0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
8 tayangan25 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang konsep lansia dan perubahan pada lanjut usia, termasuk karakteristik, klasifikasi, dan permasalahan yang dihadapi lansia. Lansia didefinisikan sebagai orang berusia di atas 60 tahun yang mengalami penurunan kemampuan beradaptasi dan mandiri. Perubahan fisiologis, fungsional, kognitif, dan psikososial merupakan bagian dari proses penuaan yang dapat mempengaruhi kondis
Dokumen tersebut membahas tentang konsep lansia dan perubahan pada lanjut usia, termasuk karakteristik, klasifikasi, dan permasalahan yang dihadapi lansia. Lansia didefinisikan sebagai orang berusia di atas 60 tahun yang mengalami penurunan kemampuan beradaptasi dan mandiri. Perubahan fisiologis, fungsional, kognitif, dan psikososial merupakan bagian dari proses penuaan yang dapat mempengaruhi kondis
Dokumen tersebut membahas tentang konsep lansia dan perubahan pada lanjut usia, termasuk karakteristik, klasifikasi, dan permasalahan yang dihadapi lansia. Lansia didefinisikan sebagai orang berusia di atas 60 tahun yang mengalami penurunan kemampuan beradaptasi dan mandiri. Perubahan fisiologis, fungsional, kognitif, dan psikososial merupakan bagian dari proses penuaan yang dapat mempengaruhi kondis
2.2.1 Pengertian Lansia Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009). Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017). Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan kemampuan beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang diri. 2.2.2 Klasifikasi Lansia Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012): 1) Young old (usia 60-69 tahun) 2) Middle age old (usia 70-79 tahun) 3) Old-old (usia 80-89 tahun) 4) Very old-old (usia 90 tahun ke atas) 2.2.3 Karakteristik Lansia Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo & Martono (2006) yaitu: 1) Usia Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017). 2) Jenis kelamin Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan (Ratnawati, 2017). 3) Status pernikahan Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai mati (37 %). Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04 % dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang berstatus kawin ada 82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase lansia perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-laki yang bercerai umumnya kawin lagi (Ratnawati, 2017). 4) Pekerjaan Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar pekerjaan/usaha (46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara atau jaminan sosial (Ratnawati, 2017). 5) Pendidikan terakhir Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan bahwa pekerjaan lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat sedikit yang bekerja sebagai tenaga professional. Dengan kemajuan pendidikan diharapkan akan menjadi lebih baik (Darmojo & Martono, 2006). 6) Kondisi kesehatan Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Semakin rendah angka kesakitan menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik. Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05%, artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya mengalami sakit. Penyakit terbanyak adalah penyakit tidak menular (PTM) antar lain hipertensi, artritis, strok, diabetes mellitus (Ratnawati, 2017). 2.2.4 Perubahan pada Lanjut Usia Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan terjadinya banyak perubahan pada lansia yang meliputi: 1) Perubahan Fisiologis Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada persepsi pribadi atas kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang memiliki kegiatan harian atau rutin biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan lansia yang memiliki gangguan fisik, emosi, atau sosial yang menghambat kegiatan akan menganggap dirinya sakit. Perubahan fisiologis pada lansia bebrapa diantaranya, kulit kering, penipisan rambut, penurunan pendengaran, penurunan refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan curah jantung dan sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan tubuh terus menerus terjadi seiring bertambahnya usia dan dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan lingkungan. 2) Perubahan Fungsional Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan sosial. Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan dengan penyakit dan tingkat keparahannya yang akan memengaruhi kemampuan fungsional dan kesejahteraan seorang lansia. Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan perilaku aman dalam aktivitas harian (ADL). ADL sangat penting untuk menentukan kemandirian lansia. Perubahan yang mendadak dalam ADL merupakan tanda penyakit akut atau perburukan masalah kesehatan. 3) Perubahan Kognitif Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan perubahan kadar neurotransmiter) terjadi pada lansia yang mengalami gangguan kognitif maupun tidak mengalami gangguan kognitif. Gejala gangguan kognitif seperti disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan berhitung, serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses penuaan yang normal. 4) Perubahan Psikososial Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia seseorang, maka akan semakin banyak pula transisi dan kehilangan yang harus dihadapi. Transisi hidup, yang mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan, meliputi masa pensiun dan perubahan keadaan finansial, perubahan peran dan hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan fungsional dan perubahan jaringan sosial. Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia yang memasuki masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-kehilangan sebagai berikut: a) Kehilangan finansial (pedapatan berkurang). b) Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas). c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya dengan beberapa hal sebagai berikut: 1. Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan cara hidup (memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih sempit). 2. Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya hidup meningkat padahal penghasilan yang sulit, biaya pengobatan bertambah. 3. Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik. 4. Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial. 5. Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan kesulitan. 6. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan. 7. Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga. 8. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri) 2.2.5 Permasalahan Lanjut Usia Menurut Suardiman (2011), Kuntjoro (2007), dan Kartinah (2008) usia lanjut rentan terhadap berbagai masalah kehidupan. Masalah umum yang dihadapi oleh lansia diantaranya: 2.1 Masalah ekonomi Usia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas kerja, memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Disisi lain, usia lanjut dihadapkan pada berbagai kebutuhan yang semakin meningkat seperti kebutuhan akan makanan yang bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, kebutuhan sosial dan rekreasi. Lansia yang memiliki dana pensiun kondisi ekonominya lebih baik karena memiliki penghasilan tetap setiap bulannya. Lansia yang tidak memiliki pensiun, akan membawa lansia pada kondisi tergantung atau menjadi tanggungan anggota keluarganya (Suardiman, 2011) 2.2 Masalah sosial Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik dengan anggota keluarga atau dengan masyarakat. kurangnya kontak sosial dapat menimbulkan perasaan kesepian, terkadang muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, serta merengek-rengek jika bertemu dengan orang lain sehingga perilakunya kembali seperti anak kecil (Kuntjoro, 2007). 2.3 Masalah kesehatan Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya masalah kesehatan. Usia lanjut ditandai dengan penurunan fungsi fisik dan rentan terhadap penyakit (Suardiman, 2011). 2.4 Masalah psikososial Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan sehingga membawa lansia kearah kerusakan atau kemrosotan yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya, bingung, panik, depresif, dan apatis. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat seperti, kematian pasangan hidup, kematian sanak saudara dekat, atau trauma psikis. (Kartinah, 2008).
2.2 Konsep Self Akupresure
2.2.1 Pengertian akupresur Akupresur adalah salah satu teknik pengobatan tradisional Cina yang dipergunakan untuk menurunkan nyeri, mengobati penyakit dan cedera. Akupresur dilakukan dengan memberikan tekanan fisik di beberapa titik permukaaan tubuh yang merupakan tempat sirkulasi energi dan keseimbangan pada kasus gejala nyeri. (Enggal Hadi Kurniawan, 2016) Akupresur disebut juga dengan terapi totok atau tusuk jari adalah salah satu bentuk fisioterapi dengan memberikan pemijatan dan stimulasi pada titik-titik tertentu atau acupoint pada tubuh. Akupresure juga diartikan sebagai menekan titiktitik penyembuhan menggunakan jari secara bertahap yang merangsang kemampuan tubuh untuk penyembuhan diri secara alami (Setyowati, 2018). 2.2.2 Manfaat Terapi Akupresur Akupresur bermanfaat untuk pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, rehabilitas (pemulihan) dan meningkatkan daya tahan tubuh. Akupresur juga bermanfaat untuk menghilangkan nyeri dan gejala-gejala pada berbagai penyakit, seperti menurunkan low back pain dan menurunkan heart rate pada pasien stroke. Akupresur juga dapat digunakan untuk mengatasi nyeri pada gastritis, nyeri saat menstruasi dan distress menstrual. Akupresur selalu terbukti mengatasi nyeri yang bersifat umum, juga terbukti mengatasi nyeri pada penyakit gastritis (Setyowati, 2018).
2.2.3 Cara Kerja Akupresur
Titik-titik akupresur berada dipermukaan kulit yang memiliki kepekaan bioelektik Stimulasi terhadap titik-titik ini akan merangsang keluamya endhorpin, homon pengurang rasa sakit. Sebagai hasilnya, rasa sakit akan diblok dan aliran darah dan oksigen ke area titik-titik tersebut meningkat. Hal ini akan merilekskan otot dan mendorong kesembuhan. Akupresur menghalangi sinyal rasa sakit ke otak melalui stimulasi ringan, menghalangi sensasi rasa sakit melalui syaraf spinal menuju otak. Stimulasi pada titik-titik akupresur tidak hanya dapat menghilangkan sumbatan pada jalur meredian, juga dapat menghilangkan aliran Qi, darah sertamengharmoniskan Yin dan Yang tubuh (Oka Sukanta, 2010). 2.2.4 Akupuntur atau akupresur memanfaatkan rangsangan pada titik-titik akupuntur tubuh pasien, telinga atau kulit kepala untuk mempengaruhi aliran bioenergi tubuh yang disebut dengan Qi. Qi mengalir dalam suatu meredian (saluran). jadi inti pengobatan akupuntur/akupresur adalah mengembalikan sistem keseimbangan (homeostatis) tubuh yang terwujud dengan adanya aliran qi yang teratur dan harmonis dalam meredian sehingga pasien sehat kembali. Dengan menguatkan qi daya tubuh menjadi baik, penyebab penyakit dapat dihilangkan secara tidak langsung Hilangnya penyebab penyakit dan kuatnya ci dapat mengembalikan keadaan yin dan yang sehingga penyakit bisa sembuh dan orang bisa menjadi sembuh kembali (Setyowati, 2018). 2.2.5 Teknik Manipulasi Pemijatan Akupresur Teknik manipulasi atau sering disebut sebagai teknik rangsangan pada pemijatan akupresur merupakan teknik pemijatan yang dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan klien dan penegakan diagnose. Adapun teknik manipulasi atau perangsangan dibagi menjadi dua : 1. Teknik Penguatan (tonifikasi) a. Pemijatan dilakukan pada titik akupresur yang dipilih maksimal 30 kali putaran atau tekanan b. Arah putaran searah dengan jarum jam c. Tekanan yang digunakan sedang d. Titik yang dipilih maksimal 10 titik akupresur e. Jika pemijatan dilakukan pada area jalur meridian, arah pemijatan harus searah dengan jalur perjalanan meridian 2. Teknik Pelemahan (sedasi) a. Pemijatan dilakukan pada titik akupresur yang dipilih antara 40-60 kali putaran atau tekanan b. Arah putaran berlawanan dengan jarum jam c. Tekanan yang digunakan sedang sampai kuat d. Titik yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan e. Jika pemijatan dilakukan pada area jalur meridian, arah pemijatan harus berlawanan arah dengan jalur perjalanan meridian (Setyowati, 2018).
2.2.6 Hal – Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pemijatan Akupresur
1) Kebersihan Terapis Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun antiseptik sebelum melakukan dan setelah melakukan terapi sangatlah penting. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah penularan penyakit antara terapis dengan pasien. 2) Bagian-Bagian Yang Tidak Dapat di Pijat Pemijatan tidak dapat dilakukan pada kondisi kulit terkelupas, tepat pada bagian tulang yang patah, dan tepat bagian yang bengkak. 3) Pasien Dalam Kondisi gawat Penyakit-penyakit yang tidak boleh dipijat adalah tiga penyakit yang dapat menyebabkan kematian tiba-tiba, yaitu ketika terjadi serangan jantung, gagal napas oleh paru-paru, dan penyakit pada saraf otak (misalnya stroke, pecah pembuluh darah, dan cidera otak). Apabila terapis menemukan gejala-gejala diatas segera rujuk kerumah sakit karena penanganan yang keliru dapat menyebabkan pasien terlambat mendapatkan pengobatan yang lebih baik (Oka Sukanta, 2010) 2.2.7 Prosedur Pemberian Terapi Akupresur 1. Persiapan Pasien 2. Pastikan identitas pasien 3. Kaji kondisi pasien terakhir 4. Beritahu dan jelaskan pada pasien atau keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan 5. Jaga privasi pasien 6. Posisikan pasien senyaman mungkin 7. Pasien sebaiknya dalam keadaan berbaring, duduk atau dalam posisi yang nyaman 8. Persiapan Alat a) Alat bantu pemijatan b) Sarung tangan (bila perlu c) Alkohol d) Krim lotion atau minyak e) Handuk kecil 9. Cara Bekerja 1) Tahap Orientasi a. Berikan salam, panggil pasien dengan nama kesukaannya b. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat c. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lama tindakannya pada pasien dan keluarga d. Berikan kesempatan untuk pasien untuk bertanya sebelum terapi dilakukan 2) Tahap Kerja a. Jaga privasi pasien dengan menutup tirai b. Atur posisi pasien dengan posisi terlentang (supinasi), duduk, duduk dengan tangan bertumpu dimeja, berbaring miring atau tengkurap, dan berikan alas c. Bantu melepaskan pakaian pasien atau aksesoris yang dapat menghambat tindakan akupresur d. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bila perlu e. Bersihkan kaki atau tangan pasien menggunakan alkohol, lalu keringkan dengan handuk f. Oleskan krim atau minyak, lakukan teknik pemanasan g. Cari titik-titik rangsangan akupresur untuk nyeri gastritis yang ada ditubuh, menekannya hingga masuk ke sistem saraf. Akupresur hanya memakai gerakan dan tekanan jari h. Kemudian lakukan penekanan pada titik akupresur untuk nyeri Pertama pada titik ST36 empat jari dibawah tempurung lutut sebelah luar tulang kering, kedua pada titik LI 4 pada jari tangan, posisinya dibagian lunak antara jari telunjuk dan ibu jari, dan ketiga SP6 yaitu pberada sekitar 3 jari diatas pergelangan kaki, tepatnya pada bagian lunak atau otot betis bagian bawah i. Penekanan dilakukan sekitar 3-5 detik pada tiap titik meridian atau sampai rasa sakitnya mulai berkurang j. Setelah semua selesai, bersihkan pasien dari sisa-sisa krim atau minyak menggunakan alkohol dan keringkan dengan handuk k. Pemijat membersihkan atau mencuci tangan 3) Terminasi a. Jelaskan pada pasien bahwa terapi sudah selesai dilakukan b. Kaji respon pasien setelah dilakukan terapi c. Rapikan pakaian pasien dan kembalikan ke posisi yang nyaman d. Rapikan alat-alat 4) Hasil a. Evaluasi hasil kegiatan dan respon pasien setelah dilakukan tindakan b. Lakukan kontrak untuk terapi selanjutny c. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik d. Cuci tangan 5) Dokumentasi a. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan b. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) c. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP 2.3 Konsep Spiritual Konsep spiritual memiliki arti yang berbeda dengan konsep religius. Keduanya memang sering digunakan secara bersamaan dan saling berhubungan satu sama lain. Konsep religius merupakan suatu sistem penyatuan yang spesifik mengenai praktik yang berkaitan dengan bentuk ibadah tertentu seperti pada pelaksanaan suatu kegiatan atau proses melakukan suatu tindakan. Emblen mendefinisikan religi sebagai suatu sistem keyakinan dan ibadah terorganisasi yang dipraktikan seseorang secara jelas yang dapat menunjukkan spiritualitas mereka. Konsep spiritual berkaitan dengan nilai, keyakinan, dan kepercayaan seseorang. Kepercayaan itu sendiri memiliki cakupan mulai dari atheisme (penolakan terhadap keberadaan Tuhan) hingga agnotisme (percaya bahwa Tuhan ada dan selalu mengawasi) atau theism (keyakinan akan Tuhan dalam bentuk personal tanpa bentuk fisik) seperti dalam Kristen dan Islam. Keyakinan merupakan hal yang lebih dalam dari suatu kepercayaan seorang individu. Keyakinan mendasari seseorang untuk bertindak atau berpikir sesuai dengan kepercayaan yang ia ikuti. Spiritual berasal dari kata spirit. Spirit mengandung arti semangat atau sikap yang mendasari tindakan manusia. Spirit juga sering diartikan sebagai ruh atau jiwa yang merupakan suatu bentuk energi yang hidup dan nyata. Meskipun tidak terlihat oleh mata dan tidak memiliki badan fisik seperti manusia, spirit itu ada dan hidup. Spirit dapat diajak berkomunikasi sama seperti kita berbicara dengan manusia lain. Interaksi dengan spirit yang hidup itulah yang disebut dengan spiritual. Oleh karena itu spiritual berhubungan dengan ruh atau spirit. Spiritual mencakup nilai-nilai yang melandasi kehidupan manusia seutuhnya, karena dalam spiritual ada kreativitas, kemajuan, dan pertumbuhan. Taylor menjelaskan bahwa spiritual adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan hubungan seseorang dengan kehidupan nonmaterial atau kekuatan yang lebih tinggi. Kemudian O’Brien dalam Blais mengatakan bahwa spiritual mencakup cinta, welas asih, hubungan dengan Tuhan, dan keterkaitan antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Spiritual juga disebut sebagai keyakinan atau hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, kekuatan pencipta, Ilahiah, atau sumber energi yang tidak terbatas. Menurut Notoatmodjo, spiritual yang sehat tercermin dari cara seseorang mengekspresikan rasa syukur, pujian, atau penyembahan kepada Tuhan, selain itu juga perbuatan baik yang sesuai dengan norma-norma masyarakat.Burkhardt menguraikan karakteristik spiritual yang meliputi hubungan dengan diri sendiri, alam dan Tuhan. 2.3.1 Kebutuhan Spiritual Kebutuhan spiritual merupakan suatu kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, serta menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan. Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mencari arti tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta untuk memberikan maaf. 27 Terdapat 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia, yaitu: 1) Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara terus-menerus diulang untuk membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah. 2) Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, merupakan kebutuhan untuk menemukan makna hidup dalam membangun hubungan yang selaras dengan Tuhan (vertikal) dan sesama manusia (horizontal) serta alam sekitarnya. 3) Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian, merupakan pengalaman agama antara ritual peribadatan dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. 4) Kebutuhan akan pengisian keimanan, yaitu hubungan dengan Tuhan secara teratur yang memiliki tujuan agar keimanannya tidak melemah. 5) Kebutuhan untuk bebas dari rasa bersalah dan dosa. Rasa bersaiah dan berdosa merupakan beban mental dan dapat mengganggu kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu yang pertama secara vertikal, yakni kebutuhan untuk bebas dari rasa bersalah, dan berdosa kepada Tuhan, dan yang kedua secara horizontal yaitu bebas dari rasa bersalah kepada orang lain 6) Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri (self acceptance dan self esteem), merupakan kebutuhan setiap orang yang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh lingkungannya. 7) Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan selamat terhadap harapan di masa depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di dunia) dan jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara dan merupakan persiapan bagi kehidupan yang kekal di akhirat nanti 8) Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang lebih tinggi. Derajat atau kedudukan manusia didasarkan pada tingkat keimanan seseorang di hadapan Tuhan, apabila seseorang ingin memiliki derajat yang lebih tinggi dihadapan Tuhan, maka dia harus berusaha untuk menjaga dan meningkatkan keimanannya. 9) Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama manusia. Manusia hidup saling bergantung satu sama lain, oleh karena itu hubungan dengan orang lain, lingkungan dan alam sekitarnya perlu untuk dijaga. 10) Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilai- nilai religius. Komunitas atau kelompok agama diperlukan oleh seseorang agar dapat meningkatkan iman orang tersebut. 2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Spiritual Menurut Taylor dan Craven & Hirnle, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi spiritual seseorang diantaranya: 1) Tahap perkembangan. Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual dan menggali suatu hubungan dengan Tuhan. 2) Peran keluarga. Peranan keluarga penting dalam perkembangan spiritual individu. Tidak banyak keluarga yang mengajarkan seseorang mengenai Tuhan dan agama, akan tetapi individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku keluarganya, sehingga keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia pertama bagi individu 3) Latar belakang etnik dan budaya. Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. 4) Pengalaman hidup sebelumnya. Pengalaman hidup yang positif ataupun negatif dapat mempengaruhi spiritual sesorang. Peristiwa dalam kehidupan seseorang biasanya dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji keimanannya. 5) Krisis dan perubahan. Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritual seseorang. Krisis sering dialami seseorang ketika menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat fiskal dan emosional. 6) Terpisah dari ikatan spiritual. Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dari sistem dukungan sosial. Akibatnya, kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, diantaranya tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat bila diinginkan. 7) Isu moral terkait dengan terapi. Pada sebagian besar agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaran-Nya, meskipun terdapat beberapa agama yang menolak intervensi pengobatan. 2.3.3 Kebutuhan Spiritual Lansia Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, serta merumuskan arti dan tujuan keberadaannya di dunia. Rasa percaya diri dan perasaan berharga terhadap dirinya akan mampu membuat lansia merasakan kehidupan yang terarah, hal ini dapat dilihat melalui harapan, serta kemampuan mengembangkan hubungan antara manusia yang positif. Manusia adalah manusia ciptaan Tuhan, sebagai pribadi yang utuh dan unik, seseorang memiliki aspek bio–psiko–sosiokultural dan spiritual. Kebutuhan spiritual pada lansia tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor usia yang sudah mulai renta dan kondisi tidak aktif karena sudah tidak bekerja. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan spiritual lansia adalah dengan melibatkan peran keluarga sebagai orang terdekat, diharapkan keluarga mampu untuk mencurahkan segala perhatiannya bagi kesejahteraan lansia, khususnya kesejahteraan spiritual mereka. Kebutuhan spiritual pada usia lanjut adalah kebutuhan untuk memenuhi kenyamanan, mempertahankan fungsi tubuh dan membantu untuk menghadapi kematian dengan tenang dan damai. Lingkup asuhannya berupa preventif dan caring. Preventif merupakan upaya yang dilakukan dengan mengadakan penyegaran dan pengajian. Caring merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam kegiatan spiritual lansia untuk saling belajar menerima keadaan, dan memberikan dukungan, spirit untuk bisa menerima ketika menghadapi kematian. Kebutuhan keperawatan gerontik adalah memperoleh kesehatan optimal, memelihara kesehatan, menerima kondisinya dan menghadapi ajal. Dyson dalam Young menjelaskan ada beberapa faktor yang berhubungan dengan spiritualitas, yaitu: 6) Diri sendiri. Diri seseorang dan jiwanya merupakan hal yang fundamental untuk mendalami spiritualitas. Hubungan dengan diri sendiri merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut kepercayaan pada diri-sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri-sendiri. Kekuatan yang timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin jelas. a.Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan keen kepercayaan bersifat universal, dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak dapat dibuktikan dengan pikran yang logis. Kepercayaan dapat memberikan arti hidup dan kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan atau stress. Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia dengan wawasan yang lebih luas. b. Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih cenderung terkena penyakit. c.Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Puchalski mengungkapkan, perasaan mengetahui makna hidup terkadang diidentikan dengan perasaan dekat dengan Tuhan, merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang lain. 7) Sesama. Hubungan seseorang dengan sesama, sama pentingnya dengan diri sendiri, salah satu bentuknya adalah menjadi anggota masyarakat dan diakui sebagai bagian intinya. Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan dengan orang lain. Kozier menyatakan keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik, mengasuh anak, mengasuh orang tua dan orang yang sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian. Kondisi yang tidak harmonis mencakup konflik dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi, serta keterbatasan asosiasi. Hubungan dengan orang lain lahir dari kebutuhan akan keadilan dan kebaikan, menghargai kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut akan kesepian, keinginan dihargai dan diperhatikan, dan lain sebagainya. Dengan demikian apabila seseorang mengalami kekurangan ataupun mengalami stres, maka orang lain dapat memberi bantuan psikologis dan sosial. a.Maaf dan pengampunan (forgiveness). Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri seperti marah, mengingkari, rasa bersalah, malu, bingung, meyakini bahwa Tuhan sedang menghukum serta mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan. Dengan pengampunan, seorang individu dapat meningkatkan koping terhadap stres, cemas, depresi dan tekanan emosional, penyakit fisik serta meningkatkan perilaku sehat dan perasaan damai. b. Cinta kasih dan dukungan sosial (Love and social support). Keinginan untuk menjalin dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan keluarga dekat dapat memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk melawan banyak penyakit. 8) Tuhan. Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan dipahami dalam kerangka hidup keagamaan, akan tetapi dewasa ini telah dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami sebagai daya yang menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup.29 Hubungan dengan Tuhan Meliputi agama maupun tidak agamais. Keadaan ini menyangkut sembahyang dan berdoa, keikutsertaan dalam kegiatan ibadah, perlengkapan keagamaan, serta bersatu dengan alam. 9) Lingkungan. Howard menambahkan satu faktor yang berhubungan dengan spiritualitas.31 Young mengartikan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar seseorang. Hubungan dengan alam harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut. a.Rekreasi (Joy). Rekreasi merupakan kebutuhan spiritual seseorang dalam menumbuhkan keyakinan, rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta kasih. Puchalski menambahkan, dengan rekreasi seseorang dapat menyelaraskan antara jasmani dan rohani sehingga timbul perasaan kesenangan dan kepuasaan dalam pemenuhan hal-hal yang dianggap penting dalam hidup seperti nonton televisi, dengar musik, olah raga dan lain-lain. b. Kedamaian (Peace). Kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Hamid menambahkan, dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan. Spiritualitas yang matang akan mengantarkan seseorang bisa menempatkan diri pada tempat yang sesuai dan melakukan hal yang seharusnya dilakukan, serta mampu menemukan hal-hal yang istimewa. 2.3.4 Konsep Kualitas Hidup 2.3.5 Definisi Kualitas Hidup Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari cara menyikapi permasalahan yang terjadi pada dirinya. Apabila cara menyikapi permasalahan dengan hal positif maka kualitas hidupnya akan baik, akan tetapi apabila disikapi dengan negatif, maka akan buruk pula kualitas hidupnya. Kreitler & Ben menjelaskan kualitas hidup merupakan persepsi individu mengenai manfaat mereka dalam kehidupan, lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan pada konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup yang berkaitan dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu. Menurut WHO, kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan hubungan kepada lingkungan mereka. Adapun menurut Cohen & Lazarus, kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka
2.3.6 Penilaian Kualitas Hidup
Penilaian kualitas hidup WHOQOL-100 dikembangkan oleh WHOQL Group bersama lima belas pusat kajian (field centres) internasional, secara bersamaan dalam upaya mengembangkan penilaian kualitas hidup yang akan berlaku secara lintas budaya (Nursalam,2014). Prakarsa WHO untuk mengembangkan penilaian kualitas hidup muncul karena beberapa alasan: a. Beberapa tahun terakhir telah terjadi perluasan focus pada pengukuran kesehatan, diluar indikator kesehatan tradisional seperti mortalitas dan morbilitas serta untuk memasukkan ukuran dampak penyakit dan gangguan pada aktivitas dari perilaku sehat b. Sebagian besar upaya dari status kesehatan ini telah dikembangkan di Amerika Utara dan inggris, dan penjabaran langkah-langkah tersebut yang digunakan dalam situasi lain banyak menyita waktu, dan tidak sesuai karena sejumlah alasan. 3. Memperbaiki assesment kualitas hidup dalam perawatan kesehatan, perhatian difokuskan pada aspek kesehatan, dan intervensi yang dihasilkan akan meningkatkan perhatian pada aspek kesejahteraan pasien
2.3.7 Struktur Kualitas Hidup
1. Usulan penggunaan WHOQOL-100 dan WHOQOL-BREF Penilaian WHOQOL akan digunakan dalam cara yang berskala luas. Dalam menetapkan nilai di berbagai bidang, dan alam mempertimbangkan perubahan kualitas hidup selama intervensi. Penilaian WHOQOL juga diharapkan akan menjadi nilai dimana prognosis penyakit cenderung hanya melibatkan pengurangan atau pemulihan parsial, dana dimana perawatan mungkin lebih pariatif daripada kuratif. 2. Pengukuran Qol The WHOQOL-BREF menghasilkan kualitas profil hidup adalah mungkin untuk menurunkan empat skor domain. Keempat skor domain menunjukkan sebuah persepsi individu tentang kualitas kehidupan di setiap domain tertentu. Domain skor berskalakan ke arah yang positif (yaitu skor yang lebih tinggi menunjukkan kualitas hidup lebih tinggi). Biasanya seperti cakupan index antara 0 (mati) dan 1 (Kesehatan sempurna). 3. Domain Qol menurut WHOQOL-BREF Menurut WHO (1996), ada empat domain yang dijadikan parameter untuk mengetahui kualitas hidup. Setiap domain dijabarkan dalam beberapa aspek, yaitu: 1) Domain Kesehatan Fisik Yaitu kesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu akan memberikan pengalaman-pengalaman baru yang merupakan modal perkembangan ke tahap selanjutnya. Kesehatan fisik mencakup kegiatan kehidupan sehari- hari, ketergantungan pada bahan obat dan bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, pasitas kerja. Hal ini terkait dengan private self consciousness yaitu mengarahkan tingkah laku ke perilaku covert, dimana individu lain tidak dapat melihat apa yang dirasakan dn dipikirkan individu secara subjektif. 2) Domain Psikologis Yaitu terkait dengan keadaan mental individu. Keadaan mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik tuntutan dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Aspek psikologis juga terkait dengan aspek fisik, dimana individu dapat melakukan suatu aktivitas dengan baik bila individu tersebut sehat secara mental. Kesejahteraan psikologis mencakup bentuk dan tampilan tubuh, perasaan negatif, perasaan positif, penghargaan diri, spiritualitas agama atau keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori dan konsentrasi. 3) Domain Hubungan Sosial Yaitu hubungan antara dua individu atau lebih dimana tingkah laku individu tersebut akan saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu lainnya. Hubungan sosial mencakup hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas seksual. 4) Domain Lingkungan Yaitu tempat tinggal individu, termasuk di dalamnya keadaan, ketersediaan, tempat tinggal untuk melakukan segala aktivitas kehidupan, termasuk di dalamnya adalah sarana dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan. Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber daya keuangan, kebebasan, keamanan dan kenyamanan fisik, kesehatan dan kepedulian sosial (aksesbilitas dan kualitas), lingkungan rumah, peluang untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru, partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi dan keterampilan baru, lingkungan fisik (populasi atau kebisingan atau lalu lintas atau iklim), transportasi.
2.3.8 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu: 1) Gender atau Jenis Kelamin Moons, dkk dalam Noftri mengatakan bahwa gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Bain, dkk menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara lakilaki dan perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan. Hal yang bertentangan diungkapkan oleh Ryff dan Singer, bahwa kesejahteraan laki- laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik. 2) Usia Moons, dkk mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Wagner, Abbot, & Lett menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting bagi 31 individu. Sedangkan Rugerri, dkk menemukan adanya kontribusi dari faktor usia tua terhadap kualitas hidup subjektif. 3) Pendidikan Moons, dkk dan Baxter mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, dkk menemukan adanya sedikit pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif. 4) Pekerjaan Moons, dkk mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, tidak bekerja (atau sedang mencari pekerjaan), dan tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity tertentu). Wahl, dkk menemukan bahwa status pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita. 5) Status pernikahan Moons, dkk mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai ataupun janda, dan individu yang menikah atau kohabitasi. Penelitian Glenn dan Weaver di Amerika secara umum menunjukkan bahwa 32 individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda/duda akibat pasangan meninggal. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahl menemukan bahwa baik pada pria maupun wanita, individu dengan status menikah atau kohabitasi memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi. 6) Penghasilan Baxter, dkk dan Dalkey menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani juga menemukan adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak. 7) Hubungan dengan orang lain Baxter, dkk menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Kahneman, Diener, & Schwarz mengatakan bahwa hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik secara fisik maupun emosional. baik melalui Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani juga menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang 33 lain memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif. 8) Standard referensi O’Connor mengatakan bahwa kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standard referensi yang digunakan seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara diri individu dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas hidup yang dikemukakan oleh WHOQOL bahwa kualitas hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan standard dari masingmasing individu. Glatzer dan Mohr menemukan bahwa di antara berbagai standard referensi yang digunakan oleh individu, komparasi sosial memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas hidup yang dihayati secara subjektif, sehingga individu membandingkan kondisinya dengan kondisi orang lain dalam menghayati kualitas hidupnya. KERANGKA TEORI
Memberikan dukungan kualitas hidup lansia
Terapi akupresure dan Mengatur latihan dan Terapi akupresure dan
spiritual pengembangan spiritual secara mandiri kemampuan terapi akupresure dan spiritual
(Kerangka Teori Orem: Sistem Dukungan Pendidikan (Suportif-education system))