Anda di halaman 1dari 16

TUGAS TAMBAHAN STASE THT-KL

NAMA : HASRI INDAH NUR ALFIANI

NIM : 2018730046

DOKTER PEMBIMBING : dr. Hj. Isma Nurul Aini, Sp.THT-KL

PERTANYAAN:

1. Jelaskan 2 dari 3 gejala rhinosinusitis kronik menurut IPOS!

2. Jelaskan mekanisme terjadinya alergi!

3. Jelaskan klasifikasi rhinitis alergi!

4. Jelaskan bagan terapi rhinitis alergi menurut ARIA!

5. Jelaskan teknik krikotiroidektomi dan trakeodektomi!

JAWABAN:

1. Jelaskan 2 dari 3 gejala rhinosinusitis kronik menurut IPOS!

Rinosinusitis (termasuk polip hidung) didefinisikan sebagai :

• inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih
gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek
(sekret hidung anterior/ posterior): ± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah ± penurunan/
hilangnya penghidu dan salah satu dari

• temuan nasoendoskopi: - polip dan/ atau - sekret mukopurulen dari meatus medius
dan/ atau - edema/ obstruksi mukosa di meatus medius dan/ atau

• gambaran tomografi komputer: - perubahan mukosa di kompleks osteomeatal


dan/atau sinus

Diagnosis Gejala lebih dari 12 minggu Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya
harus berupa hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/
posterior): ± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah ± penurunan/ hilangnya penghidu
dengan validasi per-telepon atau anamnesis tentang gejala alergi, ingus seperti air,
hidung gatal, mata gatal dan berair, jika positif ada, seharusnya dilakukan
pemeriksaan alergi. (Foto polos sinus paranasal/ tomografi komputer tidak
direkomendasikan)

Sumber : Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, Alobid I, Baroody F, et al. EPOS 2012:
European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps 2012. A summary for
otorhinolaryngologists. Rhinology. 2012;50(1):1–12.

2. Jelaskan mekanisme terjadinya alergi!

Alergi merupakan suatu reaksi abnormal dalam tubuh yang disebabkan zat-zat yang tidak
berbahaya. Suatu keadaan dimana orang menjadi sangat rentan terhadap bahan / senyawa,
yang bagi orang lain tidak menimbulkan gangguan.

Antihistamin disebut sebagai anti-alergi karena alergi juga menimbulkan inflamasi. Ia adalah
reaksi yang berlebihan dari sistem pertahanan tubuh terhadap gangguan dari luar, baik
makanan, obat, maupun udara dingin. Salah satu alat serang yang dilepas tubuh ke dalam
pembuluh darah adalah histamine yang menyebabkan kontraksi atau menciutnya berbagai
alat vital, sperti bronkus dan usus, serta peningkatan sekresi mucus atau lender dan resistansi
saluran napas.

Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahanbahan yang
umumnya imunogenik (antigenik)atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik.
Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan
yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang
yang tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut
alergen. Terdapat 2 kemungkinan yang terjadi pada mekanisme reaksi alergi tipe I, yaitu :

Gambar 2 A : Alergen langsung melekat/terikat pada Ig E yang berada di permukaan sel mast
atau basofil, dimana sebelumnya penderita telah terpapar allergen sebelumnya, sehingga Ig E
telah terbentuk. Ikatan antara allergen dengan Ig E akan menyebabkan keluarnya
mediatormediator kimia seperti histamine dan leukotrine. Gambar 2 B : Respons ini dapat
terjadi jika tubuh belum pernah terpapar dengan allergen penyebab sebelumnya. Alergen
yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan sel B, sehingga menyebabkan sel B
berubah menjadi sel plasma dan memproduksi Ig E. Ig E kemudian melekat pada permukaan
sel mast dan akan mengikat allergen. Ikatan sel mast, Ig E dan allergen akan menyebabkan
pecahnya sel mast dan mengeluarkan mediator kimia. Efek mediator kimia ini menyebabkan
terjadinya vasodilatasi, hipersekresi, oedem, spasme pada otot polos. Oleh karena itu gejala
klinis yang dapat ditemukan pada alergi tipe ini antara lain : rinitis (bersin-bersin, pilek) ;
sesak nafas (hipersekresi sekret), oedem dan kemerahan (menyebabkan inflamasi) ; kejang
(spasme otot polos yang ditemukan pada anafilaktic shock).
Adapun penyakit-penyakit yang disebabkan oleh reaksi alergi tipe I adalah :

 Konjungtivitis

 Asma

 Rinitis

 Anafilaktic shock

Reaksi Alergi tipe II {Antibody-Mediated Cytotoxicity (Ig G)} Reaksi alergi tipe II
merupakan reaksi yang menyebabkan kerusakan pada sel tubuh oleh karena antibodi
melawan/menyerang secara langsung antigen yang berada pada permukaan sel. Antibodi
yang berperan biasanya Ig G. Berikut (gambar 2 dan 3a) mekanisme terjadinya reaksi alergi
tipe II.
Contoh penyakit-penyakit :

 Goodpasture (perdarahan paru, anemia)

 Myasthenia gravis (MG)

 Immune hemolytic (anemia Hemolitik)

 Immune thrombocytopenia purpura

 Thyrotoxicosis (Graves' disease)

Terapi yang dapat diberikan pada alegi tipe II: immunosupresant


cortikosteroidsprednisolone).

Reaksi Alergi Tipe III (Immune Complex Disorders) Merupakan reaksi alegi yang dapat
terjadi karena deposit yang berasal dari kompleks antigen antibody berada di jaringan.
Gambar berikut ini menunjukkan mekanisme respons alergi tipe III. 2.3.4.5 Secara ringkas
penulis merangkum reaksi alergi tipe 3 seperti pada gambar 5.
Penyakit :

 the protozoans that cause malaria

 the worms that cause schistosomiasis and filariasis

 the virus that causes hepatitis B, demam berdarah.

 Systemic lupus erythematosus (SLE)

 "Farmer's Lung“ (batuk, sesak nafas)

Reaksi Alergi Tipe IV {Cell-Mediated Hypersensitivities (tipe lambat)} Reaksi ini dapat
disebabkan oleh antigen ekstrinsik dan intrinsic/internal (“self”). Reaksi ini melibatkan sel-
sel imunokompeten, seperti makrofag dan sel T. Ekstrinsik : nikel, bhn kimia Intrinsik:
Insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM or Type I diabetes), Multiple sclerosis (MS),
Rheumatoid arthritis, TBC.1
Sumber : Nuzulul Hikmah, I Dewa Ayu Ratna Dewanti. 2020. Seputar Reaksi
Hipersensitivitas: Bagian Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Vol. 7 No.
2 2010: 108-12

3. Jelaskan klasifikasi rhinitis alergi!

Rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on
Asthma), 2001, rhinitis alergi dibagi berdasarkan sifat berlangsungnya menjadi:
a. Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
b. Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi dibagi menjadi:
a. Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
b. Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas.

4. Jelaskan bagan terapi rhinitis alergi menurut ARIA!


Sumber : Bousquet J, Khalter N, Cruz A, et al (2008). Allergic Rhinitis and its Impact
on Asthma. (ARIA). Allergy, 63 : 8-160.

5. Jelaskan teknik krikotiroidektomi dan trakeodektomi!

a. Krikotiroidektomi

 Definisi

Tindakan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, dengan membuka atau melubangi
membran krikotiroidea. Krikotirotomi adalah segera harus dilakukan untuk
mengamankan jalan nafas, terutama pada kasus obstruksi jalan nafas bagian atas yang
hebat.
 Indikasi Operasi

Obstruksi jalan nafas atas yang hebat, dimana persiapan trakeostomi belum dapat
dilakukan.

 Kontraindikasi Operasi

Tidak ada kontra indikasi

 Teknik Operasi

Menjelang Operasi :

- Persetujuan operasi yang ditanda tangani pasien atau keluarga


(informed consent) prosedur operasi, hilangnya suara, komplikasi,
penjelasan perawatan paska bedah. Dikerjakan dimanapun dengan
penerangan yang baik, alat penghisap yang memadai, ada asisten.

- Antibiotika profilaksis, Cefazolin atau Clindamycin kombinasi


dengan Garamycin, dosis menyesuaikan untuk profilaksis.

- Dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau tanpa anestesi. Pada


anestesi lokal diperlukan lidokain dengan dosis maksimal 7 mg/ kg
BB.

- Terlentang dengan hiperekstensi kepala, bahu diberi bantalan


sehingga trakea lebih tampak ke anterior, kepala diberi bantalan
‘doughnut’

Tahapan operasi
- Stabilisasi laring dengan jari dan palpasi membran krikotiroid

- Insisi dengan skalpel posisi transversal menembus membran


krikotiroid skalpel, putar 900 supaya lubang terbuka, lebarkan lubang
dengan klem Kelly.

- Hati-hati jangan melukai kartilago krikoid.

- Pasang kanul trakeostomi kecil. Selanjutnya pasien dilakukan


ventilasi.

 Komplikasi Operasi

Komplikasi durante operasi :

- Perdarahan

- Trauma corda vokalis

Komplikasi paska operatif : Infeksi

 Perawatan Pasca Bedah

- Hisap lendir dalam trakea intermiten/ tiap jam

- Pemberian uap air hangat (nebulizer/stoom) tiap 6 jam @ 15menit

- Anak kanul dicuci tiap jam

- Rawat luka tiap hari

- Secepatnya disusul tindakan trakeostomi


b. Trakeosdektomi

 Definisi

Prosedur operasi membuka trakea dan memasang kanula di dalam lumen trakea.
Trakeostomi adalah tindakan pembedahan yang bertujuan untuk bypass jalan nafas
pada penderita yang mengalami obstruksi jalan nafas bagian atas, untuk melakukan
tracheobronchial toilet pada penderita dengan kesadaran menurun, atau untuk
keperluan pemasangan respirator. Tujuan membuat jalan nafas baru pada trakea
dengan membuat sayatan atau insisi pada cincin trakea ke 3.

 Indikasi Operasi

- Trauma kepala dengan gangguan kesadaran, batuk tidak efektif.

- Keradangan hebat pada muka leher dan faring.


- Trakeobronkitis dengan edema dan sekret yang banyak.

- Perlukaan trakea.

- Prosedur operasi kepala leher yang berat.

- Tumor saluran nafas bagian atas.

- Operasi tiroid, dengan komplikasi perdarahan atau paralise n. rekurent


bilateral.

- Radioterapi pada leher.

- Trauma thoraks dengan pernafasan yang tidak efektif.

- Paska pembedahan dengan batuk tidak adekuat. Penggunaan respirator


jangka panjang setelah intubasi > 48 jam.

- Trauma muka dengan fraktur multipel.

 Kontraindikasi Operasi

Tidak ada kontraindikasi

 Teknik Operasi

Menjelang Operasi :

- Persetujuan operasi yang ditanda tangani pasien atau keluarga


(informed consent) prosedur operasi, hilangnya suara, komplikasi,
penjelasan perawatan paska bedah. Dikerjakan dimanapun dengan
penerangan yang baik, alat penghisap yang memadai, ada asisten.

- Antibiotika profilaksis, Cefazolin atau Clindamycin kombinasi dengan


Garamycin, dosis menyesuaikan untuk profilaksis.

- Dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau tanpa anestesi. Pada


anestesi lokal diperlukan lidokain dengan dosis maksimal 7 mg/ kg
BB.

- Terlentang dengan hiperekstensi kepala, bahu diberi bantalan sehingga


trakea lebih tampak ke anterior, kepala diberi bantalan ‘doughnut’

Tahapan Operasi
- Desinfeksi dengan Povidone

- Iodine 10% atau dengan hibitane

- Alkohol 70% pada lapangan operasi yaitu mulai bibir bawah-dagu-


leher sampai ICS -2 dan kanan – kirinya sampai tepi anterior m.
Trapesius.

- Lapangan operasi dipersempit dengan linen steril.

- Identifikasi trakea dengan palpasi mulai dari kartilago tiroid kearah


jugulum Lakukan lokal anestesi dengan injeksi lidokain 1% atau 2%
infiltrasi subkutan.

- Insisi vertikal sepanjang 3-4 cm (kasus gawat darurat), atau insisi


horisontal/ collar (untuk kasus elektif), insisi diperdalam dengan
memotong subkutis, fasia colli superfisialis di insisi pada garis tengah,
mm pretrakealis disisihkan kelateral kanan dan kiri.

- Rawat perdarahan yang terjadi Langenbeck dipasang kanan-kiri,


tarikan seimbang supaya trakea tetap ditengah. Bila terhalang ismus
tiroid, ismus tiroid sisihkan kekaudal pertahankan dengan pengait
(haak) tumpul. Identifikasi trakea, kait gigi satu tajam dipasang
diantara krikoid dan cincin trakeal I.

- Cincin trakea disayat vertikal gunakan pisau no. 11 dengan bagian


tajam pisau menghadap keatas dan arah sayatan ke kranial (cincin 2-3
pada trakeotomi tinggi; cincin 4-5 pada trakeotomi rendah).

- Trakea dipertahankan terbuka dengan kait gigi satu tumpul kanan-kiri,


bersihkan sekret yang ada dengan menggunakan kanula penghisap dan
bergantian dengan oksigenasi. Sekret diambil untuk kultur dan test
sensitifitas kuman (pada penderita infeksi, difteri).

- Masukkan kanula trakeostomi hati-hati, pada waktu memasukkan


ujungnya posisi sumbu kanula tegak lurus terhadap trakea, setelah
pasti masuk putar arah sumbu sejajar trakea dan lanjutkan dorong
sesuai lengkung kanula trakeostomi kedalam lumen trakea.
- Cek kanula masuk dalam lumen trakea, rasakan hembusan nafas dari
lubang kanula trakeostomi, atau gunakan ujung benang yang bergetar
karena hembusan nafas. Seluruh kait dilepas, asisten menahan kanula,
kanula difiksir dengan menjahit cuping kanula kanan – kiri kekulit
leher dan memasang tali pita melingkari leher.

- Bila sayatan terlalu lebar kulit dijahit situasi saja (jangan terlalu rapat;
supaya tidak terjadi emtisema kutis).

- Antara cuping kanula dan kulit diberi bantalan kasa steril.

 Komplikasi Operasi

Komplikasi Intra Operasi :

- Perdarahan

- Trauma corda vokalis Trauma n laringeal rekurren resiko terkena


kecil, evaluasi corda vokalis setelah pemasangan trakeostomi.

- Bila dicurigai terkena tapi tidak yakin ditunggu hingga neuropraxinya


membaik. Bila tidak jelas dapat diberikan injeksi gel foam paste pada
corda vokalis yang lemah, ulang tiap 2-3 bulan.

- Pneumothoraks, dijadikan open pneumothoraks, dilanjutkan


pemasangan tube thoraks.

- Trauma kartilago cricoid, segera pindahkan tube ke sisi lebih rendah


(caudal)

- Perforasi esophagus

- Fistel trakheoesophageal

Komplikasi paska operatif :

 Komplikasi Dini

- Kuf trakeostomi dapat mengganggu fungsi menelan.

- Perdarahan, dapat diatasi dengan cauterisasi atau ligasi. Evaluasi


beberapa saat setelah pasang tube, perdarahan dapat terjadi
setelah batuk.
- Infeksi luka operasi dapat diatasi dengan penggantian kanul,
ganti kasa sesering mungkin, antibiotika lokal.

- Emphisema subcutan, dapat diatasi dengan mengambil jahitan


luka yang terlalu rapat

 Komplikasi Lambat

- Granuloma yang akan menjadi jaringan fibrous; sebelum menjadi


keras dilakukan scraping.

- Fistel trakeoesophageal, yang diketahui saat operasi segera revisi,


pasang drain, nasogastrik tube.

- Fistel trakeokutaneous revisi satu tahap, fistel dieksisi, kulit


dilakukan undermined, dan otot dipertemukan sisi kanan dan kiri.

- Stenosis laringotracheal bila pendek dilakukan eksisi, interposing


bone graft dari hyoid, bila panjang dilakukan reseksi

 Perawatan Paska Bedah

Paska bedah observasi terlebih dahulu hingga 24 jam pertama Perawatan/ pengobatan
terhadap penyakit primer Perawatan kanula trakeostomi :

- Sekret dihisap tiap jam

Masukkan kateter tanpa penghisapan hingga terasa ada tahanan, akhir inspirasi,
penghisap dihidupkan sampai kateter ditarik keluar dengan gerakan memutar. Basuh
kateter, ulangi hingga jalan nafas bersih

- Pembersihan anak kanula tiap 6 jam

- Pemberian uap air hangat (nebulizer/stoom) tiap 6 jam selama 15


menit

- Perawatan luka trakeostomi dengan kasa diganti tiap perawatan


trakeostomi.

Anda mungkin juga menyukai