Anda di halaman 1dari 44

Panduan Praktik Klinis

PENYAKIT ANAK
1. Nama Penyakit /Diagnosis : URTIKARIA

2. Definisi : Urtikaria adalah Erupsi kulit yang berbatas tegas


dan menimbul (bentol) berwarna merah, memutih
bila ditekan dan disertai rasa gatal.
Urtikaria dapat berlangsung secara akut, kronik
atau berulang. Urtikaria akut biasanya berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari dan umumnya
penyebabnya dapat diketahui.
Urtikaria kronik yaitu urtikaria yang berlangsung
lebih dari 6 minggu dan biasanya tidak diketahui
pencetusnya.

3. Kriteria Diagnosis : a. Anamnesis:


- riwayat gatal
- riwayat atopik dalam keluarga
- riwayat alergi makanan
- factor lingkungan

b. Pemeriksaan fisik :
- Erupsi kulit yang berbatas tegas dan menimbul
(bentol) berwarna merah, memutih bila
ditekan dan disertai rasa gatal.

4. Pemeriksaan Penunjang : Diperlukan pada urtikaria kronik atau berulang.


Urinalisis, tinja rutin, pemeriksaan darah tepi, kadar
IgA total, pemeriksaan uji kulit dan uji provokasi
dan kadar komplemen bila diperlukan.

5. Konsultasi : Spesialis anak

6. Terapi : a. Medikamentosa :
Antihistamin H1, misalnya klorofeniramin
maleat 0,35mg/Kg BB/hari. Untuk
menghindari efek samping mengantuk dapat
diberikan anti histamin non sedatif atau anti
histamine generasi baru seperti setirizin
0,25mg/Kg BB/kali, 1-2 kali/hari.
Bila tidak berhasil dapat dicoba dengan
menambahkan histamin H2 misalnya simetidin
20-40 mg/Kg BB/hari.
Bila terjadi urtikaria yang sangat luas, dapat
diberikan suntikan adrenalin dilanjutkan
dengan kortikosteroid.
Kortikosteroid diberikan bila diduga terjadi
reaksi alergi fase lambat.
b. Supportif.

1
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : RINITIS ALERGIKA

2. Kriteria Diagnosis : a. Anamnesis:


- hidung berair, tersumbat, gatal dan bersin
bersin.
- riwayat atopik dalam keluarga
- gejala pada mata
- factor lingkungan
b. Pemeriksaan fisik :
- Sekret hidung bening dan cair, hipertrofi konka,
mukosa dan konka pucat.
- Petanda atopi : Alergic shiner, geographic
tangue, alergic salute.
- Adenoid face.

3. Pemeriksaan Penunjang : Darah tepi, hitung eosinofil total, IgE total.


Foto sinus paranasalis (usia 4 tahun keatas ) atau
CT-Scan bila perlu.Pemeriksaan tinja, pemeriksaan
apusan sekret hidung, pemeriksaan uji kulit, uji
provokasi (kalau diperlukan)

4. Konsultasi : Spesialis anak

5. Terapi : a. Medikamentosa :
Pengobatan medikamentosa berdasarkan lama
dan berat ringannya gejala.
Antihistamin oral. Untuk rinitis intermiten
cukup diberikan antihistamin generasi 1.Pada
rinitis alergi yang memerlukan Antihistamin
jangka panjang digunakan antihistamin
generasi baru yang bersifat nonsedatif dan
mempunyai efek anti inflamasi.
Terapi topical natrium kromoglikat diberikan
pada anak yang kooperatip.
Kortikosteroid topical hidung pada anak masih
kontroversi, diberikan pada kasus rinitis alergi
dengan keluhan hidung tersumbat yang
mencolok.
Ipratropium bromida untuk anak dengan
keluhan hidung beringus yang mencolok.
Imunoterapi diberikan secara selektip dengan
tujuan pencegahan.
b. Bedah
Tindakan bedah hanya dilakukan pada kasus-
kasus selektip dengan gambaran radiologi air
fluid level atau deviasi septum nasi.
c. Supportif.
Rujukan ke spesialis THT dilakukan apabila
ditemukan gejala sinusitis dengan gambaran
radiologi air fluid level

2
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : KEJANG DEMAM

2. Definisi : Kejang demam adalah kejang yang berhubungan


dengan demam (suhu diatas 38,4C per rectal)
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau
gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia
diatas 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya.

3. Kriteria Diagnosis : - Kejang didahului oleh demam


- Pasca kejang anak sadar, kecuali kejang lebih
dari 15 menit.
- Pemeriksaan pungsi lumbal normal

4. Pemeriksaan Penunjang : Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab


demam. Darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit
serum kalsium, ureum dan kreatinin, urinalisis,
biakan darah, urin atau tinja.
Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada anak berusia
dibawah 12 bulan, dianjurkan pada anak berusia 12
sampai 18 bulan dan dipertimbangkan pada anak
berusia diatas 18 bulan yang dicurigai menderita
meningitis.
Pemeriksaan pencitraan dapat diindikasikan pada
keadaan :
- adanya riwayat atau tanda klinis trauma kepala
- kemungkinan lesi struktural di otak
EEG dipertimbangkan pada kejang demam
kompleks

5. Konsultasi : Spesialis anak

6. Perawatan Rumah Sakit : Rawat inap pada kejang lama atau kejang berulang.

7. Terapi : a. Medikamentosa :
Pengobatan medikamentosa saat kejang sesuai
tatalaksana penghentian kejang.
Diutamakan pengobatan profilaksis intermiten
pada saat demam berupa :
1.Antipiretik : Parasetamol 10-15 mg/Kg BB/hari
setiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10 mg/Kg
BB/hari tiap 4-6 jam.
2.Anti kejang : diazepam oral 0,3 mg/Kg
BB/dosis tiap 8 jam saat demam atau diazepam
rectal 0,5 mg/Kg BB/hari setiap 12 jam saat
demam.
Efek samping diazepam oral adalah letargi,
mengantuk, dan ataksia.

3
Panduan Praktik Klinis

3. Pengobatan jangka panjang


Dipertimbangkan pada kejang demam
kompleks dengan factor resiko. Obat yang
digunakan adalah fenobarbital 3-5 mg/Kg
BB/hari atau asam valproat 15-40 mg/Kg
BB/hari
b. Supportif, ditujukan untuk menurunkan suhu
tubuh bila anak demam tinggi.

4
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : ASMA BRONKIAL, serangan akut

2. Definisi : Serangan asma bronchial (asma) adalah episode


perburukan yang progresif dari gejala batuk, sesak
napas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai
kombinasi dari gejala tersebut. Merupakan
kegawatan medis yang sering dijumpai pada ruang
gawat darurat.

3. Kriteria Diagnosis : Anamnesis :


Gejala batuk dan atau mengi yang memburuk
dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai
sesak napas dari ringan sampai berat.
Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak
terlalu berat. Pasien masih lancar berbicara dan
aktifitasnya tidak terganggu.
Pada serangan sedang, anak sulit mengungkapkan
kalimat.
Pada serangan berat, gejala sesak dan sianosis
dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat
mengungkapkan kata-kata.
Pemeriksaan fisik :
Pada serangan ringan anak masih aktif, dapat
berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi
baik di sela iga maupun epigastrium. Frekwensi
napas masih dalam batas normal.
Pada serangan sedang dan berat dijumpai adanya
wheezing, terutama saat ekspirasi, retraksi,
peningkatan frekwensi napas dan denyut nadi,
bahkan sianosis.

4. Pemeriksaan Penunjang : Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang


yang diperlukan adalah analisis gas darah (AGD)
dan foto rontgen toraks proyeksi anterior posterior
(AP ). Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan
adalah uji fungsi paru bila kondisi memungkinkan .

5. Konsultasi : Spesialis anak

6. Perawatan Rumah Sakit : Rawat inap pada asma dengan serangan asma berat.

7. Terapi : Medikamentosa :
- Pada serangan asma ringan, diberikan obat
pereda berupa agonis secara inhalasi/oral atau
adrenalin 1/1000 subkutan 0,01 ml/Kg BB/kali
dengan dosis maksimal 0,3 ml/kali.
- Pada serangan sedang diberikan obat seperti
diatas ditambah pemberian oksigen, cairan intra
vena, kortikosteroid oral, dan dirawat di ODC.

5
Panduan Praktik Klinis

- Pada serangan berat selain obat diatas dilakukan


pemberian aminofilin secara inisial dan rumatan.
Kortikosteroid dapat diberikan secara intravena.
Steroid oral dengan dosis 1-2 mg/Kg BB/hari
dibagi tiga diberikan selama 3-5 hari. Steroid
yang dianjurkan adalah prednison dan
prednisolon.

Bedah :
Pada serangan asma biasanya tindakan bedah tidak
diperlukan kecuali jika timbul komplikasi berupa
pneumotorak yang memerlukan tindakan pungsi
atau pemasangan WSD.

Suportip :
Pengobatan suportip pada serangan asma
diperlukan untuk mengatasi komplikasi yang
timbul seperti dehidrasi, asidosis metabolik, atau
atelektasis. Pada keadaan khusus, yaitu adanya
gangguan secara psikologis, maka peran psikolog
atau psikiater anak sangat diperlukan karena stress
merupakan salah satu faktor pencetus serangan
asma.

Pemantauan :
Terapi : pemantauan tanda vital terutama status
respirasinya. Untuk serangan ringan, setelah
pemberian inhalasi dengan agonis diperlukan
pemantauan selama 1-2 jam. Bila membaik pasien
dipulangkan dengan dibekali obat agonis oral
serta obat rutin yang biasa digunakan. Apabila
respons awal yang terjadi hanya parsial maka
pasien diobservasi di ODC dan ditatalaksana
sebagai serangan sedang selama 6 jam, apabila ada
perbaikan pasien dipulangkan, apabila tidak ada
perbaikan, maka pasien harus menjalani rawat inap
dan ditatalaksana sebagai serangan berat. Bila
menurut penilaian awal secara klinis serangannya
berat, pengobatan serangan berat dapat langsung
diberikan tanpa harus melalui tahapan ringan atau
sedang.

Tumbuh kembang:
Aspek tumbuh kembang pada umumnya tidak
terpengaruh oleh serangan asma, kecuali bila
serangannya berat dan berulang.

8. Penyulit Serangan asma berat dapat terjadi ancaman henti


napas

6
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : ASMA BRONKIAL, tatalaksana jangka panjang

2. Kriteria Diagnosis : Anamnesis :


Gejala batuk persisten dan atau mengi berulang
yang mempunyai karakteristik episodik, terjadi
pada malam hari (nocturnal), musiman, berkaitan
dengan aktifitas atau pencetus, reversible, dan
disertai riwayat atropi pada pasien maupun
keluarganya. Selain keluhan batuk, kadang-kadang
dijumpai sesak napas terutama gangguan ekspirasi.
Derajat penyakit asma kronik ditentukan dari
frekwensi timbulnya serangan. Asma kronik terbagi
menjadi 3 derajat, yaitu asma episodik jarang,
dengan frekwensi serangan kurang dari 1 kali per
bulan, asma episodik sering dengan frekwensi
serangan lebih dari 1 kali per bulan, dan asma
persisten dengan frekwensi serangan yang sering,
bahkan pasien hampir selalu mempunyai gejala.
Pemeriksaan fisik :
Berbagai tanda atau manifestasi alergi seperti
geographic tongue atau dermatitis atopik dapat
ditemukan. Tanda lain yang dapat dijumpai adalah
bercak hitam dikulit seperti bekas gigitan nyamuk.
Dasar penyakit ini adalah hiperreaktifitas bronkus
akibat adanya inflamasi kronik saluran respiratorik.
Akibatnya timbul hiper sekresi lendir, edema
dinding bronkus, dan konstriksi otot polos bronkus.
Ketiga mekanisme diatas mengakibatkan timbulnya
gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronki
basah kasar dan mengi.
Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang
sesak/dispnea/mengalami respiratory effort dengan
komponen ekspiratori yang lebih menonjol.

3. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan IgE dan eosinofil total dapat


membantu penegakan diagnosis asma.
Foto Rontgen thorak
Foto Sinusparanasal perlu dipertimbangkan pada
anak diatas 5 tahun dengan asma persisten atau sulit
diatasi.
Bila perlu dirujuk untuk uji fungsi paru dengan
spirometri atau peakflow meter, uji provokasi, uji
keringat, uji mukosiliar, pemeriksaan refluks dan
bronkoskopi.

4. Konsultasi Spesialis anak

5. Terapi Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap


pasien dan atau keluarganya tentang penyakit asma
dan penghindaran terhadap factor pencetus, serta
mentikamentosa.

7
Panduan Praktik Klinis

Medikamentosa :
Medikamentosa yang digunakan dibagi 2 kelompok
besar, yaitu : pereda dan pengendali.
Obat pereda digunakan untuk meredakan gejala
atau serangan asma, misalnya agonis dan
ipratropiumbromida. Obat pengendali digunakan
untuk mengendalikan asma agar tidak mudah
tercetus, misalnya disodiumkromogliket,
antileukotrien, dan steroid hirupan. Obat pereda
diberikan saat serangan atau ada gejala saja,
sedangkan obat pengendali diberikan terus menerus
tanpa melihat ada / tidaknya serangan. Pengobatan
asma jangka panjang tergantung pada derajat atau
klasifikasi asma. Pada asma episodik jarang tidak
diperlukan pengendali, pada asma episodik sering
dan asma persisten diperlukan obat pengendali.
Pada tahap awal biasanya diberikan steroid hirupan
dosis rendah setara dengan budesonide 100 - <400
ug dan dinaikan bertahap dengan dosis menengah
400 - < 800 ug atau dosis tinggi ( > 800 ug ) sesuai
dengan gejala yang terjadi. Pada tahap tertentu
sebelum menentukan apakah steroid dosis tinggi
perlu digunakan, perlu dipertimbangkan pemberian
obat kombinasi baik dengan agonis kerja panjang
maupun antileukotrien. Obat pengendali dapat
diberikan jangka lama bahkan dapat seumur hidup.
Bedah : tidak diperlukan
Suportif : Pada keadaan tertentu diperlukan
tambahan fisioterapi. Penyakit penyerta yang lain
seperti rinitis alergika, sinusitis, atau refluk
gastroesofagus perlu ditangani dengan baik.
Pada keadaan khusus yaitu adanya gangguan
psikologis, maka peran psikolog atau psikiater anak
sangat diperlukan karena stres psikologis
merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya
serangan asma.

6. Penyulit : Serangan asma berat dapat terjadi ancaman henti


napas

8
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : TUBERKULOSIS

2. Kriteria Diagnosis : Diagnosis pasti dengan pemeriksaan bakteriologis.


Pada anak terdapat kesulitan menegakan diagnosis
pasti karena sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya
pengambilan spesimen. Karena sulitnya
menegakkan diagnosis TB pada anak, dipakai
sistim scoring yang dibuat oleh UKK Pulmonologi
PP IDAI (lihat SOP diagnosis TB pada anak dengan
menggunakan sistim scoring yang dibuat oleh UKK
Pulmonologi PP IDAI ).

3. Pemeriksaan Penunjang : - Uji tuberculin


- Foto toraks AP atau PA dan lateral
- Pemeriksaan mikrobiologis basil tahan asam
(BTA ) dari bilasan lambung atau sputum
- Foto vertebra, pelvis dan lutut atas indikasi.
- Funduskopi pada TB milier dan Meningitis TB.
- Biopsi jaringan yang terkena (bila perlu)
- Pungsi lumbal atau pungsi pleura atas indikasi
- Darah tepi, laju endap darah, urin dan tinja.

4. Konsultasi : - Spesialis anak


- Saraf anak, Spesialis mata, spesialis bedah saraf
untuk kasus meningitis TB
- Spesialis bedah ortopedi dan Spesialis bedah saraf
untuk kasus TB tulang
- Spesialis mata untuk TB milier.

5. Perawatan Rumah Sakit : Rawat inap untuk TB paru berat atau TB ekstra
pulmonal.

6. Terapi : Pada TB paru yang tidak berat cukup


digunakan 3 jenis obat
anti tuberculosis (OAT) dengan jangka waktu
terapi 6 bulan, untuk TB berat atau ekstra
pulmonal digunakan 4 atau lebih OAT dengan
jangka waktu 9 - 12 bulan.
OAT yang digunakan adalah :
a. INH selama 6 - 12 bulan dengan dosis
terapi/profilaksis : 5 - 10 mg/Kg BB/hari,
diberikan sekali
b. Rifampisin selama 6 sampai 12 bulan, dengan
dosis 10 sampai 20 mg/Kg BB/hari, diberikan
sekali sehari dalam keadaan perut kosong
c. Pirazinamid selama 2 - 3 bulan pertama, dengan
dosis 25 - 35 mg/Kg BB/hari, diberikan 2 kali
sehari.

9
Panduan Praktik Klinis

d. Etambutol selama 2 3 bulan pertama, dengan


dosis 15 20 mg/Kg BB/hari, diberikan sekali
atau dua kali sehari.
e. Streptomisin injeksi selama 1-2 bulan pertama,
dengan dosis 20 40 mg/Kg BB/hari,
diberikan sekali dalam sehari IM, dosis
maksimum 1 Gr / hari.
Untuk TB milier dan efusi pleural TB diberikan
prednison 1-2 mg/Kg BB/hari, selama 2 minggu.
Kemudian tapering off selama 2 minggu.
Pada meningitis TB diberikan prednison 1-2 mg/Kg
BB/hari, selama 4 minggu, Kemudian tapering off
selama 8 minggu.

7. Penyulit Gangguan tumbuh kembang

10
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : PNEUMONIA

2. Kriteria Diagnosis : a. Anamnesis:


Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi
dapat di dahului dengan infeksi saluran napas
akut bagian atas. Gejalanya antara lain : batuk,
demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan
disekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang
(pada bayi), dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan fisik :
Panas suhu lebih dari 39C, dispne, inspiratori
effort ditandai dengan takipne, retraksi, napas
cuping hidung, dan sianosis. Gerakan dinding
toraks berkurang pada daerah yang terkena,
perkusi normal atau redup.Auskultasi paru dapat
terdengar melemahnya suara napas utama atau
terdapat ronki basah halus nyaring di lapangan
paru yang terkena.

3. Diagnosis Diferensial : Bronkiolitis pada bayi dan anak kecil

4. Pemeriksaan Penunjang : - Darah tepi


- Foto toraks
- Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis
gas arah, biakan kuman dari biopsy paru atau
aspirat nasal.
- Uji tuberkulin

5. Konsultasi : Spesialis anak

6. Terapi : 1. Pemberian oksigen


2.Pemberian kalori dan cairan yang cukup, bila
perlu per infus. Jumlah cairan sesuai berat badan,
kenaikan suhu, dan status hidrasi.
3.Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai
makanan enteral bertahap melalui slang
nasogastrik dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan
inhalasi.
5. Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang
terjadi
6.Antibiotik.

7. Penyulit : Ancaman henti napas.

11
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : MUNTAH

2. Kriteria Diagnosis : 1.Kontraksi otot dinding perut yang didahului fase


mual.
2.Nyeri perut yang mendahului muntah, muntah
berwarna kehiuan atau perut distensi.
3.Muntah tanpa didahului mual dan retching
merupakan petunjuk kemungkinan organ diluar
: saluran cerna sebagai penyebab muntah.
4.Bila tidak ditemukan kelainan organ, perlu
dipikirkan factor non organic sebagai penyebab
muntah.

3. Pemeriksaan Penunjang - Kecurigaan terhadap atresia esophagus dapat


dilakukan pemasangan pipa nasogastrik dan
pemeriksaan foto toraks
- Adanya gangguan gastric outlet dapat dibuktikan
dengan pemeriksaan barium meal, sedangkan
stenosis pylorus hipertrofi selain dengan barium
meal, dapat dengan pemeriksaan USG.
- Kecurigaan terhadap Morbus Hisrchsprung dapat
dilakukan pemeriksaan barium enema dan biopsi
hisap rectum.
- Ileus dapat dibuktikan dengan pemeriksaan foto
polos abdomen 2 atau 3 posisi untuk melihat
distribusi udara.
- Infeksi dapat dibuktikan dengan pemeriksaan
darah tepi lengkap dan urin lengkap.
- Kecurigaan RGE dapat dibuktikan dengan
melakukan pemeriksaan pH usofagus 24 jam
(dirujuk bila tidak tersedia fasilitas ).
- Konsultasi ke psikologi bila dicurigai adanya
factor psikogenik.
- Kecurigaan kelainan organ diluar saluran cerna
dapat dilakukan pemeriksaan sesuai SPM
kelainan tersebut.

4. Konsultasi : Spesialis anak

5. Terapi 1. Mencari penyebab muntah.


2. Atasi keadaan dehidrasi dan kelainan metabolik
yang terjadi akibat muntah.
3. Kelainan organik yang menyebabkan obstruksi
saluran cerna dikonsulkan kebagian bedah untuk
dilakukan koreksi
4. Atasi infeksi yang ada.
5. Muntah yang bukan disebabkan oleh kelainan
organik: dapat diberikan obat anti muntah
domperidon dosis yang dianjurkan 0,2 mg- 0,4
mg/Kg BB tiap 4 sampai 8 jam

12
Panduan Praktik Klinis

Bila ditemukan esofagitis dapat diberikan


antagonis H2 misalnya ranitidine 2 3 mg/Kg
BB/kali 2 kali sehari.
6.Penjelasan kepada orang tua cara memberikan
minum yang benar kepada bayinya.

13
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : DIARE AKUT

2. Definisi : Diare akut adalah buang air besar > 3 kali dalam 24
jam dengan konsistensi cair dan berlangsung < 1
minggu.

3. Kriteria Diagnosis : 1.Tentukan derajat dehidrasi dari anamnesis dan


pemeriksaan fisik
2. Tentukan rencana terapi :
- Tanpa dehidrasi (kehilangan < 5% BB)
- Dengan dehidrasi ringan sedang ( kehilangan
5-10% BB).
- Dehidrasi berat (kehilangan > 10% BB)

4. Pemeriksaan Penunjang : - Pada sebagian besar kasus tanpa dehidrasi atau


dengan dehidrasi ringan tidak diperlukan
pemeriksaan penunjang.
- Pada dehidrasi berat perlu dilakukan pemeriksaan
elektrolit serum, ureum dan kreatinin, kadar gula
darah, dan analisis gas darah.
- Pemeriksaan tinja rutin atau analisis tinja.

5. Konsultasi : Spesialis anak

6. Terapi : 1. Rehidrasi oral bila tidak ada kontraindikasi, bila


ada kontraindikasi maka harus pemberian secara
parenteral.
Volume cairan disesuaikan derajat dehidrasi.
- Tanpa dehidrasi : oralit dan ASI, oralit
diberikan sesuai usia setiap kali buang air besar
atau muntah dengan dosis :
< 1 tahun 50 100 cc
1 5 tahun 100 200 cc
> 5 tahun : semaunya
Dehidrasi tidak berat : rehidrasi dengan oralit 75
cc/Kg BB dalam 3 jam pertama dilanjutkan
pemberian kehilangan cairan yang sedang
berlangsung sesuai umur seperti diatas setiap kali
buang air besar.
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral dengan
cairan RL atau ringer asetat 100 cc /Kg BB. Cara
pemberian :
< 1 tahun 30 cc/KgBB dalam 1 jam pertama,
dilanjutkan 70 cc/KgBB dalam 5 jam berikutnya.
> 1 tahun 30 cc/KgBB dalam jam pertama,
dilanjutkan 70 cc/KgBB dalam 2 jam
berikutnya.
Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5
cc/KgBB selama proses rehidrasi.

14
Panduan Praktik Klinis

2. Pemberian makanan secepatnya


3. Medikamentosa :
- antiemetik, antimotilitas, antidiare kurang
bermanfaat bahkan dapat menyebabkan
komplikasi yang serius.
- Antibiotik tidak efektif pada infeksi virus dan
terindikasi hanya pada keadaan :
a. Pa
togen telah diindentifikasi
b. Pa
sien dengan defek imun
c. K
olera
d. B
ayi < dari 3 bulan dengan biakan tinja
yang positip.
Antibiotik sesuai dengan hasil pemeriksaan
penunjang. Sebagai pilihan adalah
kotrimoksasol, amoksisilin dan atau sesuai
hasil uji sensitifitas.
- Antiparasit : metronidasol
4. Pemberian Zn bermanfaat pada anak malnutrisi
dengan diare.
5. Pemberian imunoglobulin oral untuk terapi
7. Penyulit : diare akut
6. Penggunaan probiotik
7. Pencegahan dan edukasi

Asidosis, hipokalemi, shok, kejang.

15
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : DIARE PERSISTEN

2. Kriteria Diagnosis : Diare persisten bukanlah penyakit, tetapi


merupakan entitas klinik yang disebabkan berbagai
macam etiologi. Oleh karena itu penting untuk
mencari etiologinya, karena pengobatan didasarkan
pada factor penyebabnya.
- Tentukan apakah diarenya tergolong osmotic atau
sekretorik.
- Bila diare osmotic, cari kemungkinan intoleransi
laktosa,CMPSE, atau sindromalabsorpsi.
- Bila diare osmotic, cari kemungkinan bakteri
tumbuh lampau, diare karena antibiotik, atau
infeksi persisten.

3. Pemeriksaan Penunjang : - pH tinja dan bahan pereduksi (clinites) untuk


mendeteksi intoleransi laktosa.
- Eliminasi dan provokasi protein susu sapi untuk
mendeteksi CMPSE.
- Uji malabsorpsi, uji hydrogen napas, uji toksin
clostrilidium difficile dalam tinja (dirujuk bila
tidak tersedia fasilitas)
- Biakan tinja untuk mendeteksi infeksi yang
persisten, baik kuman aerob maupun anaerob.

4. Konsultasi : Spesialis anak

5. Terapi : 1.Atasi dehidrasi, kelainan asam basa dan


gangguan elektrolit.
2. Dukungan nutrisi untuk mencegah dan
mengobati malnutrisi.
3.Tentukan apakah diare yang terjadi jenis
sekretorik atau osmotic untuk memudahkan
pendekatan etiologik dan terapi.
4.Bila intoleransi laktosa, berilah formula/diet
bebas laktosa
5. Bila alergi susu sapi, ASI diteruskan dan ibu
tidak mengkonsumsi susu sapi dan makanan yang
terbuat dari susu sapi. Bila tidak minum ASI
pasien diberi formula hidroli sat protein.
6. Pada sindromalabsorpsi, pasien diberi makanan
atau formula elemental. Bila diet per oral belum
bisa sebaiknya diberi TPN selama 2 minggu
untuk mempercepat regenerasi mukosa usus
halus.

16
Panduan Praktik Klinis

7.Pada bakteri tumbuh lampau, berikam


metronidazol 30mg /Kg BB/hari selama 10 14
hari.

8. Pada diare karena antibiotik hentikan antibiotik


bila mungkin. Berikan metronidazol 30-50mg/Kg
BB/hari selama 7-10 hari dan probiotik 2 kali
10. cfu selama 7 - 10 hari.
9.Pada infeksi persisten, berikan antibiotik sesuai
hasil biakan selama 7 10 hari.

17
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : DEMAM TIFOID

2. Kriteria Diagnosis : a. Anamnesis:


Demam naik secara bertahap tiap hari mencapai
suhu tertinggi pada akhir minggu pertama.
Minggu kedua demam terus menerus tinggi, anak
sering mengigau, malaise, letargi, anoreksia,
nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi,
muntah, perut kembung.

: b. Pemeriksaan fisik :
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai
berat dengan komplikasi. Kesadaran menurun,
delirium, lidah tifoid, meteorismus,
hepatomegali, splenomegali.

3. Diagnosis Diferensial : - Stadium dini influenza, gastroenteritis, bronkitis,


bronkopneumonia.
- Tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, malaria.
- Demam tifoid berat : sepsis, leukemia, limfoma.

4. Pemeriksaan Penunjang : - Darah tepi perifer.


- Pemeriksaan serologi
- Pemeriksaan biakan Salmonela.
- Pemeriksaan radiologis :
- Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi
pneumonia.
- Foto abdomen, apa bila diduga terjadi
komplikasi intra intestinal

5. Konsultasi : 1. Spesialis anak


2. Bedah bila terjadi perforasi usus

6. Terapi : a. Medikamentosa :
- Antibiotik tergantung pada kondisi klinis dapat
dipilih :
Kloramfenikol (drug of choice) 50 100
mg/KgBB/hari, oral atau IV dibagi 4 dosis
selama 10 14 hari.
Amoksisilin 100 mg/KgBB/hari, oral atau IV
selama 10 hari
Kotrimoksasol 6 mg/KgBB/hari oral selam 10
hari
Seftriakson 80 mg/KgBB/hari IV atau IM
sekali sehari selama 5 hari
Sefiksim 10 mg/KgBB/hari oral, dibagi dalam

18
Panduan Praktik Klinis

2 dosis, selam 10 hari


- Kortikosteroid, diberikan pada kasus berat
dengan gangguan kesadaran, deksametason 1-3
mg/KgBB/hari IV dibagi 3 dosis hingga
kesadaran membaik

b. Tindakan bedah
Bila terdapat perforasi usus.
7. Penyulit :
- Intra intestinal : perforasi usus atau perdarahan
saluran

- Ekstra intestinal : ensefalopati tifoid, hepatitis


tifosa, meningitis, pneumonia, syok septic,
pielonefritis, endokarditis, osteomielitis, dan lain-
lain.

19
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : DEMAM BERDARAH DENGUE

2. Kriteria Diagnosis : Kriteria klinis ( WHO tahun 1997 ) :


a. Dem
am tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas,
berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
b. Terd
apat manifestasi perdarahan, termasuk uji
bendung positip, petekie, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, melena.
c. Pem
besaran hati.
d. Syo
k, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin,
kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
Kriteria laboratorium
a. Trombositopenia ( 100.000 / L atau kurang ).
b. Hem
okonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit
20% menurut standar umur dan jenis kelamin.
c. 2 kriteria klinis pertama dan trombositopenia dan
3. Diagnosa Diferensial : hemokonsentrasi, serta dikonfirmasi secara uji
serologic hemaglutinasi.

- Selama fase akut penyakit, sulit untuk


membedakan DBD dari demam dengue dan
penyakit virus lain yang ditemukan di daerah
tropis.
- Penyakit infeksi lain seperti sepsis, meningitis
meningokokkus.
4. Pemeriksaan Penunjang : - Penyakit darah seperti trombositopenia purpura
idiopatik, leukemia, anemia aplastik.

- Darah tepi perifer.


- Pada apusan darah perifer juga dapat dinilai
limfosit plasma peningkatan 15 % menunjuang
diagnosis DBD
- Pemeriksaan uji serologis, uji hemaglutinasi
inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase
konvalesen.
- Pemeriksaan radiologis :
- Foto toraks dilakukan atas indikasi
5. Konsultasi : - USG : efusi pleura, kelainan dinding vesika
felia dan dinding buli buli.
20
Panduan Praktik Klinis

Spesialis anak
Rujuk ICU anak atas indikasi :
- Syok berkepanjangan (syok tidak teratasi lebih
dari 60 menit ).
- Syok berulang (pada umumnya disebabkan oleh
perdarahan internal).
6. Perawatan rumah sakit : - Perdarahan saluran cerna
- DBD ensefalopati
7. Terapi :
Rawat inap

Terapi DBD tanpa syok (derajat I dan II)


a. Medikamentosa :
- Antipiretik, dianjurkan pemberian parasetamol
- Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang
tidak diperlukan untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati.
- Kortikosteroid dan antibiotik diberikan pada
DBD ensefalopati.
- Kortikosteroid tidak diberikan apabila terdapat
perdarahan saluran cerna.
b. Supportif
- Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai
akibat peningkatan permiabilitas kapiler dan
perdarahan
- Cairan intra vena diperlukan apabila (1)
anak terus menerus muntah, tidak mau minum,
demam tinggi, dehidrasi dapat mempercepat
terjadinya syok. (2) nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala.
Terapi DBD disertai syok (Sindrom Syok
Dengue, derajat III dan IV ) :
- Penggantian volume plasma segera, cairan
intra vena larutan ringer laktat 10 20
ml/Kg BB secara bolus dalam waktu 30
menit. Apabila syok belum teratasi tetap
berikan ringer laktat 20 ml/Kg BB
ditambah koloid 20 30 ml/Kg BB/jam
maksimal 1500ml/hari.
- Pemberian cairan 10 ml/KgBB/jam tetap
diberikan sampai 24 jam pasca syok. Volume
cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB/jam dan
selanjutnya 5 ml, dan 3 ml apabila tanda vital
baik.
- Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan
lagi 48 jam setelah syok teratasi
- Jumlah urin 1 ml/KgBB/jam merupakan
indikasi bahwa sirkulasi membaik.
- Oksigen 2-4 L/menit
- Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit
21
Panduan Praktik Klinis

- Tranfusi darah atas indikasi.


Terapi DBD Ensefalopati
- Pada ensefalopati cenderung terjadi edem otak
dan alkalosis, maka bila syok telah teratasi,
cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HCO3- dan jumlah cairan segera
dikurangi.

8. Penyulit :

- Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD


dengan syok atau tanpa syok.
- Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan
dapat terjadi gagal ginjal akut
- Edema paru, sering kali terjadi akibat
9. Lama Perawatan : overloading cairan

Dipulangkan bila :
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Klinis tampak perbaikan
- Hematokrit setabil
- 3 hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit lebih dari 50.000 / L
- Tidak dijumpai distress pernapasan

22
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : IKTERUS NEONATORUM

2. Kriteria Diagnosis : Ikterus adalah warna kulit dikulit, konjungtiva, dan


mukosa akibat penumpukan bilirubin dalam serum.
Sedangkan hiperbilirubunemia adalah ikterus
dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus
kearah terjadinya kernikterus atau ensefalopati
bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.

3. Pemeriksaan Penunjang : - Kadar bilirubin serum (total). Kadar bilirubin


serum direk dianjurkan untuk diperiksa bila
dijumpai bayi kuning dengan usia > 10 hari dan
atau dicurigai adanya kolestasis.
- Darah tepi lengkap
- Penentuan golongan darah dan resus dari ibu dan
bayi. Bayi yang berasal dari ibu dengan resus
negatip harus dilakukan pemeriksaan golongan
darah, resus, uji coombes pada saat bayi baru
dilahirkan. Juga diperiksa kadar hemoglobin dan
bilirubin tali pusat.
- Pemeriksaan kadar enzim G6PD
- Pada iketrus yang lama lakukan uji fungsi hati,
USG hati, sintigrafis sistim hepatobiliar, uji
fungsi tiroid, uji urin terhadap galaktosemia (bila
perlu)
- Bila dicurigai sepsis, pemeriksaan kultur darah,
urin, iteratio dan CRP.

4. Konsultasi 1. Spesialis anak


2. Perinatologi / NICU bila dilakukan transfusi
tukar
3. Saraf anak bila terjadi kernikterus

5. Terapi : 1. Pertimbangkan terapi sinar pada :


- NCB SMK sehat : kadar bilirubin total >
12mg/dl
- NKB sehat : kadar bilirubin total > 10 mg/dl
2.Pertimbangkan transfusi tukar bila kadar bilirubin
indirek > 20mg/dl
Pada keadaan ikterus patologis, angka-angka
diatas harus dimodifikasi dan pada umumnya

23
Panduan Praktik Klinis

tatalaksana bersifat lebih agresif

1. Nama Penyakit /Diagnosis : ANEMIA KEKURANGAN BESI

2. Definisi/Batasan : Anemia kekurangan besi (AKB) adalah anemia


yang disebabkan kurangnya zat besi untuk sintesis
hemoglobin.

3. Kriteria Diagnosis : - Klinis : pucat yang berlangsung lama (kronik)


tanpa perdarahan (petekie ekimosis atau
hematoma) maupun hematomegali. Limpa
kadang sedikit membesar, tetapi umumnya tidak
teraba.
- Adanya riwayat faktor predisposisi dan faktor
penyebab.
-Responsif terhadap pemberian zat besi
- Laboratorium: kadar Hb rendah, jumlah eritrosit
umumnya normal, tetapi kadang rendah. Jumlah
leukosit, hitung jenis dan trombosit biasanya
normal kecuali disertai infeksi.

4. Pemeriksaan Penunjang : Diagnosis pasti melalui pemeriksaan kadar


besi/feritin serum yang rendah (bila diperlukan)
Gambaran darah tepi : anemia hipokromik
mikrositer.
Pemeriksaan feses (lengkap atau analisa).

5. Terapi : - Preparat besi diberikan sampai kadar Hb normal,


kemudian dilanjutkan sampai cadangan besi
terpenuhi.Dapat diberikan oral dengan dosis 3-5
mg besi elemental /kg BB/hari.Pemberian oral
(ferosulfas) merupakan cara yang mudah dan
hasilnya memuaskan, untuk mengurangi efek
samping mual dan sakit perut diberikan dalam 2
dosis segera sesudah makan. Hasil pengobatan
dinilai dengan pemeriksaan Hb dan
retikulosit seminggu sekali dan SI dan feritin
sebulan sekali atau sampai 2 bulan setelah Hb
normal tanpa pemeriksaan SI dan feritin.
- Transfusi darah hanya dilakukan bila kadar Hb <
6 g/dl atau kadar Hb 6g/dl disertai tanda gagal
jantung, infeksi berat atau akan menjalani
operasi.

24
Panduan Praktik Klinis

- Pengobatan terhadap penyebab


- Pencegahan dan pendidikan gizi

1. Nama Penyakit /Diagnosis : INFEKSI SALURAN KEMIH

2. Definisi /Batasan : Infeksi saluran kemih (ISK) ialah adanya


pertumbuhan bakteri di dalam saluran kemih,
meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi
di kandung kemih. Pertumbuhan bakteri yang
mencapai > 100.000 unit koloni per ml urin segar
pada pengambilan dengan kateter atau pancar
tengah.

3. Kriteria Diagnosis : Anamnesis :


Pada neonatus sampai usia 2 bulan
menyerupai gejala sepsis, berupa demam, apatis,
berat badan tidak naik, muntah,diare, anoreksia,
ikterus.problem minum, dan sianosis. Pada bayi
gejalanya berupa demam, berat badan sukar naik,
anoreksia. Pada anak besar gejalanya lebih khas
seperti sakit waktu miksi, frekuensi miksi
meningkat, nyeri perut/pinggang, mengompol,
polakisuria atau urin yang berbau menyengat.
Pemeriksaan fisik
Demam, nyeri ketok sudut kosto-vertebral, nyeri
tekan supra simfisis, sinekia vulva, hipospadia,
epispadia, dan kelainan pada tulang belakang.

4. Pemeriksaan Penunjang : Urinalisis dapat ditemukan proteinuria,


leukosituria (leukosit >5/LPB), hematuria
(eritrosit >3/LPB).
Darah tepi : leukositosis
Biakan urin dan uji sensitivitas
Kreatinin dan ureum untuk menilai fungsi ginjal
Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk
mencari kelainan anatomis maupun fungsional
saluran kemih.

5. Konsultasi : Rujukan ke Bedah Urologi sesuai dengan kelainan


yang ditemukan.
Rujukan ke Unit Rehabilitasi Medik untuk buli-buli
neurogenik.
Rujukan kepada sub bagian ginjal anak bila ada

25
Panduan Praktik Klinis

gagal ginjal.

6. Terapi : - Eradikasi infeksi akut dengan antibiotik 7-14 hari


dimulai dengan antibiotik empirik sampai
didapatkan hasil uji resistensi. Kemudian jenis
antibiotik disesuaikan dengan hasil uji resistensi .
- Pencegahan dan pengobatan infeksi berulang
- Bila memungkinkan lakukan biakan urin pasca
terapi antibiotik setelah 1 bulan, dan setiap 3
bulan. Jika ada infeksi antibiotik diberikan
sesuai hasil uji resistensi.
- Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK
simpleks berulang atau ISK kompleks (ISK yang
disertai dengan kelainan anatomis maupun
fungsional saluran kemih yang menyebabkan
stasis atau aliran balik urin).
- Koreksi bedah terhadap kelainan anatomik
saluran kemih bila diperlukan. .

26
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : OBESITAS

2. Definisi /Batasan : Suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan


penimbunan jaringan lemak tubuh secara
berlebihan.dan ditandai adanya gambaran klinis
yang khas. Kelainan ini sering disertai komplikasi
berupa hiperlipidemia, hipertensi,obstructive sleep
apnea syndrome (OSAS), non-alkoholic steato
hepatitis(NASH) Obesitas pada anak didefinisikan
sebagai berat badan menurut tinggi badan di atas
persentil ke-90, atau 120 % berat badan ideal.

3. Kriteria Diagnosis : Anamnesis :


- riwayat pertumbuhan/pertambahan berat badan
- kapan mulai tampak gemuk
- riwayat masukan makanan
- riwayat penyakit dalam keluarga: obesitas,
penyakit koroner, diabetes mellitus, hipertensi,
hiperlipidemia
- tidur mengorok
- aktivitas sehari-hari
Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan fisik :
- pengukuran BB,TB,BB/TB, BMI, tekanan
darah
- muka tembem,dagu rangkap,leher pendek dada
busung dengan payudara yang membesar
mengandung jaringan lemak, perut membuncit
disertai dinding perut yang berlipat-lipat kaki
bentuk X atau O
- pada anak laki : buried penis

4. Pemeriksaan Penunjang : - darah perifer lengkap


- profil lipid : trigliserida,kolesterol total,HDL,LDL
- fungsi hati :SGOT,SGPT
- fungsi ginjal : ureum,kreatinin, asam urat
- gula darah puasa dan 2 jam postprandial
- atas indikasi : X foto orofarings AP/Lat, USG hati
lain-lain sesuai komplikasi yang ada

5. Konsultasi : bila perlu rujuk ke berbagai disiplin ilmu sesuai


dengan kelainan yang ditemukan seperti sub-

27
Panduan Praktik Klinis

spesialisasi gizi, endokrin, kardiologi, hepatologi,


ahli gizi dan psikolog.

6. Terapi : - Pengaturan diet : kebutuhan energi sesuai berat


badan ideal (berdasar tinggi badan) perhatikan
tumbuh kembang anak
- Olahraga/peningkatan aktivitas
- Modifikasi perilaku

1. Nama Penyakit /Diagnosis : KESULITAN MAKAN PADA ANAK

2. Definisi /Batasan : Segala sesuatu yang berkaitan dengan ketidak


mampuan bayi/anak untuk mengkonsumsi
sejumlah makanan yang diperlukannnya secara
alami dan wajar yaitu dengan menggunakan
mulutnya secara sukarela.

3. Kriteria Diagnosis : Anamnesis :


Keluhan dapat bermacam-macam, misalnya makan
terlalu sedikit (anoreksia), tidak mau menelan
makanan, keterlambatan makan, kebiasaan makan
yang aneh, hanya mau makan makanan tertentu,
cepat bosan.
Pemeriksaan fisik :
1. Berkaitan dengan penyakit /kelainan organik
- kelainan pada gigi-geligi dan rongga mulut
- kelainan bawaan
- infeksi
- penyakit neuromuscular

2. Kelainan saluran cerna


3.Penyakit infeksi akut/kronik lainnya : infeksi
saluran napas bawah
4. Berkaitan dengan gangguan/kelainan psikologis

4. Pemeriksaan Penunjang : Sesuai dengan penyakit dasar

5. Terapi : Medikamentosa : sesuai kelainan/penyebab


Bedah : bila ada kelainan antomis

Suportif : bersifat individual, tergantung


pada beratnya dan factor
penyebab
Perubahan perilaku makan anak
dan perilaku pengasuh

28
Panduan Praktik Klinis

1. Nama Penyakit /Diagnosis : DEMAM TANPA PENYEBAB YANG JELAS

2. Kriteria Diagnosis : Anamnesis :


- riwayat imunisasi
- paparan terhadap infeksi
- nyeri menelan
- nyeri telinga
- batuk/sesak nafas
- muntah/diare
- nyeri/menangis waktu buang air kecil

Pemeriksaan fisik :
Ukur suhu tubuh
Tentukan derajat sakitnya

Subyektif :
- kualitas tangis
- reaksi terhadap orang tua
- tingkat kesadaran
- warna kulit/selaput lendir
- interaksi

3. Pemeriksaan Penunjang : Darah lengkap, urinalisis, bila anak tampak sakit


berat diperlukan juga biakan urin dan biakan darah,
hitung jenis.
Bila perlu pemeriksaan foto rontgen dada
Bila ada tanda-tanda meningitis, dilakukan pungsi
lumbal (bila orang tua setuju).

4. Terapi : Medikamentosa :
- anak yang tidak tampak sakit, tidak perlu dirawat,
diperiksa pemeriksaan laboratorium, dan tidak
perlu diberi antibiotik.
- apabila dari anemnesis, pemeriksaan fisik
laboratorium menunjukkan hasil risiko tinggi
untuk terjadinya bakteremia tersembunyi, harus
diberikan antibiotik setelah pengambilan sediaan
untuk biakan.

Antibiotik pilihan :
- amoksisilin 60-100 mg/hr
- seftriakson 50-75 mg/kbb/hr maksimum 2 g/hr

29
Panduan Praktik Klinis

- sefotaksim 100 mg/kg/hr


- bila demam menetap 5 hari perlu dilakukan
pemeriksaan ulang untuk menilai focus infeksi
yang tidak terdeteksi sebelumnya.

1. Nama Penyakit /Diagnosis : KONSTIPASI

2. Definisi /Batasan : Konstipasi adalah keterlambatan atau kesulitan


buang air besar yang terjadi 1 sampai 2 kali per
minggu atau lebih dari 3 hari berturut-turut.
3. Kriteria Diagnosis : Anamnesis :
- Ditanyakan mengenai keluhan tentang kesulitan
buang air besar 2 kali atau lebih dalam 1 minggu.
Apakah buang air besar sulit, terasa sakit, apakah
disertai darah dan terasa nyeri perut (mulas).
- Apakah didapatkan demam, perut kembung, nafsu
makan menurun, mual, muntah, berat badan yang
menurun, dan adanya gangguan pertumbuhan,
dan apakah didapatkan diare berselang.
- Ditanyakan mengenai masalah dalam keluarga

Pemeriksaan fisik :
- Pemeriksaan abdomen : apakah teraba massa di
sebelah kiri bawah Pemeriksaan eksternal :
pada perineum dan daerah perianal, apakah
terdapat fisura ani. Pada pemeriksaan colok
dubur (kalau diperlukan) dirasakan tonus sfingter,
ukuran rectum, jepitan rectum, dan apakah teraba
tinja yang mengeras di dalam rectum (skibala).
Apakah terlihat adanya darah dan tinja pada
sarung tangan.

4. Pemeriksaan Penunjang : Darah Perifer


- Tinja rutin
-Pemeriksaan kearah kelainan metabolik
(hipertiroid, hipoparatiroid, diabetes insipidus)
-Foto polos abdomen : terlihat adanya
massa/skibala di daerah rectum.
-Pemeriksaan lain disesuaikan dengan
kemungkinan penyebab

5. Konsultasi : - Sub spesialis gastrohepatologi anak, bila terjadi


konstipasi kronik lebih dari 3 bulan
- Bedah, diperlukan pada kasus Hischprung,
striktura ani dan adanya kelainan organik
- Gizi bisa terjadi gagal tumbuh

30
Panduan Praktik Klinis

6. Terapi : Tahap I
- Melakukan modifikasi makanan dengan banyak
makanan berserat
- Banyak minum
- Olah raga
- Toilet training
Tahap 2
Gunakan laksansia, untuk melunakkkan tinja, dosis
sesuai umur
1. Nama Penyakit /Diagnosis : BRONKIOLITIS
2. Definisi /Batasan : Adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut
pada saluran nafas kecil atau bronkiolus yang
terjadi pada anak kurang dari 2 tahun dengan
insidens tertinggi pada usia sekitar 6 bulan dengan
penyebab tersering respiratory sincytial vitus (RSV)
diikuti dengan parainfluenzae dan adenovirus.
Anamnesis :
3. Kriteria Diagnosis : - Anak usia < 2 tahun dengan didahului ISPA,
gejala batuk pilek, biasanya tanpa demam atau
subfebris.
- Sesak napas makin hebat dengan napas dangkal
dan cepat
Pemeriksaan Fisik :
- Demam, Dispneu
- Expiratory effort dan retraksi
- Napas cepat dangkal, napas cuping hidung,
sianosis sentral, gelisah
- Jika obstruksi hebat suara napas dapat tak
terdengar
- Ronki basah halus nyaring pada akhir atau awal
ekspirasi
- Perkusi paru hipersonor
- Darah tepi : tidak Khas
4. Pemeriksaan Penunjang : - Ro thoraks : hiperinflasi paru atau emfisema
dengan diameter AP membesar, pada foto lateral
terlihat bercak konsolidasi tersebar.
- AGD menunjukkan hiperkarbia sebagai tanda air
trapping asidosis metabolik atau respiratorik.
- Rapid test : antigen RSV (bila tersedia/atau
fasilitas di RSMG memungkinkan)..
Bila memburuk ke ICU Anak
5. Konsultasi :
Tatalaksana : masih controversial ; yang dianjurkan
6. Terapi : adalah :
- O2 1 2 liter per menit
- Cairan dan kalori cukup, bila perlu dengan IVFD
* Bayi > 1 bulan diberikan IVFD D10: NaCl
0,9% 3:1 atau KAEN IB ditambah KCL 10
31
Panduan Praktik Klinis

mEQ/500 mL cairan.
* Neonatus diberikan IVFD D10 : NaCl 0,9% 4:1
ditambah KCL 10 mEq/500mL cairan.
* Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan
suhu dan status hidrasi
Atau yang tersedia di Rumah Sakit Medika
Gria seperti KAEN I B.

- Koreksi kelainan asam basa dan elektrolit yang


timbul
- Antibiotika dapat diberikan :
* Community based :
- Ampisilin 100 mg/kg/hari dalam 4 kali
pemberian
- Kloramfenikol 75 mg/kg/hari dalam 4 kali
pemberian
* Hospital based : sefotaksim 100 mg/kg/hari
dalam 2 kali pemberian
* Lama pemberian 7-10 hari atau sampai 4-5 hari
bebas demam
- Kortokosteroid : deksametasone 0,5 mg/kg
dilanjutkan dengan 0.5 mg/kg/hari dibagi 3-4
dosis.
- Dapat diberikan inhalasi saline normal dan beta
untuk memperbaiki bersihan mukosilier
- Pemberian kortikosteroid juga belum dapat
dibuktikan bermanfaat. Laporan penelitian
menunjukkan ada yang berhasil baik namun ada
pula yang tidak berpengaruh .
- Pemberian antivirus seperti ribavirin dapat
dipertanggung jawabkan, terutama untuk bayi
risiko tinggi yaitu dengan cystic fibrosis,
bronchopulmonary dysplasia, imunodefisiensi,
dan penyakit jantung bawaan. Obat ini terbukti
efektif untuk pasien dengan ventilator.
- Imunoterapi masih dalam penelitian, terutama
imunoglobulin untuk infeksi RSV

Suportif
Terapi suportif mencakup pemberian oksigen
lembab, monitor kemungkinan hipoksemia, apneu,
dan gagal nafas, monitor suhu tubuh, dan
pemberian cairan sesuai kebutuhan.

32
Panduan Praktik Klinis

IMUNISASI

Vaksinasi adalah pemberian vaksin (antigrn)yang dapat merangsang pembentukan imunitas


(antibodi) sistim imun di dalam tubuh.

TATA CARA :
1. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko bila tidak diimunisasi.
2. Periksa kembali persiapan untuk melakukan tindakan bila terjadi reaksi ikutan yang tidak
diharapkan
3. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi imunisasi yang akan diberikan, riwayat KIPI
sebelumnya
4. Periksa jenis vaksin; cara penyimpanan vaksin, kualitas vaksin
5. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan adalah sesuai jadwal dan dapat ditawarkan vaksin
yang lain untuk mengejar imunisasi yang ketinggalan bila diperlukan
6. Berikan vaksin dengan cara yang benar, memakai jarum dan semprit yang sesuai, lokasi
pemberian yang benar, arah jarum suntik dan posisi bayi/anak penerima vaksin
7. Setelah imunisasi, catat imunisasi dalam rekam medis rumah sakit dan dalam rekam medis
pribadi dan berikan petunjuk kepada orang tua tentang apa yang harus dikerjakan bila
terjadi reaksi yang biasa atau yang lebih berat.
8. Periksa status imunisasi anak dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan bila
diperlukan. :

JENIS VAKSIN
Jenis vaksin yang dapat dipergunakan adalah vaksin PPI dan non PPI.

PENYIMPANAN
Vaksin yang disimpan dan diangkut dalam suhu yang tidak sesuai akan kehilangan potensinya.
Secara umum suhu untuk penyimpan vaksin adalah 2-8 0C. vaksin DPT,DT, hepatitis B, hepatitis
A, Hib, influenza dan pneumokok menjadi tidak aktif bila beku. Vaksin BCG, OPV dan
campak dapat disimpan dalam suhu 150 C s / d ---250C.

PENGENCERAN
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan pelarut khusus dan digunakan dalam periode
waktu tertentu. Bila vaksin telah diencerkan,harus diperiksa tanda-tanda kerusakan (warna dan
kejernihan). Vaksin campak yang telah dilarutkan, cepat mengalami perubahan pada suhu
kamar, setelah 2-7 jam potensi sudah menurun dibawah potensi yang diperbolehkan.

PEMBERIAN SUNTIKAN
Setiap suntikan harus menggunakan semprit dan jarum yang baru. Setelah dipakai, semprit dan
jarum dibuang dalam tempat tertutup yang tidak mudah robek dan bocor.
Standar jarum suntik adalah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, kecuali :

33
Panduan Praktik Klinis

- pada bayi kurang bulan, bayi kurang dari 2 bulan, dan bayi kecil lainnya dapat dipakai
jarum 26
- untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dipakai jarum 24
- untuk suntikan intradermal dipakai jarum
Posisi anak dan lokasi suntikan yang dianjurkan
Bayi dan anak diletakkan di atas meja periksa, dapat dipegang oleh orang tua/pengasuh atau
dalam posisi setengah tidur pada pangkuan orang tua/pengasuh. Celana, popok harus dibuka
bila menutupi otot vastus lateralis.
Untuk bayi kurang dari 1 tahun, bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi adalah paha
anterolateral yaitu vastus lateralis. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak
yang lebih besar(telah dapat berjalan). Penyuntikan di daerah gluteus tidak dianjurkan untuk
vaksinasi pada anak oleh WHO.

PENCATATAN
Setelah melakukan vaksinasi, perlu dicatat nama vaksin, nomor batch vaksin, tanggal pemberian
dan nama rumah sakit/dokter yang memberikan.

Penjelasan kepada orang tua


Sebelum melakukan imunisasi, dokter sebaiknya memberikan penjelasan kepada orang tua
bahwa imunisasi dapat melindungi anak dari bahaya penyakit dan mempunyai manfaat yang
lebih besar dibandingkan risiko kejadian ikutan yang dapat ditimbulkannya., selain itu kejadian
ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang mungkin timbul perlu diberitahukan dan diantisipasi.

PEMANTAUAN KIPI
Pasca vaksinasi, bayi sebaiknya diobservasi selama 15 menit, untuk menilai kemungkinan
timbulnya reaksi anafilaksis.

Imunisasi pada keadaan khusus


Imunisasi pada keadaan khusus adalah imunisasi pada bayi atau anak yang menderita defisiensi
imunitas, dan bayi prematur.

34
Panduan Praktik Klinis

RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

Persiapan untuk resusitasi


- Mengantisipasi pentingnya melakukan resusitasi
- Mempersiapkan alat dan SDM nya

Kasus persalinan dari seorang bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan
meninjau riwayat antepartum dan intrapartum

Faktor Antepartum

Umur > 35 tahun Kehamilan lewat waktu


Ibu dengan diabetes Kehamilan ganda
Hipertensi pada kehamilan Dismaturitas
Hipertensi kronik Pengobatan pada ibu mis
Anemia atau iso imunisasi - Lithium carbonate
Kematian janin atau kematian - Magnesium
neonatus sebelum kehamilan ini - Adrenergic blocking drugs
Perdarahan pada semester Kecanduan obat
kedua/ketiga Hidramnion
Infeksi pada ibu Cacat bawaan janin
Oligohydramnion Janin kurang aktif
Ketuban pecah dini Tidak ada asuhan antenatal

Faktor Intrapartum

SC darurat Denyut jantung janin abnormal


Sungsang atau kelainan letak Pemakaian anesthesia umum
Persalinan kurang bulan Kontraksi hipertonik

Ketuban pecah dini, > 24 jam Pemberian obat narkotika pada ibu dalam jangka
Sebelum persalinan waktu 4 jam sebelum persalinan

Persalinan presipitatus Cairan amnion bercampur mekonium


Persalinan lama (> 18 jam) Prolaps tali pusat
Kala kedua persalinan lebih dari 2 jam Solusio plasenta
Plasenta previa

Segera setelah lahir bayi :


- Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas
- Bayi dikeringkan untuk mencegah kehilangan panas
- Dilakukan resusitasi
35
Panduan Praktik Klinis

A membuka jalan napas


B menimbulkan pernapasan
C memastikan sirkulasi

Urutan langkah yang perlu dilakukan :

Langkah Awal : Mencegah kehilangan panas


- Letakkan bayi terlentang dibawah alat pemancar panas
- Keringkan bayi dari air ketuban
- Singkirkan kain pengering yang basah

Membuka jalan napas


- Letakkan bayi dalam posisi yang benar
- Menghisap lendir bayi
- Rangsang taktil (bila perlu), rangsang taktil hanya
dilakukan sebentar (beberapa detik) menepuk-nepuk/
menyentil telapak kaki (satu atau dua kaki) atau menggosok
punggung bayi

< 20 detik
Menilai Bayi
- Pernafasan
- Frekuensi Jantung
- Warna kulit

36
Panduan Praktik Klinis

Bila cairan ketuban tidak bercampur mekonium atau air ketuban yang diwarnai
mekonium tanpa terlihat partikel mekonium, penghisapan lendir cukup dari mulut dan
hidung saja.
Bila terdapat mekonium kental dan keruh diperlukan penghisapan langsung dari trakea.
Pada penghisapan dari trakea waktu yang dibutuhkan lebih banyak, bila terdapat lebih
dari seorang yang dapat membantu langkah awal ini maka tahap ini dapat dikerjakan
secara simultan ( bersamaan)
Pada bayi dengan mekonium kental keruh
* Penghisapan/pembersihan jalan napas, segera setelah kepala lahir
* Setelah lahir, segera taruh dibawah alat pemancar panas dan langsung hisap sisa
mekonium di hipo farings dengan pandangan langsung, dan lakukan intubasi
endotrakeal untuk menghisap mekonium pada saluran napas bawah.
Catatan :
Masih terjadi kontroversi apakah bayi aktif dengan air ketuban bercampur mekonium di
perlukan penghisapan dari trakrea .
Menilai Bayi
Bayi
Resusitasi PRN Bayi Tidak
Usaha Bernafas
Observasi Encer Penghisapan
Mekonium di /gasping
intrapartum
dalam airdari Rangsang
ketuban taktikPRN Kental
Penghisapan
Resusitasi
mulut,
aktif Bernapas depresi farings, hidung VTP dengan
trakea O2 100 %
15 30 detik
Frek 40 60 x/mnt
Menilai
Frekuensi denyut
jantung

- Diatas 100 di bawah 100 VTP dengan O2 100 %


- Napas spontan

Hentikan VTP
Frek jantung < 60 x/mnt Frek denyut jantung
60-100 x/m 60-100 x/mnt
Menilai warna kulit & meningkat - - VTP + tidak meningkat
- - Penekanan dada
Lanjutkan VTP (lihat lampiran
Prosedur) - Lanjutkan VTP
- Periksa kesempurnaan
Kemerahan / Sianosis sentral - Frek < 80 x/m mulai
Sianosis perifer penekanan dada

Berikan O2 80 100 %
Lanjutkan
Observasi bayi
Nilai warna kulit

37
Panduan Praktik Klinis

Kemerahan Sianotik

Secara perlahan Teruskan O2


mengurangi O2 80-100 %
bayi tetap kemerahan

INDIKASI PENENKANAN DADA

Bayi memerlukan penekanan dada bila, setelah 15-30 detik mendapat ventilasi dengan O 2
100 %, frekuensi jantung kurang dari 60 kali per menit atau 60-80 kali per menit dan tidak
bertambah.
Ventilasi dengan 100% O2
selama 15-30 detik

Frekuensi
Jantung
Kurang 60 Tidak
Lanjutkan ventilasi
60-80 dan
O2 100% tidak
Tidak
bertambah
?

Ventilasi Ya Penekanan

Ventilasi dengan O2 100% selama Sediakan alas keras


saat istirahat setelah setiap untuk menopang bagian
penekanan ketiga belakang

Tentukan lokasi untuk


melakukan penekanan

Tekan sternum dengan


kecepatan 2 per detik dengan
detik istirahat setelah setiap
penekanan ketiga

38
Panduan Praktik Klinis

Setelah 30 detik, hentikan


Hentikan ventilasi selama penekanan dan pantau frekuensi
memantau frekuensi jantung jantung selama 6 detik

O2

Tidak Ya
Frek.
Teruskan ventilasi Jantung
Hentikan penekanan
dan penekanan dada > 80 Teruskan ventilasi

Bila VTP (Ventilasi tekanan positip ) dan penekanan dada tidak menghasilkan perbaikan :
- Pertimbangan intubasi (lihat lampiran)
- Pertimbangan pemberian obat (lihat lampiran)
- Pertimbangan rujuk NICU

Obat obat Frekuensi jantung 0


atau
Epinefrin Frekuensi jantung < 80/mnt setelah
Volume VTP dan penenkanan dada 30 detik
expanders
Natrium
Bikarbonat Boleh diulang
Beri epinefrin setiap 3-5 menit
bila perlu

Frekuensi Hentikan
jantung pemberian
> 100 ? obat

Apnu lama yang Terjadi /diduga


tidak menunjukkan terdapat kehilangan
respon terhadap darah dgn tanda-tanda Dapat diulang
terapi lain hipovolemia bila tanda
hipovolemia
Beri Natrium Beri
menetap
Bikarbonat Volume expanders

Dopamin
Depresi
berlanjut

39
Panduan Praktik Klinis

Pertimbangkan penyebab lain


Pnemotoraks
Hernia Diafragmatika
Persistent Pulm Hypertension
Pertimbangan pemberian dopamine
Konsultasi/Rujuk NICU

Nalokson Depresi pernapasan dan


Hidrokloid riwayat pemberian narkotik
pada ibu 4 jam sebelumnya

Beri Nalokson hidroklorid

40
Panduan Praktik Klinis

41
Panduan Praktik Klinis

42
Panduan Praktik Klinis

43
Panduan Praktik Klinis

44

Anda mungkin juga menyukai