ABDOMINAL PAINT
DISUSUN
OLEH:
WILDA THUSIFA
RUANG: IGD
A. PENGERTIAN
Nyeri abdomen merupakan sensasi subjektif tidak menyenangkan yang
terasa di abdomen. Nyeri di perut adalah gejala paling penting dari proses
patologis perut akut. Nyeri abdomen ada dua yaitu, nyeri abdomen akut dan
nyeri abdomen kronis.
1. Nyeri Abdomen Akut
Nyeri abdomen akut biasanya digunakan untuk menggambarkan nyeri
dengan onset mendadak, dan/durasi pendek. Nyeri alih (referred pain) adalah
persepsi nyeri pada suatu daerah yang letaknya jauh dari tempat asal nyeri.
Keluhan yang menonjol dari pasien dengan abdomen akut adalah nyeri perut.
Rasa nyeri perut dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan di abdomen atau di
luar abdomen seperti organ-organ di rongga toraks.
2. Nyeri Abdomen Kronis
Nyeri abdomen kronis biasanya digunakan untuk menggambarkan nyeri
berlanjut,baik yang berjalan dalam waktu lama atau berulang/hilang timbul.
Nyeri kronis dapat berhubungan dengan ekserbasi akut.
(Nurarif,2015)
B. Klasifikasi
Nyeri perut dapat berupa nyeri viseral maupun nyeri somatik, dan dapat
berasal dari berbagai proses pada berbagai organ di rongga perut atau di luar
rongga perut, misalnya di rongga dada (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
a. Nyeri Viseral
(Nurarif,2015)
C. MANIFESTASI KLINIS
Nyeri abdomen, mual, muntah tidak nafsu makan, lidah dan mukosa bibir
kering ,turgor kulit tidak elastis, urine sedikit dan pekat, lemah dan kelelahan.
(Tanto,2014)
D. PATHOFISIOLOGI
Rasa nyeri pada abdominal baik mendadak maupun berulang, biasanya
selalu bersumber pada: visera abdomen (organ yang ada di abdomen), organ
lain di luar abdomen, lesi pada susunan saraf spinal, gangguan metabolik, dan
psikosomatik. Rasa nyeri pada abdomen berasal dari suatu proses penyakit
yang menyebar ke seluruh peritoneum ke ujung saraf, yang lebih dapat
meneruskan rasa nyerinya dan lebih dapat melokalisasi rasa nyeri daripada
saraf otonom. Telah diketahui pula bahwa gangguan pada visera pada mulanya
akan menyebabkan rasa nyeri visera, tetapi kemudian akan diikuti oleh rasa
nyeri somatik pula, setelah peritoneum terlibat. Rasa nyeri somatik yang dalam
akan disertai oleh tegangan otot dan rasa mual yang merupakan gejala khas
peritonitis. Reflek rasa nyeri abdomen dapat timbul karena adanya rangsangan
nervus frenikus ( syaraf diafragma), misalnya pada pneumonia. Rasa nyeri
yang berasal dari usus halus akan timbul didaerah abdomen bagian atas
epigastrium, sedangkan rasa nyeri dari usus besar akan timbul dibagian bawah
abdomen. Reseptor rasa nyeri didalam traktus digestivus terletak pada saraf
yang tidak bermielin yang berasal dari sistem saraf otonom pada mukosa usus.
Jarak syaraf ini disebut sebagai serabut saraf C yang dapat meneruskan rasa
nyeri lebih menyebar dan lebih lama dari rasa nyeri yang dihantarkan dari kulit
oleh serabut saraf A. Nyeri ini khas bersifat tumpul, pegal, dan berbatas tak
jelas serta sulit dilokalisasi. Impuls nyeri dari visera abdomen atas ( lambung,
duodenum, pankreas, hati, dan sistem empedu ), mencapai medula spinalis
pada segmen torakalis 6,7,8 serta dirasakan didaerah epigastrium. Impuls nyeri
yang timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum Treitz sampai
fleksura hepatika memasuki segmen torakalis 9 dan 10, dirasakan di sekitar
umbilikus. Dari kolon distalis, ureter, kandung kemih, dan traktus genetalia
perempuan, impuls nyeri mencapai segmen torakal 11 dan 12 serta segmen
lumbalis pertama. Nyeri dirasakan pada daerah suprapubik dan kadang-kadang
menjalar ke labium atau skrotum. Jika proses penyakit meluas ke peritorium
maka impuls nyeri dihantarkan oleh serabut aferen somatis ke radiks spinal
segmentalis 1,3. nyei yang disebabkan oleh kelainan metabolik seperti pada
keracunan timah, dan porfirin belum jelas patofisiologi dan patogenesisnya.
Jadi permasalahan keperawatannya adalah nyeri dan ketika nyeri muncul akan
mengakibatkan pola tidur pasien terganggu (Nurarif,2015)
E. PATHWAY
(Nurarif , 2015)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan DL
c. Amilase Kadar serum >3x batas atas kisaran normal merupakan
diagnostik pankreatitis.
d. β-hcg(serum) : Kehamilan ektopik (kadar β-hcg dalam serum lebih akurat
daripada dalam urine)
e. Gas darah arteri : Asidosis metabolic (iskemia usus, peritonitis,
pankreatitis)
f. Urin
g. EKG:Infark miokard
h. Rotgen thorak:viskus perforasi(udara bebas),pneumonia
i. Rotgen Abdomen :Usus iskemik (dilatasi,usus yang edema dan
menebal),pankreatitis(pelebaran jejunum bagian atas
sentimel),kolangitis(udara dalam cababg bilier),kolitis akut(kolon
mengalami dilatasi,edema dan gambaran menghilang),obstruksi akut(usus
mengalami dilatasi,tanda string of pearl ) Batu Ginjal (Radioopak dalam
saluran ginjal )
j. Ultrasonografi
k. CT scan : merupakan pemeriksaan penunjang pilihan untuk inflamasi
peritonium yang tidak terdiagnosis (terutama pada orang tua yang
didiagnosis bandingnya luas,pada pasien yang dipertimbangkan untuk
dilakukan laparotomi dan diagnosis belum pasti,,pankreatitis,trauma
hati/limpa/mesenterium,divertikulitis,aneurisma
l. IVU (urografi intravena) : batu ginjal,obtruksi saluran ginjal
(Nurarif,2015) (Tanto,2014)
G. PENATALAKSANAAN
1. Pengkajian (Pola Fungsi Kesehatan)
Menurut Pengkajian Virginie Henderson, masalah yang ditemui pada
pasien dengan masalah Abdominal pain hanya yang muncul beberapa dari
14 pengkajian tersebut
a. Pola Oksigenasi
Biasanya ditemukan kondisi pada pasien seperti pernafasan dangkal
karena nyeri pada abdomen, RR meningkat
b. Pola Persepsi Kesehatan (Pemahaman klien tentang kesehatan dan
bagaimana kesehatan mereka diatur)
c. Pola Nutrisi Metabolik (Konsumsi relatif terhadap kebutuhan
metabolik)
d. Pola Eliminasi (Menggambarkan pola fungsi eliminasi dalam
kehidupan sehari – hari apakah ada gangguan atau tidak)
e. Pola Aktivitas dan Latihan (Menggambarkan pola aktivitas dalam
kehidupan sehari - hari)
f. Pola Istirahat dan Tidur (Menggambarkan pola tidur dan istirahat
pasien) Biasanya ditemukan permasalahan yaitu gangguan pola tidur
yang diakibatkan nyeri
g. Pola Nyeri / Kenyamanan
Nyeri/ kenyamanan
Karakteristik nyeri tergantung pada jenis nyeri, misal migrain,
ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis, nyeri,
kemerahan, pucat pada daerah wajah, fokus menyempit, fokus pada
diri sendiri, respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis,
gelisah, otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
h. Pola Konsep Diri (Menggambarkan cara menggambarkan diri sendir,
bagaimana cara seseorang memandang dirinya)
i. Pola Peran – Hubungan (Keterikatan peran dan hubungan)
j. Pola Reproduksi (Kepuasan atau tidaknya seks)
k. Pola Koping (Menggambarkan pola koping pada umumnya)
l. Pola Nilai Kepercayaan (Keyakinan spiritual pasien)
m. Pola Gerak dan Ketahanan Tubuh
n. Suhu Tubuh
(Nurarif,2015) (Tanto,2014)
H. Komplikasi
a. Perporasi gastrointestinal
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang
komplek dari dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya
isi dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan
secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut
( keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis). Perforasi lambung
berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena
kebocoran asam lambung kedlam rongga perut. Perforasi dalam bentuk
apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus kegawatan
bedah.
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme
lainnya karena keasaman yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami
trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak berada
pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster. Bagaimana
pun juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada pada
resiko kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster.
Adanaya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel
inflamasi akut. Omentum dan organ-oragan viceral cenderung melokalisir
proses peradangan, mengahasilkan phlegmon ( biasa terjadi pada perforasi
kolon). Hypoksia yang diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi
tumbuhnya bakteri anaerob dan menggangu aktifitas bakterisidal dari
granulosit, yang mana mengarah pada peningkatan aktifitas fagosit daripada
granulosit, degradasi sel-sel, dan pengentalan cairan sehingga membentuk
abscess, efek osmotik, dan pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi
abscess, dan diikuti pembesaran abscess pada perut. Jika tidak ditangani
terjadi bakteriemia, sepsis, multiple organ failure dan shock.
b. Obstruksi gastrointestinal
Obstruksi dapat diklasifikasikan sebagai obstruksi sederhana dan
strangulasi. Obstruksi sederhana menyebabkan kegagalan gerak maju aliran
isi lumen menjauhi mulut. Obstruksi strangulasi disertai dengan kerusakan
aliran darah ke usus di samping obstruksi aliran isi lumen, jika tidak cepat
diperbaiki dapat menimbulkan infark usus dan perforasi. Gejala-gejala
klasih obstruksi adalah mual, muntah, perut kembung, dan obstipasi.
Obstruksi letak tinggi pada saluran usus melibatkan duodenum atau jejunum
proksimal mengakibatkan muntah yang banyak, sering dan mengandung
empedu. Nyerinya hilang timbul dan biasanya sembuh setelah muntah.
Nyeri terlokalisasi di daerah epigastrium atau daerah periumbilikalis dan
perut sedikit kembun. Obstruksi dibagian bawah distal usus halus
menyebabkan kembung perut, sedang atau berat, dengan emesis yang
semakin kotor. Nyeri biasanya merata diseluruh perut.
1. Obstruksi Duodenum
Atresia duodenum diduga timbul dari kegagalan rekanalisasi lumen
setelah fase padat pada perkembangan usus selama masa kehamilan
minggu ke-4 dam ke-5. Insidens atresia duodenum adalah 1:10.000
kelahiran. Setengah dari penderita dilahirkan prematur. Atresia
duodenum mempunyai beberapa bentuk, yang meliputi obstruksi lumen
oleh membran utuh, tali fibrosa yang menghubungkan dua ujung
kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara ujung-
ujung duodenum yang tidak bersambung.
DAFTAR PUSTAKA