kalsium 1.000-1.500 mg/hari
dalam dosis terbagi. Kalsium karbonat;
250 mg kalsium elemental dalam 650
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
mg tablet.
c. Vitamin D2 atau D3 25.000-100.000
U/hari
d. Kalsitriol [1,25 [OH]2D] 0.23-2
gram/hari
7. Jika albumin serum menurun: penurunan
albumin serum 1.0 gram/dl (dari nilai
normal 4.1 gram/dl], koreksi konsentrasi
kalsium dengan menambahkan 0.8 mg/dl
dari kadar kalsium total:
B. Hiperkalsemia
1. Pengobatan penyebab dasar
2. Diet rendah kalsium
 Hiperkalsemia ringan [asimtomatik]: tidak
memerlukan koreksi cepat
 Hiperkalsemia yang bergejala (simtomatik)
- Hidrasi karena hiperkalsemia berhubungan
dengan dehidrasi : 4-8 liter cairan isotonic
secara intravena dalam 24 jam pertama,
dengan target urin 100-150 ml per jam. Jika
ada penyakit komorbid [gagal jantung
kongestif) dapat ditambahkan loop diuretic
untuk meningkatkan ekskresi natrium dan
kalsium; setelah status volume menjadi
normal.
- Penghambat resorpsi tulang: pada keganasan
atau hiperparatiroidisme berat.

Nama Obat Dosis


Kalsitonin 4 IU/kg intramuskular/subkutan setiap
12 jam
Asam 4 mg IV dalam 30 menit
Zeledronik 60-90 mg IV dalam 2-4 jam
Etidronat 7.5 Mg/kg/hari dalam 3-7 hari

Pemberian bifosfonat harus memperhatikan


fungsi ginjal.
- Untuk mencegah kekambuhan dapat
diberikan bifosfonat secara infus IV
- Glukokortikoid : pada kasus hiperkalsemia
karena peningkatan
1,2S[0H)2D.Hidrokortison 100-300
mg/harisecara IV atau prednison 40-60
mg/hari peroral selama 3-7 hari.
- Obat yang menurunkan 1,25 [OH]2D :
ketokonazoi, klorokuin, hidroksiklorokuin
- Dialisis
EDUKASI  Menjelaskan tentang penyebab penyakit,
faktor resiko, pemeriksaan dan tatalaksana
PROGNOSIS  Pada hipokalsemia dapat meninggalkan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
kelainan neurologis seperti kejang dantetani.
 Kematian sangat jarang karena hipokalsemia.
 Hiperkalsemia yang berhubungan dengan
keganasan mempunyai prognosis lebih
buruk, harapan hidup dalam 1tahun sekitar
10-30%.
 Dalam suatu studi, 50 % pasien meninggal
dalam 1 bulan setelah dimulainya terapi, dan
75% meninggal dalam 3 bulan.
 Hiperkalsemia yang berhubungan dengan
hiperparatiroidisme mempunyai prognosis
baik jika diterapi.
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Khosla S. Hypercalcemia and Hvpocalcemia
.ln: Fauci A. Kasper D. Longo D. Braunwald
E. Hauser S. Jameson J. Loscalzo J, editors.
Harrison's principles of internal medicine.
18" ed. United Statesof America; The
McGraw-Hill Companies, 2012.
2. Siregar P. Gangguan Keseimbangon Cairan
dan Elektrolit. Dalam: Alwi I. Setiati S.
SetiyohadiB. Simadibrata M. Sudoyo AW.
Buku Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
IV. Jakarta: lnterna Publishing: 2006: Hal
134-142.
3. Anne L. Schafer. Hypocalcemia: Diagnosis
and Treatment. 2011. Diunduh dari
http://www.endotext.org/parathyroid/parathyr
oid7/parathyroid7.htm pada tanggal 9 Mei
2012.
4. Ciammaichella D. Hypercalcemia. Diunduh
dari
http://www.emjournal.net/htdocs/pages/art/1
15hypercalcemia.html. Pada tanggal 9 Mei
2012.
5. Cooper R. Hypercalcemia. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/
PMH0001404/ pada tanggal 9 Mei 2012
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

9. Hipernatremia
NAMA PENYAKIT Hipernatremia (E87.0)
DEFINISI Hipernatremia adalah peningkatan kadar natrium
plasma > 145 mmol/L yang disebabkan oleh
peningkatan jumlah natrium atau karena
dehidrasi
ANAMNESIS Pasien dapat mengeluhkan rasa haus, kelelahan,
iritabilitas atau gelisah, disorientasi, mulut
kering, demam, mual dan muntah serta rasa haus
yang menetap
PEMERIKSAAN FISIK 1. Demam ringan
2. Kulit kemerahan
3. Edema perifer
4. Edema pulmonary
5. Hipotensi
6. Peningkatan tonus otot
7. Tingkat kesadaran pasien dapat koma jika
perjalanan penyakit sudah progresif.
8. Hipernatremia yang disertai hipovolemia
dapat menunjukkan tanda-tanda kekurangan
cairan seperti takikardia, hipotensi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Natrium serum
2. Osmolalitas serum
3. Berat jenis urin
4. Natrium urin
5. Water Deprivation Test
6. Antidiuretic Hormone (ADH) Stimulation
7. CT Scan atau MRI
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Natrium serum > 147 mEq/L. Jika > 150-170
mEq/L biasanya karena dehidrasi, sedangkan
jika > 170 mEqfL karena diabetes insipidus.
Natrium > 190 mEq/Lkarena asupan natrium
yang tinggi dan kronik.
2. Osmolalitas serum: meningkat
3. Berat jenis urin: meningkat. Menurun pada
diabetes insipidus. jika normal dapat terjadi
pada pemakaian diuretik.
4. Natrium urin
5. Water Deprivation Test: pada diabetes
insipidus, osmolalitas urin tidak
meningkatdengan hipernatremia
6. Antidiuretic Hormone (ADH) Stimulation:
diabetes insipidus nefrogenik, osmolalitas
urin tidak meningkat setelah pemberian ADH
[desmopressin].
7. CT Scan atau MRI [Magnetic Resonance
imaging] kepala: melihat adanya tarikan pada
vena duramater dan sinus yang dapat
menyebabkan perdarahan intracranial dan
meningkatkan kadar natrium
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DIAGNOSIS KERJA Hipernatremia
DIAGNOSIS BANDING - Dehidrasi
- Diabetes insipidus
TERAPI 1. Tujuan: menghentikan kehilangan cairan yang
sedang terjadi dengan mengatasi penyakit
penyebabnya dan mengoreksi defisit cairan.
2. Tentukan defisit cairan
- Estimasi TBW
- Kalkulasifree-water deficit: {[[Na*]-140) /
140} x TBW
- Pemberian defisit dalam 48-7 jam tanpa
menaikkan konsentrasi natrium plasma >
10 mm/24 jam
3. Tentukan on going water losses
- Kalkulasi electrolyte-free water clearance
Volumeurin 1  natriumurin  kaliumurin 
Natrium Plasma

4. Tentukan insensible losses: 110 mL/kg/hari,


berkurang jika dalam ventilasi mekanik,
bertambah jika demam.
5. Menjumlahkan defisit cairan, ongoing water
losses, dan insensible losses. Pemberian dalam
48-72 jam dan maksimal 10 mM/hari.
6. Cairan diberikan secara oral atau melalui
selang nasogastrik.
7. Pemberian intravena cairan hipotonik yang
dapat diberikan: dekstrosa 5%, NaCl0.2 %,
atau 0.45% NaCl. Semakin hipotonik cairan
yang diberikan, kecepatan pemberian juga
semakin lambat
8. Dialisis
EDUKASI  Menjelaskan kondisi pasien dan
penatalaksanaan yang akan diberikan kepada
pasien
PROGNOSIS - Resiko kematian akibat hipernatremia
mencapai 40-60 % kasus berhubungan dengan
tingkat keparahan penyakit penyertanya,
terbanyak terjadi pada usia tua.
- Pada hipernatremia akut dan kadar>180
mEq/L kerusakan neurologik permanen terjadi
pada 10-30 % kasus.
- Durasi perjalan penyakit yang lama (> 2 hari)
akan meningkatkan resiko kematian.
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Siregar Parlindungan. Gangguan
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam:
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Alwi I. Setiati S,Setiyohadi B, Simadibrata
M, Sudoyo AW. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta:lnterna
Publishing; 2015: Hal 2246-2247.
2. Aminoff M.Fluid and Electrolyte
Disturbances . In: Fauci A, Kasper D, Longo
D, Braunwald E, HauserS, Jameson J,
Loscalzo J. editors. Harrison's principles oi
internal medicine. 19th ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies. 2015
3. Douglas Ivor. Cleveland Clinic Journal of
Medicine vol 73. supplement 3. 2006.
Diunduh
darihttp://www.ccjm.org/content/73/Suppl_3/
S4.full.pdf pada tanggal 10 Mei 2012.
4. Androgue H. Madias N. Hyponatremia.
Diunduh dari
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM2
00005253422107 pada tanggal 10 Mei 2012.
5. Alshayeb, Hala, Arif, Babar Fatima. Severe
Hypernatremia Correction Rate and Mortality
inHospitalized Patients. American Journal of
the Medical Sciences; May 2011 - Volume
341 – issue
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

10. Hipertensi
NAMA PENYAKIT Hipertensi (I10)
DEFINISI Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah
(TD) sama atau melebihi 140mmHg sistolik
dan/atau sama atau lebih dari 90 mmHg diastolik
pada seseorang yang tidak sedang minum obat
antihipertensi.
ANAMNESIS 1. Durasi hipertensi
2. Riwayat terapi hipertensi sebelumnya dan efek
sampingnya bila ada
4. Riwayat hipertensi dan kardiovaskular pada
keluarga
5. Kebiasaan makan dan psikososial
6. Faktor risiko lainnya: kebiasaan merokok,
perubahan berat badan, dislipidemia, diabetes,
inaktivitas fisik
7. Bukti hipertensi sekunder: riwayat penyakit
ginjal, perubahan penampilan, kelemahan otot
(palpitasi, keringat berlebih, tremor), tidur
tidak teratur, mengorok, somnolen di siang
hari, gejala hipo- atau hipertiroidisme,riwayat
konsumsi obat yang dapat menaikkan tekanan
darah
8. Bukti kerusakan organ target: riwayat TIA,
stroke, buta sementara, penglihatan kabur tiba-
tiba, angina, infark miokard, gagal jantung,
disfungsi seksual
PEMERIKSAAN FISIK 1. Pengukuran tinggi dan berat badan, tanda-
tanda vital
2. Metode auskultasi pengukuran TD:
a. Semua instrumen yang dipakai harus
dikalibrasi secara rutin untuk memastikan
keakuratan hasil.
b. Posisi pasien duduk di atas kursi dengan
kaki menempel di lantai dan
telahberistirahat selama 5 menit dengan
suhu ruangan yang nyaman.
c. Dengan sfigmomanometer, oklusi arteri
brakialis dengan pemasangan cuff di
lengan atas dan diinflasi sampai di atas
TD sistolik. Saat deflasi perlahan-lahan,
suara pulsasi aliran darah dapat dideteksi
dengan auskultasi dengan stetoskoptipe
bell/genta di atas arteri tepat di bawah cuff
d. Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata
pengukuran tekanan darah yang dilakukan
minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali
kunjungan atau lebih dengan
menggunakan cuff
e. Tekanan sistolik = suara fase 1 dan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
tekanan diastolik = suara fase
f. Pengukuran pertama harus di kedua sisi
lengan untuk menghindarkan
kelainanpembuluh darah perifer
g. Pengukuran tekanan darah pada waktu
berdiri diindikasikan pada pasiendengan
risiko hipotensi postural (lanjut usia,
pasien DM, dll)
3. Palpasi leher apabila terdapat pembesaran
kelenjar tiroid
4. Palpasi pulsasi arteri femoralis, pedis
5. Auskultasi bruit karotis, bruit abdomen
6. Funduskopi
7. Evaluasi gagal jantung dan pemeriksaan
neurologis
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Urinalisis
 Tes fungsi ginjal
 Ekskresi albumin
 Serum BUN : kreatinin
 Gula darah
 Elektrolit
 Profil lipid
 Foto toraks
 EKG
KRITERIA DIAGNOSIS  Pengukuran tekanan darah dilakukan si ruang
periksa.
 Pasien dalam posisi duduk setelah istirahat 5
mneit dengan kaki di lantai dan lengan
diposisikan setinggi jantung.
 Ukuran dan peletakan manset menutupi 80%
lingkar lengan di sisi terendah 2,5 cm dari
fossa cubiti.
 Stetoskop diletakkan di atas A. Brachialis,
kemudian cuff dipompa sampai dengan
tekanan di atas 20 mmHg dari hilangnya nadi.
 Tekanan diturunkan perlahan dengan
kecepatan 2-3 mmHg per detik. Kemudian
mendengarkan suara Korotkoff fase 1 sampi
dengan 5 untuk menentukan tekanan sistol
dan diastol.
 Pengukuran dilakukan 2 kali atau lebih
kunjungan.
Klasfikasi Tekanan Darah Berdasarkan Joint
National Committee VII
Kategori TDS TDD
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 140-159 90-99
1
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Hipertwnsi derajat ≥ 160 ≥ 100
2
DIAGNOSIS KERJA Hipertensi (derajat sesuai JNC VII)
DIAGNOSIS BANDING Peningkatan tekanan darah akibat white coat
hypertension, rasa nyeri, peningkatantekanan
intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll
TERAPI 1. Modifikasi gaya hidup.
2. Pemberian B-blocker pada pasien unstable
angina / non-ST elevated myocardial infark
(NSTEMI) atau STEMI harus
memperhatikan kondisi hemodinamik
pasien.B-blocker hanya diberikan pada
kondisi hemodinamik stabil.
3. Pemberian angiotensin convertin enzyme
inhibitor [ACE-I] atau angiotensin receptor
blocker [ARB) pada pasien NSTEMI atau
STEMI apabila hipertensi persisten, terdapat
infark miokard anterior, disfungsi ventrikel
kiri, gagal jantung, atau pasien menderita
diabetes dan penyakit ginjal kronik.
4. Pemberian antagonis aldosteron pada pasien
disfungsi ventrikel kiri bila terjadi gagal
jantung berat [misal gagal jantung New York
Heart Association/NYHA kelas Ill-1V atau
fraksi ejeksi ventrikel kiri <40% dan klinis
terdapat gagal jantung).
5. Kondisi khusus lain :
a. Obesitas dan sindrom metabolic
- modifikasi gaya hidup yang intensif
dengan pilihan terapi utama golongan
ACE-I, Pilihan lain adalah ARB, CCB
b. Hipertrofi ventrikel kiri‗
- Tatalaksana agresif termasuk penurunan
berat badan dan restriksi garam
- Pilihan terapi: dengan semua kelas anti
hipertensi
- Kontraindikasi: vasodilator langsung,
hidralazin dan minoksidil
c. Penyakit arteri perifer: semua kelas anti
hipertensi, tatalaksana faktor risiko lain,
dan pemberian aspirin
d. Lanjut usia (≥ 65 tahun)
- ldentifikasi etiologi lain yang bersifat
ireversibel
- Evaluasi kerusakan organ target
- Evaluasi penyakit komorbid lain yang
mempengaruhi prognosis
- Identifikasi hambatan dalam pengobatan
- Terapi farmakologis: diuretik thiazid
[inisial], CCB.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
e. Kehamilan
- Pilihan terapi: metildopa, ẞ-blocker, dan
vasodilator.
- Kontraindikasi: ACE-I dan ARB.
EDUKASI 1. Modifikasi gaya hidup pada penderita
HipertensI
2. Turunkan berat badan
3. Diet rendah garam
4. Menghindari konsumi alkohol
5. Perbanyak konsumsi buah-buahan, sayur
6. Olahraga teratur seperti jalan cepat 30 menit
per hari
PROGNOSIS Hipertensi tidak dapat disembuhkan, namun
dapat dikontrol dengan terapi yang sesuai.
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Mohani CI. Hipertensi Primer dalam Buku
Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI.
Jakarta:lnterna Publishing. 2015. Hal : 2284-
2293
2. Kotchen T. Hypertensive vascular disease. In:
Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser SL.
Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's Principles
of Internal Medicine. 19th Edition. New York:
McGraw-Hill; 2015. haIaman.
3. Victor R. Arterial hypertension. In: Goldman,
Ausiello. Cecil Medicine. 23rd Edition.
Philadelphia: Saunders. Elsevier; 2008.
4. hobanian AV et al: The Seventh Report of the
Joint National Committee of Prevention,
Detection,Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA.
2003;289:2560.
5. O'Brien E. Asmar R, Beilin L. et al. Practice
guidelines ot the European Society ot
Hypertension for clinic. ambulatory and self
blood pressure measurement. J Hypertens
2005;23:697-701.
6. Pickering TG, Hall JE, Appel LJ. et al.
Recommendations tor blood pressure
measurement in humans and experimental
animals part 1 : blood pressure measurement
in humans a statement for professionals from
the Subcommittee of Professional and Public
Education of the American HeartAssociation
Council on High Blood Pressure Research.
AHA Scientific Statement.
Hypertension.2005;415:142-61.
7. Rosendorff C, Black H. Cannon C, et al.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Treatment of hypertension in the prevention
andmanagement of ischemic heart disease.
Circulation. 2007;151:2761-88.
8. Aronow W. Fleg JL. Pepine CJ. et al.
ACCF/AHA 2011 Expert Consensus
Document on Hypertension in the Elderly. J
Am Coll Cardiol. 2011;57:2037-114.
9. Psaty BM, Smith NL, Siscovick DS, et al.
Health outcomes associated with
antihypertensives therapies used as first Iine-
agent. A systematic review and meta-analysis.
JAMA. 1997;277:739-45.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

11. Hiponatremi
NAMA PENYAKIT Hiponatremia (E87.1)
DEFINISI Hiponatremia adalah penurunan kadar natrium
[Na] plasma < 135 mEq/L. Hiponatremia akut
adalah hiponatremia yang terjadi < 48 jam dan
membutuhkan penanganan segera, sedangkan
hiponatremia kronik adalah hiponatremia yang
berlangsung> 48 jam. Gejala akan muncul jika
kadar natirum < 125 mEq/L.
ANAMNESIS Gejala yang dikeluhkan berhubungan dengan
disfungsi susuan saraf pusat seperti
- Mual
- Muntah
- Sakit kepala
- Perubahankepribadian
- Kelemahan dan keram otot
- Agitasi, disorientasi, kejang, bahkan koma.
- Pada kasus asimptomatik dapat mulai
bermanifestasi kehilangan kestabilan sehingga
beresiko jatuh. Selain itu perlu ditanyakan
riwayat penyakit.
PEMERIKSAAN FISIK  Perubahan kesadaran atau perubahan
kepribadian
 Hipotermia
 Reflex menurun
 Pola pernapasan Cheyne-Stokes
 Pseudobuibnr palsy
 Kulit dingin dan basah
 Tremor
 Gangguan saraf sensorik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Natrium serum: < 137 mEq/L
2. Osmolalitas serum: menurun kecuali pada
kasus pseudohiponatremia,
azotemia,intoksikasi etanol, metanol.
3. Berat jenis urin
4. Natrium urin
5. Fungsi ginjal: ureum, kreatinin, asam urat
6. Glukosa darah (setiap peningkatan glukosa
100mg/dl menurunkan natrium2.4 mEq/L),
profile Iemak
7. Fungsi tiroid
8. Radiologi: mencari apakah ada efek
hiponatremia pada paru atau susunan saraf
pusat
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Hiponatremia hipovolemik
Pasien dalam keadaan ini terdapat penurunan
kadar natrium total dalam tubuh dan kadar
cairan yang juga menurun. Hal ini terjadi pada
umumnya karena kehilang air dan solut yang
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
tinggi dari pencernaan serta ginjal
2. Hiponatremia euvolemik
Umumnya terjadi pada pasien dengan status
volume tubuh yang normal, seperti pada
SIADH
3. Hiponatremia hipervolemik
Jika terjadi kadar total natrium meningkat
lebih dari kadar air dalam tubuh seperti pada
penyakit jantung kongestif, sindroma nefrotik
dan sirosis hati yang berkaitan erat dengan
gangguan sekresi air
4. Hiponatremia akut : bila terjadi kurang dari 48
jam
5. Hiponatremia kronis bila terjadi lebih dari 48
jam

Pemeriksaan penunjang :
- Pemeriksaan osmolalitas darah
- Pemeriksaan gula darah dan lipid darah
- Pemeriksaan osmolalitas urin dan BJ urin
- Pemeriksaan natrium, kalium dan natrium urin
DIAGNOSIS KERJA Hiponatremia
DIAGNOSIS BANDING 1. Hiponatremia hipovolemik
2. Hiponatremia euvolemik
3. Hipernatremia hipervolemik
TERAPI 1. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Cepat lambatnya onset penyakit
- Derajat, durasi, dan gejala dari
hiponatremia
- Ada atau tidaknya faktor resiko yang
dapat meningkatkan resiko komplikasi
neurologis
2. Menyingkirkandiagnosis pseudohiponatremia
atau hipertonik hiponatremia (hiperglikemia)
3. Mengatasi penyakit dasarnya
4. Hiponatremia asimptomatik: menaikkan
natrium dengan kecepatan s 0.5 mEq/L/jam
5. Hiponatremia akut simptomatik:
- Tujuan: meningkatkan kadar natirum 1.5-
2 mEq/L/jam sampai gejalaberkurang
atau sampai konsentrasi natrium serum >
118 mEq/L danmengobati penyakit
dasarnya
- Peningkatan kadar natrium harus < 12
mEq/L dalam 24 jam pertama dan < 18
mEq/L dalam 48 jam pertama untuk
menghindari demielinisasi osmotik.
- Cairan saline hipertonik 3 % diberikan
secara infuse intravena dengan kecepatan
1-2 ml/kg/jam dan ditambah loop diuretic
- Jika ada gejala neurologik berat:
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
kecepatan dapat dinaikkan menjadi 4 - 6
ml/kg/jam.
- Jika gejala sudah menghilang dan kadar
natrium > 118 Eq/L, pemberian cairan
diturunkan menjadi maksimal 8 mEq/L
dalam 24 jam sampai target kadarnatrium
125 mEq/L.
- Pemantauan ketat natrium serum dan
elektrolit sampai terjadi kenaikan
kadarnatrium dan gejala meghilang.
6. Hiponatremia kronik simptomatik
- Jika tidak diketahui durasi atau onset
gejala, koreksi dilakukan dengan hati-
hatikarena otak sudah beradaptasi dengan
kadar natrium yang rendah.
- Jika gejala berat: tatalaksana seperti kasus
hipernatremia akut. Peningkatan natrium
tidak melebihi 10-12 mEq/L pada 24 jam
pertama, dan < 6 mEq/L/hari pada hari
berikutnya.
- Jika geiala ringan-sedang: koreksi
dilakukan secra perlahan. 0.5 mEq/L/jam,
sampai target tercapai terapi tetap
diteruskan. Maksimal pemberian 10
mEq/L dalam 24 jam.
7. Hiponatremia kronik asimptomatik
- Tujuan terapi: mencegah penurunan
natrium serum dan menjaga kadarnatrium
mendekati normal.
8. Hipervolemia hiponatremia: restriksi cairan
1000-1500 ml/ hari dan restriksi natrium.
CHF: furosemid dan ACE (Angiotensin
Converting Enzyme) inhibitor.
9. Euvolemik hiponatremia (SIADH):
restriksi cairan 1000-1500 ml/hari.
10. Hipovolemia hiponatremia: berikan normal
saline (NS) atau DSNS.

EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien atau keluarga


mengenai kondisi sakit yang dialami pasien
2. Menjelaskan komplikasi atau efek samping
yang dapat terjadi karena kondisi
hipernatremia
3. Menjelaskan rencana pengobatan yang
diberikan kepada pasien
PROGNOSIS Wanita yang belum menopause, anak
prepubertas, dan pasien dengan hipoksiaserebral
lebih besar kemungkinan berkembang menjadi
ensefalopati dan sequelae gejala neurologic yang
berat.
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Siregar Parlindungan. Gangguan
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam:
Alwi I. Setiati S,Setiyohadi B, Simadibrata
M, Sudoyo AW. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta:lnterna
Publishing; 2015: Hal 2246-2247
2. Aminoff M..Fluid and Electrolyte
Disturbances . In: Fauci A, Kasper D, Longo
D, Braunwald E, HauserS, Jameson J,
Loscalzo J. editors. Harrison's principles oi
internal medicine. 19th ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies.
2015.
3. Douglas Ivor. Cleveland Clinic Journal of
Medicine vol 73. supplement 3. 2006.
Diunduh
darihttp://www.ccjm.org/content/73/Suppl_3/
S4.full.pdf pada tanggal 10 Mei 2012.
4. Androgue H. Madias N. Hyponatremia.
Diunduh dari
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM2
00005253422107 pada tanggal 10 Mei 2012
5. Setyohadi B, Arsana PM, Suryanto A, dkk.
EIMED PAPDI Jilid I Kegawatdaruratan
Penyakit Dalam. Jakarta : Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

12. Hipertropi Prostat Benigna


NAMA PENYAKIT Hipertrofi prostat benigna (N40)
DEFINISI Hipertropi prostat adalah hiperplasia kelenjar
periuretral yang kemudianmendesak jaringan
prostat asli ke perifer.
ANAMNESIS 1. Gejala iritatif
 Sering miksi (frekuensi)
 Terbangun pada malam hari untuk miksi
(nokturia)
 Perasaan ingin miksi yang sangat
mendesak (urgensi)
 Nyeri saat miksi (disuria).
2. Gejala obstruktif
 Pancaran melemah
 Rasa tidak puas setelah miksi
 Kalau mau miksi harus menunggu lama
 Harus mengedan, miksi terputus—putus
 Wwaktu miksi memanjang yang akhirnya
menjadi retensi urin dan inkontinen
karena overflow.
PEMERIKSAAN FISIK  Pemeriksaan colok dubur
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Urinalisis
 Serum prostate spesific antigen (PSA)
 Serum creatinin.
 Tronsrectol ultrasonography (TRUS)
KRITERIA DIAGNOSIS Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan
kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa
rektum, serta kelainan lain seperti benjolan dalam
rektum dan prostat.
DIAGNOSIS KERJA Hipertrofi prostat benigna
DIAGNOSIS BANDING 1. Striktur uretra
2. Kontraktur leher vesika urinaria
3. Ranker prostat
4. Kanker vesika urinaria
5. Bladder calculi
6. Infeksi saruran kemih dan prostatitis
7. Neurogenic bladder
TERAPI Medikamentosa
- Antagonis a-adrenergik (menghilangkan
ketegangan otot halus): terazosin, doksazosin,
dan tamsulosin
- Inhibitor 5-a reduktase (mengurangi ukuran
prostat): finastericle
- Pembedahan
- Transuretral resection of prostate (TURF)
- Open prostatectomy
EDUKASI - Mengurangi konsumsi minuman yang dapat
memicu diuresis seperti kafein dan alkohol
- Membiasakan diri untuk miksi ganda, yaitu
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
menunggu beberapa saat setelah berkemih dan
mencoba mulai berkemih kembali
- Menghindari kebiasaan mengejan saat miksi
PROGNOSIS Sekitar 2,5% pasien mengalami retensio urine
akut
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. AUA guideline on the management of benign
prostatic hyperplasia: diagnosis and treatment
recommendations. Diunduh dari
http://www.auanet.org/guidelines/main_report
s/bph_management/chapt_1_appendix.pdf
pada tanggal 15 Mei 2012.
2. AUA clinical guidelines - management of
BPH. Diunduh dari
http://www.auanet.org/content/guidelines-and-
quality-care/clinical-guidelines.clm?sub=bph
pada tanggal 15 Mei 2012.
3. McConnell JD, Roehrborn CG, Bautista O, et
al. The long term effect of doxazosin.
finasteride. and combination therapy on the
clinical progression of benign prostatic
hyperplasia. N Engl J Med. 2003;349:2387-
98.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

13. Infeksi Sluran Kemih


NAMA PENYAKIT Infeksi Saluran Kemih (N39.0)
DEFINISI Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan
adanya infeksi (ada perkembangbiakanbakteri)
dalam saluran kemih, meliputi infeksi di
parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih
dengan jumlah bakteriuria yang bermakna.
Bakteriuria bermakna adalahbila ditemukan pada
biakan urin pertumbuhan bakteri sejumlah
>100.000 per ml urin segar yang diperoleh
dengan cara pengambilan yang steril atau tanpa
kontaminasi.
ISK sederhana/tak Berkomplikasi
ISK yang terjadi tidak terdapat disfungsi
struktural ataupun ginjal
ISK Berkomplikasi
ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK
pada anak-anak, laki-laki, atau ibu hamil
ANAMNESIS ISK bawah frekuensi
 Disuria terminal
 Polakisuria
 Nyeri suprapubik.
ISK atas
 Nyeri pinggang
 Demam
 Menggigil
 Mual dan muntah
 BAK berdarah
PEMERIKSAAN FISIK  Febris
 Nyeri tekan suprapubik
 Nyeri ketok sudut kostovertebra
 Demam
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Darah perifer lengkap
 Tes resistensi kuman
 Tes fungsi ginjal
 Gula darah,
 Foto BNO bila perlu
 USG ginjal bila perlu
KRITERIA DIAGNOSIS Kultur urin [+]: bakteriuria >100.000/ml urin
DIAGNOSIS KERJA Infeksi Saluran Kemih
DIAGNOSIS BANDING - Keganasan kandung kemih
- Nonbacterial cystitis
- Interstitial cystitis
- Pelvic inflammatory disease
- Pyeolonephritis akut
- Urethritis
- Vaginitis
TERAPI Antimikroba pada ISK bawah tak
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
berkomplikasi :
 Trimetoprim-sulfametoksazol 2x160/800 mg
3 harI
 Trimetoprim 2x100 mg 3 hari
 Siprofloksasin 2x100-250 mg 3 hari
 Levofloksasin 2x250 mg 3 hari
 Sefiksim 1x400 mg 3 hari
 Sefpodoksimproksetil 2x100 mg 3 hari
 Nitrofurantoin makrokristal 4x50 mg 7 hari
 Nitrofurantoinmonohidratmakrokristal 2x100
mg 7 hari
 Amoksisilin/klavulanat 2x500 mg 7 hari
Obat Parenteral pada ISK atas Akut
Berkomplikasi
 Sefepim 2x1 gram
 Siprofloksasin 2x400 mg
 Levofloksasin 1x500 mg
 Ofloksasin 2x400 mg
 Gentamisin (+ ampisilin ) 1x3-5 mg/kgBB
3x1 mg/kgBB
 Ampisilin (+ gentamisin) 4x1-2 gram
 Trikarsilin-klavulanat 3x3,2 gram
 Piperasilin-tazobaktam 3-12x3,375 gram
 Imipenem-silastatin 3-4x250-500 mg
EDUKASI 1. Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
2. Menjaga higiene genitalia eksterna
3. Deteksi dini terhadap adanya kelainan
anatomis
4. Pengobatan adekuat, kerjasama pasien dan
dokter
PROGNOSIS Infeksi saluran kemih tanpa kelainan anatomis
mempunyai prognosis lebih baik bila dilakukan
pengobatan pada fase akut yang adekuat dan
disertai pengawasan terhadap kemungkinan
infeksi berulang. Prognosis jangka panjang pada
sebagian besar penderita dengan kelainan
anatomis umumnya kurang memuaskan
meskipun telah diberikan pengobatan yang
adekuat dan dilakukan koreksi bedah, hal ini
terjadi terutama pada penderita dengan nefropati
refluks.
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Infeksi saluran Kemih. In: Sudoyo A.
Setiyohadi B, Alwi I. Simadibrata M. Setiati
S. editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th
ed. Jakarta: Pusat informasi dan Penerbitan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Bagian llmu Penyakit Dalam FKUI.
2009:2009 – 15.
2. Infection ol the Urinary Tract. Dalam: Wein
et al. Campbell-Walsh Urology 9th Edition.
Saunders.
3. Mehnert-Kay SA. Diagnosis and Management
of Uncomplicated Urinary Tract
Infections.American Family Physician [serial
online]. August 1. 2005;27/No.3:1-9.
Accessed September 22. 2010. Available at
htlp://www.aafp.org/afp/20050801/451.html.
4. Urinary tract Infections. Pyelonephirits. ad
Prostatitis. In: Fauci A, Kasper D, Longo D,
Braunwald E, Hauser S. Jameson J. Loscalzo
J, editors. Harrison's principles oi internal
medicine. 19th ed. United States of America:
The McGraw-Hill Companies. 2018:2911-39.
5. Urinary tract Infection. Copyrights 2012 @
Mayoclinic. Diunduh dari
http://www.mayoclinic.com/health/urinary-
tract-infection/DS00286.
6. Renal and Urinary Tract Disorders. Dalam:
Cunningham. Gary F et al. Williams Obstretic
22nd Edition. The McGraw-Hills Companies.
7. Hickey, Kimberly W, Renal Complications.
Dalam: Evans, Arthur T. Manual of Obstretic.
Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
8. Urology. Dalam ; Brunicandi. Charles F.
Schwartz's Principle of Surgery 8th Edition.
The McGraw-Hill Companies. 2007.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

14. Krisis Hipertensi


NAMA PENYAKIT Krisis Hipertensi (I10)
DEFENISI Istilah "Krisis Hipertensi" merupakan suatu
sindroma klinis yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah mendadak pada
penderita hipertensi, dimana tekanandarah
sistolik (TDS) >180 mmHg dan tekanan darah
diastolik (TDD) >120 mmHg, dengan komplikasi
disfungsi dari target organ, baik yang sedang
dalam proses (impending) maupun sudah dalam
tahap akut progresif.
ANAMNESIS  Gangguan penglihatan
 Ddema pada ekstremitas
 Penurunan kesadaran
 Sakit kepala, mual muntah
 Nyeri dada, sesak napas
 Kencing sedikit / berbusa
 Nyeri seperti disayat pada abdomen.
PEMERIKSAAN FISIK Tekanan darah pada kedua ekstremitas, perabaan
denyut nadi perifer, bunyi jantung, bruit pada
abdomen, adanya edema atau tanda penumpukan
cairan, Funduskopi, dan status neurologis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah perifer lengkap, panel metabolik,
urinalisis, urinalisa, EKG, CT Scan, MRI
KRITERIA DIAGNOSIS Hipertensi Urgensi : Tekanan darah sistolik >
180 mmHg dan diastolik > 120 mmHg, tanpa
disertai kerusakan organ target
Hipertensi Emergensi : Tekanan darah sistolik >
180 mmHg dan diastolik > 120 mmHg, disertai
kerusakan organ target
DIAGNOSIS KERJA - Hipertensi Urgensi
- Hipertensi Emergensi
TERAPI Hipertensi Urgensi
- Dapat diterapi rawat jalan dengan anti
hipertensi oral
- Terapi ini meliputi penurunan TD dalam 24-
48 jam. Penurunan TD tidak boleh lebih dari
25% dalam 24 jam pertama. Terapi lini
pertama :
- Nifedipine 5-10 mg PO
- Kaptopril 12,5-25 mg
- Klonidin 75-150 µg
- Propanolol 10-40 mg
Hipertensi Emergensi
- tujuan terapi parenteral dan penurunan
mean arterial pressure [MAP] secara
bertahap [tidak lebih dari 25% dalam
beberapa menit sampai 1 jam].
- Aturannya adalah menurunkan arterial
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
pressure yang meningkat sebanyak 10%
dalam 1 jam pertama, dan tambahan 15%
dalam 3-12 jam .
- Setelah diyakinkan tidak ada tanda
hipoperfusi organ, penurunan dapat
dilanjutkan dalam 2-6 jam sampai
tekanan darah 160/100-110mmHg
selanjutnya sampai mendekati normal.
TD dapat diturunkan lebih lanjut dalam
48 jam berikutnya.
EDUKASI - Mengurangi konsumsi makanan dengan kadar
garam yang berlebih, maksimal 2300 mg per
hari
- Mengkonsumsi obat anti hieprtensi setiap hari
- Menjelaskan penyakit darah tinggi merupakan
keadaan yang tidak bisa disembuhka,
sehingga mengontrol tekanan darah
merupakan tujuna pengobatan pada penderita
darah tinggi untuk mencegah terjadinya
banyak komplikasi
PROGNOSIS Tergantung respon terapi dan kerusakan target
organ
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Chobanian AV et at: The Seventh Report ot
the Joint Notional Committee on Prevention,
Detection.Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure: The JNC 7 Repon. JAMA.
2003: 2892560-72.
2. Vidt DG. Hypertensive Crisis. In : Carey W,
Abelson A. Dweik R. et al. Current Clinical
Medicine.2nd Edition. The Cleveland Clinic
Foundation. Philadelphia : Elsevier.
2010.www.clevelandclinicmeded.comimedic
alpubs/diseasemanagementinephrology/hype
rtensivecrises!
3. Kotchen T. Hypertensive Vascular Disease.
In : Longo DL. Fauci AS. Kasper DL.
HauserSL, JamesonJL. Loscalzo J.
Harrison's Principles of intemal Medicine.
18'"Edilion. NewYor1<: McGraw-Hill
MedicalPublishing Division: 2012.
4. VictorR. Arterial Hypertension. In: Goldman
L, Ausiello D. eds. Cecil medicine 23 ed.
Philadhelphia.Pa: Saunders Elsevier: 2007.
5. Roesma J. Krisis Hipertensi. Dalam : Sudoyo
A. Setiyohadi B. Alwi l, et al. Buku Ajar
llmu PenyakitDalam. Edisi V. Jilid ll.
Jakarta: Intemo Publishing; 2009. Hal 1103-
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4
6. Vadiya C, Ouellette J. Hypertensive urgency
and emergency. Hospital Physician.
2007:43:43-50.
7. Bender S, Fillppone J. Heitz S. Bisognano J.
A systematic approach to hypertensive
urgencies andemergencies. Curr Hypertens
Rev. 2005:1275-281.
8. Hardy Y, Jenkins A. Hypertensive Crisis :
Urgencies and Emergencies. US Pharm. 201
1 :36l3]:Epub.Diakses melalui
http://wwvw.uspharmacist.comicontentidffea
turelil1444ic/27112! pada 12Mei 2012.
9. National Institute for Health and Clinical
Excellence. NlCE clinical guideline 107 -
Hypertension inpregnancy: the management
of hypertensive disorders during pregnancy.
Agust 2010 diunduh dari
http://www.nice.org.uklnicemedia/live/1309
8f50418/.50418.pdf pada tanggal 18 Mei
2012.
10. Goldstein LB, Adams R. Alberts MJ, et al.
American Heart Association; American
Stroke AssociationStroke Council. Primary
prevention of ischemic stroke: a guideline
from the AHAIASA. Circulation2006:l
13:e873-e923.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

15. Gagal Ginjal Kronik


NAMA PENYAKIT Gagal Ginjal Kronik (N18.9)
DEFINISI Menurut guideline The National Kidney
Foundation ‘s Kidney DiseaseOutcomes Quality
initiative (NKF KDOQI), PGK didefinisikan
sebagai kerusakan ginjalpersisten dengan
karakteristik adanya kerusakan struktural atau
fungsional (seperti
mikroalbuminuria/proteinuria, hematuria,
kelainan histologis ataupun radiologis),dan/atau
menurunnya Iaju filtrasi glomerulus (LFG )
menjadi <60 ml/menit/1,73 m2 selama sedikitnya
3 bulan.
ANAMNESIS 1. Riwayat hipertensi, DM, ISK, batu saluran
kemih, hipertensi, hiperurisemia, lupus
2. Riwayat hipertensi dalam kehamilan (pre-
eklampsi, abortus spontan)
3. Riwayat konsumsi obat NSAID, penisilamin,
antimikroba, kemoterapi, antiretroviral,
proton pump inhibitors, paparan zat kontras
4. Evaluasi sindrom uremia : lemah, nafsu
makant, berat badans, mual, muntah,nokturia.
sendawa, edema perifer, neuropati perifer,
pruritus, kram otot, kejangsampai koma
5. Riwayat penyakit ginjal pada keluarga, juga
evaluasi manifestasi sistem organseperti
auditorik, visual, kulit dan lainnya untuk
menilai apa ada PGK yangditurunkan (
Sindrom Alport atau Fabry, sistinuria ) atau
paparan nefrotoksin dari lingkungan (logam
berat)
PEMERIKSAAN FISIK 1. Difokuskan kepada peningkatan tekanan
darah dan kerusakan target organ
:Funduskopi, pemeriksaan pre-kordial (
heaving ventrikel kiri, bunyi jantung IV)
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
: edema, polineuropati
3. Gangguan endokrin-metabolik : amenorrhea,
malnutrisi, gangguan pertumbuhandan
perkembangan, infertilitas dan disfungsi
seksual
4. gangguan saluran cerna :
anoreksia,mual,muntah, nafas bau urin
(uremicfetor),disgeusia (rnetaliic taste),
konstipasi
5. Gangguan neuromuskular : letargi, sendawa,
asteriksis, mioklonus, fasikulasi otot,restless
leg syndrome, miopati, kejang sampai koma
6. Gangguan dermatologis : palor,
hiperpigmentasi, pruritus, ekimosis,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
uremicfrost.Nephrogenicfibrosing
dermopathy
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : Darah perifer lengkap,
penurunan LFG dengan rumus Kockrocoft
Gault. Penurunan serum ureum dan kreatinin,
tes klirens kreatinin ( TTK) ukur, asam
urat,elektrolit, gula darah, profil lipid, analisa
gas darah, serologls hepatitis, SI, TIBC,feritin
serum, hormon PTH, albumin, globulin,
pemeriksaan imunologi, hemostasislengkap,
urinalisis
2. Radiologis : foto polos abdomen, BNO IVP,
USG, CT scan, ekokardiografi
3. Biopsi ginjal
-
KRITERIA DIAGNOSIS Gagal ginjal kronik derajat 1 : LFG > 90
ml/menit/1,73 m2
-
Gagal ginjal kronik derajat 2 : LFG 60-89
ml/menit/1,73 m2
-
Gagal ginjal kronik derajat 3 : LFG 30-59
ml/menit/1,73 m2
-
Gagal ginjal kronik derajat 4 : LFG 15-29
ml/menit/1,73 m2
-
Gagal ginjal kronik derajat 5 : LFG < 15
ml/menit/1,73 m2
LFG dihitung dengan menggunakan rumus
Kockcrof-Gault
DIAGNOSIS KERJA Gagal Ginjal Kronis
DIAGNOSIS BANDING Penyakit ginjal akut, Acute on Chronic Kidney
Disease
TERAPI Nonfarmakologis
1. Nutrisi : pada pasien non-dialisis dengan LFG
<20 mL/menit, evaluasi status nutrisi dari 1)
serum albumin dan/atau 2) berat badan aktual
tanpa edema.
- Protein :
- Pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB
ideal/hari
- pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB
ideal/hari
- pasien peritoneal dialisis 1,3
gram/kgBB/hari
- Pengaturan asupan Iemak: 30-40% dari
kalori total dan mengandung jumlah
yangsama antara asam Iemak bebas jenuh
dan tidak jenuh
- Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60%
dari kalori total
- Natrium: <2 gram/hari ( dalam bentuk
garam <6 gram / hari)
- Kalium: 40-70 mEq/hari
- I Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD:
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
17 mg/hari
- Kalsium:1400-1600 mg/hari ( tidak
melebih 2000 mg / hari )
- Besi: 10-18 mg/hari
- Magnesium: 200-300 mg/hari
- Asam folat pasien HD: 5 mg
- Air: jumlah urin 24 jam + 500 ml
(insensible water loss )

Farmakologis
1. Kontrol tekanan darah:
- Penghambat ACE atau antagonis reseptor
Angiotensin II: evaluasi kreatinindan
kalium serum, bila terdapat peningkatan
kreatinin >35% atau timbulhiperkalemi
harus dihentikan
- Penghambat kalsium
- Diuretik
- ~ Pada pasien DM, kontrol gula darah:
hindari pemakaian metformin dan obat-
obatsulfonilurea dengan masa kerja
panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1
0,2 di atasnilai normal tertinggi, untuk
DM tipe 2 adalah 6%
3. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
4. Kontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau
kalsium asetat
5. Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol
6. Koreksi asidosis metabolik dengan target
HC03 20-22 mEq/l
7. Koreksi hiperkalemi
8. Kontrol dislipidemia dengan target LDL<100
mg/dl, dianjurkan golongan statin
9. Terapi ginjal pengganti
EDUKASI 1. Jumlah cairan yang boleh diminum sebanyak
urin yang keluar per 24 jam ditambah 600 cc
2. Menghindari konsumsi buah-buahan dan
sayuran yang mengandung tinggi kalium
3. Menjalani cuci darah secara rutin sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan oleh
dokter
PROGNOSIS  Pasien CKD mengalami penurunan fungsi
ginjal secara progresif dan beresiko
mengalami penyakit ginjal stadium akhir
(ESRD).
 Progresifitas penyakit tergantung usia,
diagnosis yang mendasari, keberhasilan
pelaksanaan tindakan pencegahan sekunder,
dan individu.
 Inisiasi terapi penggantian ginjal sangat
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
penting untuk mencegah komplikasi uremik
pada CKD yang dapat menyebabkan
morbiditas dan kematian yang signifikan
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam :
Sudoyo A. Setiyohadi B. Alwi I. et al. Buku
Ajar llmuPenyakit Dalam. Edisi VI. Jilid ll.
2015. Hal 2159-2165
2. Lascano M. Schreiber M. Nurko S. Chronic
Kidney Disease. In : Carey W. Abelson A.
Dweik R.et al. Current Clinical Medicine. 2nd
Edition. The Cleveland Clinic Foundation.
Philadelphia :
Elsevier. 2010. Hal 853-6
3. The National Kidney Foundation : NKF
KDOQI Clinical Practice guidelines tor
Chronic KidneyDisease: Evaluation.
classification. and stratification. Am J Kidney
Dis 2002;39:S1-266
4. Bargman J. Scorecki K. Chronic Kidney
Disease. In : Longo DL. Fauci AS. Kasper DL.
Hauser SL.Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine. 19"‗Edition.
New York. McGraw-Hill. 2015
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

16. Penyakit Ginjal Polikistik


NAMA PENYAKIT Penyakit Ginjal Polikistik (Q61.3)
DEFINISI Merupakan penyakitginjal yang diturunkan
secara autosomal dominan autosomal dominant
polycystic kidney disease/ ADPKD maupun
autosomal resesifautosomal recessive
polycystic kidney disease/ARPKD.
ANAMNESIS  Pada anamnesis perlu ditanyakan riwayat
penyaki tpada keluarga, riwayat hipertensi
sebelumnya.
 Rasa nyeripadaperut (flank pain)
 Hematuria
 Infeksi saluaran kemih
 Poliuria atau nokturia
 Urin berwarna merah
PEMERIKSAAN FISIK  Terabanya massa pada abdomen
 Nyeri tekan pada abdomen
 Tanda-tanda peritonitis lokal
 Hipertensi
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Fungsi ginjal
 Ureum
 Kreatinin
 Urinalisis
 Ultrasonography
 Computed tomography (CT)
 Magnetic resonance imaging (MRI)-T2
KRITERIA DIAGNOSA 1. Adanya temuan ≥ 2 kista pada 1 ginjal dan
≥ 1 kista pada ginjal kontralateral pada
penderita berusia muda
2. Adanya temuan ≥ 4 kista pada masing-
masing ginjal pada masing-masing ginjal
pada penderita berusia lebih dari 60 tahun
DIAGNOSA KERJA Penyakit Ginjal Polikistik
DIAGNOSA BANDING - Nephronoptisis
- Medullary cystic kidney disease
- Tuberous Sclerosis
- Medullary Sponge Kidney
- Von Hippel-Lindau Disease
TERAPI - Belum ada tatalaksana yang dapat
mencegah pertumbuhan kista atau
penurunan fungs iginjal.
- Hipertensi : obat anti hipertensi dengan
target tekanan darah<130/90
- mmHg. Angiotensin-Converting Enzyme
(ACE) inhibitor dan
- Angiotensin Receptor Blockers (ARBs)
- Nyeri : obat analgesik
- Jika ada infeksi pada kista : antibiotik yang
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
larut Iemak seperti
- Trimethoprim suifamethoxazol dan
Fluroquinoiones
- Peritoneal atau hemodialisis
- Tindakan bedah jika kista membesar
EDUKASI - Menjelaskan penyakit kista ginjal
merupakan penyakit ginjal yang disebabkan
multifaktor termasuk pada kelainan gen dan
kelainan bawaan
- Monitoring fungsi ginjal
- Menjelaskan prognosis penyakit kista ginjal
menjadi gagal ginjal kronis
PROGNOSIS Risiko untuk menjadI batu ginjal sekitar 2 %
pada pasien dengan ADPKD, dan
meningkatkan risiko 2-4 kali lipat terjadinya
perdarahan serebral dan subaraknoid.; dan jika
selamat akan mempunyai aneurisma>10mm
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD.,
KGH., FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Salont, David J. Polycystic Kidney Disease
and Other Inherited Tubular Disorders. In:
Fauci A, Kasper D, Longo D. Braunwald E.
Hauser S. Jameson J. Loscalzo J. editors.
Harrison's principles ofinternal medicine.
Ed 19th. United States of America; The
McGraw-Hill Companies. 2015.
2. Pirson, Yves. Autosomal Polycystic Kidney
Disease, In: Davidson A. Cameron J.
Grunteld J. editors. Oxford Textbook of
Clinical Nephrology. 2' ed. United States of
America. I998.
3. Grantham J. Winklhoter F. Cystic Disease
of The Kidney. In: Brenner B. Rector F.
editors. Benner 8. Rector the Kidney. ed.
United States of America: Saunders. 2003.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

17. Penyakit Glomerular


NAMA PENYAKIT Penyakit Glomerular (N.05.)
Penyakit Glomerular Primer (N.05.)
Penyakit Glomerular Sekunder (N.05.)
DEFINISI Penyakit ginjal berupa peradangan pada
glomerulus
ANAMNESIS  Warna urin
 keluhan penyerta: lemas, bengkak, sesak
 kadang terdapat syndromeuremik: mual,
muntah
PEMERIKSAAN FISIK  Hipertensi
 Edema anasarca
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Urinalisa
 Fungsi ginjal
 Biopsi ginjal
KRITERIA DIAGNOSIS  Anamnesis : lemas, bengkak, sesak, mual,
muntah
 Pemeriksaan fisik : hipertensi dan udema
anasarka
 Pemeriksaan penunjang : proteinuria, piuria,
silinder eritrosit, kreatinin meningkat dan
biopsy ginjal
 Difus : lesi mencakup > 80% glomerulus
 Fokal : lesi mencakup < 80 % glomerulus
 Segmental : lesi mencakup sebagian gelung
glomerulus
 Global : lesi mencakup keseluruhan gelung
glomerulus
DIAGNOSIS KERJA A. Penyakit Glomerular Primer
1. Kelainan minimal
2. Glomerulosklerosis fokal segmental
3. Glomerulonefritis difus
4. Nefropati lgA
B. Penyakit Glomerular Sekunder
1. Nefropati diabetik
2. Nefritis Lupus
3. GN pasca infeksi
4. GN terkait hepatitis
5. GN terkait HIV
DIAGNOSIS BANDING C. Etiologi dari penyakit glomerular
D. Penyakit Glomerular Primer
1. Kelainan minimal
2. Glomerulosklerosis fokal segmental
3. Glomerulonefritis difus
a. GN membranosa
b. GN proliferatif
c. GN sklerosing
4. Nefropati lgA
C. Penyakit Glomerular Sekunder
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
1. Nefropati diabetik
2. Nefritis Lupus
3. GN pasca infeksi
4. GN terkait hepatitis
5. GN terkait HIV
TERAPI Tergantung etiologi
 Poststreptococcus glomerulonetritis 
antibiotika, dialisis jika perlu
 Subakut Bakterial Endokarditis  antibiotika
 Nefritis Lupus  Steroid, cyclophosphamide,
mycophenolate, moletil selama 2-6 bulan,
imunosupresan, cyclosporine, tacrolimus,
rituximab, azathioprine
 Nefropati lgA  Suportif : ACE inhibitor,
steroid, cytotoxic agents and plasmapheresis
 Glomerulosklerosis fokal segmental  Renin-
angiotensin inhibitor steroid, cyclosporin
 Nefropati diabetik  Kontrol hiperglikemia
dengan insulin dan obat antidiabetik peroral
EDUKASI  Poststreptococcus glomerulonetritis  kontrol
hipertensi, kontrol edema
 Nefropati Diabetik : control gula darah ,
monitoring fungsi ginjal
 Nefritis lupus : monitoring fungsi ginjal,
minum obat teratur (steroid, imunosupresan)
PROGNOSIS  Dubia
 Subakut Bakterial Endokarditis  bonam
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Penyakit glomerular. In: Sudoyo A.
Setiyohadi B. Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S, editors. Bukuaiar ilmu penyakit dalam.
Edisi 5. Jakarta: Pusat informasi dan
Penerbitan Bagian llmu PenyakitDalam
FKUI. 2009:2009 – 15
2. Lewis JB. Neilson EG. Glomerular Disease.
Dalam :Fauci A. Kasper D. Longo D.
Braunwald E. HauserS. Jameson J, Loscalzo
J. editors. Harrison's principles of intemal
medicine. 19thed. United Statesof America:
The McGraw-Hill Companies. 2018: 2911 –
39
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

18. ISK Pada Wanita Hamil


NAMA PENYAKIT ISK pada Wnita Hamil(O23.4)
DEFENISI Ditemukannya bakteriurea asimtomatis . minimal
105 /ml pada dua kali pemeriksaan berturut-turut
ANAMNESIS Faktor resiko :
 Paritas tinggi
 Status sosial ekonomi rendah
 Riwayat ISK sebelumnya
 DM
PEMERIKSAAN FISIK  Febris
 Nyeri tekan suprapubik
 Nyeri ketok sudut kostovertebra
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Urinalisa
 Kultur Urin
KRITERIA DIAGNOSIS  Hamil
 Klinis : demam, nyeri suprapubik, nyeri
ketok suprapubik
 Kultur urin [+]: bakteriuria >100.000/ml
urin
DIAGNOSIS KERJA ISK PADA WANITA HAMIL
DIAGNOSIS BANDING  Inflammatory disease
 Vaginitis
 Keganasan
TATALAKSANA Pemberian antibiotik tunggal
1. amoxicillin 3g
2. ampicillin 2g
3. Cephalosporin 2g
4. Nitrofurantoin 200mg
5. TMP Sulfametoxazole 320/160mg
Terapi 3 hari :
1. Amoxicillin 3x500mg/hr
2. Ampicillin 4x250mg/hr
3. Cephalosporin 4x250mg /hr
4. Levofloxacin 1x250 mg
5. Nitrofurantoin 4x50mg-100mg/hr
6. TMP –Sulfamethoxazole 2x160/800 mg
Terapi lainnya :
1. Nitrofurantoin 4x100mg/hr untuk 10 hari
2. Nitrofurantoin 100 mg pada waktu tidur
selama 10 hari
Bila terapi Gagal :
Nitrofurantoin 4x100mg/hari selama 21
hari
Bakteri persisten atau kambuh :
Nitrofurantoin 100 mg at bedtime for
reminder of pregnancy
EDUKASI  Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
 Menjaga higiene genitalia eksterna
PROGNOSIS Dubia ad bonam
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
PENELAAH KRITIS 1. Prof. Dr. dr. Maimun Syukri, SpPD., KGH.,
FINASIM
2. dr. Abdullah, SpPD., KGH., FINASIM
3. dr. Desi Salwani, SpPD., FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Infeksi Saluran kemih in; Sudoyo A,
Setiyohadi B, Alwi I Simardibrata M, Setiati
S, editor, Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam
dalam 5 th ed. Jakarta ; Pusat Informasi dan
penerbitan bagian ilmu Penyakit Dalam FKUI
2009;2009-154
2. Infection of Urinary Tract , Dalam Wein ae al
. Compbell –Walsh Urologi 9 th Edition .
Saunders
3. Renal and Urinary Tract Disorder , Dalam
Cunningham , Gary F et al Williams
Obstetric 22nd Edition . the McGraw-Hills
Company
4. Urinary Tract Infection . Copyrights 2012 @
Mayoclinic. Diunduh dari http : //ww.
Mayoclinic. Com/health/Urinary –tract-
Infection/DS00286
5. Mehnert-kay SA Diagnosis and Management
of Uncomplicated Urinary Tract Infection .
American family physician (serial Online) . 1
Agustus 2005:27/ No 3: 1-9. Accessed
September 22 ,2010,Available at
http:/www.aafp.org/afp/20050801/451.html
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

F. DIVISI HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK


1. Anemia Aplastik
NAMA PENYAKIT Anemia Aplastik (D61.9)
DEFINISI Suatu kelainan Hematologi dengan manifestasi
klinis pansitopenia dan hiposelularitas pada
sumsum tulang dapat bersifat didapat atau
diturunkan
ANAMNESIS - Keluhan perlahan berupa lemah , dyspneu,
rasa lelah, pusing, perdarahan (ptekie,
epistaksis, perdarahan pervaginam atau lokasi
lain) dapat disertai demam dan menggigil
akibat infeksi
- Riwayat paparan terhadap zat toksik (obat,
lingkungan kerja, hobi)
- Menderita infeksi 6 virus bulan terakhir
(hepatitis, parvovirus)
- Pernah mendapat tranfusi darah
PEMERIKSAAN FISIK - Konjungtiva pucat atau kutaneus
- Resting tachycardia
- Perdarahan ( ekimosis, ptekie, perdarahan
gusi, purpura)
- Limfadenopati dan splenomegali
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Darah tepi lengkap
- Serologi virus ( hepatitis)
- Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
- MRI ( Magnetic Resonance Imaging)
KRITERIA DIAGNOSIS - Anemia Aplastik
- Sum-sum tulang hipoplastik
- Pansitopenia
DIAGNOSIS KERJA - Anemia Aplastik
DIAGNOSIS BANDING - Sindrom Mielodisplastik (MDS)
- Anemia karena keganasan sumsum tulang
- Hipersplenisme
- Leukemia Akut
TERAPI - Terapi penunjang:
- Transfusi komponen darah (PRC dan atau
TC) sesuai indikasi
- Bila disertai infeksi sekunder/ sepsis:
antibiotik spektrum luas
- Terapi Imunosupresif:
- Prednison 1-2 mg/KgBB/hari.
- Metil prednisolone oral 0,8 mg/kgBB/hari,
bila perlu didahului pulse terapi (Metil
prednisolone IV 3 hari dilanjutkan tapering
off dilanjutkan oral)
- Immunosupresif alternatif :
azatriopin,cyclosporin, cyclofosfamid, ATG
(anti thymocyte globulin) 15 mg/KgBB/hari
intravena selama 5 hari
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Androgen : Metenolol asetat
- Granulocyte Coloni Stimullating Factor
- Eltrombophag
- Splenektomi
- Transplantasi sumsum tulang bila ditemukan
HLA yang cocok
EDUKASI - Menjelaskan mengenai penyakitnya,
kemungkinan keluhan yang muncul, dan
pengobatannya
- Mencegah terjadinya infeksi
- Rutin kontrol kesehatan
- Manajemen stres dan emosional
PROGNOSIS - Tergantung pada jumlah neutofil, trombosit,
dan ada tidaknya komorbiditas
- Jumlah netrofil < 200 /ul mempunyai respon
yang rendah terhadap imunoterapi
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan Sp.PD.,KHOM.,FINASIM
2. dr. M. Fuad Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. LichtmanM. Aplastic Anemia : Overview. In
:LichmanM, Beutler E, Kipps T. editors.
Williams Hematology 7th ed .McGraw Hill.
Chapter 33
2. Marsh J. et all. Guidelines for the diagnosis
and management of aplastic anemia. British
Jornal of Hematology, 147, 43-70.2010.
Diunduh dari ://www. Bcshguidelines.com/
documents/Aplast_anaem_bjh_june2010.pdf
pada tanggal 22 Mei 2012
3. Young N.S Aplastic Anaemia,
myelodisplasia, and related bone marrow
failures yndrome : indroduction. In : Longo
Fauci Kasper. Harrison principle of internal
medicine 18th edition. United states of
America .Mcgraw Hill.2012
4. Widjanarko A. Sudoyo, A. Salonder, H.
Anemia Aplastik. Dalam: Suyono, S.
WAspadji, S. Lesmana, L. Alwi. I. Setiati, S.
Sundari, H.dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta: Internal
Publishing: 2010. Hal 1117-1126
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

2. Anemia Defisiensi Besi


NAMA PENYAKIT Anemia Defisiensi Besi (D50.0)
DEFINISI Golongan anemia hipoproliferatif yang
disebabkan karena kelainan metabolisme besi
ANAMNESIS - Lemah dan lelah
- Sakit kepala
- Light-headedness
- Kesemutan
- Rambut rontok
- Rest less leg
- Gejala angina pectoris pada kasus berat
- Gejala khas : glositis, disfagia, pica,
koilonychias (spoon nail)
PEMERIKSAAN FISIK - Lemah dan pucat
- Takikardi
- Glositis (lidah berwarna merah dengan
permukaan licin)
- Stomatitis
- Angular cheilitis
- Koilonichia
- Perdarahan dan eksudat pada retina (anemia
berat)
- Splenomegali
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Darah Perifer Lengkap
- Morfologi eritrosit
- Sediaan darah tepi
- Besi serum
- Aspirasi sumsum tulang
KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Laboratorium :
Anemia hipokrom mikrositer
MCV ↓, MCH ↓, MCHC ↓, jumlah retikulosit
normal atau sedikit ↑, Fe serum ↓, TIBC ↑,
saturasi transferin < 16 % , Kadar feritin serum <
10-12%
FEP ↑ > 100 µg/dl
Sideroblast menurun atau negatif
Dengan pemberian preparat FE  Hb meningkat
DIAGNOSIS KERJA Anemia defisiensi besi
DIAGNOSIS BANDING - Thalasemia
- Anemia Sideroblastik
- Anemia Penyakit kronik
- Keracunan logam berat
TERAPI - Sulfas ferrosus 3 x 200 mg (200 mg
mengandung 66 mg besi elemental)
- Menjelaskan mengenai perjalanan penyakit
dan tatalaksananya
- Menjelaskan efek samping obat, berupa mual,
muntah, heartburn, konstipasi, diare, serta
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
BAB kehitaman
- Menganjurkan konsumsi makanan tinggi zat
besi
- Mencegah terjadinya infeksi dan perdarahan
PROGNOSIS - Prognosis akan baik dengan penanganan
penyebabnya
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan Sp.PD.,KHOM.,FINASIM
2. dr. M. Fuad Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Killip S. Iron Deficiency Anemia. American
Academy of Family Physicians.VoIume 75.
Number 5. 2007. Diunduh dari
www.aafp.org/aip pada tanggal 23 Mei 2012.
2. Adomson J. Iron deficiency and other
hypoproliferative anemias. ln:Longo DL.
Kasper DL. Jameson DL. Fauci AS. Hauser
SL. Loscalzo J. editors. Harrison's Principals
oi Internal Medicine I8‗ ed. Mc Grow Hill.
Chapter 98
3. Beutler E. Disorders of iron metabolism.
In:Lichtman M. Beutler E. Kipps T. editors.
Williams Hematology 7'" ed. tvlc Grow Hill.
Chapter 40
4. Bakta I. Suega B. Charmayuda T. Anemia
defisiensi besi. Dalam: Suyono. S. Waspadji.
S. Lesmana.L. Alwi. I. Setiati. S. Sundoru. H.
dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi V. Jakarta: Inferno Publishing; 20lO.
Hal.I I27-I I40.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3. Anemia Hemolitik
NAMA PENYAKIT Anemia Hemolitik (D58.9 89)
DEFINISI Anemia yang terjadi karena destruksi atau
pembuangan sel darah merah dari sirkulasi
sebelum waktunya, yaitu 120 hari yang
merupakan masa hidup sel darah merah normal
ANAMNESIS - Mudah lelah
- Mudah mengantuk
- Sesak nafas
- Riwayat pemakaian obat sebelumnya
- Cepatnya berlangsung gejala
- Riwayat sakit sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK - Pucat
- Ikterik
- Splenomegali
- Hepatomegali
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Bilirubin Indirect
- Reticulosit
- LDH
- Serum Haptoglobulin
- Direct Antiglobulin Test
- Coomb test
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Tanda anemia hemolitik didapat (gejala
klinik, anemia normokrom normositer,
hemolisis ekstravaskkuler, kompensasi sum-
sum tulang-lihat pada topik peneriksaan
laboratorium).
2. Tes antiglobulin direk (Coombs) positif.
Hanya sebagian kecil penderita menunjukan
hasil negatif. Jika gambaran klinik menjurus
ke arah AHA tipe panas, tetapi tes Coombs
negatif maka terapi ex Juvantivus dengan
obat imunosupresif dengan pengawasan ketat
dapat dipertimbangkan.
DIAGNOSIS KERJA Anemia Hemoitik Autoimun
DIAGNOSIS BANDING - Sferositosis herediter
- ZieveSyndrom
- Sepsis karena Clostridium
- Anemia hemolitik yang mengawalipenyakit
Wilson
TERAPI - Obati penyakit dasar
- Kortikosteroid
- Obat imunosupresif : azathioprim atau
siklofosfamid
- Splenektomi
- Tranfusi dipertimbangkan hanya jika
terdapat anemia berat yang mengancam
fungsi jantung
- Dalamkeadaan gawat dapat dipertimbangkan
pemberian hyperimmune globulin
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
EDUKASI - Menjelaskan mengenai penyakitnya,
kemungkinan keluhan yang muncul, dan
pengobatannya
- Mencegah terjadinya infeksi, dengan pola
hidup bersih sehat, menghindari kontak
langsung dengan orang yang sakit, dan
dengan vaksinasi
PROGNOSIS - AHA warm antibodi idiopatik dapat relaps
dan remisi
- Tidak ada faktor yang dapat memprediksi
remisinya
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan Sp.PD.,KHOM.,FINASIM
2. dr. M. Fuad Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Dhaliwal G. Hemolytic Anemia. American
Family Physician. June l. 2004 I VOL. 69.
No. I l . Diunduh dari
http:Hwwwiy.aalp.arg!afp/200410601lp2599
.html pada tanggal 23 Mei 20l2.
2. Parjono E, Hariadi K. Anemia Hemolitik
Autoimun. .Dalam: Suyono. S. waspadji. S.
Lesmana. L.Alwi. l. Setiati. S. Sundoru. H.
dkk. Buku Ajar llmu PenyakitDalam. Jilid ll.
Edisi V. Jakarta: lnterna Publishing: 2010.
Hal.l 152-1156
3. Luzzato l_. Hemolytic Anemias and Anemia
Due to Acute Blood Loss. In: Longo Fauci
Kasper. Harrison's Principles at internal
Medicine l8"' edition.United States of
America. Mcgraw Hill. 2012
4. Packman C. Hemalytic Anemia Resulting
from Immune Injury .In :Lichtman M.
Beutler E. Kipps T. editors. Williams
Hematology 7" ed. McGraw Hill. Chapter 52
5. Neft A. Autoimmune Hemolytic Anemia. In:
Geer J. Foerster J. Luken J.
Wintrobe'sClinicalHematology i l" ed.
Lippincott Williams8-wilkins. Chapter 35.
6. 6.Lechner K. Jager U. How I treat
autoimmune hemolytic anemias in adults.
The American Society ot Hematology
BLOOD. l6 September 2010 Vol l lé. No ti.
Diunduhdari
bloodjournalhematologylibran/.org
padatanggal 23 Mei 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Anemia Penyakit Kronik
NAMA PENYAKIT Anemia Penyakit Kronik (D63.1)
DEFINISI Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik
tertentu yang khas ditandai oleh gangguan
metabolisme besi, yaitu adanya hipoferemia
sehingga menyebabkan berkurangnya penyediaan
besi yang dihubungkan untuk sintesis
hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang
masih cukup.
ANAMNESIS - Lemah dan lelah
- Sakit kepala
- Nafas pendek
PEMERIKSAAN FISIK - Pucat
- Tampak anemis
- Dapat ditemukan kelainan-kelainan sesuai
penyakit penyebab
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Darah perifer lengkap
- Serum besi
- Kadar sitokin
- Eritropoitin
- Hapusan darah tepi Aspirasi dan biopsi
sumsum tulang
KRITERIA DIAGNOSIS - Dijumpai anemia ringan sampai sedang pada
setting penyakit dasar yang sesuai
- Anemia hipokromik mikrositer ringan atau
normakromik normositer.
- Besi serum menurun disertai dengan TIBC
menurun dengan cadangan besi sumsum
tulang masih positif.
- Dengan menyingkirkan adanya gagal ginjal
kronik, penyakit hati kronik dan hipotiroid.
DIAGNOSIS KERJA Sesuai penyakit dasar
DIAGNOSIS BANDING - Supresi sumsum tulang karena obat : besi
serum meningkat, hitung retikulosit rendah
- Hemolisis karena obat : hitung retikulosit,
haptoglobin, bilirubin dan laktat
dehidrogenase meningkat
- Kehilangan darah kronik : serum besi
menurun, feritin serum menurun, trasferin
meningkat
- Gangguan ginjal
- Gangguan endokrin : hipotiroid, hipertiroid,
diabetes mellitus
- Metastasis sumsum tulang : poikilosit,
normoblast, tear drops shaped , sel myeloid
imatur
- Thalasemia minor
TERAPI Pengobatan penyakit dasar
EDUKASI - Menjelaskan mengenai penyebab terjadinya
anemia, kemungkinan keluhan yang muncul,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
dan pengobatannya
- Mencegah terjadinya infeksi
- Rutin kontrol kesehatan
PROGNOSIS - Prognosis buruk pada pasien dengan penyakit
keganasan, gagal ginjal kronik dan gagal
jantung kongestif
- Belum terbukti bahwa perbaikan anemia saja
akan meningkatkan prognosis
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan Sp.PD.,KHOM.,FINASIM
2. dr. M. Fuad Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Gans T. Anemia of Chronic Disease. in
:Lichtman M. Beutler E. Kipps T. editors.
Williams Hematology 7'" ed. McGraw Hill.
Chapter 43
2. Zarychanski R. Clinical paradigms Anemia of
Chronic disease: A harmful disorder or an
adaptive.CMAJ. 2008 August I2: I79{4]:
333-337. Diunduh dari
http:wwv.ncbi.nlm.nih.gov.pmc.articles PMC
2492976! Pada tanggal I9 Mei 2012.
3. Gardner LB. Benz Jr EJ. Anemia ot chronic
diseases. ln: Hoffman R. Benz EJ. Shattil SS.
et al..eds. Hematology: Basic Principles and
Practice. 5th ed. Philadelphia. Pa: Elsevier
Churchill Livingstone: 2008:chap 37.
4. Supandiman I. Fadjari H. Sukrisman L.
Anemia Pada PenyakitKronis. Dalam:
Suyono. S. Waspadji.S. llesmana. L. Alwi. l.
Setiati. S. Sundoru. H. dkk. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam. Jilid ll. Edisi V. Jakarta:
lnterna Publishing; 2010. Hal.I I38-I I 405.
5. Weiss G. Goodnough LT. Anemia of chronic
disease. N Engl J Med. 2005. 352: I01 l-I023.
Silver B. Anemia. Diunduhdari
https://www.cleveland_clinic_mededcomlme
dicalpubsl diseasemanagementlhematology-
oncology/anemia/ pada tanggal I9 Mei 201 2.
6. Adamson J. Iron Deficiency and Other
HypoproliferativeAnemias. In :Longo DL.
Kasper DL. Jameson DL. Fauci AS. Hauser
SL. Loscalzo J. editors. Harrison‗s Principals
of Internal Medicine 18"‗ ed. McGraw Hill.
Chapter 98
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
5. Diatesis Hemoragik
NAMA PENYAKIT Diatesis Hemoragik (D69.9)
DEFINISI Predisposisi hemostasis abnormal atau
kecenderungan perdarahan (bleeding tendency).
Faktor fisiologi terbagi 3 yaitu kelainan fungsi
atau jumlah trombosit, gangguan factor
koagulasi, dan kombinasi dari keduanya.
ANAMNESIS - Riwayat perdarahan spontan di masa lalu,
perdarahan di berbagai tempat (multiple site),
perdarahan terisolasi (hematuri, hematemesis,
hemoptisis)
- Riwayat perdarahan massif pasca operasi atau
trauma (immediate atau delayed) termasuk
sirkumsisi, tonsilektomi, melahirkan,
menstruasi, pencabutan gigi, vaksinasi dan
injeksi
- Riwayat penyakit komorbid (gagal ginjal,
infeksi HIV, penyakit mieloproliferatif,
penyakit jaringan ikat, limfoma, penyakit hati
- Riwayat tranfusi
- Riwayat kebiasaan makan, malabsorbsi dan
antibiotic : predisposisi defisiensi vitamin K
- Riwayat konsumsi obat seperti aspirin,
NSAIDs
- Riwayat koagulopati dalam keluarga
PEMERIKSAAN FISIK - Identifikasi tanda perdarahan (perdarahan
mukosa, ptekie, purpura, ekimosis/common
bruises, perdarahan jaringan lunak, saluran
cerna, epistaksis, hemoptisis)
- Tanda Infeksi
- Tanda penyakit autoimun
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Inisial : darah perifer lengkap, protrombine
time (PT), activated Partial Tromboplastin
Time (aPTT) dan morfologi darah tepi
- Skrining preoperative : bila riwayat
perdarahan negatif : darah perifer lengkap,
PT, aPTT, bleeding time (BT)
- Lainnya sesuai indikasi : Trombin time (TT),
factor koagulasi, fibrin degradation product
(FDP), agregasi trombosit, serologi virus (
Dengue, CMV, Epstein Barr virus, hepatitis
C, HIV, Rubella), serologi LES,
elektroforesis serum protein,
immunoglobulin, fungsi hati, defisiensi IgA
atau monoclonal gammopathies ( selektif),
tes coombs
KRITERIA DIAGNOSIS Diatesis Hemoragik
DIAGNOSIS KERJA Diatesis Hemoragik
DIAGNOSIS BANDING Sesuai Etiologi
EDUKASI - Menjelaskan mengenai penyakitnya,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
kemungkinan keluhan yang muncul, dan
pengobatannya
- Mencegah terjadinya infeksi
- Rutin kontrol kesehatan
Manajemen stres dan emosional
PROGNOSIS Tergantung etiologi dan respon terapi
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan Sp.PD.,KHOM.,FINASIM
2. dr. M. Fuad Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Dorland's Illustrated Medical Dictionary. 23'
= Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.
2007.
2. Baz R. Mekhail T. Bleeding Disorders. In 1
Carey W, Abelson A. Dweik R. et al. Current
Clinical Medicine. 2nd Edition. The
Cleveland Clinic Foundation. Philadelphia :
Elsevier. 2010.
3. Kaushansky K. Selighson U. Classification.
Clinical Manifestations. and Evaluation of
Disorders of Hemostasis: Overview. in :
Lichtman M, Beutler E. Selighson U. et
th
al. Williams Hematology. 7 Edition. New
York, McGraw-Hill. 2007.
4. McMillan R. Evaluation of the Patient With a
Possible Bleeding Disorder. In: Goldman.
Ausiello.Cecil Medicine. 23"" Edition.
Philadelphia. Saunders, Elsevier. 2008.
5. Konkle B. Disorders of Platelets and Vessel
Wall. In : Longo DL. Fauci AS. Kasper DL.
Hauser SL.Jameson JL. Loscalzo J.
Harrison‗s Principles oi Internal Medicine.
I8" Edition. New York, McGraw-Hill. 2012.
6. Escobar M, Roberts HR, White ll GC.
Hemophilia A and Hemophilia B. In 1
Lichtman M. Beutler E.Selighson U. el at.
Williams Hematology. 7th Edition. New
York, McGraw-Hill. 2007.
7. Abrams CS. Bennett JS, Shattil SJ. Acquired
Qualitative Platelets Disorders: Overview, In:
LichtmanM, Beutler E, Selighson U. et al.
Williams Hematology. 7th Edition. New
York. McGraw Hill. 2007.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
7. Koagulasi Intravaskular Disseminata
NAMA PENYAKIT Koagulasi Intravaskular Disseminata (D65)
DEFINISI Sindrom klinik patologis yang ditandai dengan
pembentukan fibrin intravaskular yang menyebar
akibat aktivitas protease darah berlebihan yang
mengganggu mekanisme antikoagulan alami
ANAMNESIS - Sepsis
- Trauma dan jejasjaringan
- Gangguan vaskular
- Komplikasi obstetri
- Keganasan
- Gangguan imunologik
- Obat-obatan
- Toksin atau racun
- Penyakit hati
PEMERIKSAAN FISIK Sesuai etiologi
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Laboratorium : hitung trombosit, fibrinogen,
marker terkait fibrin, PT, aPTT,Trombin
Time (TT), antitrombin III, D-dimer
- Morfologi darah tepi
KRITERIA DIAGNOSIS - Scoring DIC (Trombosit, PT, fibrinogen, D-
dimer)
DIAGNOSIS KERJA Koagulasi intravaskular diseminata
DIAGNOSIS BANDING - Fibrinolisis primer
- Penyakit hati berat
- Kelainan mikroangiopati
TERAPI Suportif
- Memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik
- Memperbaiki dan menstabilkan tekanan
darah
- Membebaskan jalan nafas
- Memperbaiki dan menstabilkan
keseimbangan asam basa.
- Memperbaiki dan menstabilkan
keseimbangan elektrolit
Mengobati penyakit primer
Menghambat proses patologis
Antikoagulan
- Low molekuler weight heparin (LMNH),
Fondaparinux, Enoxaparin
- Heparin intravena: bolus heparin 5000 unit
lanjut drip heparin 10.000 unit dalam 50 cc
D5% mulai 5 cc /jam, evaluasi aPTT tiap 6
jam dengan target 1,5-2,5 x control

Nilai aPTT Dosis heparin


<35 detik Naikkan 2 cc/jam
35-45 detik Naikkan 1cc/jam
46-70 detik Dosis tetap
71-90 detik Turunkan 1 cc/jam
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
>90 detik Stop heparin 6 jam

Transfusi sesuai komponen darah sesuai indikasi


(PRC, TC, FFP, kriopresipitat)
EDUKASI - Menjelaskan mengenai penyakitnya,
penyebab, komplikasi dan tatalaksananya
- Menghindari terjadinya infeksi
PROGNOSIS - Tergantung penyebab dan respon terhadap
terapi
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan Sp.PD.,KHOM.,FINASIM
2. dr. M. Fuad Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. I. Arruda v. High KA. Coagulation Disorders.
In : Longo DL. Fauci AS. Kasper DL. Hauser
SL. Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine. I8th Edition.
New York. McGraw~Hill_ 2012.
2. Schater Al. Hemorrhagic Disorders :
Disseminated lntravascular Coagulation.
Liver Failure. And vitamin K Deficiency. In:
Goldman. Ausiello. Cecil Medicine. 23rd
Edition. Philadelphia. Saunders.Elsevier.
2008.
3. Levi M. toh CH. ihachil J. Watson HG.
Guidelines for the diagnosis and management
disseminated intravascular coagulation.
British Journal otHaematology 2009:I 45:24-
33
4. Sukrisman L.
KoagulasiintravaskularDiseminata. Dalam
:Sudoyo A. Setiyohadi B. Alwi I. et al. Buku
Ajar llmuPenyakitDalam. Edisi V. Jilid II.
2009.
5. Vincent JL. Bernard GR. Beale R. et al.
Drotrecogin alto {activated} treatment in
severe sepsis from the global open-label trial
ENHANCE: further evidence for survival and
safety and implicationstor early treatment.
Crit Care Med. 2005;153:2266-2277.
6. Levi M. Selighson U. Disseminated
lntravasculor Coagulation. In: Kaushansky
K. Lichtman M. Beutler
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
8. Leukemia Limfoblastik Akut
NAMA PENYAKIT Leukemia Limfoblastik Akut (C95.0)
DEFINISI Keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid
dapat terjadi pada limfosit T maupun limfosit B
ANAMNESIS - Gejala anemia : lemas, pucat, pusing, sesak
nafas, gagal jantung, berkunang- kunang
- Tanda tanda infeksi : sering demam
- Akibat trombositopenia : perdarahan
(menstruasi lama, epistaksis, perdarahan gusi,
perdarahan di bawah kulit, hematuria, buang
air besar campur darah, muntah darah
PEMERIKSAAN FISIK - Pucat
- Demam
- Pembesaran kelenjar getah bening superfisial
- Organomegali
- Ptekie, purpura, ekimosis
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Laboratorium : darah tepi, LDH, asam urat,
fungsi ginjal, fungsi hati, serologi virus
(hepatitis, HSV, EBV, CMV)
- Sitologi aspirasi sumsum tulang
- Pengecatan sitokimia,
- Sitogenetik
KRITERIA DIAGNOSIS - Klinis: anemia, perdarahan, infeksi, tanda-
tanda hiperkatabolik, organomegali
- Sumsum tulang: hiperseluler dengan seri
limfoblast yang sangat banyak, hitung jenis
sel blast dan atau progranulosit >30%
- Pewarnaan asam fosfase positif pada limfosit
T dan pewarnaan periodic acid schiff (PAS)
positif pada limfosit B
DIAGNOSIS KERJA Leukimia Limfoblastik Akut
DIAGNOSIS BANDING - Leukemia limfositikkronik
- Hairy cell leukemia
- Limfoma
- Atipical lymfositosis of mononucleus
- Pertusis
TERAPI Kemoterapi:
1. induksi remisi: vincristine predniso, L
asparaginase, daunorubicin
2. konsolidasi: pemberian regimen non cross
resistant terhadap regimen induksi remisi
3. maintenance: 6 mercaptopurine dan
methotrexate
4. pencegahan leukemia susunan saraf pusat
(SSP): kombinasi kemoterapi intratekal,
radiasi kranial, dan obat sitostatika dengan
bioavailabilitas SSP yang tinggi
(methotrexate dosis tinggi dan cytarabine
dosis tinggi)
EDUKASI - Aktivitas di tempat tidur untuk resiko
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
perdarahan tinggi
- Menghindari perdarahan dari trauma fisik
pada gusi, hidung dan anggota tubuh lainnya.
- Menghindari makan makanan padat dan keras
PROGNOSIS Ad vitam: dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanam: dubia ad malam
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Kurnianda, Johan. Leukemia mieloblastik
akut. Dalam Sudoyo. Aru W. Selyohadi.
Bambang. Alwi.Idrus. Simadibrata.
Marcellus. Setiati. Siti. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam. Jilid ll. Edisi V. Jakarta:
Balai Penerbit FKUl:2009.p. 1234-40.
2. S. Jameson .l. Loscalzo J. editors. Harrison‗s
principles of intemal medicine. l8"‗ ed.
United Slates of America; The McGraw-Hill
Companies. 2011
3. General approach to anemia. Dalam :
McPhee. Stephen J. Papadakis. Maxine A.
Current Medical Diagnosis and Treolmenl.
The McGraw Hills Companies. 201l
4. Fianza. Panjilrani. Leukemia limloblastik
akut. Dalam :Sudoyo, Aru W. Setyohadi.
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata.
Marcellus. Setiati. Sill. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Departemen llmu
Penyakit Dalam FKUI-RSCM ;2009.
Halaman I266-I 275.
5. Rothi Linda W.A. Leukemia Limfositik
Kronik. Dalam :Sudoyo. Aru W. Setyohacli.
Bambang. Alwi.Idrus. Simadibrata.
Marcellus. Setiaii. Sill. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Departemen llmu
Penyakit Dalam FKUI—RSCM : 2009.
Halaman 12764-82
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
9. Leukemia Limfoblastik Kronik
NAMA PENYAKIT Leukemia limfoblastik kronik (c95.1)
DEFINISIS Keganasan hematologi yang ditandai oleh
proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B
neoplastik dalam darah, sumsum tulang,
limfonodi, limpa, hati dan organ organ lain
ANAMNESIS - Hilangnya nafsu makan
- Menurunnya kemampuan latihan / olahraga
- Demam
- Keringat malam
- Dapat juga tanpa gejala
PEMERIKSAAN FISIK - Limfadenopati terlokalisir atau generalisata
- Hepatosplenomegali
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Hapus darah tepi
- Imunofenotip
- Sumsum tulang
- Sitogenetik
KRITERIA DIAGNOSIS - Limfositosis >5 x 109/L di mana < 50% sel-
sel atipik.
- Antigen diferensiasi spesifik B-cell (CD 19,
CD 20, dan CD 23) dan CD 5+, tanpa
penanda pan–T-cell lain
- Sel dengan kappa atau lambda light chain
- low-density surface Ig.
- Sumsum tulang dengan >30% limfosit
DIAGNOSIS KERJA Leukemia Limfoblastik Kronik
DIAGNOSIS BANDING - Pertusis
- Hairy cell leukemia
- Mantle cell limfoma
- Leukemia limfoplasmasitik
- Leukemia sel T kronik
TERAPI A. Terapi induksi remisi
- Prednison
- Vinkristin
- Daunorubisin
- L-asparginase
B. Transplantasi sumsum tulang
EDUKASI - Aktivitas di tempat tidur untuk resiko
perdarahan tinggi
- Menghindari perdarahan dari trauma fisik
pada gusi, hidung dan anggota tubuh lainnya.
- Menghindari makan makanan padat dan keras
PROGNOSIS Tergantung stadium
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Kurnianda, Johan. Leukemia
mieloblastikakut. DalamSudoyo. Aru W.
Selyohadi. Bambang. Alwi.Idrus.
Simadibrata. Marcellus. Setiati. Siti. Buku
Ajar llmuPenyakitDalam. Jilid ll. |_Ealisi V.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Jakarta
:BalaiPenerbit FKUl:2009.p. 1234-40.
2. Acute and chronic myeloicl leukemia. Dalam
:Fauci A. Kasper D. Longo D. Braunwald E.
HauserS. Jameson .l. Loscalzo J. editors.
Harrison‗s principles of intemal medicine.
l8"‗ ed. United Slates
of America; The McGraw-Hill Companies.
2011
3. General approach to anemia. Dalam :
McPhee. Stephen J. Papadakis. Maxine A.
Current Medical Diagnosis and Treolmenl.
The McGraw Hills Companies. 2011
4. The acute Leukemia. Dalam :Ausiello.
Goldman. Cecil Medicine 23'― edition.
Saunders :Philodhelphia. 2007.
5. Fianza. Panjilrani. Leukemia
limloblasyikakut. Dalam :Sudoyo, Aru W.
Setyohadi. Bambang. Alwi,
Idrus. Simadibrata. Marcellus. Setiati. Sill.
BukuaiarllmuPenyakilDalamEdisi V. Jakarta:
Pusat
lnformasldanPenerbitanDepartemenllmuPeny
akilDalam FKUI-RSCM ;2009. Halaman
I266-I 275.
6. Rethi. Linda W.A. Leukemia
LimfositikKronik. Dalam :Sudoyo. Aru W.
Setyohacli. Bambang. Alwi.
Idrus. Simadibrata. Marcellus. Setiaii. Sill.
Buku ajar llmuPenyakitDalamEdisi V.
Jakarta:
PusatlnformasidanPenerbitanDepartemenllmu
PenyakitDalam FKUI—RSCM : 2009.
Halaman 1276432.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
10. Leukemia Mieloblastik Akut
NAMA PENYAKIT Leukemia Mieloblastik Akut (C92.0)
DEFINISI Penyakit yang ditandai dengan transformasi
neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel
progenitor dari sel mieloid
ANAMNESIS - Mudah lelah
- Gusi berdarah
- Mimisan
- Anoreksia
- Berat badan turun
PEMERIKSAAN FISIK - Petekie atau purpura yang biasanya terdapat
pada ektremitas bawah
- Tanda- tanda infeksi tenggorokan , paru-paru,
kulit, daerah perirektal
- Demam, gangguan kesadaran, sesak nafas,
nyeri dada dan priapismus
- Hepatomegali dan splenomegali
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Pemeriksaan morfologi sel : tampak sel blast,
banyak granul, auer rods (eosinofil batang
seperti inklusi)
- Pengecatan sitokimia (sudan black dan
mieloperoksidase)
- Imunofenotif : CD13 dan CD33, CD 41
berkaitan dengan M7
KRITERIA DIAGNOSIS - Klinis: anemia, perdarahan, infeksi, tanda-
tanda hiperkatabolik, organomegali
- Laboratorium: anemia, trombositopenia ,
leukositosis
- Gambaran darah tepi: sel muda mieloblas
lebih dari 5%
- Pemeriksaan sumsum tulang
DIAGNOSIS KERJA Leukimia Mieloid Kronik
DIAGNOSIS BANDING - Leukimia Limfoblastik Kronik
- Leukemia MieloblastikKronik
- Sindromdismielipoitik
TERAPI 1. Kemoterapi:
- induksi remisi: Daunorubicin & Ara-C (
Three plus seven regimen), High Dose Ara-C
( HIDAC)
- konsolidasi: High Dose Ara-C ( HIDAC)
2. Transplantasi sumsum tulang
EDUKASI - Aktivitas di tempat tidur untuk resiko
perdarahan tinggi
- Menghindari perdarahan dari trauma fisik
pada gusi, hidung dan anggota tubuh lainnya.
- Menghindari makan makanan padat dan keras
PROGNOSIS - Sekitar 80-90 % pasien di bawah 60 tahun
dan 50-60 % pasien usia lanjut mengalami
remisi komplit dengan terapi sitarabin dan
daunorubisin yang diberikan obat tunggal
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Bila diberikan sebagai kombinasi remisi
komplit dicapai oleh lebih dari 60 % pasien
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Kurnianda, Johan. Leukemia mieloblastik
akut. dalam Sudoyo. Aru W. Selyohadi.
Bambang. Alwi.Idrus. Simadibrata.
Marcellus. Setiati. Siti. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam. Jilid ll. Ealisi V. Jakarta
Balai Penerbit FKUI: 2009.p. 1234-40.
2. Acute and chronic myeloid leukemia. Dalam
:Fauci A. Kasper D. Longo D. Braunwald E.
HauserS. Jameson .l. Loscalzo J. editors.
Harrison‗s principles of intemal medicine.
l8"‗ ed. United Statesof America; The
McGraw-Hill Companies. 201 I.
3. General approach to anemia. Dalam :
McPhee. Stephen J. Papadakis. Maxine A.
Current Medical Diagnosis and Treolmenl.
The McGraw Hills Companies. 2011
4. The acute Leukemia. Dalam :Ausiello.
Goldman. Cecil Medicine 23 edition.
Saunders :Philodhelphia. 2007.
5. Fianza. Panjilrani. Leukemia limloblastik
Akut. Dalam :Sudoyo, Aru W. Setyohadi.
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata.
Marcellus. Setiati. Sill. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Departemen llmu
Penyakit Dalam FKUI-RSCM ;2009.
Halaman I266-I 275.
6. Roth/. Linda W.A. Leukemia Limfositik
Kronik. Dalam :Sudoyo. Aru W. Setyohadi.
Bambang. Alwi.
7. Idrus. Simadibrata. Marcellus. Setiaii. Sill.
Buku ajar llmu Penyakit Dalam Edisi V.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan
Departemen llmu Penyakit Dalam FKUI—
RSCM : 2009. Halaman 12764-82
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
11. Leukemia Mieloblastik Kronik
NAMA PENYAKIT Leukemia Mieloblastik Kronik (C92.1)
DEFINISI Gangguan mieloproliperatif dari primitif
hemopoetik stem cell yang dikarakteristikkan
dengan produksi berlebihan sel seri myeloid
ANAMNESIS - Fatigue
- Malaise
- Berat badan menurun
- Demam
- Nyeri kuadran kiri atas
PEMERIKSAAN FISIK - Splenomegali
- Hepatomegali
- Limfadenopati
- Perdarahan
- Dapat ditemukan artritis gout
- Tanda leukositosis berat seperti infark
miokard, vasooclusive disease,
cerebrovascular accident, thrombosis vena,
gangguan penglihatan, insufisiensi pulmonal,
tanda-tanda infeksi
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Darah rutin dan diftel
- Leukosit alkaline fosfatase (LAP)
- Serum vitamin B12,
- Laktat dehidrogenase,
- asam urat
- lisosim
- Pemeriksaan sumsum tulang
- Sitogenetik
KRITERIA DIAGNOSIS - Leukositosis berat 20.000 – 100.000/mm3
- Apusan darah tepi : spektrum lengkap seri
granulosit mulai dari mieloblast sampai
netrofil, metamielosit, promielosit dan
mieloblast, sel blast kurang dari 5%.
- Sumsum tulang : Hiperseluler dengan sistem
granulosit dominan. Sel blast kurang dari
30%. Megakariosit pada fase kronik normal
atau meningkat.
- Sitogenetik : Philadelfia chromosome
- PCR : chimeric protein bcr – abl
DIAGNOSIS KERJA Leukimia Mieloblastik kronik
DIAGNOSIS BANDING Polisitemia rubravera
TERAPI - Busulphan (myleran) dosis 0,1-0,2
mg/kgBB/hari
- Hydroxiurea dosis mulai 500 mg sampai
2000 mg
- Interferon alfa
- Imatinib mesylate (glyvec) dosis 400 mg/hari
- Transplantasi sumsum tulang
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
EDUKASI - Aktivitas di tempat tidur untuk resiko
perdarahan tinggi
- Menghindari perdarahan dari trauma fisik
pada gusi, hidung dan anggota tubuh lainnya.
- Menghindari makan makanan padat dan keras
PROGNOSIS Dengan terapi imatinib, perkiraan angka bertahan
5 tahun, 90 % , dengan allogenic stem sell
transplantation angka kesembuhan 40-80 % pada
pasien dalam fase kronik dari LMK
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. I. Kurnianda, Johan. Leukemia mieloblastik
akut. Dalam Sudoyo. Aru W. Selyohadi.
Bambang. AlwiIdrus. Simadibrata.
Marcellus. Setiati. Siti. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam. Jilid ll. |_Edlisi V.
Jakarta:Balai Penerbit FKUl:2009.p. 1234-40.
2. Acute and chronic myeloid leukemia. Dalam
:Fauci A. Kasper D. Longo D. Braunwald E.
HauserS. Jameson .l. Loscalzo J. editors.
Harrison‗s principles of intemal medicine.
l8"‗ ed. United Slatesof America; The
McGraw-Hill Companies. 2011
3. General approach to anemia. Dalam :
McPhee. Stephen J. Papadakis. Maxine A.
CurrentMedical Diagnosis and Treolmenl.
The McGraw Hills Companies. 2011
4. The acute Leukemia. Dalam :Ausiello.
Goldman. Cecil Medicine 23 edition.
Saunders :Philodhelphia. 2007.
5. Fianza. Panjilrani. Leukemia limloblastik
akut. Dalam :Sudoyo, Aru W. Setyohadi.
Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata.
Marcellus. Setiati. Sill. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Departemen llmu
Penyakit Dalam FKUI-RSCM ;2009.
Halaman I266-I 275.
6. Rothi. Linda W.A. Leukemia Limfositik
Kronik. Dalam :Sudoyo. Aru W. Setyohadi.
Bambang. Alwi.Idrus. Simadibrata.
Marcellus. Setiati. Sill. Buku ajar llmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Departemen llmu
Penyakit Dalam FKUI—RSCM : 2009.
Halaman 1276432.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

12. Trombositopenia Imun Purpura


NAMA PENYAKIT Trombositopenia Imun Purpura (D69.3)
DEFINISI Kelainan autoimun di mana terjadi destruksi
imunologis trombosit yang seringkali menjadi
respon dari stimulus yang tidak diketahui
ANAMNESIS - Gejala perdarahan terisolasi yang konsisten
dengan trombositopenia tanpa gejala
konstitusional (penurunan berat badan
signifikan, keringat malam, nyeri tulang)
- Pada kasus akut perlu ditanyakan riwayat
infeksi yang mengawali seperti rubeola,
rubella, atau infeksi saluran pernafasan akut
- Pada kasus kronis perlu ditanyakan riwayat
epistaksis berulang, menometrorragia, infeksi
hepatitis C , HIV, penyakit autoimun (SLE)
PEMERIKSAAN FISIK - Perdarahan mukokutaneus (ptekia, purpura,
ekimosis) pada mucosa oral (gum bleeding),
saluran cerna
- Tanda infeksi
- Tanda penyakit autoimun
- Jarang ditemukan hepatosplenomegali,
limfadenopati, tidak ditemukan jaundice atau
stigmata kelainan kongenital
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Darah perifer lengkap dan morfologi darah
tepi
- serologi virus (dengue, CMV, Epsteinbarr
virus, hepatitis C , HIV, rubella)
- Serologi LES
- Elektroforesis serum protein
- Immunoglobulin
- Fungsi hati
- IG A
- Tes coombs
- Fungsi sumsum tulang
KRITERIA DIAGNOSIS - Hitung trombosit <150.000 µl dengan tidak
dijumpai sitopenia lainnya, pemeriksaan
morfologi darah tepi dapat dijumpai
trombosit muda yang berukuran lebih besar.
- Sumsum tulang: megakariosit normal atau
meningkat
DIAGNOSIS KERJA ITP
DIAGNOSIS BANDING - ITP like syndrome pada penderita HIV atau
hepatitis C
- ITP sekunder imbas obat
- Hipogamaglobulinemia
TERAPI  Terapi supportif:
 Membatasi aktivitas yang berisiko trauma
 Menghindari obat-obat yang mengganggu
fungsi trombosit
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Transfusi PRC sesuai kebutuhan
 Transfusi trombosit bila: Perdarahan
masif, adanya ancaman perdarahan
otak/SSP, Persiapan untuk operasi besar
 Tranfusi trombosit:
 Trombosit <10.000/µl
 Trombosit <20.000/µl dengan perdarahan
mukosa
 Steroid
 prednison 1-2 mg/kgBB/hari
 Splenektomi
 Pilihan terapi yang lain
 Obat-obatan imunosupresan
(siklofosfamid, azatrioprin, vinkristin)
 Preparat androgen (denazol)
 Exchange plasmapharesis pada pasien
dengan keadaan sakit berat
 Hormonal anovulatoir
EDUKASI - Aktivitas di tempat tidur untuk resiko
perdarahan tinggi
- Menghindari perdarahan dari trauma fisik
pada gusi, hidung dan anggota tubuh lainnya.
- Menghindari makan makanan padat dan keras
PROGNOSIS Prognosis pada dewasa baik, sebagian besar
pasien memiliki hitung trombosit aman pasca
terapi
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Neunert C. Lim W, Crowther M. et al. The
American Society of Hematology 201 i
evidence-based practice guideline for
immune thrombocytopenia. Blood 201 i ;iI 7:
4i 90-4207.
2. Rodeghiero F. Stosi R. Gernsheimer T. et al.
Standardization of terminology. definitions
and outcomecriteria in immune
thrombocytopenic purpuraofadults and
children: report from an international
working group. Blood. 2009:] l3[l ll:23B6-
2393.
3. Konkle B. Disorders ot Platelets and vessel
Wall. In : Longo DL. Fauci AS. Kasper DL.
Hauser SL.Jameson JL. Loscalzo J.
Harrison's Principles of Internal Medicine.
18*‗ Edition. New York. McGraw-Hill. 2012.
4. McMillan R. Hemonhogic Disorders:
Abnormalities of Piotelet and vascular
Function. In: Goldman.Ausiello. Cecil
Medicine. 23― Edition. Philadelphia.
Saunders. Elsevier. 2008.
5. Pulwanto I. Trombositopenio Purpura lmun.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Dalam :Sudoyo A. Setiyohadi B. Alwi l. et al.
Buku Ajar llmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jilid ll. 2009. Hal l l65-73.
6. Baz R. Mekhail T. Disorder of Platelet
Function and Number. In : Carey W. Abelson
A. Dweik R.et al. Current Clinical Medicine.
2nd Edition. The Cleveland Clinic
Foundation. Philadelpia
7. Cines DB. Bussel JB.How I treat Idiopathic
Trombocytopenia purpura. Blood .2005; I 06:
22445‘B. Vianelli N. Valdre L. Fiacchini M.
et al. Long-term follow-up of idiopathic
thrombocytopenic purpura in 310 patients.
Haematologica. 2001;86:504-509.
8. Cohen YC. Diulbegovic B. Shomai-Lubovitz
O. Mozes B. The bleeding risk and natural
history ofidiopathic thrombocytopenic
purpura in patients with persistent low
platelet counts. Arch lntemMed. 2000:I 60: I
6304 638. [Abstrak]
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
13. Limfoma Hodgkin
NAMA PENYAKIT Limfoma Hodgkin (C81)
DEFINISI Keganasan limforetikuler yaitu limfoma
malignum di mana secara histopatologis
ditemukan sel reed sternberg
ANAMNESIS - Demam
- Berkeringat malam hari
- Penurunan berat badan
- Lemah badan
- Pruritus
- Pembesaran kelenjar getah bening yang tidak
nyeri
- Nyeri abdomen dan nyeri tulang
PEMERIKSAAN FISIK - Limfadenopati dengan konsistensi rubbery
dan tidak nyeri
- Hepatosplenomegali
- Neuropati
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Darah rutin
- Diftel
- LED
- Cytrometri
- Fungsi ginjal
- Elektrolit
- Biopsy sumsum tulang
- CT scan
KRITERIA DIAGNOSIS Pemeriksaan biopsi tumor sesuai dengan limfoma
Hodgkin (reed sternberg cell)
DIAGNOSIS KERJA Limfoma Hodgkin
DIAGNOSIS BANDING - Limfoma non Hodgkin
- Limfadenitis
- Tuberkulosis
- Toksoplasmosis
- Filariasis
- Tumor padat yang lain
TERAPI Kemoterapi (ABVD)
Radioterapi paliatif
EDUKASI - Menjaga asupan makanan tinggi gizi dan
kalori
- Menghindari sumber infeksi dan kebersihan
tubuh
PROGNOSIS Tergantung faktor resiko
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Reksoaipwro. AH. lrawan C. Limfoma non
Hodgkin. ln: Sudoyo. Aru W. Setyohacli,
Bambang.Alwi. Idrus. Simadibrata,
Marcellus. Setiati, Sill. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam. Jilid ll. Edisi V. Jakarta:
Balai Penerbit FKUl:2009.p. T251 -61.
2. Mallgnanciesoi, Limphoid cells. Dalam :
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Fauci A. Kasper D. Longo D. Braunwald E.
Hauser S.Jameson J. Loscalzo J eaitors.
Harrison's Principles of Internal Medicine.
l8"' ed. United Slates ofAmerica: The
MCGrcw-Hill Companies. 2011
3. Hsla CC. Howsonuan K, Rizkalla KS.
Hodgkin lymphoma with cutaneous
involvement. Dermatol Online J. May l5
200911 515:5. (Medline).
4. Abdulmuthalib. Limfoma non-Hodgkin. In:
Simadibrata M. Setiati S. Alwi I. Oemardi M.
Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman
Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat informasi dan
Penerbitan Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI-RSCM: I999. p. l l3~4.
5. Blood Disorder. Dalam :Mcphee. Stephen J.
Papadakis, Maxine A. Curret Medical
Diagnosis and Threatment. The MacGraw
Hill Companies. 201l Celiqny P. Solal. Et all.
Follicular Lymphoma International
Prognostic Index. Blood 2004Sep l; l04l5:
l258-65. Epuo 2004 May 4. Diunduh pada
:http:,I,/www.ncbi.nlm.nih.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
14. Limfoma Non Hodgkin
NAMA PENYAKIT Limfoma Non Hodgkin (C85.9)
DEFINISI Kelompok keganasan primer limfosit yang dapat
berasal dari limfosit B, limfosit T, dan kadang
berasal dari sel NK (Natural Killer)
ANAMNESIS - Pembesaran kelenjar getah bening dan
malaise umum : berat badan menurun 10 %
dalam waktu 6 bulan , demam tinggi 38 C
dalam waktu 1 minggu tanpa sebab, keringat
malam
- Keluhan anemia
- Keluhan organ
- Penggunaan obat (difantoin)
- Penyakit infeksi (toksoplasma,
mononukleosus, tuberkulosis luas) dll
PEMERIKSAAN FISIK - Limfadenopati yang sangat besar dan cepat
berkembang
- Hepatomegali
- Splenomegali
- Massa abdomen yang besar
- Massa testikular
- Lesi kulit
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Darah lengkap,
- MDT,
- urinalisa,
- fungsi hati,
- alkali fosfatase,
- KGD,
- elektrolit,
- Serum protein elektroforese (SPE),
- Tes HIV,
- Comb test,
- Mikroglobulin,
- Biopsi sumsum tulang
- Biopsi tumor
KRITERIA DIAGNOSIS Pemeriksaan biopsi tumor sesuai dengan limfoma
non Hodgkin (LNH)
DIAGNOSIS KERJA Limfoma Non Hodgkin
DIAGNOSIS BANDING - Limfoma Hodgkin
- Limfadenitis
- Tuberkulosis
- Toksoplasmosis
- Filariasis
- Tumor padat yang lain
TERAPI  Kemoterapi
 Doxorubicin
 Vincristin
 Siklofosfamid
 Prednison
 Rituximab
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Ifosfamid
 Carboplatin
 Etoposide
 Radioterapi paliatif
EDUKASI - Menjaga asupan makanan tinggi gizi dan
kalori
- Menghindari sumber infeksi dan kebersihan
tubuh
PROGNOSIS Bergantung derajat keganasan, stadium penyakit,
bulky mass, keadaan umum pasien dan ada
tidaknya gangguan organ yang mempengaruhi
pengobatan.
 Derajat keganasan rendah: tidak dapat sembuh
namun dapat hidup lama
 Derajat keganasan menengah: sebagian dapat
disembuhkan
 Derajat keganasan tinggi: dapat disembuhkan,
mortalitas tinggi apabila tidak diobati
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Reksoaipwro. AH. lrawan C. Limfoma non
Hodgkin. ln: Sudoyo. Aru W. Setyohacli,
Bambang.Alwi. Idrus. Simadibrata,
Marcellus. Setiati, Sill. Buku Ajar
llmuPenyakitDalam. Jilid ll.
EdisiV.Jakarta:BalaiPenerbit FKUl:2009.p.
T251 -61.
2. MallgnanciesoiLimphoid cells. Dalam
:FauciA. Kasper D. Longo D. Braunwald E.
Hauser S.Jameson J. Loscalzo J eaitors.
Harrison's principles of internal medicine. l8"'
ed. United Slates ofAmerica: The MCGrcw-
Hill Companies. 20l l
3. Hsla CC. Howsonuan K, Rizkalla KS.
Hodgkin lymphoma with cutaneous
involvement. DermatolOnline J. May l5
200911 5i5}:5. {Med|ine].
4. Abdulmuthalib. Limfoma non-Hodgkin. In:
Simadibrata M. Setiati S. Alwi I. Oemardi M.
GaniRA,Mansjoer A, editors. Pedoman
diagnosis danterapi di
bidangilmupenyakitdalam.
Jakarta:Pusatinformasi clan
PenerbitanDepartemenllmuPenyakitDalam
FKUI-RSCM: I999. p. l l3~4.
5. Blood Disorder. Dalam :Mcphee. Stephen J.
Papadakis, Maxine A. Curret Medical
Diagnosis and Treatment. The MacGraw Hill
Companies. 201 l
6. Celiqny P. Solal. Et all. Follicular lymphoma
international prognostic index. Blood 2004
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
7. Sep l;l04l5]:l258-65. Epuo 2004 May 4.
Diunduhpocla
:htip:,I,/www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed,~‗l5l
26323 padatanggal l29 mei 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
15. Polisitemia Vera
NAMA PENYAKIT Polisitemia Vera (D45)
DEFENISI Kelainan sistem hemopoiesis yang merupakan
bagian dari penyakit mieloproliferatif yang
dihubungkan dengan peningkatan jumlah dan
volume sel darah merah (eritrosit) di atas ambang
batas nilai normal dalam sirkulasi darah, tanpa
memperdulikan jumlah leukosit dan trombosit.
ANAMNESA - Gejala awal berupa sakit kepala, telinga
berdengung, mudah lelah, gangguan daya
ingat, susah bernafas, darah tinggi gangguan
penglihatan, rasa panas pada tangan atau
kaki, gatal, perdarahan hidung, lambung, atau
sakit tulang.
- Gejala akhir dan komplikasi: perdarahan atau
thrombosis
- Fase splenomegali, berupa anemia, kebutuhan
transfusi meningkat, pembesaran hati dan
limpa.
PEMERIKSAAN FISIK - Berkeringat,
- pembesaran limpa,
- gangguan neurologis seperti gangguan
penglihatan dan transient ischemic attacks
(TIAs).
- Tekanan darah sistolik dapat meningkat
karena peningkatan masa sel darah merah.
- Dapat dijumpai perdarahan [bruising,
epistaksis, perdarahan saluran cerna].
- Eritromelalgia yang terdiri dari eritema, rasa
terbakar, dan nyeri pada ekstremitas
merupakan komplikasi dari trombositosis
PEMERIKSAAN - Eritrost dan ematokrit
PENUNJANG - Leukosit
- Trombosit
- Leukosit alkalin fosfat
- Serum besi, TIBC (Total Iron Binding
Capacity), Ferritin serum
- B12 serum
- Hiperurisemia
- Eritropoietin plasma
- Saturasi oksigen arteri
- Pemeriksaan massa sel darah merah (Red
Cell Mass)
- Kultur bone marrow
- Bone Marrow
KRITERIA DIAGNOSA Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika
memenuhi kriteria:
a. A1+A2+A3 atau
b. A1+A2+ 2 kategori B

Kategori A:
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
1. Meningkatnya massa sel darah merah diukur
dengan krom radioaktif Cr-51. Pada pria ≥ 36
ml/kg dan pada wanita ≥32 ml/kg

2. Saturasi oksigen arterial ≥92% (pada


polisitemia vera, saturasi oksigen tidak
menurun)
3. Splenomegali

Kategori B:
1. Trombositosis : trombosit ≥ 400.000/µl
2. Leukositosis: leukosit ≥12.000 (tidak ada
infeksi)
3. Leukosit alkali fosfatase (LAF) score
meningkat > 100 (tanpa adanya
panas/infeksi)
4. Kadar vitamin B12>900 pg/ml dan atau
UB12BC dalam serum ≥2200 pg/ml.
DIAGNOSA KERJA Polisitemia Vera
DIAGNOSA BANDING Polisitemia sekunder
TERAPI A. Non farmakologi
- Rehidrasi
- Plebotomi

B. Farmokologi
- Hidroksiurea 800-1200 mg/m2/hari atau 2
kali 10-15 mg/kg/kali Klorambusil dengan
dosis induksi 0,1-0,2 mg/kg/hari selama 3-6
minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB
tiap 2-4 minggu.
- Busulfan 0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8
mg/m2/hari (2 atau 4 mg setiap hari) selama
beberapa minggu.
- Fosfor Radioaktif, P32 pertama kali diberikan
dengan dosis 2-3 mCi/m2 intravena, bila per
oral dinaikkan 25%.
- JAK2 targeted inhibitor

C. Suportif
- allopurinol 100-600 mg/hari
- antagonis reseptor H2
- anagrelid, aspirin

D. Pembedahan
- Splenektomi
- Transplantasi sumsum tulang
EDUKASI - Menghindari perdarahan dari trauma fisik
pada gusi, hidung dan anggota tubuh lainnya.
- Menghindari makan makanan padat dan
keras.
PRAGNOSIS Angka harapan hidup setelah terdiagnosis tanpa
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
diobati yaitu 1,5-3 tahun, sedangkan dengan
pengobatan lebih dari 10 tahun.
Kematian terjadi paling banyak karena trombosis
(31%), leukemia akut (19%), keganasan lain
(15%), perdarahan (5%).
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Prenggono M. Darwin. Polisitemiavera.
Dalam: Suyono. S. Waspadji, S. Lesmana. L.
Alwi. l. Setiati.
2. S.Sundaru, H. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta: lnterna
Publishing: 2010. Hal. l214-1219.
Polycythemia vera. Hematologie Klapper. Sih
ed. Leids Universitair Medisch Cenlrum
Leiden. Juni 1999:48-9.
3. Beutler Ernest. Primary dan Secondary
Polycythemias (Erythrocylosis). In: Lichtman
M, Beutler E. Kipps T. editors. Williams
Hematology 7th ed. Mc Grow Hill. Chapter
56
4. Spivak JL. Polycythemia Vera and Other
Meloproliferotive Disease. In: Longo Fauci
Kasper. Harrison's Principles of Internal
Medicine 18th edition. United States of
America. Mc Graw Hill. 20l2
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
16. Sindrom Antifosfolipid
NAMA PENYAKIT Sindrom Antifosfolipid (D68.61)
DEFENISI Sindrom antibodi antifosfolipid (antiphospholipid
antibody syndrome/APS), merupakan suatu
trombofilia autoimun didapat dengan
karakteristik trombosis arteri atau vena berulang
dan/atau adanya morbiditas kehamilan dengan
adanya antibodi terhadap protein plasma yang
mengikat fosfolipid.
ANAMNESA Difokuskan pada kejadian dan frekuensi
terjadinya tromboemboli
 penglihatan kabur atau ganda, melihat kilatan
cahaya, kehilangan sebagian atau seluruh
lapang pandang
 nyeri dada, menjalar ke lengan, napas pendek
 nyeri perut, kembung, muntah
 nyeri atau bengkak tungkai, klaudikasio,
ulserasi jari tungkai, nyeri jari tangan atau
kaki yang dicetuskan oleh dingin
 nyeri tulang, nyeri sendi
 purpura dan/atau petekie, ruam livedo
retikularis temporer atau menetap,
 jari-jari tangan/kaki kehitam-hitaman atau
terlihat pucat
 pingsan, kejang, migrain, parestesi, paralisis,
ascending weakness, tremor, gerakan
abnormal, hilangnya memori, masalah dalam
pendidikan (sulit berkonsentrasi, sulit
mengerti yang dibaca dan berhitung)
 rasa lemah, lelah, artralgia, nyeri abdomen
(gambaran penyakit Addison)
 hematuria, edema perifer
 riwayat abortus berulang, kelahiran prematur,
pertumbuhan janin terhambat (PIT)
 risiko APS meningkat pada pasien yang
memiliki anggota keluarga dengan abortus
berulang, kelahiran prematur,
oligohidramnion, khorea gravidarum, infark
plasenta, preeklampsia, PIT,
tromboembolisme neonatorum, infark
miokard atau stroke pada anggota keluarga
yang berusia < 50 tahun, trombosis vena
dalam, flebitis, atau emboli paru, penyakit
Raynaud, TIA
 Riwayat kontrasepsi oral
PEMERIKSAAN FISIK  Nyeri tekan pada tulang atau sendi
 Nyeri sendi saat bergerak tanpa artritis.
 Pembengkakan tungkai (trombosis vena
dalam)
 Penurunan capillary refill time, denyut nadi,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
perfusi
 Gangren
 Livedo retikularis
 Purpura
 Tromboflebitis superfisial
 Vasospasme
 Splinter hemorrhages periungual
 Infark periger
 Ulcerasi
 Memar
 Hipertensi
 Hematuria
 Distres pernafasan
 Nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas
 Hepatomegali
 Kelemahan otot
 Parastesia, paralisis, tremor khoreiform
 Short term memory loss
 Murmur pada katup aorta
 Oklusi arteri retina dan trombosis vena retina
PEMERIKSAAN  darah perifer lengkap, LDH, bilirubin,
PENUNJANG haptoglobin, tes Coomb direk/indirek,
urinalisis, immunoassays, status koagulasi
 USG Doppler, venografi, CT scan, MRI,
arteriografi, ekokardiografi, angiografi
dengan kateterisasi
 Biopsi dari organ yang terkena
KRITERIA DIAGNOSA Kriteria Klinis
 Trombosis vaskular
 Morbiditas kehamilan atau keguguran
sebanyak tiga kali atau lebih

Kriteria Laboratoris
 aPL dalam selang waktu 12 minggu hingga 5
tahun
 IgG dan/atau IgM antibodi anticardiolipin
(aCL) > 40 unit IgG antifosfolipid atau
 IgM antifosfolipid atau > persentil 99,
 IgG atau IgM isotype antibodi β2-
glikoprotein (anti-B2GPl) pada titer >
persentil 99
 Aktivitas antikoagulan lupus (LA) yang
terdeteksi dalam plasma
DIAGNOSA KERJA Sindrom Antifosfolipid
DIAGNOSA BANDING  Trombositopenia diinduksi heparin
 homosisteinemia
 kelainan mieloproliferatif
 hiperviskositas
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 immune thrombocytopenia (ITP)
TERAPI A. Farmakologi
 warfarin seumur hidup untuk mencapai INR
(international normalized ratio) antara 2,5-3,5
 aspirin 80 mg/hari.
EDUKASI - Aktivitas di tempat tidur untuk resiko
perdarahan tinggi
- Menghindari perdarahan dari trauma fisik
pada gusi, hidung dan anggota tubuh lainnya.
PRAGNOSIS Pasien dengan presentasi hemolisis autoimun
1,56 kali lebih tinggi, dan pada pasien dengan
antibodi anti-β2-glikoprotein-I sebesar 1,69 kali
lebih tinggi, dan 46% lebih rendah pada
presentasi trombositopenia.
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Moutsopoulos HM, Vlachoyiannopoulos PG.
Antiphospholipid Antibody Syndrome. In :
Longo DL.Fauci AS, Kasper DL. HauserSL,
Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's Principles
of Internal Medicine.18"‗ Edition. New York.
McGraw-Hill. 2012.
2. Schaler Al.Thrombotic Disorders:
Hypercoagulable States. In : Goldman.
Ausiello. Cecil Medicine.23'― Edition.
Philadelphia. Saunders, Elsevier. 2008.
3. Effendy S. Sindrom Antlbodi Antlfosfolipid:
Aspek Hematologik dan Penatalaksanaan.
Dalam :Sudoyo A. Setiyohadi B, Alwi I, et al.
Buku Ajar llmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jilid II. 2009. Hal I345-53.
4. Keeling D, Mackie I, Moore GW, et al.
Guidelines on the investigation and
management of anliphospholipid syndrome.
British Journal of Haematology
2012;157:117-58
5. Miyakls S. Lockshin MD. Atsumi T, et al.
International consensus statement on an
update of the classification criteria fordefinite
antiphospholipid syndrome IAPS}. J Thromb
Haemost 2006: 4:295.
6. Tektonidou MG, loannidis JPA, Boki KA. et
al. Prognostic factors and clustering of
serious clinical outcomes in antiphospholipid
syndrome. Q J Med 2000;93:523-530, 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
17. Sindrom Lisis Tumor
NAMA PENYAKIT Sindrom Lisis Tumor (E88.3)
DEFINISI Sindrom lisis tumor adalah suatu kelainan
metabolik yang mengancam jiwa, akibat
pelepasan sejumlah zat interseluler ke dalam
aliran darah akibat tingkat penghancuran sel
tumor yang tinggi karena pemberian kemoterapi.
ANAMNESA  pembengkakan pada sendi,
 otot melemah,
 konstipasi.
 Riwayat mendapat kemoterapi dalam 1-5 hari
terakhir jenis tumor limfoma burkitt,
leukemia limfoblastik akut dan limfoma
derajat tinggi lainnya
PEMERIKSAAN FISIK  Tidak khas
 Sesuai penyebab (misalnya: pernapasan
kussmaul pada asidosis laktat, oliguria/anuria
bila terjadi gagal ginjal, aritmia ventrikel pada
hiperkalemia)
PEMERIKSAAN  LDH
PENUNJANG  asam urat darah
 kalium darah
 fosfat darah
 kalsium darah
 analisis gas darah (AGD)
 urinalisa
KRITERIA DIAGNOSA  Peningkatan LDH, asam urat darah, kalium
darah, fosfat darah,
 Penurunan kalsium darah
 Analisis gas darah (AGD) menunjukkan
asidosis metabolik,
 urinalisa menunjukkan PH urin<7
dan/terdapat kristal asam urat.
DIAGNOSA KERJA Sindroma Lisis Tumor
DIAGNOSA BANDING Gagal ginjal akut karena penyebab yang lain
TERAPI A. Farmakologi
- Allopurinol 2x300 mg/m2 per hari
- Natrium bikarbonat 50-100 mEq/L cairan
intravena

B. Non farmakologi
- Hidrasi adekuat 2000-3000 ml/m2 per hari
- Hemodialisa bila konsevatif tidak berhasil
dan hiperkalemia
C. Monitoring
- fungsi ginjal, elektrolit, AGD dan asam urat.
EDUKASI - Menjelaskan penyebab dari penyakit
- Menjelaskan komplikasi penyakit yang dapat
menyebabkan gagal ginjal dan gangguan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
jantung.
PRAGNOSIS Mengenali gejala dini pada pasien dengan risiko
sindromlisis tumor, termasuk mengidentifikasi
abnormalitas manifestasi klinis dan laboratorium,
dapat mencegah komplikasi yang mengancam
jiwa
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Jack, Zakifmon. Diagnosis dan
Penatalaksanaan Sindrom Lisis Tumor.
Dalam: Sudoyo. AruW.Setyohadi. Bambang.
Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiati,
Sill. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam. Jilid l.
Edisi V, Jakarta: Balai Penerbit FKUI:
2009.p.31 I -I2.
2. Oncologies Emergency. Dalam: Fauci A,
Kasper D, Longo D, Braunwald E. Hauser S,
Jameson J.Loscalzo J, editors. Harrison's
principles of internal medicine. 18"‗ ed.
United States of America; The McGraw-Hill
Companies. 2011
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
18. Sindrom Talasemia
NAMA PENYAKIT Sindrom Talasemia (D56.9)
DEFINISI Kelainan biosintesis rantai α dan β globin yang
bersifat diturunkan yaitu menurunnya kecepatan
produksi atau abnormalitas produksi satu atau
lebih rantai globin sehingga menyebabkan
menurunnya produksi hemoglobin dan terjadi
destruksi berlebihan
ANAMNESIS Talasemia β mayor :
- Anemia muncul pada bulan pertama
kehidupan dan dapat berkembang menjadi
progresif
- Gangguan makan, demam, diare, keluhan
pencernaan
- Perdarahan atau infeksi
- Gangguan neurologi
Talasemia β Intermedia
- Dapat asimptomatik sampai dewasa
- Gangguan perkembangan dan retardasi
mental
- Deformitas skeletal, arthritis dan nyeri
tulang
Talasemia β minor
- Asimptomatik
Talasemia α Hemoglobin barts hidrops fetalis
syndrome
- Still birth atau hidup dalam beberapa jam
setelah dilahirkan
Talasemia α milder forms of α talasemia
- Neonatus : anemia
- Anak dan dewasa : asimptomatik
PEMERIKSAAN FISIK Talasemia β mayor
- Tampak anemis
- Deformitas skeletal
- Deformitas maksila (mongoloid face)
- Hepatosplenomegali
- Pigmentasi kulit
Talasemia β intermediate
- Ulkus kronik pada tungkai
- Splenomegali progresif
Talasemia α Hemoglobin barts hidrops fetalis
syndrome
- Pucat, anemia
- Edema
- Hepatosplenomegali
Talasemia α milder forms of α talasemia
- Splenomegali
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Hb (HbA2, Hb F, Hb H, Hb barts dan Hb
Portland
- Leukosit dan trombosit
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Retikulosit
- MDT
- Rontgen kepala, tangan dan tulang panjang
- Sumsum tulang
KRITERIA DIAGNOSA Gambaran darah tepi
1. Anisositosis dan poikilositosis yang nyata
(termasuk fragmentosit dan tear-drop),
mikrositik hipokrom, basophilic stippling,
badan Pappenheimer, sel target, dan eritrosit
berinti (menunjukan defek hemoglobinisasi
dan diseritropoiesis)
2. Total hitung dan neutrofil meningkat
3. Bila telah terjadi hipersplenisme dapat
ditemukan leukopenia, neutropenia, dan
trombositopenia.
4. Pemeriksaan elektroforesis dan HPLC
DIAGNOSA KERJA 1. Talasemia mayor
2. Talasemia minor/ karier tanpa gejala
3. Talasemia intermedia Talasemia
4. secara genetik menjadi α-, β-, δβ atau
Talasemia-εγδβ sesuai dengan rantai globin
yang berkurang produksinya
DIAGNOSA BANDING 1. Anemia defisiensi besi
2. Anemia penyakit kronis
3. Anemia sideroblastik
TERAPI A. Non Farmakologi
- Tranfusi darah
B. Farmakologi
 Desferoksamin 30–60 mg/kg per kali,
 Asam askorbat (vitamin C) 2-4
mg/kg/hari (100-250 mg)
 Deferipron 75-100 mg/kg per hari, dibagi
dalam 3 dosis
 Deferasirox (Exjade/DFX) 20-40
mg/kg/hari
EDUKASI  Pendekatan retrospektif dilakukan dengan
penelusuran terhadap anggota keluarga pasien
thalassemia mayor,
 Pendekatan prospektif dilakukan dengan
skrining untuk mengidentifikasi karier
thalassemia pada populasi tertentu.
PROGNOSIS Prognosis thalassemia beragam, sangat
bergantung pada jenis yang dialami.
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
REFERENSI 1. Suyono. S. Waspadji, S. Lesmana. L. Alwi. l.
Setiati. S.Sundaru, H. dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta:
lnterna Publishing: 2010. Hal. l214-1219.
Polycythemia vera. Hematologie Klapper. Sih
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
ed. Leids Universitair Medisch Cenlrum
Leiden. Juni 1999:48-9.
2. Lichtman M, Beutler E. Kipps T. editors.
Williams Hematology 7th ed. Mc Grow Hill.
Chapter 56
3. Longo Fauci Kasper. Harrison's Principles of
Internal Medicine 18th edition. United States
of America. Mc Graw Hill. 20l2
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
19. Terapi Suportif Pada Pasien Kanker
NAMA PENYAKIT Terapi Suportif Pada Pasien Kanker
DEFINISI Terapi suportif pada pasien kanker merupakan
usaha untuk mengatasi masalah-masalah yang
dapat mengancam jiwa yang tidak hanya
dibutuhkan pada pasien kanker yang menjalani
pengobatan kuratif tetapi juga pada pengobatan
paliatif yang meliputi masalah nutrisi dan
gangguan saluran cerna, penanganan nyeri,
penanganan infeksi, dan masalah efek samping
sitostatika terutama efek mielosupresi
ANAMNESA  Penurunan berat badan yang cepat
 Nyeri ( lokasi, sifat dan tingkat)
 Mual dan muntah
PEMERIKSAAN FISIK  Pemeriksaan antropometri (luas permukaan
tubuh)
 Sesuai sumber infeksi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: hitung limfosit, albumin dan
pre albumin darah, urea nitrogen urin, feritin
darah.
2. Pemeriksaan radiologi: foto, USG, bone scan,
CT scan, MRI untuk mengetahui jenis nyeri
dan lokasinya.
3. Pemeriksaan ekokardiografi
KRITERIA DIAGNOSA - Nyeri terkait kanker dengan pemeriksaan
VAS, the brief [ain inventory atau klasifikasi
nyeri kanker Edmonton
DIAGNOSA KERJA - Cancer pain
- Anoreksia dan Kaheksia
DIAGNOSA BANDING - Neuropati pain
- Nosiseptik pain
- Inanisi karena infeksi
TERAPI A. Penanganan nutrisi
a. Enteral
b. Parenteral
B. Penanganan nyeri
Farmakologi
 Asetaminofen
 Amitriptilin 3x25 mg atau opioid ringan
kodein hingga 6x30 mg/hari.
 GABA (gabapentin)
Non medikamentosa:
1. Pengangan psikiatris
2. Operasi bedah saraf
3. Blok anastesi
4. Rehabilitasi medik
C. Penanganan Infeksi
 Antibiotika sesuai kultur
D. Masalah Efek Samping Sitostatika
1. Penekanan sumsum tulang
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 G-SF.
2. Mual dan muntah
 deksametason
 antagonis serotonin
 difenhidramin
 metoklopramid.
3. Sindroma lisis tumor
 hidrasi intravena 3000/m2,
 alopurinol 500 mg/m2
 natrium bikarbonat.
EDUKASI  Penanganan awal nyeri dengan perubahan
posisi
 Makan sedikit dan sering
 Pemilihan jenis makanan yang lunak dan
mudah diserap
PROGNOSIS  Ad vitam: malam
 Ad fungsionam: malam
 Ad sanasionam: malam
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
REFERENSI 1. Reksodiputro AH. Pengobatan Suporlif pada
Pasien Kanker. Dalam :Sudoyo A; Setiyohadi
B, Alwi I. et al. Buku Ajar
llmuPenyakiDalam. Edisi V. Jilid ll. 2009.
Hal I482-97. Bruera E, Hui D. Palliative and
Supportive Care. Diunduhdari
http:///(www.cIinicaioptions.com)
2. inPracIicelOncologylSupportive_Care/ch5I_S
uppCare-Palliativeaspxpadatanggal 21 Mei
2012.Emanuel EJ. Palliative and End-oi-Life
Care. In : Longo DL. Fauci AS. Kasper DL.
Hauser SL. Jameson JL, Loscalzo J.
Harrison's Principles oi Internal Medicine.
18'― Edition.New York. McGraw-Hill. 2012.
3. Sutandyo N. TerapiNutrisipadaPasienKanker.
Dalam :Sucloyo A. Setiyohadi B. Alwi I. et
al. BukuAjarllmuPenyakitDalam. Edisi V.
Jili2009. Hal 342-6.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
20. Trombosis Vena Dalam
NAMA PENYAKIT Trombosis Vena Dalam (I82.409)
DEFINISI Trombosis vena dalam atau Deep Vein
Thrombosis (DVT) merupakan suatu kondisi
bekuan darah pada vena, dan paling sering terjadi
pada ekstremitas bawah, sering kali naik menjadi
emboli dan jaringan nekrosis
ANAMNESA - Kram pada betis bagian bawah yang menetap
selama beberapa hari dan memberikan
ketidaknyamanan seiring berjalannya waktu
- Kaki bengkak, nyeri tungkai bawah
- Riwayat trombosis sebelumnya
- Riwayat trombosis dalam keluarga
PEMERIKSAAN FISIK - Rasa tidak nyaman pada palpasi ringan betis
bagian bawah
- Edema tungkai unilateral, eritema, hangat,
nyeri, pembuluh darah superfisial dapat
teraba, Homan‘s sign [+), distensi vena,
diskolorasi, sianosis
PEMERIKSAAN Laboratorium :
PENUNJANG - Kadar antitrombin III
- Kadarfibrinogen degradation product [FDP]
- Titer D-dimer

Radiologis
- Compression USG
- CT scan
- Magnetic resonance (MR)
- Venografi
KRITERIA DIAGNOSA  tipe sentral pada vena iliaka atau femoral
 tipe perifer bila DVT terjadi pada vena
poplitea
DIAGNOSA KERJA Deep Vein Thrombosis
DIAGNOSA BANDING - Ruptur kista Baker
- selulitis
- sindrom pasca phlebitis/insufisiensi vena.
TERAPI Farmakologis
1. Antikoagulan.
- low molecular weight heparin [LMWH]
- anti faktor Xa: 0,6 - 1 IU/ml
- Warfarin 5 mg/ hari
2. Anti agregasi trombosit
- Aspirin
- Dipiridamol
- Sulfinpirazon
EDUKASI - Menjelaskan kemungkinan terjadinya
komplikasi seperti emboli paru, stroke dan
penyakit jantung koroner
- Menghindari faktor resiko yang dapat
memperberat kondisi DVT
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
PRAGNOSIS - Sekitar 50% pasien dengan DVT proksimal
simptomatis yang tidak mendapat diterapi
akan berkembang menjadi emboli paru
simptomatis dalam waktu 3 bulan. Sekitar
10% pasiendengan
- DVT simptomatis berkembang menjadi
sindrom post-trombosis berat dalam 5 tahun
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
DAFTAR RUJUKAN 1. Ramzi DW. Leeper KV. DVT and Puimonary
Embolism: Part I. Diagnosis. Am Fam
Physician 2004;619:2829-36.
2. McGraw-Hill Concise Dictionary of Modern
Medicine. New York. McGraw-Hill. 2002
3. Hull RD. Pineo GF, Raskolo GE. Venous
Thrombosis. In :Lichtman M. Beutler E.
Selighson U. et al.Williams Hematology. 7th
Edition. New York. McGraw-Hill. 2007
4. Sukrisrnan L. Trombosis Vena Dalamdan
Emboli Paru. Dalam I Sudoyo A. Setiyohadi
B, Alwi I, et a1.8uku Ajar
llmuPenyakitDalam. Edisi V. Jilid ll. 2009.
Hal 1354-8.
5. Goldhaber SZ. Deep Venous Thrombosis and
Pulmonary Thromboembolism. In : Longo
DL. FauciAS. Kasper DL. Hauser SL.
Jameson JL. Loscalzo J. Harrison's Principles
of Internal Medicine. 18 Edition. New York.
McGraw-Hill. 2012.
6. Ho WK. Deep vein thrombosis: risks and
diagnosis. Australian Family Physician July
2010:3917
7. Ramzi DW. Leeper KV. DVT and Pulmonan;
Embolism: Part ll. Treatment and Prevention.
Am Fam Physician 2004;69:284l
8. Kovacs MJ. Rodger M. Anderson DR,
Morrow B, Kells G. Kovacs J. et al.
Comparison ot I0-mg and5-mg warfarin
initiation nomogroms together with low-
molecular-weight heparin for outpatient
treatment ot acute venous thromboembolism.
A randomized. double-blind. controlled trial.
Ann Intern Med 2003;138:716.
9. Kearon C. Natural history of venous
thromboembolism. Circulation 2003;I07[23
suppl I]:i22-30.
10. Hirsh J. Lee AYY. How we diagnose and
treat deep vein thrombosis. Blood 2002; 99;
3102-10.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
21. Trombositosis Esensial
NAMA PENYAKIT Trombositosis Esensial (D47.3)
DEFINISI Trombositosis esensial/TE merupakan kelainan
klonal dengan etiologi yang belum diketahui,
yang melibatkan sel progenitor hematopoiesis
multipoten dengan manifestasi klinis produksi
trombosit berlebihan tanpa penyebab yang jelas.
ANAMNESA - Tidak ada tanda dan gejala spesifik
- Acroparesthesis sensasi gatal pada kaki yang
diikuti dengan rasa nyeri/terbakar,
kemerahan, berdenyut, dan eritromialgia.
- Riwayat mudah memar
- Riwayat gangguan penglihatan sementara,
klaudikasio intermiten, infark/gangren pada
jari kaki dengan pulsasi arteri perifer masih
baik,
- Perdarahan spontan dari hidung atau
ginggiva, genito urinarius, dan saluran cerna
- Riwayat abortus berulang atau pertumbuhan
janin terhambat
PEMERIKSAAN FISIK - Splenomegali
- Hipertensi
- Tanda perdarahan atau trombosis sesuai
lokasi yang terkena
PEMERIKSAAN A. Laboratorium
PENUNJANG - Darah perifer lengkap,
- LDH,
- bilirubin,
- haptoglobin,
- tes Coomb direk/indirek,
- urinalisis,
- immunoassays
- biopsi
B. Radiologis (sesuaiindikasi) :
- USG Doppler,
- venografi,
- ventilation/perfiision scan (pada emboli
paru),
- CT scan,
- MRI,
- arteriografi,
- ekokardiografi,
- angiografi dengan kateterisasi.
KRITERIA DIAGNOSA - Jumlah trombosit seringkali > 1juta/ml
- LED normal
- Variasi bentuk trombosit abnormal (raksasa,
hipogranular), fragmen trombosit.
- Masa perdarahan normal
- Faktor VIII/Von Willebrand normal
DIAGNOSA KERJA Trombositosis primer
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DIAGNOSA BANDING - Polisitemia Vera
- Miolofibrosis primer
- Mieodisplasia
- Anemia refrakter
- Leukemia
- Malignansi
TERAPI  Untuk menurunkan trombosit:
- Hydroxyurea (hydrea): 15 mg/Kg BB/hari
- Anagrelide (agrylin): 4 kali 1,5-2,5
mg/hari, mulai dosis rendah dan dinaikkan
secara bertahap tiap minggu
- Thromboreduction
- Interferon alfa: 3 juta IU, tiga kali
seminggu
- Fosforous-32
 Untuk menurunkan fungsi trombosit
- Aspirin
- Tiklopidin
- Klopidogrel
EDUKASI - Menjelaskan penyebab dan komplikasi dari
penyakit
- Aktivitas di tempat tidur untuk resiko
perdarahan tinggi
- Menghindari perdarahan dari trauma fisik
pada gusi, hidung dan anggota tubuh lainnya.
PROGNOSIS Ad vitam: dubia
Ad fungsionam: dubia
Ad sanasionam: malam
PENELAAH KRITIS 1. dr. M. Riswan, SpPD, KHOM, FINASIM
2. dr. M. Fuad, SpPD
REFERENSI 1. Tambunan KL. Trombositosis dan
trombositosis esensial. In: Atmakusuma A,
Uyainah A, Irawan C, Suhendro. Current
diagnosis and treatment in internal medicine
2003. PIP IPD FKUI Jakarta 2003:94-9
2. Essentiele trombocytemie. Hematologie
th
Klapper. 8 ed. Leids Universitair Medisch
Centrum Leiden. Juni 1999: 50-1
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

G. DIVISI REUMATOLOGI
1. Artritis Reumatoid
NAMA PENYAKIT Artritis Reumatoid (M05)
DEFINISI Penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi
sistemik kronik dan progresif dimana sendi
merupakan target utama selain organ lain,
sehingga mengakibatkan kerusakan dan
deformitas sendi, bahkan disabilitas dan
kematian.
ANAMNESIS  Radang sendi (merah, bengkak, nyeri)
umumnya menyerang sendi-sendi kecil,
lebih dari empat sendi (poliartikular) dan
simetris.
 Kaku pada pagi hari yang berlangsung lebih
dari 1 jam atau membaik dengan beraktivitas
 Terdapat gejala konstitusional seperti
kelemahan, kelelahan, anoreksia, demam
ringan
PEMERIKSAAN FISIK  Gejala awal : (palindromic rheumatism,
pauciarticular rheumatism)
 Palindromic rheumatism : gejala
monoartritis yang hilang timbul antara 3-5
hari dan diselingi masa remisi sempurna
sebelum bermanifestasi sebagai AR yang
khas.
 Pauciarticular rheumatism : gejala
oligoartikuler yang melibatkan 4 persendian
atau kurang.
 Artikular : tanda kardinal inflamasi pada
sendi, deformitas sendi, ankilosis tulang.
 Ekstra artikular : nodul rheumatoid, skleritis,
episkleritis, kelainan pada pemeriksaan paru
atau jantung, splenomegali, vasculitis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Darah perifer lengkap
 Laju endap darah
 Rheumatoid factor (RF)
 C-reactive protein (CRP)
 Fungsi hati
 Fungsi ginjal
 Urinalisa
 Analisis cairan sendi
 Pemeriksaan radiologi (foto polos/ USG /
MRI)
 Biopsi sinovium/nodul reumatoid.
KRITERIA DIAGNOSIS
A. Keterlibatan sendi Satu sendi besar 0
2-10 sendi besar 1
1-3 sendi kecil 2
dengan atau tanpa
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
keterlibatan sendi
besar
4-10 sendi kecil 3
dengan atau tanpa
keterlibatan sendi
besar
>10 sendi, 5
minimal 1 sendi
kecil
B. Serologi (minimal 1 RF negatif dan 0
pemeriksaan untuk ACPA negatif
dimasukkan dalam RF positif lemah 2
klasifikasi) atau ACPA positif
lemah
RF positif kuat 3
atau ACPA positif
kuat
C. Protein fase akut CRP normal dan 0
(minimal 1 pemeriksaan LED normal
untuk dimasukkan CRP abnormal 1
dalam klasifikasi) atau LED
abnormal
D. Lama gejala < 6 minggu 0
≥ 6 minggu 1
Pasien dengan skor > 6/10 (total poin A-D)
dimasukkan dalam klasifikasi pasien yang
memiliki artritis reumatoid.

DIAGNOSA KERJA Artritis rheumatoid


DIAGNOSA BANDING  Lupus eritematosus sistemik
 Gout
 Osteoartritis
 Spondiloartropati seronegative
 Sindrom Sjogren
TERAPI  Disease modifying anti rheumatic drugs
[DMARD] konvensional: MTX,
hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat,
sulfasalazin, leflunomid, azatioprin,
siklosporin
 Agen biologik: infliksimab, etanersep,
tocilizumab, golimumab, adalimumab
 Glukokortikoid
 OAINS: non-selektif atau selektif COX-2
EDUKASI  Proteksi sendi pada stadium akut
 Foot orthotic/splint (jika perlu)
 Suplementasi asam lemak esensial (minyak
ikan)
 Terapi spa dan latihan fisik (dynamic
strength training) 30 menit setiap latihan, 2-
3 kali seminggu dengan intensitas sedang.
PROGNOSIS Kriteria remisi yaitu apabila pasien memenuhi
seluruh kriteria berikut (sesuai ACR/EULAR) :
1. Jumlah sendi yang nyeri ≤ 1
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2. Jumlah sendi yang bengkak ≤ 1
3. Nilai CRP ≤ 1mg/dL
4. Penilaian global pasien ≤ 1[dalam skala 0
- 10]
Sejumlah 10% pasien yang memenuhi kriteria
AR akan mengalami remisi spontan dalam 6
bulan.
Akan tetapi kebanyakan pasien akan mengalami
penyakit yang persisten dan progresif.
Tingkat kematian pada AR dua kali lebih besar
dari populasi umum dengan penyakit jantung
iskemik yang menjadi penyebab utama kematian
terbanyak diikuti dengan infeksi.
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Suarjana I. Arthritis reumatoid. ln: Sudoyo A.
Setiyohodi B. Alwi l. Simadibrata M. Setiati
S. editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th
ed. Jakarta; Pusat informasi dan Penerbitan
Bagian llmu Penyakit Dalam FKUI. 2009:
2495 — 513
2. Shah A. StClair E. Rheumatoid arthritis. in:
Fauci A. Kasper D. Longo D. Braunwald E.
Hauser S.Jameson J. Loscalzo J. editors.
Harrison's principles of internal medicine. 18th
ed. United States of America: The McGraw-
Hill Companies. 2012: 2738 — 52
3. Mercier Lonnie R. Rheumatoid Arthritis. in:
Ferri: Ferri's Clinical Adviser 2008. l0th ed.
Mosby. 2008.
4. Aletaha C. Neagi T. Silman A. Funovils J.
Felson D, Bingham C. et al. 2010 rheumatoid
arthritis classification criteria. Arthritis &
Rheumatism. 20 l0; 62{9): 2569-81
5. Beers MH. Berkow R. editors. Crystal-
lnduced Conditions. In: The Merck Manual of
Diagnosis and Therapy l7th ed.
6. USA: Merck Research Laboratories. 1999. p
460 - 4.
7. Hellmann D, lmboden J. Musculosceletal and
immunologic disorders. In: McPhee S.
Papadakis M. Rabow M. editors
8. Current medical diagnosis and treatment
2011. 50th ed. California; The McGraw -Hill
Education. 2010: 779 - 840.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

2. Artritis Gout dan Hiperurisemia


NAMA PENYAKIT Artritis Gout Dan Hiperurisemia (M25)
DEFINISI  Hiperurisemia ialah : meningkatnya kadar
asam urat darah diatas normal (pria > 7
mg/dL, wanita > 6 mg/dL) yang bisa
disebabkan oleh peningkatan produksi
asam urat, penurunan ekskresi asam urat
pada urin atau gabungan keduanya.
 Artritis Gout ialah : peradangan akut yang
hebat pada jaringan sendi disebabkan oleh
endapan kristal-monosodium urat dan
mengakibatkan satu atau beberapa
manifestasi klinik.
ANAMNESIS  Mencari adanya riwayat keluarga,
penyakit lain sebagai penyebab sekunder
hiperurisemia, riwayat minum minuman
beralkohol atau obat-obatan tertentu.
 Paling sering mengenai tungkai bawah
(80-90% kasus) umumnya pada sendi
metatarsofalangeal I (MTP I) yang secara
klasik disebut podagral
 Onsetnya tiba-tiba.
 Sendi terkena mengalami eritema, hangat,
bengkak dan nyeri tekan.
 Biasanya disertai gejala sistemik, seperti
demam. menggigil, dan malaise.
PEMERIKSAAN FISIK  Terdapat tanda inflamasi (seperti eritema,
hangat. bengkak, dan nyeri tekan)
 Deformitas sendi
 Adanya tofi (tanda khas gout) umumnya
pada sendi metatarsofalangeal I (MTP I)
 Faktor lain perlu juga dicari kelainan atau
penyakit sekunder seperti tanda-tanda
anemia, pembesaran organ limfoid,
keadaan kardiovaskular, tekanan darah
dan tanda kelainan ginjal
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Pemeriksaan darah rutin, asam urat,
kreatinin
 Ekskresi asam urat urin 24 jam
 Bersihan kreatinin
 Radiologis sendi (jika perlu)
KRITERIA DIAGNOSIS Berdasarkan Kriteria ACR [American College
Rheumatology], diagnosis ditegakkan bila salah
satu dari poin [A], [B] dan [C] berikut terpenuhi :
A. Didapatkan kristal MSU di dalam cairan
sendi, atau
B. Didapatkan kristal MSU pada tofus, atau
C. Didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut:
 Inflamasi maksimal pada hari
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
pertama
 Serangan artritis akut lebih dari 1
kali
 Serangan artritis monoartikular
 Sendi yang terkena berwarna
kemerahan
 Pembengkakan dan sakit pada sendi
metatarsofalangeal (MTP) 1
 Serangan pada sendi MTP unilateral
 Serangan pada sendi tarsal unilateral
 Tofus (atau suspek tofus)
 Hiperurisemia
 Pembengkakan sendi asimetris
(radiologis)
 Kista subkortikal tanpa erosi
(radiologis)
 Kultur bakteri cairan sendi negatif
DIAGNOSA KERJA  Gout arthritis
 Hiperurisemia
DIAGNOSA BANDING  Pseudogout (penimbunan kristal kalsium
piro fosfat dehydrogenase / CPPD)
 Artritis septik
 Artritis reumatoid
 Palindromic rheumatism
TERAPI Pengobatan fase akut:
 Obat anti inflamasi non-steroid [OAINS]
kerja cepat. baik yang non selektif
maupun yang selektif.
 Kortikosteroid [glukokortikoid] per oral
dosis rendah, parenteral atau injeksi lokal
IA [seperti triamsinolon 5-10 mg untuk
sendi kecil atau 20-40 mg untuk sendi
besar] terutama bila ada kontraindikasi
dari OAINS.
 Kolkisin dapat menjadi terapi efektif
namun efeknya lebih lambat dibandingkan
OAINS dan kortikosteroid. Manfaat
kolkisin lebih nyata untuk pencegahan
serangan akut, terutama pada awal
pemberian obat antihiperurisemik. dengan
dosis 0.5-1 mg/hari.
 Obat antihiperurisemik seperti alopurinol
tidak boleh diberikan pada fase akut
kecuali pada pasien yang sudah rutin
mengkonsumsinya.
Obat antihiperurisemik:
a. Obat penghambat xantin oksidase
(untuk tipe produksi berlebih),
misalnya allopurinol
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
b. Obat urikosurik (untuk tipe ekskresi
rendah]. misal probenesid.
EDUKASI  Penyuluhan diet rendah purin (hindari
jerohan, seafood)
 Hidrasi yang cukup
 Penurunan berat badan (target BB ideal)
 Menghindari konsumsi alkohol dan obat-
obatan yang menaikkan asam urat darah
(etambutol. pirazinamid. siklosporin.
asetosal, tiazid)
 Olahraga ringan
PROGNOSIS Angka kekambuhan gout akut:
 60% dalam satu tahun pertama;
 80 % dalam 2 tahun;
 90% dalam 5 tahun.
Perjalanan penyakit gout akan lebih buruk bila:
 onset gejala muncul pada usia muda [<30
tahun),
 serangan sering berulang,
 kadar asam urat darah tinggi (tidak
terkontrol), dan
 mengenai banyak sendi.
Sekitar 20 % pasien gout akan timbul urolitiasis
dengan batu asam urat atau batu kalsium oksalat
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Tjokorda RP. Hiperurisemia. Dalam: Sudoyo
AW. et al editor. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam jilid II edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI. 2006. Hlm 1213 - 7.
2. Edward ST. Artritis Pirai. Dalam: Sudoyo
AW. el al editor. Buku Ajar ilmu Penyakit
Dalam jiiid ll edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 2006. Hlm 1218 - 20.
3. Chen Lan X. Primary immune Deficiency
Diseases. in: Longo Fauci Kasper. Harrison's
Principles of internal Medicine 18"‗ edition.
United Slates oi America : McGraw Hill.
2012.
4. Schlesinger N. Diagnosis of Gaul: Clinical.
Laboratory. and Radiologic
Findings. Am JManagCare. 2005 11(15 suppl
):s443-50.
hltp://www.amc.c0m/publicalions/supplement
/2005/2005l I-vol l l-ni 5 Supplz/nov05-22l
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
7pS443-S450.
5. Hadi S. Gambaran Klinik dan Diagnosis
Gout. Dalam: Setyohadi B. Kasjmir Yl.
editor. Kumpulan Makalah Temu llmiah
Reumatologi 2010. Hlm 94 - 7.
6. Karopang K. Penatalaksanaan Artritis Gout.
Dalam:Setyohadi B. Kasjmir Yl. editor.
Kumpulan Makalah Temu llmiah
Reumatologi 201I. Hlm 17 – 21.
7. Thompson AE. Tarascon Pocket
Rheumatologica. 4th ed. Massachusetts: Jones
and Bartlett Publishers. 2010. p39-42.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

3. Artritis Septik
NAMA PENYAKIT Artritis Septik (M03)
DEFINISI Infeksi pada sendi, yang umumnya disebabkan
oleh bakteri gonokokal maupun non-gonokokal.
ANAMNESIS  Nyeri sendi akut
 Nyeri tekan
 Hangat
 Gerakan terbatas
 Gangguan fungsi.
 Pada 90% pasien umumnya hanya terkena
satu sendi yaitu sendi lutut.
 Lokasi lainnya dapat juga terjadi pada
sendi panggul, bahu, pergelangan tangan
atau siku meskipun lebih jarang.
 Demam ditemukan pada rentang suhu
tubuh 38,3o-38,9oC, namun dapat pula
ditemukan suhu tubuh yang lebih tinggi
pada keadaan, seperti : arthritis
rheumatoid, insufisiensi renal atau
hepatik, dan kondisi yang membutuhkan
terapi imunosupresif.
PEMERIKSAAN FISIK  Demam pada sepertiga pasien,
 Pemeriksaan sendi yang terlibat: hangat,
merah dan bengkak.
 Sebagian besar kasus hanya mengenai 1
sendi (80%-90%).
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Evaluasi cairan sinovial
 Pemeriksaan darah rutin
 Kultur darah
 CRP
 LED
 Gambaran rontgen.
 Rontgen polos
 Ultrasonografi
 CT scan dan MRI jika diperlukan dapat
membantu untuk menilai luasnya daerah
yang terkena infeksi
KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria diagnosis menurut Morrey‘s
Kriteria Mayor Aspirasi pus dari sendi
(minimal mencakup Peningkatan LED
2 poin) Perubahan gambaran radiologi
yang spesifik
Kriteria Minor Demam > 38,3 C
(minimal mencakup Nyeri (terlokalisir pada sendi)
5 poin) yang memberat bila
digerakkan (secara pasif)
Bengkak pada sendi yang
terlibat
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Adanya gejala sistemik
Tidak ada penyebab kelainan
lain
Respon terhadap antibiotik
DIAGNOSA KERJA Artritis septik
DIAGNOSA BANDING  Selulitis
 Bursitis
 Osteomielitis akut
 Artritis reumatoid
 Still disease
 Gout
 Pseudogout
TERAPI  Aspirasi sendi yang adekuat
 Pengobatan empiris dengan obat
antibiotik intravena dapat dimulai setelah
sampel kultur dan jenis gram didapatkan
- Bila pada hasil pemeriksaan gram
didapatkan gram positif maka
antibiotik empirik yang dapat
diberikan adalah oxacillin atau
cefazolin
- Bila pada hasil pemeriksaan gram
didapatkan gram negatif maka
antibiotik empirik yang dapat
diberikan adalah sefalosporin
generasi ketiga seperti ceftriaxon
atau cefotaxim
- Antibiotik definitif intravena
diberikan sesuai dengan hasil kultur
selama dua minggu dan dilanjutkan
dengan antibiotik oral selama empat
minggu.
EDUKASI Latihan sendi segera setelah infeksi teratasi untuk
mencegah deformitas sendi
PROGNOSIS  Angka mortalitas rawat inap mencapai 7-
15% meski dengan penggunaan
antibiotik.
 Pada usia tua, angka kematian ditemukan
lebih tinggi.
 Angka mortalitas pada pasien dengan
sepsis poliartikular dapat mencapai 30%.
 Dari 335 pasien yang datang ke rumah
sakit dengan artritis septik, ditemukan
data angka kematian sebagai berikut:
- 0.7% dari 87 pasien dengan umur <
60 tahun
- 4.8% dari 206 pasien dengan umur
60-79 tahun
- 9.5% dari 42 pasien dengan umur >
80 tahun
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Fischer A. Primary Immune Deficiency
Diseases. In: Longo, Fauci, Kasper.
Harrison‗s Principles of Intemal Medicine
18th edition. United States of America:
McGraw Hill. 2012
2. Setiyohadi B. Tambunan A. Infeksi Tulang
dan Sendi. dalam: Sudoyo, Setiyohadi. Buku
Ajar llmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta.
Interna Publishing. 2011
3. McPhee. Current Medical Diagnosis and
Treatment 2011. 50th ed. United State of
America. 2011
4. Kelley. Septic Arthritis. l701-45. Primer 271-
6.
5. Gavel F. et al. Septic arthritis in patients aged
80 and older: a comparison with younger
adults. J Am Geriatr Soc 2005. lui: 53
(7):l2l0-3. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
16108940 pada tanggal 3 Mei 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

4. Fibromialgia
NAMA PENYAKIT Fibromialgia (M79.7)
DEFINISI Sindrom kronik yang ditandai dengan nyeri otot
dan sendi yang menyebar luas, sering terkait
dengan kelelahan, kesulitan tidur, gangguan
kognitif, ansietas dan depresi.
ANAMNESIS  Nyeri otot dan sendi yang menyebar luas
 Kelelahan
 Kesulitan tidur
 Gangguan kognitif
 Ansietas
 Depresi.
PEMERIKSAAN FISIK Nyeri otot dan sendi yang menyebar luas. Lokasi
tidak spesifik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak ada yang spesifik
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis fibromialgia ditegakkan berdasarkan
kriteria diagnosis American College of
Rheumatology [ACR] tahun 2010
Pasien memenuhi kriteria diagnosis jika 3 kondisi
berikut dipenuhi:
1. Widespread pain index (WPI ≥ 7 dan skor
skala symptom severity {SS} ≥5 atau WPI
≥3-6 dan skor skala SS ≥9)
2. Gejala telah ada selama minimal 3 bulan
3. Pasien tidak memiliki penyakit lain yang
dapat menjelaskan nyeri yang dialami
DIAGNOSA KERJA Fibromialgia
DIAGNOSA BANDING  Sindrom nyeri regional miofasial
 Miopati karena kelainan endokrin
(hipotiroid, hipertiroid, hiperparatiroid,
insufisiensi adrenal)
 Miopati metabolic
 Neurosis
 Metastasis karsinoma
 Sindrom lelah kronik
TERAPI 1. Anti nyeri: tramadol. parasetamol, opioid
lemah lainnya.
2. Anti depresan: amitriptilin, fluoxetin,
duloxetin
3. Anti konyulsan: pregabalin. gabapentin
EDUKASI  Olahraga aerobic dan pemanasan,
 Cognitive-behavioural therapy,
 Terapi kolam panas,
 Relaksasi,
 Fisioterapi.
PROGNOSIS  Pada usia muda dengan gejala ringan,
prognosis lebih baik.
 Prognosis lebih buruk pada pasien dengan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
ansietas atau depresi.
 Kebanyakan pasien terus mengalami
nyeri kronik dan kelelahan namun
sebagian pasien masih dapat bekerja
penuh dan hanya sedikit mengganggu
kehidupan mereka
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Sjah OKM. Fibromialgia dan nyeri rniofasial.
Dalam: Sudoyo AW. Setiyohadi B. Alwi I.
Simadibrata M. Setiati S. penyunting. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta:
lnterna Publishing; 2009. Hal. 2709 - l3.
2. Crofford LJ. Fibromyalgia. Dalam: Longo
DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS,
Hauser SL, Loscalzo J. penyunting. Harrison's
principle of internal medicine. Edisi XVIII.
McGraw-Hill Companies: 2012. Hal. 2849-51
3. Wolfe F, Clauw DJ, Fitzcharles MA,
Goldenberg DL, Kaiz RS, Mease P. et al. The
American college of rheumatology
preliminary diagnostic criteria tor
fibromyalgia and measurement of symptom
severity. Arthritis Care and Research 2010: 62
(l5): 600-610.
4. Carville SF. Arendt-Nielsen S. Bliddal H.
Blotman F. Bronco JC. Buskilla D. Eular
evidence based recommendations for the
management of fibromyalgia syndrome. Ann
Rheum Dis. 2007;67[4]:536-41 .
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

5. Lupus Eritematosus Sistemik


NAMA PENYAKIT Lupus Eritematosus Sistemik (M32)
DEFINISI Penyakit rematik autoimun yang ditandai dengan
adanya inflamasi sistemik, yang dapat mengenai
beberapa organ atau sistem dalam tubuh.
ANAMNESIS Tergantung organ yang terlibat
 Demam tanpa ada bukti infeksi
 Mudah lelah
 Penurunan berat badan
 Nyeri Sendi, nyeri otot
 Ruam di wajah dan kulit
 Mual, muntah, nyeri abdomen
 BAK berdarah
PEMERIKSAAN FISIK Tergantung organ yang terlibat
 Tekanan Darah meningkat
 Malar rash
 Lesi membarana mukosa
 Alopesia
 Fennomena Raynaud
 Purpura
 Organomegali dan limfadenopati
PEMERIKSAAN PENUNJANG Tergantung organ yang terlibat
 Darah rutin
 Urin rutin, protein kuantitatif 24 jam
 Kimia darah ( ureum, kreatinin, fungsi hati,
profil lipid)
 Foto thorax
 EKG, echokardiografi
 Anti ds-DNA
 Serologi ANA
 Komplemen C3,C5
 PT, aPTT jika bersamaan dengan sindroma
antifospolipid
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis SLE mengacu pada kriteria dari American
College of Rheumatology (ACR) yang direvisi pada tahun
1982. Berdasarkan kriteria ACR, diagnosis SLE dapat
ditegakkan jika memenuhi 4 dari 11 kriteria tersebut yang
terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.

Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema menetap, datar atau
menonjol, pada malar
eminensia tanpa melibatkan
lipat nasolabial
Ruam diskoid Bercak eritema menonjol
dengan gambaran keratotik
dan sumbatan folikular. Pada
SLE lanjut dapat ditemukan
parut atrofik
Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan
reaksi abnormal terhadap
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
sinar matahari, baik dari
anamnesis pasien atau yang
dilihat oleh dokter pemeriksa
Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring,
umumnya tidak nyeri dan
dilihat oleh dokter pemeriksa
Artritis non-erosif Melibatkan dua atau lebih
sendi perifer, ditandai oleh
rasa nyeri, bengkak dan efusi
Pleuritis atau Pleuritis – riwayat nyeri
perikarditis pleuritik atau pleuritic
friction rub yang didengar
oleh dokter pemeriksa atau
bukti efusi pleura
Atau
Perikarditis – bukti rekaman
EKG atau pericardial friction
rub yang didengar oleh
dokter pemeriksa atau bukti
efusi perikardial
Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0,5
gram per hari atau >3+
b. Cetakan selular dapat
eritrosit, hemoglobin,
granular, tubular, atau
c. Gabungan keduanya
Gangguan neurologis Kejang yang tidak
disebabkan oleh obat-obatan
atau gangguan metabolik
(uremia, ketoasidosis, atau
ketidakseimbangan elektrolit)
atau
Psikosis yang tidak
disebabkan oleh obat-obatan
atau gangguan metabolic
(uremia, ketoasidosis, atau
ketidakseimbangan elektrolit)
Gangguan hematologik a. Anemia hemolitik
dengan retikulositosis
atau
b. Leukopenia <4000 mm3
pada dua kali
pemeriksaan atau
c. Limfopenia <1500 mm3
pada dua kali
pemeriksaan atau
d. Trombositopenia
<100.000/mm3 yang
tidak disebabkan oleh
obat-obatan
Gangguan imunologik a. Anti-DNA: antibodi
terhadap native DNA
dengan titer yang
abnormal atau
b. Anti-Sm : terdapatnya
antibodi terhadap antigen
nuklear Sm atau
c. Temuan positif terhadap
antibodi antifosfolipid
yang didasarkan atas :
1. Kadar serum antibody
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
antikardiolipin
abnormal baik IgG
atau IgM
2. Tes lupus
antikoagulan positif
menggunakan metode
standar, atau
3. Hasil tes positif palsu
paling tidak selama 6
bulan dan
dikonfirmasi dengan
tes imobilisasi
Treponema pallidum
atau tes fluoresensi
absorpsi antibodi
treponemal
Antibodi antinuklear Titer abnormal dari antibodi
(ANA) positif anti-nuklear berdasarkan
pemeriksaan
imunofluoresensi atau
pemeriksaan setingkat pada
setiap kurun waktu
perjalanan penyakit tanpa
keterlibatan obat.
DIAGNOSA KERJA Lupus eritematosus sistemik
DIAGNOSA BANDING  Undifferentiated connective tissue disease
(UCTD)
 Artritis rheumatoid
 Sindrom vaskulitis
 Sindrom sjogren primer
 Sindrom anti-fosfolipid primer
 Fibromyalgia
 Lupus imbas obat
TERAPI Medikamentosa berdasarkan keterlibatan organ
dan derajat aktifitas penyakit:
 SLE ringan: parasetamol, OAINS,
kortikosteroid topikal. klorokuin,
kortikosteroid oral dosis rendah. tabir
surya
 SLE sedang: kortikosteroid dosis sedang-
tinggi. beberapa imunosupresan seperti
azatioprin dan mikofenolat mofetil
[MMF]
 SLE berat atau mengancam nyawa:
kortikosteroid pulse dose, siklofosfamid
Terapi lain yang dapat digunakan pada kondisi
respons steroid yang tidak adekuat atau
diperlukan steroid sparing agent antara lain:
 MMF (mikofenolat mofetil)
 Siklosporin
 Azatioprin
 Metotreksat
 Klorokuin
 Rituximab
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
EDUKASI 1. Edukasi dan konseling:
 Penjelasan tentang penyakit Lupus
 Perjalanan penyakit
 Program pengobatan yang
direncanakan
 Komplikasi dan
 Perlunya upaya pencegahan termasuk
menghindari paparan sinar matahari
(ultraviolet)
2. Rehabilitasi:
 Istirahat
 Terapi fisik
 Terapi dengan modalitas, ortosis
PROGNOSIS  Prognosis di negara berkembang lebih
buruk daripada negara maju yaitu dengan
angka kematian 50% dalam 10 tahun;
 Seringkali berkaitan dengan saat pertama
kali terdiagnosis, antara lain:
- pasien dengan nilai kreatinin serum
>124 mol/L atau >1.4 mg/dL,
- hipertensi,
- sindroma nefrotik [ekskresi protein
urin >2.6 g/24 jam].
- anemia [hemoglobin <124 g/L atau
<12.4 g/dL],
- hipoalbumin.
- jenis kelamin laki-laki, dan
- ras (Afrika-Amerika dan Hispanik-
Amerika keturunan mestizo).
 Disabilitas pada pasien SLE karena
kelelahan kronis, artritis, nyeri, adanya
penyakit ginjal.
 Remisi terjadi pada 25 % kasus selama
hanya beberapa tahun.
 Kematian pada dekade pertama karena
penyakit sistemik, gagal ginjal,
tromboemboli, dan infeksi.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. lsbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, Setiyohadi B,
Lupus Eritematosus Sistemik. in: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing: 2009. p. 2565-77.
2. Hahn BH. Systemic Lupus Erythematosus. ln:
Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci
AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrison;s
Principles of Internal Medicine l8th ed. USA:
The McGraw Hill companies: 2012. p.2724-
35
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3. Petri M, Orbai AM, Alarcon GS. et al.
Derivation and validation of the systemic
lupus international collaborating clinics
classification criteria for systemic lupus
erythematosus. Arthritis Rheum. 2012;64(8):
2677-86.
4. American College of Rheumatology Ad Hoc
Committee on systemic lupus erythematosus
guidelines. Arthritis Rheum 1999; 42(9):
l785~96
5. Guzman J. Cardiel MH. Arce-salinas. et al.
Measurement of disease activity in systemic
lupus erythematosus: Prospective validation
of 3 clinical indices. J Rheumatol 1992; l9:
1551-1558
6. Petri M. Systemic Lupus Erythematosus. In:
Imboden J. Hellmann DB. Stone JH. Current
Rheumatology Diagnosis and Treatment.
Singapore: McGraw Hill; 2005. P.171-178
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

6. Nyeri Pinggang
NAMA PENYAKIT Nyeri Pinggang (M54)
DEFINISI Nyeri pada daerah pinggang atau punggung
bagian bawah (low back pain) yaitu daerah di
daerah lumbal antara tulang rusuk paling bawah
dan garis pinggang.
ANAMNESIS  Deskripsi nyeri pinggang: sifat, tingkat
beratnya nyeri, onset, durasi, frekuensi,
lokasi nyeri, distribusi/penjalaran, serta
faktor pencetus atau yang memperberat
 Adakah tanda bahaya (red flags) atau
tanda waspada (yellow flags)
- Tanda bahaya (red flags) : sindroma
kauda equina, nyeri yang memberat,
terutama pada malam hari dan saat
istirahat, trauma yang signifikan,
penurunan berat badan, riwayat
keganasan, demam, penggunaan obat
intravena atau steroid, dan pasien
berusia ≥ 50 tahun.
- Tanda waspada (yellow flags) : sikap
dan kepercayaannya tentang sakit
pinggangnya, suasana hati/emosi,
perilaku saat sakit, problem diagnosis
dan terapi, problem keluarga, dan
problem pekerjaan.
 Adakah defisit neurologis
PEMERIKSAAN FISIK  lnspeksi bentuk tulang belakang dengan
posisi pasien berdiri, terlentang atau
telungkup: adakah kifosis/ skoliosis/
hiperlordosis/ gibbus/ deformitas lain
 Palpasi untuk menilai kelainan struktur
anatomis, lokasi dan adanya nyeri tekan
 Perkusi daerah sekitar tulang belakang
seperti pemeriksaan nyeri ketok pada
daerah kostovertebra untuk
menyingkirkan kemungkinan sumber
nyeri dari ginjal
 Pemeriksaan persendian sakroiliaka: tes
Fabere atau Patrick yaitu abduksi dan
rotasi eksternal panggul; pelvic rock test
dengan cara meletakkan jari-jari pada
krista iliaka bilateral dan ibu jari pada
spina iliaka anterior superior dan
kemudian dilakukan tekanan kearah garis
tengah.
 Pemeriksaan neurologis sesuai dermatom
keluhan nyeri. tes Laseque atau straight
leg raising (SLR) atau reverse SLR, serta
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas
inferior.
 Pemeriksaan pergerakan tulang belakang:
Schober test, lateral flexion.
 Sindrom kauda ekuina ditandai dengan
kesulitan miksi, berkurangnya tonus
sphincter ani atau inkontinensia alvi,
saddle anaesthesia, gangguan berjalan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Radiologi (foto polos),
 LED
KRITERIA DIAGNOSIS Pemeriksaan fisik dan radiologi
DIAGNOSA KERJA Nyeri Pinggang Bawah
DIAGNOSA BANDING  Herniasi diskus
 Spondilolistesis
 Stenosis spinalis
 Hiperostosis skeletal difus idiopatik
 Fraktur idiopatik
 Neoplasma
 Infeksi (spondilitis TB)
 Inflamasi (spondilitis ankilosa)
 Metabolik
TERAPI Terapi farmakologi :
 asetaminofen
 NSAID
 opioid
 tramadol
 benzodiazepin
 obat pelemas otot (nyeri pinggang akut)
 anti depresan trisiklik (nyeri pinggang
kronik)
EDUKASI  Rehabilitasi fisik yang holistik.
 Akupuntur,
 Latihan fisik.
 Massage,
 Yoga,
 Terapi behavioral,
 Manipulasi spinal (juga untuk nyeri
pinggang akut).
PROGNOSIS Sebagian besar nyeri pinggang mekanik sembuh
spontan dengan penjelasan, reassurance, dan
analgesik sederhana
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Back and Neck Pain. ln: Longo DL. Kasper
DL. Jameson DL. Fauci AS. Hauser SL.
Loscalzo J. editors. Harrison‗s Principals of
lnternal Medicine l8th ed. McGraw Hill. 2012
2. Kasjmir Yl. Nyeri Spinal. Dalam: Sudoyo
AW, el al editor, Buku Ajar llmu Penyakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Dalam jilid ll edisi V. Jakarka: Pusat
Penerbitan Departemen llmu Penyakit Dalam
FKUI. 2011 hlm 1314 - 6.
3. Huddleston J. Hip and Knee Pain. In:
Firestein G. Budd R. Harris Jr E el al.
Kelley's Textbook of Rheumatology. 8th
Edition. vol l. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2008
4. Colledge NR. Walker BR. Ralston SH.
editors. Presenting Problems In
Musculoskeletal Disease. ln: Davidson's
Principles and Practice of Medicine 21st ed.
Churchill Livingstone-Elsevier: 2010. Page
1072 - 4.
5. The Peterborough Back Rules chart template.
G. Powell and The Peterborough Back Rules
Working Group. September, 1997
6. Guide to Assessing Psychosocial Yellow
Flags in Acute Low Back Pain: Risk Factors
for Long-Term Disability and Work Loss.
January 1997
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

7. Osteoartritis
NAMA PENYAKIT Osteoartritis (M15, M19, M47)
DEFINISI Penyakit sendi degeneratif dan inflamasi yang
ditandai dengan perubahan patologik pada
seluruh struktur sendi seperti hilangnya rawan
sendi hialin, diikuti penebalan dan sklerosis
tulang subkondral, pertumbuhan osteofit pada
tepi sendi, teregangnya kapsul sendi, sinovitis
ringan, dan kelemahan otot yang menyokong
sendi.
ANAMNESIS  Nyeri lutut/tangan /pinggul
 Nyeri tulang
 Pembesaran tulang
 Kaku sendi
PEMERIKSAAN FISIK  Krepitasi
 Tidak teraba hangat pada palpasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Laboratorium
 Rheumatoid factor
 Analisa cairan sendi
KRITERIA DIAGNOSIS Osteoartritis Lutut
1. Usia > 50 tahun
2. Kaku sendi < 30 menit
3. Krepitasi
4. Nyeri tulang
5. Pembesaran tulang
6. Tidak teraba hangat pada palpasi
7. LED ≤ 40 mm/jam
Osteoartritis Tangan
1. Nyeri tangan atau kaku, dan
2. Tiga dari empat dari kriteria berikut :
a. Pembesaran jaringan keras pada ≥
2 dari 10 senditangan tertentu (
sendi DIP II dan III, sendi PIP II
dan III, serta sendi CMC I pada
tangan kiri dan kanan.
b. Pembesaran jaringan keras pada ≥
2 sendi DIP
c. Pembengkakan pada < 3 sendi
MCP
d. Deformitas pada minimal 1 dari
10 sendi tangan tertentu.
Osteoartritis Sendi pinggul
1. Nyeri pinggul, dan
2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut:
a. LED ≤ 20 mm/jam
b. Radiologi : terdapat osteofit pada
femur atau asetabulum
c. Radiologi : terdapat penyempitan
celah sendi (superior, aksiai,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
dan/atau medial)
DIAGNOSA KERJA Osteoartritis Lutut
Osteoartritis Tangan
Osteoartritis Sendi Panggul
DIAGNOSA BANDING  Reumatik ekstraartikuler (bursitis,
tendinitis)
 Artritis gout
 Artritis reumatoid
 Artritis septik
 Spondilitis ankilosa
 Bemokromatosis
TERAPI 1. Antinyeri (tergantung derajat nyeri dan
inflamasi) :
 Parasetamol
 Obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) topikal atau sistemik
 Opioid
2. Pertimbangkan injeksi kortikosteroid
intraartikular terutama untuk OA lutut
dengan efusi.
3. Injeksi hialuronat atau viscosupplement
intra-artikular untuk OA lutut
EDUKASI  Menghindari aktivitas yang menyebabkan
pembebanan berlebih pada sendi,
 Olahraga untuk penguatan otot lokal dan
olahraga aerobik,
 Penurunan berat badan jika berat badan
berlebih atau obes,
 Aplikasi lokal panas atau dingin,
 Peregangan sendi,
 Transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS),
 Penggunaan penyokong sendi,
 Penggunaan alat bantu pada yang
mengalami gangguan dalam aktivitas
sehari-hari.
PROGNOSIS  Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1.Soeroso J. lsbagio H. Kalim H. Broto R.
Pramudiyo R. Osteoartritis. Dalam: Sudoyo
AW. Setiyohadi B. Alwi I. Simadibrata M.
Setiati S. penyunting. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi V. Jakarta: lnternaPublishing;
2009. Hal. 2538-49
2. Felson DT. Osteoarthritis. Dalam: Longo DL.
Kasper DL. Jameson JL. Fauci AS. HauserSL.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Loscalzo J. penyunting. Harrison's principle of
internal medicine.Edisi Xvlll.McGraw-Hill
Companies; 2012.Hal. 2828-36
3. Brandi KD. Dieppe P. Radin EL.
Etiopathogenesis oi osteoarthritis. Rheum Dis
Clin N Am 2008134153 -59
4. National Collaborating Centre for Chronic
Conditions. Osteoarthritis: national clinical
guideline tor care and management in adults.
London: Royal College of Physicians. 2008
5. Abramson SB. Attur M. Developments in the
scientific understanding of osteoarhtritis.
Arthritis research and therapy 2009. H1227
6. Klippel JH. Stone JH. Crofford LJ. White PH.
penyunting. Primer on the rheumatic diseases.
Edisi XIll. New York: Springer
Science:2008.Hal 669-82.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

8.Osteoporosis
NAMA PENYAKIT Osteoporosis (M80)
DEFINISI Penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
compromised bone strength sehingga tulang
mudah patah.
ANAMNESIS  Sering kali pasien tidak disertai keluhan
sampai timbul fraktur.
 Apabila sudah terjadi fraktur maka akan
memberikan gejala sesuai lokasi fraktur
(leher femur, vertebra torakal dan lumbal,
distal radius), misalnya nyeri pinggang
bawah, penurunan tinggi badan, kifosis.
PEMERIKSAAN FISIK  Keadaan umum,
 Tinggi dan berat badan,
 Gaya berjalan,
 Deformitas tulang,
 Leg-length in equality
 Evaluasi gigi geligi
 Tanda-tanda goiter, atau adanya jaringan
parut pada leher dapat menandakan
riwayat operasi tiroid.
 Protuberansia abdomen yang dapat
disebabkan oleh kifosis
 Kifosis dorsal [Dowageris Hump],
spasme otot paravertcbra
 Nyeri tulang atau deformitas yang
disebabkan oleh fraktur
 Kulit yang tipis [tanda McConkey]
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Foto polos ( untuk kecurigaan fraktur
osteoporosis misalnya pada fraktur
vertebra atau panggul)
 Dual Energy X-ray Absorptiometry
(DXA) untuk mengukur Bone Mineral
Density (BMD).
Pada wanita premenopause dan laki-laki<50
tahun, dan anak-anak menggunakan Z-score :
 Nilai Z-score >-2 dikatakan within
expected range for age
 Nilai Z-score ≤ -2 dikatakan low BMD
for chronological age
KRITERIA DIAGNOSIS Berdasarkan hasil pemeriksaan Densitometri
(Sesuai kriteria WHO)
DIAGNOSA KERJA Osteoporosis
DIAGNOSA BANDING  Osteomalasia
 Tumor
 Osteonekrosis
 Metastasis
 Osteogenesis imperfekta
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Renal osteodystrophy
 Sickle cell anemia
 Fraktur patologis sekunder yang
disebabkan metastasis
TERAPI  Bifosfonat:
- Alendronat, dosis 10 mg/hari atau '70
mg/minggu peroral
- Risendronat, dosis 5 mg/hari atau 35
mg/minggu atau 150 mg/bulan
peroral,
- Ibandronat, dosis 150 mg/bulan
peroral atau 3 mg/3bulan intravena.
- Asam Zoledronat, dosis 5 mg/tahun
intravena
 Selective Estrogen Receptor Modulator
(SERM): Raloxifene, dosis 60-120
mg/hari
EDUKASI  Latihan dan program rehabilitasi.
 Belum terkena osteoporosis: sifat latihan
adalah pembebanan terhadap tulang.
 Pasien osteoporosis: latihan dimulai
dengan Iatihan tanpa beban, kemudian
ditingkatkan secara bertahap hingga
mencapai Iatihan beban yang adekuat.
 Memenuhi kebutuhan kalsium > 1200
mg/hari dan Vitamin D 800 — 1000
U/hari.
 Paparan sinar matahari yang cukup.
PROGNOSIS Berisiko terjadinya fraktur panggul dan fraktur
osteoporosis lainnya
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Lindsay R. Cosman F. Osteoporosis. ln:
Longo Fauci Kasper. Harr'son's Principles
ot Internal Medicine I8th Edition. United
States of America. McGraw Hill. 2012
2. Setiyohadi B. Osteoporosis. Dalam: Alwi
l. Setiati S. Setiyohadi B. Simadibrata M.
Sudoyo AW. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam Jilid Ill Edisi \r'. Jakarta: lnterna
Publishing; 2010:2650-76.
3. Saag G. Sambrook P, Waits N.
Osteoporosis. In: Kiippel J. Stone J.
Croiford L, White P. Primer on the
Rheumatic Disease. l3th Edition.
Springer. 2008.
4. Curtis JR. Deizell E, Kilgore M. Patkar
NM. Saag K. Warriner AH. Which
Fractures Are Most Attributable to
Osteoporosis? J Clin Epidemiol 2011
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Jan;64(l ):46.
5. Qaseem A. Snow V. Shekelle P. Hopkins
R Jr, Forciea MA. Owens DK. Clinical
Efficacy Assessment Subcommittee of the
American College of Physicians.
Pharmacologic treatment ot low bone
density or osteoporosis to prevent
fractures: a clinical practice guideline
from the American College of Physicians.
Ann Intern Med. 2008 Sep l6:149(6):404-
I5.
6. Bates D, Black DM. Cummings SR.
Clinical Use oi Bone Densitometry:
Scientific Review. JAMA 2002 Oct
16:288( l 5):1889.
7. FRAX. WHO Fracture Assessment Tool.
Diakses melalui
http//www.shei.ac.uk/FRAX,tool.jsp?cou
ntry=46 pada tanggal 5 Mei 20l2.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

9. Reumatik Ekstraartikular
NAMA PENYAKIT Reumatik Ekstraartikular (M80, M82)
DEFINISI Sekelompok penyakit dengan manifestasi klinik
umumnya berupa nyeri dan kekakuan jaringan
lunak, otot atau tulang tanpa hubungan yang jelas
dengan sendi bersangkutan ataupun penyakit
sistemik serta tidak semuanya dapat dibuktikan
penyebabnya.
ANAMNESIS A.Kelainan Reumatik pada Bahu
1.Rotator cufitendinitis
 Nyeri saat abduksi aktif terutama pada
sudut 60°-120°, nyeri hebat pada otot
deltoid lateral, nyeri biasanya dijumpai
pada malam hari.
 Pada kasus yang Iebih berat, nyeri
dirasakan mulai awal abduksi dan
sepanjang lingkup gerak sendi [LGS].
 Nyeri bertambah hebat apabila lengan
dalam posisi menjangkau, mendorong,
menarik, mengangkat, meluruskan lengan
setinggi bahu atau berbaring ke sisi yang
sakit.
2. Frozen shoulder syndrome
 Nyeri pada bagian atas humerus dan
menjalar ke lengan atas bagian ventral,
scapula, lengah bawah serta terutama bila
lengan atas digerakkan
 Kambuh pada malam hari,
 Gerakan abduksi, elevasi dan rotasi
eksternal terbatas,
 Umumnya menyerang usia di atas 40
tahun.
3. Tendinitis bicipital
 Nyeri difus pada anterior bahu,
 Nyeri bersifat kronis
 Berkaitan dengan penjepitan tendon bisep
oleh akromion.
B. Kelainan Reumatik pada Siku
1. Epikondilitis lateral [tennis elbow] dan
epikondilitis medial (golfers elbow)
 Nyeri lokal subakut atau kronik pada
bagian medial ( golfer‘s elbow) atau
lateral sendi siku (tennis elbow],
 Menyerang lengan yang dominan,
kadangkadang dapat timbul bilateral,
 Tidak ditemukan adanya hambatan sendi.
2. Bursitis olekranon
 Pembengkakan pada daerah posterior
siku,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Nyeri yang memberat dengan adanya
tekanan,
 Adanya riwayat trauma terisolasi atau
mikrotrauma berulang.
C. Kelainan Reumatik pada Jari dan Tongan
1.Stenosing tenosinovitis (triggerfinger)
 Nyeri lokal pada basis jari yang terkena,
 Gerakan makin lama makin kaku hingga
suatu saat jari tak dapat diluruskan
kembali yang terasa terutama malam hari,
 Sensasi ‗pop‘ atau ‗klik‘ bila jari
digerakkan,
 Bengkak,
 Bila terkena > 3 jari tangan cari kaitan
dengan diabetes dan hipotiroid.
2. Tenosinovitis De Quervain
 Nyeri lokal pada bagian punggung
pergelangan tangan menjalar ke ibu jari
dan lengan atas sisi radial,
 Benda yang dipegang terlepas sendiri dari
genggaman.
3. Carpal Tunnel Syndrome
 Parastesia atau mati rasa pada ibu jari,
telunjuk dan jari tengah, dapat menjalar
hingga telapak tangan,
 Keluhan semakin bertambah pada saat
mengetuk, memeras, menggerakkan
pergelangan tangan,
 Nyeri bertambah hebat pada malam hari,
pergelangan tangan terasa diikat ketat dan
kaku gerak.

D Kelainan Reumatik pada Panggul


1. Bursitis trokanterik
 Nyeri di daerah trokanter mayor,
 Pembengkakan lokal,
 Rasa nyeri terutama malam hari,
 Nyeri dirasakan intensif bila berjalan,
gerakan yang bervariasi dan berbaring
pada sisi yang terkena.

E. Kelainan Reumatik pada Lutut


1. Kista popliteal [Bakers cyst)
 Bengkak ringan pada lutut bagian
belakang,
 Rasa tidak nyaman di lutut terutama
dalam keadaan fleksi dan ekstensi penuh.
2. Bursitis pes anserine
 Nyeri,
 Kadang-kadang bengkak
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Terasa panas di bagian medial inferior
dan distal garis sendi lutut,
 Nyeri bertambah berat apabila naik
tangga.
3. Bursitis prepatelar (Housemaid‘s knee)
 Nyeri saat berlutut,
 Terasa kaku.
4. Tendinitispatellar
 Nyeri di daerah tendon patella,
 Nyeri saat melompat, naik tangga atau
jongkok

F.Kelainan Reumatik pada Kaki dan Pergelangan


1. Tendinitis Achilles
 Nyeri tumit posterior,
 Nyeri tajam di atas tumit terutama pada
saat awal melangkah setelah duduk,
 Nyeri dan kaku terlokalisasi pada distal
tendon Achilles,
 Fleksibilitas pergelangan kaki terbatas
saat berjalan.
2. Fasciitisplantaris
 Nyeri pada area plantar tumit,
 Serangan biasanya bertahap atau diikuti
beberapa trauma atau penggunaan
berlebihan pada aktivitas atletik, berjalan
terlalu lama atau memakai sepatu yang
tidak sesuai,
 Nyeri timbul pada pagi hari dan
bertambah berat saat awal berjalan.
PEMERIKSAAN FISIK A.Kelainan Reumatik pada Bahu
1.Rotator cufitendinitis
 Pemeriksaan LGS aktif dengan tahanan
akan menimbulkan rasa nyeri sesuai
dengan tendon yang terlibat, misalnya
supraspinatus untuk gerakan abduksi.
2. Frozen shoulder syndrome
 Nyeri pada palpasi,
 Pemeriksaan LGS aktif dan pasif terbatas
ke semua arah
3. Tendinitis bicipital
 Palpasi daerah bisipital, terdapat nyeri
pada manuver supinasi lengan bawah
melawan tahanan, fleksi bahu melawan
tahanan (speeds test), dan ekstensi bahu.

B. Kelainan Reumatik pada Siku


1. Epikondilitis lateral [tennis elbow] dan
epikondilitis medial (golfers elbow)
 Nyeri tekan pada atau sekitar
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
(epicondylus) lateral atau medial.

2. Bursitis olekranon
 Pembengkakan,
 Nyeri dan hangat pada palpasi olecranon
 Sering disertai efusi

C. Kelainan Reumatik pada Jari dan Tongan


1.Stenosing tenosinovitis (triggerfinger)
 Nodul yang terasa nyeri pada telapak
tangan distal yang bergerak dengan fleksi
dan ekstensi jari dan bunyi ‗klik‘.
2. Tenosinovitis De Quervain
 Nyeri dan pembengkakan tendon di
daerah prosesus stiloideus radii,
 Tes Finkelstein positif (nyeri bertambah
dengan adduksi ibu jari dan deviasi
ulnar).
3. Carpal Tunnel Syndrome
 Kekuatan tangan menurun,
 Atrofi tenar,
 Tes provokasi (phalen test},
 Tinnel's sign.

D Kelainan Reumatik pada Panggul


1. Bursitis trokanterik
 Nyeri tekan di atas daerah panggul lateral
dan dapat menjalar ke bawah, ke kaki
atau ke lutut,
 Nyeri bertambah pada rotasi eksternai dan
abduksi melawan tahanan,
 Tenderness point pada daerah trokanterik.

E. Kelainan Reumatik pada Lutut


1. Kista popliteal [Bakers cyst)
 Tampak kista apabila pasien berdiri dan
diperiksa dari belakang,
 Pembengkakan yang difus dari betis bila
terjadi ruptur kista.
2. Bursitis pes anserine
 Nyeri tekan
 Pembengkakan pada daerah bursa
anserine (anteromedial dari tibia
proksimal),
 Nyeri memberat dengan kontraksi otot
sartorius, grasilis dan semitendinosus.
3. Bursitis prepatelar (Housemaid‘s knee)
 Bengkak superfisial pada bagian anterior
lutut
 Merah pada bagian anterior lutut.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Tendinitispatellar
 Nyeri tekan pada tendon patcliar.

F.Kelainan Reumatik pada Kaki dan Pergelangan


1. Tendinitis Achilles
 Pembengkakan,
 Nyeri tekan tendon Achilles,
 Nyeri pada pergerakan aktifdan pasif
dorsofleksi.
2. Fasciitisplantaris
 Nyeri tekan pada palpasi di anteromedial
pada tuberkel kalkaneus medial dari fasia
plantaris
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Ultrasonografi muskuloskeletal,
 MRI,
 Foto polos untuk menyingkirkan diagnosis
banding,
 Artrografi,
 Aspirasi bursa untuk mencari etiologi
(pada bursitis),
 Elektromiografi
KRITERIA DIAGNOSIS Sesuai dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
penunjang
DIAGNOSA KERJA A.Kelainan Reumatik pada Bahu
1.Rotator cufitendinitis
2. Frozen shoulder syndrome
3. Tendinitis bicipital

B. Kelainan Reumatik pada Siku


1. Epikondilitis lateral [tennis elbow] dan
epikondilitis medial (golfers elbow)
2. Bursitis olekranon

C. Kelainan Reumatik pada Jari dan Tongan


1.Stenosing tenosinovitis (triggerfinger)
2. Tenosinovitis De Quervain
3. Carpal Tunnel Syndrome

D Kelainan Reumatik pada Panggul


1. Bursitis trokanterik

E. Kelainan Reumatik pada Lutut


1. Kista popliteal [Bakers cyst)
2. Bursitis pes anserine
3. Bursitis prepatelar (Housemaid‘s knee)
4. Tendinitispatellar

F.Kelainan Reumatik pada Kaki dan Pergelangan


1. Tendinitis Achilles
2. Fasciitisplantaris
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DIAGNOSA BANDING A.Kelainan Reumatik pada Bahu
1.Rotator cufitendinitis
 Robekan rotator cuff angina pektoris,
 Tendinitis bisipital,
 Radikulopati servikal.
2. Frozen shoulder syndrome
 Artritis glenohumeral.
3. Tendinitis bicipital
 Robekan labral,
 Osteoartritis,
 Robekan rotator cuff
 Rotator cufft tendinitis,
 Bursitis subakromial

B. Kelainan Reumatik pada Siku


1. Epikondilitis lateral [tennis elbow] dan
epikondilitis medial (golfers elbow)
 Radikulopati servikal,
 Fibromialgia,
 Robekan pronator teres,
 Neuritis ulnar.
2. Bursitis olekranon

C. Kelainan Reumatik pada Jari dan Tongan


1.Stenosing tenosinovitis (triggerfinger)
2. Tenosinovitis De Quervain
3. Carpal Tunnel Syndrome
 Sindrom nyeri servikobrakial,
 Mononeuritis multipleks.

D Kelainan Reumatik pada Panggul


1. Bursitis trokanterik
 Radikulopati,
 Osteoartritis panggul.

E. Kelainan Reumatik pada Lutut


1. Kista popliteal (Bakers cyst)
 Tromboflebitis (bila ruptur kista).
2. Bursitis pes anserine.
3. Bursitis prepatelar (Housemaid‘s knee)
 Infeksi,
 Gout,
 Pseudogout,
 Fraktur,
 Dislokasi patella,
 Robekan ligamen,
 Bursitis infrapatella.
4. Tendinitispatellar
F. Kelainan Reumatik pada Kaki dan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Pergelangan
1. Tendinitis Achilles.
2. Fasciitisplantaris
TERAPI  OAINS, Analgesik, injeksi intralesi
(kortikosteroid, lidokain local)
 Bedah: apabila dengan terapi konservatif tidak
menunjukkan perbaikan
EDUKASI  Menghindari faktor pencetus,
 Istirahat,
 Latihan,
 Rehabilitasi,
 Fisioterapi (kompres air dingin, pemanasan,
ultrasound)
 Pemasangan bidai.
PROGNOSIS Pada umumnya penyakit Reumatik
ekstraartikular bersifat self-limiting.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Marpaung B. Reumatik ekstra artikular. In:
Sudoyo A. Setiyohadi B. Alwi I, Simadibrata
M. Setiati S. editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 5th ed. Jakarta; Pusat lntormasi clan
Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI. 2009:2698 - 2704
2. Langford C. Gilliland B. Periarticular
disorders of the extremities. in: Fauci A.
Kasper D. Longo D.Braunwald E. Hauser S.
Jameson J. Loscalzo J. editors. Harrison's
principles of internal medicine. 8th ed. United
States of America: The McGraw_Hill
Companies. 2012:
2860 – 3.
3. Woodward T, Best T. The painful shoulder.
Am Fam Physician. 2000;61(10)3079 — 3088.
4. Makkouk AH. Oetgen M. Swigart C. Dodds S.
Trigger finger: etiology, evaluation and
treatment.Curr Rev Musculoskelet Med.2008;
l I2}: 92 – 96.
5. Hellmann D. imboden J. Musculosceletal and
immunologic disorders. In: McPhee S.
Papadakis M, Rabow M. editors. Current
medical diagnosis and treatment 20l l. 50thed.
California: The McGraw —Hill Education. 20l
0:779 – 840.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

10. Skleroderma
NAMA PENYAKIT Skleroderma (L90, L94.1, M34 )
DEFINISI Penyakit jaringan ikat yang tidak diketahui
penyebabnya yang ditandai oleh fibrosis kulit dan
organ viseral serta kelainan mikrovaskuler.
Penyakit ini merupakan penyakit autoimun, yang
dimediasi oleh limfosit
ANAMNESIS  Perubahan warna kulit (umumnya ujung jari)
menjadi pucat, kebiruan atau kemerahan
setelah terkena dingin atau dalam keadaan
stress.
 Kesemutan atau rasa tidak nyaman pada kulit
yang terkena,
 Pengerasan kulit
 Nyeri tajam dan nyeri tekan superfisial dikulit
dan menghilang setelah terjadi fibrosis.
 Tangan atau kaki yang bengkak,
 Pruritus,
 Hiper- dan hipopigmentasi,
 Kontraktur pada jari-jari
 Keterbatasan membuka mulut.
PEMERIKSAAN FISIK  Penebalan kulit jari pada kedua tangan,
 Jari bengkak,
 Lesi pada ujung jari,
 Telangiektasia,
 Kapiler abnormal pada lipatan kuku
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Autoantibodi ditemukan hampir pada semua
pasien dengan scleroderma (sensitivitas
>95%).
 ANA merupakan antibodi yang paling sering
ditemukan, tetapi tidak cukup spesifik untuk
scleroderma
 Biopsi kulit
 Oesophagus maag duodenum [OMD]
 Ekokardiografi
 Spirometri
 Urinalisis dan kadar kreatinin serum
 Esofagogastroduodenoskopi (dilakukan sesuai
indikasi).
KRITERIA DIAGNOSIS 1. Kriteria Mayor:
 Skleroderma proksimal: penebalan,
penegangan dan pengerasan kulit yang
simetrik pada kulit jari dan kulit
proksimal terhadap sendi
metakarpofalangeal atau
metatarsofalangeal.
 Perubahan ini dapat mengenai seluruh
ekstremitas, muka, leher dan batang tubuh
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
(toraks dan abdomen).
2. Kriteria Minor:
 Sklerodaktilz perubahan kulit seperti
disebut diatas, tetapi hanya terbatas pada
jari.
 Pencekungan jari atau hilangnya substansi
jari terjadi akibat iskemia.
 Daerah yang mencekung pada ujung jari
atau hilangnya substansi jari terjadi akibat
iskemia.
 Fibrosis dikedua basal paru.
 Gambaran linier atau lineonodular yang
retikuler terutama dibagian basal kedua
paru tampak pada gambaran foto dada.
 Gambaran paru mungkin menimbulkan
bercak difus atau seperti sarang lebah.
Kelainan ini bukan merupakan kelainan
primer paru.
Diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan bila
didapatkan 1 kriteria mayor atau ≥ 2 kriteria
minor. Namun kriteria ARA ini sudah mulai
ditinggalkan dan tidak lagi ditujukan untuk
diagnosis karena banyak pasien dengan sklerosis
sistemik terbatas (limited systemic sclerosis)
tidak memenuhi kriteria ini.
DIAGNOSA KERJA Skleroderma
DIAGNOSA BANDING  Nephrogenic sistemik fibrosis
 Eosinofilic fasciitis
 Sclerodema diabeticorum
 Scleremyxedema
TERAPI  Pada keadaan berat, bila disertai ulkus pada
ujung jari atau mengganggu aktivitas sehari-
hari dapat dicoba vasodilator, misalnya
nifedipin, prazosin,atau nitrogliserin topikal.
 Obat lain adalah iloprost suatu analog
protasiklin, diberikan secara intravena
dengan dosis 3ng/kgBB/mat, 5-8 jam/hari
selama 3 hari berturut-turut. Selain itu obat
ini juga digunakan untuk mengobati ulkus
pada jari.
 Perawatan kulit dapat dipertimbangkan bila
ada infeksi sekunder, bila luka cukup dalam
dibutuhkan perawatan secara bedah,
nekrotomi dan pemberian antibiotik
parenteral.
Pemberian obat remitif
 D-penisilamin,
 Kolkisin,
 Metotreksat,
 Siklofosfamid dan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Obat-obat imunosupresif lainnya.
Penanganan kelainan musculoskeletal
 Obat anti inflamasi non-steroid [OAINS]
dapat diberikan.
 Bila nyeri menetap dipertimbangkan injeksi
steroid lokal atau steroid sistemik dosis kecil
dalam waktu singkat.
 Fisioterapi untuk mencegah dan mengatasi
kontraktur.
EDUKASI  Menghindari merokok
 Menghindari udara dingin
PROGNOSIS Angka harapan hidup 5 tahun pasien sklerosis
sistemik adalah sekitar 68%.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Varga J. Systemic Sclerosis {Scleroderma]
and Related Disorders. in: Longo Fauci
Kasper. Ham'son‗s Principles of Internal
Medicine 18th Edition. United States of
America. McGraw Hill. 20I2
2. Setiyohadi B. Sklerosis Sistemik. Data m:
Sudoyo. Setiyohadi. Buku Ajar ilmu
Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta. Intemo
Publishing. 2011
3. Subcommittee for Scieroderma Criteria of
the American Rheumatism Association
Diagnostic and Therapeutic Criteria
Committee. Preliminary criteria for the
classification of systemic sclerosis
lscleroderma]. Arthritis Rheum I980:23:581-
90.
4. Haustein U. Systemic Sclerosis -scieroderma.
Dermatology Online Joumal 8{(1):3. 2002.
Diakses melalui
http://dermatology.cdlib.org/DOJvol8num1
/reviews/scleroderma/haustein.html pada
tanggal 4 Mei 2012.
5. Hummers L. Wigiey F. Sclerodermo. In:
imboden J. Hellmann D. Stone J. Current
Rheumatology Diagnosis and Treatment. 2th
Edition. United States of America. McGraw
Hill. 2004
6. Falanga V. Kilioran C. Chapter 62: Morphea.
In: Wolff K. Goldsmith L. Katz S. et al.
Fitzpotricks's Dermatology in General
Medicine. 7th Edition. United States of
America. McGraw Hill.2008 p543-6.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

11. Spondiloartropati
NAMA PENYAKIT Spondiloartropati (M40, M08.1, M02, L40.5)
DEFINISI Sekelompok penyakit radang sendi yang
mempunyai faktor predisposisi dan tampilan
klinis yang mirip.
ANAMNESIS A.SPONDILITIS ANKILOSA
 Nyeri timbul secara bertahap
 Sifat nyerinya tumpul dengan penjalaran
ke arah gluteal.
 Nyeri pinggang memberat pada pagi hari
dan membaik dengan aktivitas dan serta
mempunyai komponen nyeri nokturnal.

B. ARTRITIS REAKTIF
 Terjadi satu sampai empat minggu setelah
infeksi saluran pencernaan atau
genitourinarius.

C. ARTRITIS PSORIATIK
 Pada kebanyakan kasus, manifestasi kulit
mendahului keterlibatan sendi.
 Tipe oligoartikular (empat atau kurang
sendi terlibat),
 Tipe poliartikular (lima atau lebih sendi
terlibat),
 Pola dengan predominan keterlibatan
sendi interfalangeal distal, artritis mutilan,
spondilitis psoriatik.

D.SPONDILOARTROPATI YANG
BERHUBUNGAN DENGAN
INFLAMMATORY BOWEL DISEASE
Penyakit ini berhubungan dengan penyakit Crohn
atau kolitis ulseratif.
Pada beberapa pasien, manifestasi artritis terjadi
sebelum manifestasi penyakit usus.

E.UNDIFFERENTIATED
SPONDYLOARTHRITIS
 Nyeri punggung,
 Nyeri pada bokong unilateral atau
bergantian,
 Entesitis,
 Daktilitis,
 Kadang-kadang terdapat manifestasi
ekstraartikular.
PEMERIKSAAN FISIK A.SPONDILITIS ANKILOSA
 Keterbatasan gerak vertebra lumbaiis
pada arah sagital dan frontal
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Penurunan ekspansi rongga dada (jika
dibandingkan umur dan jenis kelamin
yang sesuai)

B. ARTRITIS REAKTIF
 Oligoartritis akut terjadi dalam beberapa
hari, dengan distribusi asimetris, terutama
di ekstrimitas bawah.
 Entesitis sering terjadi, terutama pada
tumit.
 Manifestasi ekstraartikuler dapat berupa
konjungtivitis (50%) atau uveitis (akut,
unilateral, dan berulang).

C. ARTRITIS PSORIATIK
 Manifestasi klinis dapat ringan hingga
berat (destruktif).
 Selain di tempatnya yang khas,
permukaan ekstensor lutut, psoriasis
dapat pula terdapat pada bagian kecil
pada kulit kepala, telinga, celah anus,
perineum, atau umbilikus.
 Lesi kuku, termasuk pitting dan
onikolisis, terdapat pada lebih dari 80%
pasien dengan artritis psoriatik.
 Pada artritis psoriatik. uveitis cenderung
kronik dan terjadi bilateral.

D.SPONDILOARTROPATI YANG
BERHUBUNGAN DENGAN
INFLAMMATORY BOWEL DISEASE
 Biasanya terjadi tiba-tiba
 Pola nyeri berpindah-pindah.
 Artritis secara umum berkurang dalam
waktu enam hingga delapan minggu.

E.UNDIFFERENTIATED
SPONDYLOARTHRITIS
 Nyeri punggung,
 Nyeri pada bokong unilateral atau
bergantian,
 Kadang-kadang terdapat manifestasi
ekstraartikular.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Darah perifer lengkap,
 LED
 CRP
 HLA-B27
 Analisa cairan sendi
 Foto polos sendi
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 USG
 MRI
KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis SPONDILITIS ANKILOSA dapat
ditegakkan dengan menggunakan kriteria
modifikasi New York 1984.
 Nyeri pinggang bawah minimal 3 bulan
yang membaik dengan aktifitas, dan tidak
membaik dengan istirahat
 Keterbatasan gerak vertebra lumbaiis
pada arah sagital dan frontal
 Penurunan ekspansi rongga dada jika
dibandingkan umur dan jenis kelamin
yang sesuai
 Sakroiliitis bilateral grade 2 sampai 4
 Sakroiliitis unilateral grade 3 sampai 4
Ankilosing Spondilitts definitife jika didapatkan
kriteria sakroiliitis dengan salah satu kriteria
klinis
DIAGNOSA KERJA  Spondilitis Ankilosa
 Artritis Reaktif
 Artritis Psoriatik
 Spondiloartropati Yang Berhubungan
Dengan Inflammatory Bowel Disease
 Undifferentiated Spondyloarthritis
DIAGNOSA BANDING  Spondilitis Ankilosa
 Artritis Reaktif
 Artritis Psoriatik
 Spondiloartropati Yang Berhubungan
Dengan Inflammatory Bowel Disease
 Undifferentiated Spondyloarthritis
TERAPI A.SPONDILITIS ANKILOSA
 OAINS adalah pilihan utama untuk
mengatasi nyeri dan kaku. Analgesik lain
seperti asetaminofen dan tramadol bisa
dipertimbangkan untuk kombinasi.
 Injeksi steroid lokal dapat digunakan
untuk mengontrol inflamasi lokal.
Sedangkan pemberian sistemik tidak
dianjurkan.
 DMARD konvensional seperti
metotreksat dan sulfasalazine tidak
terbukti bermanfaat, kecuali sulfasalazin
yang bisa digunakan pada kasus yang
disertai artritis perifer.
 Agen biologik yang saat ini
direkomendasikan untuk terapi AS adalah
golongan anti-TN Fa. Agen biologik
sebaiknya diberikan pada kasus dengan
aktifitas penyakit yang tinggi dan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
menetap serta kurang respon dengan
terapi konvensional.

B. ARTRITIS REAKTIF
 Obat anti inflamasi non-steroid [OAINS]
 Injeksi kortikosteroid intraartikuler dapat
digunakan pada artritis yang mengenai 1-2
sendi atau monoartritis yang berat
 Pada arthritis reaktif yang kronik dan
berat dapat diberikan DMARD, seperti
sulfasalazin dan metotreksat, atau steroid
sistemik
 Terapi terhadap infeksi pemicu hanya
diindikasikan pada infeksi Chlamydia
trachomatis, antara lain dengan kombinasi
terapi sinovektomi dan azitromisin selama
3 bulan.

C. ARTRITIS PSORIATIK
Manifesasi kulit
 Terapi topikal kortikosteroid, retinoid
 Terapi UV
Manifestasi sendi :
 Obat anti inflamasi non-steroid [OAINS]
 Kortikosteroid oral
 Injeksi kortikosteroid intraartikular
 Metotreksat, sulfasalazin, dan inhibitor
TNF-a

D. SPONDILOARTROPATI YANG
BERHUBUNGAN DENGAN
INFLAMMATORY BOWEL DISEASE
 Obat anti inflamasi non-steroid harus
digunakan secara hati-hati, karena dapat
mengeksaserbasi penyakit usus
 Sulfasalazin, metotreksat, dan azatioprin
 TNF-α inhibitor.

E. UNDIFFERENTIATED
SPONDYLOARTHRITIS
(sesuai klinis yang muncul) :
 Obat anti inflamasi non-steroid [OAINS]
 Injeksi intraartikular kortikosteroid
 TNF- α inhibitor.
EDUKASI  Menghindari faktor pencetus,
 Mengatasi penyakit dasar,
 Istirahat,
 Latihan fisik,
 Rehabilitasi,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Fisioterapi
PROGNOSIS  Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. dr. Mahriani Sylvawani, Sp.PD-KR
2. dr. Eva Musdalita, Sp.PD
DAFTAR RUJUKAN 1. Tourog JD. The Spondyloarthritides. ln:
Longo DL. Kasper DL. Jameson JL. Fauci
AS. Hauser SL Loscalzo J. Harrisons
Principles of Internal Medicine. Singapore:
The McGraw Hill companies 2012.p.2774-85
2. Yu D. lvtcGonagle D. Mano-Ortega M et al.
Undifferentiated Spondyloarthritis and
Reactive Arthritis. In: Firestein G. Budd R.
Harris Jr E et al. Kelley's Textbook at
Rheumotology. 8th Edition.vol I.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2008
3. Sieper J. van der Heiide D. Landewé R,
Brandt J. Burgos-vagas R, Callantes-Estevez
E. et al. New kriteria tor inflammatory back
pain in patients with chronic back pain -a real
patient exercise of the Assessment in
SpondyloArthritis international Society
(ASAS). Ann Rheum Dis 2009;68:784-8
4. Rudwaleit M. van der Heijde D. Landewé R,
Listing J. Akkoc N. Brandt J. et al. The
development of Assessment of
SpondyloArthritis international Society
classification kriteria for axial
spondyloarthritis part II: validation and final
selection. Ann Rheum Dis 2009:68;777-83
5. Rudwaleit M. van der Heijde D. Landewé R.
Listing J. Akkoc N. Brandt J. et al. The
development of Assessment of
SponclyloArthritis international Society
classification kriteria for axial
spondyloarthritis part II: validation and final
selection. Ann Rheum Dis 2009;68;777-83
6. Kataria RK. Brent LH.
Spondyloarthropathies. Am Fam Physician.
2004. 2853-60
7. Zochling J. van der l-ieiide D. Burgos-
Vargas R. Collantes E. Davis JC. Diikmans
B. ASAS/EULAR recommendation for the
management of ankylosing spondylitis. Ann
Rheum Dis 2006;65: 444-52
8. Gladman DD. Psoriatik arthritis:clinical
feature. ln:klippel JH. et al. (eds) Primer on
the Rheumatic Diseases. l3 thed. New York:
Springer Science. 2008.pp.170-7
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
H. DIVISI PENYAKIT TROPIK INFEKSI
1. Penyakit Virus Chikunguya
NAMA PENYAKIT Penyakit Virus Chikungunya (A-92.0)
DEFINISI Demam chikungunya merupakan suatu infeksi
akut yang disebabkan oleh alfavirus dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk A. aegypti dan
A. Albopictus.
ANAMNESA  Penyakit ini dapat bersifat akut, subakut,
maupun kronis. Fase akut berlangsung 3-10
hari, ditandai dengan demam tinggi mendadak
(39°-40°C)
 Nyeri sendi berat, nyeri sendi ini terkadang
membuat seseorang menjadi terbaring lemah,
namun biasanya sembuh dalam beberapa hari
atau beberapa minggu.
 Sakit kepala
 Nyeri seluruh punggung, mialgia,
 Mual & muntah
 Poliartritis
 Bintik merah (rash)
 Konjungtivitis.
 Pada fase subakut dan kronis, dapat
memberikan gejala klinis pembengkakan
tangan disertai deskuamasi halus.
Hiperpigmentasi wajah, tenosinovitis pada
tangan, mata kaki, higroma siku, bengkak dan
kaku pada jari-jari tangan.
PEMERIKSAAN FISIK  Demam 39 derajat Celcius – 40 Derajat
Celcius berlangsung beberapa hari sampai 1
minggu. bersifat kontinu atau intermiten,
terkadang dapat disertai bradikardi relatif.
 Nyeri sendi biasanya simetris dan sering
mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan
kaki.
 Pembengkakan sendi sering dikaitkan dengan
tenosynovitis. Bintik merah biasanya muncul
2-3 hari setelah onset demam, dengan
karakteristik makulopapular pada batang tubuh
dan ekstremitas. namun juga dapat ditemukan
pada telapak tangan, telapak kaki, dan wajah.
 Bintik merah juga dapat bermanifestasi
sebagai eritema difus, yang menghilang pada
penekanan.
 Pada bayi, lesi vesikulobulosa sering
ditemukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Darah Rutin
 LED
 SGOT/SGPT
 lg M Chikungunya
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Isolasi virus (CHIKV)
 RT-PCR
 Tes serologis (ELISA,PRNT)
KRITERIA DIAGNOSA Kasus suspek
 Demam akut >38.5 Derajat Celcius
 attralgia berat
 artritis yang tidak dapat diielaskan oleh
kondisi medis lain
 tinggal atau berkunjung ke daerah
endemis atau epidemis dalam dua minggu
terakhir sebelum munculnya gejala
Kasus terkonfirmasi (confirmed case)
Pasien kasus suspek dengan salah satu hasil
pemeriksaan spesifik CHIKV:
1. Isolasi virus
2. Deteksi virus RNA dengan RT-PCR
3. IgM positif pada satu sampel serum yang
diambil pada fase akut atau Convalescent
4. Kenaikan titer antibodi spesifik CHIKV
sebanyak 4x lipat dari sampel yang diambil
dengan selang waktu 2 atau 3 minggu
DIAGNOSA KERJA Chikungunya
DIAGNOSA BANDING  Malaria
 Demam Dengue
 Leptospirosis
 Demam Rheumatik
 Demam Typoid
 Influenza
TERAPI Umum: tirah baring, penggunaan stocking elastis
untuk kompresi
Antipiretik : asetaminofen parasetamol
Nyeri sendi : kortikosteroid oral atau injeksi
intraartikular atau NSAID Oral alternatif
metotreksat
Fisioterapi  kasus artralgia lama dan kaku
sendi.
EDUKASI - Hindari kontak dengan nyamuk terinfeksi
melalui penggunaan obat oles anti
nyamuk,kelambu, insektisida
PROGNOSIS Sebagian besar pasien sembuh sempurna, namun
pada beberapa kasus. nyeri sendi dapat persisten
untuk beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Tingkat mortalitas pada individu >65 tahun Iebih
tinggi 50 kali lipat dibandingkan dengan dewasa
muda <45 tahun.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Peters CJ. Infections Caused by Arthropod-
and Rodent-Borne viruses. In: Longo Fauci
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Kasper.Harrison's Principles of Internal
Medicine I 7th edition.United States of
America. McGraw Hill. 2008
2. WHO. Fact sheets: Chikungunya. Diunduh
dorihttpit/www.who.int/mediacentre pada
tanggal 26 April 2012.
3. Staples CJ et al. Preparedness and Response
tor Chikungunya virus: Introduction in the
Americas.CDC. 2011.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

2. Demam Berdarah Dengue


NAMA PENYAKIT Demam Berdarah Dengue (A-91)
DEFINISI Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk /
aedes aegypti dan Aedes albopictus serta
memenuhi kriteria WHO untuk demam berdarah
dengue
ANAMNESA  Demam mendadak tinggi dengan tipe bifasik
 Perdarahan kulit.
 Perdarahan gusi.
 Epistaksis,
 Hematemesis,
 Melena,
 Hematuria,
 Sakit kepala,
 Nyeri otot dan sendi,
 Nyeri di belakang mata,
 Mual muntah,
 Pemanjangan siklus menstruasi.
 Riwayat penderita DBD di sekitar tempat
tinggal, sekolah atau ditempat bekerja di
waktu yang sama.
 Pasien dapat juga datang disertai dengan
keluhan sesak, lemah hingga penurunan
kesadaran.
PEMERIKSAAN FISIK  Demam
 Gejala infeksi viral seperti: injeksi
konjungtiva, mialgia, artalgia
 Tanda perdarahan: ptekie, purpura, ekimosis
 Hepatomegali
 Tanda-tanda kebocoran plasma: efusi pleura,
asites, edema. kandung empedu
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Pemeriksaan darah rutin
 Serologi: IgG-IgM antidengue
 Pemeriksaan protein virus NS-1 Dengue
 Foto toraks : penumpulan sudut kostofrenikus
 USG abdomen: double layer pada dinding
kandung empedu, atau asites
KRITERIA DIAGNOSA Kriteria Diagnosis Klinis Demam Berdarah
Dengue (DBD) WHO 1997 :
1.Demam atau riwayat demam akut. antara 2-7
hari. biasanya bifasik.
2.Terdapat minimal satu dari manifestasi
perdarahan berikut:
- Uji bendung positif.
- Ptekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis ,
perdarahan gusi ) atau perdarahan dari tempat
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
lain.
3.Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/
ml).
4.Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma
leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan
standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat
terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura,
asites, hipoproteinemia atau hiponatremia.
DIAGNOSA KERJA Demam Berdarah Dengue
DIAGNOSA BANDING  Demam Tifoid
 Malaria,
 Chikungunya
TERAPI - Suportif
Istirahat, makanan lunak, tingkatkan asupan
cairan oral
- Pantau tanda-tanda syok, tingkat kesadaran,
nadi, tekanan darah, laboratorium: Hb. Ht,
trombosit, lekosit

Farmakologis
- Simtomatis: antipiretik parasetamol bila demam
- Cairan intravena : Ringer Laktat atau ringer
asetat 4-6 line/ kolf.
Evaluasi jumlah cairan, kondisi klinis,
perbaikan/perburukan hemokonsentrasi.
Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium IIl
dan IV bila diperlukan.
- Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai
indikasi
- Pertimbangan heparinisasi pada DBD Stadium
III dan IV dengan Koagulasi intravaskular
diseminata (KID).
EDUKASI Hindari kontak dengan nyamuk terinfeksi melalui
penggunaan obat oles anti nyamuk,kelambu,
insektisida
PROGNOSIS  Prognosis demam dengue dapat beragam,
dipengaruhi oleh adanya antibodi yang
didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya,
pada DBD, kematian terjadi pada 40-50%
pasien dengan syok, tetapi dengan
penanganan intensif yang adekuat kematian
dapat ditekan <1% kasus. Keselamatan
secara langsung berhubungan dengan
penatalaksanaan awal dan intensif.
 Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan
otak yang disebabkan syok berkepanjangan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
atau perdarahan intrakranial
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Braunwald E. Fauci AS, Kasper DL. Hauser
SL. Longo DL. Jameson JL. Infection caused
by arthropod and rodent-borne viruses.
Harrisson‗s: Principle of Internal Medicine]
7th ed.New York: McGraw- Hill Companies;
2009: l230.I 239.
2. Suhendro LN. Khie C. Herdiman TP. Demam
Berdarah Dengue. Dalam: Buku ajar ilmu
penyakit dalam edisi 6. Jakarta: lnterna
Publishing: 2014: 2773 - 9.
3. World Health Organization. Dengue
hemorrhagic Fever: Diagnosis. treatment.
prevention. And control. 2nd ed. Geneva:
World Health Organization Publication; I997.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

3. Demam Neutropenia
NAMA PENYAKIT Demam Netropenia (D.70)
DEFINISI Demam didefinisikan bila ditemukan suhu oral
lebih sama dengan 38,3°C pada satu kali
pengukuran atau suhu > 38°C bertahan lebih dari
satu jam. Neutropenia didefinisikan sebagai
penurunan jumlah netrofil absolut <500 sel/mm3
atau jumlah netrofil diperkirakan akan menurun
<500 sel/mm3 selama 48 jam kemudian.
ANAMNESA  Gejala dan tanda inflamasi seringkali kurang
tampak atau tidak tampak sama sekali pada
pasien
 Infeksi bakteri pada kulit dan jaringan lunak
jarang menimbulkan indurasi, eritema, panas,
dan pustulasi
 Infiltrat pada infeksi paru dapat tidak terlihat
pada radiografi
 Infeksi pada meningen dapat hanya
ditemukan pleiositosis ringan di cairan
serebro spinal (CSS)
 Infeksi traktus urinarius dapat menunjukkan
piuria ringan atau bahkan tidak ada sama
sekali.
 Demam seringkali merupakan satu-satunya
tanda infeksi.
 Adanya kondisi komorbid yang mendasari
o diabetes,
o penyakit paru obstruktifkronik, dan/atau
o prosedur bedah harus dievaluasi
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik pasien demam neutropenia
membutuhkan ketelitian untuk mendeteksi gejala
dan tanda yang minimal, khususnya pada lokasi
yang paling sering terkena infeksi seperti dikulit
(khususnya tempat pemasangan kateter, seperti
tempat masuk atau keluarnya kateter atau tempat
aspirasi sumsum tulang), orofaring ( termasuk
periodontium). saluran cerna. paru, dan
perineum.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Darah lengkap dengan hitung jenis leukosit
dan jumlah trombosit,
 Ureum, Creatinin
 Elektrolit,
 Enzim transaminase hati,
 Bilirubin total.
 Foto thoraks
 Pemeriksaan sitologi. Pewarnaan gram, dan
kultur.
KRITERIA DIAGNOSA  Dijumpai suhu oral di atas 38,3 0C pada sekali
pengukuran suhu oral atau didapatkan pada
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
dua pembacaan berturut-turut suhu >38,0 oC
dalam jangka waktu 2 jam dengan hitung jenis
neutrofil kurang dari 500/mm3 atau
 hitung jenis neutrofil kurang dari 1000/mm3
dengan prediksi penurunan sampai 500/mm3
dalam waktu 48 jam.
DIAGNOSA KERJA Demam Neutropenia
DIAGNOSA BANDING FUO, Sepsis
TERAPI  Antibiotik empirik berdasarkan surveillance,
kondisi pasien dan kondisi setempat.
 Antibiotik bakterisidal dengan spektrum luas.
 Regimen anti bakterial sebaiknya diberikan
sesuai dengan hasil kultur.
 Anti jamur dapat diberikan flukonazol,
itrakonazol. amfoterisin B atau liposomal
amfoterisin B.
 Pemberian growth factor
EDUKASI  Menjaga daya tahan tubuh dengan makanan
yang bergizi
 Mencegah infeksi sekunder dengan cara
memakai masker saat keluar rumah
PROGNOSIS  Demam neutropeni terjadi pada 10% - 50%
pasien dengan tumor solid dan 80% dengan
angka kematian 10%.
 Angka kematian rata - rata sebesar 15% pada
kelompok risiko tinggi dan 1% pada kelompok
risiko rendah. demam neutropenia, jika tidak
ditangani dalam 48 jam pertama. maka angka
kematian mencapai 50 %
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Kosten T. Infections in Patients with Cancer.
In: Longo Fauci Kasper. Harrison's Principles
at Internal Medicine I8th edition.United Slates
of America.Mcgraw Hill. 20l2
2. Clinical Practice Guideline for the Use oi
Antimicrobial Agents in Neutropenic
Patientswith Cancer: 20I0 Update by the
lntectiousDiseases Society at America
3. Ronuhardy D. Neutropeni Febril pada Kanker.
dalam: 5udoyo.Setiyohadi. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta. Interna
Publishing. 201l
4. Klastersky Jean. Management at Fever in
Neutropenic Patients with Ditterent Risks of
Complications. Diunduh dari
http:llcidoxfordjournals.org pada tanggal I
Mei 20l2.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
4. Demam Tyfoid
NAMA PENYAKIT Demam Tyfoid ( A.01)
DEFINISI Demam tyfoid merupakan penyakit sistemik akut
yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
typhii atau Salmonella paratyphii.
ANAMNESA  Pada minggu pertama, gejala yang ditemukan
adalah:
o sakit kepala
o menggigil
o batuk berkeringat
o mialgia, malaise, dan artralgia.
 Gejala gastrointestinal yang ditemukan yaitu:
anoreksia, nyeri abdomen, mual, muntah,
diare, konstipasi
 Gejala yang paling menonjol adalah prolonged
fever (38.8°—40.5°C), dan berlanjut hingga 4
minggu jika tidak ditangani.
PEMERIKSAAN FISIK  Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan
dan terutama pada sore hingga malam hari
 Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi
jelas berupa demam, bradikardia relatif
peningkatan suhu 1°c, tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8x/menit
 Lidah yang berselaput kotor di tengah, tepi
dan ujung merah serta
 Tremor
 Hepatomegali
 Splenomegali
 Meteorismus
 Gangguan mental berupa somnolen, stupor,
koma, delirium atau psikosis
 Roseola jarang ditemukan pada orang
indonesia
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Darah rutin
 SGOT/SGPT
 Uji widal dan kultur organisme.
 Uji tubex
 Kultur darah (gold standar)
KRITERIA DIAGNOSA 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
DIAGNOSA KERJA Demam Tyfoid
DIAGNOSA BANDING Demam dengue, Malaria, Enteritis Bakterial
TERAPI Trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
1. Diet dan terapi penunjang simtomatik dan
suportif ,
2. Pemberian antimikrobal
- Pilihan utama: Kloramfenikol 4 x 500
mg sampai dengan 7 hari bebas demam.
Alternatif lain:
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Tiamfenikol 4 x 500 mg
- Kotrimoksazol 2 x 960 mg selama 2 minggu
- Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB
selama 2 minggu
- Sefalosporin generasi III; yang terbukti efektif
adalah Ceftriaxone 3-4 gram dalam dekstrose 100
cc selama 1/2 jam per- infus sekali
sehari, selama 3-5 hari.
- Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram,
sefoperazon 2 x 1gram
- Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
- Ciprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
- Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Kasus Toksik Tifoid
Pada kasus toksik tifoid langsung diberikan
kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan
ampisilin 4 x 1 gram dan Prednison 20 hingga 40
mg sekali sehari P0 atau yang ekuivalen selama 3
hari pertama dari pengobatan biasanya cukup.
Dosis tinggi kortikosteroid 3 mg/kg IV awal,
diikuti dengan 1 mg

EDUKASI  Menjaga kebersihan dan kesehatan dari


makanan dan minuman yang dikonsumsi
 Sanitasi air dan kebersihan lingkungan
PROGNOSIS  Jika tidak diobati, angka kematian pada
demam tifoid 10-20%, sedangkan pada kasus
yang diobati angka mortalitas demam tifoid
sekitar 2%.
 Bila terjadi komplikasi, maka prognosis
semakin buruk.
 Relaps terjadi pada 25% kasus.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Peters CJ. infections Caused by Arthropod-
and Rodent-Borne viruses. In: Longo Fauci
Kasper.Harrison's Principles oi Internal
Medicine 17th edition.United States of
America. McGraw I-liIl.2008
2. Widodo D. Demam Tifoid. Buku Ajar llmu
Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat
Penerbitan llmu Penyakit Dalam: 2009 : 2797
— 2805.
3. Parry Christopher M. Hien Trans tinh.
Thyphoici Fever. N Engl J Med 2002;
1347:1770-1782.
4. Herath. Early diagnosis oi typhoid fever by
the detection of salivary IgA. J Clin Pathol
2003;56:694-698.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
5. 5. Utah Public Health — Disease
Investigation Plans. Thypoicl Fever [Enteric
Fever, Typhus Abdominalisl.2010. Diunduh
dari
http://health.utah.govlepilcliseasesltyphoid/pl
anlTyphoidPlan0816l0.pdf pada tanggal 2
Mei 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

5. Diare Infeksi
NAMA PENYAKIT Diare Infeksi (A09)
DEFINISI  Diare didefinisikan sebagai perubahan
frekuensi buang air besar menjadi lebih sering
dari normal lebih dari 3 kali per hari disertai
perubahan konsistensi feses menjadi lebih
encer.
 Diare juga dapat diartikan sebagai keluarnya
feses lebih dari 200 gram per hari (pada
populasi barat), atau kandungan air pada feses
lebih dari 200 mL per hari. Berdasarkan
durasinya, diare dibagi menjadi tiga: diare akut
(kurang dari 14 hari), diare persisten
berlangsung selama 2 - 4 minggu, dan diare
kronis (berlangsung lebih dari 4 minggu).
 Diare disebut sebagai diare infeksi bila
etiologinya adalah karena infeksi bakteri.
virus, parasit, jamur, atau toksin dalam
makanan.
ANAMNESA  Onset, durasi, frekuensi, progresivitas, kualitas
diare konsistensi feses, adalah disertai darah
atau lendir,
 Gejala penyerta muntah, nyeri perut, demam,
 Riwayat makanan / minuman yang dikonsumsi
6-24 jam terakhir, adakah keluarga atau orang
disekitarnya dengan gejala serupa, kebersihan
/ kondisi tempat tinggal,
 Apakah wisatawan atau pendatang baru.
 Riwayat seksual, riwayat penyakit dahulu,
penyakit dasar / komorbid
PEMERIKSAAN FISIK  Keadaan umum,
 Tanda vital,
 Status gizi,
 Tanda dehidrasi,
 Tanda anemia,
 Kualitas dan Iokasi nyeri perut,
 Identifikasi penyakit komorbid.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Darah perifer lengkap [dpl],
 Elektrolit,
 Ureum, kreatinin,
 Analisa gas darah [agda] bila dicurigai ada
kelainan asam basa, analisa tinja,
 Kultur dan resistensi feses,
KRITERIA DIAGNOSA 1. Anamnesa, mengenai hal berikut:
 Tanyakan gejala dan tanda yang sesuai
dengan kemungkinan penyebab termasuk
waktu timbul dan gejala kekurangan cairan
 Adanya kontak dengan sumber yang
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
berpotensi tercemar patogen penyebab diare
 Riwayat perjalanan, aktivitas berenang,
kontak dengan orang yang sakit serupa,
tempat tinggal, juga pola kehidupan seksual
 Adanya riwayat pengobatan dan diketahui
penyakit lain seperti infeksi HIV
2. Pemeriksaan Fisik, secara general tidak
mengarah ke diagnosis secara spesifik namun
lebih untuk menilai status hidrasi pasien.
DIAGNOSA KERJA Diare Infeksi
DIAGNOSA BANDING - Gastroenteritis (Non Infeksi)
- Infeksi C. Defficile
- Divertikulitis akut
- Sepsis
- Pelvic Inflammatory Disease (PlD)
TERAPI Penatalaksanaan umum
-Rehidrasi cairan dan elektrolit
Terapi Etiologis Infeksi
Bakteri :
E.Coli patogen [EPEC], toksigenik [ETEC],
hemoragik [EHEC], Enterobacter Aerogenes,
Shigella sp, Kuinolon: Ciprofloksasin 2 x 500 mg
p.o. norfloksasin 2 x 400 mg p.o, Levofloksasin 1
x 500 mg p.o selama 3 hari. Kotrimozazole forte
2 x [160 mg + 800 mg] tab p.o selama 5 hari.
Salmonella sp,
- Kloramfenikol 4 x 500 mg p.o, Tiamfenikol 50
mg/kgBB [qid] p.o selama10-14 hari.
- Kuinolon: siprofloksasin 2 x 500 mg p.o,
norfloksasin 2 x 400 mg p.o. Levofloksasin 1 x
500 mg p.o selama 3-5 hari
- Kotrimoksazol forte 2 x [160 mg + 800 mg]
tab p.o selama 10 -14 hari.
Vibrio cholera:
- Tetrasiklin 4 x 500 mg p.o selama 3 hari
- Doksisiklin 4 x 300 mg p.o, dosis tunggal
Clostridium difficile:
- Metronidazol [P0] 4 x 250-500 mg selama 7 —
14 hari
- Vankomisin [P0] 4 x 125 mg selama 7- 14 hari
bila resistensi Metronidazole.
Yersinia en terocolytica :
- Aminoglikosida : streptomisin (IM)
30mg/kgBB/hari p.o bid selama 10 hari
- Kotrimoksazol forte 2 x [160 mg + 800 mg] tab
p.o
- Fluorokuinolon [ciprofloksasin 2 x 500 mg p.o,
norfloksasin 2 x 400 Mg p.o, Ievofloksasin 1 x
500 mg p.o
Shigela dysentrase:
- Kuinolon
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Cephalosporine generasi III
- Aminoglikosida
Campylobacter jejunii:
- Kuinolon: Ciprofloksasin 2 x 500 mg p.o,
Norfloksasin / Levofloksasin 1 x 500 mg p.o
- Makrolid: Eritromisin 2x500 mg p.o selama 5
hari
Virus: tidak diberikan antivirus, hanya terapi
suportif dan simptomatik
Parasit:
Giardia lamblia: metronidazol 4 x 250-500 mg
p.o selama 7-14 hari
Cryptosporidium: Paromomisin (4g/hari p.o dosis
terbagi) plus azitromisin [500 mg p.o dosis
tunggal dilanjutkan 1 x 250 mg p.o selama 4 hari)
- Entamoeba Histolitica
- Metronidazol 4 x 250-500 mg p.o selama 7 - 14
hari
- Tinidazol 2 g/ hari p.o selama 3 hari
- Paromomisin 4 g/hari p.o, dosis terbagi
EDUKASI - Menjaga makanan, minuman dan kesehatan
lingkungan tempat tinggal
- Memasak air sampai mendidih terlebih dahulu
sebelum diminum
- Dianjurkan untuk menggunakan jamban
keluarga.
PROGNOSIS - Akut, diare cair, tipikal berlangsung 5-7 hari
- Kebanyakan kasus membaik dalam 2 minggu
- Bila ada komplikasi serius seperti dehidrasi
dan syok hipovolemik: prognosis umumnya
baik bila rehidrasi berhasil
- Faktor-faktor yang memiliki prognosis yang
lebih buruk, diantaranya:
 Diare disertai darah-dehidrasi dan
hipovolemia
 Syok hipovolemik, gejala diare berulang
 Malnutris iimmunodefisiensi, termasuk
infeksi HIV
 Usia > 65 tahun-diare karena antibiotika
 Infeksi nosokomial atau wabah diare
 Tanda - tanda peritonitis
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Makmun D. Simadibrata M. Abdullah M.
Syam AF. Fauzi A. editors. Kansensus
penatalaksanaan diare akut pada dewasa di
Indonesia. Perkumpulon Gastroenterologi
Indonesia IPGII. 2009.
2. Camilleri M. Murray JA. Diarrhea and
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
constipation. In: Longo DL. Kasper DL.
Jameson DL. Fauci
3. AS . FauciAS.HauserSL.l_oscolzoJ. editors.
Harrison's Principals of intemal Medicine
18th ed. New York: McGraw-Hill Medical
Publishing Division: 2012. Chapter40. p308-
19.
4. Colledge NR. Walker BR. Ralston SH.
editors. Presenting problems in infectious
diseases. In :Davidson's Principles and
Practice of Medicine 21 st ed. Churchill
Livingstone-Elsevier:20I 0. Page302- 4
5. Setiawan B. Diare akut karena infeksi.
Dalam: Buku Ajar llmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen llmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia. 2011. Halaman 1794- 8
6. Wortd Health Organization.The treatment of
diarrhoea: a manual for physicians and other
senior health workers. WHO 2005
7. Manatsathit S. Dupont HL. Farthing M. et al:
Working Party at the Program Committee of
the Bangkok World Congress of
Gastroenterology 2002. Guideline tor the
management of acutecdiarrhea in adults.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

14. Keracunan Makanan


NAMA PENYAKIT Keracunan Makanan (X49)
DEFINISI Penyakit yang disebabkan oleh konsumsi
makanan yang terkontaminasi bakteri, toksin
bakteri, parasit, virus, atau zat kimia
ANAMNESA  Riwayat konsumsi makanan kurang matang
atau terkontaminasi dengan bakteri, toksin
bakteri, parasit, virus, atau zat kimia
 Hygiene yang tidak baik
PEMERIKSAAN FISIK  Keadaan umum,
 Tanda vital,
 Status gizi,
 Tanda dehidrasi,
 Tanda anemia,
 Kualitas dan Iokasi nyeri perut,
 Identifikasi penyakit komorbid.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Darah rutin
 Ureum, creatinin
 Elektrolit
 Feses rutin
 Kultur feses
KRITERIA DIAGNOSA Pemeriksaan dan nilai positif
DIAGNOSA KERJA Keracunan makanan
DIAGNOSA BANDING Gastroenteritis non infeksi
TERAPI Terapi Suportif :
Rehidrasi, baik oral ataupun intravena (lebih
lengkap lihat di bab Diare Infeksi) Koreksi
gangguan elektrolit dan asam basa
Simtomatik: anti emetik
Ventilasi mekanik jika terjadi gagal napas (pada
kasus botulisme)
Antibiotik
Berdasarkan kuman penyebab.
KOMPLIKASI 1. Dehidrasi
2. Gangguan elektrolit dan keseimbangan asam
basa
3. Perforasi, perdarahan dan sepsis (kasus
C.perfingens tipe C)
4. Gagal nafas( kasus botulisme)
PROGNOSIS Sebagian sembuh sendiri. Mortalitas akibat C.
Perfringens tipe C 4-0%. Mortalitas akibat C.
botulinum 10-46%
EDUKASI 1. Hati-hati dalam mengkonsumsi makanan.
2. Hindari makanan yang sudah berubah
bentuk, warna, rasa dan bau.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DAFTAR RUJUKAN 1. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M. Setiati S. penyunting. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta:
InternaPub|ishing: 2009. Hal
2. Acute infectious dionheal diseases and
bacterial food poisoning. Dalam: Longo DL.
Kasper DL. Jameson JL. Fauci AS.
HauserSL. Loscalzo J. penyunting.
Harrison‗s principle of internal medicine.
Edisi XVIII. McGraw-Hill Companies; 2012.
Hal.
3. Giannella RA. Infectious enteritis and
proctocolilis and bacterial food poisoning.
Dalam: Feldman M, Friedman LS. Brandt
LJ. penyunting. Sleisenger and lordlran‗s
gastrointestinal and liver disease:
pathaphysiologyl diagnosis)‗ management.
Edisi IX. Philadelphia: Saunders Elsevier.
2010
4. CDC. Diagnosis and management of
foodborne ilnesses. MMWR 2004;
53lRR04]: i-33
5. Lawrence DT. Dobmeier SG. Bechtel LK,
Holstege CP. Food poisoning. Emerg Med
Clin N Am 2007: 25: 357-373
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
6. Diare Terkait Antibiotik
NAMA PENYAKIT Diare Terkait Antibiotik (Infeksi Clostridium
Difficile) (T36.9)
DEFINISI  Peradangan pada kolon akibat toksin A
maupun toksin B dari Clostridium difficile
yang ditandai dengan terbentuknya Iapisan
eksudatif (pseudomembran) yang melekat di
permukaan mukosa, yang umumnya timbul
setelah menggunakan antibiotik.
 Antibiotik yang paling sering dikaitkan dengan
keadaan ini adalah klindamisin, ampisilin dan
sefalosporin generasi 2 dan 3.
ANAMNESA  Diare cair atau berlendir 10 - 20 x sehari
 Diare berdarah
 Kram perut
 Demam
 Riwayat penggunaan antibiotik minimal 72
jam sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK - Febris
- Nyeri tekan abdomen bawah
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah tepi lengkap
- Hipoalbuminemia
- Kolonoskopi
- Histopatologi
KRITERIA DIAGNOSA  Anamnesa
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
DIAGNOSA KERJA Diare terkait antibiotik (Infeksi Clostridium
Difficile)
DIAGNOSA BANDING  Diare akibat kuman patogen lain,
 Efek samping obat non-antibiotik,
 Kolitis noninfeksi,
 Sepsis intra abdominal
TERAPI Nonfarmakologis
- Menghentikan antibiotik yang diduga sebagai
penyebab, obat-obatan yang mengganggu
peristaltik
- Pemberian cairan dan elektrolit
Farmakologis
- Metronidazol peroral dengan dosis 4 x 250 -
500 mg selama7-10 hari
- Vancomisin digunakan pada kasus berat
dengan dosis peroral 4 x 125-500 mg selama 7-
14 hari.
- Pada kasus berat dengan komplikasi atau
fulminan :vankomisin 500 mg per oral atau per
NGT ditambah dengan metronidazol IV 3 x
sehari selama > 2 minggu.
.
KOMPLIKASI - Perdarahan saluran cerna
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Sepsis
EDUKASI - Selektif dalam pemilihan antibiotik
- Menghentikan antibiotik yang diduga sebagai
penyebab
PROGNOSIS  Sebanyak 15-35% kasus akan kambuh dalam
beberapa minggu atau bulan. Rekurensi lebih
sering pada pasien geriatri, pasien yang tetap
melanjutkan pemakaian antibiotic penyebab
saat terapi Clostridium difficile, pasien yang
tetap dirawat di rumah sakit setelah
pengobatan pertama selesai dan pasien yang
menggunakan proton pump inhibitor.
 Pasien yang telah mengalami rekurensi
pertama memiliki kemungkinan rekurensi
kembali sebesar 33-65%.
 Pada kasus rekuren. risiko timbulnya
komplikasi serius meningkat sebesar 11%.
 Angka mortalitas meningkat hingga 6,9% dan
Iebih tinggi pada usia tua.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Oesman N. Kolitis infeksi. In: Sudoyo A.
Setiyohadi B. Alwi I, Simadibrata M. Setiati
S. editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
5"' ed. Jakana: Pusat informasi dan
Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI. 2009:1360 — 6
2. Gerding DN. Johnson S.Clostridium ditflcile
infection. including pseudomembranous
colitis. In: Fauci A. Kasper D. Longo D.
Braunwald E. Hauser S. Jameson J.
Loscalzo J. editors. Harrison's principles of
internal medicine. 18'" ed. United States of
America: The McGraw-Hill Companies.
2012: 1091 – 4
3. 3. Bartlett JG. Gerding DN. Clinical
recognition and diagnosis of clostridium
ditficile infection. ClinInfect Dis. 2008146
Suppl 1:512 —
4. Cohen SH. Gerding DN. Johnson S. et al.
Clinical practice guidelines for clostridium
ditficile infectionin adults: 2010 update by
the society tor healthcore epidemiology of
America ISHEAI and the infectious disease
society of america IIDSAJ. Infect Control
Hosp Epidemiol. 20101315i:431 — 55
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

7. Fever Unknown Origin (FUO)


NAMA PENYAKIT Fever Unknown Origin (FUO) (R50.9)
DEFINISI Fever unknown Origin [FUO] dibagi menjadi
empat macam, yaitu
1. FUO klasik adalah demam>38,3°C selama
lebih dari 3 minggu, kemudian dirawat
selama 1 minggu untuk dicari penyebabnya,
namun tidak ditemukan penyebabnya
.Penyebab bisa merupakan undetermined
infection, malignancy,atau autoimmune
disease.
2. FUO pada pasien HIV adalah demam >
38,3°C selama lebih dari 4 minggu pada
rawat jalan atau lebih dari 3 hari pada pasien
rawat inap
3. FUO pada pasien netropenia adalah demam >
38,3°C pada pasien dengan jumlah lekosit
PMN<500/pl, atau diperkirakan akan turun
mencapai nilai tersebut dalam 1-2 hari.
4. FUO pada pasien nosokomial demam >
38,3°C timbul pada pasien yang dirawat di
RS dan pada saat mulai dirawat tidak timbul
gejala atau dalam masa inkubasi, penyebab
demam tak diketahui dalam waktu 3 hari.
termasuk 2 hari setelah diperiksa kultur.
ANAMNESA  Keluhan utamanya adalah demam
berkepanjangan tanpa sebab yang jelas.
o onset demam,
o durasi demam,
o pola demam.
 Riwayat pengobatan yang berhubungan
dengan FUO diantaranya adalah antimikroba
(carbapenem, cephalosporin, erythromycin,
isoniazid, minocyline, nitrofurantoin,
peniciline G, peniciline V, rifampin,
suifonamides), antileptik (carbamazepine,
phenytoin),obat kardiovaskular captopril,
clofibrate, heparin, hydralazine, methyildopa,
nifedipine. procainamide, quinidine),
allupurinol, barbiturate, cimetidine,
meperidine, pil diet, obat herbal.
 Riwayat penyakit terdahulu : keganasan,
penyakit inflamasi, riwayat operasi
sebelumnya (terutama yang berhubungan
dengan benda asing), infeksi HIV.
 Riwayat pada keluarga (kondisi keluarga ke
arah FUO): demam periodik, Familial
Mediterranian Fever [FMF], penyakit
reumatik, kondisi inflamasi sistemik ( seperti
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
inflammatory bowel disease, polimialgia,
temporal arteritis, atau vaskulitis lain).
 Riwayat sosial: mengenai paparan ke hewan
peliharaan atau binatang lain, terpapar
dengan orang dengan mempunyai gejala
yang sama, riwayat bepergian, tempat tinggal
sebelumnya, riwayat pekerjaan,
ketergantungan obat injeksi, aktivitas
seksual.
PEMERIKSAAN FISIK Demam, dengan T>38,3o
PEMERIKSAAN PENUNJANG Sesuai mikroorganisme dan organ terkait.
 Pemeriksaan hematologi
 Kimia darah,
 Urine lengkap,
 Mikrobiologi,
 Radiologi
 EKG,
 Biopsi jaringan tubuh,
 Endoskopi/peritoneoskopi,
 Angiografi,
 Limfografi,
 Tindakan bedah (laparatomi percobaan),
 Uji pengobatan,
KRITERIA DIAGNOSA 1. Anamnesa
2. Pemeriksaanfisik
3. Pemeriksaanpenunjang
DIAGNOSA KERJA Fever Of Unknown Origin
DIAGNOSA BANDING Infeksi, penyakit kolagen, neoplasma, efek
samping obat
TERAPI  Tidak ada pengobatan untuk FUO sampai
penyakit yang mendasari teridentifikasi.
 Obat-obatan untuk mengurangi demam tidak
didukung bukti yang kuat.
 Pengobatan empirik dengan menggunakan
antibiotik, antituberkulosis, atau
kortikosteroid tidak dlirekomendasikan bila
belum ditegakkan diagnosis pasti
KOMPLIKASI - FUO dapat menyebabkan renjatan, sepsis dan
koagulasi intravascular diseminata.
EDUKASI - Segera ke fasilitas kesehatan terdekat
- Perhatikan intake asupan makanan dan cairan
PROGNOSIS  19-34% pasien dengan FUO tidak pernah
mengetahui diagnosisnya.
 Pasien dengan FUO idiopatik mempunyai
prognosis yang baik sebab pada sebagian besar
dapat sembuh dengan spontan.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DAFTAR RUJUKAN 1. Ergonijrl O. Wiilke A. Azcip A. et all.
Revised definition of‗ fever of unknown
origin‗:limitations and opportunities. J
Infect. 2005:50(l ):l-5.
2. Cunho BA. FeveroiUnknownOrigin. New
York. NY: lnformoHeolthccre: 2007.
3. Arnow PM. Floherly JP. Fever of unknown
origin.Lancet.I997;350:575—80.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
8. Filariasis
NAMA PENYAKIT Filariasis (B74.0)
DEFINISI  Filariasis adalah infeksi pada saluran limfe
atau kelenjar limfe yang disebabkan oleh
cacing Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,
atau B. timori, dengan klinis bervariasi mulai
dari infeksi subklinis, limfedema, sampai
hidrokel, dan kaki gajah [elephantiasis].
 Toksin yang dilepaskan oleh cacing dewasa
menyebabkan limfangiektasia, apabila cacing
dewasa telah mati dapat mengakibatkan
limfangitis filaria akut dan obstruksi saluran
limfe.
ANAMNESA Adanya keluhan demam, menggigil, sakit kepala,
muntah, lemah, mialgia,dan sesak nafas.

PEMERIKSAAN FISIK - Pembesaran kelenjar limfe, terutama inguinal


- Pembengkakan epididymis.
- Infeksi kulit yang terkena dengan ulkus steril.
- Edema tungkai
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Hapusan darahtepi perifer tebal dan tipis.
- USG Dopler pada skrotum atau payudara,
terlihat cacing dewasa aktif
- ELISA dan ICT untuk antigen W.bancrofti
yang bersirkulasi ( sensitivitas 96-100 % dan
spesifisitas hampir 100%)
KRITERIA DIAGNOSA 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
DIAGNOSA KERJA Filariasis
DIAGNOSA BANDING Pada episode akut: tromboflebitis, infeksi,
keganasan, gagal jantung kongestif,trauma,
abnormalitas sistem limfatik.
TERAPI Penatalaksanaan Umum:
Tirah baring, penggunaan stocking elastis untuk
kompresi edema
Pengobatan infeksi:
-Dietilkarbamazin [DEC], 6 mg/kgBB/hari
selama 12 hari, dapat diulangi 1 — 6 bulan
kemudian bila perlu, atau selama 2 hari per bulan
(6 — 8 mg/kgBB/ hari)
-lvermektin, 200 mcg/ kgBB, efektif untuk
mikrofilaremia
- Albendazol, 1 — 2 x 400 mg setiap hari selama
2 - 3 minggu
Aspirasi dan operasi untuk drainase cairan
limfe
Psikoterapi
Fisioterapi
KOMPLIKASI - Elefantiasis ekstremitas dan skrotum
EDUKASI - Meningkatkan hygiene untuk mencegah
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
episode inflamasi akut
- Hindari kontak dengan nyamuk terinfeksi
melalui penggunaan obat oles anti nyamuk,
kelambu, insektisida
PROGNOSIS - Prognosis baik pada kasus yang terdeteksi dini
dan sedang
- Prognosis lebih buruk pada kasus yang sudah
lanjut terutama dengan edema genitalia
(skrotum) dan tungkai / elephantiasis, dapat
menyebabkan kecacatan permanen.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Colledge NR. Walker BR. Ralston SH.
editors. Infections caused by helminths. In:
Davidson's Principles and Practice of
Medicine 21" ed. Churchill
Livingstone|12010. page 366 — 8.
2. Herdiman T Pohan. Filariasis. Dalam: Buku
Ajar llmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen llmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 201
l.
3. Filarial and Related lnfections. ln:Longo
DL. Kasper DL. Jameson DL. Fauci AS,
Hauser SL. Loscalzo J. editors. Harrison's
Principals of Internal Medicine l8" ed. Mc
Graw Hill. Chapter 2l 83. Arnow PM.
Floherly JP. Fever of unknown origin.
Lcincet.I997;350:575—80.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

9. Leptospirosis
NAMA PENYAKIT Leptospirosis (A.27.0)
DEFINISI  Penyakit zoonotik yang disebabkan
spirochaeta dari genus Leptospira. dalam
tubuh hewan
 Leptospira akan menetap dan membentuk
koloni serta berkembang biak di dalam epitel
tubulus ginjal dan secara terus-menerus ikut
mengalir dalam filtrat urin.
ANAMNESA  Riwayat paparan/ kontak dengan urin serta air,
tanah, atau makanan yang terkontaminasi urin
dari hewan yang terinfeksi (hewan ternak,
babi, kuda, anjing,kucing, hewan pengerat,
atau hewan liar).
 Riwayat pekerjaan risiko tinggi, mencakup
tukang potong hewan, petani, peternak,pekerja
limbah, dan pekerja kehutanan.
 Demam disertai sakit kepala, terutama di
bagian frontal
 Anoreksia
 Nyeri otot
 Mata merah, fotofobia
 Mual, muntah
 Nyeri abdomen
PEMERIKSAAN FISIK - Injeksi konjungtiva tanpa sekret purulen
- Bradikardi
- Eritema faring tanpa eksudat
- Nyeri tekan otot, terutama pada betis dan
daerah lumbal
- Ronki pada auskultasi paru
- Redup pada perkusi dada di atas area
perdarahan paru
- Ruam (dapat berupa makula, makulopapula,
eritematosa, petekia, atau ekimosis)
- Ikterus
- Meningismus
- Hipo atau arefleksia, terutama pada tungkai.
- Penyakit Well's ditandai oleh ikterus, gagal
ginjal akut, hipotensi dan perdarahan
- Hepar dapatmembesar dan nyeri.
Splenomegali dapat terjadi pada sebagian kecil
kasus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG - Darah rutin
- Urinalisis:proteinuria,leukosituria,sedimen
abnormal (leukosit, eritrosit, hialin cast dan
granular)
- Ureum, creatinin
- Liver function test
- Diagnosis definitif: pemeriksaan langsung urin
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
atau darah dengan mikroskop lapangan gelap.
- Microscopic Agglutination Test [MAT] atau
Macroscopic Slide Aggiutination Test [MSAT]
Kultur darah atau LCS pada 7-10 hari pertama,
kultur urin mulai minggu kedua..
KRITERIA DIAGNOSA 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang (peningkatan
aminotransferase lebih dari 5 kali batas
normal)
DIAGNOSA KERJA Leptospirosis
DIAGNOSA BANDING Influenza, malaria, infeksi dengue, chikungunya,
demam tifoid, hepatitis virus
TERAPI a. Leptospirosis ringan:
- Doksisiklin oral 2 x 100 mg selama 7 hari
- Amoksisilin oral 4 x 500 mg selama 7 hari
- Ampisilin oral 4 x S00-750 mg selama 7 hari
- Azitromisin oral 1 x 1 gram hari pertama,
selanjutnya 1x 500 mg pada hari kedua& ketiga.
b. Leptospirosis sedang-berat:
- Penisilin G intravena 1,5 juta unit/6 jam selama
7 hari
- Ceftriaxone intravena 1 gram/24 jam selama 7
hari
- Doksisiklin intravena 100 mg/12 jam selama 7
hari
- Amoksisilin intravena 1 gram/6 jam selama 7
hari
- Ampisilin intravena 1 gram/6 jam selama 7 hari
- Cefotaxime intravena 1 gram/6 jam selama 7
hari
KOMPLIKASI - Anemia hemolitik
- Trombositopeni
EDUKASI - Hindari paparan / kontak langsungdengan urin
serta air, tanah, atau makanan yang
terkontaminasi urin dari hewan yang terinfeksi
(hewan ternak, babi, kuda, anjing,kucing,
hewan pengerat, atau hewan liar)
- Mencucitangansetelahbekerja pada Riwayat
pekerjaan risiko tinggi( tukang potong hewan,
petani, peternak,pekerja limbah, dan pekerja
kehutanan)
PROGNOSIS Dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Zein U. Leptospirosis.Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M. Setiati
S. penyunting. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi v. Jakarta: lnternaPublishing.'
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2009. Hal 28074 2
2. Dalam: Longo DL. Kasper DL. Jameson JL,
Fauci AS, Hauser SL. Loscalzo J.
penyunting. Harrison's
3. principle of internal medicine. Edisi Xvlll.
McGraw-Hill Companies: 2012.
4. Levett PN. Haake DA. Leptospira species.
Dalam: Mandell GL. Bennett JE. Doiin R,
penyunting. ivtandell. douglas. and bennett‗s
principles and practice of infectious
diseases. Philadelphia: Churchill
Livingstone Elsevier: 20lO.
5. Gilbert DN. et al. The sanford guide to
antimicrobial therapy. Edisi ke-40. 20l0
6. Phimda K. l-loontrakul S. Suttinont C,
Chareonwat S. Losuwanaluk K,
Chueasuwanchai S, et al. Doxycycline
versus azithromycin for treatment of
Ieplospirosis and scrub tvphus. Anlimicrob
Agents Chemother 2007; 5l i9]: 3259-63
7. K0 Al. Leptospirosis. Dalam: Goldman L.
Schater Al. penyunting. Goldman's cecil
medicine. Edisi XXIV. Philadelphia:
Elsevier. 20l 2.
8. Herrmann-Storck C. Louis MS. Foucand T.
Lamaury I, Deloumeaux J, Baranton G. et al.
Severe leptospirosisin hospitalized patients,
guadeloupe. Emerging Infectious Diseases
2010; l6 i2]:33le4
9. Dassanayake DLB, Wimalarafna H,
Nandadewa D.Nugaliyaada A.Ratnafunga
Cl\l.Agampodi SB. Predictors of the
development of myocarditis or acute renal
failure in patients with leptospirosis:
10. an observational study. BMC Infectious
Diseases 2012: I214
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
10. HIV/AIDS
NAMA PENYAKIT HIV/AIDS ICD 10 (B-20)
DEFINISI Kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan
oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi
oleh virus HIV (Human immunodeficiency virus)
yang termasuk famili retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
ANAMNESA Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan
gejala atau keluhan tertentu.
Pasien datang dapat dengan keluhan:
1. Demam (suhu>37,5°C) terus menerus atau
intermiten Iebih dari satu bulan.
2. Diare yang terus menerus atau intermiten Iebih
dari satu bulan.
3. Keluhan disertai kehilangan berat badan
(BB)>10% dari berat badan dasar.
4. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang
menyertainya.
PEMERIKSAAN FISIK  Keadaan Umum
o Berat badan turun
o Demam
 Kulit
o Kulit kering, dermatitis
o Tanda-tanda herpes simpleks clan
zoster atau jaringan parut bekas
herpes zoster.
 Pembesaran kelenjar getah bening
 Mulut: kandidiasi oral, oral hairy
leukoplakia, keilitis angularis
 Dada: dapat clijumpaironki basah akibat
infeksi paru
 Abdomen: hepatosplenomegali, nyeri,
atau massa.
 Anogenital: tanda-tanda herpes simpleks,
duh vagina atau uretra
 Neurologi: tanda neuropati dan
kelemahan neurologis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.Laboratorium
a. Hitung jenis leukosit :
Limfopenia, dan CD4 hitung <500
b.Tes HIV menggunakan 3 macam tes dengan
titik tangkap yang berbeda, umumnya dengan
ELISA dan dikonfirmasi Western Blot.
2. Radiologi
KRITERIA DIAGNOSA Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan
awal dan setiap kali kunjungan.
Stadium 1 Asimptomatik
 Tidak ada penurunan berat badan
 Tidak ada gejala atau hanya :
Limfadenopati generalisata persisten
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Stadium 2 Sakit ringan
 Penurunan BB 5-10%
 ISPA berulang, misalnya sinusitis atau
otitis
 Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
 Luka di sekitar bibir (keilitisangularis)
 Ulkus mulut berulang
 Ruam kulit yang gatal (seboroik atau
prurigo -PPE)
 Dermatitis seboroik
 Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit sedang
 Penurunan berat badan > 10%
 Diare, Demam yang tidak diketahui
penyebabnya,lebih dari 1 bulan
 Kandidosis oral atau vaginal
 Oral hairy leukoplakia
 TB Paru dalam 1 tahun terakhir
 Infeksi bakterial yang berat (pneumoni,
piomiositis, dll)
 TB limfadenopati
 Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotik
akut
 Anemia (Hb <8 g%), netropenia
(<5000/ml),trombositopeni kronis
Stadium 4 (AIDS)
 Sindroma wasting HIV
 Pneumonia pnemosistis, pnemonia
bakterial yang berat berulang
 Herpes simpleks ulseratif lebih dari satu
bulan.
 Kandidasis esophageal
 TB Extraparu
 Sarkoma kaposi
 Retinitis CMV
 Abses otak toksoplasmosis
 Encefalopati HIV
 Meningitis Kriptokokus
DIAGNOSA KERJA HIV/AIDS
DIAGNOSA BANDING Penyakit gangguan sistem imun.
TERAPI 1.Pemberian terapi infeksi oportunistik dilakukan
terlebih dahulu.
2.Berikan Cotrimoxazol 1x 960 mg untuk
profilaksis infeksi oportunis
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

EDUKASI 1. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB,


infeksi menular seksual (IMS), dan
kelompokrisiko tinggi beserta pasangan
seksualnya, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2. Memberikan informasi kepada pasien dan
keluarga tentang penyakit HIV/AIDS. Pasien
disarankan untuk bergabung dengan kelompok
penanggulangan HIV/AIDS untuk menguatkan
dirinya dalam menghadapi pengobatan
penyakitnya.
PROGNOSIS Prognosis sangat tergantung kondisi pasien saat
datang dan pengobatan. Terapi hingga saat ini
adalah untuk memperpanjang masa hidup, belum
merupakan terapi definitif, sehingga prognosis
pada umumnya buruk
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan PenyehatanLingkungan. Pedoman
NasionalTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada Orang Dewasa.Jakarta:
Kemenkes. 201 1
2. Dioerban Z. Djauzi S. HIV/AIDS di
lndonesia.Dalam: Sudoyo AW. Setiyohadi B.
Alwi 1. Simadibrata
3. M. Setiati S. Buku Aior llmu Penyakit
Dalam. 4"‗Ecl. Vol ll. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen
4. llmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Hal.
1825-30.
5. Yunihastuti. E. Karjadi TH. Suroyo
Yudianto. B. Nelwan JE. Ujainah ZN.
Kurniati N, lmran D. DkkPedoman Layanan
HIV RSCM 2014.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

11. Infeksi Oportunistik pada HIV/AIDS


NAMA PENYAKIT Tuberkulosis Infeksi Oportunistik HIV
(B20.0)
DEFINISI Infeksi yang timbul akibat penurunan kekebalan
tubuh pada pasien HIV. Infeksi ini timbul karena
Mycobacterium tuberculosis yang berasal dari
luar tubuh, maupun yang sudah ada dalam tubuh
manusia namun dalam keadaan normal terkendali
ANAMNESA  Demam diurnal
 Keringat malam
 Batuk kronik lebih dari 3 minggu
 Hemoptisis
 Penurunan berat badan
 Penurunan nafsu makan
 Rasa letih
 Nyeri dada pleuritik
PEMERIKSAAN FISIK  Febris
 Kaheksia
 Takipnea
 Suara nafas bronchial
 Amforik
 Suara nafas melemah
 Ronkhi basah yang terdengar jelas saat
inspirasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Sputum BTA yang positif minimal 2 dari 3
spesimen SPS pada waktu yang bersamaan
 Foto thoraks (infiltrat, pembesaran KGB
hilus/paratrakeal, milier, kavitasi, efusi pleura)
 Laju endap darah (LED) meningkat
 Kultur Mycobacterium tuberculosis yang
positif.
 Tes Mantoux positif
 Tes IGRA positif
 Pemeriksaan SGOT dan SGPT untuk evaluasi
pemberian terapi
KRITERIA DIAGNOSA 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
DIAGNOSA KERJA Tuberculosis Infeksi oportunistik HIV
DIAGNOSA BANDING  Pneumonia
 Tumor / keganasan paru
 Bronkiektasis
 Abses paru
TERAPI  Obat antituberkulosis (OAT) yang diberikan
pada pasien ODHA tidak berbeda pada pasien
biasa
 Semua pasien ODHA harus menerima terapi
antiretroviral (ARV), OAT diberikan lebih
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
dahulu, disusul pemberian ARV sesegera
mungkin selambat-lambatnya 8 minggu
setelah dimulainya OAT.
NAMA PENYAKIT Mycobacterium Avium Complex (MAC)
Infeksi Opertunistik HIV (B20.5)
ANAMNESA  Demam
 Penurunan berat badan
 Keringat malam
 Rasa letih
 Diare
PEMERIKSAAN FISIK  Limfadenopati
 Hepatosplenomegali
 Anemia
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Gangguan fungsi hati
 Peningkatan alkali fosfatase serum
 Leukopenia
 Anemia
 Kultur darah atau cairan lain yang steril
 Pemeriksaan sputum yang menunjukkan
MAC positif sebanyak 2 kali
 Biopsi sumsum tulang atau hati
KRITERIA DIAGNOSA 1. Anamnesa
2. Pemeriksaanfisik
DIAGNOSA BANDING Tuberkulosis
TERAPI  Klaritromisin 2 x 500 mg + etambuthol 15
mg/kgBB atau Azitromisin 1 x 600 mg +
etambutol 15 mg/ kgBB
 Obat tambahan untuk kuman resisten
makrolid : moksifloksasin 1 x 500 – 750 mg
+ ethambutol 15 mg/kgBB + rifabutin 1 x
300 mg + amikasin IV 10-15 mg/kgBb
NAMA PENYAKIT Kandidiasis Infeksi oportunistik HIV (B20.4)
ANAMNESA  Kandidiasis orofaring : rasa terbakar,
gangguan mengecap, sulit menelan dan
makanan cair atau padat.
 Kandidiasis esophagus: Disfagia, odinofagia,
nyeri retrosternal dan nyeri seperti ada yang
terhambat di kerongkongan
 Kandidiasis vulvovagina: gatal, keputihan,
kemerahan di vagina, dispareunia, disuria,
pembengkakan vulva dan labia, gejala
memburuk seminggu sebelum menstruasi.
 Kandidiasis kulit: gatal dan kemerahan.
PEMERIKSAAN FISIK  Plak putih 1 - 2 cm atau lebih di mukosa
mulut, jika dilepaskan akan meninggalkan
bercak merah atau perdarahan.
 Plak kemerahan halus di palatum, mukosa
bukal atau permukaan dorsal lidah.
 Kemerahan, fisura atau keretal-can di sudut
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
bibir.
 inflamasi vulvo labia,duh tubuh berwarna
putih kekuningan, lesi pustulopapuler diskrit.
 Maserasi kulit, paronikia, balanitis, lesi
pustular diskrit pada kulit.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Pemeriksaan spesimen jaringan/sekret
dengan KOH dan endoscopi.
KRITERIA DIAGNOSA  Anamnesa
 Pemeriksaanfisik
DIAGNOSA BANDING  Kandidiasis orofaring : liken planus,
karsinoma sel skuamosa, leukoplakia dan
aspergilosis invasisf
 Kandidiasis esophagus : esofagitis radiasi,
GERD, infeksi CMV, esofagitis herpes
simplex
 Kandidiasis vulvovagina : trikomonisis,
vaginosis bakterialis
 Kandidiasis Kulit : eritroderma, infeksi jamur
lainnya.
TERAPI  Kandidiasis orofaring :
- Nistatin drop 4 - 5 x kumur 500.000 U
hingga lesi hilang (10 - 14 hari)
- Flukonazol oral 1 x 100 mg selama 10 -
14 hari
- Terapi alternative : ltrakonazol suspensi
200 mg/hari saat perut kosong dan
Amfoterisin B iv O,3mg/kgBB
 Kandidiasis esofagus:
- Flukonazol oral 200 mg/hari hingga 800
mg/hari selama 14 - 21 hari
- ltrakonazol suspensi 200 mg/hari selama
14 - 21 hari
- Terapi alternative : Amfoterisin B iv 0,3
mg/kgBB
 Kandidiasisvulvovagina:
- Klotrimazol krim 1% 5mg/hari selama 3
hari atau tablet vagin
- Mikonazol krim 2% 5mg/hari selama 7
hari Tiokonazol krim 0,8% 5 mg/hari
selama 3 hari
- Terapi alternatif : Flukonazol oral 1x150
mg tunggal, ltrakonazol oral 1 - 2 x 200
mg selama 3 hari, Ketokonazol oral
1x200 mg selama 5 - 7 hari atau 2 x 200
mg selama 3 hari
- Kandidiasis kulit:
- Krim atau losion klotrimazol, mikonazol,
ekonazol, ketokonazol, sulkonazol,
oksikonazol.
NAMA PENYAKIT Ensefalitis Toksoplasma (ET) dan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
korioretinitis toksoplasma infeksi opertunistik
HIV (B20.8)
ANAMNESA  Ensefalitis toksoplasma : demam, rasa letih,
sakit kepala, defisit neurologi fokal
(hemiparese, kejang, ataksia, afasia,
parkinsonism dan koreaatetosis), penurunan
kesadaran, gangguan perilaku.
 Korioretinitis toksoplasma : demam, rasa
letih, penglihatan kabur, skotoma, nyeri
mata, fotofobia, epifora
PEMERIKSAAN FISIK  Penemuan umum:
- Pembesaran KGB kenyal,
- Tidak nyeri,
- Berkonfluens,
- Umumnya di daerah servikal,
- Hepatosplenomegali
- Ruam kulit.
 Ensefalitis toksoplasma:
- Parese saraf cranial,
- Hemiparese,
- Gangguan lapang pandang, rubrol tremor,
gangguan sensorik daerah tungkai.
- Korioretinitis toksoplasma : penurunan
visus
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan umum :
- Serologi toksoplasma.
- Ensefalitis toksoplasma:
- CT scan / MR1: lesi tunggal multipel
hipodens pada CT atau hipointens pada
MRI menyangat kontras berbentuk cincin
disertai edema dan efek masa.
- Histopatologi jaringan otak.
- Korioretinitis toksoplasma:
- Funduskopi: nekrosis multifocal atau
bilateral, bercak multiple yellowish white
di daerah kutub posterior.
KRITERIA DIAGNOSA  Anamnesa
 PemeriksaanFisik
 PemeriksaanPenunjang
DIAGNOSA BANDING  Ensefalitis toksoplasma : limfoma sistem
saraf pusat, tuberkuloma, progressive
multifocol leucoencepholopathy.
 Korioretinitis toksoplasma : korioretinitis
TB, sifilis, lepra, histoplasmosis.
NAMA PENYAKIT PNEUMOCYSTIS PNEUMONIA infeksi
opertunistik HIV (B20.6)
ANAMNESA  Demam tidak tinggi,
 Batuk kering nyeri dada retrosternal (tajam
atau seperti terbakar) yang memburuk saat
inspirasi,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Sesak napas subakut (2 minggu atau lebih).
PEMERIKSAAN FISIK  Takipnea,
 Takikardi,
 Sianosis akral, sentral, dan membran
mukosa,
 Tidak ditemukan ronki pada auskultasi paru.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Roentgen dada :
- infiltrat interstitial bilateral di daerah
perihiler yang kemudian menjadi lebih
homogen dan difus sesuai dengan
perjalanan penyakit. Kadang ditemui
nodul soliter atau multipel, infiltrat di
lobus bawah, abses, pneumatokel,
pneumotoraks.
 CT scan :
- gambaran ‖ground_qlass‖atau lesi kistik.
- Peningkatan LDH umumnya 220 IU/L
 Peningkatan gradient oksigen alveolar-
arterial (AADO ), PH < 70 mmHg pada
analisis gas darah.
 Peningkatan LED >50 mm/jam
 Leukositosis ringan
 Serum (1-3) beta-D-glukan positif
 Pemeriksaan mikroskopik sputum, lavase
bronkoalveolar atau jaringan paru
 Menunjukkan adanya kista Pneumo cystis
jiroveci
KRITERIA DIAGNOSA  Anamnesa
 Pemeriksaan Fisik
DIAGNOSA BANDING - Pneumonia bakterialis, pneumonitis
interstitial nonspesifik
TERAPI - Derajat sedang - berat (sesak napas saat
istirahat/PaO <' 70mmHg dalam udara kamar
atau AaDO2 >35mmHg) :
- Rawat inap, oksigen, ventilator bila perlu.
- Kotrimoksazol iv atau trimetoprim oral
15 — 20 mg/kgBB/hari dan 75 – 100
mg/kgBB/hari sulfametoksazol dibagi 4
dosis selama 21 hari.
- Prednison oral 2x40 mg 5 hari pertama,
1x40 mg 5 hari berikutnya dilanjurkan
20mg/ hari hingga terapi selesai atau
metilprednisolon iv dosis 75% dosis
prednison atau hidrokortison iv dosis
awal 4x100mg.
- Alternatif: primakuin 30mg/hari +
klindamisin 3x600 mg atau pentamidin
4mg/kgBB/hari.
 Derajat ringan — sedang (sesak napas pada
Iatihan, PaO >70 mmHg dalam udara kamar,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
AaD0 > 35mn1Hg) :
- Trimetoprim oral 15 — 20 mg/ kgBB/hari
dan 75 — 100 mg/ kgBB/hari
sulfametoksazol dibagi 4 dosis selama 21
hari.
- Alternatif : primakuin oral 30mg/ hari +
klindamisin 3 x 600 mg / hari atau
atovaquone 2 x 750 mg selama 21 hari
- Repons pengobatan dapat dilihat setelah hari
ke-5 sampai ke-7
NAMA PENYAKIT CYTOMEGALOVIRUS (CMV) INFEKSI
OPPERTUNISTIK HIV (B20.2)
ANAMNESA  Korioretinitis : Gangguan penglihatan
unilateral, penglihatan floater, fotopsia.
skotoma, gangguan lapang pandang
unilateral.
 CMV saluran cerna : Diare, sariawan, nyeri
epigastrium, ulkus pada sfinkter esofagus,
ulkus rectum,perforasi ileum.
 Pneumonitis CMV : Sesak napas yang
memburuk perlahan, sesak saat aktivitas,
batuk nonproduktif
 Ventrikuloensefalitis CMV : Letargi,
gangguan mental, delirium, demam, sulit
konsentrasi, sakit kepala, somnolen.
PEMERIKSAAN FISIK  Korioretinitis :
- Funduskopi : Perdarahan retina brush-
fire, catchup-sauce appearance,
pigmentasi granuler atau eksudat
kekuningan seperti pizza pie appearance,
cotton-wool spot pada daerah perifer
atau lundus.
- Pemeriksaan antigen CMV secara
serologis.
 Pneumonitis CMV : ronki minimal.
 Ventrikuloensefalitis CMV : somnolen,
gangguan saraf kranial.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Antigen CMV serologis
 Biopsi paru
 Biopsi mukosa saluran cerna
 Pemeriksaan cairan serebrospinal
 Rotgen Dada
KRITERIA DIAGNOSA  Anamnesa
 PemeriksaanFisik
 Pemeriksaanserologi
DIAGNOSA BANDING - Spylis, Pneumonia
TERAPI - Mata
- Gansikloviri IV 2 x 5 mg /kgBB/hari
dalam infus 1 jam selama 2 - 3
minggu,dilanjutkan dengan dosis rumatan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
iv 5mg/kgBB/hari sekali sehari.
- Valgansiklovir oral 2 x 900 mg selama 21
hari dilanjutkan dosis rumatan 1 x 900
mg. Foscarnet iv 2 x 60 mg/kgBB atau 2
x 90 mg/kgBB selama 2 - 3 minggu
dilanjutkan dosis rumatan IV2x90—
120mg/kgBB.
- Pada ancaman gangguan penglihatan
berat dan pemulihan sistem imun sulit
diharapkan, dipasang implant gansiklovir
intraokuler per 6-8 bulan dikombinasi
dengan valgansikioviroral1x900mg.
- Saluran cerna Gansiklovir iv 2 x 5
mg/kgBB selama 2 - 3 minggu.
- Valgansiklovir 2 x 900 mg selama 2 - 3
minggu. Foscarnet IV 3 x 60 mg /kgBB
atau 2 x 90 mg / kgBB selama 2 - 3
minggu. Tidak diperlukan terapi rumatan
kecuali relaps selama atau setelah terapi
- Paru
- Gansiklovir IV 2 x 5 mg / kgBB selama >
21 hari. Valgansiklovir 2 x 90 mg selama
21 hari. Foscarnet iv 3 x 60 mg/kgBB
atau 2 x 90 mg/kgBB selama > 2l hari.
- Sistem saraf
- Gansiklovir iv 2 x 5 mg/kgBB kombinasi
dengan foscarnet iv 3 x 60 mg/kgBB atau
2 x 90 mg/kgBB selama 3 - 6 minggu,
dilanjutkan dengan dosis rumatan seperti
pada mata.
- Gansiklovir iv 2x5 mg/kgBB selama 3 - 6
minggu dilanjutkan dengan rumatan
gansiklovir iv atau valgansiklovir seperti
dosis pada mata.
EDUKASI - Menjelaskan perjalan penyakit dan
komplikasi yang timbul
- Menjaga kebersihan rongga mulut (oral
hygiene )
PROGNOSIS Sebagian besar infeksi oportunistik dapat diobati,
namun jika kekebalan tubuh tetap rendah, infeksi
oportunistik dapat kambuh kembali atau juga
timbul infeksi oportunistik yang lain.
PENELAAH KRITIS Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN REFERENSI
1. Yunihastuti E. Djauzi S. Dioerban Z, editors.
Infeksi oportunistik pada AIDS. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2005.
2. Nasronudin. infeksi jamur. In: Sudoyo A.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M. Setiati
S. editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
5th ed. Jakarta: Pusat informasi dan
Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI. 2009:2871 – 80
3. Pohan HT.. Toksoplasmosis. In: Sudoyo A,
Setiyohadi B. Alwi I, Simadibrata M. Setiati
S. editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
5th edition. Jakarta: Pusat informasi dan
Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam
FKUI. 2009:2881 - 8
4. Fauci AS. Lane HC. Hurnan imrnuno
deficiency virusaisease: AlDS andreIated
disorders. In; Fauci A. Kasper D, Longo D,
Braunwald E, Hauser S. Jameson J,
Loscalzo J, editors. Harrison‗s principles of
internal rnedicinel Sthed. United States of
America: 1 he McGraw Hill Companies.
2OI2: 1506 - 87
5. World Health Organization. Treatment of
tuberculosis guidelines. 4th edition. 20l 0:65
- 74
6. Kaplan JE. Benson C. Holmes KH, Brooks
JT, Pau A, Masur H. Guidelines for
prevention and treatment of opportunistic
infections in HIV-infected adults and
adolescents: recommendations from CDC,
the National Institutes of Health, and the i-
llv Medicine Association of the Infectious
Diseases Society of America. MMWR
Recomm Rep. 2009:58{RR-4}: I -207.

12. Infeksi Pada Kehamilan


NAMA PENYAKIT Infeksi pada kehamilan (A00- B99)
DEFINISI Infeksi akut selama kehamilan yang sering
seperti infeksi kulit atau infeksi saluran nafas,
biasanya bukan merupakan masalah yang serius,
namun pada beberapa kasus dapat mempengaruhi
persalinan ataupun pemilihan cara persalinan,
dan meningkatkan resiko kejadian abortus,
ketuban pecah dini, kelahiran prematur, dan
stillbirth
INFEKSI Rubella (B06.9)
TES LABORATORIUM  Isolasi virus,
 PCR
 Serologi ELISA igM dan IgG
PENCEGAHAN vaksinasi dengan interval 3 bulan sebelum hamil.
hindari kontak dengan penderita
TERAPI Sirnptomatik
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
KOMPLIKASI Sindrom rubella congenital
INFEKSI Cytomegaloviral (B25)
TES LABORATORIUM isolasi virus. PCR. serologis ELISA IgM dan lgG
PENCEGAHAN Imunisasi pasif dengan Imunoglobulin IIGJ
CMV, hindari kontak dengan penderita
TERAPI Simptomatlk, ganclclovirl
KOMPLIKASI Pertumbuhan janin terhambat IUGRL
mikrosefali, prematuritas.
oligo/polihidramnion
INFESIK Varicella zoster virus (vzv) (B01)
TES LABORATORIUM Klinis. sitologis. isolasi virus
PENCEGAHAN Vaksinasi tidak dianjurkan pada wanita hamil.
VZIG profilaksis 625 unit im (bila riwayat cacar
air dan seronegatif VZV) dalam kurun waktu 96
jam paska paparan
TERAPI isolasi, rawat inap bila komplikasi (+). asiklovir
10-I5 mg/kgBB tiap 8 jam
KOMPLIKASI Infeksi neonatorum, malformasi kongenital,
infeksi berat pada ibu
INFEKSI Herpes simplex (A60)
TES LABORATORIUM Klinis. sitologis, isolasi virus, PCR. Serologis
PENCEGAHAN Kontrasepsi barrier (kondom), kontak dengan
pertimbangan penderita
TERAPI Aslklovir atau valasiklovir pertimbangan ibu
penderita sectio caesarea (SC). Neonatus yang
terinfeksi diberikan asiklovir.
KOMPLIKASI Infeksi Neonatorum infeksi berat pada ibu
INFEKSI Parvovirus (B19)
TES LABORATORIUM PCR Serologis antibodi IgG dan lgM
PENCEGAHAN Hindarikontakdenganpenderitainfeksi virus
TERAPI Simptomatik
KOMPLIKASI Abortus prematuritas. Berat badan lahir rendah
{BBLR}
INFEKSI Listeriosis ICD A32
TES LABORATORIUM Riwayat paparan, isolasi, bakteri dari darah atau
jaringan. Kultur PCR serologis tes aglutinasi,
dipstick
PENCEGAHAN Hindari produk susu yang tidak terpasteurisasi
TERAPI Dual therapy antimikroba TMP – SMX, rifampin
KOMPLIKASI Abortus spontan
INFEKSI lnteksi Streptococcus Grup B ICD 10
TES LABORATORIUM Klinis, darah lengkap. kultur dari swab vagina
dan rectum
PENCEGAHAN Profilaksis: Penicillin G 5 juta unit iv (dosis
awal). dilanjutkan 2.5 juta unit iv tiap 4 jam s/d
partus atau ampisilin 2 g iv (dosis awal).
Dilanjutkan I g iv tiap 4 jam s/d partus. Bila
alergi penisilin, Cetazolin 2 g iv (dosis awal).
Dilanjutkan 1 g iv tiap 8 jam s/d partus atau
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
klindamisin 900 mg iv tiap 8 jam s/d partus atau
eritromisin 500 mg IV tiap 6 jam s/d partus atau
vancomycin I g IV tiap 12 jam s/d partus
TERAPI Sesuai dengan profilaksis
KOMPLIKASI Sepsis maternal post partum. infeksi neonatorum
INFEKSI Toxoplasmosis (B58)
TES LABORATORIUM PCR. SerologisELISA IgM dan lgG, isolasi
parasit, USG
PENCEGAHAN Hindari daging yang kurang matang mentah.
Cuci tangan setelah kontak dengan daging
mentah. cuci buah dan sayuran sebelum
dikonsumsi. gunakan sarung tangan saat
membersihkan katoran kucing, hindari membeli
makan daging mentah pada kucing, hindari
memelihara kucing
TERAPI  Pirimetamin dan sulfonamide bekerja secara
sinergistik, maka dipakai sebagai kombinasi
selama 3 minggu atau sebulan.
 Pirimetamin : 50-75 mg sehari, selama 3 hari
dan kemudiandikurangimenjadi 25 mg sehari
(0,5 - 1 mg/kgBB/hari) selama beberapa
minggu selama penyakit berat.
 Sulfonamide : 50 - 100 mg/KgBB/hari selama
beberapa minggu atau bulan.
 Spiramisin: 100 mg/KgBB/hari selama 30 -
45 hari (diberikan pada ibu hamil)
KOMPLIKASI Malformasi kongenital
EDUKASI Lihat pencegahan masing – masing penyakit
infeksi pada kehamilan.
PENELAAH KRITIS Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
RUJUKAN 1. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B. Alwi
I. Simadibrata M. Setiati S. penyunting.
Buku aiar ilmu penyakit dalam. Edisi v.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal
2. Poisoning and drug overdose. Dalam:
Longo DL. Kasper DL. Jameson JL.
Fauci AS. HauserSL. Loscalzo J.
penyunting. Harrison's principle at
internal medicine. Edisi XVIII. McGraw-
Hill Companies: 2012. Hal.
3. Aardema H. Meertens JHJM. Ligtenberg
JJM. Peters-Polman OM, Tulleken JE.
Zijlstra JG.Organophosphorus pesticide
poisoning: cases and developments. The
Netherlands Journal at Medicine 2008: 66
(4): 149-I 53
4. Karki P, Ansari JA. Bhandary S. Koirala
S. Cardiac and electrocardiographical
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
manifestations ofacute arganophosphate
poisoning. Singapore Med J 2004: 45l8:
385
5. Eddlestone M. Buckley NA. Eyer P.
Dawson AH. Management of acute
argano phosphorus pesticide poisoning.
;ar-cet 2008: 371 I961 2: 59-607
6. Roberts MD. Aaron CK. Managing acute
organo phosphorus pesticide poisoning.
BMJ 2007; 334: 629-34
7. Eddleston M, Eyer P. Worek F. Juszczak
E. Alder N. Mohamed F, et al.
Pralidoxime in acute organophosphorus
insectiside poisoning - a randomised
controlled trial. PLoS Med 2009:6l61
8. Baigar J. Treatment and prophylaxis oi
nerve agent. Organophosphates
intoxication. Therapeutics phamriacology
and clinical toxicology 2009: I 3(3):haI
247-253
9. Kong EJ. Seok SJ. Lee KH. Gil HW.
Yang JO. Lee EY. et al. Factors tor
determining survival in acute
organophosphorus poisoning. Korean J
Intern Med 2009:24:362-267
10. Cander B. DurA. Yildiz M. Koyuncu F.
Girisgin AS. Gul M. et al. The prognostic
value of the glasgow coma scale. serum
acetylcholinesterase and leukocyte levels
in acute organophosphorus poisoning.
Ann Saudi Med 201 I :31 l2:l 63-6I
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
13. Intoksikasi Opiat
NAMA PENYAKIT Intoksikasi Opiat ( R78.1)
DEFINISI Intoksikasi opiat merupakan intoksikasi akibat
penggunaan obat golongan opiat yaitu morfin,
petidin, heroin, opium, pentazokain, kodein,
loperamid, dekstrometorfan
ANAMNESA Informasi mengenai seluruh obat yang
digunakan, sisa obat yang ada
PEMERIKSAAN FISIK  Perubahan status mental (somnolen, kontusi,
stupor, koma),
 Miosis pupil,
 Hipotensi,
 Sinus bradikardia,
 Bising usus menurun,
 Kelemahan otot,
 Depresi napas,
 Apneu,
 Koma,
 Kejang lebih sering karena overdosis
propoksifen dan meperidin
PEMERIKSAAN PENUNJANG Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah,
rontgen toraks
KRITERIA DIAGNOSA 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
DIAGNOSA KERJA Intoksikasiopiat
DIAGNOSA BANDING Intoksikasi obat sedatif: barbiturat,
benzodiazepin, etanol
TERAPI A. Penanganan kegawatan: resusitasi A-B-C
(airway, breathing, circulation] dengan
memperhatikan prinsip kewaspadaan
universal. Bebaskan dan proteksi jalan napas,
berikan oksigen sesuai kebutuhan,
pemasangan infus dan pemberian cairan
sesuai kebutuhan.
B. Pemberian antidot nalokson
1. Glukosa [D5W), tiamin 100 mg dan
nalokson 2 mg harus diberikan pada
semua pasien dengan perubahan
kesadaran dan ada kecurigaan keracunan.
2. Tanpa hipoventilasi: dosis awal nalokson
0,4 mg intravena pelan-pelan atau
diencerkan
3. Dengan hipoventilasi: dosis awal
nalokson 1-2 mg intravena pelan-pelan
atau diencerkan
4. Bila tak ada respon, diberikan nalokson 1-
2 mg intravena tiap 5 -10 menit hingga
timbul respons [perbaikan esadaran,
hilangnya depresi pernapasan, dilatasi
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
pupil] atau telah mencapai dosis
maksimal 10 mg. Bila tetap tak ada
respon, diagnosis intoksikasi opiat perlu
dikaji ulang,
5. Efek nalokson berkurang dalam 20-40
menit dan pasien dapat jatuh kedalam
keadaan overdosis kembali, sehingga
perlu pemantauan ketat tanda vital,
kesadaran, dan perubahan pupil selama 24
jam. Untuk pencegahan dapat diberikan
drip nalokson satu ampul dalam 500 ml
D5% atau NaCl 0.9% diberikan dalam 4-
6 jam.
6. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan
opiat urin dan lakukan foto toraks
7. Pertimbangan pemasangan pipa endo
trakeal bila: pernapasan tak adekuat
setelah pemberian nalokson yang optimal,
oksigenasi kurang meski ventilasi cukup,
atau hipoventilasi menetap setelah 3 jam
pemberian nalokson yang optimal
8. Pasien dipuasakan 6 jam untuk
menghindari aspirasi akibat spasme
pilorik, bila diperlukan dapat dipasang
NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas
Iambung pada intoksikasi opiat oral
9. Activated charcoal dapat diberikan pada
intoksikasi peroral dengan memberikan
240 ml cairan dengan 30 gram charcoal,
dapat diberikan sampai 100 gram
10. Bila terjadi kejang dapat diberikan
diazepam intravena 5-10 mg dan dapat
diulang bila perlu pasien dirawat untuk
penilaian keadaan klinis dan rencana
rehabilitasi.
KOMPLIKASI Pneumonitis aspirasi, gagal nafas, edema paru
akut
EDUKASI 1. Penggunaan golongan opiate harus sesuai
dengan anjuran dokter.
2. Jika ada gejala intoksikasi, segera ke tempat
pelayanan kesehatan terdekat untuk
penanganan lebih awal.
PROGNOSIS Dubia
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Griffith Cl-l. Hoellein AR. Feddock CA.
Harrell HE. First Exposure to Internal
Medicine: HospitalMedicine. Edisi.
McGraw-I-Iili Companies: 2007. Hal: 451-2
2. Toxicology in adults. Dalam: Hall JB.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Schmidt GA. Hogarth DK. penyunting.
Critical Care Medicinelust the facts. Edisi.
McGraw-Hill Companies: 2007. Hal: 377
3. Clarke SFJ. Dargan Pl. Jones AL. Naloxone
in opioid poisoning: walking the tightrope.
Emerg Med J 20051222612-616
4. Poisoning and drug overdose. Dalam: Longo
DL. Kasper DL. Jameson JL. Fauci AS.
Hauser SL. Loscalzo J. penyunting.
Harrison‗s principle of internal medicine.
Edisi Xvlll. McGraw-Hill Companies: 2012.
Hal
5. The American Heart Association. Guidelines
2005 tor cardiopulmonary resuscitation and
emergency cardiovascular care. Circulation.
2005: 1 I2lSuppl I}: lvl-211
6. Endo Pharmaceuticals. Narcan―lnaIoxone
hydrochloride injection. USP; prescribing
information.Chadds Ford. PA; 2003 Jul
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
15. Malaria
NAMA PENYAKIT Malaria (B 50)
DEFINISI Penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
genus Plasmodium (P. falsiparum, P. vivax, P.
ovale, atau P. malariae, p. knowlesi) yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah
manusia (eritrositik) atau jaringan (stadium
ekstra eritrositik). Penyakit ini secara alami
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina. (WHO 2010)
ANAMNESA  Riwayat demam intermiten atau terus
menerus,
 Riwayat dari atau pergi ke daerah endemis
malaria, dan
 Trias malaria (keadaan menggigil yang
diikuti dengan demam dan kemudian timbul
keringat yang banyak; pada daerah endemis
malaria, trias malaria mungkin tidak ada,
diare dapat merupakan gejala utama).
PEMERIKSAAN FISIK  Demam > 37,S°C,
 Konjungtiva atau telapak tangan pucat,
 Sklera ikterik,
 Hepato/splenomegali
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Sediaan darah tebal dan tipis
 Serologi malaria
KRITERIA DIAGNOSA 1.Malaria Berat :
- Klinis
- Parasitologik
2. Malaria Ringan:
- Klinis
- Parasitologik (WHO, 2010]
DIAGNOSA KERJA MALARIA
DIAGNOSA BANDING Infeksi virus, demam tifoid toksik, hepatitis
fulminan, leptospirosis,meningoensefalitis
TERAPI 1. Obat tunggal
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2. Pengobatan ACT (Artemisinin Base
Combination Therapy) Malaria falsiparum
dan malaria vivax

3. Pengobatan malaria ovale


Pengobatan malaria ovale saat ini
menggunakan ACT (DHP atau kombinasi
Artesunat+Amodiakuin) dengan dosis pemberian
obat yang sama dengan untuk malaria vivaks.
4. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan malariae cukup dengan
pemberian ACT l kali/hari selama 3 hari dengan
dosis yang sama dengan pengobatan malaria
lainnya dan tidak diberikan primakuin.
5. Pengobatan malaria knowlesi
Penggobatan malaria knowlesi sama
dengan malaria falsiparum (lihat terapi malaria
falsiparum)
6. Pengobatan infeksi campur p. faciparum +
p. vivaks/p. ovale
Metode pengobatan yang digunakan
adalah: ACT 1 kali/hari selama 3 hari +
Primakuin 0,25mg/kgBBselama 14 hari
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

7. Pengobatan malaria pada ibu hamil


Metode pengobatan pada ibu hamil prinsipnya
sama dengan pengobatan pada orang dewasa
lainnya. Perbedaannya adalah pemberian obat
malaria disesuaikan berdasaran umur kehamilan.
ACT tidak boleh diberikan pada ibu hamil
trimester 1 dan Primakuin tidak boleh diberikan
sama sekali pada ibu hamil.

8. Pengobatan malaria berat


a) Pilihan pertama: Artesunat intravena
Dosis: 2,4mg/kgBB sebanyak 3 kali (jam ke
0,12,24] dilanjutkan dengan dosis yang sama
setiap 24-jam sehari sampai penderita mampu
minum obat. Apabila penderita sudah bisa
minum obat, berikan ACT 3hari dan Primakuin
(sesuai jenis plamodiumnya). Kemasan dan cara
pemberian: Artesunat parenteral tersedia dalam
vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam
artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi
natrium bikarbonat 5%. Keduanya dicampur
untuk membuat 1 ml larutan sodium artesunat.
Kemudian diencerkan dengan Dextrose 5% atau
NaCl 0,9% sebanyak 5ml sehingga didapat
konsentrasi 60mg/6ml (10mg/ml). 0bat diberikan
secara bolus perlahan-lahan.
b) Alternatif: Artemeter intramuskular
Dosis: 3,2 mg/kgBB pada hari pertama dan
dilanjutkan dengan 1,6 mg/kgBB satu kali sehari
sampai penderita mampu minum obat. Apabila
penderita sudah bisa minum obat, berikan ACT 3
hari dan Primakuin (sesuai jenis plamodiumnya).
Kemasan dan cara pemberian: Artemeter
diberikan secara intramuskular. Obat ini tersedia
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam
larutan minyak.
c) Alternatif lain: Kina drip
Dosis pemberian kina pada dewasa:
- Loading dose: 20 mg/kgBB dilarutkan dalam
500ml Dextrose 5% atau NaCl 0,9% diberikan
selama 4 jam pertama.
- 4 jam kedua hanya diberikan cairan Dextrose
5% atau NaCl 0,9%.
- 4 jam berikutnya diberikan kina dengan dosis
rumatan 10mg/kgBB
dalam larutan 500ml Dextrose 5% atau NaCl 0,9
%.

EDUKASI 1. Memberitahukan segala hal yang berisiko


untuk terkena malaria, habitat nyamuk
Anopheles, sadari masa inkubasi dan gejala
utamanya.
2. Hindari gigitan nyamuk terutama menjelang
senja hingga fajar dengan cara :
- Membatasi aktivtas luar saat menjelang
senja hingga faiar.
- Memakai pakaian yang sesuai, misalnya
dengan memakai baju lengan panjang dan
celana panjang.
- Tutup jendela dan pintu rapat-rapat atau
menggunakan kelambu yang
menggunakan insektisida.
- Menggunakan spray atau losion anti
nyamuk yang mengandung
diethyltoluamide (DEET)‘
3. Bersihkan daerah - daerah yang
memungkinkan untuk menjadi sarang
nyamuk:
- Menutup rapat tempat penampungan air.
- Menguras bak mandi dan
membuang/mengganti genangan-genangan
air secara rutin.
- Mengubur kaleng bekas atau wadah
kosong ke dalam tanah.
PROGNOSIS - Malaria falsiparum ringan/sedang. malaria
vivax, atau malaria ovale: bonam.
- Malaria berat: dubia ad malam. Prognosis
malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan
diagnosis serta pengobatan. Apabila tidak
ditanggulangi, dilaporkan bahwa mortalitas pada
anak-anak 15%. dewasa 20%. dan pada
kehamilan meningkat sampai 50%. Mortalitas
dengan kegagalan 3 fungsi organ adalah 50%,
kegagalan 4 fungsi organ atau lebih adalah 75%.
Adanya korelasi antara kepadatan parasitdengan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
mortalitas yaitu :
- Kepadatan parasit < 100.000/ul, maka
mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka
mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka
mortalitas > 50 %
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. White NJ. Bremon JG. Malaria Introduction.
In: Kasper. Braunwald, Fauci et cl. I-
Icirrison‗sPrincipIes of Internal Medicine
voll I7 lh ed. McGrowhiII. 2009: I280-I 293
2. Hcirijcinto PN. Malaria. Dalam: Sudoyo K.
Setiyohadi B. et al.. ed. Buku Aicir llmu
Penyakit Dalc1m.Edisi I<e-4. Jakarta: Pusat
Penerbitan llmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006:
I732-I 744.
3. Ireirnan M. Worberg J. Chapter 33:
Infectious Diseases. In: Pciulev PE.
Textbook in Medical Physiology and
Pathophysiology: Essentials and clinical
problems. Copenhagen Medical Publishers.
I999-2000. Chapter 33.
4. Buku saku penatalaksanaan kasus malaria.
Diljen Pengendalian Penyakit don
Penyeholan Lingkungan Kementrian
Kesehatan RI. 20I2.
5. Pedoman Penatalaksanaan Malaria cli
Indonesia. Departemen Kesehatan RI. 2008.
6. WHO. Guidelines for the treatment of
Malaria. 20¢‗ Edition. 2010. Diunduh dari
http://whqlibdoc.who.int/publications/20!O/9
78924I547925_eng.pdf pada tanggal 26
April 2012.
7. WHO Expert Committee on Malaria.
twentieth report. Geneva, World I-Ieolth
Organization.2000 in WHO Iechniccil
Report Series. No. 892.
8. Mcrchesini P. Crowley J. Reducing the
burden of malaria in pregnancy. Roll Bock
Malaria Departmen‘r.Genevc1. World Health
Organization, 2004. Diunduh
clarihttp://www.who.int/maIaria/
publications/citoz/merajc|n2003.pclf pada
tanggal I Mei 2012.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
16. GIGITAN ULAR
NAMA PENYAKIT Gigitan Ular (T63.0)
DEFINISI Gigitan yang disebabkan oleh ular berbisa
maupun tidak berbisa.
ANAMNESA  Identitas individu,
 waktu dan tempat kejadian,
 memastikan bahwa benar digigit oleh ular,
jenis, dan ukuran ular, riwayat penyakit
sebelumnya.
 Perlu ditanyakan Iokasi yang tergigit, jarak
dan waktu dari tergigit sampai ke pusat
kesehatan, keberadaan ular tersebut saat ini
apakah sudah mati dan dibawa hal ini dapat
mempermudahmengetahui jenis spesies.
 Menanyakan bagaimana keadaan pasien saat
ini, apakah ada yang dirasakan nyeri, apakah
pasien cenderung mengantuk
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan meliputi status umum dan lokal,
serta perkembangannya setiap 12 jam.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Laboratorium: Hb, leukosit, trombosit,
kreatinin, urea N, elektrolit, waktuperdarahan,
waktu pembekuan, waktu protrombin,
fibrinogen, APTT, D-dimer, uji faal hepar,
golongan darah dan uji cocok silang.
 Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria,
proteinuria
KRITERIA DIAGNOSA 1.Anamnesa
2.Pemeriksaan fisik
DIAGNOSA KERJA GIGITAN ULAR
DIAGNOSA BANDING Gigitan hewan lain seperti binatang laut,
sengatan lebah
TERAPI 1. Penatalaksanaan sebelum penderita dibawa ke
pusat pengobatan yaitu:
- Penderita diistarahatkan dalam posisi
horisontal terhadap luka gigitan.
- Jangan memanipulasi daerah gigitan.
- Penderita dilarang berjalan
2. Apabila geiala timbul secara cepat sementara
belum tersedia antibisa, ikat daerah proksimal
dan distal dari gigitan.
3. Penatalaksanaan setelah penderita tiba di
pusat pengobatan diberikan terapi suportif:
- Penatalaksanaan jalan napas, fungsi
pernapasan, sirkulasi Beri pertolongan
pertama pada luka gigitan: verban ketat,
imobilisasi dengan bidai.
- Cek pemeriksaan laboratorium: ambil S-
10 ml darah untuk pemeriksaan waktu
protrombin, APTT, D-Dimer, fibrinogen,
Hb, Leukosit, trombosit, kreatinin, urea,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
elektrolit [terutama kalium], CK. Iika
waktu pembekuan > 10 menit
kemungkinan adanya kogulopati.
- Apus tempat gigitan dengan venom
detection.
- Berikan SABU (Serum Anti Bisa Ular,.
 Cara pemberian: 2 vial [@ 5 ml)
dalam 500 ml NaCl 0.9% atau
Dekstrosa 5% diberikan melalui
intravena dengan kecepatan 40-80
tetes/menit. Iumlah maksimal 100 ml
(20 vial). Tidak boleh diberikan
secara infiltrasi pada luka.

Pedoman terapi SABU


-Derajat 0 dan I : tidak memerlukan SABU,
evaluasi dalam 12 jam, jika ditemukan
peningkatan derajat maka diberikan SABU
-DerajatII : 3-4 vial SABU
-Derajat III : 5-15 vial
-Derajat IV : berikan penambahan 6-8 vial SABU

Pedoman terapi SABU berdasarkan Luck


- Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
- Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam
setelah pemberian SABU.
 Jika koagulopati tidak membaik yang
ditandai dengan fibrinogen tidak
meningkat dan waktu pembekuan darah
tetap memanjang, maka ulangi
pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan
darah pada 1 dan 3 jam berikutnya.
 Jika koagulasi membaik yang ditandai
dengan peningkatan fibrinogen dan
penurunan waktu pembekuan, maka
monitor ketat diteruskan dan ulangi
pemeriksaan darah untuk memonitor
perbaikannya. Monitor dilakukan
hingga 2x24 jam untuk mendeteksi
koagulasi berulang.
Terapi suportif lainnya pada keadaan:
 Gangguan koagulasi berat: berikan
plasma fresh-frozen dan antivenom.
 Perdarahan: beri transfusi darag segar
atau komponen darah, fibrinogen, vitamin
K, transfusi trombosit
 Hipotensi: beri infus cairan kristaloid
 Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium
bikarbonat
 Monitor pembengkakan lokal setiap jam
dengan ukuran lilitan lengan atau anggota
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
badan
 Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi
 Gangguan neurotoksik: beri sulfas atropin
0.6 mg IV, diikuti edrophonium: 10 mg
IV (children, 0.25 mg/kg) atau neostigmin
1.5-2.0 mg IM [asetilkolinesterase].jika
ada perbaikan dalam 5 menit, neostigmin
dapat dilanjutkan dengan dosis 0.5 mg
setiap 30 menit sesuai indikasi,
dilanjutkan pemberian sulfas atropin 0.6
mg selam 8 jam melalui infus.
 Beri tetanus profilaksis jika diperlukan.
 Analgetik: aspirin atau kodein, jangan
memberikan obat narkotik depresan.
KOMPLIKASI 1. Kehilangan permanen fungsi ekstremitas
yang terkena gigitan
2. Hipotensi dan syok
3. Gagal ginjal akut
4. Gangguan pembekuan darah
5. Sindrom kompartemen
EDUKASI 1. Penduduk di daerah banyak ditemukan ular
berbisa dianjurkan untuk memakai sepatu
dan celana berbahan kulit sebatas paha.
2. Hindari berjalan pada malam hari terutama
di daerah berumput dan semak-semak
3. Apabila mendaki tebing berbatu harus
mengamati sekitar dengan teliti.
4. Jangan membunuh ular bila tidak terpaksa.
PROGNOSIS Angka kematian karena gigitan ular berhisa
rendah pada area yang dekat dengan pusat
kesehatan dan tersedianya antivenom. Pada
individu yang mendapat antivenom, 0kematian
hanya terjadi <1% kasus.
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Djoni D. Penaialaksanaan Gigitan Ular
Berbisa. Buku ajar llmu Penyakii Dalam.
Edisi IV jilid i.Jakarta: Pusat Penerbitan llmu
Penyokii Dalam: 2006: Hal 210-212.
2. Warrell David A. WHOL Guideline for The
managemeni oi snake-bites 2010. Diunduh
dari http: www.searo. who.ini/Lini
<FilesfBCT_snai<e_biie_guicie|inespdf pada
tanggal 2 Mei 2012.
3. Depkes. 2001 . Penatalaksanaan gigiian ular
berbisa. Dalam SK. Dirjen POM Depkes RI.
Pedoman penatalaksanaan keracunan untuk
Rumah Sakit: 253259.
4. Norris Robert L. Disorders caused by reptile
bites and marine animal exposures:
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
.Harrison's Principles of internal Medicine
I8" edition .United States of America
Mcgraw Hi|i.2008
18. Rabies
NAMA PENYAKIT Rabies (A-82.9)
DEFINISI Rabies adalah infeksi virus akut dari sistem saraf
pusat [SSP] yang ditransmisikandari hewan yang
terinfeksi ke manusia dan dapat bermanifestasi
sebagai ensefalitis bahkan dapat menyebabkan
koma dan kematian
ANAMNESA  Riwayat tergigit binatang, adanya saliva
binatang yang mengenai membran
mukosa,bekas garukan, atau luka terbuka.
 Diagnosa rabies dicurigai pada kasus
ensefalitis akut atau dengan ascending
paralysis yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya
PEMERIKSAAN FISIK  Pada fase prodromal belum ada tanda-tanda
yang spesifik. jika memasuki fase neurologik
akut dapat ditemukan kelainan neurologi
seperti hidrofobia. paresis. disfagia.
 Jika selama pemeriksaan tidak ditemukan
perubahan neurologi dan penyakit sudah
berlangsung selama 2-3 minggu maka dapat
dipikirkan penyebab lainnya
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Pemeriksaan darah lengkap
 Antibodi virus rabies
KRITERIA DIAGNOSA  Anamnesa: riwayat tergigit binatang, ada
saliva binatang, bekas garukan,luka
 Pemeriksaan fisik: kelainan neurologi:
hidrofobia, paresis, disfagia
DIAGNOSA KERJA Rabies
DIAGNOSA BANDING Fase awal: penyebab lain ensefalitis, seperti
infeksi virus herpes simpleks tipe 1 atau virus
herpes lainnya, enterovirus, virus yang menular
melalui arthropoda.
-Ensefalitis setelah vaksinasi rabies
-Vaskulitis
-Rabies histeria: kelainan karena rasa ketakutan
berlebihan terhadap rabiesyang bermanifestasi
perilaku agresif, kehilangan kemampuan menelan
atau berkomunikasi.
- Guillain-Barré syndrome: fase paralitik.
- Poliomielitis
-Delirium tremens
TERAPI Nonfarmakologis‘
- isolasi pasien untuk mencegah transmisi virus
ke orang lain
- Terapi suportif
Farmakologis
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
- Tidak ada terapi spesifik untuk rabies.
- Profilaksis pada individu yang terpapar seperti
pembersihan dan irigasi luka secepat mungkin,
imunisasi aktif dan pasif efektif dalam 72 jam
setelah terpapar.
- Pembersihan luka, lalu vaksinasi 1 dosis pada
hari 0 dan 3.
EDUKASI - Menghindari gigitan binatang
- Melaporkan ke dinas kesehatan dan segera
vaksinasi
PROGNOSIS Dubia ad malam
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Jackson Alan C. Rabies and Other
Rhabdovirus Infections. In: Harrison's
intemal Medicine l7‗― ed.United States of
America.Mcgraw Hill.
2. Opal Steven M. Policar Maurice. Rabies. In:
Ferri's Clinical Advisor 2008. 10th ed.
Mosby. 2008.
3. WHO. Current WHO Guide for Rabies Pre
and Post-exposure Treatment in Human.
Diunduh dari http://www.who.int/rabies/
en/WHO_guide_rabies_pre_post_exp_treat_
humans.pdf pada tanggal 2 Mei 2012.
4. National Guidelines tor Rabies Prophylaxis
and lntra-dermal Administration of Cell
Culture Rabies Vaccine. 2007. National
Institute of Communicable Diseases. New
Delhi. Diunduh dari httgfl wwwncdc.
gov.in/Rabies_Guidelines.pdf pada tanggal 2
Mei 2012 DC rabies. Diunduh dari http
If/www.cdc.gov/rabiesfsymptoms/index.html
pada tanggal 2 Mei 2012.
5. MD Guidelines. Rabies. Diunduh dari
http://www.mdguidelines.com/rabies/progno
sis pada tanggal 2 Mei 20l2
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
19. Sepsis Dan Renjatan Septik
NAMA PENYAKIT Sepsis Dan Renjatan Septik (A41)
DEFINISI • Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ
yang mengancam jiwa disebabkan oleh respon
disregulasi host terhadap infeksi.
• Disfungsi organ dapat diidentifikasi sebagai
perubahan akut total skor SOFA≥2 poin karena
infeksi.
• Pasien dengan syok sepsis dapat diidentifikasi
dengan klinis sepsis dan hipotensi persisten
yang membutuhkan vasopressor untuk
mempertahankan mean arterial pressure
(MAP) ≥65 mmHg dan memiliki tingkat serum
laktat > 2 mmol/L (18mg/dL) meskipun
resusitasi cairan sudah adekuat
ANAMNESA - Demam
- Sesak napas
- Disorientasi, bingung, perubahan status mental
- Perdarahan
- Mual, muntah, diare, ileus
PEMERIKSAAN FISIK  Hipotensi
 Sianosis
 Nekrosis iskemik jaringan perifer, umumnya
jari
 Selulitis, pustul, bula atau lesi hemoragik
pada kulit
 Ikterik
 Pemeriksaan fisik lengkap untuk mencari
sumber infeksi
PEMERIKSAAN - Darah perifer lengkap dengan hitung
PENUNJANG diferensial
- Urinalisis
- Gambaran koagulasi
- Glukosa darah
- Urea darah, kreatinin
- Tes fungsi hati
- Kadar asam Iaktat
- Analisis gas darah
- Kadar asam Iaktat
- Biakan darah (minimal 2 set dalam 24 jam],
sputum, urin dan tempat lain yang dicurigai
terinfeksi
KRITERIA DIAGNOSA Kriteria qSOFA (quick SOFA) (≥)
Frekuensi pernafasan ≥22 kali/menit
Perubahan status mental
Tekanan darah sistolik ≤ 100mmHg
DIAGNOSA KERJA SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK
DIAGNOSA BANDING Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik
TERAPI Non farmakologis
-Stabilisasi pasien (pemulihan airway, breathing,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
circulation)
- Dialisis
-Nutrisi
-Menghilangkan fokus infeksi ( penyaluran
eksudat purulen, nekrotomi, drainase abses )
Farmakologis
-Cairan kristaloid atau koloid
- Obat-obatan vasoaktif untuk kondisi renjatan:
dopamin (> 8 mcg/kg/menit), norepinefrin (0,03 -
1,5 mcg/kg/menit), epinefrin (0,1-0,5 mcg /kg
/menit) atau fenilefrin (0,5 — 8 mcg/kg/menit)
-Obat-obatan inotropik: dobutamin (2- 28 mcg/
kg/menit), dopamin (3-8 mcg/kg/menit),
epinefrin (0,1 — 0,5/kg/menit).
-Sodium bikarbonat bila pH <7,2 atau bikarbonat
serum < 9meq/L
- Antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa
proton untuk mencegah stress ulcer
Antibiotik
-Pneumonia komuniti: sefalosporin generasi 3
(seftriakson 1x1 gram selama 2 minggu) atau
keempat (sefepim 2x2 gram selama 2 minggu)
dan aminoglikosida (gentamisin iv atau im
2mg/kgBB dilanjutkan dengan 3x1,7 mg/kgBB
atau 1x5 mg/kg BB selama 14 — 21 hari atau
amikacin 1x15 mg/kgBB atau tobramisin 1x1,7
mg/kgBB )
-Pneumonia nosokomial: Sefepim (2x2 gram
selama 2 minggu) atau imipenem cilastatin
(4x0.5 gram)
-Infeksi abdomen: imipenem - silastatin (4-x0.5
gram)
-Infeksi abdomen nosokomial: imipenem -
silastatin (4x0.5 gram) dan aminoglikosida
-Kulit/jaringan lunak: vankomisin (2x15
mg/kgBB) dan imipenem-cilastatin (4x0.5 gram)
atau piperasilin-tazobaktam (4-6x3,375gram)
-Kulit/ jaringan lunak nosokomial: vankomisin
(2x15 mg/kgBB) dan sefepim (2x2 gram selama
2 minggu)
-Infeksi traktus urinarius: Ciprofloksasin (2x500
mg)
-Infeksi traktus urinarius nosokomial:
vankomisin (2x15 mg/kgBB) dan sefepim(2x2
gram selama 2 minggu)
-Infeksi SSP:vankomisin (2x15 mg/kgBB) dan
sefalosporin generasi ketiga atau meropenem
(3x1 gram)
Infeksi SSP nosokomial: meropenem (3x1 gram)
dan vankomisin (2x15 mg/kgBB)
EDUKASI 1. Pencegahan infeksi.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
2. Pola hidup bersih dan sehat.
3. Kenali tanda dan gejala sepsis.
PROGNOSIS Dubia ad bonam
PENELAAH KRITIS 1. Dr. dr. Kurnia F Jamil, M. Kes, SpPD-KPTI,
FINASIM
2. dr. Masra Lena Siregar, SpPD, FINASIM
DAFTAR RUJUKAN 1. Bone RC. Balk RA. Cerra FB. et al.
Definitions for sepsis and organ failure and
guidelines for the use of innovative therapies
in sepsis. The ACCPXSCCM Concensus
Conference Committee. American College of
Chest Physicians;‗Scoiety of Critical Care
Medicine.Chest. I992. I01 :I644 - 55
2. Chen K. Pohan HT. Penatalaksanaan syok
septiks. In: Sudoyo A. Setiyohadi S. Alwi t.
Simadibrata M.Setiati S. editors. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. 5"‗ ed. Jakarta; Pusat
informasi dan Penerbitan Bagian llmu
Penyakit Dalam FKUI. 2009:252 - 7
3. Guntur A. Sirs 8. sepsis. I― edition.
Surakarta: Sebelas Maret University Press.
2006:l - 66
4. Dellinger P. Carlet .1. Masur H. Gerlach H.
Calondra T. Cohen J. et al. Surviving sepsis
campaignguidelines for management of
severe sepsis and septic shock. Crit Care
Med. 2004:32:858 — 7.
5. Dellinger P. Levy M. Carlet J. Bion J. Parker
M. Jaeschke R. Surviving sepsis campaign:
intemational guidelines for management of
severe sepsis and septic shock:2008.
Intensive Care Med. 2008134: I 7-60.
6. Reus V. Severe sepsis and septic shock. In:
Fauci A. Kasper D. Longo D, Braunwald E.
Hauser S.Jameson J. Loscalzo J. editors.
Harrison's principles of internal medicine.
18"― ed. United States of America: The
McGraw-Hill Companies. 2012: 2710 — 23
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

I. DIVISI PSIKOSOMATIS
1. Ansietas
NAMA PENYAKIT ANSIETAS (F41.1)
DEFINISI Ansietas adalah kecemasan yang berlebihan dan
lebih bersifat subjektif. Menurut DSM-IV TR,
sindrom ansietas dibedakan menjadi beberapa
macam yaitu : ansietas GAD (Generalized
Anxiety Disorder), ansietas panic (Panic
Disorder), ansietas OCD (Obsessive Compulsive
Disorder), Fobia, PTSD (Post Traumatic Stress
Disorder), dan ansietas lainnya.
ANAMNESIS  Berkeringat dingin
 Gampang lelah
 Sulit berkonsentrasi
 Mudah tersinggung
 Gangguan tidur
PEMERIKSAAN FISIK Tidak dijumpai adanya kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG  Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah,


tes fungsi hati, urin lengkap, AGDA, Na, K,
Cl, Ca, T3, FT4, TSH sesuai indikasi.
 Foto toraks bila perlu
 EKG, elektromiogram, EEG, bila perlu
 Endoskopi, kolonoskopi, USG bila perlu
KRITERIA DIAGNOSTIK  Rasa cemas berlebihan mengenai beberapa
aktivitas atau kejadian, lebih sering dialami
daripada tidak selama paling tidak 6 bulan.
 Orang tersebut mengalami kesulitan untuk
mengontrol rasa cemas tersebut.
 Rasa cemas tersebut berhubungan dengan
setidaknya tiga atau lebih gejala berikut
(paling tidak selama 6 bulan):
a. Tidak bisa istirahat
b. Gampang lelah
c. Kesulitan berkonsentrasi
d. Mudah tersinggung
e. Otot tegang
f. Gangguan tidur
 Fokus ansietas dan kecemasan tidak
berhubungan dengan kelainan Axis I. Rasa
cemas dan ansietas juga tidak terjadi pada
PTSD.
 Ansietas, rasa cemas atau keluhan fisik
menyebabkan adanya penurunan kualitas
hidup.
 Gangguan tsb tidak disebabkan oleh efek
langsung penggunaan obat atau kondisi medis
(contoh hipertiroid) dan tidak muncul saat
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
terdapat gangguan mood, gangguan psikotik,
atau gangguan perkembangan pervasive.
DIAGNOSIS KERJA Ansietas
DIAGNOSIS BANDING  Ansietas panic
 Fobia
 PTSD
 Gangguan campuran ansietas dan depresi
 Depresi
 Gangguan somatisasi
 Kelainan organ yang ditemukan (koinsidensi).
TERAPI  Non farmakologis : Edukasi, reassurance,
psikoterapi
 Farmakologis :
 Benzodiazepin : Diazepam, alprazolam,
clobazam
 Nonbenzodiazepin : Penyekat beta
 SSRI : sertraline, fluoxetine
 SNRI : duloxetine
 Simptomatik : sesuai indikasi
EDUKASI Memberikan pandangan pandangan sesuai
kemampuan pasien, serta menigktkan
kemampuan penyesuaian diri pada
lingkungannya
PROGNOSIS Angka remisi kurang dari 50% dalam rentang 5-
12 bulan. Penurunan angka remisi dapat
disebabkan oleh :
 Hubungan keluarga yang tidak harmonis
 Komorbid dengan kepribadian
menghindar
 Komorbid dengan kepribadian dependent
 Komorbid dengan gangguan kepribadian
obsesif kompulsif
 Komorbid dengan gangguan axis I
 Jenis kelamin perempuan
PENELAAH KRITIS 1. dr. Vera Abdullah. SpPD
2. dr. Diana Erlita.SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD.,
FINASIM.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Islamuddin, SpPD.
10. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
11. dr. Price Maya., SpPD.
12. dr. Eva Musdalita., SpPD.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
13. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Mudjaddid E. Pemahaman dan penanganan
psikosomatik gangguan ansietas dan depresi:
di bidang ilmu penyakit dalam. Dalam: Alwi
I, Setiati S, Setiyohadi B, Simadibrata M,
Sudoyo AW. Buku ajar penyakit dalam jilid
III edisi V. Jakarta: Interna Publishing;
2010:2105-8.
2. Reus VI. Mental disorders. In: Braunwald E,
Fauci AS, Hauser SL, Jameson JL, Kasper
DL, Longo DL. Harrison‘s principles of
Internal Medicine 17th Edition. New York:
McGraw-Hill Companies; 2010:2547-61.
3. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders 4th edition. Washington DC.
American Psychiatric Association. 2000
4. Yonkers A. Factors predicting the clinical
course of generalized anxiety disorder. The
British Journal of Psychiatry. 2000;176:544-
9.
5. Baldwin DS, Anderson IM, Nutt DJ,et al.
Evidence-based guidelines for the
pharmacological treatment of anxiety
disorder: recommendations from the British
Association for Psychopharmacology. J
Psychopharmacol. Nov 2005;19:567-596.
6. Kendall T, Cape J, Chan M, Taylor C.
Management of generalized anxiety disorder
in adults: summary of NICE guidance.
BMJ:2011;342:c7460.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

2. Depresi
NAMA PENYAKIT Depresi (F32.9)
DEFINISI Depresi adalah gangguan afektif yang ditandai
dengan adanya mood depresi (sedih), hilang
minat dan mudah lelah. Pada umumnya datang
dengan gejala somatik.
ANAMNESIS  Gejala Utama, meliputi:
1. Perasaan depresif
2. Hilangnya minat dan semangat
3. Mudah lelah dan tenaga hilang
 Gejala lain, meliputi:
1. Konsentrasi menurun
2. Harga diri menurun
3. Perasaan bersalah
4. Pesimis terhadap masa depan
5. Gagasan membahayakan diri atau bunuh
diri
6. Gangguan tidur
7. Gangguan nafsu makan
8. Menurunnya libido
PEMERIKSAAN FISIK Tidak ada kelainan
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Sesuai indikasi
 Alat penapisan untuk depresi :
1. Beck Depression Inventory
2. Beck Depression Inventory-PC
3. Center for Epidemiological Studies
Depression
4. Edinburgh Postnatal Depression Scale
5. Zung Depression Rating Scale
KRITERIA DIAGNOSIS Depresi mayor ditegakkan apabila pasien
mengalami gejala-gejala berikut selama 2
minggu.
 Lima atau lebih dari gejala berikut dialami
selama 2 minggu yang sama dan merasa
terdapat perubahan fungsional dari keadaan
sebelumnya, minimal mengalami satu dari
gejala berikut yaitu : (1) mood depresif atau
(2) hilang minat atau kesenangan. Catatan :
gejala yang disebabkan oleh kondisi medis
umum atau waham mood inkongruen atau
halusinasi tidak diikutsertakan.
a. Mood depresif sepanjang hari, hampir
setiap hari yang ditandai dengan keluhan
pasien berupa perasaan sedih atau hampa
atau laporan dari orang lain (misalnya
terlihat menangis).
b. Kehilangan minat atau rasa senang pada
semua atau hampir semua aktivitas
sepanjang hari atau hampir sepanjang
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
hari.
c. Terdapat penurunan atau peningkatan
berat badan signifikan (>5% berat badan
awal dalam sebulan) walaupun tidak
sedang dalam program diet atau
penurunan atau peningkatan nafsu makan
hampir setiap hari.
d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap
hari
e. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir
setiap hari
f. Merasa lelah atau hilang energi hampir
setiap hari
g. Perasaan tidak berharga atau perasaan
bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai
hampir setiap hari
h. Kehilangan kemampuan untuk berpikir
atau konsentrasi, sulit membuat keputusan
hampir setiap hari
i. Timbul pemikiran akan kematian yang
berulang-ulang, ide untuk bunuh diri
dengan atau tanpa rencana spesifik.
 Gejala-gejala tsb tidak memenuhi kriteria
untuk episode campuran.
 Gejala-gejala tsb secara klinis menimbulkan
distress atau gangguan dalam kehidupan
sosial, pekerjaan atau kegiatan fungsional
lainnya.
 Gejala-gejala tsb timbul tanpa terkait dengan
penggunaan obat-obatan atau kelainan medis
umum (misalnya hipotiroid).
 Gejala-gejala tsb tidak te;rkait dengan adanya
kejadian menyedihkan seperti kehilangan
orang yang dicintai, gejala menetap >2 bulan
atau adanya gangguan fungsional yang berarti,
preokupasi morbid terhadap rasa tidak
berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik atau
retardasi psikomotor.
Depresi minor ditegakkan apabila pasien
mengalami minimal dua gejala depresi selama
dua minggu namun tidak memenuhi criteria
depresi mayor.
DIAGNOSIS KERJA Depresi
DIAGNOSIS BANDING  Gangguan campuran ansietas dan depresi
 Ansietas
 Gangguan somatisasi
 Kelainan organ yang ditemukan (koinsidensi)
 Kelainan karena pengaruh obat-obatan.
TERAPI  Non farmakologis : Edukasi, reassurance,
psikoterapi
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Farmakologis :
1. Antidepresan :
SSRI : sertraline, fluoxetine
2. Simptomatik : sesuai indikasi
EDUKASI Memberikan pandangan-pandangan sesuai
kemampuan pasien, serta menigktkan
kemampuan penyesuaian diri pada
lingkungannya
PROGNOSIS Di antara individu dengan depresi mayor dengan
pengobatan, 76% mencapai remisi dengan angka
rekurensi mencapai 70% dalam waktu 5 tahun
dan setidaknya 80% dalam 8 tahun.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Vera Abdullah. SpPD
2. dr. Diana Erlita. SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD., FINASIM.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Islamuddin, SpPD.
10. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
11. dr. Price Maya., SpPD.
12. dr. Eva Musdalita., SpPD.
13. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Mudjaddid E. Pemahaman dan penanganan
psikosomatik gangguan ansietas dan depresi:
di bidang ilmu penyakit dalam. Dalam: Alwi
I, Setiati S, Setiyohadi B, Simadibrata M,
Sudoyo AW. Buku ajar penyakit dalam jilid
III edisi V. Jakarta: Interna Publishing;
2010:2105-10.
2. Reus VI. Mental disorders. In: Braunwald E,
Fauci AS, Hauser SL, Jameson JL, Kasper
DL, Longo DL. Harrison‘s principles of
Internal Medicine 18th Edition. New York:
McGraw-Hill Companies; 2012:3529-43.
3. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders 4th edition. Washington DC.
American Psychiatric Association. 2000.
4. Sharp L, Lipsky M. Screening for depression
across the lifesoan: a review of measures of
use in primary care settings. Am Fam
Physician. 2002;66(6):1001-9.
5. Current depression among adults – United
States, 2006 and 2008. MMWR Morb Mortal
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Wkly Rep. 2010;59(38):1229-35.
6. Eisendrath S, Lichtmacher J. Psychiatric
disorders. In: McPhee S, Papadakis M, Rabow
M, editors. Current medical diagnosis and
treatment 2012. 51st ed. Asia: The McGraw-
Hill Education, 2012;1034-47.
7. Qaseem A, Snow V, Denberg TD, et al. Using
Second-generation antidepressants to treat
depressive disorders: a clinical practice
guidelines from the American College of
Physicians. Ann Intern Med. 2008;149:725-
733.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

3. Dispepsia Fungsional
NAMA PENYAKIT Dispepsia Fungsional (K30)
DEFINISI Dispepsia adalah gejala atau kumpulan gejala
berasal dari regio gastroduodenum yang dapat
berupa nyeri epigastrium, rasa terbakar, rasa
penuh setelah makan, perasaan cepat kenyang,
dan lainnya termasuk rasa kembung pada area
abdomen atas, mual, muntah dan berdahak.
Keluhan dispepsia kronik dapat terjadi terus-
menerus, intermitten, atau kambuhan yang
dirasakan minimal 6 bulan atau lebih.
ANAMNESIS  Rasa sakit dan tidak enak di ulu hati
 Perih
 Mual
 Muntah
 Cepat kenyang
 Kembung
 Sering bersendawa
 Regurgitasi
 Sering disertai dengan gejala-gejala ansietas
dan depresi (misalnya dysphoric state)
PEMERIKSAAN FISIK Sistem kardiovaskular, hepatobilier, ginjal, tiroid:
dalam batas normal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Lab : Hb, Ht, leukosit, gula darah, faal ginjal,
tes fungsi hati, urin lengkap, darah samar
feses, dan pemeriksaan laboratorium lain
sesuai indikasi untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
 EKG
 Radiologi : foto lambung dan duodenum
dengan kontras.
 Pemeriksaan endoskopi bagian atas (EGD).
KRITERIA DIAGNOSIS  Dispepsia fungsional adalah adanya satu atau
lebih dari :
1. Rasa penuh (kekenyangan) setelah makan
(bothersome postprandial fullness)
2. Perasaan cepat kenyang
3. Nyeri ulu hati
4. Rasa terbakar di ulu hati
5. Tidak ditemukan kelainan struktural yang
dapat menjelaskan keluhan saat dilakukan
pemeriksaan endoskopi saluran cerna
bagian atas (SCBA)
 Keluhan berlangsung ≥ 3 bulan terus menerus,
atau dimulai sejak 6 bulan sebelum diagnosis
ditegakkan.
DIAGNOSIS KERJA Dispepsia Fungsional
DIAGNOSIS BANDING  Dispepsia organik, misal ulkus peptikum,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
gastritis erosive, infeksi saluran cerna,
GERD.
 Gangguan pada sistem hepato-bilier dan
pankreas.
 Intoleransi laktosa atau karbohidrat lain
(fruktosa, sorbitol), sindrom kolon iritabel
 Dyspepsia yang disebabkan penyakit kronik
seperti gagal ginjal, diabetes mellitus,
keganasan, dsb
 Iskemia jantung, gagal jantung kongestif,
tuberkulosis
 Gangguan psikologis (ansietas dengan
ataupun tanpa aerofagia, gangguan
penyesuaian, somatisasi pada depresi,
hipokondriasis)
TERAPI  Pengaturan diet untuk mencegah pencetus
gejala
 Simptomatik : diberikan antasida, antagonis
H2 (simetidin, ranitidine), penghambat pompa
proton (omeprazol, lansoprazol) dan obat
prokinetik (metoklopramid, domperidon,
cisapride).
 Bila jelas terdapat ansietas atau depresi
diberikan anti cemas atau anti depresan yang
sesuai.
 Eradikasi H. pylori bila terbukti ada infeksi
penyerta.
 Obat relaksan fundus gaster (nitral, sildenafil)
dan sumartiptan (antagonis reseptor 5-HT1)
EDUKASI  Pengaturan pola diet yang cukup bermanfaat
 Menghindari makanan yang dapat
mencetuskan gejala-gejalanya
 Mengurangi stress dan konflik psikososial
PROGNOSIS  Dispepsia fungsional merupakan penyakit
kronis dan keluhan dapat menyerupai
gangguan gastrointestinal lainnya.
 Pada beberapa pasien, keluhan akan tetap
dirasakan 10% kasus akan mempunyai
keluhan menyerupai gangguan gastrointestinal
lainnya, sedangkan 10% kasus akan remisi
spontan.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Vera Abdullah. SpPD
2. dr. Diana Erlita. SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD., FINASIM.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Islamuddin, SpPD.
10. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
11. dr. Price Maya., SpPD.
12. dr. Eva Musdalita., SpPD.
13. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Asian consensus report on functional
dyspepsia. J Neurogastroenteral Motil. 2012
April; 18(2): 150-168.
http://www.ncbi.nim.nih.gov/pmc/articles/PM
C3325300.
2. Mudjaddid E. Dispepsia fungsional. Dalam:
Alwi I, Setiati S, Setiyohadi B, Simadibrata
M, Sudoyo AW. Buku ajar penyakit dalam
jilid III edisi IV. Jakarta: Interna Publishing;
2006:916.
3. Hasler WL. Nausea, Vomitting and
Indigestion. In: Braunwald E, Fauci AS,
Hauser SL, Jameson JL, Kasper DL, Longo
DL. Harrison‘s principles of Internal
Medicine 16th Edition. New York: McGraw-
Hill Companies; 2005:222-223.
4. Djojoningrat Dharmika. Dispepsia fungsional.
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi
IV. Jakarta: pusat penerbitan departemen ilmu
penyakit dalam FKUI, 2006. Hal 354-356.
5. Karamanolis Georgios P, Tack Jan. Current
management of functional dyspepsia: impact
of Rome III subdivision, Annals of
Gastroenterology. Volume 25. No.2 (2012).
http://www.annalsgastro.gr/index.php/annalsg
astro/article/view/1110/819.
6. Hannah Vu. D.O. Ferri Fred F. Irritable bowel
syndrome. In: Ferri‘s clinical advisor
2008.10th ed. Mosby. 2008.
7. Bhatia Shobna, Grover Anumeet Singh.
Natural history of functional dyspepsia.
SUPPLEMENT TO JAPI. March 2012. Vol
60.
http://www.japi.org/march_2012_special_issu
e_dyspepsia/05_natural_history_of.pdf
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

4. Penyakit Jantung Fungsional (Neurosis Kardiak)


NAMA PENYAKIT Penyakit Jantung Fungsional (Neurosis
Kardiak) (I.49)
DEFINISI Penyakit jantung fungsional adalah kelainan
dengan keluhan seperti penyakit jantung tanpa
disertai kelainan organik. Etiologi berhubungan
dengan keadaan psikiatri, paling sering
disebabkan ansietas, biasanya berhubungan
dengan depresi, aktif dan tidak jarang dengan
gejala histerik.
ANAMNESIS • Nyeri dada menyerupai angina pektoris,
biasanya dicetuskan suatu
• stressor tertentu.
• Berdebar-debar / palpitasi, sesak nafas, nafas
terasa berat
• Keluhan vegetatif : kesemutan, tremor, sakit
kepala, tidak bisa tidur, dsb.
• Keluhan psikis : rasa takut, risau / waswas,
gelisah, dsb.
• Keluhan-keluhan umum lainnya seperti
pandangan mata gelap,
• berkunang-kunang.
• Terdapat stressor psikososial.
PEMERIKSAAN FISIK  Pasien tampak cemas
 Peningkatan tekanan darah
 Takikardia
 Keringat dingin, biasanya pada telapak
tangan dan kaki
PEMERIKSAAN PENUNJANG  EKG, echocardiography, maupun tes
Treadmill
 Stress analyzer / Heart rate variability
KRITERIA DIAGNOSTIK • Perasaan sesak hanya tampak jelas pada saat
pasien membicarakan masalah yang sedang
dihadapinya. Pasien tidak sesak, hanya sesekali
menarik nafas panjang. Dapat juga terlihat
hiperventilasi
• Nyeri dada tidak spesifik, tidak menjalar dan
dirasakan terus menerus
• Disertai gejala seperti sakit kepala, mual, nyeri
ulu hati yang tidak spesifik
• Rasa lelah

DIAGNOSTIK KERJA Neurosis Kardiak


PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DIAGNOSIS BANDING Penyakit jantung koroner (angina pektoris, infark
miokard)

TERAPI Non farmakologis :


 Memberikan edukasi dan bimbingan,
menjelaskan tentang gejala yang timbul
dengan tepat tanpa menakuti pasien,
meluruskan pola pikir pasien yang salah
tentang penyakit jantung.
 Terapi kognitif dan perilaku (CBT)

Farmakologis :
• Analgetik untuk rasa nyeri
• Vasodilator koroner
• Psikotropik golongan benzodiazepine untuk
mengurangi kecemasan
• Terapi simptomatis lain dapat diberikan sesuai
indikasi
• Menjelaskan gejala yang timbul dengan tepat
EDUKASI tanpa menakutkan pasien yang dapat
memperburuk penyakitnya.
• Meluruskan pola pikir pasien yang salah
tentang penyakit jantung, bila mungkin
memebantu memecahkan masalah yang
sedang dihadapi.

Gangguan ini bersifat kronik, hilang timbul dan


PROGNOSIS jarang sembuh secara sempurna. Sangat jarang
seseorang dengan gangguan ini dapat bebas dari
gejala selama lebih dari 1 tahun.

PENELAAH KRITIS 1. dr. Vera Abdullah. SpPD


2. dr. Diana Erlita. SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD., FINASIM.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Islamuddin, SpPD.
10. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
11. dr. Price Maya., SpPD.
12. dr. Eva Musdalita., SpPD.
13. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Shatri H. gangguan jantung fungsional.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. penyunting. Buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi V.
Jakarta:internal publishing;2009:2122-26.
2. Wood P. refresher course for general
practitioners cardiac neurosis. British
medical journal. 1950; 2(4669):33-5.
3. Sadock BJ, Sadock VA. Somatization
disorders. In: Kaplan & Sadock‘s
Synopsis of Psychiatry Behavioural
science/clinical psychiatry 10th edition.
Lippincott Williams & Wilkins:2007.
4. Thompson DR, Lewin RJP. Management of
the post-myocardial infarction patient:
rehabilitation and cardiac neurosis. Heart
2000;84:101-5.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

5.Nyeri Psikogenik
NAMA PENYAKIT Nyeri Psikogenik (R52.9)
DEFINISI Nyeri psikogenik adalah keluhan nyeri yang
penyebabnya bukan penyebab penyakit organik.
Faktor psikologis berperan dalam persepsi,
awitan, keparahan, eksaserbasi dan lamanya
nyeri. Nyeri psikogenik tidak pura-pura
diciptakan atau dibuat-buat. Nama lainnya
adalah pain disorder.
ANAMNESIS • Lokasi nyeri
• Intensitas nyeri, sifatnya terus menerus
atau hilang timbul,
• Karakteristik nyeri
• Faktor-faktor pemberat dan peringan
nyeri,
• Faktor penyebabnya
• Akut atau kronik,
• Riwayat penggunaan analgetik
sebelumnya
• Keadaan lain yang berhubungan dengan
nyerinya. Umumnya
• Memiliki riwayat sudah berulang kali
mengunjungi petugas kesehatan,
• Riwayat telah mengkonsumsi berbagai
obat penghilang nyeri
• Riwayat memiliki stressor psikososial,
antara lain masalah pernikahan, pekerjaan
atau keluarga.
• Sering disertai komorbid depresi atau
ansietas atau penyalahgunaan obat
PEMERIKSAAN FISIK Pada nyeri psikogenik tidak terdapat temuan
fisik, atau temuan fisis tidak adekuat untuk
menjelaskan keparahan nyeri.
PEMERIKSAAN • Visual Analog Scale ( VAS ).
PENUNJANG • McGill Pain Questionnaire ( MPQ ).
• The Westhave-Yale Multidemensional Pain
Inventory (WHYMPI)
• Stress analyzer / Heart rate variability
Untuk menilai nyeri kronik dapat digunakan
The Westhave-Yale Multidimensional Pain
Inventory ( WHYMPI ).
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
KRITERIA DIAGNOSIS • Nyeri pada satu atau lebih daerah anatomis
dengan keparahan yang
cukup sehingga membutuhkan perhatian
klinis.
• Menyebabkan distress atau gangguan pada
bidang sosial, pekerjaan atau bidang
fungsional lain yang signifikan secara
klinis.
• Faktor psikologis dinilai memiliki peran
penting dalam awitan,
keparahan, eksaserbasi atau lamanya nyeri.
DIAGNOSIS KERJA Nyeri Psikogenik
DIAGNOSIS BANDING Nyeri organik sesuai dengan lokasi nyeri
TERAPI Non farmakologis :
Istirahat, Cognitive Behavior Therapy ( CBT )
Farmakologis :
• Antidepresan : fluoxetin, citalopram
• Antiansietas : benzodiazepine
• Anti nyeri
EDUKASI • Menjelaskan kepada pasien bahwa nyeri
mempunyai hubungan dengan faktor emosi
• Menjelaskan kepada pasien bahwa harus
berusaha memperbaiki kesegaran fisisnya,
mengurangi stress, menyelesaikan
kebiasaan tidurnya dan tetap melakukan
aktivitas sehari-hari.
PROGNOSIS Belum ada studi yang melaporkan prognosis
nyeri psikogenik.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Vera Abdullah. SpPD
2. dr. Diana Erlita. SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD., FINASIM.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Islamuddin, SpPD.
10. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
11. dr. Price Maya., SpPD.
12. dr. Eva Musdalita., SpPD.
13. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
DAFTAR RUJUKAN 1. Shatri H, Setiyohadi B. nyeri psikogenik.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohaadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. penyunting. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V.
Jakarta:internal publishing;2009:2143-7.
2. Reus VI. Mental disorders. In: Braunwald E,
Fauci AS, Hauser SL, Jameson JL, Kasper
DL, Longo DL. Harrison‘s principles of
Internal Medicine 18th
3. Edition. New York: McGraw-Hill Companies;
2012:3529-45.
4. Oyama O, Pattoo C, Greengold J.
Somatoform disorders. Am Fam Physician
2007;76:1333-8.
5. Kroenke K. Efficacy of treatment for
somatoform disorders: a review of
randomized controlled trials. Psychosomatic
Medicine 69:881-888 (2007).
6. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders. 4th ed. Washington DC. American
Psychiatric Association. 2000.
7. Fishbain DA, Cutler RB, Rosamoff HL, et.
Al. Do antidepressants have an analgesic
effect in psychogenic pain and somatoform
pain disorder? A meta-analysis. Psychosom
med 1998; 6:503.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

6.Sindrom Lelah Kronik


NAMA PENYAKIT Sindrom Lelah Kronik (R.53)
DEFINISI Suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan
keluhan rasa lelah yang berlangsung terus-
menerus atau berulang dalam waktu 6 bulan atau
lebih, dapat disertai gejala demam tidak tinggi,
mialgia, artralgia, sefalgia, nyeri tenggorok
(faringitis) yang kadang-kadang disertai
pembesaran kelenjar, gejala psikis terutama
depresi dan gangguan tidur.
ANAMNESIS  Fatigue
 Sulit berkonsentrasi
 Sakit kepala
 Sakit tenggorokan
 Pembesaran KGB
 Nyeri otot
 Nyeri sendi
 Demam
 Sulit tidur
 Permasalahan psikiatri
 Alergi
 Kram perut
 Berat badan menurun
 Rash
 Nadi cepat
 Nyeri dada
 Keringat malam
PEMERIKSAAN FISIK  Rasa lelah
 Mialgia
 Atralgia
 Sefalgia
 Demam yang tidak tinggi
 Nyeri tenggorok
 Nyeri kelenjar pada daerah aksiler dan atau
sevikal yang kadang-kadang disertai
pembesaran kelenjar.
 Demam
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Tidak ada pemeriksaan spesifik yang dapat
mendiagnosis atau mengukur tingkat
keparahan penyakit.
 Stress analyzer / Heart variability untuk
menilai vegetative imbalance
KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria untuk diagnosis bila memenuhi 2 kriteria
dan tidak memenuhi kriteria eksklusi :
Ditandai oleh lelah kronik yang menetap atau
relaps dan tidak dapat dijelaskan
 Lelah selama 6 bulan terakhir
 Lelah onset baru atau definitive
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Lelah bukan merupakan hasil dari penyakit
organik atau pengeluaran tenaga secara terus
menerus
 Lelah tidak berkurang dengan istirahat
 Lelah merupakan hasil reduksi substansi dari
pekerjaan, edukasi, sosial, dan aktivitas
personal sebelumnya
Empat gejala atau lebih dari gejala berikut, dan
berlanjut terus menerus selama 6 bulan :
gangguan memori dan konsentrasi, nyeri
tenggorok, pembesaran KGB servikalis atau
nyeri otot, nyeri beberapa sendi, sakit kepala,
tidur yang tidak nyenyak atau malaise setelah
pengeluaran tenaga.
Kriteria eksklusi :
 Kondisi medis yang menjelaskan lelah
 Gangguan depresi mayor (gambaran
psikotik) atau gangguan bipolar
 Skizoprenia, demensia atau gangguan delusi
 Anoreksia nervosa, bulimia nervosa
 Penyalahgunaan alkohol dan substansinya
 Obesitas berat (BMI >40)
DIAGNOSIS KERJA Sindrom Lelah Kronik
DIAGNOSIS BANDING  Depresi psikososial, dysthymia, gangguan
cemas dan penyakit psikiatrik lainnya.
 Penyakit infeksi (SBE, Penyakit Lyme,
amur, mononucleosis, HIV, hepatitis B
kronik atau C, TB, parasit kronik.
 Autoimun : SLE, Miastenia Gravis, Multiple
Sklerosis, Tiroiditis, Rheumatoid Arthritis
 Kelainan endokrin : Hipotiroid,
Hipopituitari, Insufisiensi Adrenal, Sindroma
Cushing, DM, Hiperparatiroid, kehamilan,
Hipoglikemia Reaktif.
 Penyakit keganasan tersamar
 Ketergantungan obat
 Gangguan sistemik : gagal ginjal kronik,
penyakit kardiovaskular, anemia, kelainan
elektrolit, penyakit hati.
 Lain-lain : kurang istirahat, sleep apnea,
narkolepsi, fibromyalgia, sarkoidosis,
medikasi, paparan bahan toksik,
granulomasitosis Wegener.
TERAPI Non farmakologis :
 Meyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidak
berbahaya dan dapat membaik seiring waktu.
 Latihan fisik dapat meningkatkan daya tahan
dan kekuatan pasien sehingga mengurangi
keluhan atau CBT dan Graded Exercise
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Therapy (GET).
Farmakologis :
 Umumnya bersifat paliatif, seperti anti
depresi, anti inflamasi non steroid, terapi
alternatif (multivitamin, suplemen nutrisi)
EDUKASI  Memberikan edukasi pola hidup sehat (
istirahat yang cukup, latihan yang teratur,
menghindari stress, konsumsi diet yang baik
dan menghindari merokok)
PROGNOSIS  Perbaikan sempurna dari sindrom lelah
kronik yang tidak diobati jarang; tingkat
pemulihan median adalah 5% (rentang 0-
31%) dan tingkat perbaikan 39%.
 Hasil akan lebih buruk bila pasien dengan
latar belakang gangguan psikiatri dan
kondisi gejala yang berlanjut tanpa ditangani
secara medis.
 Keluhan berkurang pada >50% kasus.
 Penyembuhan total dalam 1 tahun terjadi
pada 22-60% kasus.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Vera Abdullah. SpPD
2. dr. Diana Erlita. SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD.,
FINASIM.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Islamuddin, SpPD.
10. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
11. dr. Price Maya., SpPD.
12. dr. Eva Musdalita., SpPD.
13. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Mudjaddid E, Shatri H. Sindrom lelah
kronik. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Vol II.
Jakarta: pusat penerbitan departemen ilmu
penyakit dalam FKUI. 2006; hal 2115-8.
2. Bleijenberg G. chronic fatigue syndrome. In:
longo, fauci, kasper. Harrison‘s principles of
internal medicine 18th edition. USA.
McGraw hill.
3. Ferri Fred F. chronic fatigue syndrome.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
Ferri‘s clinical advisor 2008. 10th ed. Mosby.
2008.
4. CDC.
http://www.cdc.gov/cfs/general/index.html.
5. Fernandez AA. Martin AP, Martinez MI,
Bustillo MA, hernandes FJB, labrada JC. Et
al. Penas RD. chronic fatigue syndrome:
aetiology, diagnosis and treatment. BMC
Psychiatry. 2009; 9 (Suppl 1); 51.
6. White PD, Goldsmith KA, Johnson AL,
potss L, Walwyn R, decesare JC, et al.
Comparison of adaptive pacing therapy,
cognitive behavioural therapy, graded
exercise therapy, and specialist medical care
for chronic fatigue syndrome (PACE): a
randomized trial. Lancet. 2011 March 5;
277(9768):823-836.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

7.Sindrom Hiperventilasi
NAMA PENYAKIT Sindrom Hiperventilasi (R06.4)
DEFINISI Hiperventilasi didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana terjadi ventilasi berlebihan yang
mengakibatkan turunnya PaCO2. Ketika
hiperventilasi berlangsung lama (kronis) atau
terjadi episode berulang dan berkaitan dengan
gejala somatik (respirasi, neurologis, intestinal)
ataupun psikologis (ansietas), maka kumpulan
gejala ini dinamakan sindrom hiperventilasi.
ANAMNESIS Cari factor pencetus :
 Fisiologis : setelah berolahraga, nyeri,
dispnea, pireksia, efek progesteron pada
wanita hamil.
 Organik : asma, pireksia, obat / alkohol,
hipertiroid, gagal jantung, emboli paru,
hipertensi pulmonal, alveolitis fibrosa,
gangguan metabolik (contoh KAD),dll
 Psikogenik : pura-pura, depresi / ansietas,
gangguan panik, fobia, dll.
Gambaran klinis :
 Kesulitan bernafas intermitten yang
bersifat episodik dan tidak berkaitan
dengan olahraga, meskipun dapat
diperburuk dengan olahraga.
 Dapat berkaitan dengan gejala alkalosis
respiratorik, seperti kebas / mati rasa
(numbness), kesemutan pada daerah
ekstremitas (tingling of the extremities),
perasaan ‗kiamat sudah dekat‘, dan rasa
melayang (light-headedness), biasanya
sampai hilang kesadaran (vasokonstriksi
serebral karena hipokapnea).
 Sensasi tidak dapat bernafas dengan lega.
 Tidak ada riwayat sugestif gangguan
pernafasan sebelumnya, meskipun
terkadang juga dapat ada.
 Riwayat stress dalam kehidupan pasien
 Episode sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK Pernafasan dada dengan bantuan pernafasan
abdominal yang lemah atau tanpa pernafasan
abdominal
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Saturasi oksigen SaO2
 Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula
darah, tes fungsi hati, urin lengkap, Elisa,
D-dimer.
 Analisa gas darah (AGDA), K, Na, Ca
 Foto toraks, EKG (interval QT
memanjang, ST depresi atau elevasi,
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
gelombang T inverse), sesuai diagnosis
banding
KRITERIA DIAGNOSIS Menemukan perubahan jenis pernafasan
DIAGNOSIS KERJA Untuk menegakkan diagnosis SH, pada dasarnya
menggunakan kriteria diagnosis eksklusi namun
tetap diperlukan pemeriksaan penunjang
tambahan lain, antara lain :
 Tidak ditemukannya etiologi kardiak pada
kesulitan bernafas
 Tidak ditemukannya etiologi respirasi
pada kesulitan bernafas (fungsi paru
normal, foto toraks paru normal, dan
SaO2 normal dalam keadaan istirahat
maupun olahraga).
 Pola nafas ireguler dalam keadaan
istirahat maupun olahraga.
 Tidak ada bukti adanya hipertensi
pulmonal.
 Tidak ada bukti yang cukup kuat untuk
menegakkan emboli paru.
 Tidak ada bukti hipertiroidisme
 PaCO2 rendah, pH meningkat pada AGD
(dan gradient A-a normal).
 Tidak ditemukannya asidosis metabolik
pada AGD (contoh : KAD)
 Masalah psikologis yang belum sembuh,
atau fobia sosial / agoraphobia.
DIAGNOSIS BANDING Sangat penting untuk menyingkirkan penyebab
patologis yaitu :
 Penyakit paru interstitial dengan foto
toraks normal  pertimbangkan CT-scan.
 Asma ringan dengan fungsi paru normal
 pertimbangkan monitoring Peak
Expiratory Flow Rate (PEFR), provokasi
olahraga, atau tes provokasi bronkus.
 Hipertensi pulmonal / penyakit
tromboembolus  pertimbangkan
echocardiography atau CT pulmonary
angiogram (CTPA).
 Hipertiroidisme
 Asidosis yang tidak terduga : misal pada
gagal ginjal, laktoasidosis, ketoasidosis.
TERAPI  Pasien disuruh bernafas (inspirasi dan
ekspirasi) ke dalam sungkup kantong
plastik bila didapatkan tanda alkalosis
agar PCO2 dalam darah naik
 Suntikan 10 cc larutan kalsium glukonas
10% intravena mempunyai efek placebo.
Pasien merasa hangat dan enak, tetapi
kadar ion kalsiumtidak akan naik
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Belajar bernafas torako-abdominal
dengan menggerakkan diafragma
 Psikoterapi : membantu menyelesaikan
problem-problem emosional pada pasien,
termasuk melakukan terapi perilaku
(Cognitive Behavioral Therapi)
 Karena hiperventilasi sering merupakan
bagian dari serangan panic (panic
disorder), maka pemberian obat yang
tepat ialah golongan benzodiazepine atau
golongan SSRI selective serotonin
reuptake inhibitor)
EDUKASI Latihan pernafasan dan psikoterapi
PROGNOSIS  Baik pada serangan akut.
 Pada kasus kronik, 65% mengalami
perbaikan, dan 26% keluhannya hilang
dalam 7 tahun.
 Sindrom ini sangat jarang menyebabkan
kematian.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Vera Abdullah. SpPD
2. dr. Diana Erlita. SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD., FINASIM.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Islamuddin, SpPD.
10. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
11. dr. Price Maya., SpPD.
12. dr. Eva Musdalita., SpPD.
13. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Mudjaddid E, putranto R, Shatri H. sindrom
hiperventilasi. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed.
Vol II. Jakarta: pusat penerbitan departemen
ilmu penyakit dalam FKUI. 2009; hal 2130-
32.
2. McConville J, solway J, chapter 264:
disorders of ventilation. In: longo, fauci,
kasper. Harrison‘s principles of internal
medicine 18th edition. USA. McGraw hill.
2011.
3. Malmberg L, tamminen K, sovijarvi A.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
orthostatic increase of respiratory gas
exchange in hyperventilation syndrome.
Thorax 2000;55:295-301.
4. Cowley DS, Roy-bryne PP. hyperventilation
and panic disorder. Am J Med 1987;83:929-
37.
5. Gardner W. the pathophysiology of
hyperventilation disorders. Chest
1996;109:516-534. DOI
10.1378/chest.109.2.516.
6. Chapman S, robinson G, straddling J, et al.
chapter 29: hyperventilation syndrome.
Oxford handbook of respiratory medicine. 2nd
edition, oxford university press. 2011.
7. Kern B. hyperventilation syndrome.
Emedicine (serial online) last update april
2012 (cited 2012, jun 2) available from :
http://www.emedicine.com.
8. Meuret AE, Ritz T. hyperventilation in panic
disorder and asthma: empirical evidence and
clinical strategies. Int j psychophysical. 2010
october;78(1):68-79.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

8.Sindrom Kolon Iritabel


NAMA PENYAKIT Sindrom Kolon Iritabel (K58)
DEFINISI Sindrom kolon iritabel (SKI) adalah nyeri
abdomen berulang atau ketidaknyamanan
abdomen (sensasi tidak nyaman yang tidak bisa
dikatakan sebagai nyeri) paling tidak 3 hari
dalam 1 bulan pada 3 bulan terakhir yang
berhubungan dengan 2 atau lebih hal berikut :
1. Perbaikan gejala setelah defekasi
2. Onset berhubungan dengan perubahan
frekuensi defekasi
3. Onset berhubungan dengan perubahan
bentuk feses.
Dikatakan positif jika kriteria terpenuhi dalam 3
bulan terakhir dengan onset paling tidak 6 bulan
sebelum didiagnosis.
Sindrom kolon iritabel dibagi menjadi beberapa
subtipe berdasarkan konsistensi feses yaitu tipe
konstipasi, tipe diare, tipe campuran dan tipe
lainnya.
ANAMNESIS  Nyeri pada abdomen bagian bawah dengan
kelainan pola defekasi selama periode waktu
tertentu tanpa progresivitas penyakit. Keluhan
muncul selama stress atau perubahan
emosional tanpa disertai keluhan sistemik.
 Apakah nyeri dirasakan hanya pada satu
tempat atau berpindah-pindah,
 seberapa sering merasakan nyeri,
 berapa lama nyeri dirasakan,
 bagaimana keadaan nyeri jika pasien defekasi
atau flatus
 Pada anamnesis juga perlu menyingkirkan
tanda ―alarm‖ seperti : usia >55 tahun,
riwayat gejala progresif atau sangat berat,
riwayat keluhan pertama kali kurang dari 6
bulan, berat badan menurun, gejala nokturnal,
laki-laki, riwayat kanker kolon pada keluarga,
anemia, anoreksia, perdarahan rektal, distensi
abdomen, demam.
PEMERIKSAAN FISIK  Perut tampak kembung atau distensi.
 Kadang dapat teraba kolon pada fosa iliaka
kiri (86%) disertai nyeri tekan (78%), bising
usus meningkat pada fosa iliaka kanan (36%).
 Pada colok dubur didapatkan adanya rasa
nyeri (52%), rektum kosong (64%), feses
yang keras dalam rektum (68%) dan lendir
yang banyak.
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Darah Rutin,
 Test Fungsi Ginjal
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Test Fungsi Hati
 Feses
 Hormon TSH
 Rontgen Abdomen
 Kolonoskopi
KRITERIA DIAGNOSIS  Pemeriksaan darah lengkap.
 Pemeriksaan hormon TSH dan serologis
sesuai indikasi
 Pemeriksaan feses : melihat adanya darah
samar, bakteri atau parasit jika dicurigai pada
kasus diare kronik.
 Rontgen abdomen : jika dicurigai adanya
penyakit Crohn atau ada obstruksi.
 Kolonoskopi atau sigmoidoskopi : dilakukan
sesuai indikasi
DIANOSIS KERJA Penyakit kolon inflamasi (kolitis)
DIAGNOSIS BANDING  Intoleransi laktosa : diperiksa dengan
hydrogen breath test
 Intoleransi makanan : contoh MSG
 Infeksi
 Penyakit Celiac : diidentifikasi dengan
analisis kadar IgA, antibodi anti
transglutaminase
 Pertumbuhan bakteri usus halus berlebih :
ditandai malabsorpsi nutrient
 Inflammatory bowel disease : ditandai
anemia, leukositosis, kolonoskopi : inflamasi,
eritema, eksudat, ulserasi.
 Kolitis mikroskopik
 Divertikulitis
 Obstruksi mekanis pada usus halus
 Iskemia
 Maldigesti
 Malabsorbsi
 Penyakit hati dan kandung empedu
 Pankreatitis kronik
 Endometriosis.
TERAPI Non farmakologis :
 Penjelasan mengenai penyakit yang
diderita dapat disembuhkan.
 Menjaga asupan tinggi serat dan
menghindari makanan yang menjadi
pencetus keluhan. Menghindari kafein,
produk olahan, makanan berlemah,
gandum, bawang, coklat.
 Terapi perilaku : terutama pada pasien
usia muda yang stressor psikososial
cukup tinggi.
 Olahraga teratur dan menjaga asupan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
cairan yang cukup.
Farmakologis :
 Antispasmodik yang bersifat anti
kolinergik : hyosin N-butilbromida
3x10mg.
 Obat anti diare : loperamid 2-16mg sehari
 Obat memperbaiki konstipasi : laksatif
osmotif seperti laktulosa
 Obat anti ansietas : antidepresan trisiklik,
SSRI.
 Probiotik.
EDUKASI  Diet yang baik
 Psikoterapi
 Menjelaskan kemungkinan timbulnya
kekambuhan
 Memberikan harapan – harapan yang
wajar
PROGNOSIS Keluhan akan membaik dan hilang setelah 12
bulan pada 50% kasus dan hanya kurang dari 5%
yang akan memburuk, dan sisanya dengan gejala
menetap.
PENELAAH KRITIS 1. dr. Vera Abdullah. SpPD
2. dr. Diana Erlita. SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD.,
FINASIM.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Islamuddin, SpPD.
10. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
11. dr. Price Maya., SpPD.
12. dr. Eva Musdalita., SpPD.
13. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Owyang C. Irritable Bowel Syndrome. In:
Kasper, Braunwald, Fauci et al. Harrison‘s
Principles of Internal Medicine Vol II 17th
ed. McGraw-Hill. 2008.p1899-1903.
2. Mudjaddid E. Sindrom kolon iritabel.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 4th ed. Vol II. Jakarta: pusat
penerbitan departemen ilmu penyakit dalam
FKUI. 2006; hal 2115-8.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
3. Ferri Fred F. Irritable bowel syndrome.
Ferri‘s clinical advisor 2008. 10th ed. Mosby.
2008.
4. Hay David W. Irritable bowel syndrome. The
little black book of gastroenterology, 2nd ed.
Jones and Bartlett Publishers. 2006. Hal 154-
162.
5. Friedman S. Irritable bowel syndrome. In :
Greenberger NJ, Blumberg RS, Burakott R.
Lange Current diagnosis and treatment,
gastroenterology, hepatology, endoscopy,
McGraw Hill. 2009.
6. Manan Chudahman, Ari fahrial syam.
Irritable bowel syndrome. Buku ajar ilmu
penyakit dalam, 4th ed, vol 1. Jakarta: pusat
penerbitan departemen ilmu penyakit dalam
FKUI. 2006; hal 383-385.
7. R spiller, Q aziz, F Creed, A Emmanuel, L
Houghton, P hungin, R jones, d kumar, g
rubin, n tridgill, and P whorwell. Guidelines
on the irritable bowel syndrome : mechanism
and practical management. Gut. 2007
December; 56(12): 1770-1798.
8. Aragon G, Graham DB, Barum M, Daman
DB. Probiotic therapy for irritable bowel
syndrome. Gastroenteral hepatol (NY), 2010
january; 6(1): 39-44
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019

9.Pengelolaan Paliatif Pada Penyakit Kronis


NAMA PENYAKIT Pengelolaan Paliatif Pada Penyakit Kronis
(X51.5)
DEFINISI Berdasarkan World Health Organization (WHO)
palliative care merupakan suatu intevensi yang
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dan
keluarganya yang sedang mengalami pengalaman
penyakit yang berat. Tujuan intervensi ini adalah
mengurangi keluhan nyeri dan gejala lain
termasuk dukungan psikososial dan spiritual.
Karakteristik penyakit kronis adalah perjalanan
penyakit yang fluktuatif dengan prognosis yang
kadang tidak jelas. Yang termasuk penyakit
kronis adalah heart disease, stroke, kanker,
diabetes dan arthritis. Klasifikasi lain penyakit
kronis adalah depresi, diabetes, penyakit paru
obstruksi kronis, gagal ginjal kronis, dan
HIV/AIDS.
ANAMNESIS Berkomunikasi dengan orang-orang dengan
penyakit berat dan progressif, beserta keluarga
 Menawarkan topic yang akan
didiskusikan
 Informasi jelas, tidak menggunakan
istilah, dan mudah dimengerti
 Menjelaskan kondisi yang tidak pasti, dan
keterbatasan
 Menggunakan istilah mati dan sekarat
pada tempatnya
PEMERIKSAAN FISIK Tergantung dari kondisi
PEMERIKSAAN PENUNJANG Menggunakan Formulir Catatan Medis Khusus
Perawatan Akhir Kehidupan
KRITERIA DIAGNOSIS  Inisiasi diskusi tentang paliatif
 Penapisan dan penilaian paliatif serta
tujuan pengelolaan
 Pengololaan aspek fisik, seperti:
- Nyeri
- Ansietas dan depresi
- Anoreksia dan kaheksia
- Konstipasi
- Delirium
- Diare
- Sesak nafas
- Fatique
- Gastroesophageal refluks disease
- Hipodermoclysis
- Malignant asites dan efusi pleura
- Mual dan muntah
 Pengelolaan aspek psikis : ansietas,
depresi
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
 Pengelolaan aspek kultural, psikologi,
sosial, spiritual, religius, etika dan legal
 Hospis dan rawatan rumah (home care)
 Konsultasi dan rujukan ke spesialis
 Pengelolaan fase kritis (last day) dan
masa duka cita
DIAGNOSIS KERJA Penilaian Paliatif Pasien
DIAGNOSIS BANDING  Penilaian Palliative care
 Penilaian Nyeri
 Penilaian Nyeri Tingkah Laku
TERAPI Pengelolaan (berdasarkan Rekomendasi
American College of Physicians, 2008)
 Rekomendasi 1 : setiap pasien rawat inap
dengan penyakit serius/berat pada fase
terminal, maka dokter harus secara
regular menilai adanya nyeri, sesak nafas,
dan depresi.
 Rekomendasi 2 : setiap pasien rawat inap
dengan penyakit berat pada fase terminal
dokter harus melakukan pengelolaan
nyeri dengan baik. Pada pasien kanker
dapat inflamatori, opioid dan
bisphosphonate.
 Rekomendasi 3 : setiap pasien rawat inap
dengan penyakit berat pada fase terminal
dokter harus dapat mengelola keluhan
sesak nafas dengan baik termasuk
menggunakan opioid pada pasien yang
tidak perbaikan dengan terapi standar dan
pemberian oksigen jangka pendek bila
terjadi hipoksemia.
 Rekomendasi 4 : setiap pasien rawat inap
dengan penyakit berat pada fase terminal
dokter harus mengelola depresi dengan
efektif, termasuk pasien kanker dengan
trisiklik antidepresan, selective serotonin
reuptake inhibitor atau psikoterapi
 Rekomendasi 5 : para klinisi harus
memastikan perencanaan lanjut (advance
care planning) pada setiap pasien
penyakit berat
EDUKASI Memberikan edukasi pola hidup sehat ( istirahat
yang cukup, latihan yang teratur, menghindari
stress)
PROGNOSIS  Memberikan jaminan pada pasien bahwa
dukungan, pengobatan, dan kontrol gejala
akan diupayakan maksimal.
 Hindari jaminan yang terlalu dini, dan
mengekplorasi dan fasilitas tujuan yang
realistik dan harapan berdasarkan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2019
perkembangan hari ke hari bila
memungkinkan
PENELAAH KRITIS 1. Dr. Vera Abdullah. SpPD
2. Dr. Diana Erlita. SpPD
3. dr. Teuku Mamfaluti., M.Kes., SpPD.,
FINASIM.
4. dr. M. Darma Muda Setia., SpPD., FINASIM.
5. dr. Masra Lena Siregar., SpPD., FINASIM.
6. dr. Ivan Ramayana., M.Ked(PD)., SpPD.,
FINASIM.
7. dr. Desi Salwani., SpPD.
8. dr. M. Fuad., SpPD., FINASIM.
9. dr. Islamuddin, SpPD.
10. dr. Chacha Marissa Isfandiari., SpPD.
11. dr. Price Maya., SpPD.
12. dr. Eva Musdalita., SpPD.
13. dr. Agustia Sukri Ekadamayanti., SpPD.
14. dr. Desi Maghfirah., SpPD.
15. dr. Sarah Firdausa., M.Md.Sc., SpPD.
16. dr. Alfi Syahrin., SpPD.
DAFTAR RUJUKAN 1. Effiong A Effiong Al. Palliative care for the
management of chronic illness: a systematic
review study protocol. BMJ Open. 2012;
2(3)
2. Qaseem a=A, Snow V, Shekelle P, Casey Jr
DE., Cross Jr JT., Owen DK, for the Clinical
Efficacy Assesment Subcommittee of the
American College of Physician. Evidence –
Based Intervensions to Improve the Palliative
Care of Pain, Dyspnoe, and Depression at the
End of Life; A Clinical Practice Guideline
from the American College of Physicians.
Ann Intern Med January 15, 2008 148;141-
146
3. LOB, Quill T, Tulsky J. Discussu=ing
palliative care with patients. ACP-ASIM
End-of-life Care consensus panel. American
College of Physicians-American society of
Internal Medicine. Ann Intern Med. 1999
May 4;130(9);744-9
4. Beynon T, Hodson F. Coady K, Kinirons,
Selman L. Hiigginson I. Provision of
palliative care for chronic heart failure
inpatients; how much do we need? BMC
Palliat Care. 2009;8;8.

Anda mungkin juga menyukai