Anda di halaman 1dari 16

KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA BERKAITAN DENGAN PENANGGULANGAN

BENCANA DAN PERAN PERAWAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

OLEH
KELOMPOK 4/ KEPERAWATAN VII.C
PUTRI DILLA NOFEBRI (1914201128)
TASYA ADIA PUTRI (1914201143)
WELA SAFIRA (1914201150)
RAHMA PUTRI UTAMI (1914201129)
MELANI FAUZYAH (1914201119)
NOVI APRIANI (1914201125)
PUJI HANDAYANI (1914201127)
TITI MALASARI (1914201146)
SAFIRA (1914201135)
ANNISA DANIANTI (1914201102)
OSAINA PUTRI KARIN (1914201003)

DOSEN

Ns. RIHALIZA, M. Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T Tuhan Yang Maha Kuasa
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Kebijakan Pemerintah Indonesia Berkaitan Dengan Penanggulangan Bencana Dan
Peran Perawat Dalam Penanggulangan Bencana”. Makalah Ini Merupakan tugas mata
kuliah “Keperawatan Bencana“. Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua
jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugrah
terbesar bagi seluruh alam semesta.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan
makalah ini, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini dan harapan penulis semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 11 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................ iii

BAB I....................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN.....................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Tujuan........................................................................................................... 1

BAB II...................................................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................2

A. Kebijakan Pemerintah...................................................................................2

1. Dasar Hukum Penanggulangan Bencana Di Indonesia.............................2

B. Peran Perawat dalam Penanggulangan Bencana.........................................5

1. Peran Perawat dalam Tahapan Penanggulangan Bencana......................6

BAB III................................................................................................................... 11

PENUTUP............................................................................................................. 11

Kesimpulan.......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia yang kaya sumber daya ditunjang anugerah tutorial yang luas
dengan karakteristik yang berbeda-beda di tiap daerah wilayahnya. Tidak hanya
itu bencana alamnya pun bermacam- macam jenis dan variasinya, dengan
keberagaman magnitudo serta frekuensi yang cenderung tinggi. Berdampak pada
kepada masyarakat dalam jangka spontan maupun panjang timbulkan kerusakan
serta kerugian yang tidak kecil bagi masyarakat bahkan hingga kematian atau
cedera fisik maupun psikis seperti trauma di sebagian korban selamat, kehilangan
harta benda, kerusakan infrastruktur, kerusakan lingkungan dan lain-lain. Bencana
menurut penyebabnya dikategorikan atas dua tipe yang membedakan, dengan
penyebab aktivitas alam secara natural sendiri, sebagai contoh puting beliung,
angin topan, letusan gunung api, tsunami, gempa bumi, dan bencana alam akibat
perbuatan manusia, misalnya kebakaran hutan, penggundulan lahan, pemotongan
lereng, aktivitas orang tak bertanggungjawab yang asal membuang sampah tidak
ditempanya, penambangan minyak bumi yang tak ramah lingkungan dan masih
banyak lagi contoh lainnya. Ada bencana lainnya yang mungkin saja terjadi
disebabkan hubungan antar individu manusia dengan individu manusia, melalui
konflik hubungan atau aktivitas manusia dengan sesama manusia antara lain
konflik antar suku serta pergesekan kelompok ke kelompok (Susanto, 2006: 2-3).

Pemerintah menanggulangi bencana sebagai langkah tingginya risiko pasca


bencana sesuai dengan maksud Undang-Undang No 24 tahun 2007, Nurjannah
dkk, (2012) menyatakan pemerintah menyusun rencana penanggulangan bencana
dimulai dari inisiatif dan komitmen pemerintah. Dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana diartikan sebagai seluruh
rangkaian kejadian yang memberikan ancaman yang disebabkan oleh faktor alam
maupun non alam serta faktor manusia yang mengakibatkan berjatuhnya korban
jiwa, rusaknya lingkungan di sekelilingnya, dan kerugian material serta dampak
psikologis (Wihayati, 2018).

B. Tujuan
1. Menjelaskan kebijakan pemerintah terkait penanggulangan bencana
2. Menjelaskan peran perawat dalam penanggulangan bencana

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Pemerintah
1. Dasar Hukum Penanggulangan Bencana Di Indonesia
Undang-undang, peraturan pemerintah dan lain-lain yang dapat dijadikan
sebagai payung hukum penanggulangan bencana di Indonesia adalah sebagai
berikut:

1. Undang Undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana


2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang
penyelenggaraan penanggulangan bencana
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 22 tahun 2008 tentang
pendanaan dan pegelolaan bantuan bencana
4. Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 23 tahun 2008 tentang
peran serta lembaga internasional dan lembaga asing non pemerintah
dalam penanggulangan bencana
5. Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2008 tentang Badan Penanggulangan
Bencana Nasional
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 44 tahun 2012 tentang
dana darurat
7. Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 4 tahun 2012 tentang
penanggulangan bencana banjir dan tanah longsor
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
12/MENKES/SK/I/2002 tentang pedoman koordinasi penanggulangan
bencana di lapangan
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 066 tahun 2006
tentang pedoman manajemen sumber daya manusia kesehatan dalam
penanggulangan bencana
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 783 tahun 2008
tentang regionalisasi pusat bantuan penanganan krisis kesehatan akibat
bencana
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 059/MENKES/SK/I/2011
tentang pedoman pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan pada
penanggulangan bencana

2
12. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 10
tahun 2008 tentang pedoman komando tanggap darurat bencana
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 131 tahun
2003 tentang pedoman penanggulanganbencana dan penangangan
pengungsi di daerah

Berikut di bawah ini akan diuraikan rincian sistem penanggulangan bencana


di Indonesia.

1. Perencanaan
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008, perencanaan
penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis resiko bencana
dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan dalam program kegiatan
penanggulangan bencana beserta rincian anggarannya. Penyusunan rencana
penanggulangan bencana dirumuskan untuk jangka waktu lima tahun dan
ditinjau kembali setiap dua tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.
Rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh BNPB dan BPBD.
2. Kelembagaan
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 menyebutkan bahwa
penyelenggaraan penanggulangan bencana di tingkat pusat ditangani oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan di tingkat daerah oleh
Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD). Berikut akan diuraikan
pengorganisasian penanggulangan bencana di tingkat pusat dan daerah.
a. Tingkat pusat
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan lembaga
pemerintah non departemen setingkat menteri yang memiliki fungsi
merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan dan
penanganan pegugsi secara cepat, tepat, efektif dan efisien serta
mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu dan menyeluruh. Tugas BNPB adalah
membantu Presiden R.I dalam mengkoordinasikan perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara
terpadu, serta melaksanakan penanganan bencana da kedaruratan
mulai dari sebelum, pada saat dan setelah terjadi bencanayang meliputi
pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat dan pemulihan.
b. Tingkat daerah
Penanggulangan bencana di daerah ditangani oleh Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Pada tingkat propinsi, BPBD

3
dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah gubernur atau
setingkat eselon Ib dan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh
seorang pejabat setingkat di bawah bupati/walikota atau setingkat eselon
IIa. Pada saat keadaan darurat bencana, Kepala BNPB dan Kepala
BPBD berwenang mengerahkan sumberdaya manusia, peralatan dan
logistik dari instansi/lembaga dan masyarakat untuk melakukan tanggap
darurat yang meliputi permintaan, penerimaan dan penggunaan
sumberdaya manusia, peralatan dan logistik.
3. Pendanaan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor22 tahun 2008, dana penaggulangan
bencana adalah dana yang digunakan bagi penaggulangan bencana untuk
tahap pra bencana, saat tanggap darurat, dan/atau pascabencana. Pendanaan
yang terkait dengan penanggulangan bencana di Indonesia bersumber dari
DIPA (APBN/APBD), dana on-call, dana bantuan sosial berpola hibah, dana
yang bersumber dari masyarakat, dana dukungan komunitas internasional.
Namun dalam hal bantuan untuk penanggulangan bencana yang berasal dari
Negara asing, BNPB wajib berkonsultasi dengan Kementrian Luar Negeri.
BNPB dan BPBD dapat menggunakan dana siap pakai yang ditempatkan
dalam anggaran BNPB dan BPBD untuk pengadaan barang dan/atau jasa
pada saat tanggap darurat bencana. Pengunaan dana siap pakai terbatas
pada pengadaan barang dan/atau jasa untuk pencarian dan penyelamatan
korban bencana, pertolongan darurat, evakuasi korban bencana, kebutuhan air
bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, serta
penampungan dan tempat hunian sementara.
4. Pengembangan Kapasitas
Pengembangan kapasitas dapat dilakukan melalui :
a. pendidikan dan latihan; misalnya memasukkan materi pendidikan
kebencanaan dalam kurikulum sekolah, melakukan pelatihan manajer
dan teknis penanggulangan bencana, mencetak tenaga professional
dan ahli penanggulangan bencana.
b. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan kebencanaan;
contohnya penelitian tentang karakteristik ancaman/hazard di wilayah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
c. penerapan teknologi penanggulangan bencana; seperti pembangunan
rumah tahan gempa, deteksi dini untuk ancaman bencana, teknologi
untuk penanganan darurat.
5. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

4
Menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 2007, penyelenggaraan
penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi dengan prinsip tepat,
cepat dan prioritas. Penanggulangan bencana bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana, menyelaraskan
peraturan perundang-undangan yang sudah ada, menjamin terselenggaranya
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan
menyeluruh, menghargai budaya lokal, membangun partisipasi dan kemitraan
publik serta swasta, mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan
dan kedermawanan serta menciptakan perdamaian.

B. Peran Perawat dalam Penanggulangan Bencana


Peran perawat dalam penanggulangan bencana tidak hanya ditentukan oleh
kompetensinya tapi juga ditentukan oleh pengalaman dilapangan.Hal ini diteliti Kubo
et al. (2006), yang hasilnya kemampuan perawat dalam mengkaji pasien di tempat
penampungan sementara harus memiliki kompetensi juga harus memiliki pengamalan
dalam menghadapi situasi bencana. Bencana tidak bisa diprediksi kapan terjadinya
yang penting bagaimana caranya meningkatkan sistem pelayanan kesehatan
masyarakat terutama meningkatkan keahlian staf yang mengawakinya (Tekeli-Yeşil,
2006). Sehingga mencapai tujuan penanganan bencana untuk mempertahankan
lingkungan yang aman dan menyediakan sistem pelayanan kesehatan untuk para
korban bencana (Qureshi & Gebbie, 2007).
Untuk melaksanakan kegiatan perlu mengetahui tahapan penanggulangan
bencana. Menurut BNPB ada 3 tahapan atau fase penanggulangan bencana yaitu pre
kejadian (kesiapsiagaan dan mitigasi), saat kejadian (respon atau tanggap darurat),
dan pasca bencana/pemulihan ( recovery). Perawat dapat berperan untuk ketigas fase
tersebut.
Menurut International Council of Nurses, (ICN, 2017, pp.3-5), beberapa peran
yang dimainkan perawat dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan dalam
pelaksanaan penanggulangan bencana antara lain:
a. Merefleksikan adanya kepemimpinan keperawatan yang kuat.
Peran perawat kebencanaan adalah multifungsi karena mencakup sebagai
praktisi pelayanan keperawatan, pendidik dalam kegiatan pendidikan dan
pelatihan, manajer pelayanan, konsultan, advocat dan peneliti. Perawat yang akan
menjadi perawat kebencanaan harus memiliki ketrampilan keperawatan dan

5
keahlian gawat darurat agar mampu melakukan bantuan saat tanggap darurat
(World Health Organization & International Council of Nurses, 2009).
b. Proses keperawatan dapat diterapkan di lokasi bencana mewajibkan perawat
tetap melakukan asuhan keperawatan dengan tepat.
Pelayanan keperawatan dalam kebencanaan pada saat gawat darurat
adalah membuat pengkajian cepat dan membuat triase, menentukan diagnosa,
melakukan intervensi dengan cepat dan tepat, serta melakukan evaluasi dan
monitor dan evakuasi bila diperlukan.
c. Menunjukkan komitmen perawat dalam menjaga pelayanan keperawatan yang
berkualitas.
Penekanan akan kemampuan perawat dalam menangani berbagai macam
situasi gawat darurat dpaat dilakukan secara cepat dan tepat terutama pada fase
saat kejadian bencana. Pencapaian ini akan menunjukkan kepada masyarakat
bahwa kompetensi perawat mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang
terkena korban bencana. Kemampuan ini harus dipertahankan dan dijaga oleh
semua perawat, demi komitmen pada kualitas pelayanan keperawatan jangka
panjang. Semua perawat agar menyadari bahwa peran kepemimpinan yang
selama ini hanya fokus diberikan di rumah sakit, ternyata mampu dilaksanakan di
area kebencanaan.
Bila pelayanan keperawatan gawat darurat dapat dilaksanakan pada fase
bencana, maka sama dengan mendukung evaluasi dari The Yokohama Strategy,
in The World Conference on Disaster Reduction, di Hyogo, Japan, Tahun 2005.
Hasil kerangka kerja dari Hyogo Framework for Action 2005-2015 , setuju
terhadap tatangan dalam membuat sistem penanggulangan bencana yang
mendukung pembangunan berkelanjutan untuk memperkuat keamanan nasional
melalui peningkatan peran masyarakat dalam proses mitigasi bencana (Centre
for Research on the Epidemiology of Disasters, 2015).
1. Peran Perawat dalam Tahapan Penanggulangan Bencana
Menurut Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007, there three phases on
disaster management: pra bencana (pre-event), saat kejadian (event), dan pasca
bencaana (post event). Perawat merupakan tenaga mayoritas tenaga kesehatan
yang ada di Indonesia (Ministry of Health. 2016).
a. Peran Perawat pada Tahap Pra Bencana (Pre Event Stage)
Pada tahap pra bencana, perawat dapat menerapkan peran:

1) memberikan pendidikan dan pelatihan tentang kesiapsiagaan


(preparedness) kepada masyarakat

6
2) mengidentifikasi risiko bencana terutama pada kelompok berisiko seperti
orang lanjut usia, orang cacat, anak kecil, dan perempuan, dengan
bekerjasama dengan dinas lain untuk merencanakan penurunan angka
kematian dan kesakitan, membantu dan mendukung pengembangan
kebijakan untuk menurunkan efek tidak baik dari bencana (Vogt & Kulbok,
2008);
3) melakukan identifikasi sumber daya dengan membentuk sistem
komunikasi yang baik antar stakeholder untuk meningkatkan perencanan
bencana yang dapat mengurangi angka kematian dan angka kesakitan
pada saat kejadian bencana (Gebbie & Qureshi, 2002, pp. 46-51).

b. Peran Perawat dalam Tahap Saat Bencana (At Event Stage)


Perawat harus memahami Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007
tentang kegiatan pada tahap tanggap darurat, yaitu:
1) memperhatikan peringatan dini yang dikeluarkan oleh pejabat Pemda
Kabupaten/Kota atau Pemda Provinsi tentang adanya bencana;
2) melakukan mobilisasi dari lokasi kejadian ke area posko yang ditentukan;
3) melakukan evakuasi korban manusia atau harta benda, diikuti dengan
melakukan pengkajian dampak bencana dengan membuat daftar kebutuhan
dasar masyarakat;
4) mencegah dan mengelola pengungsi dan;
5) memperbaiki fasilitas dan infrastruktur.
Menurut Vogt & Kulbok (2008), ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan
pada situasi gawat darurat adalah:
1) Selamatkan nyawa dahulu dan mencegah kecacatan.
Kegiatan yang dapat dilakukan adalah:
a) penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment);
b) pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatan;
c) pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan;
d) perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan,
2) Melakukan Triase.
Kegiatan yang dapat dilakikan adalah:
a) Identifikasi secara cepat korban yang membutuhkan stabilisasi segera
(perawatan di lapangan);
b) Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan
darurat (life saving surgery);
c) Pasien harus diidentifikasi dan diletakkan secara cepat dan tepat;

7
d) Mengelompokkan korban sesuai dengan keparahan dengan memberi
warna tag kuning dan merah;
e) Bagian tubuh yang akan diberikan tindakan harus ditentukan dan diberi
tanda;
f) Buat prioritas untuk mengisolasi dan beri tindakan pasien dengan penyakit
infeksi.
3) Pertolongan pertama.
Kegiatan yang dapa dilakukan adalah:
a) Mengobati luka ringan secara efektif dengan melakukan teknik pertolongan
pertama, seperti kontrol perdarahan, mengobati shock dan menstabilkan
patah tulang;
b) Melakukan pertolongan bantuan hidup dasar seperti manajemen
perdarahan eksternal, mengamankan pernafasan, dan melakukan
penanganan cedera sesuai dengan teknik proseduran yang sesuai;
c) Mempunyai keterampilan Pertolongan pertama seperti membersihkan jalan
napas, melakukan resusitasi, melakukan CPR/RJP, mengobati shock, dan
mengendalikan perdarahan.
d) Membuka saluran udara secepat mungkin dan memeriksa obstruksi
saluran napas harus menjadi tindakan pertama, jika perlu saluran udara
harus dibuka dengan metode Head-Tilt/Chin-Lift;
e) Lakukan pertolongan pertama pada korban dengan perdarahan, perawat
harus menghentikan perdarahan, karena perdarahan yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan kelemahan dan shok dan akhirnya meninggal dunia.
4) Proses pemindahan korban.
Kegiatan yang dapat diakukan adalah:
a) Pemeriksaan kondisi dan stabilitas pasien dengan memantau tanda-tanda
vital;
b) Pemeriksaan peralatan yang melekat pada tubuh pasien seperti infus, pipa
ventilator/oksigen, peralatan immobilisasi dan lain-lain.
5) Perawatan di rumah sakit
Kegiatan yang dapat dilakukan adalah:
a) Mengukur kapasitas perawatan rumah sakit;
b) Lokasi perawatan di rumah sakit;
c) Hubungan dengan perawatan di lapangan;
d) Arus pasien ke RS harus langsung dan terbuka;
e) Arus pasien harus cepat dan langsung menuju RS, harus ditentukan,
tempat tidur harus tersedia di IGD, ruang operasi, dan ICU.

8
6) RHA Menilai kesehatan secara cepat melalui pengumpulan informasi cepat
dengan analisis besaran masalah sebagai dasar mengambil keputusan akan
kebutuhan untuk tindakan penanggulangan segera.
7) Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
a) Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari;
b) Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian;
c) Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di Rumah Sakit.
d) Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian;
e) Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan;
f) Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaannya agar tidak membahayakan diri dan
lingkungannya, dan jangan lupa berkoordinasi dengan perawat jiwa;
g) Mengidentifikasi reaksi psikologis seperti ansietas dan depresi yang
ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri maupun
reaksi psikosomatik seperti hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual
muntah, dan kelemahan otot;
h) Membantu terapi kejiwaan, khususnya pada anak-anak, dan melakukan
modifikasi lingkungan misalnya dengan terapi bermain;
i) Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog
dan psikiater;
j) Konsultasikan kepada supervisi mengenai pemeriksaan kesehatan dan
kebutuhan masyarakat yang mengungsi.
c. Peran Perawat dalam Tahap Pemulihan ( Post Event Stage)
Tahap pemulihan terdiri dari:
1) Rehabilitasi, yang bertujuan mengembalikan kondisi daerah yang
terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal atau lebih
baik;
2) Rekonstruksi. yang bertujuan membangun kembali sarana dan
prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna.
Upaya-upaya yang dilakukan antara lain:
a) Perbaikan lingkungan dan sanitasi;
b) Perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan;
c) Pemulihan psiko-sosial;

9
d) Peningkatan fungsi pelayanan kesehatan (Menteri Kesehatan,
2006;Ardia et all, 2013).
Tahap pemulihan perawat dapat berperan dengan membantu masyarakat
untuk kembali pada kehidupan normal melalui proses konsultasi atau edukasi.
Membantu memulihkan kondisi fisik yang memerlukan penyembuhan jangka
waktu yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan dimana
kecacatan terjadi. Dalam tahap ini, banyak korban yang sudah tidak memiliki
kemampuan, maka sebagai perawat punya tanggung jawab untuk membayar
biaya perngobatan dan perawatan sampai membuat mampu secara status
ekonomi dan sosial (Jakeway, et al., 2008).

10
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
1. Kebijakan penanggulangan bencana merupakan agenda publik dan ditindaklanjuti
sebagai rencana pembangunan daerah prioritas. Dengan adanya UU No. 24 Tahun
2007 muncullah kebijakan tentang perencanaan termasuk pendanaan di dalam
penanggulangan sebuah bencana.
2. Penerapan peran perawat Indonesia dalam tim penanggulangan bencana adalah:
a) merefleksikan adanya kepemimpinan kepeawatan yang kuat;
b) proses keperawatan dapat diterapkan di lokasi bencana mewajibkan perawat
tetap melakukan asuhan keperawatan dengan tepat;
c) menunjukkan komitmen perawat dalam menjaga pelayanan keperawatan yang
berkualitas.
3. Kontribusi peran perawat ternyata dapat diterapkan pada tahapan pra bencana (pre
event stage), saat berncana (at event stage), dan pasca bencana (post event stage),
dan mampu bekerjasama dengan pemerintah dan swasta serta masyarakat dalam
rangka penanggulangan bencana di Indonesia.

11
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana


Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2012). Menuju Indonesia Tangguh
menghadapi Tsunami. Jakarta: BNPB.
David N. Sattler., Mora Claramita., Brett Muskavage. (2017). Natural Disasters in
Indonesia: Relationships Among Posttraumatic Stress, Resource Loss,
Depression, Social Support, and Posttraumatic Growth. Journal of Loss and
Trauma 23(1). DOI: 10.1080/15325024.2017.1415740
Djalante, R. and Thomalla, F. 2010. Community Resilience To Natural Hazards And
Climate Change Impacts: A Review Of Definitions And Operational Frameworks.
International Council of Nurses and World Health Organization Western Pacific Region. .
(2009). ICN Framework of Disaster Nursing Competencies.
Savage, C., & Kub, J. (2009). Public health and nursing: A natural partnership.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 6, 2843-
2848.
Jakeway, C. C., LaRosa, G., Cary, A., & Schoenfisch, S. (2008). The role of public health
nurses in emergency preparedness and response: A position paper of the
association of state and territorial directors of nursing. Public Health Nursing, 25,
353-361. Public health nurses’ roles and competencies in disaster management
Nurse Media Journal of Nursing, 1, 1, January 2011, 1-14.
Stanley (2005). Disaster competency development and integration in nursing education.
Nursing Clinics of North America, 40, 453-467.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Nasional
Kubo, K., Ohara, M., Sakai, A., Oyama, T., Yamamoto, A., Tanigishi, E., et al. (2006). The
analysis of nursing assessment capability required at the temporary shelter.
Kyoritsu Women’s Junior College Kiyo, 1, 9—14.
Tekeli-Yeşil, S. (2006). Public health and natural disasters: Disaster preparedness and
response in health systems. Journal of Public Health, 14, 317-324.
Qureshi, K., & Gebbie, K. M. (2007). Disaster Management. In T. G. Veenema (Ed.),
Disaster Nursing and Emergency Preparedness for Chemical, Biological, and
Radiological Terrorism and Other Hazard (2nd ed., pp. 137-160). New York:
Springer Publishing Company.
International Council of Nurses (ICN). (2017). International Classification for Nursing
Practice (ICNP) Catalogue of Disaster Nursing. Geneva. Switzerland: ICN.
Centre for Research on the Epidemiology of Disasters. (2015). The International Disaster
Database: Disasters trends index. Diunduh
dari: www.emdat.be/disaster_trends/index.html. Tanggal 2 Januari 2019.
Menteri Kesehatan RI. (2006). Buku Panduan Taktik Pengelolaan Kritis Bencana untuk
Pelaksana di Lapangan. Jakarta: Menkes.
Chapman, K., & Arbon, P. (2008). Are nurses ready? Disaster preparedness in the acute
setting. Australasian Emergency Nursing Journal, 11, 135-144.
Huriah, T., dan Farida. L.N. (2010). Gambaran Kesiapsiagaan Perawat Puskesmas dalam
Manajemen Bencana di Puskesmas Kasihan I Bantul Yogyakarta. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Mutiara Medika. Vpl 10. No.2.
Vogt, V., & Kulbok, P. A. (2008). Care of Client in Disaster Settings Community Health
Nursing: Advocacy for Population Health (5th ed., Vol. 2, pp. 759-800). New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
Rowney, R., & Barton, G. (2005). The role of public health nursing in emmergency
preparedness and response. Nursing Clinics of North America, 40, 499-509.
Stanley, Polivka, B. J., Gordon, D., Taulbee, K., Kieffer, G., & McCorkle, S. M. (2008). The
exploresurge trail guide and hiking workshop: Discipline-specific education for
public health nurses. Public Health Nursing, 25, 166–175.
Ardia, P., Juwita, R., Risna, Alfiandi, R., Arnita, Y. , Iqbal, M., and Ervina. (2010). Nurses’

12
Role and Leadership in disaster management at the emergency response.

13

Anda mungkin juga menyukai