Anda di halaman 1dari 105

Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam

RUMAH SAKIT UMUM KARTINI

RSU KARTINI

REAKSI ANAFILAKSIS

1. Pengertian (Definisi) Reaksi sistemik tipe segera yang dimedisasi oleh IgE yang
terkait dengan sel mast atau basofil sehingga menimbulkan
gejala kulit, pernafasan, kardiovaskuler dan gastroitestinal.
2. Anamnesis Keluhan yang muncul (baik lokal maipun sistemik) setelah
beberapa menit sampai jam dari paparan alergen (orjal,
injeksi, inhalasi, disengat hewan)
3. Pemeriksaan Fisik Reaksi muncul beberapa menit sampai jam setelah paparan
suatu alergen.
1. Gejala kulit
Kesemutan dan rasa panas merupakan gejala awal
anafilaksis. Kemudian diikuti kemerahan pada kulit,
pruritus, urtikaria, dengan atau tanpa angioedema.
2. Gejala respirasi
Rhinorea, hidung buntu, bersin-bersin, suara parah,
stridor, sesak nafas, wheezing, sampai henti nafas.
3. Gejala kardiovaskuler
Takikardia, hi[potensi, aritmia, nyeri dada, hingga syok.
4. Gejala gastrointestinal
Nyeri abdomen, mual, muntah, diare, dapat ditemukan
perdarahan rektal
5. Gejala neurologis
Disorientasi, pingsan, kejang.
4. Kriteria Diagnosis Anamnesa
Pemeriksaan fisik
5. Diagnosis
Reaksi Anafilaksis

6. Diagnosis Banding  Syok (hipovolemi, sepsis, spinal, dll)


 Asma akut
 Edema paru dan emboli paru
 Keracunan obat akut
 Urticaria
 Reaksi vaso-vagal
7. Pemeriksaan Penunjang
-

8. Terapi 1. Bebaskan jalan nafas jika terdapat penurunan kesadaran


2. Injeksi adrenalin (epinefrin) 1:1000 (tanpa pengencaran
0,3 – 0,5 ml s.c atau i.m. didaerah deltoid atau paha lateral
3. Bebaskan dari paparan alergan penyebab anfilaksis
4. Ukuran tekanan darah, nadi, dan saturasi O2
5. Dapat diberikan obat lain
- Difenhidramin 50 mg i.v. lambat
- Ranitidin 50 mg i.v.
- Oksigen masker atau nasal kanula
- Infus NaCI 0,9% atau ringer laktat
- Metilprednisolon 125 mg intravena
6. Ulangi pemberian epinefrin setiap 15 – 20 menit bila
diperlukan
7. Siapkan intubasi, antisipasi hipotensi.
- Jika tekanandarah sistolik < 90 mmHg, lakukan
pasang 2 jalur infus kaliber besar (18G)
- Resusitasi cairan dengan RL cepat
- Pertimbangan obat-obatan vasoaktif.
8. Bila terjadi wheezing atau sesak nafas, lakukan nebulisasi
salbutamol, Oksigen masker, Intubasi atau needle
criotiroidotomi
9. Jika usaha mempertahankan tekanan darah dan pantensi
jalan nafas dirasa kurang efektif, persiapkan untuk dirujuk.
9. Edukasi  Hindari alergan
 Kenali tanda-tanda syok anafilaksis dengan segera
pelayanan medis terdekat
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV
12. Tingkat Rekomendasi
C

13. Penelaah Kritis dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD


dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik


15. Kepustakaan  Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Anaphylacyic Shock.
Emerg Med Clin N Am 2003; 21 : 437-51.
 Tintinalli, Judith E. (2010). Emergency Medicine: A
Comprehensive Study Guide (Emergency Medicine
(Tintinalli)). New York: McGraw Hill Companies. Pp. 177-
182.

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr……………………………… dr. Linda FDPH, SpPD

Direktur

dr. Singgih Pudjirahardjo, M.Kes


Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RUMAH SAKIT UMUM KARTINI

RSU KARTINI

CHRONIC KIDNEY DISEASE

1. Pengertian (Definisi)
Sindroma klinis karena penurunan fungsi ginjal secara menetap.

2. Anamnesis Gejala yang muncul mengenai seluruh sistem organ


1. Umum: malaise
2. Kulit: pucat, rapuh, gatal, bruising, edema
3. Kardiovaskuler: hipertensi, overload syndrome,
kardiomiopati, gagal jantung, perikarditis, tamponade
jantung, aritmia
4. Respirasi: foetor uremi, efusi pleura, edema paru,
kussmaul, pleuritis
5. Gastrointestinal: anorexia, mual, muntah, gastritis,
kolitis, perdarahan saluran cerna
6. Ginjal: nokturia, poliuria, haus, proteinuria, hematuria.
7. Reproduksi: penurunan libido, impotensi, amenorrhea,
infertilitas, ginekomasti
8. Saraf: letargi, mengantuk, tremor, mioklonus, kejang,
penurunan kesadaran, neuropati perifer
9. Muskuloskeletal: renal osteodistrofia, gout, kalsifikasi,
kehilangan massa otot, kram otot
10. Darah: anemia, trombopati, imunodefisiensi
11. Endokrin: intoleransi glukosa, resistensi insulin,
hiperlipidemia, penurunan kadar testosteron dan
estrogen.
12. Farmako/toksikokinetik: penurunan ekskresi melalui
ginjal.
3. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan penyakit yang mendasari (kencing manis,
hipertensi, policistic kindey disease, SLE dll)
4. Kriteria Diagnosis Definisi CKD menurut NKF dan KDOQI adalah
1. Kerusakan struktur atau fungsi ginjal selama ≥ 3 bulan
dengan atau tanpa penurunan GFR. Bukti kelainan
struktur adalah kelainan patologi. Bukti kelainan fungsi
adalah kelainan komposisi darah atau urin atau
radiologis.
2. GFR < 60 ml/menit/1,73 m2 dengan atau tanpa
kerusakan ginjal selama ≥ 3 bulan
Berdasarkan KDOQI klasifikasi CKD menurut eGFR adalah
sebagai berikut
Stadium eGFR (ml/menit/1,73 m2)
0 > 90, dengan faktor risiko CKD
1 ≥ 90, dengan bukti adanya kerusakan ginjal
(proteinuria persisten, sedimen urin abnormal,
kelainan komposisi darah/urin, kelainan
radiologis)
2 60 – 89
3 30 – 59
4 15 – 29
5 < 15
Terminologi gagal ginjal kronis mengacu pada CKD st 3–5.
Terminologi end-stage renal disease (ESRD) mengacu pada
CKD st 5.
Perhitungan eGFR dengan menggunakan Cockcroft-Gault
equation
(140−umur)×BB
eGFR = 72×kreatinin serum × 0,85 jika wanita
perlu dicari penyakit dasar penyebab CKD seperti DM, HT,
penyakit otoimun, infeksi, keganasan, batu, obstruksi, obat-
obatan, penyakit anatomis.
5. Diagnosis
Gagal ginjal kronis

6. Diagnosis Banding Gagal ginjal akut


Edema anasarka ec Siosis hati, decomp cordis
Uremic coma dd ensefalitis, CVA
7. Pemeriksaan Penunjang Evaluasi laboratorium untuk penderita CKD meliputi
1. Kreatinin serum
2. Rasio protein/kreatinin atau rasio albumin/kreatinin pagi
atau sewaktu dengan urin spot
3. Pemeriksaan sedimen urin
4. USG ginjal
5. Elektrolit serum (Na, K, Cl, Ca, PO4, HCO3)
8. Terapi 1. Pengobatan penyakit dasar (regulasi DM dan HT, koreksi
obstruksi, atasi infeksi, kendalikan otoimunitas, dst.)
a. Pengendalian keseimbangan air dan garam. Konsumsi
air maksimal sejumlah volume urin + 500 cc. konsumsi
garam maksimal 9 gram.
b. Diet rendah protein dan tinggi kalori. Asupan protein
dibatasi 0,6 – 0,8 gram/kgBB/hari. Kalori minimal 35
kkal/kgBB/hari.
c. Diet rendah kalium. Menghindari makan buah serta
sayuran berlebih. Jika didapatkan hiperkalemia yang
gawat diberikan
a) Dextrosa 40% 25 cc ditambahkan 2 U insulin
rapid acting. 4 U pada penderita DM.
b) Calcium gluconate 10% 10 – 20 ml i.v. pelan
c) Dapat dicoba pemberian natrium bikarbonat,
infus NaCl 0,9% + injeksi furosemide, atau
nebulisasi salbutamol
d) Jika hiperkalemi refrakter (3 kali koreksi tidak
berhasil) maka merupakan indikasi hemodialisis
emergensi.
Jika hiperkalemi tidak gawat bisa diberikan resin
pengikat kalium.
d. Pencegahan dan pengobatan renal osteodistrofi.
Konsumsi kalsium karbonat 500 – 3000 mg per hari.
Makanan tinggi fosfor
e. harus dihindari (susu, keju, yogurt, es krim, ikan,
kacang-kacangan). Suplementasi vit D3. Dilakukan
paratiroidektomi jika proses osteodistrofi terus
berlanjut.
f. Pengobatan anemia
Perlu workup anemia meliputi darah lengkap, hapusan
darah tepi, kadar SI, TIBC, dan feritin. Suplementasi
besi, B9, dan B12 bila didapatkan defisiensi ketiga zat
tersebut. Transfusi PRC dilakukan bila anemia gravis
atau didapatkan tanda gangguan hemodinamik.
g. Hemodialisis emergensi jika
a) Uremia berat (BUN > 100), meliputi
ensefalopati uremik, perikarditis, dan pleuritis
b) Hiperkalemia refrakter
c) Asidosis metabolik refrakter
d) Sindroma overload.
9. Edukasi  Perubahan gaya hidup
 Minum cukup air setiap hari
 Makan lebih sedikit makanan kaya oxalate, seperti bayam,
ubi, teh, cokelat dan produk kedelai
 Memilih makanan yang rendah garam dan protein hewani
 Makam makanan kaya kalsium, akan tetapi membatasi
penggunaan suplemen kalsium
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD
14. Indikator Medis
Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan National kindey foundation (2002). “Clinic practice


guidelines for chronic kindey disease”. Retrieved 2008-06-29

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. ………………………………. dr. Linda FDPH, SpPD

Direktur

dr.Singgih Pudjirahardjo,M.Kes
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RUMAH SAKIT UMUM KARTINI

RSU KARTINI

ANEMIA DEFISIENSI BESI

1. Pengertian (Definisi)
Sindroma klinis yang ditandai oleh penurunan Hb, PCV, dan
jumlah eritrosit akibat kekurangan zat besi.

2. Anamnesis
Terdapat gejala-gejala anemia seperti mudah lelah, lesu, pucat,
sesak, bedebar

3. Pemeriksaan Fisik  Pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda anemia, glositis,


atropi papil lidah, koilonikia, murmur sistolik di semua area
jantung.
 Evaluasi gejala dan pemeriksaan fisik lain ditujukan untuk
mencari penyebab anemia.
 Pada anemia defisiensi besi kronis perlu dicari penyebab
defisiensi besinya, seperti malnutrisi, chronic blood loss:
menorragia, hemorroid, neoplasma yang perdarahan kronis,
ulkus peptikum, hematuria/hemoglobinuria, infeksi
hookworm.
4. Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang : Hb, MCV, MCHC, SI, TIBC

5. Diagnosis
Anemia defisiensi besi

6. Diagnosis Banding
Thalassemia,anemia karena penyakit kronis, keracunan timbal,
anemia sideroblastic
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium didapatkan
1. Anemia (Hb < 13 g/dl pada laki-laki, < 12 g/dl pada
wanita)
2. Mikrositik (MCV < 80 fl)
3. Hipokromik (MCH < 27 pg atau MCHC < 32%)
4. Serum iron < 50 mcg/dl, TIBC > 400 mcg/dl, saturasi
transferin (SI/TIBC) < 20%
5. Feritin < 15 mcg/l
6. Reticulocyte index < 2,5

8. Terapi
1. Atasi penyebab defisiensi besi
2. Diet tinggi kalori, tinggi protein, tinggi zat besi.
3. Tablet besi [ferro sulfat (20% Fe), ferro glukonat (12%),
ferro fumarat (33%)] 50 – 65 mg Fe t.i.d. – q.i.d.,
diberikan sampai dengan 4 – 6 bulan setelah Hb normal.
4. Vitamin C 3 x 50 mg
5. Menghindari makanan dan obat-obatan yang mengganggu
penyerapan besi (teh, antasida, antihistamin 2, PPI,
antibiotik golongan tetracycline)

9. Edukasi  Diet : makanan dengan kandungan zat besi cukup


 Suplemen

10. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD
14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan Janz, TG; Johnson, RL; Rubenstien, SD (Nov 2003). “ Anemia
in the Emergency Departement: Evaluation and
Treatment”. Emergency Medicine Practice 15 (11): 1-15;

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr…………………………….. dr. Linda FDPH, SpPD

Direktur

dr. Singgih Pudjirahardjo, M.Kes


Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RUMAH SAKIT UMUM KARTINI

RSU KARTINI

BATU SALURAN KEMIH

1. Pengertian (Definisi)
Terdapatnya endapan batu pada traktus urinarius.

2. Anamnesis
Gejala BSK tergantung pada letak batu, meliputi
1. Nyeri
Nyeri bersifat hilang timbul (colicky). Nyeri terasa
kemeng di daerah pinggang. Pada batu ureter tengah terasa
menjalar ke perut kanan bawah, sedangkan pada batu
ureter distal menjalar ke skrotum atau vulva. Nyeri dapat
bersifat berat sehingga menimbulkan lumbal spasm. Batu
buli-buli menimbulkan nyeri suprapubik dan gejala LUTS
(disuria dan urgensi). Batu uretra memberikan gejala nyeri
pada uretra disertai urin yang berhenti mendadak.
2. Hematuria
Urin dapat berupa kemerahan atau kecoklatan.
3. ISK
Penderita BSK lebih sering terkena episode ISK dengan
gejala-gejala pada ISK atas atau bawah.
4. Kencing keluar pasir
3. Pemeriksaan Fisik
 Demam : tak selalu, jika ada mungkin hidronefrosis dengan
infeksi, pionefrosis atau abses perinefik. Takikardia,
mual
 Pada keadaan akut paling sering ditemukan adalah
kelembutan diderah pinggul ( flank tenderness) ini
disebabkan oleh hidronefrosis diakibatkan obstruksi
sementara yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung
kemih.
 Pemeriksaan abdomen dan genetalia biasanya meragukan
(harus hati – hari. Bila pasien merasa nyeri didaerah
tersebut, tapi tanda –tanda kelainan tidak ada dijumpai,
maka kemungkinan nyeri berasal dari batu ginjal.
4. Kriteria Diagnosis
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis
Batu saluran kemih

6. Diagnosis Banding
Jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya
yang kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran
cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada
wanita perlu juga dipertimbangkan kemungkinan adneksitis.
Bila terjadi hematuria dipertimbangkan keganasan apalagi jika
hematuria tanpa nyeri. Batu saluran kemih yang bertahun-tahun
dapat menyebabkan terjadinya tumor umumnya karsinoma
epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah
1. Urinalisis : untuk mengetahui jenis batu yang terbentuk
dan mengetahui adanya tanda-tanda ISK
2. Darah lengkap : mengetahui adanya infeksi
3. Fungsi ginjal : menilai fungsi ginjal terutama pada batu
yang menyebabkan obstruksi
4. Foto polos abdomen (BOF)
Melihat lokasi batu yang radioopak
5. USG urologi
Melihat batu dan melihat adanya hidronefrosis
6. IVP
Melihat batu dan melihat adanya hidronefrosis, dengan
syarat fungsi ginjal harus baik.
8. Terapi
 Mengatasi nyeri kolik dan mengatasi ISK
 Intake cairan 1,5 – 2 liter sehari
 Pelarut batu dan medikamentosa lainnya diberikan
menurut jenis batu.
 Untuk batu asam urat diberikan allopurinol 2 x 100 mg dan
tablet natrium bikarbonat 1 – 3 mmol/kg/hari t.i.d.
 Untuk batu kalsium oksalat diberikan HCT 25 – 50
mg/hari, kolestiramin 8 – 16 gram/hari, dan kalsium laktat
8 – 14 gram/hari.
 Tindakan ESWL, URS, PNL, atau bedah terbuka jika batu
> 5 mm atau terapi medikamentosa (ekspektatif) tidak
berhasil dalam 4 minggu atau terdapat infeksi.
9. Edukasi
− Kurangi makan protein terutama protein hewani karena
banyak mengandung asam amino yang mengandung
sulfur.
− Kurangi konsumsi soft drink.
− Modifikasi diet dan obat-obatan
− Minum air putih minimal 2.5-3 liter/hari
10. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD
14. Indikator Medis
Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan Glenn, James F. Urologic Surgery Ed .4. Philadelpia :


Lippincott-Raven Publisher, 2001
Wim de jong, R. Sjamsuhidajat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.
Revisi, EGC, Jakarta, 2007

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. …………………………….. dr. Linda FDPH, SpPD


Direktur

dr. Singgih Pudjirahardjo, M.Kes


Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RUMAH SAKIT UMUM KARTINI

RSU KARTINI

INFEKSI VIRUS DENGUE


Infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Nyamuk atau
1. Pengertian (Definisi) beberapa jenis nyamuk menularkan ( atau menyebarkan) virus
dengue.
Gejala klasik demam dengue adalah demem yang terjadi secara
2. Anamnesis tiba-tiba; sakit kepala (biasanya dibelakang mata); ruam; nyeri
otot dan nyeri sendi. Julukan “demam sendi” untuk penyakit ini
menggambarkan betapa rasa sakit yang ditimbulkannya dapat
menjadi sangat parah.
 Panas badan seringkalimencapai 40 derajat Celsius.
Penderita juga biasanya menderita sakit yang umum atau
sakit kepala. Fase febrile biasanya berlangsung selama 2
hingga 7 hari
3. Pemeriksaan Fisik
 Bintik merah kecil (petechiae) dapat muncul dikulit. Bintik
– bintik ini tidak hilang jika kulit ditekan
 Perdarahan ringan membran mukus mulut dan hidung
 Cairan dapat menumpuk di dada dan abdomen.
Diagnosis DF ditegakkan dengan kriteria WHO, yaitu demam
4. Kriteria Diagnosis akut dengan durasi 2 – 7 hari dengan 2 atau lebih manifestasi
berikut
1. Nyeri kepala
2. Nyeri retroorbital
3. Myalgia/athralgia
4. Rash
5. Tanda perdarahan (ptechiae, epitaxis, hematemesis,
melena, gum bleeding, atau tourniquet test positif)
6. Leukopenia
Diagnosis DHF ditegakkan dengan kriteria WHO, yaitu kasus
probable infeksi dengue dengan 1 atau lebih manifestasi berikut
1. Tanda perdarahan (ptechiae, epitaxis, hematemesis,
melena, gum bleeding, atau tourniquet test positif)
2. Trombositopenia ≤ 100.000/ul
3. Terdapat salah satu tanda plasma leakage (kebocoran
plasma), yaitu
a) Peningkatan hematocrit > 20% menurut umur dan
jenis kelamin
b) Penurunan hematokrit > 20% setelah terapi cairan
c) Efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia

Diagnosis Dengue Shock Syndrome (DSS) ditegakkan


dengan kriteria WHO, yaitu kasus DHF dengan kegagalan
sirkulasi yang bermanifestasi nadi lemah dan cepat, tekanan
nadi menyempit (≤ 20 mmHg), hipotensi menurut umur,
kulit dingin dan basah, serta gelisah.

Pada kasus DHF, perlu diklasifikasikan derajat/gradingnya


untuk terapi cairan yang digunakan.
DF/DHF Grade Manifestasi Laboratorium
DF Demam dengan 2 Bisa terdapat
atau lebih gejala: lekopenia dan
nyeri kepala, nyeri trombositopenia,
retro-orbital, tidak ada bukti
myalgia, athralgia, kebocoran
rash, tanda plasma
perdarahan.
DHF I Gejala diatas disertai Trombositopenia
tourniquet test < 100.000,
positif peningkatan Hct
≥ 20%
II Gejala diatas disertai Trombositopenia
perdarahan spontan < 100.000,
peningkatan Hct
≥ 20%
III Gejala diatas disertai Trombositopenia
(DSS) kegagalan sirkulasi < 100.000,
(nadi lemah, peningkatan Hct
hipotensi, gelisah) ≥ 20%
IV Syok dengan nadi Trombositopenia
(DSS) tidak teraba dan < 100.000,
tekanan darah tidak peningkatan Hct
terukur ≥ 20%

5. Diagnosis Dengue Fever, Dengue Hemorrhagic fever

 Tyfoid fever
6. Diagnosis Banding  Infeksi pada system organ lain (pernafasan, saluran kemih,
saluran cerna, dll)
 keganasan
Pemeriksaan darah lengkap pada DF dilakukan setiap hari.
7. Pemeriksaan Penunjang Pada DHF dilakukan setiap 6 jam atau sesuai kebutuhan.
Pemeriksaan OT/PT, BUN, SK, gula darah, elektrolit, dan
analisis gas darah diperlukan untuk menilai komplikasi
DF/DHF.
Pemeriksaan foto thorax dan USG abdomen berguna untuk
mencari tanda kebocoran plasma.
 Bedrest, pederita DF dapat dirawat jalan sambil memeriksa
8. Terapi darah lengkap secara serial tiap hari dan edukasi ke
keluarga penderita mengenai tanda bahaya yang
merupakan indikasi rawat inap. Pasien DF yang terdapat
nyeri perut, muntah persisten, perdarahan,
mengantuk/gelisah, kulit dingin dan basah merupakan
indikasi rawat inap.
 Rehidrasi. Penderita rawat jalan diberikan rehidrasi oral
dengan oralit/susu/jus/air beras sebanyak 2,5 – 4 liter
sehari. Pada pasien rawat inap diberikan rehidrasi sesuai
dengan derajat dehidrasinya.
 Paracetamol 3 – 4 x 500 mg jika demam
 Terapi cairan pada penderita DHF dapat dilihat di halaman
selanjutnya.
 Monitoring produksi urin
 Transfusi trombosit diberikan jika trombosit < 10.000/ul
atau < 50.000/ul dengan manifestasi perdarahan.
 Transfusi FFP jika terdapat koagulopati.
 Koreksi gangguan elektrolit dan asam-basa

9. Edukasi  Higiene kebersihan dan hindari air tergenang


 Kenali tanda-tanda kedaruratan infeksi virus dengue

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

 Rajit S, Kissoon N (July 2010). “Dengue hermorrhagic fever


15. Kepustakaan and shock syndromes”. Pediatr. Crit. Care Med. 12 (1): 90-
100
 WHO (1997). “Chapter 2: clinical diagnosis”. Dengue
heamorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and
control (PDF) (2nd ed.). Geneva: World Health
Organization. Pp. 12-23

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. …………………………… dr. Linda FDPH,SpPD

Direktur

dr. Singgih Pudjirahardjo, M.Kes


Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RUMAH SAKIT UMUM KARTINI

RSU KARTINI

DEMAM TIFOID

1. Pengertian (Definisi) Infeksi akut dengan demam yang disebabkan oleh kuman
Salmonella enterica serovar Typhi

2. Anamnesis Gejala utama demam tifoid adalah demam yang bersifat naik
perlahan (step ladder), nyeri perut (terutama di kanan bawah),
konstipasi (diare jarang, lebih banyak pada anak kecil), bisa
terdapat gangguan kesadaran/delirium. Gejala lain seperti
batuk, nyeri kepala, epistaksis dapat muncul.
3. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik ditemukan bradikardi relatif (Faget
sign), dicrotic pulse, ronchi pada basal paru, bising usus
meningkat, nyeri tekan abdomen kanan bawah,
hepatospelenomegali.
4. Kriteria Diagnosis Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis
Demam Tifoid

6. Diagnosis Banding
Infeksi virus dengue
Infeksi pada sistem organ lain (pernafasan,saluran cerna,
saluran kemih, dll)
keganasan
7. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan lekopenia,
eosinopenia, dan limfositosis relatif.
Pemeriksaan widal dilakukan pada minggu kedua demam,
dikatakan positif jika titer O 1/>320 atau peningkatan titer 4x
lipat atau serokonversi pada widal serial.
8. Terapi
 Tirah baring
 Diet TKTP, lunak, rendah serat
 Antibiotik oral
Chloramphenicol 500 mg q.i.d. selama 14 hari
Thiamphenicol 500 mg q.i.d. selama 14 hari
Cotrimoxazole 960 mg b.i.d. selama 14 hari
Ciprofloxacin 500 mg b.i.d. selama 5 – 10 hari
 Antipiretik
 Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam
9. Edukasi
 Istirahat cukup
 Jaga hygiene makanan dan minuman
 Cuci tangan sebelum dan sesudah makan
10. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi


C

13. Penelaah Kritis dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD


dr. Endah Tatyana, Sp. PD
14. Indikator Medis
Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan
 Wain, J; Hedriksen, RS;Mikoleit, ML; Keddy, KH; Ochiai,
RL (21 March 2015). “ Typhoid fever.w. Lancet 385(9973):
1136-45
 Crump, J. A., & Mintz, E. D (2010). “Global trends in
typhoid and paratyphoid fever.w. Clinical Infectious
Diseases 50 (2):241-246
Mojokerto, 02 Januari 2019
Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr…………………………… dr. Linda FDPH, SpPD

Direktur

dr. Singgih Pudjirahardjo, M.kes


Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RUMAH SAKIT UMUM KARTINI

RSU KARTINI

DIABETES MELLITUS

1. Pengertian (Definisi) Penyakit metabolik yang disebabkan karena resistensi insulin


dan kurangnya kadar insulin relatif sehingga memberikan
tanda-tanda hiperglikemia atau glukosuria
2. Anamnesis  Sering merasa lapar, sering kencing, sering merasa haus
 Sering terbangun di malam hari untuk kencing
 Keluarga pasien ada yang menderita Diabetes Melitus
 Sering merasa kesemutan, kaki pasien terasa bengkak
 Pasien meiliki riwayat obesitas, hipertensi, sakit jantung
 Terdapat penurunan berat badan secara derastis akhir-akhir
ini
 Pasien pernah memiliki luka kulit yang sulit sembuh
 Pasien merasa cepat lelah, bila pasien pria, tanyakan apakah
ada disfungsi ereksi
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan pada pasien yang
dicurigai menderita Diabetes Melitus (DM) yaitu vital sign
(tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu), pemeriksaan
antropometri (tinggi badan, berat badan, lingkar perut dan
lingkat pinggang), tanda-tanda neuropati, sensitivitas kulit,
pemeriksaan mata ( visus,lensa mata, dan retina ), rongga
mulut, dan keadaan kaki.
4. Kriteria Diagnosis Kriteria diagnosis DM tipe 2 menggunakan kriteria PERKENI
2002.
Dinyatakan DM apabila terdapat
1. Kadar gula darah acak plasma vena ≥ 200 mg/dl disertai
gejala klasik poliuria, polidipsia, dan penurunan berat
badan yang tidak jelas sebabnya, atau
2. Kada gula darah puasa plasma vena ≥ 126 mg/dl, atau
3. Kadar gula darah 2 jam setelah makan atau beban glukosa
75 g (TTGO) ≥ 200 mg/dl.
Perlu dicari juga komplikasi kronis DM, seperti
1. Stroke
2. Retinopati diabetikum atau katarak atau glaukoma (E113)
3. Periodontitis diabetikum
4. Penyakit jantung koroner atau kardiomiopati
5. Gastroparesis diabetikum
6. Nefropati diabetikum
7. Neurogenic bladder
8. Impotensi
9. Nyeri neuropati diabetikum
10. Necrobiosis lipoidica diabeticorum
11. Ulkus pedis hingga gangren
5. Diagnosis
Diabetes melitus

6. Diagnosis Banding
-

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Kadar gula darah acak plasama vena ≥ 200 mg/dl dserta
gejala klasik poliuria, poldipsia, dan penurunan berat badan
yang tidak jelas sebabnya,atau
2. Kadar gula darah puasa plasma vena ≥126 mg/dl, atau
3. Kadar gula darah 2 jam setelah makan atau beban glukosa
75 g (TTGO) ≥200 mg/dl.
8. Terapi 1. Diet 68% karbohidrat, 20% lemak, 12% protein. Jumlah
kalori disesuaikan dengan umur dan klasifikasi berat
badan.
2. Komposisi diet dapat dirubah menjadi 60% karbohidrat,
20% lemak, dan 20% protein pada kondisi
membutuhkan diet tinggi protein untuk anabolisme.
Kondisi lain seperti adanya komplikasi kardiovaskuler
dan ginjal memerlukan komposisi diet yang berbeda
pula.
3. Latihan fisik ringan saat 1 – 1,5 jam setelah makan.
4. Terapi OAD yaitu dengan golongan insulin-sensitizer
yang dikombinasikan dengan OAD golongan lain.
5. Insulin sensitizer misalnya,
6. Metformin 250 – 3000 mg/hari terbagi menjadi 1 – 3x
7. Pioglitazon 1 x 15 – 30 mg.
8. Insulin secretagouge misalnya
9. Glibenclamide 2,5 – 15 mg pagi atau siang hari.
10. Glimepiride 0,5 – 6 mg pagi atau siang hari.
11. Insulin diindikasikan pada penderita yang tidak dapat
terkontrol dengan OAD atau DM dengan kondisi yang
membutuhkan anabolisme (seperti kehamilan, fraktur,
infeksi berat, underweight, sirosis, post operasi, TB,
grave disease, keganasan)
12. Insulin dapat dikombinasikan dengan OAD insulin
sensitizer.
13. Pemberian insulin mula-mula dengan insulin basal saja
(Glargin, Detemir).
14. Dosis insulin dimulai dari 8 U/hari, kemudian dinaikan
perlahan, maksimal 2 U/hari
15. Jika GD2JPP tetap diatas 200 mg/dl, dapat diberikan
insulin prandial.
9. Edukasi  Terapi dan kontrol rutin
 Diet
 Olahraga yang teratur
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi


C

13. Penelaah Kritis dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD


dr. Endah Tatyana, Sp. PD
14. Indikator Medis
Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan  Nield L, Summerbell CD, Hooper L, Whittaker V, Moore H


(2008). Nield, Lucie, ed. “Dietary advice for the
preventation of type 2 diabetes meltitus in adult”. Cochrane
database Syst Rev (3)
 Williams textbook of endocrinology.(12th ed.).
Philadelphia: Elsevier/Saunders. pp. 1371-1435.
Mojokerto, 02 Januari 2019
Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,

dr. …………………………… dr. Linda FDPH,

Direktur

dr. Singgih Pudjirahardjo,M.Kes.


Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. Dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

DISENTRI BASILER

1. Pengertian (Definisi) Infeksi akut kolon yang disebabkan oleh bakteri genus Shigella
spp.

2. Anamnesis Gejala yang didapatkan adalah berak cair berlendir dan


berdarah, kram perut, merasa ingin berak walaupun tidak ada
feses (tenesmus), demam, mual, kadang hingga dehidrasi.
3. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan abdomen bawah.

4. Kriteria Diagnosis Diagnosis pasti dengan kultur feses ditemukan kuman Shigella
spp.
5. Diagnosis
Disentri basiler

6. Diagnosis Banding Amoebiasis


Kolera
Diare krn rotavirus
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan feses lengkap perlu dilakukan untuk melihat
adanya kista amoeba sebagai diagnosis banding
8. Terapi  Rehidrasi
 Analgesik-antipiretik
 Antibiotik
o Ciprofloxacin 500 mg b.i.d. selama 5 hari, atau
o Cotrimoxazole 960 mg b.i.d. selama 5 hari
 Tidak boleh diberikan antidiare antimotilas karena akan
menyebabkan dilatasi colon akibat akumulasi toksin.
9. Edukasi  Higiene makanan dan minuman
 Cuci tangan sebelum dan sesudah makan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD
14. Indikator Medis
Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan  Behrman, et al. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition.


UK :Saundres; 2004

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. Dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

DISENTRI AMOEBA

1. Pengertian (Definisi)
Infeksi Entamoeba histolytica pada dinding usus.

2. Anamnesis Onset gejala gradual selama 1 – 2 minggu.


Gejala utama yaitu diare cair dan berdarah, kram perut, dan
anoreksia. Demam hanya ditemukan pada 10 – 30% kasus.
Kasus yang mengenai appendix menyerupai gejala apendisitis
akut.
Komplikasi yang dapat terjadi seperti toxic megacolon,
perforasi colon, peritonitis, abses hepar amoeba, amoebiasis
paru-pleura. Komplikasi lain yang jarang terjadi adalah
amoebiasis serebral, perikarditis, dan amoebiasis genital.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan abdomen bawah.

4. Kriteria Diagnosis Diagnosa pasti dengan kultur feses ditemukan kista atau
trofozoit amoeba
5. Diagnosis
Disentri amoeba

6. Diagnosis Banding Disentri basiler


Kolera
Diare krn rotavirus
7. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan feses lengkap ditemukan kista atau trofozoit
amoeba dengan eritrosit intraseluler
8. Terapi  Rehidrasi
 Analgesik
 Antibiotik
 Metronidazole 750 mg, t.i.d. selama 5 – 10 hari.
9. Edukasi Higiene makanan dan minuman
Cuci tangan sebelum dan sesudah makan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD
14. Indikator Medis
Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan  Behrman, et al. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition.


UK :Saundres; 2004

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. Dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

DIFTERI

1. Pengertian (Definisi)
Merupakan infeksi menular akut yang disebabkan oleh kuman
Corynebacterium diphtheriae.

2. Anamnesis
Demam, nyeri telan, terdapat selaput putih di tenggorokan,
pembesaran kelenjar di leher, batuk, pilek, sulit tidur sampai
timbul sesak
3. Pemeriksaan Fisik
 Tampak membran keabuan yang menutup tonsil, faring,
uvula, septum nasi dan pala molle
 Gejala croup meliputi nafas berbunyi, stridor progresif,
suara parau, batuk kering
4. Kriteria Diagnosis
Demam tidak tinggi, gejala lain tergantung letak infeksi
1. Difteri tonsil-faring
Nyeri telan, anoreksia, tampak membran keabuan yang
menutup tonsil, faring, uvula, dan palatum molle. Bisa
terdapat limfadenitis cervical dan submandibulla dengan
edema jaringan sekitarnya (bullneck)
2. Difteri hidung
Mula-mula mirip common cold, sekret hidung kemudian
menjadi serosanguinous (encer berdarah) kemudian
menjadi mukopurulen. Terdapat lecet di nares dan bibir
atas. Membran putih pada septum nasi.
3. Difteri laring
Merupakan perluasan dari difteri faring. Gejala croup
meliputi nafas berbunyi, stridor progresif, suara parau,
batuk kering. Berpotensi obstruksi jalan nafas.
5. Diagnosis
Difteri

6. Diagnosis Banding  Difteri Hidung :


o Benda asing Dalam hidung
o Rinorea
o Lues congenital
 Difteri tonsil faring
o Tonsillitis folikularis
o Angina plaut Vincent
o Benda asing laring
o Angioneurotik edema dari laring
7. Pemeriksaan Penunjang
Tes Elek untuk melihat toksigenitas kuman difteri.
Tes Shick untuk melihat status kekebalan host (Shick negatif
berarti host punya kekebalan). Tes Shick dilakukan pada orang
yang diduga terpapar difteri.
Pemeriksaan Gram untuk menemukan kuman basil gram
positif, berkelompok.
Diagnosis pasti dengan ditemukannya kuman difteri pada kultur
media Loffler.
8. Terapi
1. MRS ruang isolasi
2. Tirah baring minimal 2 minggu
3. Kontrol EKG tiap 3 hari untuk melihat adanya miokarditis
secara dini
4. Pemberian antitoksin difteri tidak menunggu diagnosis
pasti ditegakkan.
a. Difteri hidung : 20.000 – 40.000 IU drip dalam 1 jam
b. Difteri tonsil-faring : 40.000 – 60.000 IU
c. Difteri berat (bullneck) : 80.000 – 120.000 IU
d. Dilakukan uji sensitivitas terlebih dahulu (tes kulit).
Jika tes kulit positif, ADS didesensitisasi tiap 20 menit
dengan cara
e. 0,1 cc larutan 1:20 s.c.
f. 0,1 cc larutan 1:10 s.c.
g. 0,1 cc tanpa dilarutkan s.c.
h. 0,3 cc tanpa dilarutkan i.m.
i. 0,5 cc tanpa dilarutkan i.m.
j. 0,1 cc tanpa dilarutkan i.v.
5. Antibiotik penicillin procain 1.200.000 IU/hari b.i.d. i.m.
selama 14 hari.
6. Kemoprofilaksis pada orang yang kontak erat dengan
penderita difteri dengan status imunisasi tidak sempurna.
Diberikan
a. eritromisin 40 mg/kgBB/hari (atau 2 gram per hari) q.i.d.
selama 7 – 10 hari.
7. Bila terjadi miokarditis harus tirah baring total di tempat
tidur selama 1 minggu
8. Bila terjadi obstruksi jalan nafas karena difteri laring,
segera dilakukan trakeostomi.
9. Edukasi
Menjelaskan mengenai penyakit, terapi, komplikasi, prognosa
dan resiko penularan penyakit

10. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens


IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis
dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis


Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan  Holmes, R .K. (2005). ‘Diphtheria and other corynebacterial


infections“. In Kasper; et al. Horrison’s Principles of
Internal Medicine (16th ed.). New York: McGraw-Hill

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru
dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B
NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. Dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

DIARE AKUT

1. Pengertian (Definisi)
Keadaan dimana berak cair dan lebih dari 3 kali per hari selama
kurang dari 14 hari.

2. Anamnesis
Diagnosis diare akut ditegakkan dengan riwayat berak
lunak/cair lebih dari 3 kali sehari selama kurang dari 14 hari.

3. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan tanda-tanda dehidrasi yang timbul sesuai tabel

Non Dehidrasi Dehidrasi berat


4. Kriteria Diagnosis dehidrasi ringan-
sedang
Kehilanga < 3% 3 – 9% > 9%
n cairan
Kesadara Baik Gelisah Letargi – koma
n
Haus Normal Haus Tidak bisa minum
Nadi Normal Takikardi Taki/bradikardia
RR Normal Cepat Cepat dan dalam
Extremita Normal Dingin, CRT Dingin, mottled,
s >2 CRT >> 2
Mukosa Basah Kering Kering
Turgor Baik Memanjang Memanjang
Produksi Normal Berkurang Tidak ada
urin
Tatalaksa Penggantian Oralit 1,5 – 4 Infus RL 20 cc/kg
na cairan cc/kgBB/jam BB inisial
ongoing +
loss penggantian
ongoing loss

5. Diagnosis
Diare akut

6. Diagnosis Banding -

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang darah lengkap, fungsi ginjal, elektrolit,
dan gula darah berguna untuk menilai komplikasi diare dan
status hidrasi pasien.
Jumlah rehidrasi juga dapat dicari dengan cara mengukur BJ
plasma, dengan rumus
Jumlah defisit cairan (ml) = (BJ plasma pasien – 1,025) x kgBB
x 4000
8. Terapi
1. Rehidrasi, jika rehidrasi ringan-sedang dapat per oral, jika
dehidrasi ringan-sedang yang tidak bisa intake per oral
atau dehidrasi berat maka perlu rawat inap.
a. Dehidrasi berat dilakukan rehidrasi intravena
b. Jumlah defisit cairan dihabiskan ½ dalam 8 jam
pertama, ½ dalam 16 jam berikutnya.
2. Penggantian cairan untuk muntah dan diare yang masih
berlangsung
3. Antibiotik
a. Tetracycline 500 mg q.i.d. p.o., atau
b. Ciprofloxacin 500 mg b.i.d. p.o.
4. Koreksi gangguan elektrolit
5. Diet TKTP lunak

9. Edukasi
 Higiene makanan dan minuman
 Cuci tangan sebelum dan sesudah makan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi


C

13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD


dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD
14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik
15. Kepustakaan Behrman, et al. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. UK
:Saundres; 2004

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. Dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

DISLIPIDEMIA

1. Pengertian (Definisi)
Kelainan metabolisme lipid yang ditandai adanya kenaikan atau
penurunan fraksi lipid di dalam darah.

2. Anamnesis
Umumnya tidak didapatkan keluhan berarti

3. Pemeriksaan Fisik
Umumnya tidak didapatkan keluhan berarti

4. Kriteria Diagnosis  Dikatakan hiperkolesterolemia jika kadar kolesterol total ≥


240 mg/dl.
 Dikatakan hipertrigliseridemia jika kadar TG ≥ 200 mg/dl
(puasa 12 jam).
 Perlu stratifikasi faktor risiko guna menentukan target
pengobatan.
 Faktor risiko utama kejadian kardiovaskuler selain kadar
LDL-C.
1. Merokok sigaret
2. Hipertensi atau sedang mendapat terapi antihipertensi
3. HDL-C < 40 mg/dl. (HDL > 60 mg/dl dianggap
mengurangi 1 faktor risiko dari jumlah total)
4. Riwayat PJK muda pada keluarga (laki-laki < 55 tahun,
perempuan < 65 tahun)
5. Usia ≥ 45 tahun untuk laki-laki, ≥ 55 tahun untuk
perempuan.
Stratifikasi faktor risiko:
1. Risiko tinggi
Riwayat PJK atau yang disamakan dengan PJK, seperti
DM, stroke, penyakit arteri perifer, aneurisma aorta
abdominalis)
Atau mempunyai ≥ 2 faktor risiko dengan berisiko ≥
20% mengalami PJK dalam 10 tahun (skor
Firmingham)
2. Risiko multipel
Mempunyai ≥ 2 faktor risiko dengan berisiko < 20%
mengalami PJK dalam 10 tahun (skor Firmingham).
3. Risiko rendah
mempunyai < 2 faktor risiko dengan berisiko < 10%
mengalami PJK dalam 10 tahun (skor Firmingham)

5. Diagnosis
Dislipidemia

6. Diagnosis Banding
-

7. Pemeriksaan Penunjang
Kolesterol total, HDL/LDL, Trigliserida
8. Terapi Target disesuaikan kelompok risiko.
Risiko tinggi mempunyai target LDL < 100 mg/dl
Risiko multipel mempunyai target LDL < 130 mg/dl
Risiko rendah mempunyai target LDL < 160 mg/dl
Tatalaksana dislipidemia meliputi
1. Non farmakologis
a. Pola hidup
Rokok dan alkohol dihentikan. Penurunan berat
badan menurunkan TG dan meningkatkan HDL.
Pembatasan karbohidrat juga diperlukan pada
penderita dengan kadar TG tinggi.
b. Diet
Karbohidrat 60%, diutamakan karbohidrat kompleks
Protein 15%
Total lemak 20 – 25%
Lemak jenuh < 7% kalori total
Lemak PUFA sampai dengan 10% kalori total
Lemak MUFA sampai dengan 10% kalori total
Kolesterol < 200 mg/hari.Serat 30 gram per hari
c. Aktivitas fisik
Latihan fisik aerobik 3 – 4x seminggu dengan durasi
30 – 40 menit.
2. Farmakologis
Efek obat antidislipidemik seperti pada tabel berikut.
Obat HDL-C LDL-C TG
Statin ↑ 5 – 15% ↓ 18 – 55% ↓ 7 – 30%
Resin ↑ 3 – 5% ↓ 15 – 30% -
Fibrat ↑ 10 – 20% ↓ 5 – 25% ↓ 20 –
50%
As. ↑ 15 – 35% ↓ 5 – 25% ↓ 20 –
Nikotinat 50%

9. Edukasi  Hindari makanan belemak


 Olahraga teratur
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi


C

13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD


dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD
14. Indikator Medis
Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan Fredickson DS, Less RS. A system for phenotyping


hyperlipoproteinemia. Circulation 1965;31:321-327

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. Dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

GOUT ARTHRITIS

1. Pengertian (Definisi)
Sindroma respon inflamasi terhadap kristal monosodium urat
monohidrat yang mengendap di jaringan.

2. Anamnesis
Pada gout akut gejala yang didapatkan nyeri akut menjelang
pagi pada pangkal sendi ibu jari kak (podagra) atau persendian
metatarsal, pergelangan kaki, dan lutut, walaupun jarang bisa
pada sendi lain. Serangan akut dapat berulang karena diet yang
tidak terkendali, konsumsi alkohol, dan stress fisik atau
psikologis.

3. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi dan palapasi pada sendi
o Inspeksi dilakukan pada kulit di bagian sendi
o Diperhatikan jika terdapat sebarang tanda kemerahan dan
juga teraba panas pada sendi
o Dilihat pada sendi metatarsal phalanges I terdapat
pembengkakan yang simetris atau tidak, terasa nyeri atau
tidak untul menginformasi adanya podagra
o Pada pasien dengan stadium gout menahun akan teraba
tophus terutama di cuping telinga, mettarsal phalanges I,
olecranon, tendon Achilles dan jari tangan

4. Kriteria Diagnosis
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis
Gout arthritis
6. Diagnosis Banding
 Osteoarthiritis
 Rheumatoid arthritis

7. Pemeriksaan Penunjang
Keadaan hiperurisemia sering didapatkan pada kondisi akut
(walaupun tidak selalu gout akut disertai hiperurisemia)

8. Terapi
1. Analgesik dan antiinflamasi
a. Kolkisin 0,6 mg t.i.d. (hentikan jika muncul diare)
b. Atau
c. Indomethacin 25 – 50 mg t.i.d.
d. Atau
e. Naproxen 500 mg b.i.d.
f. Atau
g. Diclofenac 50 mg t.i.d.
h. Jika kolkisin dan NSAIDs tidak menolong dapat
diberikan prednison 30 – 50 mg/hari short course
dengan tappering off. Steroid intraartrikuler cukup
efektif pada gout akut, tetapi harus dipastikan tidak ada
artritis septik.
2. Diet rendah purin
3. Koreksi hiperurisemia
a. Diberikan jika diet dan modifikasi faktor penyebab
(seperti penggunaan obat-obatan tertentu) belum dapat
menurunkan asam urat < 7 mg/dl.
b. Allopurinol 50 – 300 mg/hari, dititrasi mulai dari dosis
rendah. Pada gangguan faal ginjal, dosis diturunkan.
4. Probenecid 250 – 500 mg/hari

9. Edukasi
Diet rendah purin

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD
14. Indikator Medis
Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan Schlessinger N (March 2010). “ Diagnosing and treating gout: a


review to aid primary care physicians”. Postgrad Med 122 (2):
157-61

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. Dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

DISPEPSIA

Merupakan segala bentuk rasa tidak enak, baik episodik maupun


1. Pengertian (Definisi) persisten yang berkaitan dengan saluran cerna bagian atas

Gejala dispepsia dapat berupa rasa tidak enak di perut bagian


2. Anamnesis atas dengan kualitas seperti sebah, ditusuk-tusuk, panas, atau
perih.
Dispepsia harus dicari adakah faktor organik atau fungsional GIT
tertentu seperti, serangan jantung, GERD, ulkus peptikum,
karsinoma lambung, penyakit hepatobilier, pankreatitis, atau
IBS.
Jika tidak didapatkan kelainan-kelainan diatas, Collin-Jones
membagi 5 jenis dispepsia menjadi
1. Tipe refluks
Rasa tidak enak atau terbakar di abdomen atas
2. Tipe dismotilitas
Terasa sebah, banyak gas, kembung, rasa penuh dan cepat
kenyang, mual, terutama pagi hari, kadang sampai
muntah.
3. Tipe aerofagia
Sering kembung, sendawa, dan penderita tampak
melakukan gerakan menelan udara, timbul paling sering
setelah makan. Keluhan ini erat kaitannya dengan kondisi
psikis.
4. Tipe ulkus
Gejala menyerupai tukak peptik seperti terbangun malam
hari karena nyeri, nyeri berkurang setelah diberi antasid,
serangan
nyeri hilang timbul, lokasi nyeri dapat ditunjuk dengan
jari.
5. Tipe idiopatik
Gambaran tidak khas

3. Pemeriksaan Fisik Nyeri tekan epigastrium

Anamnesa
4. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Dyspepsia

Ulkus peptikum, GERD


6. Diagnosis Banding Angina pektoris

7. Pemeriksaan Penunjang -

Pemberian antihistamin 2 dan antasida untuk mengurangi gejala.


8. Terapi Untuk tipe dismotilitas bisa diberikan metoclopramide.

 Higiene makanan dan minuman


9. Edukasi  Cuci tangan sebelum dan sesudah makan

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik


 Clinical Knowledge Summaries. “Definition and
15. Kepustakaan Management of dyspepsia”. U.K. National Library for Health.
Retrieved 2008-10-26
 Singh, JA; Reddy, SG; Kundukulam, J (March 2011).
“Risk factors for dyspepsia and ulcus pepticum.w. (2): 192-
202.

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002

Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam


RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto
HEPATITIS VIRUS AKUT

1. Pengertian (Definisi) Merupakan segala bentuk rasa tidak enak, baik episodik
maupun persisten yang berkaitan dengan saluran cerna bagian
atas
2. Anamnesis Gejala pradromal 3 – 10 hari berupa rasa lesu, panas, mual
muntah, anoreksia, dan nyeri perut kanan.
Gejala iketerik didahului urin berwarna coklat, skelara kuning,
kemudian seluruh badan kuning selama 1 – 2 minggu,
Hepatomegali ringan yang nyeri tekan. Penyembuhan sempurna
dalam 3 – 4 bualn.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Stadium praikterik
Berlangsung selama 3 -10 hari. Pasien mengeluh sakit kepala,
lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan
nyeri pada perut kanan atas. Urin menjadi lebih coklat.
2. Stadium ikterik
berlangsung selama 1 – 2 minggu. Ikterus nula – mula terlihat
pada sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan –
keluhan berkurang, tetapi pasien masih lemah, anoreksia, dan
muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda,
hati membesar dan nyeri tekan.
3. Stadium pascaikterik (rekonvalesens)
Ikterus mereda, warna uring dan tinja menjadi normal lagi.
Apabila hepar sudah membesar pasien dapat mengeluh nyeri
perut kanan atas (perut ‘tengah’).
Demam dengan suhu sekitar 38-39oC lebih sering ditemukan
pada hepatitis A. urine berwarna gelap (seperti air teh ) dan
fases berwarna (clay-colored). Dengan timbulnya gejala/ikterus
maka biasanya gejala prodromal menghilang. Hepatomegali
dapat disertai nyeri tekan.
Ikterik pada penderita terutama tampak pada wajah, batang
tubuh dan skleras. Ikterik pertama kali terlihat pada frenulum
lingue namun yang biasa diperhatikan pertama kali adalah
sklera. Sklera mudah menyimpan bilirubin karena terdiri atas
banyak sekali serat – serat elastin.
4. Kriteria Diagnosis Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis
Hepatitis virus akut

6. Diagnosis Banding
Cholelthiasis, sholedocholithiasis
Cholecystitis akut
Pankreatitis akut

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan labolatorium menunjukkan peningkatan OT PT 10
– 100 kali dari harga normal, bilirubin meningkat > 2,5 mg/dl,
penanda virus hepatitis seperti lgM anti HAV, HbsAg, lgM
antiHBc dan anti HCV.
Komplikasi dapat berupa hepatitis fulminan yang ditandai
dengan penurunan kesadaran sampai koma, penyusutan cepat
ukuran liver, pemanjangan PPT, penurunan SGOT SGPT,
kenaikkan ccepat kadar bilirubin, asites dan edema.

8. Terapi
 Tirah baring selama masih ada keluhan
 Diet tinggi kalori tinggi protein
 Terapi simptomatis yang tidak hepatotoksik

9. Edukasi
Menjelaskan mengenai oenyakit pasien, komplikasi, prognosa
dan penanganan lebih lanjut

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis
dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis


Kondisi pasien membaik

 Pemal, W. And J. Wendon (2013). “Acute Liver Faiture.”


15. Kepustakaan New England Journal of Medicine 369 (26): 2525-2534
 Ryder S, Beckingham I; Beckingham (2001). “Acute
hepatitis”. BMJ 322 (7279): 151-153

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

HIPOTIROID

1. Pengertian (Definisi)
Sindroma klinis akibat dari defisiensi hormon tiroid.

2. Anamnesis
Gejala klinis yang muncul seperti lemah, mudah lelah, tidak
tahan dingin, konstipasi, berat badan meningkat, depresi, suara
serak, kulit kering, bradikardia.

3. Pemeriksaan Fisik  Sistem integumen seperti kulit dingin, pucat, kering, besisik
dan menebal; pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal;
rambut kering, kasar, rambut rontok dan pertumbuhannya
buruk
 Sistem pulmonari seperti hipoventilasi, pleural efusi,
dispenia
 Sistem kordiovaskuler seperti bradikardi, ditritmia,
pembesaran jantung, toleransi terhadap aktivitas menurun,
hipotensi
 Metabolik seperti penurunan metabulisme basal, penurunan
suhu tubuh, intoleransi terhadap dingin
 Sistem muskuloskeletal seperti nyeri otot, konrtaksi dan
relaksi otot yang melambat.
 Sistem neurologi seperti fungsi intelektual yang lambat,
berbicara lambat dan terbata – bata, gangguan memori,
perhatian kurnag, letargi atau somnolen, bingung, hilang
pendengaran, parastesia, penurunan reflek tendon.
 Gastroinstinal seperti anoreksia, peningkatan berat badan,
obstipasi, distensi abdomen
 Sistem reproduksi, pada wanita: perubahan menstruasi
seperti amenore atau masa menstruasi yang memanjang,
infertilitas, anopulasi dan penurunan libido.
Pada pria: penurunan libido dan inpotensia
 Psiklogis/emosi; apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik
diri, prilaku mania
 Manisfestasi klinis lain berupa: edema periorbita, wajah
seperti bulan ( moon face), wajah kasr, suara serak,
pembesaran leher, lidah tebal sensitifitas terhadap opiooid
dan transkulizer meningkat, ekspresi wajah kosong, lemah,
haluaran urine menurun, anemi, mudah berdarah.

4. Kriteria Diagnosis Anamnesa


Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis
Hipotiroid

6. Diagnosis Banding
-

7. Pemeriksaan Penunjang Perlu pemeriksaan FT4 dan TSHs, didapatkan FT4 menurun
dan TSHs meningkat pada hipotiroid primer.

8. Terapi
Terapi ditujukan untuk substitusi hormon tiroid dengan
levothyroxine oral. Dosis rata-rata levotiroksin dewasa adalah
50 – 200 mcg/hari. Dosis dimulai dengan dosis rendah 25 – 50
mcg/hari, kemudian dititrasi naik setiap 3 – 6 minggu sebesar
25 mcg sampai TSH normal.

Menjelaskan mengenai penyakit pasien, komplikasi, prognosa


9. Edukasi
dan penanganan lebih lanjut

10. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens


IV
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

 The role of thyroid hormone nuclear receptors in the heart:


15. Kepustakaan “evidence from pharmacological approaches.” Departement
of Endocrinology and Metabolism, Academic Medical
Center, University of Amsterdam; Wilmar M. Weirsinga.

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

HIPOGLIKEMIA

1. Pengertian (Definisi)
Keadaan dimana kadar gula darah kurang dari 60 mg/dl.

2. Anamnesis
Gejala yang timbul berupa rasa lapar, gemetar, keringat dingin,
berdebar, pusing, pelo, kelemahan anggota gerak, gelisah,
pingsan, hingga koma.

3. Pemeriksaan Fisik Keringat dingin, bedebar, pusing, pelo, kelemahan anggota


gerak, gelisah, pingsan, hingga koma

4. Kriteria Diagnosis Kadar gula darah < 60 mg/dl.

5. Diagnosis
Hipoglikemia

6. Diagnosis Banding
-

7. Pemeriksaan Penunjang
Gula darah acak

8. Terapi  Target gula darah diarahkan ke 120 mg/dl


 Bila masih sadar dapat diberikan teh manis atau gula kental
atau madu.
 Bila gagal diberikan injeksi Dextrosa 40% i.v. (diencerkan
2x)
60 – 90 mg/dl  1 flakon (25 cc)
30 – 60 mg/dl  2 flakon (50 cc)
< 30 mg/dl  3 flakon (75 cc)
 Injeksi metilprenisolon 62,5 – 125 mg i.v. + fenitoin p.o. 3 x
100 mg sebelum makan.
9. Edukasi
Cukup kalori dan intake (terotama bila konsumsi OAD)

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD
14. Indikator Medis
Kondisi pasien membaik

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

HIPERTIROID

1. Pengertian (Definisi) Suatu sindroma klinis yang terjadi akibat jaringan terpapar oleh
kadar hormon tiroid yang tinggi dalam sirkulasi.

2. Anamnesis Gejala yang timbul berupa palpitasi, rasa tegang/cemas/iritatif,


mudah lelah, hiperkinesia, diare, keringat berlebihan, tidak
tahan panas, penurunan berat badan tanpa disertai penurunan
nafsu makan, pembesaran kelenjar tiroid, hingga mata
menonjol.
3. Pemeriksaan Fisik

 Pemeriksaan diawali dengan melakukan inspeksi pada


kelenjar tiroid pada leher depan dan samping dengan posisi
pasien duduk. Setiap bekas luka, massa, dan distenai vena
yang terlihat haruslah dicatat. Setelah itu, dilakukan palapasi
pada kelenjar tiroid dapat dipalpasi dari hadapan pasien
maupun dari belakang pasien, dengan menggunakan kedua
jempul untuk mengpalpasi lobus pada kelenjar tiroid
 Pembesaran kelenjar tiroid pada bagian retodternal dapat
menyebabkan distensi vena sehingga menyebabkan
kesukaran bernafas, terutama apabila tangan diangkat ke
atas (Pemberton’s sign). Selain itu, massa apapun yang
membesar diatas kelenjar tiroid akan mengakibatkan lidah
terangkat. Pemeriksaan limadenopati pada bagian
supraklavikular dan servikal di leher harus dilakukan juga.

4. Kriteria Diagnosis Anamnesa


Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis
Hipertiroid

6. Diagnosis Banding
Ca tiroid

7. Pemeriksaan Penunjang
Apabila ada kecurigaan hipertiroid dilakukan pemeriksaan
TSHs dan fT4. Didapatkan FT4 meningkat dan TSHs menurun
pada hipertiroid primer.

8. Terapi
 Obat antitiroid
o PTU dosis awal 100 – 150 mg tiap 6 jam selama
4 – 8 minggu.
o Kemudian dosis diturunkan menjadi 50 – 200
mg sekali atau 2x sehari.
o Atau,
o Methimazol 40 mg tiap pagi selama 1 – 2 bulan.
o Kemudian dosis diturunkan menjadi 5 – 20 mg
setiap pagi sebagai dosis rumatan.
 Pembedahan
o Pembedahan dilakukan pada pembesaran yang
besar atau struma
o yang multinoduler. Operasi dikerjakan setelah
eutiroid dan 2 minggu sebelum operasi,
penderita diberikan larutan lugol dengan dosis 5
tetes 2 x sehari.
 Terapi medis lain
o Propranolol 10 – 40 mg tiap 6 jam.
o Propranolol sangat membantu dalam
mengendalikan takikardi, fibrilasi atrial, dan
menurunkan aktivitas hormon tiroid.
 Terapi radioaktif iodin

9. Edukasi
 Istirahat yang cukup
 Diet TKTP

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens


IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

 Hyperthyroidism“. Departement of Endocrinology and


15. Kepustakaan Metabolism, Academic Medical Center, University of
Amsterdam; Wilmar M. Weirsinga.

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

IRRITABLE BOWEL SYNDROME

1. Pengertian (Definisi)
Gangguan motilitas kolon tanpa gangguan struktur/organik.

2. Anamnesis

Terdapat trias gejala klasik dan trias pemeriksaan fisik khas.


Gejala klasik meliputi nyeri perut, diare, dan kostipasi.
Nyeri perut bersifat difus dan membaik dengan defekasi atau
flatus, diare biasanya hanya satu atau beberapa kali setelah
makan pagi, tinja lunak dan mengandung banyak mukus,
konstipasi dapat timbul satu dua kali seminggu dengan tinja
berbentuk pensil (pencil-like stool) oleh karena kontraksi
sfingter ani. Sesekali disertai nyeri kepala.
Keluhan tersebut terjadi minimal 3 kali dalam sebulan dan
selama minimal 3 bulan.

3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tiga tanda khas meliputi
1. Penderita tidak dapat menunjukkan lokasi nyeri dengan
tepat
2. Daerah kolon tampak tegang karena kolon desenden
penuh tinja dan sekum penuh gas
3. Nyeri perut menghilang bila ditekan, berbeda dengan
kolitis lain yang organik.

4. Kriteria Diagnosis Anamnesa


Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis
Irritable bowel syndrome

6. Diagnosis Banding
-

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang digunakan untuk menyingkirkan
adanya penyebab organik, seperti feses lengkap, tes toleransi
laktosa, pemeriksaan kadar karoten serum, faal tiroid, dan
kolonoskopi.

8. Terapi Terapi bersifat simptomatis


 Antidiare dengan loperamide 2 – 4 mg p.r.n., maksimal
12 gram sehari
 Laksatif dengan sirup lactulosa 10 – 20 g b.i.d.
 Antispasmodik
 Konsultasi psikiatri untuk mengatasi kecemasan dan
sebab psikiatri lain.
9. Edukasi Menjelaskan mengenai penyakit, komplikasi, prognosa serta
penanganan penyakit pasien

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis
dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis


Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan  Staudacher HM, Irving PM, Lomer MC, Whelan K (April
2014). “ Mechanisms and efficacy of dietary FODMAP
restriction in IBS”. Nat Rev Gastroenterol Hepatol (Rewiev)
11 (4): 256-66
 Longstreth GF, Thompson WG, Chey WD, Houghton LA,
Mearin F, Spiller RC (2006). “ Functional bowel disorders”.
Gastroenterology 131 (2):688

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002

Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam


RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

HIV-AIDS

1. Pengertian (Definisi) Kumpulan gejala akibat infeksi Human Immunodeficiency


Virus.

2. Anamnesis Perlu dicurigai pada kelompok-kelompok beresiko seperti


kelompok hemoseksual, pengguna narkoba intravena (IDU),
seks bebas dan berganti-ganti pasangan, bayi dari ibu penderita
HIV, dan pasangan dari kelompok-kelompok diatas.

Gejala HIV akut muncul pada 3 – 6 minggu setelah infeksi


primer. Gejala HIV akut meliputi flu-like syndrome (demam,
faringitis, limfadenopati, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi,
malaise), anorexia, mual, muntah, diare, penurunan nafsu
makan. Gejala neurologis pada HIV akut bisa berupa
meningoencephalitis, neuropati perifer, myelopati. Lesi di kulit
meliputi rash dan ulkus mukokutan.

Gejala-gejala HIV lanjut (tanda imunokompromais) meliputi


penurunan berat badan > 10% yang tidak dapat dijelaskan, diare
kronis dengan penyebab tidak jelas > 1 bulan, dermatitis luas,
limfadenopati generalisata persisten, dan adanya infeksi
berulang.

3. Pemeriksaan Fisik
Sesuai stadium klinis

4. Kriteria Diagnosis WHO (2007) membagi klasifikasi infeksi HIV menjadi 4


stadium klinis, yaitu
Stadium klinis 1
1. Asymptomatic
2. Persistent generalized lymphadenopathy
Stadium klinis 2
1. Moderate unexplained weight loss (<10% of presumed
or measured body weight)
2. Recurrent respiratory tract infections (sinusitis,
tonsillitis, otitis media, pharyngitis)
3. Herpes zoster
4. Angular cheilitis
5. Recurrent oral ulceration
6. Papular pruritic eruption
7. Fungal nail infections
8. Seborrhoeic dermatitis
Stadium klinis 3
1. Unexplained severe weight loss (>10% of presumed or
measured body weight)
2. Unexplained chronic diarrhoea for longer than 1 month
3. Unexplained persistent fever (intermittent or constant
for longer than 1 month)
4. Persistent oral candidiasis
5. Oral hairy leukoplakia
6. Pulmonary tuberculosis
7. Severe bacterial infections (such as pneumonia,
empyema, pyomyositis, bone or joint infection,
meningitis, bacteraemia)
8. Acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis or
periodontitis
9. Unexplained anaemia (<8 g/dl), neutropaenia (<0.5 x
103/ul)
and/or chronic thrombocytopaenia (<50 x 103/ul)
Stadium klinis 4
1. HIV wasting syndrome
2. Pneumocystis (jirovecii) pneumonia
3. Recurrent severe bacterial pneumonia
4. Chronic herpes simplex infection (orolabial, genital or
anorectal of more than 1 month’s duration or visceral at
any site)
5. Oesophageal candidiasis (or candidiasis of trachea,
bronchi or lungs)
6. Extrapulmonary tuberculosis
7. Kaposi sarcoma
8. Cytomegalovirus infection (retinitis or infection of other
organs)
9. Central nervous system toxoplasmosis
10. HIV encephalopathy
11. Extrapulmonary cryptococcosis, including meningitis
12. Disseminated nontuberculous mycobacterial infection
13. Progressive multifocal leukoencephalopathy
14. Chronic cryptosporidiosis
15. Chronic isosporiasis
16. Disseminated mycosis (extrapulmonary histoplasmosis,
coccidioidomycosis)
17. Lymphoma (cerebral or B-cell non-Hodgkin)
18. Symptomatic HIV-associated nephropathy or
cardiomyopathy
19. Recurrent septicaemia (including nontyphoidal
Salmonella)
20. Invasive cervical carcinoma
21. Atypical disseminated leishmaniasis

5. Diagnosis HIV - AIDS

6. Diagnosis Banding -

Diagnosis HIV ditegakkan dengan pemeriksaan serologis


7. Pemeriksaan Penunjang ELISA 3 metode dikonfirmasi dengan Western Blot yang
sebelumnya telah dilakukan VCT.
Pemeriksaan lain yang dibutuhkan seperti darah lengkap, fungsi
hati, fungsi ginjal, profil lipid, GDP, hitung CD4+, HIV RNA,
MMSE, tes kehamilan, skrining hepatitis, toxoplasma, TB,
sifilis, bila memungkinkan tes resistensi obat HIV.
 Memperbaiki kondisi umum dengan terapi suportif
8. Terapi  Memulai terapi antiretroviral kombinasi pada penderita
HIV yang simptomatis atau CD4 ≤ 500/ul atau
hamil/menyusui atau individu HIV (-) yang mempunyai
pasangan HIV (+).
Terapi yang dianjurkan meliputi 2 N(t)RTI + 1 NNRTI.
Lini pertama yang digunakan adalah TDF 300 mg + 3TC 300
mg (atau FTC 200 mg) + EFV 600 mg
Lini kedua menggunakan AZT 2x300 mg + 3TC 300 mg +
EFV 600 mg (atau NVP 200 mg 14 hari, 2x200 mg selanjutnya)
 HIV dengan TB, ART kombinasi dapat diberikan
sesegera mungkin setelah pasien telah mentoleransi
OAT.
 Cotrimoxazole profilaksis diberikan pada pasien
stadium klinis 3 atau 4, atau CD4 < 350. Dosis yang
diberikan 960 mg/hari. Dihentikan jika CD4 > 350
setelah ART kombinasi 6 bulan.
 INH profilaksis pada pasien HIV (+) yang indikasi ART
kombinasi tanpa gejala TB aktif. INH profilaksis
diberikan selama minimal 6 bulan.

9. Edukasi  Hindari resiko penularan ke lingkungan terdekat

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD
14. Indikator Medis
Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan Khanna S, Tosh PK; Tosh (January 2014). “ HIV-AIDS”.


Mayo Clin Proc. 89 (1): 107-14.

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
Tahun 2019
RSUD
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

KRISIS TIROID

1. Pengertian (Definisi)
Merupakan kondisi eksaserbasi akut pada tirotoksikosis yang
jika tidak diobati akan berakibat fatal.

2. Anamnesis
Sesuai skoring dari Bursch-Wartofsky

3. Pemeriksaan Fisik
Sesuai skoring dari Bursch-Wartofsky

4. Kriteria Diagnosis Krisis tiroid ditegakkan dari diagnosis klinis.


Kriteria diagnostik krisis tiroid menggunakan skoring dari
Bursch-Wartofsky, yaitu
Suhu tubuh
37,2 – 37,7 5
37,8 – 38,3 10
38,4 – 38,8 15
38,9 – 39,4 20
39,5 – 39,9 25
≥ 40 30
Sistem saraf pusat
Agitasi 10
Delirium/psikosis/letargi 20
Kejang/koma 30
Kardiovaskuler
Takikardia 99 – 109 5
Takikardia 109 – 119 10
Takikardia 120 – 129 15
Edema pedis 5
Ronki basal paru 10
Edema paru 15
Fibrilasi atrial 10
Gastrointestinal
Diare/nausea/vomitting/nyeri abdomen 10
Icterus tanpa sebab yang jelas 20
Faktor pencetus 10
Bila skor ≥ 45 : sangat mungkin krisis tiroid
25 – 44 : sangat mungkin impeding krisis tiroid
< 25 : tidak ada krisis tiroid
5. Diagnosis
Krisis tiroid

6. Diagnosis Banding
-

7. Pemeriksaan Penunjang
-

1. Terapi suportif
8. Terapi  Pasang NGT untuk nutrisi dan pemberian obat oral
 Oksigen
 Kompres
 Paracetamol untuk menurunkan panas
 Chlorpromazine 50 – 100 mg i.m. untuk menurunkan
gejala agitasi.
 Fenobarbital dapat digunakan untuk sedasi
 Multivitamin
2. Terapi khusus
 PTU 400 mg p.o. kemudian dilanjutkan 100 – 200
mg tiap 4 jam.
Atau metimazole 40 mg, dilanjutkan 10 mg tiap 4
jam.
 Larutan lugol 6 tetes tiap 6 jam, diberikan 1 jam
setelah pemberian PTU
 Propranolol 10 – 40 mg p.o. setiap 6 jam atau 0,5 – 1
mg i.v. setiap 3 jam.
 Hidrocortison suksinat 100 – 200 mg i.v. atau
dexamethason 2 mg i.v. setiap 8 jam (7.00, 13.00,
17.00). tappering off dimulai dari suntikan ketiga
dihapus.
3. Terapi faktor pencetus

9. Edukasi  Istirahat yang cukup

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

 Hyperthyroidism“. Departement of Endocrinology and


15. Kepustakaan Metabolism, Academic Medical Center, University of
Amsterdam; Wilmar M. Weirsinga.

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto
dr. Sujatmiko, M.M, MMR.
NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
RSUD Tahun 2019
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto
INFEKSI SALURAN KEMIH

Keradangan saluran kemih mulai dari ginjal sampai meatus


1. Pengertian (Definisi) uretra disertai adanya kolonisasi mikroorganisme di urin.

Gejala ISK meliputi disuria, polakisuria, urgensi, nyeri


2. Anamnesis suprapubik. Jika mengenai saluran kemih atas (ISK
atas/pyelonefritis) menimbulkan gejala demam hingga
menggigil, mual, muntah, dan nyeri ketok costovertebral.
demam hingga menggigil, mual, muntah, dan nyeri ketok
3. Pemeriksaan Fisik costovertebral

Diagnosis ditegakkan jika kultur urin prosi tengah ≥ 105 cfu/ml


4. Kriteria Diagnosis atau kultur positif pada aspirasi suprapubik.

5. Diagnosis Infeksi saluran kemih

6. Diagnosis Banding -

Pemeriksaan laboratorium meliputi urinalisis dan kultur urin


7. Pemeriksaan Penunjang (urin porsi tengah atau aspirasi suprapubik)
Pada urinalisis dapat ditemukan lekosituria, bakteriuria, pH urin
meningkat, nitrit positif, lekosit esterase meningkat.
1. Mengobati faktor risiko penyebab ISK
8. Terapi 2. Analgesik antipiretik
3. Antibiotik p.o. untuk ISK bawah tidak berkomplikasi,
i.v. untuk ISK atas atau yang berkomplikasi
a) Cotrimoxazole p.o. 2x960 mg minimal selama 3
hari
b) Ciprofloxacin p.o. 2x250 mg minimal selama 3
hari
c) Coamoxiclav p.o. 3x625 mg minimal selama 7
hari
d) Ciprofloxacin i.v. 2x500 mg
e) Ampicillin i.v. 4x1gram + gentamycin i.v. 1
mg/kgBB t.i.d.
f) Cefepime i.v. 2x1gram
 Minum air putih min 2 liter /hari
9. Edukasi  Hygiene daerah kelamin

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

 Nicolle LE (2003). “Uncomplicated urinary tract infection


15. Kepustakaan in adult including uncomplocated pyelonephiritis”. UrolClin
North Am 35 (1): 1- 12
 Colgan, R Williams, M (2011-10-01). “ Diagnosis and
treatment of acute uncompicated cystitis.”.American family
physician 84 (7): 771-6

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru
dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B
NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
RSUD Tahun 2019
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

LEPTOSPIROSIS
Merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh kuman
1. Pengertian (Definisi) Leptospira spp. patogen

Terdapat riwayat kontak langsung dengan urin, darah, atau


2. Anamnesis jaringan hewan yang terinfeksi.
Masa inkubasi rata-rata 1 – 2 minggu.
Gejala flu-like syndrome, demam, menggigil, sakit kepala
hebat, mual, muntah, nyeri otot terutama pada betis,
pinggang/punggung, terkadang dapat juga nyeri tenggorokan,
batuk , nyeri dada, dan hemoptisis.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan demam, conjunctival


suffusion, nyeri tekan otot, bisa ditemukan limfadenopati, rash,
hepatosplenomegali, atau urtika.
Pada leptospirosis yang berat (Weil’s disease) didapatkan
ikterus yang dalam, gangguan fungsi ginjal, dan perdarahan
dengan tingkat mortalitas tinggi. Ikterus biasanya muncul
3. Pemeriksaan Fisik
setelah 4 – 9 hari setelah gejala leptospirosis lain muncul.
Ikterus tidak disertai kerusakan hati yang berat.
Gagal ginjal biasanya terjadi pada minggu kedua sakit, timbul
akibat hipovolemia dan renal tubular acidosis, kadang sampai
dibutuhkan dialisis. Penanganan adekuat dapat menyelamatkan
fungsi ginjal.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan skoring dari Modified
4. Kriteria Diagnosis Faine’s Cirteria 2012 (WHO) yang mengevaluasi klinis,
epidemiologis, dan pemeriksaan MAT (microscope
aggultination test)
Part A Skor Part B Skor
Nyeri kepala 2 Musim hujan 5
Demam 2 Kontak dengan 4
Suhu > 39oC 2 lingkungan
Conjunctival 4 terkontaminasi
suffusion 4 Kontak dengan hewan 1
Meningismus 4 Part C (hanya salah Skor
Nyeri otot 10 satu yang dipakai)
Conjunctival PCR 25
suffusion + IgM (+) Elisa 15
Meningismus + 1 SAT (+) 15
Nyeri otot 2 Rapid test (Lepto Tek) 15
Ikterus 2 MAT tunggal titer tinggi 15
Albuminuria atau MAT serial, titer 25
uremia meningkat/serokonversi
Hemoptisis atau
dispnea
Presumtif leptospirosis jika Part A saja atau Part A + Part B ≥
26, atau Part A + Part B + Part C ≥ 25

5. Diagnosis Leptospirosis

 Hepatitis
6. Diagnosis Banding  Tifoid fever
 cholecystitis
Pemeriksaan penunjang didapatkan gangguan fungsi hati,
7. Pemeriksaan Penunjang gangguan fungsi ginjal yang menggambarkan AKI, asidosis,
proteinuria, terdapat sedimen eritrosit, lekosit, dan granular,
LED meningkat, lekositosis, trombositopenia, hipokalemi, dan
peningkatan enzim CK (CPK).
 MRS untuk leptospirosis dengan komplikasi (leptospirosis
8. Terapi berat)
 Antibiotik untuk leptospirosis ringan
Doxycycline 100 mg b.i.d. selama 7 – 10 hari
 Antibiotik untuk leptospirosis berat
Penicillin G 2,4 – 3,6 juta U/hari i.v. selama 7 hari
Ceftriaxone 1 gram/hari i.v. selama 7 hari
 Terapi cairan untuk hipovolemia karena perdarahan
 Dialisis jika ada indikasi
 Ventilator jika ada indikasi

9. Edukasi  Higiene dan hindari kontak dengan air seni tikus

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik


Mojokerto, 02 Januari 2019
Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
RSUD Tahun 2019
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto
MALARIA

Penyakit infeksi protozoa genus Plasmodium spp. yang


1. Pengertian (Definisi) ditularkan melalui nyamuk.

Gejala prodromal berupa menggigil, demam, nyeri kepala,


2. Anamnesis nyeri otot (terutama otot punggung), nafsu makan menurun, dan
cepat lelah. Kemudian demam mulai berpola menggigil-demam
tinggi-berkeringat-afebris. Pada malaria vivax/ovale demam
tiap 2 hari (48 jam, malaria tertiana), pada malaria malariae
demam tiap 3 hari (72 jam, malaria kuartana), pada malaria
falciparum demam tiap 36 – 48 jam (malaria tropika).
Gejala/tanda lain meliputi ikterus, anemia, hepatosplenomegali,
hipotensi postural, kadang terdapat diare.
Terdapat riwayat berpergian ke daerah endemis malaria.
Menggigil, demam, nyeri kepala, nyeri otot (terutama otot
punggung), nafsu makan menurun, dan cepat lelah
3. Pemeriksaan Fisik
Gejala/tanda lain meliputi ikterus, anemia, hepatosplenomegali,
hipotensi postural, kadang terdapat diare
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya parasit malaria
4. Kriteria Diagnosis pada pemeriksaan hapusan darah (tetes tipis). Pemeriksaan tetes
tebal digunakan untuk melihat jumlah kepadatan parasit.

5. Diagnosis Malaria

 Demam berdarah dengue


6. Diagnosis Banding  Typhoid fever
 Infeksi dari sistem organ lain (pernafasan, saluran cerna,
saluran kencing)

7. Pemeriksaan Penunjang Hapusan darah tepi

1. Antimalaria
8. Terapi a) Malaria falciparum
4 tablet ACT (artesunate 50 mg + amodiakuin 200
mg (153 mg basa)) setiap hari selama 3 hari, dan
3 tablet primakuin 15 mg dosis tunggal (0,75 mg/kg)
Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
b) Malaria vivax dan ovale
4 tablet ACT (artesunate 50 mg + amodiakuin 200
mg (153 mg basa)) setiap hari selama 3 hari, dan 1
tablet primakuin 15 mg (0,25 mg/kg) setiap hari
selama 14 hari
c) Malaria malariae
4 tablet ACT (artesunate 50 mg + amodiakuin 200
mg (153 mg basa)) setiap hari selama 3 hari
d) Malaria mix falciparum + vivax
4 tablet ACT (artesunate 50 mg + amodiakuin 200
mg (153 mg basa)) setiap hari selama 3 hari, dan
3 tablet primakuin 15 mg (0,75 mg/kg) hari pertama,
dan
1 tablet primakuin 15 mg (0,25 mg/kg) setiap hari
hari ke-2 sampai hari ke-14
2. Antipiretik
3. Kasus malaria berkomplikasi (malaria serebral, anemia
berat, gagal ginjal akut, edema paru, ARDS,
hipoglikemia, syok, perdarahan spontan, kejang > 2x/24
jam, asidosis, hemoglobinuria karena infeksi malaria
(bukan karena obat antimalaria)) harus dirujuk.
Menjelaskan mengenai penyakit, komplikasi, prognosa dan
9. Edukasi penanganan penyakit pasien

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

 Nadjm B, Behrens RH (2012). “Malaria: An update for


15. Kepustakaan physicians”. Infectious Disease Clinics of North America 26
(2):243-59.
Mojokerto, 02 Januari 2019
Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
RSUD Tahun 2019
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

LIMFOMA
Proliferasi abnormal sistem limfoid dan struktur yang
1. Pengertian (Definisi) membentuknya, dapat menyerang kelenjar getah bening atau
organ diluar kelenjar getah bening.
Keluhan berupa benjolan di kelenjar getah bening, demam
2. Anamnesis (demam 1 – 2 minggu, kemudian tanpa demam), keringat
malam, penurunan berat badan. Nyeri dada, sesak, batuk
merupakan tanda adanya massa intra mediastinal yang besar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
1. Limfadenopati servikal (60 – 80%), axilla (6 – 20%),
inguinal (6 – 20%)
2. Pembesaran juga terjadi di waldeyer ring (tonsil dan
3. Pemeriksaan Fisik
adenoid), oksipital, epitroklear.
3. Hepatosplenomegali
4. Vena cava superior syndrome terjadi bila ada massa
intramediastinal yang sangat besaR
Staging limfoma menggunakan klasifikasi Ann-Arbor
4. Kriteria Diagnosis Std Definisi
I Mengenai 1 regio KGB atau jaringan limfoid lain
II Mengenai 2 atau lebih regio KGB di satu sisi
diafragma
III Mengenai regio KGB di kedua sisi diafragma
IV Penyebaran luas dan keterlibatan organ extranodal
multipel
A Asimptomatis
B Terdapat salah satu gejala dari demam > 38oC, keringat
malam, atau penurunan BB ≥ 10% dalam 6 bulan
E Keterlibatan extranodal selain liver dan bone marrow
S Keterlibatan lien

5. Diagnosis Limfoma

6. Diagnosis Banding Keganasan lain maupun metastase

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan


7. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah lengkap: anemia (sesuai dengan gambaran
anemia penyakit kronis), bisa didapatkan limfopenia,
netrofilia, eosinofilia.
2. LED meningkat. LED yang meningkat menggambarkan
prognosis yang lebih buruk.
3. LDH meningkat
4. ALP meningkat jika terdapat liver atau bone
involvement
Pemeriksaan histopatologi dari kelenjar getah bening yang
dicurigai merupakan diagnosis pasti limfoma.
Pemeriksaan imejing untuk staging dan prognosis limfoma
seperti CT scan dan USG.
Rujuk ke RS tipe A atau B dengan ketersediaan tim onkologi.
8. Terapi

Menjelaskan mengenai penyakit, komplikasi, prognosa dan


9. Edukasi penanganan penyakit pasien

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD
Kondisi pasien membaik
14. Indikator Medis

 Riley EM, Stewart VA (2013). “ Limfoma maligna”. Nature


15. Kepustakaan Medicine 19 (2): 168-78

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002

Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam


RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
RSUD Tahun 2019
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

PANKREATITIS AKUT
Radang akut pankreas karena proses otodigesti. Terdapat 2
1. Pengertian (Definisi) jenis, edematous dan hemoragik.
Nyeri perut mendadak, di daerah epigastrium, kuadran kiri atas,
2. Anamnesis dan periumbilikal, menjalar ke punggu disertai mual dan
muntah. Nyeri menetap sampai beberapa hari, berkurang bila
duduk agak membungkuk.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penderita tampak gelisah,
demam, takikardi, takipnea, hipertensi atau hipotensi sampai
syok, dan dapat ditemukan tanda-tanda ileus.
Pada jenis hemoragik dapat timbul ekimosis yang terlihat
3. Pemeriksaan Fisik berwarna biru keunguan di daerah pinggang (Gret Turner Sign)
dan sekitar umbilikus (Cullen Sign).
Kelainan lain yang mungkin dapat ditemukan ialah efusi pleura
(terutama sisi kiri), ARDS, fatty necrosis subkutan yang
menyerupai eritema nodosum, tetani karena hipokalsemi
Anamnesa
4. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Pankreatitis akut

Hepatitis virus akut


6. Diagnosis Banding Cholecystitis akut

Pemeriksaan laboratorium utama yang digunakan adalah


7. Pemeriksaan Penunjang peningkatan amilase dan lipase serum. Pemeriksaan lain yang
bisa ditemukan adalah lekositosis, peningkatan hematokrit,
hiperglikemi, hipokalsemi, peningkatan bilirubin serum, alkali
fosfatase, SGOT SGPT, dan hipoksemia.
Foto polos abdomen untuk melihat adanya perforasi usus dan
ileus. USG untuk melihat adanya batu empedu.
- Rawat inap
8. Terapi - Analgetik. Morfin tidak disarankan karena menyebabkan
spasme sfingter Oddi.
- Sementara puasa, nutrisi par enteral.
- Stabilisasi cairan, elektrolit, asam basa.
- Dekompresi dengan nasogastrik tube
- Antibiotik juga didapatkan infeksi pada pankreas atau
intraperitoneal.
- Operasi jika didapatkan perforasi usus dengan/tanpa
peritonitis.
Menjelaskan mengenai penyakit, komplikasi, prognosa dan
9. Edukasi penanganan penyakit pasien

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

 Nadjm B, Behrens RH (2012). “Malaria: An update for


15. Kepustakaan physicians”. Infectious Disease Clinics of North America 26
(2):243-59.

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto
dr. Sujatmiko, M.M, MMR.
NIP.19630908 199603 1 002

Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam


RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
RSUD Tahun 2019
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

OSTEOARTHRITIS
Sindroma klinis perubahan metabolik, biokimia, dan struktur
1. Pengertian (Definisi) sendi dan sekitarnya yang ditandai dengan menipisnya
kartilago.
Gejala khas dari OA adalah nyeri sendi yang meningkat bila
2. Anamnesis dipakai aktivitas. Nyeri terutama di sendi-sendi penyangga
tubuh. Kaku sendi setelah istirahat lama/tidur, durasi kaku sendi
< 30 menit. Pada gerakan sendi terdengar bunyi “cracking”.
 Nyeri tekan dan nyeri gerak pada sendi yang terkena
 Teraba krepitus pada saat sendi digerakkan
 Keterbatasan ROM saat fase lanjut
 Sendi membesar
3. Pemeriksaan Fisik
 Pada lutut dapat dijumpai deformitas genu valgus atau
genu varus
 Pada Hand OA dapat ditemukan Heberden’s dan
Bouchard’s node.
Anamnesa
4. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Osteoarthritis

Rheumatoid arthritis
6. Diagnosis Banding Gout arthritis

Pada pemeriksaan radiologis ditemukan penyempitan ruang


7. Pemeriksaan Penunjang antar sendi, osteofit, dan sklerosis subkondral.
Pemeriksaan laboratorium darah maupun cairan sendi normal.
- Nonfarmakologis
8. Terapi Menurunkan berat badan (pada OA lutut), latihan aerobik,
muscle strengthtening exercise, ROM exercise, proteksi
sendi, mengubah kebiasaan.
- Analgesik
Analgesik sederhana seperti paracetamol (maks 4
gram/hari) dapat diberikan. Jika tidak terkontrol diberikan
NSAIDs.
Hati-hati pada penderita gangguan ginjal, hipertensi, ulkus
peptikum, dan penggunaan steroid. Jika terdapat
kontraindikasi penggunaan NSAIDs, dapat diberikan
NSAIDs COX2-selective atau analgesik narkotik.
Analgesik topikal seperti counter iritan dapat juga
diberikan.
- Injeksi intraartrikuler
Aspirasi sendi jika terdapat efusi. Injeksi steroid
intraartrikuler seperti triamcinolon acetonide 40 mg +
asam hyaluronat.
- Operatif
- Joint athroplasty atau penggantian sendi jika modalitas
medikamentosa tidak dapat mengatasi keluhan atau
terdapat deformitas.

9. Edukasi Aktifitas olahraga teratur


10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

 Barenbaum F (2013). “Osteoarthritis as an inflammatory


15. Kepustakaan disease (osteoarthritis is not osteoarthrosis”. Osteoarthritis
and Cartilage 21 (1): 16-21.
 March, L; Smith, EU; Hoy, DG; Cross, MJ; Sanchez-Riera,
L; Blyth, F; Buchbinder, R; Vos, T; Woolf, AD (June 2014).
“Burden of disability due to musculosketetal (MSK)
disorders”.”Best practice & research. Clinical
rheumatology 28 (3):353-66.
Mojokerto, 02 Januari 2019
Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
RSUD Tahun 2019
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

SIROSIS HEPATIS
Fase lanjut dari penyakit hati dimana seluruh kerangka hati
1. Pengertian (Definisi) menjadi rusak disertai dengan bentukan-bentukan regerasi
nodul.
Sirosis hepatis yang masih kompensata tidak memberikan
2. Anamnesis gejala klinis yang berarti.
Sirosis hepatis yang dekompensata memberikan gejala
kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal, sebagai berikut
1. Penurunan nafsu makan, mual, kembung, sebah,
malaise.
2. Asites, edema tungkai sampai anasarka
3. Ikterus, kencing seperti coklat seperti teh
4. Spider nevi (telangiektasia), eritema palmaris,
ginekomastia, bulu ketiak rontok
5. Perdarahan gusi, mimisan, dan perdarahan lainnya.
6. Gangguan kesadaran (ensefalopati hepatik)
7. Splenomegali, pelebaran vena-vena kolateral,
hematemesis, melena, hemorroid, caput medusae, asites.
Fase kompensasi sempurna.
Pada fase ini pasien tidak mengeluh sama sekali atau bisa juga
keluhan samar- samar tidak khas seperti pasien merasa tidak fit,
merasa kurang kemampuan kerja, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, kadang mencret atau konstipasi,
3. Pemeriksaan Fisik
berat bdan menurun, kelemahan otot dan perasaan cepat lelah
akibat deplesi protein. Keluhan dan gejala tersebut tidak banyak
bedanya dengan pasien hepatitis krnik aktif tanpa sirosis hati
dan tergantung pada luasnya kerusakan parenkim hati.
Fase dekompensasi.
Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi
portal dengan manifestasi seperti eritema palmaris, spider
naevi, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema
pretibal dan asites, ikterus dengan air kemih berwarna teh pekat
mungkin disebabakan proses penyakit yang berlanjut atau
transformasi kearah keganasan hati, dimana tumor akan
menekan saluranempedu atau terbentuknya thrombus saluran
empedu intrahepatik. Bisa juga pasien datang dengan gangguan
pembekuan darah seprti apistaksis, perdarahan gusi, gangguan
siklus haid, atau siklus haid berhenti. Sebagian pasien datang
dengan gejala hematemesis dan melena, atau melena saja akibat
perdarahan varises esofagus. Perdarahan bisa masif dan
menyebabkan pasien jatuh kedalam renjatan. Padda kasus lain
sirosis datang dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati
hepatik sampai koma hepatik. Ensefalipati bisa akibat
kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat
perdarahan varises esofagus.
Anamnesa
4. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Sirosis Hepatis

6. Diagnosis Banding Carcinoma hepatoselular

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan


7. Pemeriksaan Penunjang 1. Anemia, lekopenia, trombositopenia
2. PPT memanjang
3. Hiperbilirubinemia
4. Transaminase hasil bervariasi. Meningkat pada fase
awal, menurun pada fase terminal.
5. Hipoalbumin. Rasio terbalik albumin/globulin
6. Penanda hepatitis virus reaktif bila sirosis karena virus
hepatitis (HBsAg, anti HCV)
Esofago-gastroskopi untuk mengevaluasi varises esofagus dan
gastropati.
USG atau CT scan abdomen untuk mengevaluasi hepar dan
deteksi dini hepatoma.
Biopsi hati merupakan diagnosis pasti sirosis hepatis.
1. Antivirus jika penyebab sirosisnya virus hepatitis
8. Terapi 2. Hindari obat-obatan hepatotoksik
3. Propranolol untuk mengurangi tekanan vena porta
dengan target penurunan nadi 25% dari nadi awal atau
nadi 50 – 60x/menit.
4. Jika terdapat hematemesis atau melena
a) Pasang infus kaliber besar, double line jika
perdarahan profus
b) Siapkan transfusi
c) Pemasangan NG tube untuk memonitor perdarahan
dan kumbah lambung
d) Laktulosa dan ciprofloxacin untuk mencegah
peritonitis bakteria spontan
e) Vitamin K bila ada gangguan faal koagulasi
f) Obat-obatan vasoaktif seperti somatostatin atau
ocreotide
g) Konsul bedah jika perdarahan tidak berhenti
5. Pada asites permagna dilakukan
a) Paracentesis (jika syarat terpenuhi dan tidak ada
kontraindikasi)
b) Spironolacton 100 – 200 mg/hari
6. Jika terdapat ensefalopati hepatikum dirujuk ke RS
untuk perawatan intensif
7. Semua pasien sirosis hati dekompensata merupakan
indikasi transplantasi hati.

9. Edukasi 

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV
12. Tingkat Rekomendasi
C

13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD


dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

 Noer Sjaifoelah, “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam”, Balai


15. Kepustakaan Penerbit FK-UI, Jilid 1, Eadisi ketiga, Jakarta, 1996, Hal
271-279
 Isselboucher, Kurt, Braunwald, Eugene, “Prinsip – prinsip
Ilmu Penyakit Dalam”, Edisi 13, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Hal 1668.
 Sherlock, Sheila, “Disease of the liver and biliary system”,
fifth edition, Blackwell Scientific Publications, Hal 425-439

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
RSUD Tahun 2019
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

ULKUS PEPTIKUM
Kerusakan atau hilanganya jaringan mukosa, submukosa,
1. Pengertian (Definisi) sampai ke muskularis mukosa didaerah saluran cerna bagian
atas, berbatas tegas, dan ada hubungannya dengan asam
lambung dan pepsin.
Gejala yang khas berupa nyeri daerah epigastrium yang
2. Anamnesis berlangsung kronik, periodik, ritmik, dangan kualitas seperti
ditusuk atau rasa panas. Dapat disertai mual muntah dan
anoreksia.

3. Pemeriksaan Fisik Nyeri tekan epigastrium

Anamnesa
4. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang

5. Diagnosis Ulcus pepticum

6. Diagnosis Banding -

Pemeriksaan endoskopi sangat penting dilakukan. Jika fasilitas


7. Pemeriksaan Penunjang tidak memadai foto barium meal (upper GI study) dapat
membantu dengan sensitivitas antara 75 – 90%.
Pemeriksaan keterlibatan kuman Helicobacter pylori sangat
penting.
- Hindari rokok, alkohol, kopi, makanan berlemak,
8. Terapi makanan pedas, obat-obatan gastrotoksik seperti
NSAIDs dan kortikosteroid.
- Antasida dapat digunakan untuk mengkontrol gejala-
gejala akut. Diminum pada perut kosong 1 jam sebelum
makan atau 2 jam setelah makan, dan sebelum tidur.
- Antihistamin 2
Ranitidine 2x150 mg atau 300 mg malam sebelum tidur
- Proton pump inhibitor
Omeprazole 1x20 mg
Lansoprazole 1x30 mg
Pantoprazole 1x40 mg
- Mucosal protector
Sucralfate 4x1 gram
- Jika H. pylori (+) maka diberikan triple terapi selama 14
hari yaitu
Omeprazole 2x20 mg + clarithromycin 2x250 mg +
amoxicillin 2x1 g atau metronidazole 2x500 mg.Atau
Bismuth subsalisilat 4x2 tab + metronidazole 4x250 mg
+ tetracycline 4x500 mg.
Menjelaskan mengenai penyakit, prognosa, komplikasi dan
9. Edukasi penanganan penyakit pasien

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

 Janz, TG; Johnson, RL; Rubenstein, SD (Nov 2013). “Ulcus


15. Kepustakaan Pepticum”. Emergency Medicine Practice 15 (11):1-15
Mojokerto, 02 Januari 2019
Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002
Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam
RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
RSUD Tahun 2019
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto

SIRS, SEPSIS, DAN SYOK SEPTIK

1. Pengertian (Definisi) Respon inflamasi seluruh tubuh akibat infeksi atau zat-zat lain.

2. Anamnesis Tanda-tanda syok sampai delirium/penurunan kesadaran

3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik ditujukan untuk mencari fokus infeksi.

SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) ditegakkan


4. Kriteria Diagnosis bila terdapat 2 atau lebih kriteria berikut,
1. Nadi > 90 kali permenit
2. RR > 20 kali permenit atau PaCO2< 32 mmHg
3. Suhu > 38oC atau < 36oC
4. Lekositosis > 12.000/ul atau lekopenia < 4.000/ul atau
sel band (netrofil imatur) > 10%
Suspek sepsis jika ada SIRS disertai fokus infeksi yang
ditemukan. Diagnosis sepsis ditegakkan jika kultur darah atau
kultur fokus infeksi yang ditemukan positif.
Sepsis berat jika sepsis disertai dengan
1. Disfungsi organ karena sepsis
2. Hipoperfusi, yang ditandai dengan hipotensi,
peningkatan laktat, oliguria
Syok septik didefinisikan sebagai sepsis berat dengan hipotensi
menetap setelah terapi cairan.
Tanda-tanda gangguan fungsi organ multipel (MODS), meliputi
1. ARDS
2. DIC
3. AKI
4. Perdarahan usus
5. Gagal hati
6. Gangguan saraf pusat
7. Gagal jantung

5. Diagnosis SIRS/Sepsis/ Syok sepsis

6. Diagnosis Banding -

Pemeriksaan penunjang meliputi DL dengan differential count,


7. Pemeriksaan Penunjang urinalisis, fungsi koagulasi, gula darah, BUN, kreatinin serum,
elektrolit, OT PT, albumin, bilirubin D/T, kadar asam laktat,
analisis gas darah, EKG, foto thorax, kultur darah, sputum,
urin. Pemeriksaan lain yang diperlukan sesuai kondisi pasien.
1. MRS, bila sepsis berat dirawat di perawatan intensif
8. Terapi 2. Stabilisasi airway.
Pipa orofaring pada pasien yang reflex muntah menurun
Pipa nasofaring pada pasien yang masih terdapat reflex
muntah
Intubasi ETT pada ARDS
3. Ventilasi mekanik (misal ventilator) pada penderita
ARDS atau keadaan fatigue nafas
4. Pemasangan CVP, kateter urin, infus 2 line.
Infus kristaloid hingga volume tercukupi (CVP 10 – 15
cmH2O)
Jika masih terdapat hipoperfusi dan tensi < 70 mmHg,
diberikan norepinefrin 0,5 – 30 mcg/menit.
Jika masih terdapat hipoperfusi dan tensi 70 - 100
mmHg, diberikan dopamine 5 – 20 mcg/kgBB/menit.
Jika tensi 70 – 100 mmHg, tanpa adanya tanda
hipoperfusi, diberikan dobutamine 2 – 20
mcg/kgBB/menit
5. Mengkoreksi kelainan-kelainan metabolik seperti
albumin, anemia, gula darah, elektrolit, asidosis, DIC.
6. Antibiotik intravena
Kasus Community- Nosokomial
acquired
Pneumonia Ceftriaxon/cefepime Imipenem-
+ gentamycin cilastin
Infeksi Imipenem-cilastin Imipenem-
abdomen atau piperacillin- cilastin atau
tazobactam + piperacillin-
gentamycin tazobactam +
gentamycin
Kulit/soft Vankomisin + Vankomisin dan
tissue Imipenem-cilastin cefepime
atau piperacillin-
tazobactam
Traktus Ciprofloxacin dan Vankomisin dan
urinarius gentamycin cefepime
SSP Vankomisin dan Vankomisin dan
ceftriaxone atau meropenem
meropenem
7. Asuhan nutrisi TKTP yang adekuat. Bila perlu
dilakukan pemasangan pipa lambung.
Menjelaskan mengenai penyakit, komplikasi, penanganan dan
9. Edukasi prognosa penyakit pasien

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik


 Tsiotou AG, Sakorafa GH, Anagnostopoulos G, Bramis
15. Kepustakaan J(March 2005). “Setic shock; current pathogenetic concepts
from a clinical perspective” Medical Science Monitor:
International Medical Journal of Experimental and Clinical
Reserch
 Berger MM, Choiolero RL (September 2007). “Antioxidant
supplementation in sepsis and systemic infllammatory
response syndrome”. Critical Care Medicine 35 (9
Suppl):S584-90
Mojokerto, 02 Januari 2019
Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002

Panduan Praktik Klinis Penyakit Dalam


RSUD Prof. Dr. Soekandar Kab. Mojokerto
RSUD Tahun 2019
Prof. dr. Soekandar
Kab. Mojokerto
SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS
Merupakan penyakit otoimun kronis yang ditandai dengan
1. Pengertian (Definisi) kerusakan berbagai organ/jaringan akibat terbentuknya antibodi
dan kompleks imun.

2. Anamnesis Sesuai kriteria ARA berikut

3. Pemeriksaan Fisik Sesuai kriteria ARA berikut

Diagnosis ditegakkan dengan kriteria ARA, yaitu ditemukan


4. Kriteria Diagnosis minimal 4 dari 11 kriteria.
1. Malar rash
2. Discoid rash
3. Fotosensitivitas yang menyebabkan rash
4. Oral ulcer
5. Arthritis 2 lebih sendi
6. Pleuritis atau perikarditis.
7. Gangguan ginjal (proteinuria > 0,5 g/24 jam atau +3
atau cellular cast)
8. Gangguan saraf (kejang atau psikosis tanpa penyebab
lain)
9. Gangguan darah (anemia hemolitik, atau lekopenia <
4000/ul, atau limfopenia < 1500/ul, atau
trombositopenia < 100000/ul)
10. Gangguan sistem imun (anti-dsDNA, anti-Sm, dan/atau
antifosfolipid)
11. Titer ANA meningkat
Gejala lain yang kerap ditemukan seperti cepat lelah, demam,
anoreksia, penurunan BB, atralgia/myalgia, alopecia,
limfadenopati, splenomegali, gangguan kognitif, gangguan
mood, nyeri kepala, colic abdomen, nausea, diare, trombosis
vena, mata kering, konjungtivitis/episkleritis.
5. Diagnosis SLE

6. Diagnosis Banding -

7. Pemeriksaan Penunjang ANA test

- Terapi konservatif untuk penderita non life/organ-


8. Terapi threatening
NSAIDs atau paracetamol untuk mengatasi nyeri dan
inflammasi
Sunblock untuk fotosensitivitas kulit.
Jika kualitas hidup pasien masih belum membaik dapat
diberikan low-dose glucocorticoid.
- Terapi agresif untuk penderita life/organ-threatening
Terapi untuk mengatasi kegawatannya.
Prednison 0,5 – 1 mg/kg/day p.o. selama 4 minggu
kemudian tappering off.
Jika mengenai organ-organ vital, diberikan metil
prednisolon 500 – 1000 mg/hari i.v. selama 3 hari,
kemudian Prednison 0,5 – 1 mg/kg/day p.o. selama 4
minggu kemudian tappering off.
Dosis maintenance biasanya 5 – 10 mg prednison/hari.
- Untuk SLE yang lebih serius selain glukokortikoid
dapat ditambahkan siklofosfamid (500 mg tiap 2
minggu sebanyak 6x atau 500 – 1000 mg/m2 tiap bulan
sebanyak 6x) atau mikofenolat mofetil (2 – 3 g tiap
hari).
Menjelaskan mengenai penyakit, komplikasi, penanganan dan
9. Edukasi prognosa penyakit pasien

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam


Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens
IV

12. Tingkat Rekomendasi C


13. Penelaah Kritis dr. Moh. Ary Firmanto, Sp.PD
dr. M. Jurnali Dawam, Sp.PD
dr. Linda F . D . P . H., Sp.PD
dr. Endah Tatyana, Sp. PD

14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

Mojokerto, 02 Januari 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Penyakit Dalam,
Jantung & Paru

dr. M. Nurudin Akbar, Sp. OG dr. M. Ary Firmanto, Sp. B


NIP. 19650626 199903 1 002 NIP. 19620917 198902 1 001

Direktur RSUD. Prof. Dr. Soekandar


Kabupaten Mojokerto

dr. Sujatmiko, M.M, MMR.


NIP.19630908 199603 1 002

Anda mungkin juga menyukai