Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Infeksi Nosokomial

A. Infeksi Nosokomial
1. Pengertian
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh pasien selama dirawat di rumah sakit.
Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba patogen yang bersumber dari
lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah
hari rawat penderita semakin bertambah, beban biaya yang semakin besar, serta merupakan bukti
bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang bermutu (Darmadi, 2008).
Menurut Vincen, (2003) infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang tidak terinkubasi dan
terjadi ketika pasien masuk kerumah sakit. Menurut Husain, (2008) infeksi nosokomial bukan
merupakan dampak dari infeksi penyakit yang telah dideritanya. Pasien, petugas kesehatan,
pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang paling berisiko terjadinya infeksi
nosokomial, karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke petugas kesehatan, dari pasien ke
pengunjung atau keluarga ataupun dari petugas kesehatan ke pasien.
2. Penyebab Infeksi Nosokomial
Mikroorganisme penyebab infeksi dapat berupa : bakteri, virus, fungi dan parasit, penyebab
utamanya adalah bakteri dan virus, kadang-kadang jamur dan jarang disebabkan oleh parasit.
Perannya dalam menyebabkan infeksi nosokomial tergantung dari patogenesis atau virulensi dan
jumlahnya (Razi, 2011).
3. Patogenesis Infeksi Nosokomial
Patogenisis adalah kemampuan mikroba menyebabkan penyakit, pathogenesis lebih jauh dapat
dinyatakan dalam virulensi dan daya invasinya. Virulensi adalah pengukuran dari beratnya suatu
penyakit dan dapat diketahui dengan melihat morbiditas dan derajat penularan. Daya invasi
adalah kemampuan mikroba menyerang tubuh. Jumlah mikroba yang masuk sangat menentukan
timbul atau tidaknya infeksi dan berfariasi antara satu mikroba dengan mikroba lain dan antara
satu host dengan host yang lain (Wirjoatmodjo, 1993).
4. Cara Penularan Infeksi Nosokomial
Menurut Betty (2012)cara penularan infeksi nosokomial yaitu :
a. Penularan Secara Kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan doplet. Kontak
langsung terjadi apabila sumber infeksi terhubung langsung dengan penjamu, misalnya person to
person pada penularan infeksi virus Hepatitis A secara oral. Kontak tidak langsung terjadi
apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi apabila
benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh
mikroorganisme.
b. Penularan Melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan
penyakit pada lebih satu penjamu. Adapun jenis-jenis common vihicle darah, cairan intravena,
obat-obatan dan sebagainya.
c. Penularan Melalui Udara dan Inhalasi
Penularan ini terjadi apabila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kesil sehingga
dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan saluran pernafasan. Misalnya
mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas (sthapylococcus) dan
tuberculosis.
d. Penularan dengan Perantara Vector
Penularan ini dapat terjadi secara eksternalmaupun internal. Disebut penularan secara eksternal
apabila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada
tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonellaoleh lalat. Penularan secara internal apabila
mikroorganisme masuk kedalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan secara biologis,
misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologis, misalnya
yersenia pestis pada ginjal (flea).
5. Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial
Menurut Depkes (1998), upaya pencegahan terhadap terjadinya infeksi nosokomial dirumah
sakit yaitu untuk menghindarkan terjadinya infeksi selama pasien dirawat dirumah sakit. Adapun
bentuk upaya pencegahan yang dilakukan antara lain :
a. Cuci Tangan
Cuci tangan cara pencegahan infeksi yang paling penting, cuci tangan harus selalu dilakukan
sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. Walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung
diri lainnya. Untuk mengetahui kapan baiknya perawat melakukan cuci tangan dan bagaimana
cara mencuci tangan yang benar, berikut ini akan dijelaskan mengenai tujuan mencuci tangan
dan prosedur standar dari mencuci tangan.
1. Tujuan
a) Menekan pertumbuhan bakteri pada tangan
b) Menurunkan jumlah kuman yang tumbuh dibawah sarung tangan
2. Indikasi
a) Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada
pasien, seperti memandikan pasien, mengganti balutan luka, kontak dengan pasien selama
pemeriksaan harian atau mengerjakan pekerjaan rutin seperti membenahi tempat tidur.
b) Sebelum dan sesudah membuang wadah sputum, sekret ataupun darah.
c) Sebelum dan sesudah menangani peralatan pada pasien seperti infus set,
kateter, kantung drain urine, tindakan operatif kecil dan peralatan
pernafasan.
d) Sebelum dan sesudah ke kamar mandi.
e) Sebelum dan sesudah makan.
f) Pada saat tangan kotor.
g) Sebelum dan sesudah bertugas di sarana kesehatan.
6. Pengendalian Infeksi Nosokomial
Dalam pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga hal yang perlu dalam program
pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit, diantaranya (Betty, 2012) :
a. Ada sistem surveilan yang mantap. Surveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang
sistemik dalam dilakukan terus menerus terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu
populasi tertentu dengan tujuan untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian. Jadi
tujuan dari surveilan adalah untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial. Perlu
ditegaskan disini bahwa keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh
canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan perilaku secara benar.
Dalam pelaksanaan surveilan ini perawat sebagai petugas lapangan digaris paling depan
mempunyai peran yang sangat menentukan.
b. Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi. Adanya peraturan yang jelas dan tegas dapat dilaksanakan
merupakan hal yang sangat penting adanya. Peratutan-peraturan ini merupakan standar yang
harus dijalankan setelah dimengerti semua petugas. Standar ini meliputi standar diagnosis
ataupun standar pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan
ini peran perawat sangat besar.
c. Adanya program pendidikan yang terus menerus bagi semua petugas rumah sakit dengan
tujuan mengembalikan sikap mental yang benar dalam merawat penderita. Keberhasilan program
ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan yang sempurna kepada
penderita. Perubahan perilaku inilah yang memerlukan proses belajar dan mengajar yang terus
menerus. Program pendidikan tidak hanya ditentukan pada aspek perawatan yang baik saja,
tetapi kiranya juga aspek epidemiologi dari infeksi nosocomial perawat mempunyai peran yang
sangat menentukan. perawat mempunyai peran yang sangat menentukan.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial


Secara umum faktor-faktor yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial terdiri dari dua bagian
yaitu faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen meliputi umur, jenis kelamin, riwayat
penyakit, daya tahan tubuh dan kondisi-kondisi tertentu. Sedangkan faktor eksogen meliputi
lama penderita dirawat, alat medis serta lingkungan (Parhusip, 2006). Menurut WHO (2004)
faktor yang berhubungan dengan infeksi nosokomial adalah tindakan pemasangan infus, ruangan
terlalu penuh dan kurang staf, penyalahgunaan antibiotik, prosedur sterilisasi yang tidak tepat
dan ketidaktaatan terhadap peraturan pengendalian infeksi khususnya mencuci tangan. Weinstein
(2000) menyatakan bahwa meningkatnya kejadian infeksi nosocomial dipengaruhi oleh 3 hal
utama yaitu pemakaian antobiotik dan fasilitas perawatan yang lama, beberapa staf rumah sakit
gagal mengikuti program pengendalian infeksi dasar seperti mencuci tangan sebelum kontak
dengan pasien.
C. Upaya-upaya yang Dilakukan Untuk Mencegah Terjadinya Infeksi Nosokomial
1. Pengetahuan
Pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial dan pencegahannya merupakan stimulus dari
luar yang dapat menimbulkan respon emosional perawat terhadap upaya universal precaution
sehingga akan meningkatkan peran sertanya dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial. Peran
perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial sangat penting, karena rata-rata setiap harinya 7-8
jam perawat melakukan kontak dengan pasien sehingga dapat menjadi sumber utama terpapar
infeksi nosokomial (Martono, 2007). Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting
untuk petugas rumah sakit terutama perawat,kemampuan untuk mencegah trasmisi dan upaya
pencegahan adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu
(Martono,2007).
2. Sikap
Sikap perawat yang baik dalam mencegah infeksi nosokomial dapat meningkatkan perilaku
perawat dalam melaksanakan universal precaution. Pengetahuan perawat tentang infeksi
nosokomial sangat berpengaruh terhadap sikap yang ditujukan perawat terhadap upaya
pencegahan secara menyeluruh, sedangkan sikap tidak mendukung perawat dalam upaya
universal precaution sering ditunjukkan dengan sikap cuek dan mengesampingkan cuci tangan
setelah melakukan tindakan keperawatan karena menganggap tidak kotor (tidak terkena nanah
atau darah) (Martono, 2007).
3. Fasilitas Keperawatan
Fasilitas keperawatan adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk mencegah
terjadinya infeksi nosokomial, seperti peralatan untuk mencuci tangan, melaksanakan
dekontaminasi alat-alat kesehatan dan untuk mengelola limbah padat yang ada di ruang rawat
inap. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di
rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 270/Menkes/III/2007 tentang pedoman manajerial pengendalian infeksi di
rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Selain itu Keputusan Menkes Nomor 381/Menkes/III/2007
mengenai Pedoman Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan. Saat ini angka
kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolok ukur mutu pelayanan rumah sakit.
Izin operasional sebuah rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi
nosokomial (Darmadi, 2008).
D. Standar Operasional Prosedur (SOP)
Standar Operasional Prosedur (SOP) infeksi nosokomial adalah prosedur tetap yang disusun oleh
komite pengendalian infeksi nosokomial yang harus dilaksanakan oleh setiap petugas rumah
sakit. SOP ini dibutuhkan untuk menyatukan persepsi petugas rumah sakit mengenai tindakan
atau kegiatan- kegiatan yang dilakukan. Pemahaman yang benar mengenai SOP infeksi
nosokomial, akan berkaitan langsung terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial.
Menurut Notoadmodjo, (2003) seseorang baru bisa berperilaku apabila ditunjang oleh
pengetahuan, dimana sebelum mendapatkan pengetahuan seseorang harus melalui tahap belajar.
Cara lain untuk menambah pengetahuan adalah dengan jalan diskusi antar peraawat pelaksana,
dengan melaksanakan komunikasi dua arah, diskusi partisipasi merupakan salah satu cara yang
paling efektif dalam memberikan informasi dan pesan kesehatan (Notoadmodjo, 2003). Dengan
adanya SOP infeksi nosokomial diharapkan dapat menurunkan angka terjadinya infeksi
nosokomial di rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai