Anda di halaman 1dari 20

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Definisi Lansia

Lansia juga dapat dikatakan sebagai usia emas karena tidak semua

orang dapat mencapainya sehingga seseorang yang telah lanjut usia

memerlukan tindakan keperawatan yang lebih (DINKES, 2017).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004

lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun

ke atas (Kemenkes 2017).

Lanjut usia (lansia) merupakan suatu tahap lanjut yang akan dilalui

dalam proses kehidupan pada setiap manusia yang ditandai dengan penurunan

kemampuan dan fungsi tubuh, baik secara fisik maupun psikologis

(setyadhi,2020).

2. Klasifikasi Lansia (Ratnawati, 2018)

a. Menurut WHO batasan lansia meliputi

 Middle Age :45-59 Tahun

 Elderly Age :60-70 Tahun

 Old :75-90 Tahun

 Very Old : Diatas 90 Tahun

b. Ratnawati (2018) mengklasifikasikan lansia antara lain:

1) Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2) Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3) Lansia Risiko Tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseseorang

yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

4) Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan! atau

kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa

5) Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencarai nafkah, sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

c. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015) lanjut usia

dikelompokkan menjadi usia lanjut (60-69 tahun) dan usia lanjut

dengan risiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan).

3. Ciri-Ciri Lansia

Menurut Hurlock (1980) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia,

yaitu:

a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran

Sebagian pemicu terjadinya kemunduran pada lansia adalah faktor

fisik dan faktor psikologis. Dampak dari kondisi ini dapat

mempengaruhi psikologis lansia. Sehingga, setiap lansia


membutuhkan adanya motivasi. Motivasi berperan penting dalam

kemunduran pada lansia. Mereka akan mengalami kemunduran

semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya

jika memiliki motivasi yang kuar maka kemunduran itu akan lama

terjadi.

b. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas

Pandangan-pandangan negatif akan lansia dalam masyarakat sosial

secara tidak langsung berdampak pada terbentuknya status

kelompok minoritas pada mereka.

c. Menua membutuhkan perubahan peran

Kemunduran yang terjadi pada lansia berdampak pada perubahan

peran mereka dalam masyarakat sosial ataupun keluarga. Namun

demikian, perubahan peran ini sebaiknya dilakukan atas dasar

keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perilaku buruk lansia terbentuk karena perlakuan buruk yang

mereka terima. Perlakuan buruk tersebut secara

4. Karakteristik Lansia

Menurut Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI (2016),

karakteristik lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok berikut ini.

a. Jenis kelamin

Dari data Kemenkes RI (2019), lansia lebih didominasi oleh jenis

kelamin perempuan. Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup


yang paling tinggi adalah perempuan.

b. Status perkawinan

Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI, SUPAS 2015, penduduk lansia

ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60

persen) dan cerai mati (37 persen). Adapun perinciannya yaitu lansia

perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04 persen dari

keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang berstatus kawin

ada 82,84 persen. Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan

lebih tinggi dibandinkan dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga

persentase lansia perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak

dibandingkan dengan lansia laki-laki.

c. Living arrangement

Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menunjukkan

perbandingan banyaknya orang tidak produkrif (umur «15 tahun dan »

65 tahun) dengan orang berusia produktif (umur 15-64). Angka tersebut

menjadi cermin besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung

penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk usia nonprodukrif.

d. Kondisi kesehatan | Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi

Kemenkes RI (2016) merupakan salah satu indikator yang digunakan

untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Angka kesakitan bisa

menjadi indikator kesehatan negatif. Artinya, semakin rendah angka

kesakitan menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik

.
e. Keadaan ekonomi

Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat berkualitas

adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial, dan mental

sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi

dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat.

Berdasarkan dara SUPAS 2015 (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI

2016) sumber dana untuk lansia sebagian besar pekerjaan/usaha (46,7

persen), anak/menantu (32,1 persen), suami/istri (8,9 persen) dan

pensiun (8,5 persen), selebihnya 3,8 persen adalah tabungan/deposito,

saudara famili lain, orang lain, jaminan sosial.

B. Konsep Gaze Stabiliztion Exercise

1. Definisi Gaze Stabiliztion Exercise

Gaze stability exercise adalah sebuah latihan adaptasi berdasarkan kemampuan

dari sistem vestibular untuk memodifikasi besarnya vestibule-ocular reflex (VOR) dalam

meningkatkan keseimbangan, kepercayaan diri dan fungsi kognitif. Baru-baru ini efek

Gaze Stability Exercise menjadi terkenal untuk meningkatkan keseimbangan pasien

disfungsi vestibular dalam rehabilitasi vestibular dan kepercayaan diri. Telah ditetapkan

untuk gerakan mata dan alat yang efektif untuk kemampuan keseimbangan dan fungsi

kognitif pada lanjut usia. Hasil ini konsisten dengan bukti bahwa latihan ini menghasilkan

peningkatan yang signifkan dalam stabilitas postural pasien dengan pusing dan

pengalaman jatuh (Jehaman, 2021)..

2. Manfaat Gaze Stabiliztion Exercise

Latihan menstabilkan pandangan membantu orang tua

mempertahankan kemampuan mereka untuk memproses informasi


sensorik yang masuk, karena perolehan informasi sensorik secara alami

menurun seiring bertambahnya usia. Anda tidak memerlukan alat apa

pun, jadi Anda dapat melakukan latihan ini kapan saja. Yang harus Anda

lakukan adalah duduk dan bersantai. Dalam Khanna dan Singh (2014),

nukleus oculomotor mengirimkan informasi ke nukleus oculomotor dan

nukleus oculomotor mengirimkan informasi ke nukleus oculomotor

selama gerakan stabilisasi tatapan. Mata yang stabil Pertahankan postur

tubuh yang stabil saat berdiri atau berjalan. , Sistem vestibular dapat

dilihat seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Vestibular system


(Sumber : Venugopala, 2017)

3. Tehnik Gaze Stabiliztion Exercise

Tehnik gaze stabilization exercise menurut Bhardwaj dan Vats

(2014) terdiri dari berbagai tahap, yaitu :


1. Lansia duduk rileks pada kursi.

2. Usahakan posisi tubuh tegak lurus.

3. Satu jari ditaruh di depan kedua mata dengan jarak kurang

lebih 30 cm kemudian kepala menengok ke kiri dan ke

kanan dengan kedua mata. tetap fokus pada jari seperti

gambar 2.2.

Gambar 2.2 Gaze stabilization exercise


(Sumber : Pinsdaddy, 2010)

4. Gerakan kedua satu jari ditaruh di depan kedua mata dengan

jarak kurang lebih 30 cm kemudian kepala menunduk dan

dengan kedua mata tetap fokus pada jari seperti gambar 2.3.

Gambar 2.3 Gaze stabilization exercise


(Sumber : Pinsdaddy, 2010)

5. Lakukan kurang lebih selama 5 - 10 menit.


a. Indikasi Gaze Stabilization Exercise

Menurut Hain (2009) indikasi dilakukan gaze stabilization


exercise

adalah :

i. Seseorang dengan unilateral vestibular disturbances seperti

vestibular neuritis.

ii. Seseorang dengan vestibular bilateral loss.

iii. Seseorang dengan central vestibular disorder

Lebih lanjut Bhardwaj dan Vats (2014) menyebutkan

bahwa indikasi gaze stabilization exercise adalah :

i. Seseorang dengan vestibular hypo-function.

ii. Lansia sehat dengan nonspecific dizziness.

b. Kontra Indikasi Gaze Stabilization Exercise

Menurut Hain (2009) kontra indikasi dilakukan gaze

stabilization exercise adalah :

i. Seseorang dengan positional vertigo.

ii. Seseorang dengan cervical vertigo.

iii. Seseorang dengan intermittent vestibular


problem.

iv. Seseorang yang memiliki fluktuasi tekanan darah.

C. Konsep Balance Exercise

1 Definisi Balance Exercise


Balance exercise merupakan exercise yang bertujuan

meningkatkan kekuatan otot terutama ekstremitas bawah serta

meningkatkan keseimbangan. Organ yang berperan dalam sistem

keseimbangan tubuh adalah balance percepsion. Latihan ini

sangat membantu mempertahankan tubuhnya agar stabil sehingga

mencegah terjatuh yang sering terjadi pada lansia (Jowir, 2009).

2. Manfaat Balance Exercise

Balance exercise memiliki manfaat penting bagi lansia,

exercise ini membantu lansia untuk tetap menjaga kemampuan

mempertahankan tubuh agar stabil yang akan mecegah kejadian

jatuh pada lansia. Balance exercise dilakukan setidaknya 3 hari

dalam seminggu. Sebagian besar aktivitas dilakukan pada

intensitas rendah. Reddy dan Alahmari (2016) menyatakan bahwa

ketika dilakukan balance exercise maka akan mempengaruhi

propioseptif kemudian mengurangi kekakuan pada sendi, fasci

dan musculo-tendinous unit, perubahan ini kemudian

mempengaruhi input dari otot yang masuk ke sistem saraf pusat

dan menjadi output baru yang berefek pada kemampuan

beradaptasi pada kegiatan yang memerlukan keseimbangan.

a. Tehnik Balance Exercise

Tehnik balance exercie menurut Khanna dan Singh

(2014) terdiri dari berbagai tahap, yaitu :

i. Lansia berdiri di belakang kursi (benda yang memiliki


tinggi yang sama) sambil berpegangan.

ii. Angkat kedua tumit kaki kemudian rapatkan kembali ke

lantai, lakukan secara bergantian selama 20 detik seperti

gambar 2.4.

Gambar 2.4 Balance exercise


(Sumber : NHS
choices, 2014)

iii. Kaki kiri di dorong ke belakang kemudian tarik kembali ke

depan, lakukan langkah tersebut pada kaki kanan seperti

gamber 2.5.

Gambar 2.5 Balance exercise


(Sumber : NHS
choices, 2014)

iv. Angkat kedua tumit kaki, lalu beberapa detik kemudian

lepaskan tangan dari kursi satu persatu secara perlahan dan


tahan.

v. Angkat kaki kanan dengan ujung jari menyentuh mata kaki

sebelah kiri kemudian lepaskan kedua tangan dari kursi

secara perlahan, lakukan langkah tersebut pada kaki kiri

(dilakukan 3 sesi).

vi. Angkat kaki kanan dan hanya menggunakan satu tangan

pada kursi tahan selama 20 detik, lakukan secara perlahan

dan ulangi beberapa kali serta berlaku untuk kaki kanan

seperti gambar 2.6.

Gamber 2.6 Balance Exercise


(Sumber : Harvard Health Publication, 2014)

b. Indikasi Balance Exercise

Menurut Kisner dan Colby (2012) indikasi dilakukan

balance exercise adalah :

i. Seseorang yang mengalami bed rest dalam waktu yang lama.


ii. Seseorang yang mengalami penurunan keseimbangan statis

atau dinamis.

iii. Seseorang yang mengalami penurunan kewaspadaan dan


reflek.

iv. Memiliki masalah muskuloskeletal yaitu penurunan

kekuatan, mobilitas sendi, kelenturan dan postur yang

buruk.

c. Kontra Indikasi Balance Exercise

Menurut Kisner dan Colby (2012) kontra indikasi


dilakukan

balance exercise adalah :

i. Memiliki gangguan kognitif

D. Konsep Keseimbangan Lansia

1. Definisi keseimbangan lansia

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan

kesetimbangan tubuh ketika ditempatkan diberbagai posisi.

Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk

mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi

(center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support).

Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh

dengan didukung oelh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Dalam

penelitian yang kami lakukan, kami mengeksperimenkan keseimbanagan

dinamis tubuh (Mekayanti, dkk, 2015:40).


2. Keseimbangan dinamis

Keseimbangan dinamis merupakan kemampuan tubuh seseorang

dalam mempertahankan keseimbangan pada posisi bergerak seperti

berjalan di papan keseimbangan. Kemampuan dalam mempertahankan

keseimbangan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu sistem sensorik yang

termasuk didalamnya adalah vestibular, visual dan somatosensorik

termasuk proprioceptor, selanjutnya adalah muskuloskeletal yang

termasuk didalamnya yaitu otot, sendi dan jaringan lunak lain yang

kemudian diatur dalam otak melalui kontrol motorik, sensorik, basal

ganglia dan cerebellum sehingga menciptakan respon terhadap

perubahan kondisi internal dan eksternal. Interaksi kompleks tersebut

merupakan pengatur keseimbangan di dalam tubuh yang merupakan

organ keseimbangan (equilibrium). Equilibrium berarti tubuh berada

pada keadaan istirahat (static equilibrium) maupun bergerak dengan

stabil (dynamic equilibrium) (Kisner dan Colby, 2012). Lebih lanjut

Kisner dan Colby (2012) menyatakan bahwa keseimbangan terbaik

adalah ketika center of mass (COM) atau center of gravity (COG)

dipertahankan pada base of support (BOS).

COM adalah titik tengah dari total massa tubuh yaitu titik yang

menandakan tubuh pada equilibrium yang sempurna, ditentukan dengan

berat rata-rata setiap segmen tubuh. COG adalah garis vertikal proyeksi

dari COM ke tanah, dengan COG normal pada manusia dewasa adalah

sedikit anterior dari tulang sacrum 2. BOS merupakan batas area kontak
antara tubuh dengan permukaan yang dipijak, sehingga posisi kaki

mempengaruhi BOS dan kestabilan tubuh (Kisner dan Colby, 2012).

Lebih lanjut menurut Kisner dan Colby (2012) latihan untuk

meningkatkan keseimbangan pada lansia dapat dilakukan, penelitian telah

membuktikan latihan keseimbangan pada lansia selama 4 minggu

meningkatkan keseimbangan dan menurunkan risiko jatuh dibandingkan

mereka yang tidak melakukan latihan.

1. Cara Pengukuran

Pengukuran untuk keseimbangan bisa dilakukan dengan Functional

Reach Test (FRT). Menurut Flening, et al (2011) FRT adalah pengukuran

dengan cara berdiri dengan tangan lurus ke depan dengan subyek

mengulurkan tangan sejauh yang dia mampu, bila jaraknya kurang dari

15 cm maka ini mengindikasikan risiko jatuh. Ada beberapa hal yang

harus diperhatikan dalam menggunakan tes ini yaitu :

i. Kriteria pengukuran :

Mengukur jarak yang mampu dicapai dengan tangan tanpa

beranjak dari tempat berdiri.

ii. Alat yang dibutuhkan :

Penggaris atau meteran

iii. Pelaksanaan :

Posisi awal adalah berdiri, tangan 90 derajat lurus ke depan,

kemudian mencoba mengulurkan tangan sejauh yang

subyek bisa akhirnya di tulis catatan jarak tangan gambar


2.7.

Gambar 2.7 Functional Reach Test


(Sumber :UpToDate, 2011)

E. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang di lakukan Vincent & Josseph (2017) dengan judul

“The Combined Effectiveness Of Gaze Stability Exercise And

Otago Exercise On Balance And Fall Risk In Elderly People”.

Tujuan penelitian ini untuk Mengetahui pengaruh kombinasi

latihan stabilitas tatapan dan program latihan Otago terhadap

peningkatan keseimbangan dan penurunan resiko jatuh pada lansia

Metode yang di gunakan 30 subjek dengan kelompok usia 65- 75

berpartisipasi dalam penelitian ini. Subyek dibagi menjadi dua

kelompok yang sama dengan masing-masing 15 sampel. Grup A

melakukan latihan stabilitas tatapan dan program latihan Otago

bersama dengan latihan konvensional dan Grup B melakukan


latihan konvensional saja. Kedua kelompok melakukan latihan

selama dua bulan. Hasil diukur sebelum dan sesudah perawatan

menggunakan Berg Balance Scale dan Dynamic Gait Index.

Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon dan

Mann-Whitney U. Hasil: Berdasarkan analisis statistik, hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan

secara statistik dalamkeseimbangan dan risiko jatuh antara pre-test

dan post-test pada kelompok eksperimen dan kontrol (p<0,000).

Kelompok eksperimen menunjukkan peningkatan yang lebih besar

dalam keseimbangan pada BBS dan pengurangan risiko jatuh pada

DGI daripada kelompok kontrol pada orang tua. Kesimpulan:

Penelitian ini memberikan bukti tentang efektivitas gabungan.

2. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Jehaman, dkk (2021) dengan

judul Pengaruh Otago Exercise Dan Gaze Stability Exercise Terhadap

Keseimbangan Pada Lanjut Usia. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui adanya pengaruh Otago Exercisa Dan Gaze Stability

Exercise Terhadap Keseimbangan Pada Lanjut Usia . Penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan quasi

eksperimen dengan desain penelitian menggunakan pre-test dan

post-test. Penentuan jumlah menggunakan metode purposive

sampling dan diperoleh sampel sebanyak 14 orang. Pengumpulan

data dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan lembar

observasi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah latihan otago


dan latihan stabilitas tatapan, sedangkan variabel terikatnya adalah

keseimbangan. Penilaian keseimbangan menggunakan TUG > 12

detik mengalami keseimbangan sebanyak 14 orang. Uji statistik

menggunakan uji peringkat bertanda wilcoxon dengan = 0,05.

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan antara pemberian otago exercise dan gaze stability

exercise terhadap keseimbangan lansia, dengan nilai p

(0,001ÿ0,005). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh

antara pemberian otago exercise dan gaze stability exercise

terhadap keseimbangan lansia.

3. Lina (2020) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Gaze

Stability Exercise Dan Swiss Ball Exercise Terhadap Peningkatan

Keseimbangan Lansia. Dengan hasil penelitian tersebut ada

perbedaan efektifitas antara kedua intervensi, dimana jalan tandem

lebih efektif dibandingkan gaze stability exercise karena jalan

tandem lebih dapat merangsang motorik tanpa

memfokuskanpikiran responden

F. Kerangka Teori

Keranga teori merupakan ringkasan dari tinjauan pustaka yang

digunakan untuk mengidentifikasi varibel-variabel yang akan diteliti, yang

berkaitan dengan konteks ilmu pengetahuan yang digunakan untuk

mengembangkan kerangka konsep penelitian (Notoadmojo, 2010). Pada

penelitian ini variabel-variabel yang akan diteliti yaitu.


Lanjut Usia

Penurunan Daya Tahan Penurunan Kekuatan Otot Penurunan Kelenturan Penurunan Koordinasi

Penurunan kesehatan
Penurunan aktifitas
Gangguan tidur
Penurunan keseimbangan

Tai Chi Philates Exercise Terapi Rehabilitasi Vestibular Core Exercise

Visual Dependence Exercise


Gaze Stabilization Exercise Physical Conditioning Exercise
Balance Exercise

Memperbaiki interaksi vestibule-visual


Meningkatkan sistem vestibular

Berpengaruh terhadap keseimbangan

Keterangan gambar:
: Diteliti

: Tidak diteliti (Gambar 3.1 Kerangka Konseptual


Penelitian)

G. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah hubungan antara konsep-konsep yang diamati

atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoadmojo,

2010). Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

- Gaze Stabilization Keseimbangan Lansia


Exercise
- Balance Exercise

H. Hipotesis

Hipotesa dalam suatu penelitian ini adalah pengaruh gaze stabilization

exercise dan balance exercise terhadap peningkatan keseimbangan lansia

pada kelompok lanjut usia di Desa Sumberjo”.

Ha : Ada pengaruh gaze stabilization exercise dan balance exercise

terhadap peningkatan keseimbangan lansia pada kelompok lanjut usia di

Desa Sumberjo.

H0 : Ada pengaruh gaze stabilization exercise dan balance exercise terhadap

peningkatan keseimbangan lansia pada kelompok lanjut usia di Desa

Sumberjo.

Anda mungkin juga menyukai