Anda di halaman 1dari 15

1

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Nyeri
Gangguan kenyamanan adalah keadaan ketika individu mengalami sensasi
yang tidak menyenangkan dalam berespon terhadap suatu rangsangan yang
berbahaya.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang
dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul, 2006).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007). Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman
emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan. Serangan mendadak atau pelan
intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir
yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan (Asosiasi Studi
Nyeri Internasional); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat hingga akhir yang dapat diantisipasi atau di prediksi (NANDA,
2015). Nyeri kronis serangan yang tiba-tiba atau lambat dari intesitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung
> 3 bulan (NANDA, 2012).
Klasifikasi nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri akut
dan kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan
cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya
peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara
perlahan-lahan, biasanya berlangsung cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan.
Termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis,
dan nyeri psikosomatis.
2

B. Epidemiologi
Apendisitis dapat ditemukan pada laki-laki maupun perempuan dengan
risiko menderita apendisitis selama hidupnya mencapai 75%. Indiden tertinggi
dilaporkan pada rentang usia 20-30 tahun. Kasus perforasi apendiks pada
apendisitis akut berkisar antara 20-30% dan meningkat 32-72% pada usia lebih
dari 60 tahun, sedangkan pada anak kurang dari satu tahuan, kasus apendisitis
jaranf ditemukan (Windy dan Sabir, 2016). Apendiks pada bayi berbentuk
kerucut, labar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya, keadaaan ini
menyebabkan rendahnya insiden kasus apendisitis pada bayi kurang dari satu
tahun (Thomas, et al, 2016). Angka kejadian appendisitis didunia cukup tinggi.
Berdasarkan WHO (World Health Organisation), 2010 menunjukkan angka
mortalitas akibat appendisitis yaitu 21.000 jiwa, dengan populasi laki-laki lebih
banyak dibandingan perempuan. Angka mortalitas apendisitis sekitar 12.000 jiwa
pada laki-laki dan 10.000 jiwa pada perempuan.
Pada umumnya post operasi appendiktomi mengalami nyeri akibat bedah
luka operasi. Seseorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas
sehari-sehari, terganggunya pemenuhan kebutuhan istirahat tidur, pemenuhan
individu, dan asperk interaksi sosial. Seseoarang yang mengalami nyeri hebat
bekelanjutan, apabila tidak ditangani akan mengakibatkan syok neurologic
(Gannong, 2008).

C. Etiologi
1) Faktor Resiko
a) Nyeri Akut
- Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
- Menunjukkan kerusakan
- Posisi untuk mengurangi nyeri
- Muka dengan ekspresi nyeri
- Gangguan tidur
- Respon otonom (penurunan tenana darah, nadi, suhu)
- Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang, mengeluh)
3

b) Nyeri Kronis
- Perubahan berat badan
- Melaporkan secara verbal dan non verbal
- Menunjukkan gerakan melindungi, gelisah, depresi, fokus pada diri
sendiri
- Kelelahan
- Perubahan pola tidur
- Takut cidera
- Interaksi dengan orang lain menurun
2) Faktor Predisposisi
- Trauma
- Peradangan
- Trauma psikologis
3) Faktor Presipitasi
- Lingkungan
- Suhu ekstrim
- Kegiatan
- Emosi

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala nyeri, yaitu:
1) Gangguan tidur
2) Posisi menghindari nyeri
3) Gerakan menghindari nyeri
4) Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
5) Perubahan nafsu makan
6) Tekanan darah meningkat
7) Depresi

E. Patofisiologi dan Clinical Pathway


4

Patofisiologi
Apendisistis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apensiks oleh
hierplasia folikel, fekalit, benda asing, struktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya. obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak sehingga terjadi
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat akan menghambat
aliran limfe yang menyebabkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa.
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai dengan nyeri
epigastrium. Bila skresi mukus berlanjut, maka tekanan juga akan meningkat. Hal
ini menyebabkan obtruksi vena, edema, bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan akan meluas dan mengenai peritoneum sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah, keadaan ini disebut apendisitis
supuratif akut.
Bila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh pecah, maka akan terjadi apendisitis perforasi. Bila
semua proses diatasi berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendeks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut dengan
infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks dapat menjadi abses dan
menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan ini bertambah dengan
adanya daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya
perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforaso udah terjadi karena telah ada
ganguan pembuluh darah.
5

Clinical Pathway
Fekalit, benda asing, jaringan parut, tumor apendiks

Obstruksi lumen apendiks

Ketidakseimbangan produksi dan ekskresi mucus Migrasi bakteri dari colon ke paendiks

Peningkatan intra lumen

Terlambatnya Obtruksi vena


Arteri terganggu aliran limfe

Edema dan
Edema dan
ulserasi
peningkatan
Terjadi infar pada tekanan intra lumen
usus
Nyeri epigastrium

Nekrosis Peradangan dinding


apendiks NYERI AKUT apendiks

Gangren
HAMBATAN Peradangan Mual dan Mekanisme
MOBILITAS meluas ke muntah kompensai tubuh
Apendiks FISIK peritonium
gangrenosa
Absorbsi Peningkatan
Rencana makanan tidak leukosit dan suhu
pembedahan adekuat, tubuh
pengeluaran
cairan aktif
ANSIETAS HIPERTERMIA

KEKURANGAN NUTRISI KURANG


VOLUME CAIRANG DARI KEBUTUHAN
TUBUH TUBUH
6

F. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Keperawatan
- Monitor TTV
- Kaji adanya infeski atau peradangan nyeri
- Distraksi (mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri
ringan sampai sedang)
- Kompres hangat
- Mengajarkan teknik relaksasi
2) Penatalaksanaan Medis
- Pemberian analgesik, analgesik akan lebih efekif diberikan sebelum
pasien merasakan nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh
nyeri
- Plasebo, obat yang mengandung komponen obat analgesik seperti
gula, larutan garam/normal saline, atau air. Terapi ni dapat
menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan
pasien
Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi atau obat-obatan diantaranya
yaitu analgesic, macam analgesic sendiri dibagi menjadi dua yaitu, analgesic
ringan (aspirin atau salisilat, parasetamol, NSAID) dan analgesic kuat (morfin,
petidin, metadon). Sedangkan tindakan secara non farmakologi yaitu berupa
tekhnik distraksi (tehnik distraksi visual, distraksi pendengaran, distraksi
pernafasan, distraksi intelektual, imajinasi terbimbing)dan relaksasi (nafas dalam,
meditasi, pijatan, music dan aroma terapi) dan tekhnik stimulasi kulit. Tekhnik
stimulasi kulit yang digunakan adalah kompresdingin ataupun kompres hangat.
(Tamsuri, 2007).
Adapun pengelolaan intesitas nyeri pasien post operasi appendisitis
meliputi latihan nafas dalam, kompres hangat, terapi masase, pemberian analgesik
dan lingkungan yang nyaman. Intervensi pengurangan intensitas nyeri dilakukan
dengan cara nafas dalam dan kompres hangat yang paling efektif banyak
digunakan saat ini (Tamsuri, 2007).
7

G. Penatalaksanaan Keperawatan
Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan, tanggal MRS.
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama saat pengkajian
Pada umumnya pasien akan mengeluh nyeri kuadran kanan bawah, tidak
nafsu makan, dan mengalami mual muntah.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Ditanyakan alasan masuk rumah sakit, faktor pencetus, fektor yang
memperberat nyeri (kekuatan, kelelahan), keluhan utama, timbulnya
keluhan, upaya yang dilakukan untuk mengatasinya, diagnosa medik.
 Riwayat Penyakit Sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya pernah menderita penyakit serupa dan
apakah sudah pernah menjalani operasi, alergi obat-obatan dan makanan,
status imunisasi, dan kebiasaan atau pola hidup.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Dikaji apakah keluarga sebelumnya pernah menderita penyakit serupa atau
penyakit lainnya yang bersifat menular ataupun menurun
c. Pola gordon
 Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
 Pola aktifitas dan latihan: pasien akan mengalami perbedaan tingkat
aktivitas dan latihan sebelum sakit dan setelah sakit akibat dari nyeri
yang dirasakan
 Pola nutrisi dan metabolisme: pada umumnya pasien akan mengalami
penurunan nafsu makan, mual hingga muntah. Pola eliminasi alfi juga
kadang terganggu dikarenakan nyeri dan adanya perforasi pada usus.
 Pola tidur dan istirahat: tidak jarang pasien akan mengalami gangguan
pola tidur karena nyeri yang dirasakannya
 Pola kognitif dan perceptual: pasien pada umumnya dapat melokalisir
nyeri dan sikapnya melindungi area nyeri
 Persepsi diri/konsep diri
 Pola toleransi dan koping stress
 Pola seksual reproduksi
 Pola hubungan dan peran, serta pola nilai dan keyakinan
8

d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum klien
2) Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, RR, suhu)
3) Pengkajian riwayat nyeri (P,Q,R,S,T)
 Provokatif, faktor yang mempengaruhi gawat atau ringanya nyeri
 Quality dan Quantity, seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau
tersayat)
 Region, daerah perjalanan nyeri
 Severty atau Skala, keparahan atau intensitas nyeri
 Time, lama/waktu serangan/frekuensi nyeri

4) Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)


Kepala : Bentuk mesochepal, kulit kepala bersih, pertumbuhan rambut
normal, warna rambut hitam, tidak ada lesi atau benjolan, klien tampak
gelisah, ekspresi wajah tegang.
Mata : Bentuk simetris, pupil isokor, konjungtiva merah muda, Sklera
unikterik, pergerakan mata terkoordinasi, terdapat lingkar hitam pada
mata
Hidung : Bentuk hidung simetris, tidak terdapat nyeri tekan, tidak
terdapat lumen, penciuman baik, mukosa hidung lembab, tidak ada
pernafasan cuping hidung.
Mulut : Bentuk mulut simetris, mukosa bibir kering, gigi bersih rapih,
dan lidah bersih, tidak ada stomatitis, meringis kesakitan.
Telinga : Bentuk telinga simetris, tidak terdapat nyeri tekan dan
pendengaran baik.
Leher : Tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan .
Thorax : Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi otot/dinding dada,
terdengar suara redup pada area jantung, sonor pada area paru, suara
paru vesikuler.
Abdomen : Pemeriksaan fisik abdomen dilakukan dengan empat tahap
inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi. Inspeksi didapat abdomen
9

klien bersih. Auskultasi abdomen klien didapat bising usus klien aktif di
empat kuadran dengan frekuensi 12 kali/ menit.Palpasi yang dilakukan
yaitu pemeriksaan pada area kanan bawah terdapat nyeri tekan dan
nyeri saat membungkuk/setiap gerak. Perkusi yang dilakukan terdapat
bunyi timpani. Klien sering memegangi perutnya yang sakit. Kulit
teraba panas.
Genitalia : Jenis kelamin
Anus : Tanda peradangan dan kebersihan
Ekstremitas : Kaji kekuatan ekstremitas atas dan bawah

2. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)


a. Gangguang rasa nyaman : nyeri
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Hambatan mobilitas fisik
10

3. Perencanaan Keperawatan (Nursing Care Plan)


Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Gangguan rasa Tujuan: setelah dilakukan asuhan NIC:
nyaman: nyeri keperawatan 3x24 jam intensitas nyeri a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparan nyeri
berkurang. sebelum memberikan obat
b. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
NOC: faktor pencetus nyeri, kualitas karakteristik, lokasi,
a. Pemberian analgesik (2210) durasi, frekuensi atau PQRST
b. Managemen nyeri (1400) c. Tentukan pilihan obat analgesik
d. Ajarkan prinsip-prinsip managemen nyeri
Kriteria Hasil: e. Ajarkan penggunaan teknik norn farmakologi (napas
1) Melaporkan nyeri (frekuensi, lama, dalam, distraksi, terapi musi, hipnotis, masase)
ekspresi, skala) berkurang/hilang f. Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas lain yang
2) Mampu mengontrol nyeri dapat membantu relaksasi untuk memfasilitasi penurunan
3) Menyatakamn rasa nyaman setelah nyeri
nyeri berkurang
4) TTV rentang normal

2. Ketidakseimbangan Tujuan: setelah dilakukan asuhan NIC:


nutrisi kurang dari keperawatan 3x24 jam nutrisi a. Identifikasi alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki
kebutuhan tubuh kebutuhan tubuh tercukupi pasien
b. Monitor intake/asupan dan asupan cairan secara tepat
c. Monitor asupan kalori makan harian
NOC: d. Batasi makanan sesuai dengan jadwal, makanan
11

a. Managemen gangguan makan pembuka, dan makanan ringan


(1030) e. Beri obat-obat sebelum makan (ms. Penghilang rasa
b. Managemen nutrisi (1100) sakit, antiemetik) jika diperlukan
c. Bantuan Peningkatan berat badan f. Monitor mual muntah
(1240) g. Kolaborasikan dengan ahli gizi terkait nutrisi pasien
h. Kenali apakah penurunan berat badan pasien merupakan
Kriteria Hasil:
tanda penyakit terminal
1) Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
2) Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
3) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
4) Tidak terjadi penurunan berat
badan yang berarti
5)
3. Hambatan Tujuan: Setelah dilakukan asuhan Kontrol Infeksi (6540)
mobilitas fisik keperawatan 3x24 jam resiko infesksi a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi pada area insisi
pada pasien berkurang. b. Monitor tanda-tanda vital
c. Dorong intake cairang yang sesuai
NOC: d. Lakukan teknik isolasi untuk infeksi enterik, termasuk
a. Kontrol infeksi cuci tangan
b. Status imun e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
antibiotik yang sesuai
Kriteria Hasil:
1) Klien bebas dari tanda-tanda inveksi
12

2) Menunjukkan kemampuan untuk


mencegah timbulnya infeksi
3) Menunjukkan perilaku hidup sehat
13

H. Penatalaksanaan Berdasarkan Evidence Based Parctice in Nursing


Pada umumnya post operasi appendiktomi menyebabkan nyeri akibat
bedah luka operasi. Seseorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada
aktivitas sehari-sehari, terganggunya pemenuhan kebutuhan istirahat tidur,
pemenuhan individu, dan asperk interaksi sosial. Seseoarang yang mengalami
nyeri hebat bekelanjutan, apabila tidak ditangani akan mengakibatkan syok
neurologic (Gannong, 2008).
Adapun pengelolaan intesitas nyeri pasien post operasi appendisitis
meliputi latihan nafas dalam, kompres hangat, terapi masase, pemberian analgesik
dan lingkungan yang nyaman. Intervensi pengurangan intensitas nyeri dilakukan
dengan cara nafas dalam dan kompres hangat yang paling efektif banyak
digunakan saat ini (Tamsuri, 2007).
Selain itu, terdapat hal yang baru dalam mengatasi nyeri yaitu dengan cara
melakukan nafas ritmik, yaitu bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang
fokus pada satu objek (gambar) atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi
perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian
menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu
sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi
pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini
hingga terbentuk pola pernafasan ritmik (Tamsuri 2007).
Tehnik distraksi nafas ritmik edipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri
melalui mekanisme yaitu dengan tehnik nafas ritmik otot-otot skelet yang
mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga
terjadi fase dilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah kedaerah
yang mengalami spasme dan iskemik, tekhnik nafas ritmik dipercaya mampu
merangsang tubuh untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan
enkefalit. Ketika seseorang melakukan nafas ritmit untuk mengendalikan nyeri
yang dirasakan, maka tubuh akan meningkatkan komponen syaraf parasimpatik
secara stimulan, maka inimenyebabkan terjadinya penurunan kadar hormone
kortisol dan adrenalin dalam tubuh yang mempengaruhi tingkat stress seseorang
14

sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan membuat klien merasa tenang


untuk mengatur ritme pernafasan menjadi teratur
15

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).


Oxford: Elsevier.

Faridah, Nur Virgianti. 2015. Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Post Op Apendisitis
dengan Teknik Distraksi Napas Ritmik. Surya. Vol. 7 (2).

Ganong. 2008. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Herdman, T. Heather dan S. Kamitsuru. 2017. NANDA-I Diagnosis Keperaatan


Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. Azis. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Nanda International Inc. 2015. Diagnosis keperawatan: definisi & klasifikasi


2015-2017. Jakarta: EGC.

Moorhead, Sue., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Oxford:


Elsevier.

Potter, P.A., Perry, A.H., Stockert, P.A., Hall, A.M. 2013. Fundamentals of
Nursing 8th Ed. Louis, Missouri : Elsevier Mosby.

Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses


Keperawatan. Edisi Ke-3. Jakarta: Salemba Medika.

Tamsuri. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.

Thomas, Gloria A. 2016. Angka Kejadian Apendisitis di RSUP Prof. Dr. R. D.


Kandou Manado periode Oktober 2012-September 2015. Journal e-Clinic.
Vol. 4 (1).

Windy dan M. Sabir. 2016. Perbandingan Antara Suhu Tubuh, Kadar Leukosit,
dan Platelet Distribution Width (PDW) Pada Apendisitis Akut dan
Apendisitis Peforasi di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2014.
Jurnal Kesehatan Tadulako. Vol. 2 (2): 1-72.

Anda mungkin juga menyukai