Anda di halaman 1dari 9

Trend dan Issu Keperawatan Gerontik

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Keperawatan

Disusun Oleh:

Sister Hendrayani ( 031 )


Ni Kadek Manik Dewani ( 033 )
Ni Putu Diah Suri ( 035 )
Nurul Musyarofa ( 037 )
Prisdi Setiawan ( 039 )

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi

Program Studi S1 Keperawatan

Banyuwangi Maret 2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
Trend dan Issu Keperawatan Gerontik dapat tersusun hingga selesai. Serta tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
pembaca. Kedepannya kami berharap ada penelitian yang dapat menambah isi serta
memperbaiki bentuk makalah agar dapat disempurnakan.

Tidak lupa kami sampaikan bahwa makalah ini masih banyak kekuragan karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh karenanya kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun.

Banyuwangi, 28 Maret 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia merupakan masa manusia menapaki kehidupan menjelang akhir hayat.


Keadaan ini identik dengan perubahan-perubahan yang mencolok pada fisik maupun
psikis manusia tersebut. Secara kronologis lansia merupakan orang yang telah berumur 60
tahun keatas ( Wahyuni, 2003 ). Tetapi ada juga sumber yang menyebutkan bahwa lansia
adalah orang yang telah berumur lebih dari 65 tahun. Menurut Giriwijoyo dan Komariah (
2002 ) secara kronologik lansia berumur 60 - 70 tahun, sedangkan lansia yang beresiko
tinggi berusia di atas 70 atau diatas 60 tahun yang mengidap penyakit. Dirjen Kesehatan
Masyarakat mengelompokkan usia diatas 40 tahun sebagai berikut : ( 1 ) Usia menjelang
lanjut usia 40 - 55 tahun, ( 2 ) Usia lanjut masa presenium 55 - 64 tahun, ( 3 ) Usia lanjut
masa senescens di atas atau sama dengan 65 tahun, ( 4 ) Usia lanjut resiko tinggi di atas 70
tahun. WHO juga mengelompokkan lansia menjadi ( 1 ) Middle Age yaitu antara usia 45 -
59 tahun, ( 2 ) Elderly yaitu antara usia 60 - 74 tahun, ( 3 ) Old yaitu antara usia 75-90
tahun, dan ( 4 ) Very Old di atas atau sama dengan 90 tahun ( Giriwijoyo dan Komariah,
2002 ). Sebagaimana dilaporkan oleh Ekspert committee on Health of the erderly, WHO
yang telah mengadakan pertemuan tahun 1987 bahwa menjelang tahun 2000 kurang lebih
dua diantara tiga orang dari 600 juta orang lansia berada di negara berkembang. Di
Indonesia di perkirakan akan beranjak dari peringkat ke-10 pada tahun 1980 menjadi
peringkat ke-6 pada tahun 2020, di atas Brasil yang menduduki peringkat ke- 11 pada
tahun 1980. Banyak kelainan atau penyakit yang prevalensinya meningkat dengan
bertambahnya usia, sistem organ yang mengalami proses penuaan akan rentan terhadap
penyakit. Makin panjangnya usia harapan hidup seseorang disamping sebagai suatu
kebanggaan namun di pihak lain juga merupakan tantangan yang sangat berat, mengingat
tidak sedikit masalah yang timbul akibat penuaan. Hal yang lebih ironis adalah keadaan ini
belum didukung oleh adaanya kualitas pelayanan kesehatan bagi lansia. Pengetahuan
perawat lansia dan pelayanan kesehatan perlu mengevaluasi standart praktik gerontik dan
untuk membuat perencanaan di masa yang akan datang ( Stanley, 2006 ).
Proses menjadi tua selalu disertai oleh menurunnya proses mental dengan
beberapa kesulitan dalam memasukkan bahan-bahan baru pada ingatan ( Kaplan dan
Saddock, 2008 ). Pengaruh proses penuaan menimbulkan berbagai masalah baik secara
fisik, mental maupun sosial ekonomi. Penurunan biopsikososial pada lansia seringkali
diikuti munculnya konflik yang dialami oleh lansia. ( Neugarten, 2007 ) menguraikan
bahwa konflik utama yang dialami lansia mempunyai hubungan dengan pelepasan
kedudukan dan otoritasnya, serta penilaian terhadap kemampuan, keberhasilan, kepuasaan
yang di peroleh sebelumnya, hal ini berlaku baik pada pria dan wanita. Rasa tersisih, tidak
dibutuhkan, dan ketidakmampuan menemukan jalan keluar dari masalah yang timbul
akibat dari proses penuaan merupakan penyebab munculnya permasalahan psikologi pada
lansia ( Papalia,2011 ).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebgai berikut:
1. Pengertian Lansia ?
2. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Diri ?
3. Tingkat Kemampuan Perawatan Diri Lansia ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian manejemen kecemasan terhadap tingkat
kecemasan lansia.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan sebelum diberi manajemen Kecemasan.
2. Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan sesudah diberi manajemen kecemasan.
3. Menganalisah tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberi manajeme kecemasan.
1.4 Manfaat Penelitihan
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan adanya pengaruh menejemen
kecemasan dengan penurunan tingkat kecememasan lansia.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai wacana untuk penelitian
selanjutnya di bidang keperawatan khususnya yang berkaitan dengan kecemasan
lansia.

1.4.2 Manfaat Praktis


1. Hasil penelitihan ini dapat digunakan sebagai upaya pengembangan ilmuwan
keperawatan gerontik, sehingga mampu mengkaji pengaruh pemberian menejemen
kecemasan terhadap kecemasan lansia sehingga dapat dijadikan dasar pengembangan
pelayanan keperawatan.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dasar pengetahuan bagi peneliti
dalam melakukan kajian ilmiah mengenahi pengaruh pemberian manajemen
kecemasan terhadap kecemasan lansia.
1.5 Batasan Istilah Penelitihan
1. Lansia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang dimulai dengan
adanya beberapa perubahan dalam hidup. Usia tua dialami dengan cara yang
berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua
dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi
mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad
berbakti. Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang
berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontak,penolakan,dan keputusan.
2. Kecemasan adalah suatu keadaan yang diatandai dengan perasaan ketakutan dan
bingung yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya
hiperaktivitas sistem otonom. Tanda-tanda kecemasan menurut Hawari ( 2001 )
secara fisik : ( 1 ) tegang, ( 2 ) gelisah, ( 3 ) gemetar, ( 4 ) denyut nadi bertambah
cepat, ( 5 ) peraan berdebar-debar, ( 6 ) rasa ingin muntah atau mual, ( 7 ) keringat
mengucur terus. Secara psikis ( 1 ) rasa lemah ( 2 ) tidak mampu.
3. Manajemen kecemasan adalah manjemen yang dirancang untuk terapi.
Manajemen kecemasan bertujuan untuk membantu klien mengurai beban perasaan
dan pikiran serta dapat membantu klien untuk untuk mengubah situasi yang ada
demi kesembuhan klien itu sendiri. Serta membantu menikatkan kemampuan
koping.
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Lansia

Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke
atas ( Notoatmojo, 2007 ). Sedangkan dalam bukunya Hardywinoto ( 2005 ) mengatakan
yang dimaksud dengan kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60
tahun ke atas. Batasan lanjut usia menurut dokumen perkembangan lanjut usia dalam
kehidupan bangsa yang diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka pencanangan
hari lanjut usia nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh Presiden RI, batas umur lanjut usia
adalah 60 tahun atau lebih ( Setiabudi, 1999 dalam Setiadi 2005 ).

Ada beberapa pembagian lansia, antara lain : menurut Depkes RI, WHO, dan menurut
pasal 1 Undang – undang No. 4 tahun 1965.

a) Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagai berikut : kelompok menjelang usia


lanjut ( 45-54 tahun ) sebagai masa vibrilitas, kelompok usia lanjut ( 55 - 64 tahun )
sebagai presenium, kelompok usia lanjut ( kurang dari 65 tahun ) sebagai senium.
b) Organisasi kesehatan dunia ( WHO ), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut
: usia pertengahan ( middle age ) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut
( elderly ) antara 6 0- 74 tahun, usia tua ( old ) antara 75 - 90 tahun, usia sangat tua
(very old ) di atas 90 tahun.
c) Menurut pasal 1 Undang - Undang No. 4 tahun 1965 : Seseorang dinyatakan sebagai
orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak
mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya
sehari - hari, dan menerima nafkah dari orang lain. ( Mubarak, 2009 ).

2.2 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Diri


Menurut Potter & Perry ( 2005 ), sikap seseorang melakukan perawatan diri (
personal hygiene ) dipengaruhi oleh sejumlah faktor yaitu : citra tubuh, praktik sosial,
status sosioekonomi, pengetahuan, variabel kebudayaan, pilihan pribadi, dan kondisi
fisik.

a) Citra tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya.
Personal hygiene yang baik akan mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh
individu (Stuart & Sundeen, 1991). Citra tubuh ini dapat seringkali berubah. Citra
tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene seseorang.

b) Praktik sosial
Kelompok-kelompok sosial wadah seorang individu berhubungan dapat
mempengaruhi praktik hygiene pribadi. Praktik hygiene lansia dapat berubah
dikarenakan situasi kehidupan. Misalnya, lansia yang tinggal di rumah perawatan
tidak dapat mempunyai privasi dalam lingkungan yang baru. Mereka tidak
mempunyai kemampuan fisik untuk membungkuk keluar masuk bak mandi kecuali
kamar mandi telah dibentuk untuk mengakomodasi keterbatasan fisik mereka.

c) Status sosioekonomi
Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik kebersihan
yang digunakan. Dari segi ekonomi, harus diperhatikan apakah individu dapat
menyediakan bahan-bahan yang penting seperti deodorant, sampo, pasta gigi, dan
kosmetik. Sedangkan dari aspek sosial dilihat apakan penggunaan produk-produk
tersebut merupakan bagian dari kebiasaan sosial yang dipraktikkan oleh kelompok
sosial individu.

d) Pengetahuan
Pengetahuan akan pentingnya hygiene dan implikasinya bagi kesehatan
mempengaruhi praktek hygiene. Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah
cukup. Seseorang juga harus termotivasi untuk memelihara perawatan diri sehingga
akan terus meningkatkan perawatan dirinya

e) Variabel kebudayaan
Kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi kemampuan perawatan hygiene.
Seorang dari latar belakang kebudayaan berbeda memiliki praktik perawatan diri yang
berbeda. Keyakinan yang didasari kultur sering menentukan definisi tentang
kesehatan dan perawatan diri.

f) Pilihan pribadi
Menurut pilihan dan kebutuhan pribadi, setiap individu memiliki keinginan dan
pilihan tentang kapan untuk melakukan perawatan diri dan bagaimana ia
melakukannya.

g) Kondisi fisik
Semakin lanjut usia seseorang, maka akan mengalami kemunduran terutama di bidang
kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan peranan-peranan sosialnya.
Hal ini mengakibatkan timbulnya gangguan di dalam mencukupi kebutuhan hidupnya.
Sehingga dapat meningkatkan bantuan orang lain.

2.3 Tingkat Kemampuan Perawatan Diri Lansia


Perubahan patofisiologis pada korteks serebri mengakibatkan lansia mengalami defisit
perawatan diri. Sehingga perlu diupayakan penyusunan aktivitas sehari-hari yang lebih
sederhana dan singkat yang dapat menimbulkan kepuasaan bagi lansia dalam
melakukannya ( Smeltzer, 2001 ). Dalam Nursalam ( 2009 ), klasifikasi tingkat
kemampuan perawatan diri ( tingkat ketergantungan klien ) berdasarkan teori Orem
terdiri dari butuh sedikit bantuan ( minimal care ), butuh bantuan sebagian dalam
pemenuhan kebutuhan perawatan diri ( partial care ), dan butuh bantuan penuh dalam
mmenuhi perawatan diri ( total care ). Berdasarkan indeks Activity Daily Living ( ADL )
Barthel, tingkat ketergantungan klien terdiri dari mandiri, ketergantungan ringan,
ketergantungan sedang, ketergantungan berat, dan ketergantungan total.

Anda mungkin juga menyukai