Anda di halaman 1dari 62

i

HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA


NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RUMAH
SAKIT UMUM KARTINI MOJOSARI
KABUPATEN MOJOKERTO

IKA APRILIA SUBIYANTO


0119014B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021

i
ii

HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA


NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RUMAH
SAKIT UMUM KARTINI MOJOSARI
KABUPATEN MOJOKERTO

Diajukan untuk dipertanggung jawabkan Di Hadapan Dewan Penguji


Guna Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Pada Stikes Dian Husada Mojokerto

OLEH :

IKA APRILIA SUBIYANTO


119014B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021

ii
iii

PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI / SKRIPSI


Dengan judul
Hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi
baru lahir di Rumah Sakit Umum Kartini Mojosari
Oleh :
Ika Aprilia Subiyanto
NIM : 119014B
Telah Dipertahankan di depan Tim Penguji Proposal Skripsi / Skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dian Husada
Mojokerto dan diterima untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh
Gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep ) pada tanggal …………….

Tim Penguji
Ketua : Sutomo S.Kep.,Ns. M. Kep (…………………..)
Anggota : 1. Lutfiah Nur Aini, S.Kep. Ns., M.Kep (…………………..)
2. Nur Chasanah,S.Kp.,M.Kes (…………………..)

Mengesahkan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dian Husada

Nur Chasanah,S.Kp.,M.Kes
NPP : 10.02.184

iii
iv

PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI / SKRIPSI


Dengan Judul
Hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi
baru lahir di Rumah Sakit Umum Kartini Mojosari
Oleh :
Ika Aprilia Subiyanto
NIM : 110914B

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan penguji pada tgl 17 Juni 2021
Pembimbing I Pembimbing II

Luthfiah Nur Aini,S.Kep.Ns., M.Kep Nur Chasanah,S.Kp., M.Kes


NPP : 10.02.182 NPP : 10.02.184

Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Nur Chasanah. S.Kp., M.Kes


NPP : 10.02.184

iv
v

SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama Mahasiswa : Ika Aprilia Subiyanto
NIM : 119014B
Tempat, Tanggal Lahir : Magetan,10 April 1986
Program Studi : Ilmu Keperawatan

Menyatakan bahwa proposal skripsi yang berjudul: “Hubungan Ketuban Pecah


Dini Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit
Umum Kartini Mojosari Kabupaten Mojokerto” adalah bukan Karya Ilmiah orang lain
baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan
sumbernya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
tidak benar saya bersedia mendapatkan sanksi.

Mojokerto, Maret 2021


Yang menyatakan

Ika Aprilia Subiyanto


NIM : 119014B

v
vi

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia


Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Umum
Kartini Mojosari Kabupaten Mojokerto
Nama Mahasiswa : Ika Aprilia Subiyanto
NIM : 119014B
Program Studi : Ilmu Keperawatan

Telah berhasil dipertahankan dan diuji dihadapan dewan penguji dan diterima
sebagai salah satu syarat untuk melanjutkan penelitian.

Mengesahkan,
Komisi Pembimbing

Luthfiah Nur Aini,S.Kep.,Ns.,M.Kep Nur Chasanah,S.Kp.,M.Kes


Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Mengetahui,

Ketua STIKes Dian Husada Ketua Program Studi

Nasrul HadiPurwanto,S.Kep,Ns.,M.Kes Nur Chasanah.S.Kp.,M.Kes

KATA PENGANTAR

vi
vii

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, serta izin-Nya Saya
dapat menyelesaikan tugas proposal skripsi dengan judul “Hubungan Ketuban Pecah
Dini Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit
Umum Kartini Mojosari Kabupaten Mojokerto”. Penulisan proposal skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
sarjana Keperawatan. Penyusunan proposal skripsi ini dapat terlaksana atas bantuan,
bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
Saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Bapak Nasrul Nasrul Hadi,S.Kep.Ns.,M.Kes selaku ketua Sekolah Ilmu Tinggi


Kesehatan Dian Husada
2. Ibu Luthfiah Nur aini, S.Kep.Ns.,M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan proposal skripsi ini.
3. Ibu Nur Chasanah,S.Kp.,M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan, saran, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan proposal skripsi ini.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat Saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan
dukungan dan bantuan moral dalam penyelesaian proposal skripsi ini.

Akhir kata, Saya berharap Tuhan Yang Maha Esa akan membalas kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga proposal skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu keperawatan.

Mojokerto, Maret 2021

Penulis

DAFTAR ISI

vii
viii

Halaman
...........................................................................................................................i
...........................................................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................ iii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 8
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 9
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 12
2.1 Konsep Neonatus ............................................................................... 12
2.2 Konsep Ketuban Pecah Dini (KPD) ..................................................... 21
2.3 Konsep Asfiksia Neonatorum .............................................................. 26
2.4 Kerangka Konseptual ........................................................................... 28
BAB 3 METODELOGI PENELITIAN ....................................................... 12
3.1 Desain Penelitian ................................................................................. 43
3.2 Kerangka Kerja..................................................................................... 44
3.3 Sampling Desain................................................................................... 47
3.4 Identifikasi Variabel.............................................................................. 48
3.5 Definisi Operasional ............................................................................ 52
3.6 Pengumpulan Data .............................................................................. 54
3.7 Analisa Data ........................................................................................ 60
3.8 Etika Penelitian ................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
ix

DAFTAR TABEL

ix
x

DAFTAR GAMBAR

x
xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian


Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3 Kuesioner

xi
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan

perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal,

bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan satu negara

untuk memberikan pelayanan kesehatan (Indah & Apriliana, 2016). Jumlah

kematian ibu dan jumlah kematian bayi merupakan salah satu indikator penting

dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat dan kesejahteraan suatu bangsa (I.

Johan & Sunarsih, 2017). Kesehatan prenatal, perinatal, dan postnatal menjadi

sangat penting karena pada masa ini dianggap sebagai masa yang rawan terjadinya

gangguan atau kecacatan, seperti berat bayi lahir rendah, kematian neonatal,

kelainan kongenital, dan asfiksia neonatorum (Ibnu & Marliany, 2017). Salah satu

faktor penyebab terjadinya asfiksia neonatorum adalah ketuban pecah dini.

Fenomena di lapangan bahwa beberapa ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah

dini berdampak pada kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir.

Ketuban pecah dini terjadi pada semua kelahiran sekitar 5-10% dan

berdampak 12-15% pada asfiksia neonatorum (Lestariningsih, 2017). Ketuban

pecah dini akan menyebabkan janin mengalami gangguan pada pemenuhan O2. Hal

tersebut akan mempengaruhi nilai apgar skor dari janin yang akan mempengaruhi

kesejahteraan pada bayi yang baru dilahirkan (Wulandari, Arifianto, & Senjani,

2018). Asfiksia neonatorum merupakan salah satu penyebab mortalitas dan

morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa beberapa dampak pada periode

1
2

neonatal baik di negara berkembang maupun Negara maju (Nasrawati & Elisa

Erma Wati, 2017).

Laporan WHO menyebutkan bahwa setiap tahunnya sekitar 3% (3,6 juta)

dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian

meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir adalah bayi berat lahir rendah

(29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan

kongenital (Aminah & Elvina, 2019). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan

tahun 2019 kurang lebih 146.000 bayi usia 0-1 tahun dan 86.000 bayi baru lahir (0-

28 hari) meninggal setiap tahun di Indonesia. AKB di Indonesia adalah sekitar 32

per 1000 kelahiran hidup (Nilasari, Kharisma, & Puti, 2019). Berdasarkan kematian

neonatus di Indonesia, 85% neonatus meninggal terjadi saat awal kelahiran. Dari

85% neonatus tersebut, 33% meninggal dalam 24 jam, 25% meninggal dalam 24-48

jam dan 9% meninggal dalam 48-72 jam. Data Riskesdas 2018 menunjukkan

bahwa 78,5% dari kematian neonatal terjadi pada usia 0-6 hari. Komplikasi yang

menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu asfiksia, bayi berat lahir rendah, dan

infeksi (Riskesdas, 2018). Adapun 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran

prematur. Dampak kelahiran prematur yang disertai ketuban pecah dini

menyebabkan 5-60% sepsis neonatorum, 12-15% asfiksia neonatorum, 3-22%

kematian neonatal dan 10,5% kematian perinatal (Lestariningsih, 2017). Data RSU

Kartini Mojosari pada tiga bulan terakhir terkait kejadian asfiksia sebanyak 72

kasus dan kejadian KPD 95 kasus (Data RSU Kartini, 2021). Berdasarkan studi

pendahuluan pada tanggal 13 April 2021 secara observasi didapatkan enam ibu

bersalin mengalamidengan ketuban pecah dini, empat dari enam ibu yang

melahirkan dengan KPD bayinya mengalami asfiksia (66,6%).


3

Faktor yang menyebabkan asfiksia neonatorum antara lain faktor keadaan

ibu, faktor keadaan bayi, faktor plasenta dan faktor persalinan (Gerungan, Adam, &

Losu, 2018). Faktor keadaan ibu meliputi hipertensi pada kehamilan (preeklampsia

dan eklampsia), perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta), anemia

dan Kekurangan Energi Kronis (KEK), infeksi berat, dan kehamilan postdate (I.

Johan & Sunarsih, 2017). Faktor keadaan bayi meliputi prematuritas, BBLR,

kelainan kongenital, ketuban bercampur mekonium (Gilang, Notoatmodjo, &

Rakhmawatie, 2018). Faktor plasenta meliputi, lilitan tali pusat, tali pusat pendek,

simpul tali pusat, prolapsus tali pusat. Faktor neonatus meliputi depresi pernafasan

karena obat-obat anestesi atau analgetika yang diberikan pada ibu, dan trauma

persalinan (Nasrawati & Elisa Erma Wati, 2017). Faktor persalinan meliputi partus

lama atau macet, persalinan dengan penyulit (letak sungsang, kembar, distosia

bahu, vakum ekstraksi, forsep), dan ketuban pecah dini (KPD) (Wulandari et al.,

2018).

Ketuban pecah dini menyebabkan kejadian asfiksia neonatorum, karena

terjadinya oligohidramnion yang menekan tali pusat yang mengalami penyempitan

dan aliran darah yang membawa oksigen ibu ke bayi terhambat sehingga

menimbulkan asfiksia neonatorum atau hipoksia pada janin. Terdapat hubungan

antara gawat janin dengan derajat oligohidramnion, apabila air ketuban semakin

sedikit maka janin akan semakin gawat, hal ini ditemukan baik dilapangan maupun

di rumah sakit rujukan di Indonesia (Lestariningsih, 2017). Beberapa organ tubuh

yang akan mengalami disfungsi akibat asfiksia perinatal adalah otak, paru, hati,

ginjal, saluran cerna dan sistem darah. Dampak jangka panjang bayi yang

mengalami asfiksia berat antara lain ensefalopati hipoksik-iskemik, iskemia


4

miokardial transien, insufisiensi trikuspid, nekrosis miokardium, gagal ginjal akut,

nekrosis tubular akut, enterokolitis, syndrome inappropriate anti diuretic hormone

(SIADH), kerusakan hati, koagulasi intra-vaskular diseminata (KID), perdarahan

dan edema paru, penyakit membran hialin HMD sekunder dan aspirasi mekonium

(Mundari, 2017).

Upaya preventif dan penanganan adekuat dalam proses persalinan ibu

dengan komplikasi persalinan sangat diperlukan untuk meminimalkan risiko yang

terjadi karena kejadian komplikasi persalinan, diantaranya deteksi dini, pencegahan

komplikasi pada bayi, memperbaiki asupan nutrisi pada ibu hamil, kontrol antenatal

secara teratur, tenaga kesehatan memberikan penanganan yang lebih cepat dengan

identifikasi faktor risiko yang tepat, mencegah efek yang diakibatkan oleh BBLR

dan asfiksia neonatorum (Mundari, 2017). Berdasarkan uraian latar belakang, maka

peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Ketuban Pecah Dini

Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit

Umum Kartini Mojosari Kabupaten Mojokerto”.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia

neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Kartini Mojosari

Kabupaten Mojokerto

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


5

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ketuban pecah dini

dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit

Umum Kartini Mojosari Kabupaten Mojokerto.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di Rumah

Sakit Umum Kartini Mojosari Kabupaten Mojokerto

2. Mengidentifikasi kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir di

Rumah Sakit Umum Kartini Mojosari Kabupaten Mojokerto

3. Menganalisis hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia

neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Kartini Mojosari

Kabupaten Mojokerto

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam upaya

peningkatan pelayanan kesehatan di ruang neonates rumah sakit, dan

memberikan sumbangan pemikiran perkembangan ilmu pengetahuan dan

penelitian tentang faktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia pada bayi baru

lahir.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi institusi pendidikan kesehatan


6

Penelitian dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

dan sebagai bahan pembelajaran atau referansi bagi mahasiswa terkait

konsep faktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia neonatorum.

2. Bagi tenaga kesehatan

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukkan khususnya

bagi perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

prosedur yang ada untuk memberikan pelayanan yang komprehensif kepada

ibu hamil mulai dari pemeriksaan antenatal care sampai persalinan.

3. Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukkan dalam upaya

meningkatkan pengetahuan ibu hamil untuk menjaga nutrisi masa

kehamilan sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi kehamilan yang

menyebabkan kejadian asfiksia neonatorum.


7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Neonatus

2.1.1 Pengertian Neonatus

Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama kehidupan (Dewi

& Lia, 2016). Neonatus adalah usia bayi sejak lahir hingga akhir bulan pertama

(Khoirunnisa, 2017). Neonatus adalah bulan pertama kelahiran. Neonatus

normal memiliki berat 2.700 sampai 4.000 gram, panjang 48-53 cm, lingkar

kepala 33-35cm (Muslihatun, 2016). Bebarapa pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa neonatus adalah bayi yang lahir 28 hari pertama.

2.1.2 Ciri Neonatus

Neonatus memiliki ciri berat badan 2700-4000gram, panjang, panjang

48- 53 cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry, 2009). Neonatus memiliki

frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo

tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan

lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks sudah terbentuk dengan baik (Dewi &

Lia, 2016).

2.1.3 Klasifikasi Neonatus

Klasifikasi neonatus menurut Marni (2016), senagai berikut:

1. Neonatus menurut masa gestasinya

a. Kurang bulan (preterm infan): < 294 hari (42 minggu)

b. Cukup bulan (term infant) : 259- 294 hari (37-42 minggu)

c. Lebih bulan (postterm infant) :>294 hari (42 minggu)

2. Neonatus menurut berat lahir:


8

a. Berat lahir rendah: < 2500 gram

b. Berat lahir cukup: 2500-4000 gram

c. Berat lahir lebih: > 4000 gram


7
3. Neonatus menurut berat lahir terhadap masa gestasi (masa gestasi dan ukuran

berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilan:

a. Neonatus cukup/ kurang/ lebih bulan

b. Sesuai/ kecil/ besar ukuran masa kehamilan

2.1.4 Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Normal

Semua bayi diperiksa segera setelah lahir untuk mengetahui apakah

transisi dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine berjalan dengan lancar dan

tidak ada kelainan. Pemeriksaan medis komprehensif dilakukan dalam 24 jam

pertama kehidupan (Khoirunnisa, 2017). Pemeriksaan rutin pada bayi baru lahir

harus dilakukan, tujuannya untuk mendeteksi kelainan atau anomali kongenital

yang muncul pada setiap kelahiran dalam 10-20 per 1000 kelahiran, pengelolaan

lebih lanjut dari setiap kelainan yang terdeteksi pada saat antenatal,

mempertimbangkan masalah potensial terkait riwayat kehamilan ibu dan

kelainan yang diturunkan, dan memberikan promosi kesehatan, terutama

pencegahan terhadap sudden infant death syndrome (SIDS) (Nasrawati & Elisa

Erma Wati, 2017). Tujuan utama perawatan bayi segera sesudah lahir adalah

untuk membersihkan jalan napas, memotong dan merawat tali pusat,

mempertahankan suhu tubuh bayi, identifikasi, dan pencegahan infeksi (Luh,

Sulisnadewi, Nurhaeni, & Gayatri, 2012). Asuhan bayi baru lahir meliputi:

1. Pencegahan Infeksi (PI)

2. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi


9

Untuk menilai apakah bayi mengalami asfiksia atau tidak dilakukan

penilaian sepintas setelah seluruh tubuh bayi lahir dengan tiga pertanyaan:

a. Apakah kehamilan cukup bulan?

b. Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?

c. Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?

Jika ada jawaban “tidak” kemungkinan bayi mengalami asfiksia, sehingga

harus segera dilakukan resusitasi. Penghisapan lendir pada jalan napas bayi

tidak dilakukan secara rutin (Tunny, Bachtiar, & Marinda, 2019).

3. Pemotongan dan perawatan tali pusat

Setelah penilaian sepintas dan tidak ada tanda asfiksia pada bayi,

dilakukan manajemen bayi baru lahir normal dengan mengeringkan bayi

mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan

tanpa membersihkan verniks, kemudian bayi diletakkan di atas dada atau

perut ibu. Setelah pemberian oksitosin pada ibu, lakukan pemotongan tali

pusat dengan satu tangan melindungi perut bayi. Perawatan tali pusat adalah

dengan tidak membungkus tali pusat atau mengoleskan cairan/bahan apa pun

pada tali pusat. Perawatan rutin untuk tali pusat adalah selalu cuci tangan

sebelum memegangnya, menjaga tali pusat tetap kering dan terpapar udara,

membersihkan dengan air, menghindari dengan alkohol karena menghambat

pelepasan tali pusat, dan melipat popok di bawah umbilikus (Dewi & Lia,

2016).

4. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi

tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk melaksanakan
10

proses IMD selama 1 jam. Biarkan bayi mencari, menemukan puting, dan

mulai menyusu. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan IMD dalam

waktu 60-90 menit, menyusu pertama biasanya berlangsung pada menit ke-

45-60 dan berlangsung selama 10-20 menit dan bayi cukup menyusu dari satu

payudara (Baskoro, 2018). Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam

waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak

kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. Jika bayi masih belum

melakukan IMD dalam waktu 2 jam, lanjutkan asuhan perawatan neonatal

esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K, salep mata, serta

pemberian gelang pengenal) kemudian dikembalikan lagi kepada ibu untuk

belajar menyusu (Subandra, Zuhairini, & Djais, 2018).

5. Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam, kontak kulit

bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi.

6. Pemberian salep mata/tetes mata

Pemberian salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi

mata. Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1%,

oxytetrasiklin 1% atau antibiotika lain). Pemberian salep atau tetes mata harus

tepat 1 jam setelah kelahiran. Upaya pencegahan infeksi mata tidak efektif

jika diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran (I. Johan & Sunarsih, 2017).

7. Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di

paha kiri

Semua bayi baru lahir harus diberi penyuntikan vitamin K1

(Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah

perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin yang dapat dialami oleh sebagian
11

bayi baru lahir. Pemberian vitamin K sebagai profilaksis melawan

hemorragic disease of the newborn dapat diberikan dalam suntikan yang

memberikan pencegahan lebih terpercaya, atau secara oral yang

membutuhkan beberapa dosis untuk mengatasi absorbsi yang bervariasi dan

proteksi yang kurang pasti pada bayi. Vitamin K dapat diberikan dalam waktu

6 jam setelah lahir (Nasrawati & Elisa Erma Wati, 2017).

8. Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha kanan

Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah

penyuntikan vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan Hepatitis

B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan kerusakan hati.

9. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir (BBL)

Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin

kelainan pada bayi. Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan tetap

berada di fasilitas tersebut selama 24 jam karena risiko terbesar kematian

BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan. saat kunjungan tindak lanjut

(KN) yaitu 1 kali pada umur 1-3 hari, 1 kali pada umur 4-7 hari dan 1 kali

pada umur 8-28 hari (I. Johan & Sunarsih, 2017).

10. Pemberian ASI eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman

tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan dan jika memungkinkan

dilanjutkan dengan pemberian ASI dan makanan pendamping sampai usia 2

tahun (Prasetyono, 2017).


12

2.2 Konsep Ketuban Pecah Dini (KPD)

2.2.1 Pengertian KPD

Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

mulai persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu (Ayu, Febrianti,

& Octaviani, 2019). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum

persalinan mulai pada tahapan kehamilan manapun (Frelestanty & Haryanti,

2019). Sedangkan menurut Syarwani, Tendean, & Wantania (2020) ketuban

pecah dini ditandai dengan keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah

kehamilan berusia 22 minggu dan dapat dinyatakan pecah dini terjadi sebelum

proses persalinan berlangsung. Cairan keluar melalui selaput ketuban yang

mengalami robekan, muncul setelah usia kehamilan mencapai 28 minggu dan

setidaknya satu jam sebelum waktu kehamilan yang sebenarnya. Dalam keadaan

normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami KPD. Jadi ketuban

pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan.

2.2.2 Etiologi

Adapun penyebab terjadinya ketuban pecah dini merurut Frelestanty &

Haryanti (2019) yaitu sebagai berikut:

1. Multipara dan Grandemultipara

2. Hidramnion

3. Kelainan letak: sungsang atau lintang

4. Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)

5. Kehamilan ganda

6. Pendular abdomen (perut gantung)


13

Adapun hasil penelitian yang dilakukan Ayu et al., (2019) mengenai

penyebab kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin bahwa kejadian KPD

mayoritas pada ibu multipara, usia ibu 20-35 tahun, umur kehamilan < 37

minggu yang mengakibatkan kejadian asfiksia neonatorum sebesar 12-15%.

2.2.3 Tanda dan Gejala

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui

vagina, aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, berwarna

pucat, cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai

kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah

terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk

sementara. Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,

denyut jantung janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi yang

terjadi (Frelestanty & Haryanti, 2019).

2.2.4 Faktor yang mempengaruhi Ketuban Pecah Dini

Menurut Novi Puspitasari (2019), Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat

disebabkan oleh beberapa faktor meliputi:

1. Usia

Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap

kesiapan ibu selama kehamilan maupun mengahdapi persalinan. Usia untuk

reprosuksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun. Di

bawah atau di atas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan

persalinan. Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem

reproduksi, karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkuarng


14

kemampuannya dan keelastisannya dalam menerima kehamilan (Azisyah,

Wahyuni, & Distinarista, 2019).

2. Sosial ekonomi

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas

kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan biasanya berupa uang yang

mempengaruhi seseorang dalam mempengaruhi kehidupannya. Pendapatan

yang meningkat merupakan kondisi yang menunjang bagi terlaksananya

status kesehatan seseorang. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan

yang menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan

sesuai kebutuhan.

3. Paritas

Paritas merupakan banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak

pertama sampai dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas yaitu

primipara, multipara, dan grande multipara. Primipara adalah seorang wanita

yang baru pertama kali melahirkan dimana janin mencapai usia kehamilan 28

minggu atau lebih. Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalalmi

kehamilan dengan usia kehamilan 28 minggu dan telah melahirkan buah

kehamilan 2 kali atau lebih. Sedangkan grande multipara merupakan seorang

wanita yang telah mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28

minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya lebih dari 5 kali (Sari &

Munir, 2020). Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah

mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang

terlampau dekat diyakini lebih berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan

berikutnya.
15

Kehamilan yang terlalu sering, multipara atau grademultipara

mempengaruhi proses embriogenesis, selaput ketuban lebih tipis sehingga

mudah pecah sebelum waktunya. Pernyataan teori dari menyatakan semakin

banyak paritas, semakin mudah terjadinya infeksi amnion karena rusaknya

struktur serviks pada persalinan sebelumnya. KPD lebih sering terjadi pada

multipara, karena penurunan fungsi reproduksi, berkurangnya jaringan ikat,

vaskularisasi dan servik yang sudah membuka satu cm akibat persalinan yang

lalu (Novi Puspitasari, 2019).

4. Anemia

Anemia pada kehamilan merupakan adalah anemia karena kekurangan

zat besi. Jika persendian zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan

mengurangi persendian zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia.

Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami

hemodelusi atau pengencangan dengan penigkatan volume 30% sampai 40%

yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Pada ibu hamil yang

mengalami anemia biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah,

mata berkunang-kunang.

Pemeriksaan darah dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yang

pada trimester pertama dan trimester ke tiga. Dampak anemia pada janin

antara lain abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat badan

lahir rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu, saat kehamilan dapat

mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas, ancaman

dekompensasikordis dan ketuban pecah dini (Ayu et al., 2019).


16

5. Perilaku merokok

Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas

tinggi dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok menggandung lebih

dari 2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia,

aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain. Merokok pada masa kehamilan dapat

menyebabkan gangguan-gangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah

dini, dan resiko lahir mati yang lebih tinggi (Ayu et al., 2019).

6. Riwayat KPD

Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian

ketuban pecah dini dapat berpengaruh besar terhadap ibu jika menghadapi

kondisi kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami

ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah

akibat penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu

terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah preterm. Wanita yang

pernah mengalami KPD pada kehamilan menjelang persalinan maka pada

kehamilan berikutnya akan lebih beresiko dari pada wanita yang tidak pernah

mengalami KPD sebelumnya karena komposisi membran yang semakin

menurun pada kehamilan berikutnya (Novi Puspitasari, 2019).

7. Serviks yang inkompetensik

Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada

otototot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,

sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu

menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensia serviks adalah

serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi


17

sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital

pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa

perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal

trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin

serta keluarnya hasil konsepsi (Ayu et al., 2019).

8. Tekanan intra uterin

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan

dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya:

a. Trauma: berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis.

b. Gemelli: Kehamilan kembar dalah suatu kehamilan dua janin atau lebih.

Pada kehamilan gemelli terjadinya distensi uterus yang berlehihan,

sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlehihan. Hal

ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan

kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak

ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan

mudah pecah (Azisyah et al., 2019).

2.3 Konsep Asfiksia Neonatorum

2.3.1 Pengertian Asfiksia

Asifiksia Neonatorium adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera

bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Indrayani & Dajmi, 2016).

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada

saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia,

hiperkarbia, dan asidosis (Muslihatun, 2016). Asfiksia adalah kegagalan untuk


18

memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi

baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi

asfiksia (Asfiksia Primer) atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian

mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia skunder) (Sukarni &

Sudarti, 2017).

2.3.2 Klasifikasi Asfiksia

Menurut Maryunani & Sari (2017) klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai

APGAR:

1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3

2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai 4-6

3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9

4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Menurut Dewi (2018) klasifikasi asfiksia dibagi menjadi tiga, sebagai

berikut:

1. Vigorous baby skor APGAR 7-10, bayi sehat kadang tidak memerlukan

tindakan istimewa

2. Moderate asphyksia skor APGAR 4-6

3. Severe asphyksia skor APGAR 0-3

Menurut Nany (2017) klasifikasi asfiksia dibagi berdasarkan tingkatan

keparahan, anatara lain:

1. Bayi normal atau tidak asfiksia: Skor APGAR 8-10. Bayi normal tidak

memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen secara terkendali.


19

2. Asfiksia ringan: Skor APGAR 5-7. Bayi dianggap sehat, dan tidak

memerlukan tindakan istimewa, tidak memerlukan pemberian oksigen dan

tindakan resusitasi.

3. Asfiksia sedang: Skor APGAR 3-4. Pada Pemeriksaan fisik akan terlihat

frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit, tonus otot kurang baik atau baik,

sianosis, refleks iritabilitas tidak ada dan memerlukan tindakan resusitasi

serta pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal.

4. Asfiksia berat: Skor APGAR 0-3. Memerlukan resusitasi segera secara aktif

dan pemberian oksigen terkendali, karena selalu disertai asidosis, maka perlu

diberikan natrikus dikalbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan, dan

cairan glukosa 40% 1- 2 ml/kg berat badan, diberikan lewat vena umbilikus.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100

kali/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, refleks

iritabilitas tidak ada (Nany, 2017).

2.3.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses

persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat

bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan

pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilical

maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia (Maryunani & Sari,

2017). Penyebab asfiksia sebagai berikut:

1. Asfiksia dalam kehamilan:

a. Penyakit infeksi akut

b. Penyakit infeksi kronik


20

c. Keracunan oleh obat-obat bius

d. Uremia dan toksemia gravidarum

e. Anemia berat

f. Cacat bawaan

g. Trauma

2. Asfiksia dalam persalinan:

a. Kekurangan O2:

1) Partus lama (rigid serviks dan atonia /insersi uteri)

2) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus terus menerus

mengganggu sirkulasi darah ke plasenta

3) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta

4) Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul

5) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya

6) Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta

7) Kalau plasenta sudah tua: post-maturitas (serotinus, disfungsi uteri)

b. Paralisis pusat pernafasan:

1) Trauma dari luar seperti tindakan forceps

2) Trauma dari dalam seperti akibat obat bius

Menurut Nilasari, Kharisma, & Puti (2019). Beberapa faktor yang dapat

menimbulkan gawat janin (asfiksia):

1. Gangguan sirkulasi menuju janin, menyebabkan adanya gangguan aliran pada

tali pusat seperti: lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat,

ketuban pecah dini, kehamilan lewat waktu, pengaruh obat, karena narkoba

saat persalinan.
21

2. Faktor ibu misalnya, gangguan his: tetania uterihipertoni, turunnya tekanan

darah dapat mendadak, perdarahan pada plasenta previa, solusio plasenta,

vaso kontriksi arterial, hipertensi pada kehamilan dan gestosis preeklamsia-

eklamsia, gangguan pertukaran nutrisi/O2, solusio plasenta. Menurut Dewi &

Lia (2016), beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan

gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi

menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat

janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya

asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi

berikut ini:

1. Faktor ibu

a. Preeklamsi dan eklamsi

b. Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

c. Partus lama atau partus macet

d. Demam selama persalinan karena infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

e. Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor tali pusat

a. Lilitan tali pusat

b. Tali pusat pendek

c. Simpul tali pusat

d. Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)


22

b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,

ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

c. Kelainan bawaan (kongenital)

d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

2.3.4 Patofisiologi

Menurut Maryunani & Sari (2017), patofisiologi asfiksia neonatorum,

dapat dijelaskan dalam dua tahap yaitu dengan mengetahui cara bayi

memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir, dan dengan mengetahui reaksi

bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal, yang dijelaskan sebagai

berikut:

1. Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir

a. Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau

jalan untuk mengeluarkan karbondioksida

1) Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan

konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah

2) Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru

karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan

melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus

kemudian masuk ke aorta.

b. Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber

utama oksigen

1) Cairan yang mengisi alveoli akan diserap kedalam jaringan paru, dan

alveoli akan berisi udara.


23

2) Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir

kedalam pembuluh darah disekitar alveoli

3) Arteri dan vena umbikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan

pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik.

Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli,

pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan

terhadap aliran darah berkurang.

4) Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,

menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah

dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat

sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun.

5) Oksigen yang diabsorbsi dialveoli oleh pembuluh darah divena

pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke

bagian jantung kiri, kemudian dipompakan keseluruh tubuh bayi baru

lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%)

untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar

oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus

arteriosus mulai menyempit (Gilang et al., 2018).

6) Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui

paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan keseluruh

jaringan tubuh.

7) Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan

menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan


24

pertama dan tarikan nafas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan

nafasnya.

8) Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi

pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam

pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru

menjadi kemerahan (Mundari, 2017).

2. Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal:

a. Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara kedalam

paru-parunya. Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke

jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol

pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini

terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi

cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen (Gilang

et al., 2018).

b. Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi kontriksi arteriol pada

organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke

jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan

pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong

kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun demikian jika

kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan peningkatan

curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengakibatkan aliran darah

ke seluruh organ berkurang.

c. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan,

akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan


25

organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan

memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis seperti:

1) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ

lain: depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.

2) Brakikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen

pada otot jantung atau sel otak.

3) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,

kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke

plasenta sebelum dan selama proses persalinan.

4) Takipneu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-

paru dan sianosis karena kekurangan oksigen didalam darah.

Menurut Nilasari et al., (2019), penafasan spontan BBL tergantung pada

kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan

pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan

terjadi asfiksia yang berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan

bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai

suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia

berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada pada periode

apnu kedua. Pada tingkat ini terjadi brakikardi dan penurunan tekanan darah

(Tunny et al., 2019). Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan

penurunan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama

hanya terjadi asidosis respiratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi

proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga

glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat
26

selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh

beberapa keadaan diantaranya:

1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi

jantung.

2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot

jantung.

3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap

tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru

dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan

2.3.5 Tanda dan Gejala Asfiksia

1. Tidak bernafas atau nafas megap-megap

2. Warna kulit kebiruan

3. Kejang

4. Penurunan kesadaran

5. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur

6. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

(Muslihatun, 2016).
27

2.3.6 Pathway Asfiksia


Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan faktor lain : anestesi,
Presentasi janin abnormal, preeklampsi, obat-obatan narkotik
Prematur, mekonium, perdarahan, post-date

ASFIKSIA Infeksi Nosokomial

Resiko Infeksi
Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan
Dan kadar CO2 meningkat

Nafas cepat
Ketidak
efektifan
pola nafas
Apneu suplai O2 ↓ suplai O2 ↓
Ke paru dlm darah

Kerusakan otak, perdarahan


Kejang,
Gangguan metabolisme &
perubahan asam basa
DJJ & TD

Hipovolemia Asidosi respiratorik


Janin tdk bereaksi
Terhadap rangsanga
Gangguan perfusi ventilasi

Resiko
Intoleransi ketidakefektifan
Aktifitas perfusi jaringan otak
Gangguan
Pertukaran gas

Gambar 2.1 Pathway Asfiksia


Sumber: Nilasari, Kharisma, & Puti (2019)
28

2.3.7 Diagnosis Asfiksia

Menurut Sukarni & Sudarti (2017), Asfiksia yang terjadi pada bayi

biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Diagnosis

anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya

tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:

1. Denyut jantung janin: frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan

semenit. Apabila frekuensi denyutan turun sampai dibawah 100 permenit

diluar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

2. Mekonium dalam air ketuban: adanya mekonium pada presentasi kepala

mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi

rangsangan nervus X, sehingga pristaltik usus meningkat dan sfingter ani

terbuka. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat

merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan

dengan mudah.

3. Pemeriksaan pH darah janin: adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.

Apabila pH itu turun sampai bawah 7,2 hal ini dianggap sebagai tanda

bahaya.

Menurut Maryunani & Sari (2017) untuk menegakkan diagnosis, dapat

dilakukan dengan berbagai cara dan pemeriksaan berikut ini:

1. Anamnesis: anamnesis diarahkan untuk mencari faktor resiko terhadap

terjadinya asfiksia neonatorium.

2. Pemeriksaan fisik: memperhatikan apakah terdapat tanda-tanda berikut atau

tidak, antara lain:

a. Bayi tidak bernafas atau menangis


29

b. Denyut jantung kurang dari 100x/menit

c. Tonus otot menurun

d. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa

mekonium pada tubuh bayi

e. BBLR

3. Pemeriksaan penunjang laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat

menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat jika:

a. PaO2 < 50 mm H2o

b. PaCO2 > 55 mm H2

c. pH < 7,30

2.3.8 Komplikasi

Menurut Sukarni & Sudarti (2017), asfiksia neonatorum dapat

menyebabkan komplikasi pasca hipoksia, yang dijelaskan menurut beberapa

pakar antara lain berikut ini:

1. Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah sehingga

organ vital seperti otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan mendapatkan

aliran yang lebih banyak dibandingkan organ lain. Perubahan dan redistribusi

aliran terjadi karena penurunan resistensi vascular pembuluh darah otak dan

jantung serta meningkatnya asistensi vascular di perifer.

2. Faktor lain yang dianggap turut pula mengatur redistribusi vascular antara

lain timbulnya rangsangan vasodilatasi serebral akibat hipoksia yang disertai

saraf simpatis dan adanya aktivitas kemoreseptor yang diikuti pelepasan

vasopressin.
30

3. Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan

energy bagi metabolisme tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis an

aerobik. Produk sampingan proses tersebut (asam laktat dan piruverat)

menimbulkan peningkatan asam organik tubuh yang berakibat menurunnya

pH darah sehingga terjadilah asidosis metabolic. Perubahan sirkulasi dan

metabolisme ini secara bersama-sama akan menyebabkan kerusakan sel baik

sementara ataupun menetap (Maryunani & Sari, 2017).

Menurut Dewi (2018); Sukarni & Sudarti (2017), komplikasi meliputi

berbagai organ:

1. Otak: hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsiserebralis

2. Jantung dan paru: hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan

paru, edema paru

3. Gastointestinal: enterokolitis nekrotikan

4. Ginjal: tubular nekrosis akut

5. Hematologi: dic

2.3.9 Penatalaksanaan

Menurut Sukarni & Sudarti (2017), penatalaksanaan Asfiksia meliputi:

1. Tindakan umum

a. Bersihkan jalan nafas: kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir

mudah mengalir, bila perlu digunakan laringoskop untuk membantu

penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam.

b. Rangsang refleks pernafasan: dilakukan setelah 20 detik bayi tidak

memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki

menekan tanda achilles.


31

c. Mempertahankan suhu tubuh

2. Tindakan khusus

a. Asfiksia berat

Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermenten melalui pipa

endotrakeal. Dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya

dengan O2. O2 yang diberikan tidak lebih 30 cm H 20. Bila pernafasan

spontan tidak timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari yang

menekan pertengahan sternum 80-100 x/menit (Sukarni & Sudarti, 2017).

b. Asfiksia sedang/ringan

Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-

60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (frog breathing) 1-2 menit

yaitu kepala bayi ekstensi maksimal beri O 2 1-21/menit melalui kateter

dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke

atasbawah secara teratur 20 x/menit (Maryunani & Sari, 2017).

c. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi


32

2.4 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep merupakan suatu kerangka yang merefleksikan hubungan

variabel-variabel yang akan diteliti atau diamati melalui kegiatan penelitian yang

akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010; Swarjana, 2015; Wasis, 2008).

Faktor yang mempengaruhi ketuban


pecah dini: Ibu bersalin
1. Usia
2. Sosial ekonomi
3. Paritas
Ketuban pecah dini
4. Anemia
(KPD)
5. Perilaku merokok
6. Riwayat KPD
7. Serviks yang inkompetensik
8. Tekanan intra uterin

Faktor penyebab kejadian asfiksia:


1. Faktor ibu
a. Preeklamsi
b. Perdarahan abnormal (plasenta previa atau
solusio plasenta)
c. Partus lama
d. Demam selama persalinan karena infeksi berat Kejadian asfiksia
e. Post-date bayi baru lahir
2. Faktor tali pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
3. Faktor Bayi
a. Bayi prematur
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi
kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
c. Air ketuban bercampur mekonium (warna
kehijauan)
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
33

Kerangka Konseptual: Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian


Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir di Rumah
Sakit Umum Kartini Mojosari Kabupaten Mojokerto

2.5 Hipotesis Penelitian

H1 : Ada hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada
bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Kartini Mojosari Kabupaten
Mojokerto.
34

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian analitik, dengan pendekatan cross-sectional. Pendekatan ini

merupakan salah satu desain penelitian atau bisa pula dilihat sebagai salah satu

metodologi penelitian sosial dengan melibatkan lebih dari satu kasus dalam sekali

olah dan juga melibatkan beberapa variabel untuk melihat pola hubungannya

(Notoatmodjo, 2010). Penelitian dilakukan untuk menganalisis hubungan ketuban

pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir di Rumah

Sakit Umum Kartini Mojosari Kabupaten Mojokerto.


35

3.2 Kerangka Kerja (Frame Work)


33
Populasi
Seluruh ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Kartini Mojosari setiap
bulan rata-rata sebanyak 25 responden

Sampling
Teknik pengambilan sampling menggunakan accidental sampling

Sampel
Sebagian ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Kartini Mojosari

Pengumpulan Data
Lembar observasi

Pengolaan Data
Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Analisa Data
Chi square

Desiminasi Akhir
Hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum
pada bayi baru lahir di rumah sakit umum kartini mojosari kabupaten
mojokerto

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Umum Kartini
Mojosari Kabupaten Mojokerto
36

3.3 Sampling Desain

3.3.1 Populasi

Populasi adalah sejumlah besar subyek yang memiliki karakteristik

tertentu atau terdiri dari sekelompok unit penelitian yang disesuaikan pada

situasi masalah yang hendak diteliti (Lapau, 2013; Sastroasmoro & Ismael,

2014). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin

di Rumah Sakit Umum Kartini Mojosari setiap bulan rata-rata sebanyak 25

responden.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau

diteliti dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasi (Sabri &

Hastono, 2014; Sastroasmoro & Ismael, 2014). Sampel dalam penelitian ini

adalah sebagian ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Kartini Mojosari.

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan cara accidental sampling yaitu teknik pengambil sempel berdasarkan

kebetulan, sehingga peneliti bisa mengambil sempel pada siapa saja yang

ditemui tanpa perencanaan sebelum nya (Sugiyono, 2016).

3.4 Identifikasi Variabel

3.4.1 Variabel independen

Variabel independen atau yang sering disebut sebagai variabel stimulus

atau prediktor, dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas.
37

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono,

2016). Variabel bebas dari penelitian ini adalah ketuban pecah dini.

3.4.2 Variabel dependen

Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat (Sugiyono, 2016). Variabel terikat pada

penelitian ini adalah kejadian asfiksia neonatorum.

3.5 Definisi Operasional

Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Skala Skor


Penelitian Operasional Data

Variabel Independen

Ketuban pecah Pecahnya ketuban Keluarnya cairan Observasi Nominal 1. Tidak KPD
dini (KPD) sebelum terdapat ketuban merembes 2. KPD < 37
tanda mulai melalui vagina, minggu
persalinan aroma air ketuban 3. KPD > 37
berbau manis dan minggu
tidak seperti bau
amoniak, berwarna
pucat

Variabel Dependen

Kejadian Keadaan dimana Penilaian APGAR Observasi Ordinal 1. Normal: 8-


asfiksia bayi tidak dapat skor usia 1 dan 5 10
neonatorum segera bernafas menit 2. Ringan: 5-7
secara spontan 3. Sedang: 3-4
dan teratur setelah 4. Berat: 0-2
lahir

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Proses Pengumpulan Data


38

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam

penelitian, data yang telah terkumpul akan digunakan sebagai bahan alalisis

(Nursalam, 2015).

1. Pengajuan judul proposal

2. Pengurusan surat studi pendahuluan dan penelitian bagian administrasi

akademis kemahasiswaan STIKes Dian Husada Mojokerto dan RSU Kartini

Mojosari.

3. Melakukan identifikasi responden

4. Memberikan lembar persetujuan / informd concent

5. Menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian kepada responden

6. Melakukan observasi kejadian ketuban pecah dini

7. Melakukan observasi kejadian asfiksia neonatorum menggunakan penialaian

APGAR skor.

3.6.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat bantu bagi seorang peneliti

didalam melakukan pengumpulan data (Arikunto, 2010). Instrumen dalam

penelitian ini berupa observasi ketuban pecah dini (KPD) dan observasi kejadian

asfiksia neonatorum menggunakan observasi APGAR Skor.

3.7 Analisis Data

3.7.1 Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul sebelum dilakukan analisis, maka terlebih

dahulu dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Editing
39

Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari tempat penelitian

harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing

adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir

kuesioner demi kelengkapan jawaban responden (Notoatmodjo, 2010).

2. Coding

Memberi kode pada setiap variabel setelah semua kuesioner dilakukan

editing, yakni dengan cara mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan. Pengkodean ini diberikan untuk

mempermudah dalam memasukkan data dan menganalisa data, serta

mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut jenisnya.

a. Pendidikan ibu
Tidak sekolah :1
SD :2
SMP :3
SMA :4
Perguruan Tinggi :5
b. Pekerjaan ibu
Bekerja :1
Tidak bekerja :2
c. Sumber informasi
Tenaga kesehatan :1
Keluarga/teman :2
Media (TV/koran, internet, poster, dll) : 3
Tidak mendapatkan informasi :4
d. Ketuban Pecah Dini
Ya :1
Tidak :2
e. Kondisi ibu
40

Preeklamsi :1
Partus lama :2
Post date :3
f. Kondisi tali pusat
Lilitan tali pusat :1
Tali pusat pendek :2
Simpul tali pusat :3
g. Kondisi bayi
Prematur :1
Sungsang :2
Bayi kembar :3
Air ketuban bercampur meconium :4
3. Scoring

Scoring adalah adalah suatu proses pengubahan jawaban instrumen

menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban

terhadap item dalam instrumen (Sugiyono, 2016).

a. Ketuban Pecah Dini (KPD)

Tidak KPD :0

KPD < 37 minggu :1

KPD > 37 minggu :2

b. Kejadian asfiksia neonatorum

Normal : 8-10

Ringan : 5-7

Sedang : 3-4

Berat : 0-2

4. Tabulating
41

Tabulasi merupakan langkash lanjut setelah pemeriksaan dan

pemberian kode. Dalam tahap ini data disusun dalam bentuk tabel agar lebih

mempermudah dalam menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

Tabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel frekuensi yang

dinyatakan dalam persen.

3.7.2 Analisis Data

Analisis data merupakan rangkaian kegiatan pengolahan data,

pengelompokan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah

penelitian memiliki makna, arti dan nilai ilmiah (Siyoto & Sodik, 2015).

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi square yang

dilakukan dengan bantuan software SPSS 20 untuk memudahkan dalam

menganalisa data yang didapatkan dari lapangan.

3.8 Etika Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah manusia yang memiliki hak-hak untuk

dilindungi dan dijaga. Penelitian yang dilakukan termasuk dalam bidang kesehatan

yang mengikutsertakan manusia sebagai responden atau sampel penelitian dengan

tetap memperhatkan aspek etis dalam melakukannya. Prinsip etik penelitian yang

mengikutsertakan manusia sebagai sampel.

3.8.1 Lembar persetujuan (Inform Consent)

Sampel diberikan inform consent tentang penelitian yang dilakukan.

Inform consent adalah suatu izin atau pernyataan sampel yang diberikan secara

bebas, sadar, dan rasional setelah mendapat informasi dari peneliti.


42

3.8.2 Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan mencangkup informasi yang diberikan dari responden

termasuk nama, alamat, dan hal yang akan disampaikan. Hal ini membuat

sampel atau responden tidak diketahui oleh orang lain mengenai identitasnya.

3.8.3 Kejujuran (Veracity)

Veracity berarti penuh dengan kebenaran, pelayanan kesehatan harus

menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan memastikan bahwa klien dapat

mengerti siatuasi yang dihadapi. Informasi yang disampaikan harus akurat,

komprehensif dan obyektif sehingga klien dapat memahaminya dengan baik.


43

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, F., & Elvina. (2019). Hubungan paritas dan berat bayi lahir dengan kejadian
asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Jurnal Muara Sains, Teknologi,
Kedokteran, Dan Ilmu Kesehatan, 3(1), 183–192.
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Ayu, I., Febrianti, M., & Octaviani, A. (2019). Faktor yang Berhubungan Terhadap
Kejadian Ketuban Pecah Dini ( KPD ) di RSIA Sitti Khadijah I Makassar Tahun
2019. Jurnal Kesehatan Delima, 3(1).
Azisyah, A., Wahyuni, S., & Distinarista, H. (2019). Hubungan antara Kejadian
Ketuban Pecah Dini ( KPD ) dengan Tingkat Kecemasan pada Ibu Hamil di
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. In Seminar Nasional Mahasiswa (pp.
1–8). Retrieved from
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/kimukes/article/download/7941/3602
Baskoro. (2018). ASI Panduan Praktis Ibu Menyususi. Yogyakarta: Banyu Media.
Dewi, & Lia, V. N. (2016). Asuhan Neonatus bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika.
Dewi, V. (2018). Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: EGC.
Frelestanty, E., & Haryanti, Y. (2019). Analisis Penyebab Terjadinya Ketuban Pecah
Dini Pada Ibu Bersalin. Jurnal Kebidanan, 9(2), 59–63.
https://doi.org/10.33486/jk.v9i2.87
Gerungan, J. C., Adam, S., & Losu, F. N. (2018). Faktor-faktor yang Berhubungan
Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum. Jurnal Ilmiah Bidan, 2(1), 66–72.
Gilang, Notoatmodjo, H., & Rakhmawatie, M. D. (2018). Faktor-faktor yang
Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum (Studi Di RSUD Tugurejo
Semarang). Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 9(2), 11–19.
I. Johan, & Sunarsih. (2017). Hubungan Antara Preeklampsia Dengan Kejadian BBLR
Dan Asfiksia Neonatorum Di VK IRD RSUD Dr Soetomo Surabaya. Kesehatan.
Universitas Airlangga.
Ibnu, A. R., & Marliany, L. (2017). Hubungan antara kunjungan perawatan antenatal
dengan kejadian asfiksia neonatorum. Universitas Trisakti.
44

Indah, S. N., & Apriliana, E. (2016). Hubungan antara Preeklamsia dalam Kehamilan
dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir. Majority, 5(5), 55–60. Retrieved
from http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/924
Indrayani, & Dajmi, M. (2016). Asuhan persalinan dan bayi baru lahir. Jakarta: CV
Trans Info Media.
Khoirunnisa, E. (2017). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Lapau, B. (2013). Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan Skripsi,
Tesis, dan Disertasi (Kedua). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Lestariningsih, Y. Y. (2017). Hubungan Ketuban Pecah dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum di RSUD Kabupaten Kediri Tahun 2016. Jurnal Kebidanan
Midwiferia, 3(2), 19. https://doi.org/10.21070/mid.v3i2.1467
Luh, N., Sulisnadewi, K., Nurhaeni, N., & Gayatri, D. (2012). Pendidikan Kesehatan
Keluarga Efektif Meningkatkan Kemampuan Ibu Dalam Merawat Anak Diare.
Jurnal Keperawatan Indonesia, 15(3), 165–170.
Marni, S. (2016). Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Pernapasan.
Yogyakarta: Gosyen Publising.
Maryunani, A., & Sari, E. P. (2017). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Trans Info media.
Mundari, R. (2017). Hubungan Kejadian Preeklampsia dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum di RSUD Wates Kulon Progo. Jurnal Kesehatan Akbid Wira Buana,
2(1), 17–24. Retrieved from http://jurnal.akbid-
wirabuana.ac.id/index.php/jukes/article/download/18/10/
Muslihatun, W. N. (2016). Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.
Nany, V. (2017). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita (Cetakan II). Jakarta: Salemba
Medika.
Nasrawati, & Elisa Erma Wati. (2017). Hubungan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika. In
(Proceedings of the National Seminar on Publication of Research and Community
Service Results) Prosiding Seminar Nasional Publikasi Hasil-Hasil Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat (pp. 261–265). Retrieved from jurnal.unimus.ac.id
Nilasari, N., Kharisma, B., & Puti, A. (2019). Analisis Faktor Penyebab Kejadian
Asfiksia pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Ners Dan Kebidanan, 6(2), 251–262.
https://doi.org/10.26699/jnk.v6i1.ART.p251
Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan (Revisi Cet). Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Novi Puspitasari, R. (2019). Korelasi Karakteristik dengan Penyebab Ketuban Pecah
Dini pada Ibu Bersalin di RSUD Denisa Gresik. Indonesian Journal for Health
Sciences, 3(1), 24. https://doi.org/10.24269/ijhs.v3i1.1609
Nursalam. (2015). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
(S. Medika, Ed.). Jakarta.
45

Polit, D. F., & Beck, C. T. (2010). Essentials of Nursing Research Appraising Evidence
for Nursing Practice (Seventh Ed). China: Library of Congress Cataloging in
Publication Data.
Prasetyono, S. (2017). Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogyakarta: Diva Press (Anggota
IKAPI).
Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 - Kementerian Kesehatan [Basic
Health Research 2018 - Ministry of Health]. Retrieved from
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-
2018.pdf
Sabri, L., & Hastono, S. P. (2014). Statistik Kesehatan (ke-8). Jakarta: Rajawali Pers.
Sari, Y. M., & Munir, R. (2020). Hubungan antara Jarak Kehamilan dengan Kejadian
Ketuban Pecah Dini pada Ibu Bersalin. Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia, 9(04),
175–179. https://doi.org/10.33221/jiki.v9i04.419
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2014). Dasar-dasar Metodelogi Penelitian Klinis (Ke-
5). Jakarta: Sagung Seto.
Siyoto, S., & Sodik, A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. (Ayup, Ed.) (Cetakan-).
Yogyakarta: Literasi Media Publishing.
Subandra, Y., Zuhairini, Y., & Djais, J. (2018). Hubungan pemberian ASI Eksklusif dan
Makanan Pendamping ASI terhadap Balita Pendek Usia 2 sampai 5 tahun di
Kecamatan Jatinangor. Jurnal Sistem Kesehatan, 3(3), 142–148.
https://doi.org/10.24198/jsk.v3i3.16990
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (ke-23).
Bandung: Alfabeta.
Sukarni, I., & Sudarti. (2017). Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Neonatus
Resiko Tinggi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Swarjana, I. K. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan. (M. Bendatu, Ed.) (Edisi
Revi). Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Syarwani, T. I., Tendean, H. M. M., & Wantania, J. J. E. (2020). Gambaran Kejadian
Ketuban Pecah Dini (KPD) di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Tahun 2018.
Medical Scope Journal, 1(2), 24–29. https://doi.org/10.35790/msj.1.2.2020.27462
Tunny, R., Bachtiar, N., & Marinda, N. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian asfiksia neonatorum di Ruangan Perinatologi RSUD dr. H. Ishak
Umarella. Jurnal Elektronik, 7(9), 81–86.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. (P. E. Karyuni & M.
Ester, Eds.) (Cetakan I). Jakarta: EGC.
Wulandari, P., Arifianto, & Senjani, F. P. (2018). Faktor-faktor yang Berhubungan
Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di Ruang Melati RSUD Dr. H. Soewondo
Kendal. Jurnal Ilmiah Bidan, 3(2), 11–18.
46

PENJELASAN PENELITIAN

Judul : Hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum pada
bayi baru lahir di rumah sakit umum kartini mojosari kabupaten
mojokerto
Peneliti : Ika Aprilia Subiyanto
Peneliti adalah mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Dian Husada
Mojokerto. Ibu berhak untuk memutuskan ikut berpartisipasi atau menolak pada
penelitian ini kapan pun yang diinginkan, karna partisipasi Ibu bersifat sukarela.
Sebelum mengambil keputusan Saya akan menjelaskan beberapa hal tentang
penelitian ini, sebagai bahan pertimbangan untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian :
1. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan ketuban pecah dini dengan
kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir di rumah sakit umum kartini
mojosari kabupaten mojokerto.
2. Manfaat penelitian ini adalah untuk penanganan kejadian asfiksia neonatorum
yang memperhatikan faktor penyabab di Rumah Sakit Umum Kartini Mojosari.
3. Setelah Ibu bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan
observasi pada ibu beserta janin ibu.
4. Peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas Ibu.
5. Laporan penelitian akan diberikan kepada institusi (STIKes Dian Husada
Mojokerto) dan tempat penelitian di Rumah Sakit Umum Kartini Mojosari.
6. Jika Ibu telah memahami tujuan penelitian dan memutuskan untuk ikut
berpatisipasi dalam penelitian, Ibu diminta untuk menandatangani lembar
persetujuan.
Saya mengharapkan kesediaan Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Atas
perhatian dan partisipasinya Saya ucapkan terima kasih.

Mojokerto, 2021
Peneliti,

……………………………….
47

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama (inisial) : .....................................................................................................

Umur : .....................................................................................................

Alamat : .....................................................................................................

Setelah mendengarkan penjelasan penelitian yang disampaikan oleh peneliti. Saya


memahami tujuan dan manfaat dari penelitian, serta memahami bahwa data dan
informasi yang saya berikan akan dijaga kerahasiaannya. Saya berhak untuk
memutuskan ikut atau menolak berpartisipasi dalam penelitian ini jika saya merasa
tidak nyaman.

Dengan menandatangani lembar persetujuan ini, saya menyatakan bersedia


berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai responden/partisipan secara sukarela dan
tanpa paksaan dari siapapun.

Mojokerto, 2021
Yang membuat pernyataan,

(.................................)
48

Kode Responden (diisi oleh peneliti)

LEMBAR KUESIONER

1. Nama :
2. Usia ibu : Tahun
3. Nama suami :
4. Usia suami :
5. Pekerjaan suami :
Bekerja
Tidak bekerja
6. Pendidikan suami :
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Peguruan tinggi
7. Pendidikan ibu :
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
8. Pekerjaan ibu :
Bekerja
49

Tidak bekerja
9. Riwayat Kehamilan :
Tunggal
Gemelli

10. Riwayat pemeriksaan persalinan :


Bidan
Dokter
11. Riwayat persalinan :
Spontan
Secsio
12. Sumber informasi yang pernah didapat oleh Ibu tentang ketuban pecah dini?
Tenaga kesehatan
Keluarga/teman
Media (TV/koran, internet, poster, dll)
Tidak mendapatkan informasi
13. Sumber informasi yang pernah didapat ibu tentang asfiksia ?
Tenaga kesehatan
Keluarga / teman
Media (TV/Koran, internet,poster,dll )

Tidak mendapatkan informasi


50

LEMBAR OBSERVASI

1. Ketuban Pecah Dini


Tidak
Usia kehamilan < 37 minggu
Usia kehamilan > 37 minggu
2. Kondisi ibu
Normal
Preeklamsi
Partus lama
Post date
3. Kondisi tali pusat
Tidak ada masalah
Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
4. Kondisi bayi
Tidak ada masalah
Prematur
Sungsang
Bayi kembar
Air ketuban bercampur mekonium
5. Nilai APGAR SKOR usia 1 menit:
51

6. Nilai APGAR SKOR usia 5 menit:

Anda mungkin juga menyukai