DISUSUN OLEH:
1. CUCUM ROSMALA
2. EKA WIDYAWATI
3. EVANGELIN
4. ELIZA
5. HARIS
6. JACKQUELIN
Karya tulis ilmiah ini penulis harapkan dapat menambah pengetahuan tentang
pengaruh terapi pemberian air rebusan jahe putih terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia dengan hipertensi. Penulis menyadari dalam pembuatan karya
tulis ilmiah ini masih banyak kekurangan di banyak bagian, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik supaya penulis dapat memperbaikinya.
BAB I
PENDAHULUAN
2
A. Latar Belakang
Lansiadikatakan sebagai tahap akhir pada daur kehidupan manusia. Lansia
merupakan proses penuaan dengan bertambahnya usia individu yang ditandai
dengan penurunan fungsi organ tubuh seperti otak, jantung, hati dan ginjal
serta peningkatan kehilangan jaringan aktif tubuh berupaotot-otot tubuh.
Penurunan fungsi organ tubuh pada lansia akibat dari berkurangnya jumlah
dan kemampuan sel tubuh, sehingga kemampuan jaringan tubuh untuk
mempertahankan fungsi secara normal menghilang, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Fatmah,
2010).
3
Hipertensi terjadi karenadipengaruhi oleh faktor-faktor risiko. Faktor-
faktor risiko yang menyebabkan hipertensi adalah umur, jenis kelamin,
obesitas, alkohol, genetik, stres, asupan garam, merokok, pola aktivitas fisik,
penyakit ginjal dan diabetes melitus (Sinubu R.B., 2015)
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi, yaitu faktor yang
melekat atau tidak dapat diubah seperti jenis kelamin, umur, genetik dan
faktor yang dapat diubah seperti pola makan, kebiasaan olah raga dan lain-
lain. Penyebab hipertensi dapat menjadi gangguan emosi, obesitas, konsumsi
alkohol yang berlebihan, rangsangan kopi yang berlebihan, tembakau, dan
obat-obatan (Gito, Reni, 2016).
Terapi hipertensi selain dengan cara pengobatan farmakologi dapat juga
dilakukan pengobatan dengan cara non-farmakologi yaitu salah satunya
dengan cara mengkonsumsi air rebusan jahe putih. Jahe putih (Zingiber
officinale var amarum) merupakan tanaman rempah – rempah yang dapat
digunakan sebagai bahan untuk pengobatan tradisional, karena jahe putih
memiliki banyak sekali kandungan gizi dan senyawa kimia yang sangat
penting dan bermanfaat terhadap kesehatan. Disamping itu jahe putih
memiliki efek samping yang lebih kecil dan mudah diolah sehingga cocok
untuk digunakan sebagai bahan obat-obatan terutama dalam mengatasi
hipertensi dalam regulasi tekanan darah dan mengatur detak jantung.
Kandungan mineral yang tinggi pada jahe berupa magnesium, kalsium,
fosfor dan potasium sangat bermanfaat untuk spasme otot, nausea, hipertensi,
dan penyakit gastrointestinal. Potasium berperan dalam regulasi tekanan
darah dan mengatur detak jantung. Selain itu, senyawa yang dikandung dalam
jahe seperti flavonoid, fenol dan saponin juga berperan dalam penurunan
tekanan darah (Bhuiyan, 2015).Beberapa senyawa termasuk gingerol, shogaol
dan zingeron memberikan aktifitas farmakologi dan fisiologis seperti efek
antioksidan, anti inflamasi, antikoagulan, analgesik, antikarsinogenik dan
kardiotonik (Masuda, etal. 2010). Pada konsentrasi rendah senyawa gingerol
dan shogaol dapat menurunkan tekanan darah (Suekawa, et al. 2010).
Rebusan jahe dapat menurunkan tekanan darah dikarenakan pada air hangat
mempunyai dampak pada pembuluh darah dimana hangat nya air membuat
4
sirkulasi darah menjadi lancar, menstabilkan aliran darah dan kerja jantung
(Lalage, 2015).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anthony (2018) menunjukkan bahwa
jahe dapat menurunkan tekanan darah setelah pemberian air jahe 4 gram pada
30 pria dewasa. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Satyanand (2013) bahwa jahe dapat menurunkan tekanan darah sistolik
maupun diastolik melalui pemberian 4 gram jahe sekali dalam sehari setiap
pagi selama 4 minggu. Penelitian yang dilakukan oleh Palupi pada tahun
2015, tentang “Manfaat pemberian air rebusan jahe putih kecil (Zingiber
Oficinale var amarum) terhadap perbedaan tekanan darah wanita dewasa
penderita hipertensi di Desa Sukawana”. Dalam penelitian ini responden
penelitian diberikan 100 cc air jahe yang dibuat dari 4 gram jahe dipotong
kecil-kecil dan direbus dalam panci berisi air mendidih sebanyak 200 cc
selama ± 10 menit sambil sesekali di aduk hingga volume air menjadi 100 cc.
Setelah itu dituang dalam gelas takar sebanyak 100 cc sambil disaring,
tambahkan madu dengan perbandingan 100 cc : 2 sendok makan, kemudian
diberikan kepada responden selama 5 hari berturut-turut (Palupi, 2015).
Berdasarkan penjelasan diatas, membuat penulis tertarik untuk melakukan
karya tulis ilmiah mengenai terapi komplementer pemberian air rebusan jahe
putih untuk menurunkan tekanan darah pada lansiadengan hipertensi.
B. TujuanPenelitian
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan secara optimal dalam
menurunkan tekanan darah dengan pemberian air rebusan jahe putih
pada lansia yang mengalami hipertensi
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengidentifikasi pengkajian pada lansia dengan
hipertensi.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada lansia dengan
hipertensi
5
c. Mampu merumuskan intervensi keperawatan dengan
mengaplikasikan pemberian air rebusan jahe putih pada lansia
hipertensi
d. Melakukan implementasi keperawatan dengan pemberian air
rebusan jahe putih pada lansia hipertensi
e. Melakukan evaluasi keperawatan menggunakan pemberian air
rebusan jahe putih pada lansia hipertensi
f. Melakukan pendokumentasian keperawatan menggunakan air
rebusan jahe putih pada lansia hipertensi
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Untuk memperkaya wawasan keilmuan khususnya tentang
penatalaksanaan terapi non farmakologis yang dapat digunakan
sebagai penurun tekanan darah pada lansia dengan penyakit
hipertensi.
2. Manfaat aplikatif
a. Penulis
Sebagai penambah ilmu pengetahuan bagi penulis tentang asuhan
keperawatan pada pasien hipertensi dengan aplikasi pemberian
air rebusan jahe putih serta dapat menerapkan di lingkungan
masyarakat.
b. Klien dan keluarga
Asuhan keperawatan dengan aplikasi pemberian air rebusan jahe
putih untuk menurunkan tekanan darah diharapkan dapat
memberi manfaat bagi klien dan keluarga
c. Masyarakat
Karya tulis ilmiahi ini diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan tentang pemberian rebusan air jahe putih sebagai
penurun tekanan darah pada lansia dengan hipertensi
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia
1. Pengertian Lansia
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari
fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi
suatu proses yang disebut aging process atau proses penuaan. Menurut
undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1 ayat 2
dijelaskan bahwa lanjut usia adalah seorang yang mempunyai usia 60
(enam puluh tahun keatas) (Azizah, 2011).
Berdasarkan definisi umum, seorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun keatas. Lansia bukan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seorang
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk
hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Oenzil, 2012).
Lansia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari karena umur
manusia sebagai makhluk hidup yang terbatas oleh suatu peraturan alami,
yang sudah mengalami penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis,
sosial, ekonomi (BKKBN 2010).
2. Batasan Lansia
Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi
menjadi empat kriteria berikut:
1) Usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) ialah 60- 74 tahun.
7
3) Lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old)
ialah diatas 90 tahun (Efendi, 2010).
3. Proses Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Padila, 2013). Secara alami fungsi fisiologi di dalam tubuh lansia
menurun sehingga seiring pertambahan usianya.
Penurunan fungsi ini tentunya menurunkan kemampuan lansia
tersebut untuk menanggapi rangsangan baik dari luar maupun dalam
tubuh lansia itu sendiri. Perubahan fungsi fisiologis terjadi pada lansia
meliputi penurunan kemampuan system saraf, yaitu indera pendengaran,
penglihatan, peraba, perasa dan penciuman. Selanjutnya perubahan juga
melibatkan penurunan system pencernaan, system saraf, system
pernafasan, system endokrin, system kardiovaskular, hingga kemampuan
muskolotel (Fatimah, 2010).
8
4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari perubahan fisik,
perubahan mental dan perubahan psikososial. Hal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Perubahan Fisik
Perubahan kondisi fisik pada lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple
pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit
makin keriput, gigi copot, tulang makin rapuh dan sebagainya.
Secara umum kondisi fisik seorang sudah memasuki masa lansia
mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologis
maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain (Padila, 2013).
2) Perubahan Mental
Perubahan mental lansia dapat berupa perubahan sikap yang
semakin egosentrik, mudah curiga dan bertambah pelit atau tamak
bila memiliki sesuatu. Lansia mengharapkan tetap diberi peranan
dalam masyarakat. Sikap umum yang ditemukan pada hamper
setiap lansia yaitu keinginan untuk berusia Panjang jika meninggal
pun, mereka ingin meninggal secara terhormat dan masuk surga.
Faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu perubahan fisik,
Kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan lingkungan
(Mujahidullah, 2012).
3) Perubahan Psikososial
Nilai seorang sering diukur melalui produktivitasnya dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami pensiun, seorang
akan mengalami kehilanganya itu kehilangan financial, kehilangan
status, kehilangan teman dan kehilangan pekerjaan (Mujahidullah,
2012).
9
4) Perubahan Kardiovaskular
Menurut Padila (2013) perubahan kardiovaskular yang sering
terjadi pada lansia yaitu:
a) Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik
sama atau lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik
lebih tinggi dari 90 mmHg, yang terjadi karena menurunya
elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani,
hipertensi dapat memicu terjadi stroke, kerusakan pembuluh
darah, serangan atau gagal jantung dan gagal ginjal.
b) Penyakit Jantung Coroner
Penyempitan pembuluh darah jantung mengakibatkan aliran
darah menuju jantung terganggu. Gejala mum yang terjadi
adalah nyeri dada, sesak nafas, pingsan, hingga kebingungan.
c) Distrimia
Insiden sidistrimia atrial dan ventricular meningkat pada lansia
karena perubahan struktual dan fungsional pada penuaan.
Masalah dipicu oleh disritmia dan tidak terkoordinasinya
jantung sering dimenifestasikan sebagai perubahan perilaku,
palpitasi, sesak nafas, keletihan dan jantung.
d) Penyakit Vascular Perifer
Gejala yang paling sering adalah rasa terbakar, kram atau nyeri
sangat yang terjadi pada saat aktifitas fisik dan menghilang
pada saat istirahat. Ketika penyakit semakin berkembang, nyeri
tidak lagi dapat hilang dan istirahat.
e) Penyakit Katup Jantung
Manifestasiklinis dari penyakit katup jantung bervariasi dari
fase kompensasi sampai pada fase pasca kompensasi. Selama
fase kompensasi tubuh menyesuaikan perubahan pada struktur
dan fungsi katup, menghasilkan sedikit tanda dan gejala yang
muncul.
10
B. Hipertensi
1) Pengertian Hipertensi
Menurut WHO (World Health Organization), batas normal adalah
120-140 mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolik. Jadi seseorang
disebut mengidap hipertensi jika tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (WHO, 2013).Hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolic lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang
(Kemenkes RI, 2013).
Hipertensi adalah suatu keadaan tekanan darah seorang berada di
atas normal ditunjukkan oleh angka sistolik dan diastolik pada
pemeriksaan tensi darah menggunakan alat ukur tekanan darah baik yang
berupa tensi air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.
Penyakit ini masuk dalam kategori the silent disease karena penderita
tidak mengetahui dirinya mengidap penyakit hipertensi (Rudianto,
2013).
Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar BSH
(British Society on Hypertension) secara manual dengan menggunakan
alat disebut sphygmomanometer air raksa. Selain itu, pengukuran
tekanan darah juga bisa dilakukan dengan menggunakan tensimeter
digital yang telah di kalibrasi. Kedua alat tersebut mengukur tekanan
darah yang dinyatakan dalam satuan mmHg. Tekanan darah dapat diukur
setelah pasien duduk tenang selama 5 menit. Pada saat pemeriksaan
lengan di sangga dan tensi meter diletakkan setinggi jantung. Manset
yang dipakai harus disesuaikan sedikit melingkari 80% lengan atas
(Dharmeizer, 2012).
Pada pemeriksaan tekanan darah yang diukur adalah tekanan darah
sitolik dan diastolik. Tekanan darah sitolik (TDS) yaitu tekanan ketika
jantung berkontraksi dan memompa darah. Sedangkan tekanan diastolic
11
yaitu tekanan Ketika jantung relaksasi dan darah masuk kedalam jantung
(Dharmeizer, 2012).
3) Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya Penyakit hipertensi diklasifikasi menjadi
dua:
a) Hipertensi primer (hipertensi esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi dimana penyebabnya tidak
diketahui, banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik,
lingkungan, hiperaktivitas system syaraf simpatis, system renin
angiotensin, efek dalam sekresi Na, peningkatan Na dan Ca (Guyton
dan Hall, 2011).
b) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau biasa disebut hipertensi renal merupakan
sekunder dari penyakit komorbid atauobat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disebabkan
karena disfungsi renal akibat ginjal kronis atau penyakit
12
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering terjadi
(Guyton dan Hall, 2011).
4) Patofisiologi Hipertensi
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui
beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan
lebih banyak cairan pada setiap detiknya, arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah
yang terjadi pada usia lanjut, di mana dinding arterinya telah menebal
dan kaku karena arterioskalierosis. (TriyantoEndang, 2014).
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara
waktu mengerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya
tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal
sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam
tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah
juga meningkat. (TriyantoEndang, 2014).
Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri
mengalami pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan
darah akan menurun. Penyesuaian terhadap faktor – factor tersebut
dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan system saraf
otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh
secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan
darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan
menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan
berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke
normal. (TriyantoEndang, 2014).
13
Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan
enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormone
angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormone
aldosteron. Ginjal merupakan organ peting dalam mengembalikan
tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal
dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya
penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri
renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah
satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah
(TriyantoEndang, 2014).
5) Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan derajat hipertensi dapat dibagi
dalam beberapa kategori menurut 2 klasifikasi. Pertama, dari Seventh
Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), dan kedua
dari European Society of Cardiology (ESC) and European Society of
Hypertension (ESH) guidelines tahun 2013. Untuk pembagian hipertensi
berdasarkan klasifikasinya dibagi berdasarkan tabel dibawah ini :
Klasifikasi Hipertensi
Kategori Sistolik Diastolik
Normal <120 <70
Pre Hipertensi 120-139 80-90
Stadium 1 140-159 90-99
Stadium 2 160->180 100- >110
Sumber: The Joint National Commite 2013 dalamUlya 2016
14
Darah
Optimal <120 <80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Prehipertensi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi Stadium 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi Stadium 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi Stadium 3 ≥180 dan/atau ≥110
Hipertensi Sistolik ≥140 dan <90
Terisolasi
15
7) Komplikasi Hipertensi
Menurut Sutanto (2010) komplikasi dari penyakit hipertensi antara
lain:
a) Aterosklerosis
Orang yang menderita hipertensi kemungkinan besar akan
menderita aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan suatu penyakit
pada dinding pembuluh darah yakni lapisan dalamnya menjadi tebal
karena timbunan lemak yang dinamakan plaque atau suatu endapan
yang keras yang tidak normal pada dinding arteri. Pembuluh darah
mendapat pukulan paling berat jika tekanan darah terus menerus
tinggi dan berubah, sehingga saluran darah tersebut menjadi sempit
dan aliran darah menjadi tidak lancar.
b) Penyakit Jantung
Penyumbatan pembuluh darah dapat menyebabkan gagal
jantung. Hal ini terjadi karena pada penderita hipertensi kerja
jantung akan meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga
terjadi pembengkakan jantung dan semakin lama otot jantung akan
mengendor serta berkurang elastisitasnya. Akhirnya jantung tidak
mampu lagi memompa dan menampung darah dari paru-paru
sehingga banyak cairan tertahan di paru-paru maupun jaringan tubuh
lain yang dapat menyebabkan sesak nafas. Kondisi ini disebut gagal
jantung.
c) Penyakit Ginjal
Penyakit tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pembuluh
darah pada ginjal mengerut sehingga aliran zat-zat makanan menuju
ginjal terganggu dan mengakibatkan kerusakan sel-sel ginjal. Jika
hal ini terjadi terus menerus maka sel-sel ginjal tidak bisa berfungsi
16
lagi. Apabila tidak segera diatasi maka akan menyebabkan kerusakan
parah pada ginjal yang disebut sebagai gagal ginjal terminal.
17
Insidens hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan
usia. Hampir setiap orang mengalami peningkatan tekanan darah
pada usia lanjut. Tekanan sistolik biasanya terus meningkat
seusia hidup dan tekanan diastolic meningkat sampai usia 50-60
tahun kemudian menurun perlahan. Hal ini terkait dengan salah
satu perubahan yang terjadi karena proses penuaan yaitu
berkurangnya kecepatan aliran darah dalam tubuh, dinding
pembuluh darah arteri menjadi kaku dan menurun elastisitasnya
(arteriosklerosis) (Ganong, 2010).
18
pituitary mengeluarkan hormone antidiuterika (ADH). ADH
dikeluarkan bila volume darah atau tekanan darah terlalu rendah
ADH merangsang ginjal untuk menahan atau menyerap Kembali
kedalam tubuh. Bila terlalu banyak air keluar dan tekanan darah
akan turun (Muchtadi, 2013).
(2) Konsumsi Kalium
Asupan kalium pada seseorang dapat mempengaruhi
tekanan darah, penurunan tekanan darah ini dapat dikarenakan
adanya penurunan resistensi vascular akibat dilatasi pembuluh
darah serta adanya peningkatan kehilangan air dan natrium dari
tubuh hasil aktivitas pompa natrium dan kalium. Asupan kalium
idealnya adalah 4.7 g/hari dan dapat diperoleh dari buah melon
dan sayur yang mengandung kalium tinggi (Jhondry, 2010).
(3) Konsumsi Serat
Asupan serat dapat mempengaruhi tekanan darah melihat
mekanisme serat dalam menurunkan tekanan darah,
berhubungan dengan asam empedu. Menurut Dauche (2007),
asupan serat mengurangi kadar kolesterol yang bersirkulasi
dalam plasma darah, karena serat dapat mencegah absorbsi
kolesterol dalam usus, dan meningkatkan ekskresi asam empedu
ke feses, sehingga meningkatkan perubahan kolesterol plasma
menjadi asam empedu. Serat merupakan jenis karbohidrat yang
tidak terlarut. Serat berkaitan dengan pencegahan terjadinya
tekanan darah tinggi terutama jenis serat kasar (crude fiber).
Menurut laporan hasil Riskesdas (2013), menunjukkan 93.6%
masyarakat Indonesia kurang mengkonsumsi serat.
(4) Obesitas
Obesitas dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi.
Semakin besar masa tubuh maka semakin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan kedalam
jaringan tubuh. Hal ini menyebabkan volume darah yang
19
beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat dan akan
menyebabkan tekanan pada dinding arteri (Triyanto, 2014). Tiap
kenaikan berat badan ½ kg dari berat badan normal dapat
mengakibatkan kenaikan tekanan darah sitolik 4,5 mmHg
(Muchtadi, 2013).
(5) Aktifitas Fisik
Melakukan aktifitas fisik yang cukup merupakan salah satu
dari sekian banyak hal yang dikategorikan dalam pengobatan
non farmakologis bagi penderita hipertensi. Aktifitas fisik yang
cukup dapat membantu menguatkan jantung. Jantung yang lebih
kuat tentu dapat memompa lebih banyak darah dengan hanya
sedikit usaha. Semakin ringan kerja jantung, maka semakin
sedikit tekanan darah pada pembuluh darah arteri sehingga
tekanan darah akan menurun (Marliani dan Tantan, 2007).
Aktifitas fisik merupakan salah satu factor risiko hipertensi
yang cukup signifikan yang dapat dikontrol, hal ini dapat di
karenakan semakin berat aktifitas fisik seseorang maka tekanan
darah akan semakin rendah. Hal ini terjadi karena intensitas
aktifitas sedang akan merangsang darah pada tubuh seseorang,
sehingga darah membutuhkan oksigen yang lebih banyak.
Kebutuhan ini akan dipenuhi oleh jantung dengan cara
memompa jantung lebih keras atau meningkatkan aliran darah
keseluruh tubuh, setelah itu pembuluh darah akan melebarkan
diameter pembuluh darah (Vasodilatasi) sehingga pengontrolan
tekanan darah tetap stabil (Miller, 2012). Aktifitas fisik yang
rendah akan mengakibatkan pengontrolan nafsu makan yang
sangat labil sehingga mengakibatkan konsumsi energi yang
berlebihan, nafsu makan yang menjadi meningkat yang akhirnya
berat badan naik dan dapat menyebabkan obesitas. Jika berat
badan bertambah maka volume darah akan bertambah pula,
sehingga beban jantung dalam memompa darah juga bertambah.
Beban jantung yang semakin besar, mengakibatkan jantung akan
20
bekerja semakin berat dalam memompa darah keseluruh tubuh
sehingga tekanan perifer dan curah jantung meningkat serta
pembuluh darah bervasokontriksi sehingga pengontrolan
tekanan darah terganggu dan mengalami peningkatan (Utami,
2007). Oleh karena itu aktifitas fisik sedang lebih efektif
dibandingkan aktifitas fisik rendah.
(6) Merokok
Seorang yang merokok lebih darisatu pak rokok sehari 2
kali menjadi lebih rentan hipertensi daripada yang tidak
merokok. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan
karbonmonoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk
kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh
darah arteri dan mengakibatkan proses artherosklerosis
(Triyanto, 2014).
(7) Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol yang regular tiap hari dapat
meningkatkan risiko hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau
lebih minuman alkohol per hari meningkatkan risiko hipertensi
sebesar 2 kali. Penggunaan alcohol secara berlebihan dapat
meningkatkan tekanan darah dengan meningkatnya katekolamin
plasma (Triyanto, 2014).
(8) Stres
Hipertensi dapat juga disebabkan oleh stres (fisikatau
mental) dimana pada kondisi ini kelenjar adrenal akanmerilis
hormone epinefrin atau adrenalin. Pelepasan hormone epinefrin
atau adrenalin mengaktivasi reseptor ß- adrenergenik yang
menyebabkan peningkatan influx kalsium kedalam sel jantung
sehingga mengkibatkan denyut jantung meningkat dan
berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan sitolik.
Keadaan ini mengakibatkan perubahan hemodinamik sehingga
jejas endotel yang merupakan awalaterosklerosis (Muchtadi,
2013).
21
9) Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral
resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variable tersebut
yang tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya
hipertensi. Tubuh memiliki system yang berfungsi mencegah perubahan
tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan
mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. System
pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari
system reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler melalui system saraf,
reflex kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal
dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan system
pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi
kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormone angiotensin
dan vasopressin. Kemudian dilanjutkan system poten dan berlangsung
dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh system pengaturan
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ (Bianti, 2015).
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme
(ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di
hati. Selanjutnya oleh hormone, rennin (diproduksi oleh ginjal) akan
diubah menjadi angiotensin I. oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang
memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi
utama (Bianti, 2015).
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormone antidiuretik
(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar
pituitary) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan
volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan keluar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan
tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
22
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada
akhirnyaakan meningkatkan tekanan darah (Bianti, 2015).
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormone steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorbsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan
tekanan darah (Bianti, 2015).
23
b) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi
ginjal.
c) Glukosa: hiperglikemi ( DM adalah pencetus hipertensi) dapat
di akibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d) Urinalisa: darah, protein, glucosa, mengisyaratkan disfungsi
ginjal dan adanya DM.
2. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3. RKG: dapat menunjukan pola regangan dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
4. IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal,
perbaikan ginjal.
5. Photo dada: menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup,
pembesaran jantung (Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).
a) Penatalaksanaan Farmakologis
Dalam penatalaksanaan farmakologis obat-obatan antihipertensi
dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dicampur dengan obat
lain. Rekomendasi obat antihipertensi menurutWorld Health
Organization (WHO) 2003 dan The Joint National Committee (JNC
VIII) tahun 2014 adalah :
(1) Diuretik
Diuretik adalah obat yang menghambat reabsorbsi natrium
dan air di bagian asenden ansahenle (Dorland, 2012). Diuretika
adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresiurin yang
lebih banyak. Menghambat reabsorpsi garam di tubulus distal
24
dan membantu reabsopsi kalium. Terdapat tiga faktor utama
yang mempengaruhi respon diuretik. Pertama, diuretic
mereabsorpsi sedikit sodium akan memberi efek yang lebih
kecil bila dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada
daerah yang mereabsorpsi banyak sodium. Kedua, status
fisiologi organ akan memberikan respons yang berbeda dengan
diuretik. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, dan gagal
ginjal. Ketiga, interaksi anatara obat dengan reseptor
(Syamsudin, 2011).
(2) Penyekat α (α - Blocker)
Obat golongan ini bekerja dengan menghambat reseptor α,
tetap hambatan reseptor α (alpha) tergantung dari perbedaan
profil farmako kinetiknya. Obat golongan ini bekerja dengan
menghambat efek vasokonstriktorepinefrin dan norepinefrin.
Efek ini menyebabkan vasodilatasi arteriola dan resistensi
vascular perifer yang lemah. Kombinasi efek penurunan
resistensi vascular perifer dan penurunan kembalinya pembuluh
vena menyebabkan terjadinya hipotensi ortostatik khususnya
pada dosis awal (first dose effect). Efek antihipertensi dari
penyekat α dapat menurunkan tekanan darah 10/10 mmHg dan
meningkatkan kadar HDL. Penyekat α dapat digunakan pada
hipertensi dengan prostatis sebab penyekat α dapat mengurangi
gejala urinary hesitancy dan spasme leher kandung kemih yang
berhubungan dengan hipertrofiprostat.
(3) Penyekat b (b- Blocker)
Golongan obat ini memiliki efek kronotropik dan inotropik
negative yang menyebabkan penurunan tekanan darah dan
menurunkan curah jantung dan resistensi vascular perifer. Efek
penghambatan terhadap reseptor β2 yang terdapat dipermukaan
membrane sel jukstaglomruler dapat menyebabkan penurunan
sekresi renin yang berperan di dalam sistem renin angiotensin
aldosteron dan menurunkan tekanan darah.
25
(4) ACE Inhibitor
Angiotensin converting enzim (ACE) inhibitor memiliki
efek dalam penurunan tekanan darah melalui penurunan
resistansi perifer tanpa disertai dengan perubahan curah jantung,
denyut jantung, maupun laju filtrasi glomerolus. Penurunan
tekanan darah melalui penghambatan sistem renin angiotensin
aldosteron (RAA). Renin merupakan enzim yang disekresi
terutama dari sel jukstaglomeruler di bagian arteriolaferen ginjal
dan menyebabkan perangsangan pada sitem RAA sehingga
menurunkan tekanan darah, penurunan konsentrasi ion Na+
sehingga dapat menurunkan tekanan darah, nyeri, dan stres.
Pada sistem RAA, kerja ACE inhibitor adalah menghambat
enzim ACE yaitu suatu enzim yang dapat menguraikan
angiotensin I menjadi angitensin II. Angiotensin II merupakan
suatu vasokonstriktor yang pontensial merangsang korteks
adrenal untuk menyitesis dan menyekresi aldosteron dan secara
langsung menekan pelepasan renin. Enzim ACE juga dapat
mendegradasi bradykinin dari bentuk aktif. ACE Inhibitor dapat
menyebabkan bradikinin tidak terdegradasi dan terakumulasi di
saluran pernafasan dan paru sehingga menimbulkan batuk
kering. Batuk kering merupakan efek samping yang paling
sering terjadi, insidennya sampai 10 – 20% lebih sering pada
wanita dan terjadi pada malam hari.
(5) Antagonis Kalsium
Penghambat kanal kalsium merupakan senyawa heterogen
yang memiliki efek bervariasi pada otot jantung, nodus, SA,
konduksi AV, pembuluh darah perifer, dan sirkulasi koroner.
Senyawa penghambat kanal kalsium tersebut adalah nifedipin,
nikardipin, nimodipin, felodipin, isradipin, amlodipin,
verapamil, diltiazem, bepridil, dan mibefradil. Ion kalsium
berperan penting dalam mengatur kontraksi otot polos dan
rangka, serta tampilan jantung normal dan sakit. Antagonis
26
kalsium banyak digunakan untuk pengobatan hipertensi dengan
cara mengambat masuknya ion kalsium kedalam selotot polos
melalui penghambatan kanal ion kalsium yang bergantung pada
tegangan (tipe I). Ada dua macam kanal ion kalsium pada
membrane seleksi table yaitu voltage operated channel (VCO)
yang terbuka oleh depolarisasi dan receptor operated channel
(ROC) yaitu kalsium yang terbuka oleh neurotransmitter tanpa
terjadi depolarisasi. Selanjutnya VOC dapat dibedakan atas tiga
jenis, yaitu kanal N (neuronal), T (transien), dan L (long
lasting). Kanal N terutama terdapat pada jaringan saraf,
sedangkan kanal T terdapat pada pacemaker dan jaringan
konduksi. Kanal N dan T tidak sensitive terhadap antagonis
kalsium sedangkan kanal L sangat sensitive terhadap antagonis
kalsium dan terdapat pada otak, jantung, otot polos, serta otot
rangka.
27
Upaya yang lain adalah mengurangi asupan natrium dan
apabila diet tidak dapat membantu dalam jangka waktu 6 bulan,
maka perlu diberikan obat anti hipertensi oleh dokter.
(3) Meningkatkan Konsumsi Kalium
Ahli bidang Kesehatan merekomendasikan untuk
meningkatkan konsumsi kalium dan menyarankan membatasi
asupan natrium. Asupan kalium yang meningkatakan
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Kalium
berfungsi untuk menjaga kekentalan dan menstabilkan darah
agar tetap stabil (Adhayati dan Sirajuddin, 2012).
(4) Mengurangi Konsumsi Kafein Dan Alkohol
Perlunya mengurangi konsumsi kafein dan alkohol karena
kafein dapat memacu jantung bekerja menjadi lebih cepat,
sehingga mengalirkan lebih banyak cairan setiap detiknya,
sementara dengan mengkonsumsi alkohol yang lebih dari 2-3
gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi, sehingga
alkohol juga harus dikurangi.
28
magnesium, kalsium, fosfor dan potasium sangat bermanfaat untuk
spasme otot, nausea, hipertensi, dan penyakit gastrointestinal.
Potasium berperan dalam regulasi tekanan darah dan mengatur detak
jantung. Selain itu, senyawa yang dikandung dalam jahe seperti
flavonoid, fenol dan saponin juga berperan dalam penurunan tekanan
darah (Bhuiyan, 2015).Senyawa antioksidan alami jahe cukup tinggi
dan sangat efesien dalam mneghambat radikal bebas superoksida dan
hidroksil yang dihasilkan oleh sel-sel kanker dan bersifat sebagai
antikarsinogenik, non-toksik dan nonmutagenik pada konsentrasi
tinggi (Manju& Nalini, 2009) Beberapa senyawa termasuk gingerol,
shogaol dan zingeron memberikan aktifitas farmakologi dan
fisiologis seperti efek antioksidan, antiinflamasi, antikoagulan,
analgesik, antikarsinogenik dan kardiotonik (Masuda, etal. 2010).
Pada konsentrasi rendah senyawa gingerol dan shogaol dapat
menurunkan tekanan darah (Suekawa, et al. 2010). Rebusan jahe
dapat menurunkan tekanan darah dikarenakan pada air hangat
mempunyai dampak pada pembuluh darah dimana hangat nya air
membuat sirkulasi darah menjadi lancar, menstabilkan aliran darah
dan kerja jantung (Lalage, 2015).
c) Pemberian jahe putih
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anthony (2018)
menunjukkan bahwa jahe dapat menurunkan tekanan darah setelah
pemberian air jahe 4 gram pada 30 pria dewasa. Hal tersebut juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Satyanand (2013)
bahwa jahe dapat menurunkan tekanan darah sistolik maupun
diastolik melalui pemberian 4 gram jahe sekali dalam sehari setiap
pagi selama 4 minggu. Penelitian yang dilakukan oleh Palupi pada
tahun 2015, tentang “Manfaat pemberian air rebusan jahe putih kecil
(Zingiber Oficinale var amarum) terhadap perbedaan tekanan darah
wanita dewasa penderita hipertensi di Desa Sukawana”. Dalam
penelitian ini responden penelitian diberikan 100 cc air jahe yang
dibuat dari 4 gram jahe dipotong kecil-kecil dan direbus dalam panci
29
berisi air mendidih sebanyak 200 cc selama ± 10 menit sambil
sesekali di aduk hingga volume air menjadi 100 cc. Setelah itu
dituang dalam gelas takar sebanyak 100 cc sambil disaring,
tambahkan madu dengan perbandingan 100 cc : 2 sendok makan,
kemudian diberikan kepada responden selama 5 hari berturut-turut
(Palupi, 2015)
d) Alat dan Bahan
Tensimeter dan stetoskop
Jahe putih 4 gram (di potong kecil – kecil)
Madu
Timbangan
Gelas ukurdan gelas untuk minum
Air 200 ml
Panci dan kompor (alat untuk memasak jahe)
e) Prosedur kerja
i. Fase orientasi
Memberikan salam/menyapa klien
Memperkenalkan diri
Menjelaskan tujuan dan prosedur (langkah)
Menanyakan kesiapan klien
ii. Fase kerja
Membaca doa
Mencuci tangan sebelum tindakan
Memberikan kenyamanan pada klien
Menganjurkan klien untuk berbaring atau duduk
Memasang tensimeter ke lengan klien
Mencatat hasil dari tekanan darah
Menyiapkan alat dan bahan untuk membuat air rebusan
jahe putih
Merebus jahe putih sebanyak 4 gram dengn air 200cc, di
masak hingga air menjadi 100cc
Tuangkan air rebusan jahe putih ke gelas dengan di saring
30
Berikan air rebusan jahe putih dengan di tambah madu 2
sendok makan dan diberikankepada lansia untuk diminum
Membereskan alat-alat yang telah digunakan
Mencuci tangan setelah tindakan
iii. Fase terminasi
Melakukan evaluasi tindakan
Menyampaikan rencanatindak lanjut
Mendoakan klien
Berpamitan
31
jugularis
IntegritasEgo
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria, marah, faktor stress multiple (hubungan,
keuangan,pekerjaan)
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan
kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka
tegang (khususnya sekitar mata), peningkatan pola bicara.
Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi,
obstruksi, riwayat penyakit ginjal ),obstruksi.
Makanan/cairan
Gejala : Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak,
tinggi kolesterol), mual, muntah, perubahan berat badan
(naik/ turun), riwayat penggunaan diuretic. Tanda : Berat
badan normal atau obesitas, adanya oedem.
Neurosensori
Gejala : Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub
oksipital, gangguan penglihatan.
Tanda : Status mental: orientasi, isi bicara, proses
berpikir,memori, perubahan retina optik. Respon motorik :
penurunan kekuatan genggaman tangan.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/
masssa.
Pernafasan
Gejala : Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja,
tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda : Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/
penggunaan alat bantu pernafasan.
Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara brejalan.
32
b. PemeriksaanDiagnostik
Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas).
BUN: memberi informasi tentang fungsiginjal.
Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh
peningkatan kadar katekolamin (meningkatkanhipertensi).
Kalsiumserum
Kaliumserum
Kolesterol dantrygliserid
UrinAnalisa
Fotodada
CTScan
EKG
3. Intervensi
a. Perubagah perfusi cerebral tidak efektif b.d hipertensi
Tujuan : setelah di lakukan intervensi selam 3x24 jam di harapakan
perubahan perfusi serebral tidak efektif teratasi
Kriteria hasil :
Tekanan darah membaik
sakit kepala menurun
tanda peningkatan TIK menurun
Intervensi :
Observasi :
33
Identifikasi penyebab peningkatan TIK
monitor tanda/gejala peningkatan TIK
monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
34
Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri.
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Edukasi :
Jelaskan penyebab, periode,dan pemicu nyeri
Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa
nye
Kolaborasi :
Pemberian analgetik jika diperlukan.
Kolaborasi pemebrian kompres hangat pada daerah yang
nyeri
35
Kolaborasi dengan keluarga untuk rutin mengontrol tekanan darah
Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.
BAB III
METODE
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus untuk
mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan klien lansia yang mempunyai
penyakit hipertensi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
B. Subjek Kasus
Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian keperawatan ini adalah 12
orang lansia dengan penyakit hipertensi. Subjek yang diteliti adalah
1. Ny. M /62 Tahun
2. Ny. T/68 Tahun
3. Ny. S /69 Tahun
4. Ny. A /68 Tahun
5. Ny. E /66 Tahun
6. Ny. S /70 Tahun
7. Ny. C /67 Tahun
8. Ny. ST /72 Tahun
9. Ny. MI /68 Tahun
10. Ny. D /71 Tahun
11. Ny. L /61 Tahun
12. Ny. MA/70 Tahun
C. Lokasi Dan Waktu Studi Kasus
Studi kasus ini sasarannya adalah klien dan keluarga Ny. M, Ny.T, Ny.S,
Ny.A Ny.E, Ny.S, Ny.C, Ny.ST, Ny.MI, Ny.D, Ny.L, Ny.MA. di lokasi
binaan tempat tinggal mahasiwa di Poris Gaga Baru-Batu Ceper
Lama waktu studi kasus ini adalah 1 minggu dengan kunjungan 4 kali dalam
seminggu
36
D. Prosedur Penelitian
Penelitian diawali dengan penyusunan makalah menggunakan studi kasus.
Setelah disetujui pembimbing maka penelitian dilanjutkan dengan kegiatan
pengumpulan data. Data penelitian berupa hasil pengukuran, observasi,
wawancara terhadap kasus yang dijadikan subjek penelitian.
E. Fokus Studi Kasus
Salah satu terapi non farmakologis dalam penatalaksanaan hipertensi
yaitu dengan air rebusan jahe putih. Jahe putih (zingiber officinale var
amarum) merupakan tanaman rempah – rempah yang dapat digunakan
sebagai bahan untuk pengobatan tradisional, karena jahe putih memiliki
banyak sekali kandungan gizi dan senyawa kimia yang sangat penting dan
bermanfaat terhadap kesehatan. Manfaat dan zat yang terkandung di dalam
jahe putih. Jahe putih dapat memperlancar sirkulasi darah dan menjaga
tekanan darah tetap rendah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anthony (2018) menunjukkan
bahwa jahe dapat menurunkan tekanan darah setelah pemberian air jahe 4
gram pada 30 pria dewasa. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Satyanand (2013) bahwa jahe dapat menurunkan tekanan
darah sistolik maupun diastolik melalui pemberian 4 gram jahe sekali dalam
sehari setiap pagi selama 4 minggu. Penelitian yang dilakukan oleh Palupi
pada tahun 2015, tentang “Manfaat pemberian air rebusan jahe putih kecil
(Zingiber Oficinale var amarum) terhadap perbedaan tekanan darah wanita
dewasa penderita hipertensi di Desa Sukawana”.
F. Instrumen Studi Kasus
Instrumen yang dipakai dalam karya tulis ilmiah ini adalah
sphygmomanometer dan lembar observasi pengukuran tekanan darah serta
alat dan bahan dalam merebus air jahe putih yaitu, jahe 4gr, air 200cc, panci
dan kompor, gelas.
G. Metode Pengumpulan Data
1) Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
37
Wawancara klien dan keluarga Ny. M, Ny.T, Ny.S, Ny.A Ny.E, Ny.S,
Ny.C, Ny.ST, Ny.MI, Ny.D, Ny.L, Ny.MA.
38
pengumpulan data dilakukan dengan mengunakan format pengkajian
keperawatan.
LEMBAR OBSERVASI
Jenis keterampilan : Pemberian air rebusan jahe putih
Diagnosa medis : Hipertensi
NO TANGGAL NAMA USIA SEBELUM SESUDAH SELISIH
1. - 19Mei 2021 Ny. M 70 TAHUN TD : 160/90 - 10/10
- 20Mei 2021 - -
- 21Mei 2021 - -
- 22 Mei 2021 - TD : 150/80
2. - 19 Mei 2021 Ny. T 68 TAHUN TD : 155/92 - 15/2
- 20 Mei 2021 - -
- 21 Mei 2021 - -
- 22 Mei 2021 - TD : 140/90
3. - 19 Mei 2021 Ny. S 69 TAHUN TD : 162/92 - 12/2
- 20 Mei 2021 - -
- 21 Mei 2021 - -
- 22 Mei 2021 - TD : 150/90
4. - 19 Mei 2021 Ny. A 66 TAHUN TD : 170/100 - 15/10
- 20 Mei 2021 - -
- 21 Mei 2021 - -
- 22 Mei 2021 - TD : 155/90
5. - 19 Mei 2021 Ny. E 68 TAHUN TD : 168/92 - 18/12
- 20 Mei 2021 - -
- 21 Mei 2021 - -
- 22 Mei 2021 - TD : 150/80
6 - 19 Mei 2021 Ny.S 70 TAHUN TD : 168/100 - 13/10
- 20 Mei 2021 - -
- 21 Mei 2021 - -
- 22 Mei 2021 - TD : 155/90
7 - 19 Mei 2021 Ny.C 67 Tahun TD:160/85 - 10/5
- 20 Mei 2021 - -
- 21 Mei 2021 - -
- 22 Mei 2021 - TD : 150/80
8 - 19 Mei 2021 Ny.ST 72 Tahun TD:170/96 - 20/6
- 20 Mei 2021 - -
- 21 Mei 2021 - -
- 22 Mei 2021 - TD : 150/90
9 - 19 Mei 2021 Ny.MI 68 Tahun TD:160/88 - 20/8
- 20 Mei 2021 - -
- 21 Mei 2021 - -
- TD : 140/80
39
- 22 Mei 2021
10 - 19 Mei 2021 Ny.D 71 Tahun TD:155/88 - 15/3
- 20 Mei 2021 - -
- 21 Mei 2021 - -
- 22 Mei 2021 - TD : 140/85
11 - 19 Mei 2021 Ny.L 61 Tahun TD:166/90 - 26/10
- 20 Mei 2021 - -
- 21 Mei 2021 - -
- 22 Mei 2021 - TD : 140/80
12 - 19 Mei 2021 Ny.MA 70 Tahun TD:170/100 - 20/10
- 20 Mei 2021 - -
- 21 Mei 2021 - -
- 22 Mei 2021 - TD : 150/90
40
Maximu Std.
Minimum Mean
m Deviation
Pre test 155 170 163.67 5.694
TD Sistolik
Post test 140 155 147.50 5.839
TD Pre test 85 100 92.75 5.137
Diastolik Post test 80 90 85.42 4.981
41
BAB IV
PEMBAHASAN
42
dideritanya tetapi Ny. M tidak rutin minum obat anti hipertensinya. Dan
keluarga juga tidak begitu mengetahui tanda dan gejala sakit yang diderita.
Dari pengkajian kepada Ny. Mdidapatkan bahwa Ny. M dan keluarga
tidak membatasi mengkonsumsi garam, makan yang berlemak dan
bersantan (tidak berpantang makan) Ny. M mengatakan, tidak pernah
berolah raga.Keluarga sangat berperan terhadap penanganan hipertensi
sehingga tercapainya kesehatan yang optimal dalam keluarga dari hasil
analisa di Ny M. Intervensi yang telah dilakukan mahasiswa adalah
dengan memberikan pendidikan kesehatan terkait dengan hipertensi serta
mengajarkan dan memberikan terapi wedang jahe putih. Evaluasi dapat
dilihat disesuaikan dengan lima tugas kesehatan keluarga. Ny. Mdapat
mengidentifikasi masalah hipertensi yang dialaminya dengan melihat
tanda dan gejala yang terjadi terkait hipertensi yang telah dijelaskan oleh
mahasiswa.
4.2 Analisa Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Berdasarkan hasil dari pengkajian pada keluarga Ny. Mdapat
dikatakan masalah yang didapatkan adalah salahsatunya masalah
kesehatan yang berkitan dengna hipertensi yaituperfusi cerebral tidak
efektif. Dimana menurut Sutarto (2016) faktor resiko hipertensi yang dapat
dikontrol yaitu kurangnya olahraga, orang yang kurang aktif melakukan
olahraga pada umumnya cenderung mengalami stenosis pembuluh darah
dan akan menaikan tekanan darah. Dengan olahraga kita dapat
meningkatkan kerja jantung. Penulis melakukan berbagai intervensi dalam
mengatasi hipertensi, salah satunya dengan menggunakan obat tradisional
yaitu dengan menggunakan dan mengajarkan terapi air rebusan jahe putih
dengan hasil yang diperoleh, penggunaan terapi air rebusan jahe
putihsebanyak 100cc setiap harinya yang telah dilakukan oleh Ny. Mdan
11 lansia lainnya selama 3 hari berturut-turut dapat menurunkan tekanan
darahnya.
Implementasi manajemen perilaku kesehatan yang berkaitan
dengan masalah resiko perubahan perfusi serebral adalah praktik atau
upaya meningkatkan status kesehatan serta menghindari dampak lanjut
43
dari hipertensi, dapat dilakukan oleh seluruh anggota keluarga. Perilaku
sehat tidak hanya efektif untuk menurunkan gejala penyakit, tetapi juga
dapat mencegah timbulnya masalah kesehatan kembali.
Bentuk hambatan dari perilaku kesehatan yang berkaitan dengan
masalah resiko perubahan perfusi serebral akibat hipertensi adalah
kebiasaan perilaku yang sangat sulit untuk ditinggalkan. Dibutuhkan
waktu yang cukup lama, ini menyebabkan pemikiran bahwa efeknya
masih belum dapat dirasakan segera.
4.3 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan
Alternatif pemecahan atau rencana tindak lanjut yang dapat
dilakukan untuk masalah resiko perubahan perfusi serebral tidak efektif
yang berhubungan dengan hipertensi yaitu, melakukan pemberian obat
tradisional salah satunya dengan pemberian terapi air rebusan jahe putih
secara rutin selama tiga hari berturut-turut. Edukasi untuk olah raga dan
konsumsi obat secara teratur juga diberikan mengingat penyakit hipertensi
harus di kontrol agar tidak berdampak buruk di kemudian hari.
4. 4 Analisis Univariat
Analisis Pada 12 responden Hipertensi Berdasarkan Tekanan
Darah Sistolik dan Diastolik sebelum diberikan terapi air rebusan jahe
putih dan tekanan darah Sistolik dan Diastolik setelah diberikan terapi air
rebusan jahe putih didapatkan bahwa tekanan darah pada 12 responden
sebelum dilakukan pemberian air rebusan jahe putih didapatkan rata-rata
sistolik sebesar 163.67 mmHg dan diastolik sebesar 92.75mmHg
sedangkan setelah dilakukan pemberian air rebusan jahe didapatkan rata-
rata sistolik 147.50mmHg dan diastolik sebesar 85.42mmHg.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wilda (2020),
bahwa dalam penelitiannya tekanan darah sebelum dilakukan pemberian
air rebusan jahe putih didapatkan rata-rata sistolik sebesar 163.1mmHg
dan diastolik sebesar 94.2mmHg sedangkan setelah dilakukan pemberian
air rebusan jahe putih didapatkan rata-rata sistolik sebesar 134.7mmHg
dan diastolik sebesar 88.4mmHg. Hal ini sejalan juga dengan penelitian
yang dilakukan oleh Rafika (2019), diketahui bahwa nilai rerata tekanan
44
darah sistolik sebelum diberikan air rebusan jahe sebesar 160mmHg dan
diastolik sebesar 76mmHg sedangkan setelah diberikan air rebusan jahe
sistolik sebesar 144mmHg dan diastolik sebesar 71mmHg.
45
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah praktek profesi keperawatan elektif yang telah dilakukan, dan
berdasarkan dari hasil penulisan Karya Tulis Ilmiah Ners dapat diambil
kesimpulan:
1. Sudah dipahami konsep teori hipertensi: Defenisi, Etiologi, Klasifikasi
Tekanan Darah, Patofisiologi, Tanda dan Gejala, Komplikasi,
Penatalaksanaan Non Farmakologi, khususnya terapi air rebusan jahe
putih
2. Sudah dilakukan Penerapan Keperawatan teoritis dengan hipertensi:
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Implementasi,
Evaluasi.
3. Sudah dilakukan studi kasus penerapan terapi air rebusan jahe putih
kepada 12 klien lansia dengan hipertensi.
4. Sudah dianalisis penerapan terapi air rebusan jahe putihpada 12 klien
lansia dengan Hipertensi.
5. Sudah diterapkan salah satu intervensi dari jurnal terkait penerapan
terapi air rebusan jahe putih pada 12 klien lansia dengan hipertensi
6. Penulis sudah menganalisis hasil dari penerapan intervensi tentang
hipertensi yang dilakukan dengan hasil ada pengaruh pemberian terapi
terhadap penurunan tekanan darah (hipertensi).
5.2 Saran
1. Untuk Institusi Pendidikan
Karya Tulis Ilmiah Ners ini diharapkan dapat menjadi referensi dan
sumber bacaan di STIKes Pertamedika, dan untuk memenuhi Mata
Kuliah Keperawatan Gerontik.
2. Untuk Koordinator Mata Kuliah Keperawatan Gerontik
46
Dosen Mata Kuliah Keperawatan Gerontik pada prodi Profesi Ners
dapat dikatakan baik. Para mahasiswa memahami pentingnya
pengetahuan dosen Mata Kuliah Keperawatan Gerontik dalam
pencapaian standar kerja, karena kemampuan pengetahuan merupakan
hal yang mutlak dimiliki dosen dalam meghasilkan lulusan yang
kompeten .
Tugas yang diberikan menurut sebagian mahasiswa selama ini mampu
dikerjakan karena sesuai dengan praktek di lapangan
3. Untuk Pelayanan Kesehatan
Pelayanan asuhan keperawatan terhadap lansia, terutama oleh
puskesmas yang membina lansiadapat mengoptimalkan intervensi
promosi kesehatan khususnya hipertensi untuk pemeliharaan kesehatan
serta meningkatkan program penurunan angka kejadian hipertensi di
daerah binaan puskesmas,dan mengoptimalkan peran kader-kader
kesehatan di masyarakat.
47
DAFTAR PUSTAKA
Marsito. 2015. Hubungan penurunan fungsi fisik dan dukungan keluarga pada
usia lanjut dengan respon psikososial pada usia lanjut di Kelurahan
Karangayar Kabupaten Kebumen. Jurnal ilmiah kesehatan keperawatan,
11(2):71-78
Wilda. 2020. Pengaruh pemberian air rebusan jahe terhadap tekanan darah
pasien hipertensi. Prosiding seminar kesehatan perintis E-ISSN, 2(1) :
2622-2256
Maryam, R dan Siti, K. 2009. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
48
Rafika. 2019. Efektivitas pemberian rebusan jahe terhadap perubahan tekanan
darah pada lansia hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kartasura.
Olivia, F. 2004. Seluk Beluk Food Suplement. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Sari Yanita Nur Indah. 2017. Berdamai dengan Hipertensi. Jakarta: Bumi
Medika
WHO. 2013. Silent Killer Global Public Health Crisis. Ganeva: Word Health
Organization.
49
LAMPIRAN
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK
I. Identita
A. Nama : Ny. M
B. Umur : 62 Tahun
C. Alamat : JL.Poris Gaga Baru-Batu Ceper
D. Pendidikan : SD
E. Tanggal masuk panti: -
F. Jenis Kelamin : Perempuan
G. Suku : Sunda
H. Agama : Islam
I. Status perkawinan : Menikah
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
----- : Tinggal satu rumah
: Ikatan pernikahan
: Meninggal
BMI : BB(kg) 70
(TB(m) x TB(m)) = 1.65 x 1.65= 25.7
Klasifikasi nilai :
a) Kurang : < 18.5
b) Normal : 18.5 – 24.9
c) Berlebih : 25 – 29.9
d) Obesitas : > 30
b. Head to Toe
1) Kepala
a) Kebersihan : bersih
b) Kerontokan rambut: tidak
c) Keluhan : tidak
d) Jika ya, jelaskan : -
2) Mata
a) Konjungtiva : tidak anemis
b) Sklera : tidak ikterik
c) Stabismus : tidak
d) Penglihatan : kadang buram
e) Peradangan : tidak
f) Katarak : tidak
g) Penggunaan kacamata : tidak
h) Keluhan : ya
Jika ya , jelaskan : Ny.M mengatakan kadang matanya
kurarng jelas untuk melihat jarak jauh, dan pandangan kadang
– kadang kabur.
3) Hidung
a) Bentuk hidung : simetris
b) Peradangan : tidak
c) Penciuman : normal
d) Keluhan : tidak
e) Jika ya , jelaskan : -
4) Mulut, Tenggorokan
a) Kebersihan : baik
b) Mukosa : lembab
c) Peradangan : tidak
d) Gigi : 2 gigi palsu di bagian atas
e) Radang gusi : tidak
f) Kesulitan mengunyah : tidak
g) Keluhan lain : tidak
h) Jika ya , jelaskan :Ny.M mengatakan menggunakan
gigi palsu permanen
5) Telinga
a) Kebersihan : bersih
b) Peradangan : tidak
c) Pendengaran : normal
d) Jika ya , jelaskan : -
6) Leher
a) Pembesaran kelenjar tyroid : tidak
b) JVD(Jugularis Vena Distensi) : tidak
c) Kaku kuduk : tidak
d) Keluhan : tidak
e) Jika ya , jelaskan :-
7) Dada
a) Bentuk dada : normal
b) Payudara : ya
c) Retraksi dinding dada : tidak
d) Suara nafas : vesikuler
e) Wheezing : tidak
f) Ronchi : tidak
g) Suara jantung tambahan : tidak ada
h) Keluhan : tidak
i) Jika ya , jelaskan :-
8) Abdomen
a) Bentuk : flat
b) Nyeri takan : tidak
c) Kembung : tidak
d) Supel : ya
e) Bising Usus : ada, frekuensi : 14x/menit
f) Massa : tidak
g) Keluhan : tidak
h) Jika ya , jelaskan : -
9) Genetalia
a) Kebersihan : baik
b) Frekuensi BAK : 5x/hari
c) Frekuensi BAB : 1 x/hari
d) Haemoroid : tidak
e) Hernia : tidak
f) Keluhan : tidak
g) Jika ya , jelaskan :-
10) Ekstremitas
a) Kekuatan otot (skala 1-5 ) :
55555555
55555555
Ket :
1 = Lumpuh
2 = Ada Kontraksi
3 = Melawan gravitasi dengan sokongan
4 = Melawan gravitasi tetapi tidak ada tahanan
5 = Melawan gravitasi dengan tahanan sedikit
6 = Melawan gravitasi dengan kekuatan penuh
11) Integumen
a) Kebersihan : baik
b) Warna : tidak pucat
c) Kelembapan : lembab
d) Lesi/Luka : tidak
e) Perubahan tekstur : tidak
f) Gangguan pada kulit : tidak
g) Keluhan : tidak
h) Jika ya , jelaskan :-
Keterangan : Berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan aktif dari orang
lain. Seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi, meskipun ia anggap mampu.
Keterangan :
a. 130 : Mandiri
b. 65 - 129 : Ketergantungan sebagian
c. < 65 : Total Care
Score = 2
Interprestasi :
a. Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh
b. Salah 4 – 5 : Kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6 – 8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9 – 10 : Kerusakan intelektual berat
Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini
Mental Status Exam) :
Orientasi.
Registrasi.
Perhatian.
Kalkulasi.
Mengingat kembali.
Bahasa.
NO ASPEK NILAI NILAI KRITERIA
KOGNITIF MAKSIMAL KLIEN
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :
(Sekarang) Tahun2021
Musimpanas
Tanggal18
Hariselasa
Bulanmei
Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang
(Sekarang berada ?
ada dimana) Negara Indonesia
Propinsi Banten
Kota Tangerang
Kelurahan poris gaga
Ruanganrumah
2 Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 benda (oleh
pemeriksaan) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing
benda. Masing-masing benda
mendapatkan nilai 1.
Kursi
Meja
Kertas
Kemudian tanyakan kepada
klien ketiga tadi. (Untuk
disebutkan)
Total :26
Interprestasi hasil :
Jumlah total klien dan masukan ke dalam kategori berikut ini :
24 – 30 : Tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : Gangguan kognitif sedang
0 – 17 : Gangguan kognitif berat
Keterangan :
Nama : Ny. M
Usia : 62 th
Tebalkanlah jawaban yang sesuai dengan keadaan Anda pada pertanyaan dibawah
ini :
No Pertanyaan Ya Tidak
Ya Tidak
8 Apakah anda sering merasa tanpa pengharapan/putusasa?
Apakah anda merasa putus asa atau tidak ada harapan saat
14 Ya Tidak
ini?
15 Apakah anda merasa orang lain berada pada kondisi yang
Ya Tidak
lebih baik dari pada anda?
Normal :0-4
Depresi sedang : 9 – 11
Depresi Berat : 12 – 15
1. Data Fokus
2. Analisa Data
No. Data Masalah Etiologi
1. DS: Perfusi cerebral tidak Hipertensi
klien mengatakan kepala efektif
terasa pusing, pegal di
leher dan pundak sejak 3
hari
klien mengatakan badan
lemas
klien mengatakan tidak
rutin minum obat
hipertensinya
DO:
2. Nyeri akut Pencedera fisik
klien tampak lemah
(trauma fisik)
TD 180/100 Mmhg
DS:
Klien mengeluh riwayat
jatuh terpeleset di tangga
rumahnya 3 hari yang
lalu
Klien mengatakan masih
terasa nyeri di kedua
kakinya, seperti pegal
bila sedang beraktifitas
Klien mengatakan Nyeri
dirasakan hilang timbul
Klien mengatakan Nyeri
makin bertamabah saat
beraktifitas
Klien mengatakan Nyeri
makin bertamabah saat
beraktifitasjalan terlalu
lama
Klien mengatakna skala
nyeri 5 (0-10)
DO :
Klien tampak meringis
Klien tampak ekspresi
wajah tegang
Klien tampak kesakitan
saat berjalan
Skore more fall scale 65
( resiko tinggi )
pandangan matanya
3.3
kadang kabur dan tidak
jelas
Klien riwayat jatuh 3 hari
lalu di tangga rumahnya
DO :
Klien tampak
berpegangan dengan
benda di sekitar tempat
tidur ( meja,kursi)
Skore more fall skla 65
1. Perfusi cerebral tidak efektif (D.0017) 18 mei 2021 21 Mei 2021 Eka,
b.d Hipertensi cucum
B. PERENCANAAN KEPERAWATAN
(Meliputi tindakan keperawatan independen dan interdependen)
Diagnosa Paraf &
Tujuan dan
Tgl. No Keperawata Rencana Tindakan nama
Kriteria Hasil
n (PES) jelas
18/05/21 1. Perfusi Setelah Observasi : Eka,
cerebral tidak dilakukan Identifikasi penyebab cucum
efektif tindakan peningkatan TIK
keperawatan monitor tanda/gejala
Kolaborasi :
Setelah putih)
18/05/21 2. Nyeri akut Eka,
dilakukan
Ob cucum
tindakan
keperawatan servasi :
Terapeutik :
Be
rikan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.
Ko
ntrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Edukasi :
Je
laskan penyebab,
periode,dan pemicu
nyeri
Setelah Aj
18/05/21 3. Resiko jatuh dilakukan arkan teknik non
tindakan farmakologi untuk Eka,
keperawatan mengurangi rasa nyeri cucum
selama 3x 24
jam resiko jatuh Kolaborasi :
menurun Pe
dengan kriteria mberian analgetik jika
hasil: diperlukan.
-jatuh saat
berdiri mrnurun
Observasi :
-jatuh saat
Identifikasi factor resiko
berjalan
jatuh
menurun
Identifikasi factor
lingkinagn yang
menyebabkan jatuh
Hitung resiko jatuh
dengan skala
Terapeutik:
Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tiadk licin
Anjurkan berkonsentarsi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan
keluarga untuk
mendampingi klien saat
mobilisasi
Kolaborasi dengan
keluarga untuk rutin
mengontrol tekanan darah
2. PELAKSANAAN KEPERAWATAN ( CATATAN KEPERAWATAN )
Tgl./
Paraf dan
Tindakan Keperawatan dan Hasil
Nama Jelas
Waktu
18/05/21 Mengidentifikasi tanda- tanda TIK (Mengukur Eka, cucum
Jam
tanda- tanda vital
16.00wib
( TD : 180/100 mmhg, N: 100 x/ menit, S: 36, 0C,
RR: 20 x/ menit, kepala pusing, leher dan pundak
pegal )
Mengopbervasi ttv
( TD:160/90mmhg, N: 72x/mnt, RR: 18x/mnt, S: 36
3. E V A L U A S I ( CATATAN PERKEMBANGAN )
2.
S : klien mengatakan nyeri ke dua kaki berkurang, skala
4 (0-10)
O : TD : l60/100 Mmhg, N: 100x/ menit, S: 36,5 0C, RR
: 16x/ menit, ekspresi wajah tampak tegang
A :masalah Nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Mengobservasi skala, durasi, frekuensi, dan
karakterisitik nyeri
Mengjaki factor penyebab nyeri bertambah
3.
S : klien mengatakn riwayat jatuh 3 hari lalu di tangga
rumahnya
O : Klien tampak adanya hematom di lutut kanan dan
mata kaki sebelah kiri
A : masalah resiko jatuh belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Mengkaji factor pencetus timbulnya resiko jatuh
Kolaborasi dengan keluarga untuk membantu
mobilisasi klien
3. S:-
O : Klien tampak menggunakan alas kaki yang tidak
licin dan penerangan rumah cukup
A : Masalah resiko jatuh teratasi
P : pertahankan intervensi
Kolaborasi dengan keluarga untuk menghindari
lantai licin dan penerangan di dalam rumah
yang cukup
Kolaborasi denagn keluarga klien untuk
mendampingi kien mobilisasi ke kamar mandi
( khususnya malam hari)
Kepada :
Yth. Calon responden
Dengan hormat,
SayayangbertandatangandibawahiniadalahmahasiswaProgramStudiIlmu Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA:
Nama : Eka Widyawati
NIM : 21220192
Saatinisedangmengadakanpenelitiandenganjudul“Pengaruhpemberianair rebusan jahe putih terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi di Poris Gaga Baru - Batu
Ceper”.Adapuntujuandaripenelitianiniadalahuntukmengetahui pengaruh pemberian wedang jahe
putih terhadap penurunan tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi.
Penelitian ini tidak berbahaya dan tidak merugikan lansia sebagai responden. Kerahasiaan semua
informasi yang telah diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian
saja. Lansia yang tidak bersedia menjadi responden diperbolehkan tidak ikut berpartisipasi dalam
penelitian. Lansia yang bersedia menjadi responden, saya mohon untuk menandatangani lembar
persetujuan penelitian. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terimakasih.
Peneliti
(Eka Widyawati)
Lampiran 2
INFORMED CONSENT
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Nama responden :
Saya telah mengetahui maksud dan tujuan dari penelitian ini sesuai dengan penjelasan dari
peneliti yang sudah disampaikan kepada saya.
Demikian secara sukarela dan tidak ada paksaan dari siapapun dalam saya membuat surat
pernyataan ini.
Tangerang, 2021
Responden
( )
Lampiran 3
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH
Descriptive Statistics
Valid N (listwise) 12
Descriptive Statistics
Valid N (listwise) 12
Lampiran 6
Riwayat Pendidikan :
1. SDN 01 kali joyo-pekalongan
2. SMPN 3 kajen - pekalongan
3. SMA Manggala - tangerang
4. Akademi Keperawatan fatmawati - jakarta
5. Saat ini sedang menempuh pendidikan Program Studi S1 Keperawatan di STIKes
Pertamedika sejak tahun 2021
Riwayat Pendidikan :
1. SD Tangung Wangi
2. SMP Darmaraja
3. SMA Darmaraja
4. D3 Akademi Keperawatan Pemkab Sumedang
5. Saat ini sedang menempuh pendidikan Program Studi S1 Keperawatan di STIKes
Pertamedika sejak tahun 2021
DOKUMENTASI