Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.3.1 Konsep Lansia


2.2.1 Pengertian Lansia
Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah
keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan
terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009).
Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya mencari
nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017).
Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan kemampuan beradaptasi, dan tidak
berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang diri.
2.2.2 Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012):
1) Young old (usia 60-69 tahun)
2) Middle age old (usia 70-79 tahun)
3) Old-old (usia 80-89 tahun)
4) Very old-old (usia 90 tahun ke atas)
2.2.3 Karakteristik Lansia
Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo & Martono (2006) yaitu:
1) Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017).
2) Jenis kelamin
Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Artinya,
ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan
(Ratnawati, 2017).
3) Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia ditilik dari
status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai mati (37 %).
Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04
% dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang berstatus kawin ada
82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan
dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase lansia perempuan yang
berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-laki yang bercerai umumnya kawin
lagi (Ratnawati, 2017).
4) Pekerjaan
Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat berkualitas adalah
proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan mental sehingga dapat tetap
sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan data Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar pekerjaan/usaha
(46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara atau jaminan sosial
(Ratnawati, 2017).
5) Pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan bahwa pekerjaan
lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat sedikit yang bekerja sebagai
tenaga professional. Dengan kemajuan pendidikan diharapkan akan menjadi lebih
baik (Darmojo & Martono, 2006).
6) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016)
merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan
penduduk. Semakin rendah angka kesakitan menunjukkan derajat kesehatan
penduduk yang semakin baik.
Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05%, artinya bahwa dari
setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya mengalami sakit. Penyakit
terbanyak adalah penyakit tidak menular (PTM) antar lain hipertensi, artritis, strok,
diabetes mellitus (Ratnawati, 2017).
2.2.4 Perubahan pada Lanjut Usia
Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan terjadinya banyak
perubahan pada lansia yang meliputi:
1) Perubahan Fisiologis
Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada persepsi pribadi atas
kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang memiliki kegiatan harian atau rutin biasanya
menganggap dirinya sehat, sedangkan lansia yang memiliki gangguan fisik, emosi, atau
sosial yang menghambat kegiatan akan menganggap dirinya sakit.
Perubahan fisiologis pada lansia bebrapa diantaranya, kulit kering, penipisan rambut,
penurunan pendengaran, penurunan refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan curah
jantung dan sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat
lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan tubuh terus menerus terjadi
seiring bertambahnya usia dan dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan
lingkungan.
2) Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan sosial. Penurunan
fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan dengan penyakit dan tingkat
keparahannya yang akan memengaruhi kemampuan fungsional dan kesejahteraan seorang
lansia.
Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan perilaku aman dalam aktivitas
harian (ADL). ADL sangat penting untuk menentukan kemandirian lansia. Perubahan
yang mendadak dalam ADL merupakan tanda penyakit akut atau perburukan masalah
kesehatan.
3) Perubahan Kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan gangguan kognitif
(penurunan jumlah sel dan perubahan kadar neurotransmiter) terjadi pada lansia yang
mengalami gangguan kognitif maupun tidak mengalami gangguan kognitif. Gejala
gangguan kognitif seperti disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan berhitung,
serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses penuaan yang normal.
4) Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses transisi
kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia seseorang, maka akan semakin banyak
pula transisi dan kehilangan yang harus dihadapi. Transisi hidup, yang mayoritas disusun
oleh pengalaman kehilangan, meliputi masa pensiun dan perubahan keadaan finansial,
perubahan peran dan hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan fungsional dan
perubahan jaringan sosial.
Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya dengan keterbatasan
produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia yang memasuki masa-masa pensiun akan
mengalami kehilangan-kehilangan sebagai berikut:
a) Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).
b) Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).
c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya dengan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan cara hidup (memasuki
rumah perawatan, pergerakan lebih sempit).
2. Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya hidup meningkat
padahal penghasilan yang sulit, biaya pengobatan bertambah.
3. Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
4. Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
5. Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan kesulitan.
6. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
7. Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga.
8. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri)
2.2.5 Permasalahan Lanjut Usia
Menurut Suardiman (2011), Kuntjoro (2007), dan Kartinah (2008) usia lanjut
rentan terhadap berbagai masalah kehidupan. Masalah umum yang dihadapi oleh lansia
diantaranya:
2.1 Masalah ekonomi
Usia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas kerja, memasuki masa
pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Disisi lain, usia lanjut dihadapkan pada
berbagai kebutuhan yang semakin meningkat seperti kebutuhan akan makanan yang
bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, kebutuhan sosial dan rekreasi.
Lansia yang memiliki dana pensiun kondisi ekonominya lebih baik karena memiliki
penghasilan tetap setiap bulannya. Lansia yang tidak memiliki pensiun, akan
membawa lansia pada kondisi tergantung atau menjadi tanggungan anggota
keluarganya (Suardiman, 2011)
2.2 Masalah sosial
Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik
dengan anggota keluarga atau dengan masyarakat. kurangnya kontak sosial dapat
menimbulkan perasaan kesepian, terkadang muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, serta merengek-rengek jika bertemu dengan orang lain
sehingga perilakunya kembali seperti anak kecil (Kuntjoro, 2007).
2.3 Masalah kesehatan
Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya masalah kesehatan. Usia
lanjut ditandai dengan penurunan fungsi fisik dan rentan terhadap penyakit
(Suardiman, 2011).
2.4 Masalah psikososial
Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan
sehingga membawa lansia kearah kerusakan atau kemrosotan yang progresif terutama
aspek psikologis yang mendadak, misalnya, bingung, panik, depresif, dan apatis. Hal
itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat seperti,
kematian pasangan hidup, kematian sanak saudara dekat, atau trauma psikis.
(Kartinah, 2008).

2.2 Konsep Self Akupresure


2.2.1 Pengertian akupresur
Akupresur adalah salah satu teknik pengobatan tradisional Cina yang
dipergunakan untuk menurunkan nyeri, mengobati penyakit dan cedera.
Akupresur dilakukan dengan memberikan tekanan fisik di beberapa titik
permukaaan tubuh yang merupakan tempat sirkulasi energi dan keseimbangan
pada kasus gejala nyeri. (Enggal Hadi Kurniawan, 2016)
Akupresur disebut juga dengan terapi totok atau tusuk jari adalah salah satu
bentuk fisioterapi dengan memberikan pemijatan dan stimulasi pada titik-titik
tertentu atau acupoint pada tubuh. Akupresure juga diartikan sebagai menekan
titiktitik penyembuhan menggunakan jari secara bertahap yang merangsang
kemampuan tubuh untuk penyembuhan diri secara alami (Setyowati, 2018).
2.2.2 Manfaat Terapi Akupresur
Akupresur bermanfaat untuk pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit,
rehabilitas (pemulihan) dan meningkatkan daya tahan tubuh. Akupresur juga
bermanfaat untuk menghilangkan nyeri dan gejala-gejala pada berbagai penyakit,
seperti menurunkan low back pain dan menurunkan heart rate pada pasien stroke.
Akupresur juga dapat digunakan untuk mengatasi nyeri pada gastritis, nyeri saat
menstruasi dan distress menstrual. Akupresur selalu terbukti mengatasi nyeri yang
bersifat umum, juga terbukti mengatasi nyeri pada penyakit gastritis (Setyowati,
2018).

2.2.3 Cara Kerja Akupresur


Titik-titik akupresur berada dipermukaan kulit yang memiliki kepekaan bioelektik
Stimulasi terhadap titik-titik ini akan merangsang keluamya endhorpin, homon
pengurang rasa sakit. Sebagai hasilnya, rasa sakit akan diblok dan aliran darah dan
oksigen ke area titik-titik tersebut meningkat. Hal ini akan merilekskan otot dan
mendorong kesembuhan. Akupresur menghalangi sinyal rasa sakit ke otak melalui
stimulasi ringan, menghalangi sensasi rasa sakit melalui syaraf spinal menuju
otak. Stimulasi pada titik-titik akupresur tidak hanya dapat menghilangkan
sumbatan pada jalur meredian, juga dapat menghilangkan aliran Qi, darah
sertamengharmoniskan Yin dan Yang tubuh (Oka Sukanta, 2010).
2.2.4 Akupuntur atau akupresur memanfaatkan rangsangan pada titik-titik akupuntur
tubuh pasien, telinga atau kulit kepala untuk mempengaruhi aliran bioenergi tubuh
yang disebut dengan Qi. Qi mengalir dalam suatu meredian (saluran). jadi inti
pengobatan akupuntur/akupresur adalah mengembalikan sistem keseimbangan
(homeostatis) tubuh yang terwujud dengan adanya aliran qi yang teratur dan
harmonis dalam meredian sehingga pasien sehat kembali. Dengan menguatkan qi
daya tubuh menjadi baik, penyebab penyakit dapat dihilangkan secara tidak
langsung Hilangnya penyebab penyakit dan kuatnya ci dapat mengembalikan
keadaan yin dan yang sehingga penyakit bisa sembuh dan orang bisa menjadi
sembuh kembali (Setyowati, 2018).
2.2.5 Teknik Manipulasi Pemijatan Akupresur
Teknik manipulasi atau sering disebut sebagai teknik rangsangan pada pemijatan
akupresur merupakan teknik pemijatan yang dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan klien dan penegakan diagnose.
Adapun teknik manipulasi atau perangsangan dibagi menjadi dua :
1. Teknik Penguatan (tonifikasi)
a. Pemijatan dilakukan pada titik akupresur yang dipilih maksimal 30 kali
putaran atau tekanan
b. Arah putaran searah dengan jarum jam
c. Tekanan yang digunakan sedang
d. Titik yang dipilih maksimal 10 titik akupresur
e. Jika pemijatan dilakukan pada area jalur meridian, arah pemijatan harus
searah dengan jalur perjalanan meridian
2. Teknik Pelemahan (sedasi)
a. Pemijatan dilakukan pada titik akupresur yang dipilih antara 40-60 kali
putaran atau tekanan
b. Arah putaran berlawanan dengan jarum jam
c. Tekanan yang digunakan sedang sampai kuat
d. Titik yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan
e. Jika pemijatan dilakukan pada area jalur meridian, arah pemijatan harus
berlawanan arah dengan jalur perjalanan meridian (Setyowati, 2018).

2.2.6 Hal – Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pemijatan Akupresur


1) Kebersihan Terapis
Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun antiseptik
sebelum melakukan dan setelah melakukan terapi sangatlah penting. Hal tersebut
dilakukan untuk mencegah penularan penyakit antara terapis dengan pasien.
2) Bagian-Bagian Yang Tidak Dapat di Pijat
Pemijatan tidak dapat dilakukan pada kondisi kulit terkelupas, tepat pada bagian
tulang yang patah, dan tepat bagian yang bengkak.
3) Pasien Dalam Kondisi gawat
Penyakit-penyakit yang tidak boleh dipijat adalah tiga penyakit yang dapat
menyebabkan kematian tiba-tiba, yaitu ketika terjadi serangan jantung, gagal
napas oleh paru-paru, dan penyakit pada saraf otak (misalnya stroke, pecah
pembuluh darah, dan cidera otak). Apabila terapis menemukan gejala-gejala diatas
segera rujuk kerumah sakit karena penanganan yang keliru dapat menyebabkan
pasien terlambat mendapatkan pengobatan yang lebih baik (Oka Sukanta, 2010)
2.2.7 Prosedur Pemberian Terapi Akupresur
1. Persiapan Pasien
2. Pastikan identitas pasien
3. Kaji kondisi pasien terakhir
4. Beritahu dan jelaskan pada pasien atau keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan
5. Jaga privasi pasien
6. Posisikan pasien senyaman mungkin
7. Pasien sebaiknya dalam keadaan berbaring, duduk atau dalam posisi yang nyaman
8. Persiapan Alat
a) Alat bantu pemijatan
b) Sarung tangan (bila perlu
c) Alkohol
d) Krim lotion atau minyak
e) Handuk kecil
9. Cara Bekerja
1) Tahap Orientasi
a. Berikan salam, panggil pasien dengan nama kesukaannya
b. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
c. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lama tindakannya pada pasien dan
keluarga
d. Berikan kesempatan untuk pasien untuk bertanya sebelum terapi
dilakukan
2) Tahap Kerja
a. Jaga privasi pasien dengan menutup tirai
b. Atur posisi pasien dengan posisi terlentang (supinasi), duduk, duduk
dengan tangan bertumpu dimeja, berbaring miring atau tengkurap, dan
berikan alas
c. Bantu melepaskan pakaian pasien atau aksesoris yang dapat
menghambat tindakan akupresur
d. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bila perlu
e. Bersihkan kaki atau tangan pasien menggunakan alkohol, lalu keringkan
dengan handuk
f. Oleskan krim atau minyak, lakukan teknik pemanasan
g. Cari titik-titik rangsangan akupresur untuk nyeri gastritis yang ada
ditubuh, menekannya hingga masuk ke sistem saraf. Akupresur hanya
memakai gerakan dan tekanan jari
h. Kemudian lakukan penekanan pada titik akupresur untuk nyeri
Pertama pada titik ST36 empat jari dibawah tempurung lutut sebelah luar
tulang kering, kedua pada titik LI 4 pada jari tangan, posisinya dibagian
lunak antara jari telunjuk dan ibu jari, dan ketiga SP6 yaitu pberada
sekitar 3 jari diatas pergelangan kaki, tepatnya pada bagian lunak atau
otot betis bagian bawah
i. Penekanan dilakukan sekitar 3-5 detik pada tiap titik meridian atau
sampai rasa sakitnya mulai berkurang
j. Setelah semua selesai, bersihkan pasien dari sisa-sisa krim atau minyak
menggunakan alkohol dan keringkan dengan handuk
k. Pemijat membersihkan atau mencuci tangan
3) Terminasi
a. Jelaskan pada pasien bahwa terapi sudah selesai dilakukan
b. Kaji respon pasien setelah dilakukan terapi
c. Rapikan pakaian pasien dan kembalikan ke posisi yang nyaman
d. Rapikan alat-alat
4) Hasil
a. Evaluasi hasil kegiatan dan respon pasien setelah dilakukan tindakan
b. Lakukan kontrak untuk terapi selanjutny
c. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
d. Cuci tangan
5) Dokumentasi
a. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan
b. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif)
c. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP
2.3 Konsep Spiritual
Konsep spiritual memiliki arti yang berbeda dengan konsep religius.
Keduanya memang sering digunakan secara bersamaan dan saling
berhubungan satu sama lain. Konsep religius merupakan suatu sistem
penyatuan yang spesifik mengenai praktik yang berkaitan dengan bentuk
ibadah tertentu seperti pada pelaksanaan suatu kegiatan atau proses melakukan
suatu tindakan. Emblen mendefinisikan religi sebagai suatu sistem keyakinan
dan ibadah terorganisasi yang dipraktikan seseorang secara jelas yang dapat
menunjukkan spiritualitas mereka.
Konsep spiritual berkaitan dengan nilai, keyakinan, dan kepercayaan
seseorang. Kepercayaan itu sendiri memiliki cakupan mulai dari atheisme
(penolakan terhadap keberadaan Tuhan) hingga agnotisme (percaya bahwa
Tuhan ada dan selalu mengawasi) atau theism (keyakinan akan Tuhan dalam
bentuk personal tanpa bentuk fisik) seperti dalam Kristen dan Islam.
Keyakinan merupakan hal yang lebih dalam dari suatu kepercayaan seorang
individu. Keyakinan mendasari seseorang untuk bertindak atau berpikir sesuai
dengan kepercayaan yang ia ikuti.
Spiritual berasal dari kata spirit. Spirit mengandung arti semangat atau sikap
yang mendasari tindakan manusia. Spirit juga sering diartikan sebagai ruh atau
jiwa yang merupakan suatu bentuk energi yang hidup dan nyata. Meskipun
tidak terlihat oleh mata dan tidak memiliki badan fisik seperti manusia, spirit
itu ada dan hidup. Spirit dapat diajak berkomunikasi sama seperti kita
berbicara dengan manusia lain. Interaksi dengan spirit yang hidup itulah yang
disebut dengan spiritual. Oleh karena itu spiritual berhubungan dengan ruh
atau spirit. Spiritual mencakup nilai-nilai yang melandasi kehidupan manusia
seutuhnya, karena dalam spiritual ada kreativitas, kemajuan, dan pertumbuhan.
Taylor menjelaskan bahwa spiritual adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan hubungan seseorang dengan kehidupan nonmaterial atau kekuatan
yang lebih tinggi. Kemudian O’Brien dalam Blais mengatakan bahwa spiritual
mencakup cinta, welas asih, hubungan dengan Tuhan, dan keterkaitan antara
tubuh, pikiran, dan jiwa. Spiritual juga disebut sebagai keyakinan atau
hubungan dengan kekuatan yang lebih tinggi, kekuatan pencipta, Ilahiah, atau
sumber energi yang tidak terbatas.
Menurut Notoatmodjo, spiritual yang sehat tercermin dari cara seseorang
mengekspresikan rasa syukur, pujian, atau penyembahan kepada Tuhan, selain
itu juga perbuatan baik yang sesuai dengan norma-norma
masyarakat.Burkhardt menguraikan karakteristik spiritual yang meliputi
hubungan dengan diri sendiri, alam dan Tuhan.
2.3.1 Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan spiritual merupakan suatu kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan
untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, serta menjalin
hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan. Kebutuhan spiritual adalah
kebutuhan untuk mencari arti tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan
dicintai serta untuk memberikan maaf. 27 Terdapat 10 butir kebutuhan dasar
spiritual manusia, yaitu:
1) Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara
terus-menerus diulang untuk membangkitkan kesadaran bahwa
hidup ini adalah ibadah.
2) Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, merupakan kebutuhan
untuk menemukan makna hidup dalam membangun hubungan yang
selaras dengan Tuhan (vertikal) dan sesama manusia (horizontal)
serta alam sekitarnya.
3) Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan
keseharian, merupakan pengalaman agama antara ritual peribadatan
dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
4) Kebutuhan akan pengisian keimanan, yaitu hubungan dengan Tuhan
secara teratur yang memiliki tujuan agar keimanannya tidak
melemah.
5) Kebutuhan untuk bebas dari rasa bersalah dan dosa. Rasa bersaiah
dan berdosa merupakan beban mental dan dapat mengganggu
kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu
yang pertama secara vertikal, yakni kebutuhan untuk bebas dari rasa
bersalah, dan berdosa kepada Tuhan, dan yang kedua secara
horizontal yaitu bebas dari rasa bersalah kepada orang lain
6) Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri (self acceptance dan
self esteem), merupakan kebutuhan setiap orang yang ingin dihargai,
diterima, dan diakui oleh lingkungannya.
7) Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan selamat terhadap harapan di
masa depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka
pendek (hidup di dunia) dan jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup
di dunia sifatnya sementara dan merupakan persiapan bagi kehidupan
yang kekal di akhirat nanti
8) Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang lebih tinggi.
Derajat atau kedudukan manusia didasarkan pada tingkat keimanan
seseorang di hadapan Tuhan, apabila seseorang ingin memiliki
derajat yang lebih tinggi dihadapan Tuhan, maka dia harus berusaha
untuk menjaga dan meningkatkan keimanannya.
9) Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama
manusia. Manusia hidup saling bergantung satu sama lain, oleh
karena itu hubungan dengan orang lain, lingkungan dan alam
sekitarnya perlu untuk dijaga.
10) Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nilai-
nilai religius. Komunitas atau kelompok agama diperlukan oleh
seseorang agar dapat meningkatkan iman orang tersebut.
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Spiritual
Menurut Taylor dan Craven & Hirnle, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
spiritual seseorang diantaranya:
1) Tahap perkembangan. Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non
material, seseorang harus memiliki beberapa kemampuan berfikir
abstrak sebelum mulai mengerti spiritual dan menggali suatu
hubungan dengan Tuhan.
2) Peran keluarga. Peranan keluarga penting dalam perkembangan
spiritual individu. Tidak banyak keluarga yang mengajarkan
seseorang mengenai Tuhan dan agama, akan tetapi individu belajar
tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku
keluarganya, sehingga keluarga merupakan lingkungan terdekat
dan dunia pertama bagi individu
3) Latar belakang etnik dan budaya. Sikap, keyakinan dan nilai
dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada
umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual
keluarga.
4) Pengalaman hidup sebelumnya. Pengalaman hidup yang positif
ataupun negatif dapat mempengaruhi spiritual sesorang. Peristiwa
dalam kehidupan seseorang biasanya dianggap sebagai suatu cobaan
yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji keimanannya.
5) Krisis dan perubahan. Krisis dan perubahan dapat menguatkan
spiritual seseorang. Krisis sering dialami seseorang ketika
menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan
bahkan kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang
dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat
fiskal dan emosional.
6) Terpisah dari ikatan spiritual. Menderita sakit terutama yang bersifat
akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan
kebebasan pribadi dari sistem dukungan sosial. Akibatnya, kebiasaan
hidup sehari-hari juga berubah, diantaranya tidak dapat menghadiri
acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat
berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan
dukungan setiap saat bila diinginkan.
7) Isu moral terkait dengan terapi. Pada sebagian besar agama, proses
penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan
kebesaran-Nya, meskipun terdapat beberapa agama yang menolak
intervensi pengobatan.
2.3.3 Kebutuhan Spiritual Lansia
Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia untuk
menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, serta merumuskan
arti dan tujuan keberadaannya di dunia. Rasa percaya diri dan perasaan
berharga terhadap dirinya akan mampu membuat lansia merasakan kehidupan
yang terarah, hal ini dapat dilihat melalui harapan, serta kemampuan
mengembangkan hubungan antara manusia yang positif. Manusia adalah
manusia ciptaan Tuhan, sebagai pribadi yang utuh dan unik, seseorang
memiliki aspek bio–psiko–sosiokultural dan spiritual. Kebutuhan spiritual
pada lansia tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah
faktor usia yang sudah mulai renta dan kondisi tidak aktif karena sudah tidak
bekerja.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan spiritual
lansia adalah dengan melibatkan peran keluarga sebagai orang terdekat,
diharapkan keluarga mampu untuk mencurahkan segala perhatiannya bagi
kesejahteraan lansia, khususnya kesejahteraan spiritual mereka. Kebutuhan
spiritual pada usia lanjut adalah kebutuhan untuk memenuhi kenyamanan,
mempertahankan fungsi tubuh dan membantu untuk menghadapi kematian
dengan tenang dan damai. Lingkup asuhannya berupa preventif dan caring.
Preventif merupakan upaya yang dilakukan dengan mengadakan penyegaran
dan pengajian. Caring merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam kegiatan
spiritual lansia untuk saling belajar menerima keadaan, dan memberikan
dukungan, spirit untuk bisa menerima ketika menghadapi kematian.
Kebutuhan keperawatan gerontik adalah memperoleh kesehatan optimal,
memelihara kesehatan, menerima kondisinya dan menghadapi ajal.
Dyson dalam Young menjelaskan ada beberapa faktor yang berhubungan
dengan spiritualitas, yaitu:
6) Diri sendiri. Diri seseorang dan jiwanya merupakan hal yang fundamental
untuk mendalami spiritualitas. Hubungan dengan diri sendiri merupakan
kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu siapa
dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut
kepercayaan pada diri-sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan,
ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri-sendiri. Kekuatan yang
timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan
hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman
yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup
yang semakin jelas.
a.Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan keen kepercayaan
bersifat universal, dimana merupakan penerimaan individu
terhadap kebenaran yang tidak dapat dibuktikan dengan
pikran yang logis. Kepercayaan dapat memberikan arti hidup
dan kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan atau
stress. Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen
terhadap sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami
kehidupan manusia dengan wawasan yang lebih luas.
b. Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan
ketidakpastian dalam hidup dan merupakan suatu proses
interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya
dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat
penting bagi individu untuk mempertahankan hidup, tanpa
harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih cenderung
terkena penyakit.
c.Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Puchalski
mengungkapkan, perasaan mengetahui makna hidup
terkadang diidentikan dengan perasaan dekat dengan Tuhan,
merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif
seperti membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat
hidup lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan,
merasa mencintai dan dicintai oleh orang lain.
7) Sesama. Hubungan seseorang dengan sesama, sama pentingnya dengan diri
sendiri, salah satu bentuknya adalah menjadi anggota masyarakat dan diakui
sebagai bagian intinya. Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak
harmonisnya hubungan dengan orang lain. Kozier menyatakan keadaan
harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal
balik, mengasuh anak, mengasuh orang tua dan orang yang sakit, serta
meyakini kehidupan dan kematian. Kondisi yang tidak harmonis mencakup
konflik dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan
dan friksi, serta keterbatasan asosiasi. Hubungan dengan orang lain lahir dari
kebutuhan akan keadilan dan kebaikan, menghargai kelemahan dan kepekaan
orang lain, rasa takut akan kesepian, keinginan dihargai dan diperhatikan, dan
lain sebagainya. Dengan demikian apabila seseorang mengalami kekurangan
ataupun mengalami stres, maka orang lain dapat memberi bantuan psikologis
dan sosial.
a.Maaf dan pengampunan (forgiveness). Menyadari
kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan
dalam diri sendiri seperti marah, mengingkari, rasa
bersalah, malu, bingung, meyakini bahwa Tuhan sedang
menghukum serta mengembangkan arti penderitaan dan
meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan.
Dengan pengampunan, seorang individu dapat
meningkatkan koping terhadap stres, cemas, depresi dan
tekanan emosional, penyakit fisik serta meningkatkan
perilaku sehat dan perasaan damai.
b. Cinta kasih dan dukungan sosial (Love and
social support). Keinginan untuk menjalin dan
mengembangkan hubungan antar manusia yang positif
melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman
dan keluarga dekat dapat memberikan bantuan dan
dukungan emosional untuk melawan banyak penyakit.
8) Tuhan. Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan
dipahami dalam kerangka hidup keagamaan, akan tetapi dewasa ini telah
dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami sebagai
daya yang menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup.29 Hubungan dengan
Tuhan Meliputi agama maupun tidak agamais. Keadaan ini menyangkut
sembahyang dan berdoa, keikutsertaan dalam kegiatan ibadah, perlengkapan
keagamaan, serta bersatu dengan alam.
9) Lingkungan. Howard menambahkan satu faktor yang berhubungan dengan
spiritualitas.31 Young mengartikan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu
yang berada di sekitar seseorang. Hubungan dengan alam harmoni merupakan
gambaran hubungan seseorang dengan alam yang meliputi pengetahuan
tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam
serta melindungi alam tersebut.
a.Rekreasi (Joy). Rekreasi merupakan kebutuhan spiritual
seseorang dalam menumbuhkan keyakinan, rahmat, rasa
terima kasih, harapan dan cinta kasih. Puchalski
menambahkan, dengan rekreasi seseorang dapat
menyelaraskan antara jasmani dan rohani sehingga
timbul perasaan kesenangan dan kepuasaan dalam
pemenuhan hal-hal yang dianggap penting dalam hidup
seperti nonton televisi, dengar musik, olah raga dan
lain-lain.
b. Kedamaian (Peace). Kedamaian merupakan
keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Hamid
menambahkan, dengan kedamaian seseorang akan
merasa lebih tenang dan dapat meningkatkan status
kesehatan.
Spiritualitas yang matang akan mengantarkan seseorang bisa menempatkan diri
pada tempat yang sesuai dan melakukan hal yang seharusnya dilakukan, serta
mampu menemukan hal-hal yang istimewa.
2.3.4 Konsep Kualitas Hidup
2.3.5 Definisi Kualitas Hidup
Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari cara
menyikapi permasalahan yang terjadi pada dirinya. Apabila cara
menyikapi permasalahan dengan hal positif maka kualitas hidupnya akan
baik, akan tetapi apabila disikapi dengan negatif, maka akan buruk pula
kualitas hidupnya. Kreitler & Ben menjelaskan kualitas hidup merupakan
persepsi individu mengenai manfaat mereka dalam kehidupan, lebih
spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka dalam
kehidupan pada konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup
yang berkaitan dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang
menjadi perhatian individu.
Menurut WHO, kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu
sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya
dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar
hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan
konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik,
status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan hubungan
kepada lingkungan mereka. Adapun menurut Cohen & Lazarus, kualitas
hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu
yang dapat dinilai dari kehidupan mereka

2.3.6 Penilaian Kualitas Hidup


Penilaian kualitas hidup WHOQOL-100 dikembangkan oleh WHOQL
Group bersama lima belas pusat kajian (field centres) internasional, secara
bersamaan dalam upaya mengembangkan penilaian kualitas hidup yang akan
berlaku secara lintas budaya (Nursalam,2014). Prakarsa WHO untuk
mengembangkan penilaian kualitas hidup muncul karena beberapa alasan:
a. Beberapa tahun terakhir telah terjadi perluasan focus pada pengukuran
kesehatan, diluar indikator kesehatan tradisional seperti mortalitas dan
morbilitas serta untuk memasukkan ukuran dampak penyakit dan gangguan
pada aktivitas dari perilaku sehat
b. Sebagian besar upaya dari status kesehatan ini telah dikembangkan di Amerika
Utara dan inggris, dan penjabaran langkah-langkah tersebut yang digunakan
dalam situasi lain banyak menyita waktu, dan tidak sesuai karena sejumlah
alasan. 3. Memperbaiki assesment kualitas hidup dalam perawatan kesehatan,
perhatian difokuskan pada aspek kesehatan, dan intervensi yang dihasilkan
akan meningkatkan perhatian pada aspek kesejahteraan pasien

2.3.7 Struktur Kualitas Hidup


1. Usulan penggunaan WHOQOL-100 dan WHOQOL-BREF
Penilaian WHOQOL akan digunakan dalam cara yang berskala luas. Dalam
menetapkan nilai di berbagai bidang, dan alam mempertimbangkan perubahan
kualitas hidup selama intervensi. Penilaian WHOQOL juga diharapkan akan
menjadi nilai dimana prognosis penyakit cenderung hanya melibatkan
pengurangan atau pemulihan parsial, dana dimana perawatan mungkin lebih
pariatif daripada kuratif.
2. Pengukuran Qol The WHOQOL-BREF
menghasilkan kualitas profil hidup adalah mungkin untuk menurunkan empat
skor domain. Keempat skor domain menunjukkan sebuah persepsi individu
tentang kualitas kehidupan di setiap domain tertentu. Domain skor berskalakan
ke arah yang positif (yaitu skor yang lebih tinggi menunjukkan kualitas hidup
lebih tinggi). Biasanya seperti cakupan index antara 0 (mati) dan 1 (Kesehatan
sempurna).
3. Domain Qol menurut WHOQOL-BREF Menurut WHO (1996),
ada empat domain yang dijadikan parameter untuk mengetahui kualitas hidup.
Setiap domain dijabarkan dalam beberapa aspek, yaitu:
1) Domain Kesehatan Fisik
Yaitu kesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk
melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu akan memberikan
pengalaman-pengalaman baru yang merupakan modal perkembangan ke
tahap selanjutnya. Kesehatan fisik mencakup kegiatan kehidupan sehari-
hari, ketergantungan pada bahan obat dan bantuan medis, energi dan
kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat,
pasitas kerja. Hal ini terkait dengan private self consciousness yaitu
mengarahkan tingkah laku ke perilaku covert, dimana individu lain tidak
dapat melihat apa yang dirasakan dn dipikirkan individu secara subjektif.
2) Domain Psikologis
Yaitu terkait dengan keadaan mental individu. Keadaan mental mengarah
pada mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap berbagai
tuntutan perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik tuntutan dari
dalam diri maupun dari luar dirinya. Aspek psikologis juga terkait dengan
aspek fisik, dimana individu dapat melakukan suatu aktivitas dengan baik
bila individu tersebut sehat secara mental. Kesejahteraan psikologis
mencakup bentuk dan tampilan tubuh, perasaan negatif, perasaan positif,
penghargaan diri, spiritualitas agama atau keyakinan pribadi, berpikir,
belajar, memori dan konsentrasi.
3) Domain Hubungan Sosial
Yaitu hubungan antara dua individu atau lebih dimana tingkah laku
individu tersebut akan saling mempengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki tingkah laku individu lainnya. Hubungan sosial mencakup
hubungan pribadi, dukungan sosial, aktivitas seksual.
4) Domain Lingkungan
Yaitu tempat tinggal individu, termasuk di dalamnya keadaan,
ketersediaan, tempat tinggal untuk melakukan segala aktivitas kehidupan,
termasuk di dalamnya adalah sarana dan prasarana yang dapat menunjang
kehidupan. Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber daya
keuangan, kebebasan, keamanan dan kenyamanan fisik, kesehatan dan
kepedulian sosial (aksesbilitas dan kualitas), lingkungan rumah, peluang
untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru, partisipasi dan
kesempatan untuk rekreasi dan keterampilan baru, lingkungan fisik
(populasi atau kebisingan atau lalu lintas atau iklim), transportasi.

2.3.8 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup


Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu:
1) Gender atau Jenis Kelamin
Moons, dkk dalam Noftri mengatakan bahwa gender adalah salah satu faktor
yang mempengaruhi kualitas hidup. Bain, dkk menemukan adanya perbedaan
antara kualitas hidup antara lakilaki dan perempuan, dimana kualitas hidup
laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan. Hal yang
bertentangan diungkapkan oleh Ryff dan Singer, bahwa kesejahteraan laki-
laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak
terkait dengan aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan
tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang
lebih baik.
2) Usia
Moons, dkk mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Wagner,
Abbot, & Lett menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam
aspek-aspek kehidupan yang penting bagi 31 individu. Sedangkan Rugerri,
dkk menemukan adanya kontribusi dari faktor usia tua terhadap kualitas
hidup subjektif.
3) Pendidikan
Moons, dkk dan Baxter mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif. Penelitian
yang dilakukan oleh Wahl, dkk menemukan bahwa kualitas hidup akan
meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang
didapatkan oleh individu. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, dkk
menemukan adanya sedikit pengaruh positif dari pendidikan terhadap
kualitas hidup subjektif.
4) Pekerjaan
Moons, dkk mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara
penduduk yang berstatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, tidak
bekerja (atau sedang mencari pekerjaan), dan tidak mampu bekerja (atau
memiliki disablity tertentu). Wahl, dkk menemukan bahwa status pekerjaan
berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita.
5) Status pernikahan
Moons, dkk mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara
individu yang tidak menikah, individu bercerai ataupun janda, dan individu
yang menikah atau kohabitasi. Penelitian Glenn dan Weaver di Amerika
secara umum menunjukkan bahwa 32 individu yang menikah memiliki
kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah,
bercerai, ataupun janda/duda akibat pasangan meninggal. Demikian juga
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahl menemukan bahwa baik pada
pria maupun wanita, individu dengan status menikah atau kohabitasi
memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi.
6) Penghasilan
Baxter, dkk dan Dalkey menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi
berupa penghasilan dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif.
Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani
juga menemukan adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan
terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.
7) Hubungan dengan orang lain
Baxter, dkk menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa
faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif.
Kahneman, Diener, & Schwarz mengatakan bahwa hubungan pertemanan
yang saling mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki
kualitas hidup yang lebih baik secara fisik maupun emosional. baik melalui
Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani
juga menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang 33 lain memiliki
kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif.
8) Standard referensi
O’Connor mengatakan bahwa kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standard
referensi yang digunakan seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan
mengenai persamaan antara diri individu dengan orang lain. Hal ini sesuai
dengan definisi kualitas hidup yang dikemukakan oleh WHOQOL bahwa
kualitas hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan standard dari
masingmasing individu. Glatzer dan Mohr menemukan bahwa di antara
berbagai standard referensi yang digunakan oleh individu, komparasi sosial
memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas hidup yang dihayati secara
subjektif, sehingga individu membandingkan kondisinya dengan kondisi
orang lain dalam menghayati kualitas hidupnya.
KERANGKA TEORI

Memberikan dukungan
kualitas hidup lansia

Terapi akupresure dan Mengatur latihan dan Terapi akupresure dan


spiritual pengembangan spiritual secara mandiri
kemampuan terapi
akupresure dan spiritual

(Kerangka Teori Orem: Sistem Dukungan Pendidikan (Suportif-education system))

Anda mungkin juga menyukai