Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN DRESSING INFUS DENGAN KEJADIAN HOSPITAL-ACQUIRED

INFECTIONS (HAIs) PLEBITIS DI RUMAH SAKIT DAERAH MADANI


PROVINSI SULAWESI TENGAH

CORRELATION BETWEEN AND SEXUAL BEHAVIOR ON KANDIDIASIS VULVOVAGINALIS


TOWARD HOUSEWIFE AT SKIN AND GENITAL CLINIC OF RSUD UNDATA
IN CENTRAL SULAWESI PROVINCE

Deva Sriyadi 1, Evi Setyawati 2, Sringati 2


Email: deva.sriyadi@gmail.com

1. Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Widya Nusantara Palu


2. STIKes Widya Nusantara Palu

ABSTRAK
Infeksi nosokomial merupakan salah satu risiko kerja terbesar yang dihadapi oleh tenaga kesehatan yang ada di
setiap pusat pelayanan kesehatan. Jumlah data Hospital-Acquired Infections (HAIs) di RSD Madani tahun 2016,
kasus plebitis 200 kasus. Peneliti menemukan masih ada perawat yang tidak menggunakan handscooen ketika
aff infus, perawat terkadang mengganti perban infus ketika basah dan ketika pasien mengeluh plesternya
terbuka. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan dressing infus dengan kejadian HAIs
plebitis di Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan
menggunakan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang dirawat inap
umum di Ruang Jambu, Nangka dan Melon RSD Madani Provinsi Sulawesi Tengah yaitu 271 orang. Sampel
berjumlah 38 orang, dengan teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling.
Penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan
responden yang dilakukan dreesing infus sebanyak 14 responden, dimana sebanyak 85,7% tidak mengalami
plebitis dan 14,3% yang plebitis. Responden yang tidak dilakukan dressing infus sebanyak 24 responden,
dimana sebanyak 33,3% tidak plebitis dan 66,7% yang plebitis. Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai
p= 0,005 (p.value < 0,05). Kesimpulan dari penelitian ini ada hubungan dressing infus dengan kejadian
Hospital-Acquired Infections (HAIs) plebitis di Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah. Saran
bagi Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah agar lebih meningkatkan universal precaution dan
melakukan dressing infus sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku.
Kata Kunci: Dressing infus, HAIs, plebitis

ABSTRACT
Nosocomial infection is one of the greatest occupational risks faced by health workers in every health care
center. Amount of Hospital-Acquired Infections (HAIs) in RSD Madani 2016, case of plebitis 200 cases.
Researchers found there were nurses who did not use handscoen when aff infus, nurses sometimes change
verban infusion when wet and when patients complain of open plaster. The purpose of this study was to analyze
the relationship of intravenous dressings with the incidence of Hospital-Acquired Infections (HAIs) plebitis in
Central Sulawesi Province Civil Hospital. This research is a quantitative analytic approach using cross sectional
design. The population in this all patients in general hospitalization in the room Jambu, Nangka and Melon RSD
Madani Central Sulawesi Province that is 271 people. The sample 38 people, with sampling technique in this
research is purposive sampling. In this study using univariate and bivariate analysis with chi square test. The
results showed that the respondents were dreesing infusions of 14 respondents, of which 85.7% did not have
plebitis and 14.3% were plebitis. Respondents who did not do infusion dressing as much as 24 respondents,
where as much as 33,3% not plebitis and 66,7% that plebitis. Based on the test results chi square p value: 0.005
(p.value <0.05). The conclusion of this study is the relationship of intravenous dressings with the occurrence of
Hospital-Acquired Infections (HAIs) plebitis in Central Sulawesi Province Civil Hospital. Advice for Central
Sulawesi Province Civil Hospital to further improve universal precaution and infusion dressing in accordance
with standard operating procedures.

Keywords : infusion dressings, HAIs, plebitis


PENDAHULUAN menyebutkan bahwa terdapat sekitar 200.000 HAIs
Kewaspadaan umum (universal precaution) di Australia yang didapatkan dari fasilitas
merupakan salah satu upaya pengendalian infeksi di kesehatan perawatan akut dalam tiap tahun.
rumah sakit yang oleh Departemen Kesehatan telah Menurut WHO, di negara maju (Amerika dan
dikembangkan sejak tahun 1980. Dalam Eropa), sekitar 5–10% dari pasien yang menjalani
perkembangannya program pengendalian infeksi perawatan karena penyakit akut terkena infeksi
nosokomial (INNOS) dikendalikan oleh Sub- yang tidak muncul atau inkubasi pada saat masuk
Direktorat Surveilans dibawah direktorat yang rumah sakit, angka tersebut bisa menjadi dua kali
sama. Kemenkes RI telah memasukkan lipat di negara berkembang seperti Indonesia 6 .
pengendalian infeksi nosokomial sebagai salah satu Tenaga kesehatan harus selalu mendapatkan
tolak ukur akreditasi rumah sakit dimana termasuk perlindungan dari risiko tertular penyakit, untuk
di dalamnya adalah penerapan kewaspadaan dapat bekerja secara maksimal. Pimpinan rumah
universal1. sakit berkewajiban menyusun kebijakan mengenai
Rumah sakit merupakan organisasi yang kewaspadaan umum, memantau dan memastikan
sangat komplek dan merupakan komponen yang dengan baik. Pimpinan juga bertanggung jawab atas
sangat penting dalam upaya peningkatan status perencanaan anggaran dan ketersediaan sarana
kesehatan bagi masyarakat.Rumah sakit merupakan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan
salah satu sarana pelayanan kesehatan yang kesehatan wajib menjaga kesehatan dan
memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna keselamatan dirinya dan orang lain serta
kepada masyarakat sebagai tujuan untuk bertanggung jawab sebagai pelaksana kebijakan
meningkatkan kesehatan masyarakat. Menurut yang ditetapkan rumah sakit. Tenaga kesehatan
Peraturan Kementerian Kesehatan Republik juga bertanggung jawab dalam menggunakan
Indonesia No. 659 tahun 2009 tentang rumah sakit sarana yang disediakan dengan baik dan benar serta
bahwa rumah sakit adalah fasilitas pelayanan memelihara sarana agar selalu siap dipakai dan
kesehatan perorangan secara paripurna yang dapat dipakai selama mungkin. Secara rinci
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, kewajiban dan tanggung jawab tersebut meliputi a)
dan gawat darurat 2. bertanggung jawab melaksanakan dan menjaga
Hospital acquired infections (HAIs) ini keselamatan kerja di lingkungannya, wajib
dikenal sebagai infeksi nosokomial atau disebut mematuhi instruksi yang diberikan dalam rangka
juga sebagai infeksi di rumah sakit yang merupakan kesehatan dan keselamatan kerja, dan membantu
komplikasi paling sering terjadi di pelayanan mempertahankan lingkungan bersih dan aman b)
kesehatan. Infeksi merupakan efek yang paling mengetahui kebijakan dan menerapkan prosedur
sering didapatkan dari rumah sakit yang kerja, pencegahan infeksi, dan mematuhi dalam
mempengaruhi sekitar 5 sampai 10% dari pasien pekerjaan sehari–hari c) tenaga kesehatan yang
rawat inap di Negara maju, dan menjadi beban menderita penyakit yang dapat meningkatkan risiko
besar di negara-negara yang berlatar belakang penularan infeksi baik dari dirinya kepada pasien
rendah 3. Dampak yang diakibatkan infeksi atau sebaliknya sebaiknya tidak merawat pasien
nosokomial (HAIs) sangat banyak di antaranya secara langsung d) bagi tenaga kesehatan yang
dapat menimbulkan risiko terpapar infeksi yang mengidap HIV positif 1 .
tidak hanya dialami oleh pasien tetapi juga untuk Infeksi nosokomial merupakan salah satu
petugas kesehatan, keluarga, dan pengunjung 4 . risiko kerja terbesar yang dihadapi oleh tenaga
Menurut Weston bahwa HAIs juga berdampak pada kesehatan yang ada di setiap pusat pelayanan
pasien dan keluarga akan kehilangan pendapatan, kesehatan. Seperti yang diperkirakan WHO pada
bahaya, cacat atau kematian, peningkatan lama tahun 2012, telah terjadi lebih dari 16.000 kasus
perawatan, pengeluaran tambahan bagi rumah sakit penularan hepatitis C virus, 66.000 kasus penularan
dan dapat menurunkan citra rumah sakit 5 . hepatitis B dan 1000 kasus penularan HIV pada
Menurut hasil survei World Health tenaga kesehatan diseluruh dunia7. Persentase
Organization (WHO) bahwa di 55 rumah sakit di infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai
14 negara di 4 kawasan (Eropa, Timur Tengah, 9% (variasi 3 –21%) atau lebih 1,4 juta pasien
Asia Tenggara dan Pasifik Barat) menunjukkan rawat inap di rumah sakit seluruh dunia
rata-rata 8,7% dari pasien rumah sakit mengalami mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu penelitian
infeksi nosokomial serta lebih dari 1,4 juta orang di yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa
seluruh dunia menderita komplikasi infeksi tersebut sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara
yang diperoleh dari rumah sakit. National Health yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia
and Medical Research Council (2010) Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi
nosokomial dan untuk Asia Tenggara sebanyak Hasil penelitian Aprilin (2011), hasil
10,0%. Data kejadian infeksi nosokomial di penelitian diperoleh 20 responden 12 (60%)
Malaysia sebesar 12,7% dan Taiwan sebesar dilakukan sebagian besar perawatan infus, 2 (10%)
13,8%8. Tahun 2002 Departemen Kesehatan Inggris dilakukan semua perawatan infus, dan 10% tidak
melaporkan 10% dari seluruh rumah sakit di Inggris dilakukan perawatan infus. Sedangkan 20
terjangkit infeksi nosokomial. Angka rata-rata responden sebanyak 14 (70%) tidak terjadi plebitis,
infeksi nosokomial terjadi 10% di rumah sakit 6 (30%) terjadi plebitis. Hasil sperman’rho
umum, ICU15-20%, PICU 20-30% 9 . diperoleh p value 0,000 yang artinya ada hubungan
Tenaga kesehatan yang berada di dalam area perawatan infus dengan terjadinya plebitis pada
seperti ruang operasi, instalasi gawat darurat dan pasien yang terpasang infus di Puskesmas Krian
laboratorium sangat rentan dan memiliki risiko Sidoarjo 12 .
tinggi untuk terekspos pada penularan penyakit Hasil Penelitian Vitaramalia (2015),
akibat infeksi virus atau bakteri. Terdapat sekitar 3 menunjukkan pasien yang dilakukan dressing infus
juta tenaga kesehatan di antara 35 juta tenaga sebanyak 25 orang, dimana 22 orang (88%) tidak
kesehatan di seluruh dunia yang mengalami infeksi mengalami plebitis dan 3 orang yang mengalami
virus akibat luka pada jaringan kulit (per plebitis (12%). Pasien yang tidak dilakukan
cutaneous) setiap tahunnya, dengan kriteria dressing infus sebanyak 25 orang, dimana 4 orang
sebanyak 2 juta tenaga kesehatan terinfeksi oleh (88%) tidak mengalami plebitis dan 21 orang yang
virus HBV, 0,9 juta tenaga kesehatan terinfeksi mengalami plebitis (12%). Berdasarkan hasil uji
virus HCV dan 170.000 tenaga kesehatan terinfeksi “chi square” nilai p= 0,000 (p value < 0,05).
virus HIV. Penyebaran dan penularan penyakit Berarti secara statistik ada hubungan dressing infus
terhadap tenaga kesehatan sebenarnya dapat terhadap terjadinya plebitis di Pavilium Anggrek
dicegah dan strategi untuk melindungi para tenaga RSU Undata Provinsi Sulawesi Tengah dengan
kesehatan dari paparan virus berbahaya adalah nilai odds ratio (OR) = 38,5 yang artinya dressing
meliputi implementasi mengenai tindakan infus dapat mencegah plebiti sebanyak 39 kali 13 .
kewaspadaan universal, pemberian vaksin Hepatitis Data dari Rumah Sakit Daerah Madani
B dan kemampuan serta kesadaran diri sendiri Provinsi Sulawesi Tengah Jumlah data
untuk melindungi diri dari paparan infeksi virus 10 . HAIs/infeksi nasokomial tahun 2016, kasus
Data infeksi nosokomial di Indonesia sendiri plebitis 200 kasus, infeksi daerah operasi sebanyak
berdasarkan survey point prevalensi dari 11 rumah 10 kasus. Hasil studi pendahuluan di Ruang
sakit di Indonesia yang dilakukan oleh Perdalin perawatan umum peneliti melihat ada 3 orang
Jaya Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, angka perawat yang tidak menggunakan handscoon
kejadian infeksi nosokomial plebitis setiap tahun ketika aff infus, perawat terkadang mengganti
ada, karena Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya perban infus ketika basah dan ketika pasien
merupakan rumah sakit rujukan, dan rumah sakit mengeluh plesternya terbuka. Berdasarkan data
pendidikan. Berdasarkan hasil laporan di rumah tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
sakit Bhayangkara terdapat 4 (empat) besar jenis penelitian tentang hubungan dressing infus dengan
penyakit infeksi nosokomial, jenis infeksi kejadian hospital-acquired infections (HAIS)
nosokomial terbanyak plebitis (86,74%), infeksi plebitis di Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi
transfusi darah (6%), Infeksi Luka Operasi (ILO) Sulawesi Tengah.
(4,81%) dan Dekubitus (2,24%) 11 .
Infeksi terkait sarana pelayanan kesehatan METODE PENELITIAN
adalah tantangan yang serius bagi rumah sakit Penelitian ini merupakan penelitian analitik
karena hal tersebut dapat menyebabkan kematian, dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini
baik langsung maupun tidak langsung serta dilaksanakan di Rumah Sakit Daerah Madani
menjadikan pasien dirawat lebih lama dan Provinsi Sulawesi Tengah pada tanggal 01
memakan biaya lebih mahal. Semakin tingginya September sampai dengan 07 Oktober 2017.
kasus infeksi yang didapat dari rumah sakit, Populasi dalam penelitian ini adalah rata-rata
hendaknya pihak rumah sakit menyusun program pasien yang di rawat inap umum di Ruang
upaya pengendalian infeksi yang serius. Salah satu Jambu, Nangka dan Melon RSD Madani
strategi yang bermanfaat dalam pengendalian Provinsi Sulawesi Tengah yaitu 271 orang.
infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan
Sampel berjumlah 38 orang, dengan teknik
petugas kesehatan dalam metode universal
pengambilan sampel menggunakan purposive
precautions 11 .
sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah pasien yang dipasang infus dari RSD Tabel 2 Distribusi frekuensi dressing infus dan
Madani dan sudah berlangsung 2-3 hari, kejadian hospital-acquired infections
tingkat kesadaran pasien baik (composmentis), (HAIs) plebitis di Rumah Sakit Daerah
pasien yang tidak mengalami gangguan Madani Provinsi Sulawesi Tengah
Variabel f %
imunitas (SLE) dan penyakit kulit lainnya, Dressing Infus
bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi Dilakukan 14 36,8
dalam penelitian ini adalah pasien luka bakar Tidak dilakukan 24 63,2
derajat ≥ 2, tingkat kesadaran pasien baik Kejadian (HAIs) Plebitis
(composmentis), pasien yang mengalami Tidak plebitis 20 52,6
Plebitis 18 47,4
gangguan imunitas (SLE) dan penyakit kulit
Jumlah 38 100
lainnya. Analisis yang digunakan adalah analisis Sumber: Data primer 2017
univariat dan bivariat menggunakan uji chi-square
dengan tingkat kemaknaan 95%. Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 38
responden, yang dilakukan dressing infus
HASIL PENELITIAN sebanyak 14 responden (36,8%), tidak
dilakukan dressing infus sebanyak 24
Analisis Univariat
responden (63,2%). Responden yang tidak
Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan usia, plebitis sebanyak 20 responden (52,6%), yang
pendidikan dan pekerjaan di Rumah Sakit plebitis sebanyak 18 responden (47,4%).
Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah
Karakteristik Responden f % Analisis Bivariat
Usia
26-35 Tahun 18 47,4 Tabel 3 Hubungan dressing infus dengan kejadian
36-45 Tahun 9 23,7 hospital-acquired infections (HAIs) plebitis
46-55 Tahun 8 21,1 di Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi
56-65 Tahun 2 5,3 Sulawesi Tengah
> 65 tahun 1 2,6 Plebitis OR
Pendidikan P.
Dressing Tidak Total 95%
SD 5 13,2 Plebitis value
Infus plebitis (N) CI
SMP 14 36,8 f % f %
SMA 17 44,7 Dilakukan 12 85,7 2 14,3 14
S1 2 5,3 Tidak
Pekerjaan 8 33,3 16 66,7 24 0,005 11,035
dilakukan
Buruh 4 10,5 Jumlah 20 57,1 15 42,9 35
IRT 12 31,6 Sumber: Data primer 2017
PNS 3 7,9
Swasta 19 50 Tabel 3 menunjukkan bahwa responden yang
Jumlah 38 100 dilakukan dreesing infus sebanyak 14 responden,
Sumber: Data primer 2017
dimana sebanyak 12 responden (85,7%) tidak
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 38 mengalami plebitis dan 2 responden (14,3%)
mengalami plebitis. Responden yang tidak
respoden yang paling banyak adalah usia 26-35
dilakukan dressing infus sebanyak 24 responden,
Tahun sebanyak 18 responden (47,4%) dan usia
dimana sebanyak 8 responden (33,3%) tidak
yang paling sedikit adalah usia > 65 tahun sebanyak
plebitis dan 16 responden (66,7%) mengalami
1 responden (2,6%). Pendidikan yang paling
plebitis.
banyak adalah pendidikan SMA sebanyak 17
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh
responden (44,7%), dan pendidikan yang paling
nilai p= 0,005 (p value < 0,05), yang artinya secara
sedikit adalah pendidikan S1 sebanyak 2 responden
statistik ada hubungan dressing infus dengan
(5,3%). Pekerjaan yang paling banyak adalah
kejadian hospital-acquired infections (HAIs)
Swasta sebanyak 19 responden (50%), pekerjaan
plebitis di Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi
yang paling sedikit adalah PNS sebanyak 3
Sulawesi Tengah.
responden (7,9%).
PEMBAHASAN terdapat kemerahan, nyeri tekan dan infiltrasi pada
Dressing infus di Rumah Sakit Daerah Madani area penusukan16.
Provinsi Sulawesi Tengah Sejalan dengan pendapat Tiejea (2010) yang
Hasil penelitian dari 38 respoden dilakukan mengatakan salah satu cara untuk mencegah infeksi
dressing infus sebanyak 14 responden (36,8%), adalah dengan melakukan tindakan aseptik yang
tidak dilakukan dressing infus sebanyak 24 kuat yang bertujuan untuk menguranggi atau
responden (63,2%). menghilangkan jumlah mikroorganisme baik pada
Terapi infus/dressing infus adalah tindakan benda hidup maupun benda seperti alat-alat
yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan, kesehatan yang digunakan17.
elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke
dalam tubuh melalui intravena. Tindakan ini sering Kejadian Hospital-Acquired Infections (HAIs)
merupakan tindakan life saving seperti pada plebitis di Rumah Sakit Daerah Madani
kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, Provinsi Sulawesi Tengah
karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian Hasil penelitian menunjukkan dari 38
yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang respoden yang tidak plebitis sebanyak 20 responden
keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa. (52,6%) dan yang plebitis sebanyak 18 responden
Tindakan ini merupakan metode efektif dan efisien (47,4%).
dalam memberikan suplai cairan ke dalam Plebitis adalah daerah bengkak, kemerahan,
kompartemen intravaskuler14. panas, dan nyeri pada kulit sekitar tempat kateter
Hal ini disebabkan karena sebagian besar intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika
perawat diruangan Jambu, Nangka dan Melon sadar Plebitis disertai dengan tanda-tanda infeksi lain
akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang seperti demam dan pus yang keluar dari tempat
perawat yang harus merawat pasien dengan cara tusukan, ini digolongkan sebagai infeksi klinis
memperhatikan infus pasien. Walaupun pada bagian luar17.
kenyataannya tidak semua tindakan evaluasi Pendapat peneliti hal ini disebabkan oleh
dressing infus dilakukan oleh perawat. Sebagian karena banyak faktor yang mempengaruhi
besar perawat melakukan tindakana cuci tangan terjadinya plebitis. Tanda plebitis yang banyak
sebelum kontak dengan bagian apapun dari infus, terjadi adalah pasien mengeluh nyeri, kemerahan,
melakukan teknik aseptik, memeriksa tempat dan bengkak pada daerah pemasangan kateter IV.
penusukan intravena setiap hari dan mengganti Hal ini terjadi pada hari ke-3 atau > 48 jam.
balutan steril, segera melepas kateter IV bila ada Penyebab terjadinya plebitis diakibatkan banyak hal
tanda awal peradangan seperti kemerahan, bengkak salah satunya adalah jenis cairan infus yang
dan infus macet. Perawat juga segera mengganti diberikan, tempat penusukan IV pada bagian
kateter intravena setiap 48-72 jam dan apabila punggung tangan dan kateter IV yang terlalu lama
pasien yang terpasang infus juga mendapatkan dipasang.
transfusi darah maka perawat segera mengganti Sesuai dengan pendapat Tietjen et al (2014)
infus set. yang mengatakan plebitis adalah bengkak,
Pasien yang tidak dilakukan dressing infus kemerahan, panas dan nyeri pada kulit sekitar area
disebebkan karena biasanya banyak tindakan medis penusukan intravena17. Darmawan (2008) yang
lainnya yang harus dilakukan perawat sehingga mengatakan plebitis mengacu pada temuan klinis
kadang perawat tidak sempat mengontrol tempat adanya nyeri, nyeri tekan, bengkak, pengerasan,
penusukan intravena dan mengganti balutan steril eritema dan hangat14.
setiap hari, tidak mengganti 48-72 jam kateter IV Sesuai dengan pendapat Francombe (1998)
yang digunakan dan pada pasien yang terpasang dalam Broker dan Govid (2013) yang mengatakan
transfusi, tetapi perawat tetap mencuci tangan faktor utama terjadinya plebitis adalah akibat iritasi
sebelum kontak dengan pasien dan segera kimiawi atau mekanis. Faktor utamanya infus
mengganti infus set bila ada tanda-tanda infeksi larutan yang hipertolik, benda (partikel) yang
seperti kemerahan dan infus macet. berasal dari obat yang belum larut sempurna,
Hal ini sejalan dengan pendapat Mubarak potongan karet atau kaca dari vial, dan plastik dari
(2010), yang mengatakan bahwa tempat penusukan kanula. Terbentuk eritema di bagian proksimal dari
intravena perlu dilakukan perawatan. Balutan harus tempat pungsi vena, disertai nyeri. Plebitis jarang
segera diganti bila balutan menjadi basah, kotor dan disebabkan oleh bakteri, tetapi septikemia lebih
terlepas15. Menurut Laroka dan Otto (2010) sering dijumpai pada pasien yang mengalami
mengatakan tempat penusukan IV harus diganti plebitis19.
setiap 48-72 jam, dan segera diganti apabila
Didukung pendapat Darmawan (2008), hemorargic stroke (NHS). Pada penyakit diabetes
faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka dengan usia 65 tahun (lansia) pembuluh darah
plebitis mencakup, usia, jenis kelamin dan kondisi sudah mulai rapuh dan mudah mengalami plebitis.
dasar (yakni: diabetes mellitus, infeksi, luka bakar). Hasil observasi peneliti responden banyak
Suatu penyebab yang sering luput perhatian adalah mendapat terapi antibiotik, anti nyeri, obat anti
adanya mikropartikel dalam larutan infus dan ini perdarahan. Pemberian obat yang banyak sehingga
bisa dieliminasi dengan penggunaan filter14. memicu terjadinya plebitis. Responden yang
Darmawan (2008) juga mengatakan plebitis menderita NHS meskipun telah dilakukan
bisa disebabkan berbagai faktor seperti flebitis perawatan dressing infus namun mengalami plebitis
kimia, oleh pH dan osmolaritas cairan infus yang karena obat-obatan yang diberikan konsentrasinya
tinggi,dan pemberian infus yang cepat sangat tinggi. Keadaan inilah yang membuat
mikropartikel obat yang tidak larut, penempatan responden mengalami plebitis.
kanula pada punggung tangan, bahan dasar kateter Responden yang tidak dilakukan dressing
dan pemberian infus yang cepat14. infus dan tidak mengalami plebitis sebanyak 8
Sedang plebitis mekanik lebih disebabkan responden (33,3%). Responden tidak mengalami
karena penempatan kanula yang tidak tepat, serta plebitis meskipun tidak dilakukan dressing infus
flebitis bakterial yang lebih banyak di pengaruhi karena usia responden masih sangat produktif dan
oleh tindakan perawat infus kateter yang terlalu pembuluh darah sangat elastis sehingga risiko
lama, teknik aseptik yang tidak baik dan jarang di terjadinya plebitis tidak terjadi. Hasil observasi
lihat secara visual oleh perawat14. peneliti menunjukan konsentrasi obat yang
Hubungan dressing infus dengan kejadian diberikan tidak terlalu tinggi, sehingga tidak terjadi
Hospital-Acquired Infections (HAIs) plebitis di plebitis.
Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Sejalan dengan pendapat Nursalam (2012),
Tengah tindakan dressing infus yang baik dilakukan
Hasil penelitian responden yang dilakukan perawat dapat menurunkan angka kejadian plebitis
dreesing infus sebanyak 14 responden, dimana di rumah sakit. Menurunnya angka kejadian plebitis
sebanyak 12 responden (85,7%) tidak mengalami dirumah sakit berarti tindakan universal precaution
plebitis dan 2 responden (14,3%) yang plebitis. sudah berjalan dengan baik di rumah sakit. Perawat
Responden yang tidak dilakukan dressing infus perlu menumbuhkan budaya untuk melakukan
sebanyak 24 responden, dimana sebanyak 8 dressing infus dengan baik kepada pasien. Budaya
responden (33,3%) tidak plebitis dan 16 responden ini harus ditumbuhkan dari dalam diri perawat, dan
(66,7%) yang plebitis. perlunya dukungan dari pihak manajemen rumah
Hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,005 sakit untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang
(p.value < 0,05), yang artinya secara statistik ada di perlukan perawat untuk meningkatkan dressing
hubungan dressing infus dengan kejadian hospital- infus20.
acquired infections (HAIs) plebitis di Rumah Sakit Sejalan dengan pendapat Tietjen et al (2014),
Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah. plebitis adalah daerah bengkak, kemerahan, panas,
Hasil observasi peneliti, kejadian plebitis ini dan nyeri pada kulit sekitar tempat kateter
disebabkan oleh karena keterbatasan tenaga intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika
perawat untuk melakukan pemantauan secara rutin Plebitis disertai dengan tanda-tanda infeksi lain
dari kateter IV, tidak memeriksa tempat IV setiap seperti demam dan pus yang keluar dari tempat
hari dan mengganti balutan steril setiap 48-72 jam, tusukan, ini digolongkan sebagai infeksi klinis
dan tidak mengganti IV setiap selesai pemberian bagian luar18.
produk darah sehingga mudah terjadi plebitis. Sejalan dengan penelitian Agustini (2010),
Plebitis juga disebabkan karena faktor usia, bahwa usia responden memiliki pengaruh yang
kebanyakan usia lansia mengalami plebitis karena bermakna terhadap terjadinya plebitis pada pasien
pembuluh darah yang sudah mmulai rapuh. Faktor yang terpasang infus dengan p value=0,000 dan
jenis obat yang diberikan di kakater IV juga cairan infus yang digunakan oleh responden
menjadi penyebab terjadinya plebitis, pada pasien memiliki pengaruh yang bermakna terhadap
yang diberikan obat anti nyeri dan pengobatan terjadinya plebitis pada pasien yang terpasang infus
pasien saraf dengan cepat mengalami plebitis. dengan p value=0,00021.
Responden yang dilakukan dressing infus Didukung oleh penelitian Widiastuti (2009),
dan mengalami plebitis sebanyak 2 responden ada hubungan yang bermakna antara karakteristik
(14,3%). Dilihat dari diagnosa penyakit responden responden (pendidikan, lama kerja, pengetahuan)
dimana responden menderita diabetes dan non dengan perilaku perawat dalam menerapkan
kewaspadaan universal di bangsal rawat inap 6. Aisyah & Satyabakti. 2013. Surveilans infeksi
RSUD Sanjiwani Gianyar22. daerah operasi (IDO) menurut Komponen
Pendapat Martono (2011), pengetahuan Surveilans di Rumah Sakit X Surabaya tahun
tentang pencegahan infeksi nosokomial sangat 2012. Jurnal berkala epidemilogi. Vol 1 (edisi
penting untuk petugas rumah sakit terutama no. 2 September 2013): hal 254-265.
perawat, kemampuan untuk mencegah transmisi 7. Yusran. 2012. Pencegahan dan Pengendalian
infeksi di rumah sakit, dan upaya pencegahan Infeksi Menular di rumah Sakit. Jakarta (ID):
infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian Salemba Medika
pelayanan yang bermutu23. 8. Marwoto. 2014. Infeksi Rumah Sakit. Jakarta
(ID): Medical book
KESIMPULAN 9. Chen & Chiang. 2014. Pedoman Manajerial
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: Rumah sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan
1. Dressing infus di Rumah Sakit Daerah Madani Lainnya. Jakarta (ID): EGC
Provinsi Sulawesi Tengah sebagian besar tidak 10.[WHO] World Health Organization. 2012.
dilakukan Prevention of hospital-acquired infections A
2. Sebagian besar tidak terjadi Hospital-Acquired practical guide 2nd edition World Health
Infections (HAIs) plebitis di Rumah Sakit Organization Department of Communicable
Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah Disease. Surveillance and Response. Belgia
3. Ada hubungan dressing infus dengan kejadian (BE): WHO
Hospital-Acquired Infections (HAIs) plebitis di 11.[HIPPI] Himpunan Perawat Pengendali Infeksi
Rumah Sakit Daerah Madani Provinsi Sulawesi Indonesia. 2014. Kewaspadaan Standar Dan
Tengah Transmisi. Jakarta (ID): HIPPI
12.Aprilin. 2011. Hubungan perawatan infus
SARAN dengan terjadinya plebitis pada pasien yang
1. Bagi perawat RSD Madani Agar lebih terpasang infus di Puskesmas Krian Sidoarjo.
meningkatkan universal precaution dalam Journal Keperawatan. Vol 3 (edisi08): hal 12
pencegahan hospital-acquired infections 13.Vitaramalia. 2015. Hubungan dressing infus
(HAIs) plebitis dan diharapkan kepada terhadap terjadinya plebitis di Pavilium
Anggrek RSU Undata Provinsi Sulawesi
ruangan agar bisa melakukan dressing infus
Tengah. [Skripsi]. Palu (ID): STIKes Widya
setiap hari sesuai dengan standar Nusantara Palu.
operasional prosedur yang berlaku. 14.Darmawan. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia.
2. Bagi pihak manajemen kiranya bisa Jakarta (ID): EGC
menambah kuota tenaga perawat agar rasio 15.Mubarak. 2010. Promosi Kesehatan Sebuah
pasien dan perawat yang melayani Pengantar Proses. Jakarta (ID): Salemba
seimbang, sehingga perawat dapat bekerja Medika
maksimal dalam melakukan asuhan 16.Laroka dan Otto. 2010. Terapi Intravena.
keperawatan khususnya dalam dressing Jakarta (ID): EGC
infus. 17.Tiejea. 2010. Infeksi Nosokomial: Problematika
dan pengendaliannya. Jakarta (ID): Penerbit
DAFTAR PUSTAKA Salemba Medika
1. [KEMENKES RI] Kemenkes RI. 2013. 18.Tietjen et all. 2014. Panduan Pencegahan
Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit. Jakarta (ID): KEMENKES RI. dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta (ID):
2. Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Indonesia No. 659 tahun 2009 19.Broker dan Govid. 2013. Identifikasi dan
3. Kadi dan Salati. 2012. Panduan Pelaksanaan implementasi manajemen risiko di Rumah Sakit
Cuci Tangan Dan Pencegahan Infeksi. Jakarta Umum Banyumas. Yogyakarta (ID): Universitas
(ID): Salemba Medika  Gajah Mada
4. Darmadi. 2012. Infeksi Nasokomial. Jakarta 20.Nursalam. 2012. Asuhan Keperawatan Pasien
(ID): Medical book Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta (ID): Salemba
5. Weston. 2013. Manajemen Rumah Sakit. Jakarta Medika
(ID): Salemba Medika 21.Agustini. 2010. Efektivitas simulasi dalam
meningkatkan kepatuhan hand hygiene perawat
(Studi Kasus di RS PKU Muhammadiyah Unit
II Gamping Yogyakarta). Yogyakarta (ID):
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
22.Widiastuti. 2009. Kinerja IPCLN dalam
pencegahan dan pengendalian Infeksi di rumah
sakit: peran pelatihan, motivasi kerja dan
supervisi. Malang (ID): Universitas Brawijaya
Malang.
23.Martono. 2011 Analisis pelaksanaan program
pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial di Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta
Tahun 2012. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai