Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori

1. Hand Hygiene

a. Pengertian

Hand hygiene merupakan istilah umum yang biasa digunakan

untuk menyatakan kegiatan yang terkait membersihkan tangan (WHO,

2009). Salah satu cara untuk mencegah kontaminasi silang dari

mikrorganisme sehingga dapat menurunkan dan mencegah insiden

kejadian infeksi nosokomial yaitu hand hygiene, baik itu melakukan

proses cuci tangan atau disinfeksi tangan merupakan (Akyol, 2007).

Salah satu cara terpenting dalam rangka pengontrolan infeksi agar

dapat mencegah infeksi nosokomial yaitu dengan cara melaksanakan

hand hygiene, baik melakukan cuci tangan ataupun hand rubbing

(Mani, dkk., 2010).

b. Tujuan Hand Hygiene

Tujuan hand hygiene dilakukan secara rutin dalam perawatan

pasien ialah untuk menghilangkan kotoran dan bahan organik serta

kontaminasi mikroba dari kontak dengan pasien atau lingkungan

(WHO, 2009).

Kebersihan tangan tenaga kesehatan sangat membantu

pencegahan penularan kuman berbahaya dan mencegah infeksi terkait

13
Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
1

perawatan kesehatan. Hal ini dikarenakan tangan adalah jalur utama

penularan kuman selama perawatan pasien (Pratami, dkk., 2012).

Perpindahan kuman patogen secara umum terjadi pada tangan

petugas kesehatan yang terkontaminasi (Mani, dkk., 2010). Dalam

“WHO Guideline on Hand hygiene in Health Care” yang diterbitkan

pada tahun 2009 diketahui bahwa terdapat bakteri yang mendiami

tangan manusia, yaitu :

1) Resident flora merupakan mikroorganisme yang bertempat tinggal

di kulit yaitu pada lapisan luar startum corneum dan pada

permukaan kulit. Resident flora tidak terlalu dikaitkan dengan

kejadian infeksi nosokomial. Contoh : Staphylococcus Epididimis,

S. Hominis, beberapa jenis bakteri dan fungi.

2) Transient flora merupakan mikroorganisme pada lapisan kulit yang

dapat dihilangkan dengan pelaksanaan hand hygiene secara rutin.

Transient flora dapat bertahan dan memperbanyak diri secara

sporadis pada permukaan kulit walau jenis mikroorganisme ini

tidak memperbanyak diri pada kulit. Jenis mikroorganisme yang

termasuk transient flora ini didapatkan petugas kesehatan dari

kontak langsung dengan pasien. Selain kontak langsung dengan

pasien, transient flora juga bisa mengontaminasi tangan petugas

kesehatan saat kontak langsung dengan lingkungan pasien yang

terkontaminasi. Contoh : S. aureus, Basilus Gram-negatif, atau

ragi.

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
1

Menurut Akyol (2007) sebagian besar bakteri yang termasuk

transient flora terbawa oleh tangan manusia. Mencuci tangan secara

cermat merupakan metode paling efektif untuk mencegah perpindahan

bakteri ini pada pasien.

c. Indikator Cuci Tangan

Himpunan Perawat Pengendali Infeksi Indonesia (HPPI) tahun

2010 menyatakan bahwa waktu melakukan cuci tangan, adalah bila

tangan kotor, saat tiba dan sebelum meningggalkan rumah sakit,

sebelum dan sesudah melakukan tindakan, kontak dengan pasien,

lingkungan pasien, sebelum dan sesudah menyiapkan makanan, serta

sesudah ke kamar mandi. Indikator mencuci tangan digunakan dan

harus dilakukan untuk antisipasi terjadinya perpindahan kuman

melalui tangan (Depkes RI, 2008), yaitu:

1) Sebelum melakukan tindakan, misalnya saat akan memeriksa

(kontak langsung dengan klien), saat akan memakai sarung tangan

bersih maupun steril, saat akan melakukan injeksi dan pemasangan

infus.

2) Setelah melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien,

setelah memegang alat bekas pakai dan bahan yang terkontaminasi,

setelah menyentuh selaput mukosa.

World Health Organization (WHO, 2009) memperkenalkan

konsep five moments hand hygiene sebagai evidence-based untuk

mencegah penyebaran infeksi nosokomial yang harus dilaksanakan

sesuai dengan seluruh indikasi yang telah ditetapkan tanpa

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
1

memperhatikan apakah petugas kesehatan menggunakan sarung tangan

atau tidak.

WHO telah mengembangkan moment untuk kebersihan tangan

yaitu Five Moments for Hand Hygiene, yang telah diidentifikasi

sebagai waktu kritis ketika kebersihan tangan harus dilakukan yaitu

sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan aseptik, setelah

terpapar cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah

kontak dengan lingkungan pasien (WHO, 2009).

Dua dari lima momen untuk kebersihan tangan terjadi sebelum

kontak. Indikasi "sebelum" momen ditujukan untuk mencegah risiko

penularan mikroba untuk pasien. Tiga lainnya terjadi setelah kontak,

hal ini ditujukan untuk mencegah risiko transmisi mikroba ke petugas

kesehatan perawatan dan lingkungan pasien.

WHO (2009) menetapkan indikasi five moments hand hygiene

yang dimaksud meliputi:

1) Sebelum menyentuh pasien

Hand hygiene yang dilakukan sebelum menyentuh pasien

bertujuan untuk melindungi pasien dengan melawan

mikroorganisme, dan di beberapa kasus melawan infeksi dari luar,

oleh kuman berbahaya yang berada di tangan. Contoh tindakan dari

indikasi ini adalah:

a) Sebelum berjabat tangan dengan pasien.

b) Sebelum membantu pasien melakukan aktivitas pribadi:

bergerak, mandi, makan, dan berpakaian.

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
1

c) Sebelum melakukan perawatan dan tindakan non-invasif

lainnya: pemasangan masker oksigen dan melakukan masase.

d) Sebelum melakukan pemeriksaan fisik non-invasif: memeriksa

nadi, memeriksa tekanan darah, auskultasi dada, dan merekam

ECG.

2) Sebelum melakukan prosedur bersih/ aseptik

Hand hygiene yang dilakukan sebelum melakukan prosedur

bersih/ aseptik bertujuan untuk melindungi pasien dengan melawan

infeksi kuman berbahaya, termasuk kuman yang berada di dalam

tubuh pasien. Contoh tindakan dari indikasi ini adalah:

a) Sebelum menyikat gigi pasien, memberikan obat tetes mata,

pemeriksaan vagina atau rektal, memeriksa mulut, hidung,

telinga dengan atau tanpa instrumen, memasukkan suppositori,

dan melakukan suction mukus.

b) Sebelum membalut luka dengan atau tanpa insrumen,

pemberian salep pada kulit, dan melakukan injeksi perkutan.

c) Sebelum memasukkan alat medis invasif (nasal kanul,

Nasogastric Tube (NGT), Endotracheal Tube (ETT), periksa

urin, kateter, dan drainase), melepas/ membuka selang

peralatan medis (untuk makan, pengobatan, pengaliran,

penyedotan, dan pemantauan).

d) Sebelum mempersiapkan makanan, pengobatan, dan peralatan

steril.

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
1

3) Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien

Hand hygiene yang dilakukan setelah kontak dengan cairan

tubuh pasien bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan dari

infeksi oleh kuman berbahaya dari tubuh pasien dan mencegah

penyebaran kuman di lingkungan perawatan pasien. Contoh

tindakan dari indikasi ini adalah:

a) Ketika kontak dengan membran mukosa atau dengan kulit yang

tidak utuh.

b) Setelah melakukan injeksi; setelah pemasangan dan pelepasan

alat medis invasif (akses ke pembuluh darah, kateter, selang,

dan drainase); setelah melepas dan membuka selang yang

terpasang dalam tubuh.

c) Setelah melepaskan peralatan medis invasif.

d) Setelah melepas alat perlindungan (serbet, gaun, dan handuk

pengering).

e) Setelah menangani sampel yang mengandung bahan organik,

setelah membersihkan ekskresi dan cairan tubuh lainnya,

setelah membersihkan benda atau peralatan yang

terkontaminasi (sprei tempat tidur yang kotor, gigi palsu,

instrumen, dan urinal).

4) Setelah menyentuh pasien

Hand hygiene yang dilakukan setelah menyentuh pasien

bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan dari kuman yang

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
1

berada di tubuh pasien dan melindungi lingkungan perawatan

pasien dari penyebaran kuman. Contoh tindakan dari indikasi ini

adalah :

a) Setelah berjabat tangan.

b) Setelah membantu pasien melakukan aktivitas pribadi:

bergerak, mandi, makan, dan berpakaian.

c) Setelah melakukan perawatan dan tindakan non-invasif

lainnya: pemasangan masker oksigen dan melakukan masase.

d) Setelah melakukan pemeriksaan fisik non-invasif: memeriksa

nadi, memeriksa tekanan darah, auskultasi dada, dan merekam

ECG.

5) Setelah menyentuh peralatan di sekitar pasien

Hand hygiene yang dilakukan setelah menyentuh peralatan

di sekitar pasien bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan

dari kuman yang berada di tubuh pasien yang kemungkinan juga

berada di permukaan/ benda-benda di sekitar pasien dan untuk

melindungi lingkungan perawatan dari penyebaran kuman. Contoh

tindakan dari indikasi ini adalah:

a) Setelah kontak fisik dengan lingkungan pasien: mengganti

sprei tempat tidur, memegang rel tempat tidur, dan

membereskan meja yang berada di sebelah tempat tidur pasien.

b) Setelah melakukan aktivitas perawatan: mengatur kecepatan

perfusi, dan membenahi alarm monitor.

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
2

c) Setelah kontak dengan permukaan atau benda lainnya

(sebaiknya hindari aktivitas yang tidak diperlukan).

Gambar 2.1 Five Moments Hand Hygiene (WHO, 2009)

d. Enam Langkah Hand Hygiene

Prinsip dari 6 langkah hand hygiene antara lain :

1) Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan

antiseptik (handrub) atau dengan air mengalir dan sabun antiseptik

(handwash). Rumah sakit akan menyediakan kedua ini di sekitar

ruangan pelayanan pasien secara merata.

2) Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60

detik.

3) 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash

WHO (2009) menyatakan 6 langkah prosedur hand hygiene,

yaitu:

1) Ratakan sabun dengan kedua telapak tangan.

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
2

2) Gosokan punggung dan sela-sela jari tangan dengan tangan

kanan dan sebaliknya.

3) Gosokan kedua telapak tangan dan sela-sela jari.

4) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.

5) Kemudian gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan

kanan dan lakukan sebaliknya.

6) Gosok dengan memutar ujung jari ditelapak tangan kiri dan

sebaliknya.

Gambar 2.2 Prosedur 6 langkah Hand Hygiene (WHO, 2009)

e. Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Pelaksanaan Hand Hygiene.

Secara umum petugas kesehatan peduli terhadap pentingnya

hand hygiene untuk pencegahan infeksi, namun pemenuhan hand

hygiene sesuai prosedur masih rendah. Akyol (2007) dalam jurnalnya

yang berjudul “Hand hygiene among Nurses in Turkey : Opinions and

Practices”, menuliskan bahwa kepatuhan petugas kesehatan masih

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
2

rendah, biasanya di bawah 50% untuk melaksanakan hand hygiene

sesuai aturan. Pernyataan yang sama juga terdapat dalam jurnal Mani,

dkk. (2010), yaitu pemenuhan hand hygiene masih di bawah 50% dari

yang seharusnya yaitu pelaksanaan yang sesuai dengan prosedur yang

telah ditetapkan.

Karabay, dkk. (2008), dalam jurnal dengan judul “Compliance

and Efficacy of Hand Rubbing during In-Hospital Practice”

mengungkapkan mengenai faktor rendahnya pelaksanaan hand hygiene

yaitu karena waktu yang terbatas, meningkatnya beban kerja,

menurunnya jumlah tenaga, keyakinan bahwa menggunakan sarung

tangan sudah tidak membutuhkan hand hygiene, jauh untuk mencapai

bak cuci, ketidakpedulian dan tidak setuju perawat terhadap aturan.

Alasan yang hampir serupa seperti tidak terdapat fasilitas cuci tangan,

iritasi dan kering pada kulit, telah menggunakan sarung tangan,

kurangnya motivasi, tidak memikirkan tentang hand hygiene atau

alasan terlalu sibuk, juga ditemukan pada jurnal Akyol (2007) yang

berjudul “Hand hygiene among nurses in Turkey : opinions and

practices.”

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hand hygiene

perawat menurut Lankford, et Al. (2009) meliputi usia, tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan, masa kerja, ketersediaan fasilitas

untuk mencuci tangan, kondisi pasien dan kebijakan rumah sakit.

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
2

1) Usia

Usia berpengaruh terhadap pola pikir seseorang dan pola

fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Umur seseorang

secara garis besar menjadi indikator dalam setiap mengambil

keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya, dengan

semakin bertambah usia, maka dalam menerima sebuah instruksi

dan dalam melaksanaan suatu prosedur akan semakin

bertanggungjawab dan berpengalaman. Semakin cukup usia

seseorang akan semakin matang dalam berpikir dan bertindak

(Saragih dkk, 2010).

2) Tingkat Pendidikan

Pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir individu.

Sedangkan pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang

dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah

akan berbeda dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan

tinggi (Asmadi, 2010). Pendidikan keperawatan mempunyai

pengaruh besar terhadap perilaku perawat dalam melakukan hand

hygiene (Asmadi, 2010). Dengan demikian pendidikan yang tinggi

dari seorang perawat akan mempengaruhi perawat dalam

memberikan teknik pelayanan pelaksanaan hand hygiene yang

optimal.

3) Masa Kerja

Masa kerja (lama kerja) adalah merupakan pengalaman

individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan

jabatan. Semakin lama seseorang bekerja maka tingkat prestasi

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
2

akan

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
2

semakin tinggi, prestasi yang tinggi di dapat dari perilaku yang

baik. Hidayat (2009), menyatakan bahwa seseorang yang telah

lama bekerja mempunyai wawasan yang lebih luas dan mempunyai

pengalaman lebih banyak dalam peranannya pembentukan petugas

perilaku kesehatan.

Masa kerja yang berorientasi pada permasalahan dasar dan

berorientasi pada tugas dapat meningkatkan ketaatan dalam

melakukan hand hygiene. Dengan demikian masa kerja

mempengaruhi tingkat seorang perawat dalam pelaksanaan

prosedur hand hygiene, dalam hal ini adalah sebelum dan sesudah

kontak dengan pasien (Siagian, 2008)

4) Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Notoadmodjo (2010) menyatakan bahwa pengetahuan

terdiri dari 6 tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisa,

sintesis dan evaluasi.

a) Tahu (know)

Tahu artinya mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalaman pengetahuan,

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima.

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
2

b) Memahami (comprehension)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi sebenarnya.

d) Analisa (analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen komponen tetapi

masih di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu

dengan yang lain.

e) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam

keseluruhan yang baru.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi.

Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan faktor

rendahnya pengetahuan perawat tentang pelaksanaan hand hygiene

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
2

diantaranya adalah karena ketidaktahuan perawat tentang

bagaimana mencegah terjadinya kontaminasi pada tangan, kurang

mengerti tentang teknik melakukan hand hygiene yang benar dan

ketidaktahuan perawat terhadap pentingnya program hand hygiene

sebagai sebuah langkah efektif untuk mencegah HAIs.

5) Ketersediaan Fasilitas Untuk Mencuci Tangan

Kurangnya ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan untuk

pelaksanaan hand hygiene perawat meliputi tidak tersedianya

fasilitas wastafel serta jarak yang jauh untuk menuju tempat cuci

tangan. Damanik, dkk. (2010) menyatakan bahwa salah satu

kendala dalam ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan hand hygiene

adalah sulitnya mengakses tempat cuci tangan atau persediaan alat

lainnya yang digunakan untuk melakukan hand hygiene.

Kemudahan dalam mengakses persediaan alat-alat untuk

melakukan hand hygiene, bak cuci tangan, sabun atau alkohol jell

adalah sangat penting untuk membuat kepatuhan menjadi optimal

sesuai standar.

6) Kebijakan Rumah Sakit

Salah satu langkah dari pihak rumah sakit untuk

meningkatkan pengetahuan perawat adalah dengan mengadakan

pelatihan atau sosialisasi secara periodik terhadap pelaksanaan

hand hygiene. Karena pelatihan dan sosialisasi dapat memberikan

dampak yang positif terhadap sikap perawat dalam melakukan

hand hygiene. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa

pelatihan

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
2

merupakan melakukan perubahan perilaku afektif yang meliputi

perubahan sikap seseorang terhadap sesuatu. Disisi lain pelatihan

dapat memberikan informasi kepada perawat untuk membentuk

sikap positif dan meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan

tugas-tugasnya. Sehingga dapat menjadi masukan bagi pihak

rumah sakit dalam menerapkan prosedur hand hygiene untuk

mencegah terjadinya HAIs dalam upaya meningkatkan mutu

pelayanan keperawatan dan menurunkan resiko kejadian HAIs

serta pelaksanaan hand hygiene diharapkan dapat memperpendek

hari perawatan dan biaya perawatan di rumah sakit (Lankford, et.

Al. 2009).

2. Kepatuhan

a. Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan (adherence) adalah suatu bentuk perilaku yang

timbul akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien

sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekwensinya dan

menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes RI,

2011). Menurut Smet (2004) dalam Emaliyawati (2010), kepatuhan

adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau berperilaku

sesuai dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya .

Kepatuhan pelaksanaan prosedur tetap (protap) adalah untuk

selalu memenuhi petunjuk atau peraturan peraturan dan memahami

etika keperawatan di tempat perawat tersebut bekerja. Kepatuhan

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
2

merupakan modal dasar seseorang berperilaku. Menurut Kelman

dalam Emaliyawati (2010) dijelaskan bahwa perubahan sikap dan

perilaku individu diawali dengan proses patuh, identifikasi, dan tahap

terakhir berupa internalisasi.

Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau

ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru, dapat disusul

dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya, yaitu kepatuhan demi

menjaga hubungan baik dengan tokoh yang menganjurkan perubahan

tersebut (change agent). Perubahan perilaku individu baru dapat

menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses

internalisasi dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif

bagi diri individu itu sendiri dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain

dari hidupnya (Al-Assaf, 2010).

b. Pengukuran Kepatuhan

Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan kuesioner

yaitu dengan cara mengumpulkan data yang diperlukan untuk

mengukur indikator-indikator yang telah dipilih. Indikator tersebut

sangat diperlukan sebagai ukuran tidak langsung mengenai standar dan

penyimpangan yang diukur melalui sejumlah tolok ukur atau ambang

batas yang digunakan oleh organisasi merupakan penunjuk derajat

kepatuhan terhadap standar tersebut. Suatu indikator merupakan suatu

variabel (karakteristik) terukur yang dapat digunakan untuk

menentukan derajat kepatuhan terhadap standar atau pencapaian

tujuan mutu, di

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
3

samping itu indikator juga memiliki karakteristik yang sama dengan

standar, misalnya karakteristik itu harus reliabel, valid, jelas, mudah

diterapkan, sesuai dengan kenyataan, dan juga dapat diukur (Al-Assaf,

2010).

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Tingkat kepatuhan dipengaruhi oleh faktor individu meliputi

jenis kelamin, jenis pekerjaan, profesi, lama kerja dan tingkat

pendidikan, serta faktor psikologis meliputi sikap, ketegangan dalam

suasana kerja, rasa takut dan persepsi terhadap risiko (Suryoputri,

2011).

Beberapa ahli sebagaimana dikemukakan oleh Smet (1994)

dalam Damanik, dkk. (2010), mengatakan bahwa kepatuhan

dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, yaitu :

1) Faktor Internal

a) Karakteristik perawat

Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan dapat

berupa tidak lain merupakan karakteristik perawat itu sendiri.

Karakteristik perawat merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki

seseorang yang memiliki pekerjaan merawat klien sehat

maupun sakit. Karakteristik perawat meliputi variable

demografi (umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat

pendidikan) (Suryoputri, 2011).

Menurut Smet (1994) dalam Damanik, dkk. (2010),

variable demografi berpengaruh terhadap kepatuhan. Sebagai

contoh secara geografi penduduk Amerika lebih cenderung taat

mengikuti anjuran atau peraturan di bidang kesehatan. Data

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
3

demografi yang mempengaruhi ketaatan misalnya jenis

kelamin wanita, ras kulit putih, orang tua dan anak-anak

terbukti memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Latar

belakang pendidikan juga akan mempengaruhi perilaku

seseorang dalam melaksanakan etos kerja. Semakin tinggi

pendidikan seseorang, kepatuhan dalam pelaksanaan aturan

kerja akan semakin baik.

b) Kemampuan

Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk

mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan yang meliputi

kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan

intelektual mempunyai peran yang besar dalam pekerjaan yang

rumit, sedangkan kemampuan fisik mempunyai peranan

penting untuk melakukanugas yang menuntut stamina,

kecekatan, kekuatan dan keterampilan. Kemampuan seseorang

bisa berbeda-beda dalam pelaksanan mencuci tangan. Bagi

perawat yang memiliki kemampuan melaksanakan akan

cenderung patuh untuk melakukan cuci tangan (Suryoputri,

2011).

c) Motivasi

Motivasi adalah rangsangan, dorongan dan ataupun

pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang atau sekelompok

masyarakat yang mau berbuat dan bekerja sama secara

optimal melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Suryoputri,

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
3

2011).

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
3

Motivasi dapat mempengaruhi seseorang untuk

melaksanakan suatu pekerjaan yang menjadi tugas dan

tanggung jawabnya. Motivasi adalah daya penggerak didalam

diri orang untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai

suatu tujuan tertentu (Hamzah, 2008).

Metode untuk meningkatkan motivasi seseorang ada dua

metode, yaitu metode langsung dengan pemberian materi atau

non materi secara langsung untuk memenuhi kebutuhan

misalnya memberikan bonus atau hadiah, dan metoda tidak

langsung berupa fasilitas atau saran dalam upaya meningkatkan

motivasi dalam mencuci tangan (Notoatmodjo, 2010).

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan terdiri atas :

a) Pola komunikasi

Pola komunikasi dengan profesi lain yang dilakukan oleh

perawat akan mempengaruhi tingkat kepatuhannya dalam

melaksanakan tindakan. Aspek dalam komunikasi ini adalah

ketidakpuasan terhadap hubungan emosional, ketidak puasa

terhadap pendelegasia maupun kolaborasi yang diberikan

(Suryoputri, 2011).

b) Keyakinan / nilai-nilai yang diterima perawat

Smet (1994) dalam Damanik, dkk. (2010) mengatakan

bahwa keyakinan-keyakinan tentang kesehatan atau perawatan

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
3

dalam sistem pelayanan kesehatan mempengaruhi kepatuhan

perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya.

c) Dukungan sosial

Smet (1994) dalam Damanik, dkk. (2010) mengatakan

dukungan sosial berpengaruh terhadap kepatuhan seseorang.

Variabel-variabel sosial mempengaruhi kepatuhan perawat.

Dukungan sosial memainkan peran terutama yang berasal dari

komunitas internal perawat, petugas kesehatan lain, pasien

maupun dukungan dari pimpinan atau manajer pelayanan

kesehatan serta keperawatan.

d. Kriteria Kepatuhan

Menurut Depkes RI (2006) kriteria kepatuhan dibagi menjadi tiga

yaitu:

1) Patuh adalah suatu tindakan yang taat baik terhadap perintah

ataupun aturan dan semua aturan maupun perintah tersebut

dilakukan dan semuanya benar.

2) Kurang patuh adalah suatu tindakan yang melaksanakan perintah

dan aturan hanya sebagian dari yang ditetapkan, dan dengan

sepenuhnya namun tidak sempurna.

3) Tidak patuh adalah suatu tindakan mengabaikan atau tidak

melaksanakan perintah atau aturan sama sekali.

Untuk mendapatkan nilai kepatuhan yang lebih akurat atau terukur

maka perlu ditentukan angka atau nilai dari tingkat kepatuhan

tersebut, sehingga bisa dibuatkan rangking tingkat kepatuhan

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
3

seseorang. Menurut Yayasan Spiritia (2006) tingkat kepatuhan dapat

dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu :

1) Patuh : 75% - 100%

2) Kurang patuh : 50% - < 75%

3) Tidak patuh : < 50%

3. Karakteristik Perawat

Karakteristik adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari

demografi seperti jenis kelamin, umur serta status sosial seperti, tingkat

pendidikan, pekerjaan, ras, status (Widianingrum, 2008).

a. Umur

Umur berpengaruh terhadap pola fikir seseorang dan pola fikir

berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Umur seseorang secara garis

besar menjadi indikator dalam setiap mengambil keputusan yang

mengacu pada setiap pengalamannya, dengan semakin banyak umur

maka dalam menerima sebuah instruksi dan dalam melaksanaan suatu

prosedur akan semakin bertanggung jawab dan berpengalaman.

Semakin cukup umur seseorang akan semakin matang dalam berfikir

dan bertindak (Evin, 2009).

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam

suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses

reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies

itu. Jenis kelamin adalah istilah yang membedakan antara laki-laki dan

perempuan secara biologis, dan dibawa sejak lahir dengan sejumlah

sifat yang diterima orang sebagai karakteristik laki-laki dan perempuan

(Dian, 2009).

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
3

c. Tingkat Pendidikan

Pendidikan berpengaruh terhadap pola fikir individu. Sedangkan

pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang dengan kata lain

pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan

pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi (Asmadi, 2010).

Pendidikan keperawatan mempunyai pengaruh besar terhadap

kualitas pelayanan keperawatan (Asmadi, 2010). Pendidikan yang

tinggi dari seorang perawat akan memberi pelayanan yang optimal.

d. Masa Kerja

Kreitner dan Kinichi (2009) menyatakan bahwa masa kerja yang

lama akan cenderung membuat seseorang betah dalam sebuah

organisasi hal ini disebabkan karena telah beradaptasi dengan

lingkungan yang cukup lama sehingga akan merasa nyaman dalam

pekerjaannya. Semakin lama seseorang bekerja maka tingkat prestasi

akan semakin tinggi, prestasi yang tinggi di dapat dari perilaku yang

baik.

e. Pengetahuan

Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa pengetahuan

merupakan hasil “tahu” pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.

Pengindraan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yaitu

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pada waktu

pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi

oleh intensitas perhatian terhadap obyek, yang sebagian besar

pengetahuan manusia dipengaruhi oleh mata dan telinga. Pengetahuan

erat hubunganya dengan pendidikan, diharapkan dengan pendidikan

yang tinggi maka

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
3

seseorang akan semakin luas pengetahuanya, tetapi bukan berarti

seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah.

Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari

pendidikan formal, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non

formal. Pengetahuan seseorang mengenai suatu obyek mengandung

dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek

menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif aspek

positif terhadap obyek yang diketahui maka akan menimbulkan sikap

positif terhadap obyek tertentu (Asmadi, 2010)

4. Instalasi Gawat Darurat (IGD)

a. Pengertian

Pengertian Intalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit adalah salah

satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi

pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam

kelangsungan hidupnya. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan

kebijakan mengenai Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah

Sakit yang tertuang dalam Kepmenkes RI No.

856/Menkes/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat

darurat di rumah sakit. Guna meningkatkan kualitas IGD di Indonesia

perlu komitmen pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat

dengan ikut memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa dalam

penanganan kegawatdaruratan dan life saving tidak ditarik uang muka

dan penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 (lima) menit setelah

pasien sampai di IGD.

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
3

b. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

IGD sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di

rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan

hidup klien. Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang

pentingnya waktu tanggap (response time). Kecepatan dan ketepatan

pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD

memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya

sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan

response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat

dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia

dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar (Kepmenkes RI,

2009). Latar belakang pentingnya diatur standar IGD karena pasien

yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang

cepat dan tepat untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan

pelayanan gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan

kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat

darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat.

Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana,

prasarana, sumberdaya manusia dan manajemen IGD Rumah Sakit

sesuai dengan standar. Oleh karenanya Departemen Kesehatan

Republik Indonesia perlu membuat standar yang baku dalam

pelayanan gawat darurat yang dapat menjadi acuan bagi daerah

dalam mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya di

Instalasi Gawat Darurat RS (Kepmenkes RI, 2009).

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
3

Prinsip umum pelayanan IGD di rumah sakit menurut Kepmenkes

RI (2009), adalah :

a. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang

memiliki kemampuan : melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus

gawat darurat dan melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving).

b. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat

memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam

seminggu.

c. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di

rumah sakit diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD).

d. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani

kasus gawat darurat.

e. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit

setelah sampai di IGD.

f. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin,

multiprofesi dan terintegrasi struktur organisasi fungsional (unsur

pimpinan dan unsur pelaksana)

g. Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan

gawat daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi.

c. Mutu Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

Kemampuan suatu rumah sakit secara keseluruhan dalam hal

mutu dan kesiapan untuk melayani pasien tercermin dari kemampuan

IGD. Standarisasi IGD untuk mencapai mutu pelayanan saat ini

menjadi salah satu komponen penilaian penting dalam akreditasi suatu

rumah sakit.

Penilaian mutu pelayanan IGD rumah sakit mengacu kepada

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2009 tentang Standar

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
4

Pelayanan Minimal Rumah Sakit menggunakan Indikator Kinerja

Kunci atau Key Performance Indicators (KPI). Dalam SPM rumah

sakit untuk unit pelayanan IGD rumah sakit memiliki beberapa

indicator.

Tabel 2.1 Key Performance Indicators Instalasi Gawat Darurat


Rumah Sakit
Jenis
Indikator Standar
Pelayanan
Gawat 1. Kemampuan menangani life saving 100%
Darurat 2. Jam buka pelayanan gawat darurat 24 jam
3. Pemberi pelayanan 100%
kegawatdaruratan yang bersertifikat
yang masih berlaku
ATLS/BTLS/ACLS/PPGD
4. Kesediaan tim penanggulangan Satu Tim
bencana
5. Waktu tanggap pelayanan gawat ≤ 5 menit
darurat setelah pasien
datang
6. ≤ 5 menit setelah pasien datang ≥ 70 %
7. Tidak adanya pasien yang 100%
diharuskan membayar uang muka
8. Kematian pasien ≤ 24 jam ≤ dua per
seribu
(pindah ke
pelayanan
rawat inap
setelah 8 jam)
Sumber : SPM Rumah Sakit Tahun 2008

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
4

B. Kerangka Teori

Faktor yang menpengaruhi


Kepatuhan :
Faktor Internal
Instalasi Karakteristik Perawat
Gawat Kemampuan
Motivasi
Faktor Eksternal
Pola Komunikasi
Kepatuhan Keyakinan/Nilai-nilai yang diterima perawat
Perawat Dukungan Sosial
Melakukan
Prosedur 6
Langkah Hand

Faktor yang menpengaruhi


Rendahnya rendahnya pelaksanaan hand hygiene
Pelaksanaan :
Hand 1. Iritasi kulit
Hygiene 2. Keyakinan bahwa menggunakan
sarung tangan sudah tidak
membutuhkan hand hygiene
3. Kurang pengetahuan perawat
Infeksi Nosokomial pentingnya hand hygiene dalam
penurunan infeksi
4. Kurang pengetahuan tentang
teknik
hand hygiene
5. Beban kerja yang tinggi
dan kekurangan tenaga perawat
6. Rendah dan kurangnya akses ke
fasilitas atau jauh ke bak cuci

Gambar 2.3 Kerangka Teori

Sumber : Hamzah (2008), Karabay, dkk. (2008), Damanik, dkk. (2010),


Notoatmodjo (2010), Kepmenkes RI (2009), Suryoputri (2011)

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
4

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran yang memberikan

penjelasan tentang dugaan yang tercantum dalam hipotesa (Saryono, 2010).

Sub Variabel Tunggal


Variabel Gambar 2.4 Kerangka Konsep
Keterangan Tingkat Kepatuhan
: Kepatuhan : Karakteristik Perawat Dalam
Perawat (Umur,: Diteliti
Jenis kelamin, Melakukan
Pendidikan, :Masa
TidakKerja,
diteliti Hand Hygiene
: Arah hubungan
VARIABEL PENGGANGGU
1. Faktor Internal
a. Kemampuan
b. Motivasi
2. Faktor Eksternal
a. Pola Komunikasi
b. Keyakinan/Nilai-nilai
yang diterima perawat
c. Dukungan Sosial

Tingkat Kepatuhan Perawat..., Rizka Dwi Utami , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Anda mungkin juga menyukai