Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KASUS GANGGUAN MOBILISASI FISIK

DISUSUN OLEH :

Anita Vebiani

NIM. 211133001

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN

MATA KULIAH : KDP

DOSEN : Ns. Raju Kapadia, S.Kep., M.Med.Ed.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI

"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional
Tahun 2020"

MISI

1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang


Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis 
Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN MOBILISASI FISIK

Telah disetujui

Tanggal :

Oleh
Dosen Penanggung Jawab

Ns. Raju Kapadia, S.Kep., M.Med.Ed.


A. Konsep Dasar
1. Definisi
Gangguan mobilisasi fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik
dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017).
Menurut North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA) gangguan mobilitas fisik atau immobilisasi merupakan
suatu keadaan dimana individu yang mengalami atau berisiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik (Kozier,Erb, Berman & Snyder,
2010).
Immobilisasi atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik
tubuh baik satu maupun lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah
(Nurarif A.H & Kusuma H, 2015).
2. Etiologi
Faktor Penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik, yaitu :
a. Penurunan kendali otot
b. Penurunan kekuatan otot
c. Kekakuan sendi
d. Kontraktur
e. Gangguan muskuloskeletal
f. Gangguan neuromuskular
g. Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI, 2017)
3. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular,
meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan
saraf. Otot skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot isotonik dan isometrik.
Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan
otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari
otot, misalnya menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek,
namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya
peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama
jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yag sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan gerakan otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati sesorang dan tergantung pada ukuran
skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan
dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktivitas dari otot
yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus
otot adalah suatu keaaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya
aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari
empat tipe tulang yaitu panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak
beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi
organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan
dalam pembentukan sel darah merah.
4. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala pada gangguan mobilitas fisik menurut
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu :
a. Tanda dan gejala mayor
Tanda dan gejala mayor subjektif dari gangguan mobilitas fisik,
yaitu megeluh sulit menggerakan ekstremitas. Kemudian, untuk
tanda dan gejala mayor obektifnya, yaitu kekuatan otot menurun,
dan rentang gerak menurun.
b. Tanda dan gejala minor
Tanda dan gejala minor subjektif dari gangguan mobilitas fisik,
yaitu nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, dan
merasa cemas saat bergerak. Kemudian, untuk tanda dan gejala
minor subjektifnya, yaitu sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi,
gerakan terbatas, dan fisik lemah.
5. Komplikasi
Menurut Bakara D.M & Warsito S (2016) gangguan mobilitas
fisik dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abnormalitas tonus,
arthostatic hypotension, deep vein thrombosis, serta kontraktur. Selain
itu, komplikasi yang dapat terjadi adalah pembekuan darah yang
mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan
cairan dan pembengkakan. Kemudian, juga menyebabkan embolisme
paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang
mengalir keparu. Selanjutnya yaitu dekubitus. Bagian yang biasa
mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit. Bila
memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi. Atrofi dan kekakuan
sendi juga menjadi salah satu komplikasi dari gangguan mobilitas
fisik. Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi.
Komplikasi lainnya, seperti disritmia, peningkatan tekanan
intracranial, kontraktur, gagal nafas dan kematian.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar-X
Tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
b. CT-Scan
Menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak / cidera ligament / tendon.
Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah
tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. MRI
Tekhnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan
medan magnet, gelombang radio, dan komputer untuk
memperlihatkan abnormalitas (misalnya tumor / penyempitan jalur
jaringan lunak melalui tulang, dll)
d. Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin menurun pada trauma, Ca menurun pada imobilisasi
lama, alkali fosfat naik, kreatinin dan SGOT naik pada kerusakan
otot
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk gangguan mobilitas fisik, antara lain :
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti
memiringkan pasien, posisi fowler, posisi sims, posisi
trendelenburg, posisi genupectoral, posisi dorsal recumbent, dan
posisi litotomi.
b. Ambulasi dini
Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskuler. Tindakan
ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk ditempat tidur,
turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan yang lainnya.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari
Melakukan aktivitas sehari-hari dilakukan untuk melatih kekuatan,
ketahanan, dan kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta
meningkatkan fungsi kardiovaskular.
d. Latihan Range of Motion (ROM) aktif atau pasif.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data Demografi
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, No.RM, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian.

b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sulit menggerakan ekstremitas, nyeri saat
bergerak, enggan melakukan pergerakan (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017)
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Pemeriksaan Fisik
1) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang
abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas.
Amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran
anatomis. Angulasi normal pada tulang panjang atau gerakan
pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah
tulang.
2) Mengkaji tulang belakang
a) Skoliosis (devisi kurvatura lateral tulang belakang)
b) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian
pinggang berlebihan)
3) Mengkaji sistem persendian
Luas gerakan dievaluasi baik ktif maupun pasif, deformitas,
stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekauan sendi.
4) Mengkaji sistem otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi,
dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk
memantau adanya edema atau atropi, nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila
salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai
kondisi neurogist yang berhubungan dengan cara berjalan
abnormal (misalnya cara berjalan spastc hemiparesis-stroke,
cara berjalan selangkah-selangkah penyakit lower motor
neuron, cara berjalan bergetar penyakit Parkinson).

6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer


Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas
atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi
perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perofer, warna, suhu
dan waktu pengisian kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien
a) Kategori tingkat kemampuan aktivitas
b) Rentang gerak (Range Of Motion) ROM
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
b. Gangguann Integritas Kulit / Jaringan (D.0192)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindaka Dukungan Ambulasi (I.06171)
fisik b/d gangguan keperawatan diharapkan Latihan Rentang Gerak (I.
muskuloskeletal d/d rentang gerak (ROM) 05173)
rentang gerak (ROM) meningkat dengan kriteria Observasi :
menurun hasil : - Monitor frekuensi
Mobilitas Fisik (L.05042) jantung dan tekanan
- Rentang gerak darah sebelum
(ROM) meningkat memulai ambulasi
- Pergerakan - Monitor kondisi umum
ekstremitas selama melakukan
meningkat ambulasi
- Kekuatan otot - Identifikasi indikasi
meningkat dilakukan latihan
- Tidak adanya Trapeutik
kekakuan pada - Gunakan pakaian
sendi longgar
- Mampu bergerak - Fasilitasi
dengan bebas mengoptialkan posisi
tubuh untuk
pergerakan sendi yang
aktif dan pasif
- Berikan dukungan
positif pada saat
melakukan latihan
gerak sendi
- Libatkan keluarga
untuk membantu
dalam peningkatan
pergerakan
- Faslitasi melakukan
pergerakan/mobilitas
fisik, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan melakukan
tentang gerak secara
sistematis
- Anjurkan melakukan
ambulasi dan
mobilisasi dini

Gangguan integritas Setelah dilakukan tindaka Perawatan Integritas Kulit


kulit / jaringan b/d keperawatan diharapkan ( I.11353)
penurunan mobilisasi tidak adanya kerusakan Perawatan Luka Tekan
d/d kerusakan jaringan atau kulit, dengan ( I. 14566)
jaringan atau kulit kriteria hasil : Observasi
Integritas kulit dan - Identifikasi penyebab
jaringan (L. 14125) gangguan integritas
- Tidak adanya kulit
kemerahan - Monitor kondisi luka
- Tidak adanya Terapeutik
hematoma - Bersihkan luka dengan
- Tidak adanya menggunakan NaCl
nekrosis 0,9%
- Lakukan pembalutan
luka, jika perlu
- Ubah posisi tiap 2 jam
jika tirah baring
- Berikan perineal
dengan air hangat,
terutama saat diare
- Gunakan produk
berbahan ringan /
alami dan hipoalergik
pada kulit sensitif
Edukasi
- Anjurkan minum air
cukup
- Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi buah dan sayur

WOC

Trauma Langsung Trauma Tidak Kondisi Patologis


Langsung

Fraktur
DAFTAR PUSTAKA
Bakara, d. M., & Warsito, S. (2016). Latihan Range Of Motion (ROM) pasif
terhadap rentang sendi pasien pasca stroke Exercise Range Of Motion
(ROM) Passive to Increase Joint Range Of Post-Stroke Patient, VII(2).
Kozier, B.,Glenora Erb, Audrey Berman dan Shirlee J. Snyder. (2010). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan (Alih Bahasa : Esty Wahyu Ningsih, Devi
Yulianti, Yuyun Yuningsih dan Ana Lusyana). Jakarta:EGC
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta:
Mediaction Jogja.
PPNI, T.P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi
dan Indikator Diagnostik (Cetakan II 1.ed) Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T.P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi
dan Tindakan Keperawatan (Cetakan II 1.ed) Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T.P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (Cetakan II 1.ed) Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai