Disusun Oleh :
2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan :
1) Hipertensi primer (esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Faktor yang mempengaruhinya yaitu: genetik, lingkungan,
hiperaktifitas saraf simpatis sistem renin. Angiotensin dan peningkatan
Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko :
obesitas, merokok, alkohol dan polisitemia.
2) Hipertensi sekunder
Penyebabnya yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom
cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan
Pada umumnya Hipertensi tidak mempunyai penyebab yang pasti.
Hipertensi terjadi sebagai respons peningkatan curah jantung dan
peningkatan tekanan perifer. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya Hipertensi seperti :
1) Genetik:
2) Obesitas
3) Stress karena lingkungan.
4) Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta
terjadinya pelebaran pembuluh darah.
3. Klasifikasi Hipertensi
WHO (World Health Organization) dan ISH (International Society
of Hypertension) mengelompokan hipertensi sebagai berikut:
Kategori Tekanan darah Tekanan darah
sistol (mmHg) diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal-tinggi 130-139 85-89
Grade 1 (hipertensi ringan) 140-149 90-99
Sub group (perbatasan) 150-159 90-94
Grade 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (hipertensi berat) >180 >110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90
Sub-group (perbatasan) 140-149 <90
Tabel 1.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO – ISH
Sumber: (Suparto, 2010)
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konriksi dan relaksai pembuluh
darah, terletak di pusat vasomotor pada medulla di otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis, dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf
simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan asetilkolin, yang
akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembeluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norefinefrin mengakibatkan kontriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstiktor.
Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medulla adrenal
menyekresi efinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokontriksipembuluh darah. Vasokontriksi yang menyebabkan
penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin.
Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan asetilkolin, yang
akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembeluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norefinefrin mengakibatkan kontriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstiktor.
Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medulla adrenal
menyekresi efinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokontriksipembuluh darah. Vasokontriksi yang menyebabkan
penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang
pada akhirnya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan tekanan volume intravaskuler (Aspiani, 2016).
5. Pathways
Faktor Predisposisi : usia, kolesterol, merokok, stress, kurang olahraga,
genetik, alkohol, obesitas
Defisiensi Pengetahuan
Merangsang aldosteron
Intoleransi aktivitas
Retensi Na Edema
7. Pencegahan
a. Mengurangi asupan garam
b. Konsumsi makanan yang sehat dan bernutrisi
c. Olahraga secara rutin
d. Jaga berat badan ideal
e. Batasi konsumsi alkohol
f. Kelola stress
8. Komplikasi
a. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena
tekanan darah.
b. Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang
aterosklerotik tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau
apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui
pembuluh tersebut.
c. Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya
glomelurus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.
d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna. Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang
interstisium di seluruh susunan saraf pusat
(Nurarif & Hardhi, 2015).
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viscositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko
seperti hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi
ginjal.
3) Glukosa: hiperglikemi ( DM adalah pencetus hipertensi) dapat
di akibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa: darah, protein, glucosa, mengisyaratkan disfungsi
ginjal dan adanya DM.
5) CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
6) EKG: dapat menunjukan pola regangan dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
7) IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal,
perbaikan ginjal.Photo dada: menunjukan destruksi klasifikasi
pada area katup, pembesaran jantung.
(Nur arif & Hardhi, 2015)
10. Penatalaksanaan
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan
resiko penyakit kardiovaskuler dan mortalitas serta morbiditas yang
berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai atau mempertahankan tekanan
sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan diastolik dibawah 90 mmHg
untuk mengontrol resiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya
hidup saja, atau dengan obat anti hipertensi (Aspiani,2016).
Penatalaksanaan faktor resiko dilakukan dengan cara pengobatan
secara non-farmakologis, antara lain:
a. Pengaturan diet
Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat atau
dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dapat
memperbaiki keadaan hipertrofi ventrikel kiri. Beberapa diet yang
dianjurkan:
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan
darah pada klien hipertensi.
2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi
mekanismenya belum jelas.
3) Diet kaya buah dan sayur.
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegahan terjadinya jantung
koroner.
b. Penurunan berat badan
Mengatasi obesitas pada sebagian orang dengan cara menurunkan
berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan
mengurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup.
c. Olahraga
Olah raga teratur seperti berjalan bermanfaat untuk menurunkan
tekanan darah dan memperbaiki keadaan jantung.
d. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat
Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting
untukmengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok
diketahui menurunkan aliran darah keberbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.
Penatalaksanaan medis yang diterapkan pada penderita hipertensi
adalah sebagai berikut.
a. Terapi oksigen
b. Pemantauan hemodinamik
c. Pemantauan jantung
d. Obat-obatan:
1) Diuretik : obat-obatan ini bekerja melalui berbagai mekanisme
untuk mengurangi curah jantung dengan mendorong ginjal
meningkatkan ekskresi garam dan airnya.
2) Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos
jantung atau arteri dengan mengintervensi influks kalsium yang
dibutuhkan untuk kontraksi.
3) Penghambat enzim mengubah angiotensin II atau inhibitor ACE
berfungsi untuk menurunkan angiotensin IIdengan menghambat
enzim yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi
angiotensin II.
4) Antagonis (penyekat) respetor beta (β-blocker), terutama
penyekat selektif, bekerja pada reseptor beta di jantung untuk
menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.
5) Antagonis reseptor alfa (α-blocker) menghambat reseptor alfa di
otot polos vaskular yang secara normal berespons terhadap
rangsangan saraf simpatis dengan vasokonstriksi.
6) Vasodilator arteriol langsung dapat digunakan untuk
menurunkan TPR. Misalnya natrium, nitroprusida, nikardipin,
hidralazin, nitrogliserin, dan lain-lain (Aspiani,2016)
Sumber: Azizah,2012
Interprestasi hasil :
Salah (1-3) = Fungsi intelektual utuh
Salah (4-5) = Kerusakan intelektual ringan
Salah (6-8) = Kerusakan intelektual sedang
Salah (9-10) + Kerusakan Intelektual berat
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dalam pengkajian keperawatan dipergunakan untuk
memperoleh data objektif dari pasien. Pemeriksaan fisik dapat
dilakukan melalui 4 teknis yaitu: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
1) Keadaan umum
2) Kesadaran
3) Tanda-tanda vital
4) Antropometri
5) Pemeriksaan kepala dan leher
6) Pemeriksaan thorax
7) Pemeriksaan integumen
8) Pemeriksaan ekstermitas
9) Status neurologis
10) Pemeriksaan refleks
g. Pengkajian khusus
Masalah kesehatan kronis
Keluhan kesehatan yang
Sering Sering Jarang Tak
No dirasakan
klien waktu 3 bulan terakhir sekali Pernah
berkaitan dengan fungsi-fungsi 3 2 1 0
1 Fungsi Penglihatan
a. Penglihatan kabur
b. Mata berair
c. Nyeri pada mata
2 Fungsi Pendengaran
a. Pendengaran berkurang
b. telinga berdenging
3 Fungsi Paru
a. Batuk lama disertai
keringat malam
b. Sesak nafas
c. Berdahak / sputum
4 Fungsi Jantung
a. Jantung berdebare - debar
b. Cepat lelah
c. Nyeri dada
5 Fungsi Pencernaan
a. Mual / muntah
b. Nyeri ulu hati
c. Makan & minum banyak
6 Eliminasi B A B
Perubahan kebiasaan buang air
besar
( sembelit / mencret )
7 Fungsi Saluran Perkemihan
a. B A K banyak
b. Sering B A K pada malam
hari
c. Tidak mampu mengontrol /
pengeluaran air kemih
(ngompol)
8 Fungsi Pergerakan
a. Nyeri kaki pada saat berjalan
b. Nyeri pinggang atau tulang
belakang
c. Nyeri persendian / bengkak
9 Fungsi Persyarafan
a. Lumpuh / kelemahan pada
kaki/tangan
b. Hilangan rasa
c. Gemeter / memar
d.Nyeri/pegal pada daerah
tengkuk
Analisa Hasil :
Skor < 25 = Tidak ada masalah kesehatan s/d. masalah kesehatan kronis
Skor 26-50 = Masalah kesehatan kronis sedang
Skor > 51 = Masalah kesehatan kronis berat
3. Intervensi
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan teknik komunikasi
berhubungan keperawatan selama …x24 jam terapeutik untuk mengetahui
dengan diharapkan nyeri teratasi dengan pengalaman nyeri klien
peningkatan kriteria hasil : 2. Lakukan pengkajian nyeri
tekanan 1. Mampu mengontrol nyeri secara komprehensif
vaskuler (tahu penyebab nyeri, termasuk lokasi,
serebral dan mampu menggunakan karakteristik, durasi,
iskemia. teknik non farmakologi frekuensi, kualitas, dan factor
untuk mengurangi nyeri presipitasi.
dan mencari bantuan). 3. Observasi reaksi nonverbal
2. Melaporkan bahwa nyeri dari ketidaknyamanan
berkurang dengan 4. Ajarkan teknik non
menggunakan managemen farmakologi.
nyeri. 5. Kolaborasikan untuk
3. Mampu mengenali nyeri pemberian obat analgetik.
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri).
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang.
5. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal. TD
120/80, nadi 60-
100x/menit, Perafasan 16-
24x/menit dan suhu 36,5-
37,5OC.
Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu klien untuk
aktivitas keperawatan selama …x24 jam mengidentifikasi aktifitas
berhubungan diharapkan tidak terjadi yang mampu dilakukan.
dengan keleleahan yang berarti setelah 2. Bantu untuk memilih
kelemaha, melakukan aktifitas dengan aktifitas konsisten yang
ketidakseimban kriteria hasil : sesuai dengan kemampuan
gan suplai dan 1. Mampu melakukan fisik, psikologi dan sosial.
kebutuhan activity daily living secara 3. Bantu untuk mendapatkan
oksigen. mandiri. alat bantuan aktifitas seperti
2. Berpartisipasi dalam tongkat, kruk dan kursi roda.
aktifitas fisik lain tanpa 4. Bantu klien untuk
disertai peningkatan mengembangkan motivasi
tekanan darah, nadi dan diri dan pengetahuan.
pernafasan. 5. Bantu klien untuk membuat
3. Mampu berpindah : jadwal latian di waktu luang
dengan atau tanpa alat
bantuan.
Defisiensi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pengetahuan klien.
pengetahuan keperawatan selama …x24 jam 2. Berikan penilaian tentang
tentang diharapkan defisit pengetahuan tingkat pengetahuan klien
Hipertensi teratasi dengan kriteria hasil : tentang proses penyakit yang
berhubungan 1. Klien dan keluarga spesifik.
dengan menyatakan pemahaman 3. Gambarkan proses penyakit
ketidaktahuan tentang penyakit, kondisi, dengan cara yang tepat.
menemukan prognosis dan program 4. Identifikasikan kemungkinan
sumber pengobatan. penyebab dengan cara yang
informasi 2. Klien dan keluarga mampu tepat.
melaksanakan prosedur 5. Gambarkan tanda dan gejala
yang dijelaskan secara yang biasa muncul pada
benar. penyakit, dengan cara yang
3. Klien dan keluarga mampu tepat.
menjelaskan kembali apa 6. Sediakan informasi untuk
yang dijelaskan klien dengan cara yang tepat.
perawat/tim kesehatan 7. Jelaskan patofisiologi dari
lainnya penyakit dan bagaimana hal
ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan
cara yang tepat.
Tabel 2.5 Sumber Intervensi Buku Nanda Nic-Noc 2015
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, Boedhi. (2015). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Jakarta:FKUI
Huda N., Amin & Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc. Yogyakarta: 2015
Stanly, M., & Gauntlett, P. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta:
EGC.